1. Shahih Ibnu Hibban

【1】

Shahih Ibnu Hibban 1: Husain bin Abdullah Al Qaththan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Ammar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Hamid bin Abu Isyrin menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza'i menceritakan kepada kami, dari Qurrah, dari Az-Zuhei, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan memuji Allah maka ia terputus (dari rahmat dan keberkahan)" [3:66] Shahih Ibnu Hibban 2: Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan Abu Ali di Raqqah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'aib bin Ishaq menceritakan kepada kami, dari Al Auza'i, dari Qurrah, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Setiap Perkara penting yang di dalamnya tidak dimulai dengan memuji Allah, maka dia terputus (dari rahmat dan keberkahan)." [1:92] Shahih Ibnu Hibban 3: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami: Abu Kuraib menceritakan kepada kami: Abu Usamah menceritakan kepada kami: Buraid menceritakan kepada kami, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Sesungguhnya perumpamaanku dan perumpamaan sesuatu yang dengannya Allah mengutusku adalah ibarat seseorang lelaki yang mendatangi kaumnya, lalu berkata: 'Wahai Kaumku, sesungguhnya aku melihat pasukan dan sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan.' Sekelompok orang dari kaumnya mempercayainya. Merekapun pergi dengan pelan-pelan, sehingga mereka selamat. Sementara sekelompok yang lain dari mereka mendustakannya. Mereka pun tidak beranjak dari tempat mereka. Lalu pasukan itu menyerang mereka dengan tiba-tiba, menghancurkan dan memusnahkan mereka. Ituah perumpamaan orang-orang yang menta'atiku dan mengikuti apa yang aku bawa, serta perumpamaan orang yang mendurhakaiku dan mendustakan apa yang aku bawa, dari kebenaran." Shahih Ibnu Hibban 4: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang di datangkan oleh Allah kepadaku adalah ibarat hujan yang menyirami bumi. Sebagian darinya terdapat sebidang tanah subur yang menerima siraman itu, lalu menumbuhkan rumput yang banyak dan menyimpan air, sehingga dengannya Allah memberi manfaat kepada manusia; mereka minum darinya, mengairi dan menanam. Dan sebagian darinya menyirami sebidang lainnya. Hanya saja ia adalah qii'aan yang tidak dapat menyimpan air dan tidak pula menumbuhkan rumput. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan mendapatkan manfaat dari apa yang Allah mengutusku dengannya sehingga dia mengetahui dan mengamalkan; dan perumpamaan orang yang tidak mengangkat kepala untuk semua itu dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya." [3:28] Shahih Ibnu Hibban 5: Ahmad bin Mukarram bin Khalid Al Birti mengabarkan kepada kami: Ali bin Al Madini menceritakan kepada kami: Walid bin Muslim menceritakan kepada kami: Tsaur bin Yazid menceritakan kepada kami: Khalid bin Ma'dan menceritakan kepadaku: Abdurrahman bin Amru As-Sulami dan Hujr bin Hujr Al Kala'i menceritakan kepadaku, keduanya berkata: Kami mendatangi 'Irbadh bin Sariyah, dan dia adalah salah seorang yang diturunkan ayat: {Dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu."} (Qs. At Taubah [9]: 92). Kami mengucapkan salam dan berkata: "Kami mendatangimu sebagai peziarah dan pencari ilmu." Maka 'Irbadh berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat subuh bersama kami pada suatu pagi. Kemudian beliau menghadap kepada kami, lalu menasihati kami dengan nasihat yang sangat menyentuh, membuat air mata mengalir {dzarafat minha al 'uyuun) dan hati bergetar takut (wajilat minha al quluub). Lalu seseorang berkata: "Wahai Rasulullah, seolah ini adalah nasihat orang yang mengucapkan selamat tinggal. Maka apa yang engkau wasiatkan kepada kami?" Beliau berkata: "Aku mewasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, serta mendengarkan dan taat, meskipun kepada seorang budak hitam Habasyi yang buntung (mujadda). Sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak. Maka ikutilah Sunnahku dan sunnah Khulafa' Rasyidin yang diberi petunjuk. Berpegang teguhlah kalian kepadanya dan gigitlah dia dengan gigi geraham. Dan jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan. Sesungguhnya setiap perkara baru yang diada-adakan itu adalah bid'ah. Dan setiap bid'ah itu sesat." [3: 6]. Abu Hatim berkata: Dalam sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Ikutilah sunnahku" ketika beliau menyebutkan perselisihan yang akan terjadi pada umat beliau, terdapat penjelasan bahwa orang yang terus-menerus mengikuti Sunnah, mencintainya, dan tidak bersandar kepada selainnya dari pendapat-pendapat, maka dia termasuk golongan yang selamat pada hari kiamat. Semoga Allah menjadikan kita sebagian dari mereka dengan anugerah-Nya. Shahih Ibnu Hibban 6: Ibrahim bin Ali bin Abdul Aziz Al Umari di Mosul mengabarkan kepada kami: Mu’alla bin Mahdi menceritakan kepada kami: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Ashim dari Abu Wa‘il, dari Ibnu Mas’ud, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuatkan sebuah garis untuk kami. Lalu beliau bersabda, "Ini adalah jalan Allah." Kemudian beliau membuat garis-garis di sebelah kanan dan kirinya. Kemudian beliau bersabda, “ini adalah jalan-jalan. Pada setiap jalan di antaranya ada syetan yang menyeru kepadanya." Kemudian beliau membaca, “ Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus," sampai akhir ayat. (Al An’am [6]: 153). [3:10] Shahih Ibnu Hibban 7: Ali bin Husam bin Sulaiman Al Mu'addal di Fusthath mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harits bin Miskin menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, dan Ashim, dari Abu Wa'il, dari Ibnu Mas’ud, dia berkata. