7. Pembahasan Tentang Puasa dan Shalat Dua Hari Raya dan Shalat Istisqa dan yang Lainnya

【1】

Musnad Syafi'i 379: Muslim bin Khalid menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Syihab tentang hadits yang aku riwayatkan melalui Hafshah dan Aisyah dari Nabi , yakni: Bahwa keduanya berpagi hari dalam keadaan puasa, lalu dihadiahkan kepada keduanya suatu makanan, maka keduanya berbuka. Kemudian keduanya menyebutkan hal tersebut kepada Nabi , maka beliau bersabda, “Puasalah kamu berdua sehari sebagai ganti darinya (hari yang ditinggalkan itu)” Ibnu Juraij berkata, “Lalu aku berkata kepadanya, 'Apakah engkau mendengarnya dari Urwah bin Zubair?'” Ibnu Syihab menjawab, “Tidak, melainkan ada seorang lelaki yang menceritakannya kepadaku di depan pintu Abdul Malik bin Marwan, atau seorang lelaki dari teman duduk Abdul Malik bin Marwan” 384 Musnad Syafi'i 380: Sufyan bin Uyainah mengabarkan kepada kami dari Thalhah bin Yahya bin Thalhah bin Ubaidillah, dari bibinya, Aisyah binti Thalhah, dari Aisyah Ummul Mukminin , ia berkata, “Rasulullah masuk ke dalam rumahku, lalu aku berkata, 'Sesungguhnya kami menyediakan hais untukmu'. Nabi bersabda, 'Sebenarnya aku hendak puasa, tetapi hidangkanlah makanan itu'.'385 Musnad Syafi'i 381: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Ibnu Abu Labib, ia mengatakan: Aku pernah mendengar Abu Salamah bin Abdurrahman ia mengatakan bahwa Muawiyah bin Abu Sufyan tiba di Madinah; ketika berada di atas mimbar, tiba-tiba ia berkata, “Hai Katsir bin Shalt, pergilah ke rumah Aisyah dan tanyakanlah kepadanya tentang shalat Rasulullah sesudah Ashar!” Abu Salamah melanjutkan kisahnya: Maka aku pergi bersamanya (Katsir) ke rumah Aisyah, lalu ia menanyakan masalah tersebut, dan Aisyah berkata kepadanya, “Pergilah kepada Ummu Salamah dan bertanyalah kepadanya!” Maka aku pergi bersamanya ke rumah Ummu Salamah, lalu ia menanyakan masalah itu dan Ummu Salamah berkata, “Pada suatu hari Rasulullah masuk ke dalam rumahku sesudah Ashar, lalu beliau shalat 2 rakaat yang belum pernah aku lihat beliau melakukan keduanya.” Ummu Salamah melanjutkan kisahnya, “Lalu aku berkata, 'Wahai Rasulullah! Sesungguhnya engkau telah melakukan suatu shalat yang belum pernah aku lihat engkau mengerjakannya'. Beliau bersabda, 'Sesungguhnya aku biasa mengerjakan shalat 2 rakaat sesudah Zhuhur, tetapi aku kedatangan delegasi Bani Tamim atau harta zakat, hingga aku sibuk dan terpaksa meninggalkan kedua rakaat tersebut adalah yang baru aku lakukan.” 386 Musnad Syafi'i 382: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Ayyub As- Sakhtiyani, dari Nafi, dari Ibnu Umar bahwa Umar pernah bemadzar akan melakukan i'tikaf di zaman jahiliyah, lalu ia bertanya kepada Nabi (mengenai masalah itu). Maka beliau memerintahkannya untuk beri'tikaf di zaman Islam. 387 Musnad Syafi'i 383: Abdul Aziz bin Muhammad Ad-Daramardi mengabarkan kepada kami dari Ja'far bin Muhammad, dari ayahnya, dari Jabir bin Abdullah : Bahwa Nabi puasa dalam perjalanannya ke Makkah pada tahun kemenangan kota Makkah di bulan Ramadhan, dan beliau memerintahkan orang-orang untuk berbuka (tidak puasa). Lalu dikatakan kepada beliau, “Sesungguhnya orang-orang tetap puasa ketika melihat engkau puasa.” Lalu beliau meminta sebuah wadah berisi air, kemudian wadah itu diletakkan di hadapannya dan beliau memerintahkan orang-orang yang berada di depannya untuk berhenti. Ketika mereka berhenti menunggu dan orang-orang yang tertinggal di belakangnya dapat bergabung dengannya, maka beliau mengangkat wadah itu ke mulutnya, lalu beliau minum. 