19. Pembahasan Tentang Melukai dengan Sengaja

【1】

Musnad Syafi'i 958: Orang yang dipercaya mengabarkan kepada kami dari Hammad, dari Yahya bin Sa'id, dari Abu Umamah bin Sahi bin Hunaif, dari Utsman bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Tidak halal membunuh seorang muslim kecuali karena salah satu di antara ketiga perkara berikut" hingga akhir hadits. 206 Musnad Syafi'i 959: Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Aku masih terus memerangi orang-orang hingga mereka mengucapkan, 'Tidak Tuhan selain Allah'. Apabila mereka mau mengucapkannya, berarti mereka telah memelihara darah dan harta benda mereka kecuali dengan alasan yang hak, sedangkan perhitungan mereka berada pada Allah'."207 Musnad Syafi'i 960: Yahya bin Hisan mengabarkan kepada kami dari Al-Laits, dari Ibnu Syihab, dari Atha' bin Yazid Al-Laits, dari Ubaidillah bin Adi bin Al Khiyar, dari Al Miqdad, ia mengabarkan kepadanya: Bahwa ia pernah bertanya, ''Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu jika aku menjumpai seorang lelaki dari kalangan orang- orang kafir, lalu ia memerangiku dan memukul salah satu tanganku hingga putus. Kemudian ia berlindung dari kejaranku ke sebuah pohon, lalu ia mengatakan, 'Aku masuk Islam karena Allah'. Apakah aku boleh membunuhnya, wahai Rasulullah, sesudah ia menyatakan keislamannya?" Rasulullah bersabda, "Janganlah kamu membunuhnya!" Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia telah memotong tanganku, kemudian ia mengucapkan kalimat tersebut sesudah memotongnya, bolehkah aku membunuhnya?" Rasulullah menjawab, "Janganlah kamu membunuhnya. Jika kamu membunuhnya, sesungguhnya ia sama dengan kedudukannya sebelum kamu membunuhnya; dan sesungguhnya kamu sama kedudukannya sebelum ia mengucapkan kalimat yang telah dikatakannya itu."208 Musnad Syafi'i 961: Ibnu Uyainah mengabarkan kepada kami dari Ayub, dari Abu Qilabah, dari Tsabit bin Dhahak bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Barangsiapa yang membunuh dirinya sendiri dengan sesuatu di dunia, maka ia akan diadzab di hari Kiamat dengan benda itu."209 Musnad Syafi'i 962: Ibrahim bin Muhammad mengabarkan kepada kami dari Jafar bin Muhammad, dari ayahnya, dari kakeknya, ia mengatakan: Pada pegangan pedang Rasulullah terdapat tulisan yang bunyi; Bahwa manusia yang paling dimusuhi oleh Allah ialah orang yang membunuh selain pelaku pembunuhan, dan orang yang memukul selain pelaku pemukulan. Barangsiapa yang menjadikan hak wala' bukan kepada tuan-tuannya, berarti ia telah ingkar terhadap apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Muhammad .210 Musnad Syafi'i 963: Ibnu Uyainah mengabarkan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, ia mengatakan: Aku pernah bertanya kepada Abu Ja'far Muhammad bin Ali mengenai shahifah (lembaran) yang terdapat di dalam sarung pedang Rasulullah , maka ia menjawab, "Di dalamnya tertuliskan, 'Semoga Allah melaknat pembunuh selain pelaku pembunuhan, pemukul selain pelaku pemukulan; dan barangsiapa yang menyerahkan hak wala' bukan kepada tuannya, berarti ia telah ingkar terhadap apa yang telah diturunkan oleh Allah kepada Muhammad '." 211 Musnad Syafi'i 964: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Ibnu Abu Laila, dari Al Hakam atau dari Isa bin Abu Laila, dari Abu Laila, ia mengatakan: Rasulullah pernah bersabda, "Barangsiapa membunuh seorang mukmin, maka dikenakan hukum qishash dengan tangan yang terikat, kecuali wali dari si terbunuh merelakannya. Barangsiapa menghambat terlaksananya qishash ini, maka laknat Allah dan murka-Nya menimpa dirinya, amal wajib dan amal sunahnya tidak diterima darinya."212 Musnad Syafi'i 965: Ibnu Uyainah mengabarkan kepada kami dari Abdul Malik bin Sa'id bin Abjar, dari