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuat garis-garis di sebelah kanan dan kiri beliau dan bersabda, "Ini adalah jalan-jalan. Pada setiap jalan di antaranya ada syaitan yang menyaru kepadanya." Kemudian beliau membaca ayat "Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya" hingga akhir ayat (Al An’aam [6]: 153). [3:66] Shahih Ibnu Hibban 8: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami: Muhammad bin Abu Bakar Al Muqaddami menceritakan kepada kami: Mu’adz bin Hisyam menceritakan kepada kami: Ubay menceritakan kepadaku, dari Qatadah, dari Anas bin Malik, bahwa Seorang Badui bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam —dan mereka lebih pantas bertanya kepada beliau yaitu para sahabat beliau— dengan berkata: "Wahai Rasulullah, kapan kiamat itu?” Beliau berkata, "Apa yang telah kamu persiapkan untuknya?" Dia berkata, "Aku tidak mempersiapkan untuknya kecuali bahwa aku mencintai Allah dan Rasul-Nya." Beliau berkata, "Sesungguhnya kamu akan bersama orang yang kamu cintai." Anas berkata, "Aku tidak pernah melihat kaum muslim bergembira karena sesuatu setelah Islam melebihi kegembiraan mereka karena sabda beliau ini." [3:65] Shahih Ibnu Hibban 9: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah radliyallahu 'anha, dia berkata: Istri Utsman bin Mazh’un —dan namanya adalah Khaulah binti Al Hakim— mengunjungi Aisyah dengan kondisi yang lusuh. Maka Aisyah bertanya kepadanya, "Ada apa denganmu?" Dia menjawab, “Suamiku beribadah malam hari dan berpuasa pada siang hari.” Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk. Aisyah pun menceritakan hal itu kepada beliau. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemui Utsman bin Mazh’un dan berkata, "Wahai Utsman, sesungguhnya kerahiban itu tidak ditetapkan atas kita. Tidakkah kamu memiliki teladan yang baik dalam diriku? Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah di antara kalian dan paling menjaga hukum-hukum-Nya di antara kalian". Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada beliau.198 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 10: Ahmad bin Ali bin Mutsanna mengabaikan kepada kami, dia beikata: Ahmad bin Ibrahim Al Maushili menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ja’far bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari bapaknya, dari Jabir, dia beikata: Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah, kedua mata beliau memerah, suara beliau meninggi, dan kemarahan beliau memuncak, seolah-olah beliau adalah seorang pemberi peringatan akan (serangan) suatu pasukan. Dan beliau bersabda, “Pasukan itu akan menyerang kalian pada pagi hari dan pada sore hari”. Beliau bersabda, “(Masa) pengutusanku dengan hari kiamat ibarat dua jari ini.” Beliau merenggangkan jari telunjuk dan jari tengah. Beliau bersabda, “Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik pembicaraan adalah Kitab Allah dan sebaik-baik petunuk (Al Hadyi) adalah petunjuk (hadyu) Muhammad. Sesungguhnya seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan di antaranya.Dan setiap bid’ah adalah sesat." Kemudian beliau bersabda; “Aku lebih utama bagi setiap mukmin daripada dirinya sendiri. Siapa meninggalkan harta, maka itu adalah untuk keluarganya. Dan siapa meninggalkan hutang dan dhai’atan, maka itu adalah urusanku dan tanggunganku.” [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 11: Ahmad bin Ali bin Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Hasyim bin Qasim menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Hushain bin Abdurrahman, dari Mujahid, dari Abdullah binAmru, dia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda, “ Sesungguhnya segala amal itu memiliki keaktifan. Dan sesungguhnya setiap keaktifan itu memiliki kelesuan. Siapa yang keaktifannya adalah kepada Sunnahku, maka dia beruntung. Dan siapa yang keaktifannya kepada selain itu, niscaya dia binasa.” [1: 89] Shahih Ibnu Hibban 12: Muhammad bin Ubaidillah bin Fadhl Al Kala’i di Himsh mengabarkan kepada kami: Katsir bin Ubaid Al Madzhiji menceritakan kepada kami: Muhammad bin Harb [menceritakan kepada kami], dari Az-Zubaidi, dari Marwan bin Ru'bah, dari Ibnu Abi Auf, dari Miqdam bin Ma’dikarib, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya aku diberi Kitab dan sesuatu yang setara dengannya. Hampir saja seorang yang kenyang di atas ranjangnya berkata, ' Antara aku dan kalian adalah kitab ini. Apa saja yang halal di dalamnya, maka kita menghalalkannya. Dan apa saja yang haram di dalamnya, maka kita mengharamkannya'. Ingatlah, sesungguhnya tidaklah demikian” [2:1] Shahih Ibnu Hibban 13: Ahmad bin Ali bin Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdurrahman bin Sahm menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ishaq Al Fazari menceritakan kepada kami, dari Malik bin Anas, dari Salim Abu Nadhr, dari Ubaidillah bin Abu Rafi’, dari Abu Rafi’, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku benar-benar tidak mengenal laki-laki yang datang kepadanya suatu perkara dariku, baik yang aku perintahkan maupun yang aku larang, lalu dia berkata, ‘Kami tidak tahu apa ini. Kami memiliki Kitab Allah. Ini tidak ada di dalamnya '.” [2:1] Shahih Ibnu Hibban 14: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abu Shafwan Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami: Nahz bin Asad menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas bin Malik, bahwa sekelompok orang dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang amal beliau dalam kesendirian. Lalu sebagian dari mereka berkata, “Aku tidak menikah' Sebagian yang lain berkata, “Aku tidak makan daging (berpuasa)' Dan sebagian yang lain berkata, “Aku tidak tidur di atas ranjang." Maka beliau memuji Allah dan bersyukur kepada-Nya. Kemudian beliau bersabda, “ Kenapa sekelompok orang mengatakan demikian dan demikian? Akan tetapi, aku shalat dan tidur, berpuasa dan berbuka, serta menikahi perempuan. Siapa membenci Sunnahku, maka dia tidak termasuk golonganku.", [2:61 ] Shahih Ibnu Hibban 15: Muhammad bin Abdurrahman Ad-Daghuli mengabaikan kepada kami: Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Maryam menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja'far bin Abu Katsir, dia berkata: Ibrahim bin Uqbah meriwayatkan kepadaku, dari Kuraib maula (mantan budak) Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat sebuah cincin dari emas di tangan seorang laki-laki. Maka beliau melepaskannya dan melemparkannya. Lalu beliau bersabda. “Seorang dari mereka dengan sengaja mengambil bara api dari neraka, lalu meletakkannya di tangannya " Lalu dikatakan kepada laki-laki itu setelah beliau pergi, “Ambillah cincinmu dan manfaatkanlah.” Laki-laki itu berkata, ‘Tidak, demi Allah. Aku tidak akan mengambilnya selama-lamanya, dimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah melemparkannya'.” [2:5] Shahih Ibnu Hibban 16: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Mu’adz bin Hisyam mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bapakku menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Abu Katsir, dia