388 Dalam hadits keduanya atau salah satu dari keduanya, terdapat redaksi: Yang demikian itu setelah Ashar Musnad Syafi'i 384: Sufyan bin Uyainah mengabarkan kepada kami dari Ja'far bin Muhammad, dari ayahnya, dari Jabir bin Abdullah , ia berkata, “Nabi berangkat dari Madinah; dan ketika sampai di Karra' Al Ghamim, beliau masih tetap berpuasa. Kemudian beliau mengangkat sebuah wadah, lalu meletakkannya di mulutnya yang saat itu beliau berada di atas hewan kendaraannya. Beliau menghentikan orang-orang yang berjalan di depannya hingga orang-orang yang tertinggal di belakang dapat menyusulnya, setelah itu barulah beliau minum, sedangkan semua orang melihatnya.''389 Musnad Syafi'i 385: Muslim bin Khalid dan Abdul Majid bin Abdul Aziz bin Ruwad mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Atha' bin Abu Rabah: Bahwa Ibnu Abbas tidak memandang sebagai suatu masalah bila seseorang membatalkan puasa sunahnya. Lalu ia memberikan suatu perumpamaan untuk hal tersebut, yaitu: seorang lelaki hendak melakukan thawaf tujuh kali putaran, tetapi ternyata ia tidak dapat memenuhi seluruhnya, maka baginya pahala dari apa yang telah dilakukannya. Atau, ia shalat satu rakaat tanpa melanjutkannya dengan rakaat yang lain, maka baginya pahala dari apa yang telah dikerjakannya. 390 Musnad Syafi'i 386: Muslim dan Abdul Majid mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Amr bin Dinar, ia berkata, “Ibnu Abbas tidak memandang sebagai suatu masalah bila membatalkan puasa sunah.” 391 Musnad Syafi'i 387: Muslim dan Abdul Majid mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Juraij dari Abu Az-Zubair dari Jabir bin Abdullah: Bahwa ia tidak melihat ada dosa dalam membatalkan puasa sunah. 392 Musnad Syafi'i 388: Abdul Majid mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Atha', dari Abu Ad-Darda' : Bahwa ia datang kepada keluarganya di saat tengah hari atau sebelumnya, lalu ia berkata, “Apakah ada makan siang?” Bila menemukannya (maka ia makan), atau bila tidak menemukannya, maka ia berkata, “Aku benar-benar akan puasa hari ini.” Lalu ia puasa di hari itu sekalipun dalam keadaan mufthir (tidak berniat puasa). Kemudian hal tersebut sampai kepada Al Husain yang sedang dalam keadaan mufthir. Ibnu Juraij mengatakan bahwa Atha menceritakan kepada kami dan telah sampai kepadanya (Ibnu Juraij) bahwa dia (Atha) melakukan hal yang sama sampai pagi hari dalam keadaan mufthir hingga waktu duha atau sesudahnya, barangkali dia berharap menemukan makanan atau tidak. 393 Musnad Syafi'i 389: Abdul Majid mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, Utbah bin Muhammad bin Harits mengabarkan kepadaku: Kuraib mantan budak Ibnu Abbas mengabarkan kepadanya bahwa ia melihat Muawiyah shalat Isya, kemudian melakukan shalat Witir dengan satu rakaat tanpa melebihkannya. Lalu aku (Utbah bin Muhammad bin Harits) mengabarkan hal itu kepada Ibnu Abbas, maka ia berkata, “Benar, hai anakku, sesungguhnya tiada seorang pun di antara kita yang lebih mengetahui dari Muawiyah. Shalat Witir itu satu rakaat atau lima rakaat atau tujuh rakaat hingga lebih banyak lagi dari itu; shalat Witir dilakukan sesukanya.” 394 Musnad Syafi'i 390: Abdul Majid mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Yazid bin Khushaifah, dari As-Saiib bin Yazid: Ada seorang lelaki bertanya kepada Abdurrahman At-Taimi tentang shalat yang dilakukan oleh Thalhah, maka berkatalah Abdurrahman, “Jika kamu suka, aku akan menceritakan kepadamu tentang shalat yang dilakukan oleh Utsman.” Abdurrahman At-Taimi melanjutkan kisahnya, “Aku berkata (kepada diriku sendiri), 'Aku benar-benar akan berusaha sekuat tenaga untuk mencapai maqam malam ini. Akhirnya aku berhasil berdiri padanya. Tetapi tiba-tiba ada seorang lelaki memakai penutup wajah mendesakku, maka aku memperhatikannya, dan ternyata dia adalah Utsman .” Abdurrahman At-Taimi melanjutkan kisahnya, “Maka aku mundur darinya, lalu ia shalat dan ternyata ia melakukan sujud, yakni sujud Al Qur'an (sujud Tilawah); hingga ketika aku katakan, 'Pertanda waktu fajar telah datang', maka ia shalat Witir satu rakaat tanpa melakukan shalat lain lagi.” 395