Ayad bin Laqith, dari Abu Rimtsah, ia mengatakan: Aku masuk menemui Rasulullah , maka ayahku melihat apa yang ada di punggung beliau, lalu ia berkata, "Biarkanlah aku mengobati penyakit yang ada pada punggungmu ini, karena sesungguhnya aku adalah seorang tabib." Rasulullah bertanya, "Siapakah orang yang bersamamu ini?" Ayahku berkata kepadanya, "Anakku." Beliau bersabda, "Saksikanlah ia." Beliau bersabda pula "Ingatlah, ia tidak akan berbuat jahat terhadapmu; dan kamu tidak akan berbuat jahat terhadapnya."213 Musnad Syafi'i 966: Ibnu Uyainah mengabarkan kepada kami dari Ali bin Zaid, dari Ibnu Jad'an, dari Al Qasim bin Rabi'ah, dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Ingatlah bahwa dalam kasus pembunuhan sengaja tetapi tersalah dengan memakai cambuk dan tongkat; diyatnya diberatkan 100 ekor unta; 40 ekor di antaranya unta khalfah yang di dalam perutnya terdapat anaknya (sedang mengandung)."214 Musnad Syafi'i 967: Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami dari Khalid Al Hadzdza, dari Al Qasim bin Rabi'ah, dari Uqbah bin Aus, dari seorang lelaki sahabat Nabi tentang hadits yang semisal. 215 Musnad Syafi'i 968: Mu'adz bin Musa mengabarkan kepada kami dari Bukair bin Ma'ruf, dari Muqatil bin Habban. Muqatil mengatakan: Bahwa ia telah mengambil tafsir ini dari sejumlah hufazh yang antara lain ialah Mu'adz, Mujahid, Al Hasan dan Dhahak bin Muzahim sehubungan dengan firman Allah , "Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik..." (Qs. Al Baqarah [2]: 178) Muqatil berkata, “Dahulu telah ditetapkan atas ahli Taurat bahwa barangsiapa yang membunuh seseorang bukan karena qishash, maka ia harus dihukum qishash, dan tidak ada pemaafan baginya serta tidak diterima apapun darinya, termasuk diyat. Difardhukan atas ahli Injil bahwa si pembunuh dimaafkan dan tidak dibunuh (hukum mati). Diberikan rukhshah (dispensasi) bagi umat Muhammad ; jika suka, boleh melakukan qishash, boleh mengambil diyatnya, boleh pula memaafkan si pembunuh. Yang demikian itu berdasarkan firman Allah SWT, 'Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabb kalian dan suatu rahmat' (Qs. Al Baqarah [2]: 178) Diyat dikatakan sebagai keringanan karena pelakunya tidak dihukum mati. Kemudian Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu. maka baginya siksa yang pedih' (Qs. Al Baqarah [2]: 178) Barangsiapa yang membunuh (si pembunuh) sesudah mengambil diyat (darinya), maka baginya siksa yang pedih. Kemudian Allah berfirman, 'Dan di dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagi kalian, hai orang-orang yang berakal'. (Qs. Al Baqarah [2]: 179) Disebutkan bahwa bagi kalian dalam hukum qishash terkandung jaminan kelangsungan hidup. Karena ada hukum qishash. maka sebagian dari kalian tidak berani melakukan pembunuhan terhadap sebagian yang lain karena takut akan dikenai hukuman mati sebagai qishashnya." 216 Musnad Syafi'i 969: Sufyan bin Uyainah mengabarkan kepada kami dari Amr bin Dinar, ia mengatakan: Aku pernah mendengar Mujahid mengatakan: Aku pernah mendengar Ibnu Abbas berkata, "Dahulu di kalangan Bani Israil terdapat hukum qishash, tetapi di kalangan mereka tidak ada diyat, maka Allah berfirman kepada umat ini, 'Diwajibkan atas kalian qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh, orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaj) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Rabb kalian dan suatu rahmat'. Dibandingkan dengan apa yang telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, 'Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih'." (Qs. Al Baqarah [2]: 178) Musnad Syafi'i 970: Muhammad bin Ima'il bin Fudaik mengabarkan kepada kami,dari Ibnu Abu Dzi'b, dari Sa'id Al Maqburi, dari Abu Syuraij Al