berkata: Abu Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Apabila dikumandangkan adzan, maka syetan akan berpaling sambil mengeluarkan bunyi kentut, hingga dia tidak mendengar adzan. Kemudian apabila adzan telah selesai, maka dia kembali datang. Lalu apabila dikumandangkan iqamah (tsuwwiba biha), maka dia berpaling. Apabila iqamah (tatswiib) telah selesai, dia kembali datang sambil membisikkan (yakhthiru) ke dalam diri seseorang: 'Ingatlah ini, ingatlah ini,' apa saja perkara yang sebelumnya tidak diingatnya, sampai seseorang itu tidak tahu lagi berapa rakaat ia shalat. Oleh karena itu, apabila dia tidak tahu berapa rakaat dia shalat, maka hendaklah dia sujud dua rakaat ketika ia duduk” [5: 18]. Abu Hatim RA berkata: Perintah Nabi SAWbagi orang yang ragu dalam shalatnya dan tidak tahu berapa rakaat dia shalat, untuk sujud dua kali ketika ia duduk, adalah perintah mujmal (global). Penafsirannya adalah perbuatan, perbuatan beliau yang telah kita sebutkan. Tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil khabar-khabar yang disebutkan dua sujud sahwi sebelum salam, lalu menerapkannya dalam semua kondisi, dan meninggalkan khabar-khabar lainnya yang menjelaskan sujud sahwi itu disebutkan setelah salam. Demikian pula, tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil khabar- khabar yang di dalamnya disebutkan dua sujud sahwi setelah salam, lalu menerapkannya dalam semua kondisi, dan meninggalkan khabar-khabar lainnya yang di dalamnya sujud sahwi itu disebutkan sebelum salam. Kita mengatakan: Sesungguhnya ini adalah empat khabar yang wajib diterapkan dan tidak boleh ditinggalkan sama sekali. Dia harus melakukan dalam setiap kondisi persis sepati apa yang disebutkan oleh Sunnah tentangnya secara merata. Apabila dia salam setelah dua atau tiga rakaat dari shalatnya karena lupa, maka dia harus menyempurnakan shalatnya dan melakukan dua kali sujud sahwi setelah salam, berdasarkan khabar Abu Hurairah dan Imran bin Hushain yang telah kita sebutkan keduanya. Apabila dia berdiri setelah dua rakaat tanpa duduk (tasyahud pertama), maka dia harus menyempurnakan shalat dan melakukan dua kali sujud sahwi sebelum salam, berdasarkan khabar Ibnu Buhainah. Apabila dia ragu antara tiga rakaat atau empat rakaat, maka dia harus mendasarkan pada keyakinan sesuai dengan yang telah kita jelaskan dan melakukan dua kali sujud sahwi sebelum salam, berdasarkan khabar Abu Sa’id Al Khudri dan Abdurrahman bin Auf. Dan apabila dia ragu-ragu dan sama sekali tidak tahu berapa rakaat dia shalat, maka dia memilih apa yang paling kuat baginya, lalu menyempurnakan shalatnya, dan melakukan dua kali sujud sahwi setelah salam, berdasarkan khabar Ibnu Mas’ud yang telah kita sebutkan. Sehingga, dengan demikian dia telah menerapkan khabar-khabar yang telah kita jelaskan seluruhnya. Apabila terjadi padanya suatu kondisi selain keempat kondisi ini dalam shalatnya, maka dia harus mengembalikannya kepada yang menyerupainya di antara keempat kondisi yang telah kita sebutkan. Shahih Ibnu Hibban 17: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail di Bust dan Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim, mantan budak Tsaqi£ di Naisabur, mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalafbin Khalifah menceritakan kepada kami, dari Ala1 bin Musayyab, dari bapakknya, dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata: [Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda], “Demi Dzat yang jiwaku ada di dalam genggaman-Nya, kalian benar-benar akan masuk surga semuanya, kecuali orang yang enggan dan membangkang kepada Allah seperti membangkangnya unta” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah yang enggan untuk masuk surga?” Beliau berkata, “Siapa mematuhiku, maka dia akan masuk surga. Dan siapa mendurhakaiku, maka dia telah enggan” [1:2] Abu Hatim berkata: Mematuhi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berarti tunduk kepada Sunnahnya, dengan meninggalkan pertanyaan bagaimana dan berapa tentangnya, disertai dengan penolakan terhadap perkataan setiap orang yang mengatakan sesuatu dalam agama Allah SWT yang bertentangan dengan Sunnahnya, dan tanpa mencari-cari jalan untuk menolak Sunnah dengan takwil- takwil yang binasa dan temuan-temuan yang rusak. Shahih Ibnu Hibban 18: Fadhl bin Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami: Ibrahim bm Basysyar menceritakan kepada kami: Sufyan menceritakan kepada kami, dan Abu Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Huraiiah; dan Sufyan dari Ibnu Ajlan, dari bapaknya, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Peganglah apa yang telah aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya binasanya orang-orang sebelum kalian karena banyak pertanyaan dan perselisihan mereka dengan nabi-nabi mereka. Apa yang aku larang terhadap kalian, maka tinggalkanlah. Dan apa yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian." Shahih Ibnu Hibban 19: Umar bin Muhammad Al Hamdani menceritakan kepada kami: Muhammad bin Ismail Al Bukhari menceritakan kepada kami: Ismail bin Abu Uwais menceritakan kepada kami: Malik menceritakan kepada kami, dari Abu Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap nabi-nabi mereka. Oleh karena itu, apabila aku melarang sesuatu bagi kalian, maka tinggalkanlah. Dan apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah, semampu kalian.” [2: 1] Shahih Ibnu Hibban 20: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Sarri menceritakan kepada kami, dia berkata. Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Hammam bin Munabbih, dia berkata: Inilah yang diriwayatkan kepada kami oleh Abu Hurairah. Dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Apabila aku melarang sesuatu bagi kalian, maka tinggalkanlah. Dan apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian." Shahih Ibnu Hibban 21: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Sarri menceritakan kepada kami, dia berkata Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda; “Peganglah apa yang telah aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya binasanya orang-orang sebelum kalian karena pertanyaan dan perselisihan mereka dengan nabi-nabi mereka. Oleh karena itu, apabila aku melarang sesuatu bagi kalian, maka tinggalkanlah. Dan apabila aku memerintahkan sesuatu kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian.” [2:25] Shahih Ibnu Hibban 22: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul A’la bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Urwah mengabarkan kepada kami, dari bapaknya, dari Aisyah, dan dari Tsabit, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar suara-suara. Maka beliau bertanya, “Suara-suara apakah ini?" Mereka berkata, “Mereka sedang melakukan pengawinan pohon kurma (ya 'biruunah)." Beliau bersabda, “Seandainya mereka tidak melakukannya, niscaya itu akan baik." Mereka pun berhenti dan tidak melakukan proses pengawinan kurma seluruhnya. Akibatnya, kurma menjadi syiish. Lalu hal itu diceritakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka beliau berkata, "Apabila sesuatu itu berasal dari perkara dunia kalian, maka itu adalah urusan kalian. Dan apabila sesuatu berasal dari perkara agama kalian, maka itu adalah urusanku." [2:25] Shahih Ibnu Hibban 23: Ahmad bin Hasan bin Abdul Jabbar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Ar-Rumi menceritakan kepada kami, dia berkata: Nadhr bin Muhammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Ikrimah bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu An-Najasyi menceritakan kepadaku, dia berkata: Rafi' bin Khadij menceritakan kepadaku, dia beikata: Nabiyullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke Madinah sementara orang-orang sedang melakukan proses pengawinan kurma. Beliau pun bertanya, “Apa yang mereka lakukan?" Mereka menjawab, “Sesuatu yang biasa mereka lakukan.“ Beliau bersabda,“Seandainya kalian tidak melakukannya, maka itu akan lebih baik ” Mereka pun meninggalkannya. Akibatnya, pohon kurma menjatuhkan buahnya atau buahnya berkurang. Lalu mereka menceritakan hal itu kepada beliau. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia. Apabila aku berbicara kepada kalian tentang sesuatu dari perkara agama kalian, maka peganglah. Dan apabila aku berbicara kepada kalian tentang sesuatu dari dunia kalian, maka aku hanyalah seorang manusia.”[3:68] Ikrimah berkata, “Ini atau sejenisnya.“ Abu An-Najasyi adalah mantan budak Rafi'. Namanya Atha' bin Shuhaib. Ini dikatakan oleh syaikh (Ibnu Hibban). Shahih Ibnu Hibban 24: Abu Khalifoh mengabarkan kepada kami: Abu Walid menceritakan kepada kami: Laits bm Sa'ad menceritakan kepada kami, dan Ibnu Syihab, dan Urwah btn Zubair, Abdullah bin Zubair menceritakan kepadanya: bahwa seorang laki-laki dari Anshar bertengkar dengan Zubair di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkaitan dengan selokan-selokan air (syiraaj) Harrah yang dengannya mereka mengairi kebun kurma. Orang Anshar itu berkata, “Bebaskanlah air mengalir.” Tetapi Zubair menolaknya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Airilah, wahai Zubair, lalu kirimkanlah kepada tetanggamu." Orang Anshar itu pun marah dan berkata, “Wahai Rasulullah, (apakah) karena dia adalah sepupumu?“. Wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam langsung memerah. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Airilah, wahai Zubair, lalu tahanlah air sampai ia kembali ke Jadr." Zubair berkata, “Demi Allah, aku benar-benar mengira bahwa ayat ini turun berkaitan dengan hal itu: ‘Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan' (Qs. An-Nisaa' [4]: 65).” [5:36] Shahih Ibnu Hibban 25: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami: Jarir menceritakan kepada kami, dari Umarah bin Qa’qa, dari Abdurrahman bin Abu Nu’m, dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata: Ali mengirimkan emas (bi dzahab) dalam kulit yang disamak, kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari Yaman. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membagikannya di antara Zaid Al Khail, Al Aqra’ bin Habis, Uyainah bin Hishn, dan Alqamah bin Ulatsah. Maka sekelompok orang dari Muhajirin dan Anshar berkata, “Kami lebih berhak atas ini.” Hal itu sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau pun merasa sedih dan berkata, “Tidakkah kalian percaya kepadaku, sedang aku adalah orang kepercayaan Dzat yang ada di langit; kabar dari langit datang kepadaku pagi dan petang?” Lalu seseorang yang kedua matanya mencuat (naati al 'ainain), kedua tulang pipinya timbul (musyrif al wajnatain), wajahnya menonjol (naasyiz al waihi), jenggotnya lebat, kepalanya gundul, dan kain sarungnya disingsingkan berdiri kepada beliau sambil berkata, “Wahai Rasulullah, bertakwalah kepada Allah.” Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “bukankah aku penghuni bumi yang paling pantas untuk bertakwa kepada Allah?” Kemudian laki-laki itu berpaling. Maka Khalid, Saifullah, berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah, biar aku penggal lehernya?” Beliau berkata, “Jangan! Barangkali dia masih mengerjakan shalat.” Dia berkata, “Sesungguhnya betapa banyak orang yang shalat mengatakan dengan lidahnya berbeda dengan yang ada dalam hatinya.” Beliau menjawab, “ Sesungguhnya aku tidak diperintahkan untuk membelah hati manusia dan tidak pula untuk membelah perut mereka.” Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menoleh kepada lelaki itu ketika ia sedang berpaling membelakangi (muqaffan). Lalu beltau berkata, “Sesungguhnya akan keluar dari keturunan laki-laki suatu kaum yang membaca Kitab Allah, tetapi tidak melewati pangkal tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama sebagaimana melesatnya anak panah dari busurnya” Umarah berkata: Aku kira beliau berkata, “Seandainya aku menjumpai mereka, niscaya aku akan memerangi mereka sebagaimana memerangi kaum Tsamud.” [3: 10] Shahih Ibnu Hibban 26: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bis Khalid bin Abdullah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Sa'dmenceritakan kepada kami, dari bapaknya, bahwa seorang laki-laki mewasiatkan beberapa wasiat yang diberlakukannya pada hartanya (abarrahaa fi maalihi). Maka aku pergi kepada Qasim bin Muhammad untuk meminta pendapatnya. Qasim pun berkata: Aku mendengar Aisyah berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; Barang siapa membuat hal-hal baru dalam agama kita ini yang tidak berasal darinya, maka dia ditolak (fa huwa raddun)" [2:86] Shahih Ibnu Hibban 27: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami: Muhammad bin Shabbah Ad-Dulabi menceritakan kepada kami: Ibrahim bin Sa’d menceritakan kepada kami: dari Qasim bin Muhammad, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Barangsiapa