Ka'bi, bahwa Rasulullah pernah berkata, "Sesungguhnya Allah mengharamkan Makkah dan bukan manusia yang mengharamkannya, Maka tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menumpahkan darah dan tidak pula mematahkan ranting pohon, jika seseorang diberi keringanan, lalu ia berkata, 'telah dihalalkan bagi Rasulullah', maka sesungguhnya Allah menghalalkannya bagiku dan tidak dihalalkan bagi manusia, dan juga dihalalkan bagiku hanya sesaat di siang hari, kemudian ia menjadi haram lagi seperti keharamannya pada hari kemarin, kemudian kalian wahai Khuza'ah, kalian telah mengatakan tentang pembunuh ini dari Hudzail, dan aku demi Allah sebagai penebus diyatnya, dan barang siapa setelah itu terbunuh, maka keluarganya memiliki dua pilihan, jika ia mau boleh membunuh balik, dan jika ia mau boleh mengambil diyat."218 Musnad Syafi'i 971: Malik bin Anas mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari Sa'id bin Al Musayyab: Umar telah menghukum mati 5 atau 7 orang karena telah menculik seorang lelaki dan membunuhnya, lalu Umar berkata, "Seandainya seluruh penduduk Shan'a beramai- ramai membunuhnya, niscaya aku akan memerangi mereka semua." 219 Musnad Syafi'i 972: Muslim mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij -aku menduganya dari Atha' dari Shafwan bin Ya'la bin Umayah dari Ya'la bin Umayyah , ia mengatakan: Aku pernah ikut berperang bersama Nabi dalam suatu peperangan. Atha mengatakan bahwa Ya'la berkata, ''Perang tersebut merupakan kerjaku yang paling berkesan." Atha' mengatakan: Shafwan mengatakan bahwa Ya'la berkata, "Aku mempunyai seorang pekerja bayaran. Ia berduel dengan seseorang, maka salah seorang darinya menggigit tangan yang lain. Lalu orang yang digigit menarik tangannya dari mulut orang yang menggigitnya hingga salah satu dari gigi serinya rontok." Atha melanjutkan kisahnya: Aku menduganya mengatakan bahwa Nabi bersabda, "Apakah dia membiarkan tangannya di mulutmu, lalu kamu kunyah seakan-akan tangannya berada di dalam mulut unta yang menggigitnya?" Atha berkata, "Shafwan menceritakan kepadaku, Manakah di antara keduanya yang menggigit, aku lupa'." 220 Musnad Syafi'i 973: Muslim mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij; Ibnu Abu Mulaikah mengabarkannya bahwa ayahnya pernah bercerita kepadanya: Bahwa seseorang datang kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq . Ia mengadukan bahwa ia digigit oleh seseorang, lalu ia menarik tangannya dari mulut si penggigit, hingga gigi seri si penggigit rontok. Maka Abu Bakar berkata, "Gigi serinyalah yang salah." 221 Musnad Syafi'i 974: Malik mengabarkan kepada kami dari Suhail dari bapaknya, dari Abu Hurairah bahwa Sa'd pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu jika aku menemukan istriku bersama seorang lelaki, apakah aku menangguhkannya hingga aku mendatangkan 4 orang saksi?" Rasulullah SAW bersabda, "Ya"222 Musnad Syafi'i 975: Ibnu Uyainah mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Thalhah bin Abdullah bin Auf, dari Sa'id bin Zaid bin Amr bin Nafi bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya, maka dia adalah syahid "223 Musnad Syafi'i 976: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Abu Az-Zinad, dari Al A'raj, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah telah bersabda, "Seandainya seseorang mengintip kamu tanpa izin, lalu kamu mengetapel matanya dengan batu kerikil hingga matanya buta, maka tidak ada dosa atas dirimu."224 Musnad Syafi'i 977: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, ia mengatakan: Ia pernah mendengar Sahl bin Sa'd mengatakan: Seorang lelaki mengintip kamar Nabi dari salah satu ruangan. Ketika itu Nabi sedang memegang sebuah penggaruk untuk menggaruk kepalanya, lalu beliau