membuat hal-hal baru dalam agama kita ini, yang tidak berasal darinya, maka dia ditolak." [3:43] Shahih Ibnu Hibban 28: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdah bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Amru menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda; “Siapa mengatakan sesuatu atas namaku, padahal aku tidak pernah mengatakannya, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka (fal yatabawwa' maq’adahu min an-naar)” [2: 109] Shahih Ibnu Hibban 29: Imran bin Musa As-Sakhtiyani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Hakam, dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Samurah bin Jundub, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Siapa menceritakan sebuah hadits, sedang dia menduga (yuraa) bahwa itu dusta, maka dia adalah salah satu dari dua orang yang berdusta (ahad al kaadzibaini).” [2:109] Shahih Ibnu Hibban 30: Ibnu Zuhair di Tustar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Husain bin Isykab menceritakan kepada kami, dia berkata: Ali bin Hafsh Al Mada'ini menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan, dari Khubaib bin Abdurrahman, dari Hafsh bin Ashim, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “ Cukuplah (dianggap) dosa bagi seseorang apabila dia menceritakan semua (bi kulli) apa yang didengarnya" [2:109] Shahih Ibnu Hibban 31: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Laits bin Sa’d menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “ siapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka" [2:109] Shahih Ibnu Hibban 32: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Muawiyah bin Shalih menceritakan kepada kami, dari Rabi’ah bin Yazid, dari Watsilah bin Al Asqa’, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “ Sesungguhnya antara kebohongan yang paling bohong adalah (inna min a’zham al firyah)—(diucapkan beliau) tiga kali— adalah seorang laki-laki berbohong atas dirinya sendiri. Dia berkata, ‘ Aku telah bermimpi,' padahal dia tidak bermimpi apa pun dalam tidur. Atau seorang laki-laki yang membuat-buat kebohongan atas kedua orang tuanya, sehingga dia dinisbatkan kepada selain bapaknya. Atau dia mengatakan bahwa dia telah mendengar dariku, padahal dia tidak mendengar dariku.” [2:109] Shahih Ibnu Hibban 33: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami: Ibnu Abi Sarri menceritakan: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri: Urwah bin Zubair mengabarkan kepadaku, dari Aisyah, dia berkata: Wahyu yang pertama kali dimulai pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah mimpi yang benar. Beliau memimpikannya dalam tidur. Dan beliau tidak memimpikan suatu mimpi, kecuali mimpi tersebut datang seperti cahaya pagi. Kemudian beliau dibuat mencintai pengasingan. Beliau biasa mendatangi Hira, lalu beliau yatahannats di dalamnya, yaitu beribadah pada malam-malam yang memiliki bilangan. Dan beliau membawa bekal untuk itu. Kemudian beliau kembali kepada Khadijah, dan dia membekali beliau untuk yang semisal dengan itu. Sampai akhirnya kebenaran mengejutkan beliau (faji'ahu al-haq), sedang beliau berada di Hira. Malaikat mendatangi beliau di dalamnya dan berkata, “Bacalah!” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: Maka aku berkata, "Aku tidak bisa membaca (maaa anaa bi qaari').” Beliau bersabda: Dia pun memelukku dengan erat sampai aku merasa lelah (fa-ghaththani hattaa balagha minni al-juhdu). Kemudian dia melepaskanku dan berkata kepadaku, “Bacalah!" Maka aku berkata, "Aku tidak bisa membaca. ” Dia pun memegangku dan memelukku untuk kali kedua, sampai aku merasa lelah. Kemudian dia melepaskanku dan berkata, "Bacalah!" Maka aku berkata, "Aku tidak bisa membaca." Dia pun memegangku dan memelukku untuk kali ketiga, sampai aku merasa lelah. Kemudian dia melepaskanku dan berkata, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,” hingga ayat, “apa yang tidak diketahuinya.” Dia berkata: Beliau pun kembali dengan membawa pulang ayat-ayat tersebut, dengan tubuh (bawaadir) yang bergetar. Sampai akhirnya beliau menemui Khadijah. Beliau berkata, “Selimutilah aku! Selimutilah aku“ ia pun menyelimuti beliau, sampai ketakutan beliau hilang. Kemudian beliau berkata, “Wahai Khadijah, ada apa denganku?” Beliau memberitahukan peristiwa tersebut kepada Khadijah dan berkata, “Sungguh, aku mengkhawatirkannya atas diriku.” Khadijah berkata, “Sekali-kali tidak. Bergembiralah! Demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selamanya. Sesungguhnya kamu benar-benar menyambung silaturahim, berbicara dengan jujur, membantu orang miskin yang lemah, menjamu tamu, dan membantu menghadapi bencana-bencana kebenaran.” Kemudian Khadijah pergi bersama beliau menemui Waraqah bin Naufal. Waraqah saudara laki-laki dari bapak Khadijah. Dia adalah seorang yang memeluk agama Nasrani pada masa Jahiliyah. Dia bisa menulis kitab bahasa Arab. Dengan bahasa Arab, dia menulis apa saja yang ingin ditulisnya dari Injil. Dia sudah tua renta dan telah buta. Khadijah berkata kepadanya, “Wahai pamanku, dengarkanlah dari putra saudaramu.” Maka Waraqah berkata, “Wahai putra saudaraku, apa yang kamu lihat?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan apa yang beliau lihat kepadanya. Maka Waraqah berkata, “Ini adalah wahyu yang diturunkan kepada Musa. Seandainya saja aku masih muda dan aku masih hidup ketika kaummu mengusirmu!” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Apakah mereka akan mengusirku (a mukhrijiyya hum)? Waraqah berkata, “Benar. Sama sekali tidak ada seorang pun yang datang dengan membawa apa yang kamu bawa ini, kecuali dia akan dimusuhi dan disakiti. Apabila aku mendapati harimu itu, maka aku akan menolongmu dengan sungguh-sungguh.” Tidak lama kemudian Waraqah meninggal. Dan wahyu berhenti turun selama rentang waktu tertentu, sampai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersedih [sebagaimana yang sampai kepada kami] dengan kesedihan yang karenanya beliau pergi beberapa kali untuk menjatuhkan diri dari puncak-puncak gunung. Tapi setiap kali beliau sampai ke puncak sebuah gunung untuk melemparkan diri beliau darinya, Jibril menampakkan diri kepada beliau dan berkata kepada beliau, “Wahai Muhammad, sesungguhnya kamu adalah utusan Allah yang sebenarnya." Hati beliau pun menjadi tenang dan jiwa beliau menjadi damai karena hal itu, sehingga beliau pulang. Kemudian apabila wahyu lama tidak turun kepada beliau, beliau pergi lagi untuk hal seperti itu. Tapi ketika beliau sampai ke puncak gunung, Jibril menampakkan diri kepada beliau dan mengatakan hal yang sama kepada beliau.” [3:1] Shahih Ibnu Hibban 34: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami: Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami: Abau bin Yazid Al Aththar menceritakan kepada kami: Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku bertanya kepada Abu Salamah, “Surah Al Qur'an apakah yang diturunkan pertama kali?” Dia berkata, “Hai orang yang berkemul (berselimut).“ Aku berkata, “Sesungguhnya aku telah diberi berita bahwa surat yang pertama kali diturunkan dari Al Qur'an, “ Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. ”(Al ‘Aiaq) Abu Salamah berkata: Aku telah bertanya kepada Jabir bin Abdullah, “Surah Al Qur'an apakah yang diturunkan pertama kali?” Dia berkata, “ orang yang berselimut" (al Muddatstsir) Maka aku berkata, “Sesungguhnya aku telah diberi berita bahwa surah yang pertama kali diturunkan dari Al Qur'an, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan" Jabir berkata: Aku tidak menceritakan kepadamu kecuali apa yang diceritakan kepada kami oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau berkata, “Aku beri'tikaf di Hira." Ketika aku telah menyelesaikan i'tikafku, maka aku turun dan berada di dasar lembah (fastabthanhu al waadi). Tiba-tiba aku dipanggil. Aku pun melihat ke depanku, belakangku, sebelah kananku, dan sebelah kiriku, tapi aku tidak melihat sesuatu pun. Lalu aku dipanggil (lagi). Aku pun melihat ke atasku. Ternyata dia duduk di atas singgasana antara langit dan bumi. Aku pun terkejut (fa-ju'itstu) karenanya. Lalu aku pergi kepada Khadijah dan berkata, “Selimutilah akui Selimutilah aku! Dan siramkanlah air dingin kepadaku!" Lalu diturunkanlah, “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah!" [3: 1] Abu Hatim berkata: Dalam khabar Jabir ini disebutkan bahwa yang pertama kali diturunkan dari Al Qur'an adalah uHai orang yang berkemul (berselimut)” (Al Muddatstsir) Sementara dalam khabar Aisyah, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu.” Di antara kedua khabar ini tidak ada pertentangan. Sebab, Allah SWT menurunkan kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu” (Al Alaq) ketika beliau berada di dalam gua di Hira. Kemudian ketika beliau pulang ke rumah, Khadijah menyelimuti beliau dan menyiramkan air dingin. Lalu turunlah ayat kepada beliau, di rumah Khadijah, “Hai orang yang berkemul (berselimut), berdirilah...,” (Al Muddatstsir) tanpa ada perlawanan dan pertentangan di antara kedua khabar ini. Shahih Ibnu Hibban 35: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami: Walid bin Muslim menceritakan kepada kami: Al Auza’i menceritakan kepada kami: Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku bertanya kepada Abu Salamah, “Surah Al Qur'an apakah yang diturunkan pertama kali?" Dia berkata, “Hai orang yang berkemul (berselimut). ”(A1 Muddatstsir) Aku berkata, “Atau Iqra'?" (Al Alaq). Abu Salamah berkata: Aku telah bertanya kepada Jabir bin Abdullah tentang hal itu. Dia berkata, “ Hai orang yang berkemul (Al Muddatstsir) Maka aku berkata, “Atau Iqra ?’ Jabir berkata: Sesungguhnya aku menceritakan kepada kalian apa yang diceritakan kepada kami oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Aku beri’tikaf di Hira selama sebulan. Ketika aku telah menyelesaikan i'tikafku maka aku turun dan berada di dasar lembah, Tiba-tiba aku dipanggil. Aku pun melihat ke depanku, ke belakangku, ke sebelah kananku, dan ke sebelah kiriku, tapi aku tidak melihat seorang pun. Kemudian aku dipanggil (lagi). Aku pun melihat ke langit. Ternyata dia duduk di atas singgasana di udara. Aku ditimpa goncangan hebat. Lalu aku mendatangi Khadijah dan menyuruh mereka untuk menyelimutiku. Kemudian mereka menyiramkan air dingin kepadaku. Dan Allah menurunkan kepadaku , ‘Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah! dan pakaianmu bersihkanlah!’." (QS Al Muddatstsir[74]: 1-4); [3:1] Shahih Ibnu Hibban 36: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami: Ibrahim bin Basysyar menceritakan kepada kami: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Amru bin Dinar, dari Ikrimah, dari Abu Hurairah yang menyampaikannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda; “ Apabila Allah menetapkan suatu perkara di langit, maka para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka dalam keadaan tunduk (khadha’aanan) kepada firman-Nya, seolah (firman yang terdengar itu) seperti rantai (besi) di atas batu yang licin (shafwaan). Sampai ketika ketakutan dihilangkan dari hati mereka, mereka berkata, 'Apa yang dikatakan oleh Tuhan kalian?' Mereka berkata, 'Dia mengatakan kebenaran. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.' Lalu pencuri pendengaran mendengarkannya. Kadang dia terkena panah api sebelum dia melemparkan pendengaran itu kepada yang lebih rendah darinya. Dan kadang dia tidak terkena panah api sampai dia melemparkan pendengaran itu kepada yang lebih rendah darinya. Demikianlah mereka itu. Sebagian dari mereka lebih rendah daripada sebagian yang lain.-Dan Sufyan menjelaskan itu dengan tangannya—. Ini melemparkan pendengaran itu kepada ini, dan ini kepada itu, hingga sampai ke bumi. Lalu pendengaran itu dilemparkan pada mulut orang kafir dan tukang sihir. Dan bersama mereka dia membuat seratus kebohongan. Tetapi dia dipercayai. Dan dikatakan: Bukankah dia telah mengatakan ini dan itu pada hari ini dan itu, dan ia benar” [3: 1] Shahih Ibnu Hibban 37: Muhammad bin Musayyab bin Ishaq mengabarkan kepada kami: Ali bin Husain bin Isykab menceritakan kepada kami: Abu Muawiyah menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Muslim, dari Masruq, dari Abdullah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Sesungguhnya apabila Allah mengucapkan wahyu, maka penduduk langit akan mendengar suara gemerincing seperti rantai yang diseret di atas batu-batu yang licin. Mereka pun jatuh pingsan. Mereka terus dalam keadaan demikian sampai Jibril mendatangi mereka. Apabila Jibril telah mendatangi mereka, maka ketakutan dihilangkan dari hati mereka. Lalu mereka berkata, ‘Jibril, apa yang dikatakan oleh Tuhanmu?' Jibril berkata, 'kebenaran.' Mereka pun menyerukan: kebenaran, kebenaran.” [3: 1] Shahih Ibnu Hibban 38: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Hisyam bin Urwah dari bapaknya, dari Aisyah, bahwa Harits bin Hisyam bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana wahyu mendatangimu?