bersabda, "Seandainya aku mengetahui bahwa kamu mengintip, niscaya aku tusuk matamu. Sesungguhnya dijadikannya meminta izin itu hanya untuk pandangan."225 Musnad Syafi'i 978: Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami dari Humaid, dari Aisyah, bahwa Nabi yang sedang berada di dalam rumahnya diintip oleh seorang lelaki, maka beliau merundukkan tubuhnya ke arah lelaki itu dengan sebuah anak panah di tangannya; seakan-akan seandainya lelaki itu tidak mundur, beliau tidak peduli bila menusuk (mata) lelaki itu. 226 Musnad Syafi'i 979: Malik mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Said, dan Amr bin Su'aib: Seorang lelaki dari kalangan Bani Mudlij yang dikenal dengan nama Qatadah melempar anak lelakinya dengan pedang, maka pedang itu mengenai betisnya hingga darah mengalir deras dari lukanya tanpa bisa dihentikan, akhirnya si anak meninggal dunia. Maka Suraqah bin Malik bin Jusy'um bergegas menemui Umar bin Al Khaththab, lalu menceritakan hal tersebut kepadanya. Maka Umar berkata, "Sediakanlah untukku di Qadid 120 ekor unta bila aku tiba di tempatmu." Ketika Umar tiba, maka ia mengambil dari ternak unta itu 30 ekor unta hiqqah, 30 ekor unta jadz'ah, dan 40 ekor unta hilfah. Kemudian berkatalah saudara lelaki si terbunuh, "Inilah aku." Umar berkata, "Ambillah, karena sesungguhnya Rasulullah telah bersabda, 'Bahwa si pembunuh tidak mendapat apa-apa'. 227 Musnad Syafi'i 980: Marwan mengabarkan kepada kami dari Ismail bin Abu Khalid, dan Qais bin Abu Hazim, ia mengatakan: Suatu kaum berlindung kepada kabilah Khats'am. Ketika kaum muslim mengepung mereka, mereka berlindung dengan cara bersujud, tetapi kaum muslim membunuh sebagian dari kaum tersebut. Berita itu sampai kepada Nabi , maka beliau bersabda, "Bayarlah diyat mereka setengahnya karena shalat yang mereka lakukan." Saat itu juga beliau bersabda, "Ingatlah sesungguhnya aku berlepas diri dari setiap orang muslim yang bersama orang musyrik " Mereka (kaum muslim) bertanya, "Mengapa demikian, wahai Rasulullah?" Rasulullah bersabda, "Tidakkah kamu lihat api keduanya?"228 Musnad Syafi'i 981: Mutharrib mengabarkan kepada kami dari Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, ia mengatakan: Abu Hudzaifah bin Al Yaman adalah orang yang sudah lanjut usia, lalu dalam perang Uhud ia dimasukkan ke dalam kelompok kaum wanita, tetapi ia keluar menuju medan perang agar mati syahid. Namun ia datang dari arah pasukan kaum musyrik, maka ia dikejar oleh kaum muslim dan menghujaninya dengan pedang. Hudzaifah melihat itu dan berseru, "Ayahku, ayahku." Tetapi mereka tidak dapat mendengar seruannya karena ramainya suasana perang, akhirnya mereka membunuh ayah Hudzaifah. Maka Hudzaifah berkata, "Semoga Allah mengampuni kalian. Dia Maha Penyayang di antara para penyayang." Dan, Nabi dalam kasus ini memutuskan pembayaran diyat. 229 Musnad Syafi'i 982: Yahya bin Hasan mengabarkan kepada kami dari Al-Laits bin Sa'd, dari Ibnu Syihab, dari Ibnu Al Musayyab, dari Abu Hurairah : Nabi telah memutuskan hukuman terhadap kasus gugurnya kandungan seorang wanita dari kalangan Bani Lihyan (karena ulah seseorang) hingga mati dengan denda memerdekakan seorang budak laki-laki atau budak perempuan. Abu Hurairah melanjutkan kisahnya: Dan sesungguhnya wanita yang menanggung denda itu meninggal dunia, maka Rasulullah memutuskan bahwa warisannya untuk anak lelaki dan suaminya, sedangkan denda yang harus dibayarkan ditanggung oleh ashabah-nya. 230 Musnad Syafi'i 983: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Muhammad bin Al Munkadir: Seorang lelaki datang kepada Nabi , lalu berkata, "Sesungguhnya aku mempunyai harta dan anak-anak, dan sesungguhnya ayahku mempunyai harta dan anak-anak pula, tetapi ia bermaksud untuk