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Kadang dia mendatangiku dalam bentuk seperti deringan lonceng. Dan ini adalah yang paling berat di antaranya (asyadduhu) bagiku. Lalu dia terputus dariku, sedang aku telah memahami apa yang dikatakannya. Dan kadang malaikat menampakkan diri sebagai seorang laki-laki di hadapanku, lalu berbicara kepadaku, dan aku memahami apa yang dikatakannya.” Aisyah bcrkata, “Aku telah melihat wahyu turun kepada beliau pada hari yang sangat dingin, lalu terputus dari beliau, sedang kening beliau bercucuran keringat." Shahih Ibnu Hibban 39: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami; Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami: Abu Awanah, dari Musa bin Abu Aisyah, dari Sa’id bin J ubair, dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah; “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur'an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya, ”(QS. Al Qiyaamah [75]: 16) dia berkata: Dulu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menderita kesempitan karena penurunan wahyu. Beliau biasa menggerakkan kedua bibir beliau. Ibnu Abbas berkata: Aku menggerakkan keduanya, sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggerakkan keduanya. Maka Allah menurunkan; “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Qur‘an karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Qs. Al Qiyaamah [75]: 16- 17) Dia berkata: mengumpulkannya dalam dadamu, lalu kamu membacanya. “Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.” (Qs. Al Qiyaamah [75]: 18) Dia berkata: maka dengarkanlah dan diamlah. “Kemudiam sesungguhnya atas tanggungan Kamilah penjelasannya.” (Qs. Al Qiyaamah [75]: 19) Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah, agar kamu dapat membacanya. Ibnu Abbas berkata: Sejak saat itu, apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam didatangi oleh Jibril, beliau diam. Kemudian apabila Jibril telah pergi, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membacanya sebagaimana sebelumnya dibacakan oleh jibril." [3:1] Shahih Ibnu Hibban 40: An-Nadhr bin Muhammad bin Mubarak Al Hamwi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Utsman Al ‘Ijli menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami, dari Isra'il, dari Abu Ishaq, dari Al Barra' , dia berkata: Ketika turun ayat; “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (Yang tidak ikut berperang),”(Qs. An-Nisaa [4]: 95) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Panggilkan Zaid untukku, agar dia datang membawa tulang belikat dan tinta, atau tulang bahu dan tinta.” Kemudian beliau berkata, “Tulislah: ‘Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (Yang tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. ” (Qs. An-Nisaa` [4]: 95) Al Barra' berkata: Dan di belakang punggung Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada Amru bin Ummi Maktum yang buta. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, lantas apa yang engkau perintahkan kepadaku? Sesungguhnya aku adalah seorang laki-laki yang buta penglihatannya.” Al Barra' berkata: Maka diturunkanlah di tempatnya; “ghairu uli adh-dharar (Yang tidak mempunyai uzur)." [4: 24] Shahih Ibnu Hibban 41: Muhammad bin Umar bin Yusuf di Nasa mengabarkan kepada kami, dia berkata: Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu’tamir bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, dari bapaknya, dari Abu Ishaq, dari Al Barra‘ bin Azib, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Datangkanlah kepadaku tulang bahu atau tulang belikat.” Lalu beliau menulis; “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang),” (Qs An Nisaa' [4]: 95) sedang Amru bin Ummi Maktum ada di belakang punggung beliau. Dia pun berkata, “Apakah aku mendapatkan rukhsah kelanjutan ayat; “Yang tidak mempunyai uzur" [4. 24] Shahih Ibnu Hibban 42: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ishaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Al Barra‘ berkata: Ketika turun ayat ini; “Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang), ” (Qs. An-Nisaa‘ [4]: 95) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memanggil Zaid. Zaid pun datang dengan membawa tulang bahu dan menulis ayat tersebut padanya. Lalu Ibnu Ummi Maktum mengadukan kebutaannya. Maka turunlah ayat; “yang tidak mempunyai uzur:" [4: 24] Shahih Ibnu Hibban 43: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami: Utsman bin Haitsam Al Mu‘adzdzin menceritakan kepada kami: Auf bin Abu Jamilah menceritakan kepada kami, dari Yazid Al Farisi, dia berkata; Ibnu Abbas berkata; Aku berkata kepada Utsman bin Affan, “Apa yang mendorongmu untuk menyambungkan antara Surah Al Anfaal dan Bara‘ah (At-Taubah). [Bara‘ah] termasuk Al Mi'iin,”’ dan Al Anfaal termasuk Al Matsaani" tapi kalian menyambungkan antara keduanya.” Maka Utsman berkata, “Dulu apabila turun satu ayat dari Al Qur'an, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memanggil sebagian orang yang menulisnya dan berkata kepadanya, ‘Letakkanlah dia dalam surah yang di dalamnya disebutkan demikian." Al Anfaal diturunkan di Madinah. Bara‘ah juga di Madinah dan termasuk Surah Al Qur`an yang paling akhir. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal sebelum mengabarkan kepada kami di mana kami harus meletakkannya. Dan aku mendapati kisahnya menyerupai kisah Al Anfaal. Maka aku menyambungkan keduanya. Dan kami tidak menulis di antara keduanya kalimat: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Oleh karena itu, aku meletakkannya dalam As-Sab’ Ath-thiwaal (tujuh Surah yang panjang)." [32:1] Shahih Ibnu Hibban 44: Abu Ya’la menceritakan kepada kami: Wahab bin Baqiyah menceritakan kepada kami: Khalid mengabarkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Ishaq, dari Az-Zuhri. Abdurrahman berkata: Seorang laki-laki mendatangi Az-Zuhri, sedang aku mendengarkan. Laki-laki itu berkata, “Wahai Abu Bakar, berapa lama wahyu terputus dari Nabiyullah shallallahu 'alaihi wa sallam sebelum kematian beliau?” Az-Zuhri berkata, ‘Tidak seorang pun bertanya kepadaku tentang hal ini sejak aku menghapalnya dari Anas bin Malik. Anas bin Malik berkata: Beliau meninggal dunia, sementara wahyu lebih banyak daripada