mengambil hartaku guna memberi makan anak- anaknya." Maka Nabi bersabda, "Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu."231 Musnad Syafi'i 984: Sufyan bin Uyainah mengabarkan kepada kami dari Mutharrif, dari Asy-Sya'bi, dari Abu Juhailah yang mengatakan: Aku pernah bertanya kepada Ali , "Apakah di sisi kalian terdapat sesuatu dari Nabi selain dari Al Qur'an?" Ali menjawab, "Demi Tuhan yang menumbuhkan benih (bebijian) dan yang menciptakan manusia, tidak ada pemahaman yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya selain dari apa yang ada di dalam Al Qur'an dan apa yang terdapat di dalam syahifah" Aku bertanya, "Apakah yang terdapat di dalam syahifah Itu?" Ali menjawab, "Diyat, membebaskan tawanan, dan orang mukmin tidak boleh dihukum mati karena membunuh orang kafir." 232 Musnad Syafi'i 985: Malik mengabarkan kepada kami dari Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm, dari ayahnya: Bahwa di dalam surat Rasulullah yang ditujukan kepada Amr bin Hazm disebutkan bahwa diyat untuk tiap jari yang ada ialah 10 ekor unta. 233 Musnad Syafi'i 986: Ismail bin Ulayah mengabarkan kepada kami berikut sanad-nya dari Abu Musa, ia mengatakan: Rasulullah pernah bersabda bahwa dalam pemotongan jari tangan diyatnya masing- masing 10 ekor unta. 234 Musnad Syafi'i 987: Malik bin Anas mengabarkan kepada kami dari Abdullah bin Abu Bakar, dari ayahnya: Bahwa di dalam surat yang ditulis Nabi untuk Amr bin Hazm disebutkan bahwa dalam pelukan muwadhdhahah diyatnya 5 ekor unta. 235 Musnad Syafi'i 988: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Ibnu Al Musayyab bahwa Umar bin Al Khaththab pernah berkata, "Diyat itu untuk keluarga (si terbunuh), sedangkan istri tidak berhak mewarisi diyat suaminya (yang terbunuh) barang sedikit pun." Hingga Adh-Dhahhak bin Sufyan menceritakan kepadanya bahwa Nabi pernah berkirim surat kepadanya yang isinya menyatakan, "Berikanlah kepada istri Asyaima Adh-Dhabbabi warisan dari diyatnya." Kemudian Amr mendatanginya. 236 Musnad Syafi'i 989: Malik mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab: Bahwa Nabi pernah berkirim surat kepada Adh-Dhahhak bin Sufyan; Berikanlah kepada istri Asyaima Adh-Dhabbabi warisan sebagian dari diyatnya." Ibnu Syihab berkata, “Adapun Usyaim membunuh bersalah." 237 Musnad Syafi'i 990: Malik mengabarkan kepada kami dari Abdurrahman bin Al Qasim, dari ayahnya, ia mengatakan: Aisyah -istri Nabi - mengurus diriku bersama dua orang saudara yatimku di dalam asuhannya, dan ia mengeluarkan zakat dari harta kami. 238 Musnad Syafi'i 991: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Amr bin Dinar bahwa Umar bin Al Khaththab pernah berkata, "Kembangkanlah harta anak-anak yatim agar tidak habis dimakan oleh zakat."239 Musnad Syafi'i 992: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Ayub, dari Nafi', dari Ibnu Umar: Bahwa ia mengeluarkan zakat harta anak yatim. 240 Musnad Syafi'i 993: Sufyan menceritakan kepada kami dari Ayub bin Musa, Yahya bin Sa'id dan Abdul Karim bin Al Mukhariq, semuanya menceritakan hadits ini dari Al Qasim bin Muhammad, ia mengatakan: Aisyah dahulu selalu mengeluarkan zakat harta benda kami, dan sesungguhnya dia benar-benar mengembangkannnya melalui berdagang di Bahrain. 241 Musnad Syafi'i 994: Malik bin Anas bin Sufyan menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar : Nabi melarang memperjualbelikan wala' , demikian pula menghibahkannya. 242 Musnad Syafi'i 995: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid bahwa Ali pernah berkata: Wala' itu sama kedudukannya dengan sumpah yang aku tetapkan sesuai dengan apa yang telah dijadikan oleh Allah. 243 Musnad Syafi'i 996: Malik menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Aisyah : Bahwa ia bermaksud membeli seorang budak perempuan yang akan ia merdekakan, kemudian pemilik budak itu berkata, "Kami mau menjualnya kepadamu dengan syarat wala'nya tetap bagi kami." Lalu Aisyah menceritakan hal tersebut kepada Rasulullah , maka beliau bersabda, "Hal tersebut tidaklah mencegahmu, karena sesungguhnya hak wala itu hanya bagi orang yang memerdekakan.244 Musnad Syafi'i 997: Malik mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari Amrah dengan hadits serupa dengannya, hanya saja ia tidak menyebutkan dari Aisyah , maka predikat hadits menjadi mursal. 245 Musnad Syafi'i 998: Malik mengabarkan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah yang mengatakan: Barirah datang kepadaku, lalu berkata, "Sesungguhnya aku telah melakukan perjanjian kitabah dengan tuanku dengan pembayaran 9 uqiyah tiap tahunnya pada tiap tahun 1 uqiyah, maka bantulah aku." Aisyah berkata kepadanya, "Jika tuanmu suka bila aku yang membayarkannya kepada mereka, tetapi dengan syarat wala'-mu adalah untukku, niscaya akan aku melakukan." Lalu Barirah pergi menemui tuannya. Saat itu Rasulullah sedang duduk, lalu Barirah (sekembalinya dari mereka) berkata, "Sesungguhnya aku telah menawarkan hal tersebut kepada mereka, tetapi mereka menolak kecuali bila wala (ku) tetap bagi mereka." Maka hal tersebut terdengar oleh Rasulullah dan beliau bertanya kepada Aisyah, maka Aisyah menceritakan hal tersebut kepada beliau. Lalu Rasulullah bersabda, "Ambillah dia dan syaratkanlah wala buat mereka, karena sesungguhnya wala itu hanya bagi orang yang memerdekakan. Maka, Aisyah melakukan hal tersebut. Kemudian Rasulullah berdiri di hadapan orang-orang, lalu memuji kepada Allah dan menyanjung-Nya, kemudian bersabda, "Amma ba'du, apakah gerangan yang dilakukan oleh kaum lelaki, mereka menetapkan syarat yang tidak terdapat di dalam Kitabullah? Setiap syarat yang tidak terdapat di dalam Kitabullah, maka syarat itu batal, sekalipun terdiri atas seratus syarat. Keputusan Allah lebih berhak dan syarat-Nya lebih kuat, sesungguhnya wala' itu hanya bagi orang yang memerdekakan"246 Musnad Syafi'i 999: Malik mengabarkan kepada kami dari Abdullah bin Abu Bakar, dan Abdul Malik bin Abu Bakar bin Abdurrahman bin Hisyam, dan ayahnya, bahwa ia mengabarkan kepadanya: Al Ash bin Hisyam meninggal dunia dan meninggalkan 3 orang anak laki-laki, 2 di antaranya dari satu ibu, sedangkan yang lain dari budak perempuan. Kemudian meninggal pula salah seorang anak yang seibu, dan ia meninggalkan sejumlah harta serta banyak (bekas-bekas budak), dan orang yang mewarisi semua harta serta hak wala' para bekas budaknya adalah saudara yang seibu dan sebapaknya. Setelah semua harta dan hak wala' diwarisi lalu orang yang mewarisi harta dan wala' mawali meninggal dunia dengan meninggalkan anak dan saudaranya sebapak: Kemudian emaknya berkata, "Aku telah memperoleh harta dan hak wala' para mawali sebagaimana bapakku mendapatkannya,", lalu berkatalah saudaranya yang tidak mendapat bagian, "Sesungguhnya kamu hanya memperoleh harta, sedangkan hak wala para mawali menurutku bukan untukmu. Seandainya saudaraku mati hari ini, bukankah aku orang yang akan mewarisinya?" Keduanya bersengketa dan mengadukan perkaranya kepada Utsman , maka ia memutuskan perkara itu bagi kemenangan saudaranya yang memperoleh hak wala para mawali. 247 Musnad Syafi'i 1000: Sufyan bin Uyainah mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Juraij dari Atha' bin Abu Rabah, bahwa Thariq bin Al Marqa' pernah memerdekakan ahlu bait Sawa'ib, maka ia diberi bagian warisan mereka, lalu Umar bin Al Khaththab berkata, "Berikanlah warisan Thariq, lalu ia enggan mengambilnya, maka Umar berkata, "Jadikanlah ia sama dengan yang diterima kebanyak manusia." 248