sebelumnya.” [5:48] Shahih Ibnu Hibban 45: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami: Khalaf bin Hisyam Al Bazzar menceritakan kepada kami: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Ashim bin Abu Najud, dari Zirr bin Hubaisy, dia berkata: Aku mendatangi Hudzaifah. Maka dia berkata, “Siapakah kamu, wahai ashla'l”211 Aku berkata, “Aku adalah Zirr bin Hubaisy. Ceritakanlah kepadaku tentang shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di Baitul Maqdis, ketika beliau di-isra'-kan.” Dia berkata, “Siapakah yang memberitahukan itu kepadamu, wahai ashla'?" Aku berkata, “Al Qur'an.” Dia berkata, “Al Qur'an?” Maka aku membaca; “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada sebagian dari malam (min al-lail)” demikian qiraat Abdullah, sampai firman-Nya; “Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (Qs. Al Israa' [17]: 1) Dia berkata, “Apakah kamu melihat beliau shalat di dalamnya?” Aku berkata, “Tidak.” Dia berkata, “Sesungguhnya didatangkan seekor binatang kendaraan kepada beliau.” (Hammad berkata, “Ashim menjelaskan ciri-cirinya, tapi aku tidak menghapalnya”). Dia berkata, “Lalu Jibril menaikkan beliau ke atasnya. Salah seorang dari keduanya dibelakang rekannya. Jibril pergi bersama beliau pada sebagian malam itu, sampai beliau tiba di Baitul Maqdis. Lalu diperlihatkan kepada beliau apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Kemudian keduanya kembali ke tempat keduanya berangkat. Jadi, beliau tidak shalat selama itu. Seandainya beliau shalat, maka itu akan menjadi sunnah.” [3:2] Shahih Ibnu Hibban 46: Muhammad bin Abdurrahman bin Abbas As-Sami mengabarkan kepada kami: Ahmad bin Hanbal menceritakan kepada kami: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami: Ma’mar memberitakan kepada kami, dari Qatadah, dari Anas, bahwa didatangkan Buraq kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam beliau di-isra‘-kan, dengan berpelana dan bertali kekang. Lalu Buraq merasa keberatan terhadap beliau. Maka Jibril berkata kepadanya, “Apa yang mendorongmu melakukan ini. Demi Allah, kamu tidak dinaiki oleh seorang pun yang lebih mulia bagi Allah darinya.” Anas berkata, “Keringat Buraq pun bercucuran.” [3:2] Shahih Ibnu Hibban 47: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami: Abdurrahman bin Mutawakkil Al Muqri' menceritakan kepada kann: Yahya bin Wadhih menceritakan kepada kami: Zubair bin Junadah menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Buraidah, dari bapaknya, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “[Ketika] malam aku di-isra'-kan, aku sampai ke Baitul Maqdis, Jibril membelah batu besar dengan jarinya dan mengikatkannya pada Buraq" [3: 2] Shahih Ibnu Hibban 48: Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami: Hudbah bin Khalid Al Qaisi menceritakan kepada kami: Hammam bin Yahya menceritakan kepada kami: Qatadah menceritakan kepada kami, dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha’sha’ah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan kepada mereka tentang malam beliau di-isra‘-kan. Beliau bersabda, “Ketika aku sedang berada di Hathim (tembok Ka’bah)—dan barangkali beliau berkata: di Hijir— tiba-tiba seseorang datang kepadaku. Lalu dia membelah apa yang ada di antara ini dan ini. —Aku berkata kepada Al Jarud yang ada di sebelahku, “Apa yang beliau maksudkan dengannya?” Dia berkata, “Mulai dari lubang leher (tsughrah) beliau sampai bulu kemaluan (syi'rah) beliau.” Lalu dia mengeluarkan hatiku. Kemudian didatangkan kepadaku baskom dari emas yang dipenuhi dengan iman dan hikmah. Lalu hatiku dicuci, kemudian diisi. Kemudian didatangkan seekor binatang kendaraan berwarna putih kepadaku, yang lebih kecil daripada baghal dan lebih besar daripada keledai. —Al Jarud berkata kepadanya, “Apakah dia Buraq, wahai Abu Hamzah?” Anas berkata, “Ya. Tingkahnya sejauh pandangannya.”— Lalu aku dinaikkan ke atasnya. Lalu Jibril membawaku pergi, sampai tiba di langit dunia (langit pertama). Lalu dia minta dibukakan pintu. Maka dikatakan kepadanya, "Siapa ini?" Jibril berkata, "Jibril. ” Dikatakan, "Dan siapa yang bersamamu ?" Jibril menjawab, "Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. " Dikatakan, "Apakah telah dikirim utusan kepadanya?" Jibril berkata, 'Ya. " Dikatakan, "Selamat datang baginya. Sebaik-baik kedatangan adalah kedatangannya. ” Lalu dibukakanlah pintu. Ketika aku telah masuk, ternyata di dalamnya ada Adam. Maka Jibril berkata, "Ini adalah bapakmu, Adam. Maka ucapkanlah salam kepadanya." Aku pun mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab salam, kemudian berkata, “Selamat datang bagi anak yang shalih dan nabi yang shalih.” Kemudian Jibril membawaku naik, sampai tiba di langit kedua. Lalu dia minta dibukakan pintu. Lalu ditanyakan, "Siapa ini?" Jibril berkata, "Jibril." Ditanyakan, "Dan siapa yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad." Dikatakan, "apakah telah dikirim utusan kepadanya" Jibril berkata, "Ya." Dikatakan, "Selamat datang baginya. Sebaik-baik kedatangan adalah kedatangannya." Lalu dibukakanlah pintu. Ketika aku telah masuk, ternyata ada Yahya dan Isa, dan keduanya adalah saudara sepupu. Jibril berkata, "Ini adalah Yahya dan Isa. Maka ucapkanlah salam kepada keduanya." Aku pun mengucapkan salam kepada keduanya. Keduanya menjawab, kemudian berkata, "Selamat datang bagi saudara yang shalih dan nabi yang shalih." Kemudian Jibril membawaku naik, sampai tiba di langit ketiga. Lalu dia minta dibukakan pintu. Dikatakan, "Siapa ini?" Jibril berkata, "Jibril." Dikatakan, "Dan siapa yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Dikatakan, "Apakah telah dikirim utusan kepadanya?" Jibril berkata, "Ya." Dikatakan, "Selamat datang baginya. Sebaik-baik kedatangan adalah kedatangannya." Lalu dibukakanlah pintu. Ketika aku telah masuk, ternyata ada Yusuf. Jibril berkata, "Ini adalah Yusuf. Maka ucapkanlah salam kepadanya." Aku pun mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab, kemudian berkata, "Selamat datang bagi saudara yang shalih dan nabi yang shalih." Kemudian Jibril membawaku naik, sampai tiba di langit keempat. Lalu dia minta dibukakan pintu. Dikatakan kepadanya, "Siapa ini?" Jibril berkata, "Jibril." Dikatakan, "Dan siapa yang bersamamu?" Jibril menjawab, "Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Dikatakan, "Apakah telah dikirim utusan kepadanya?" Jibril berkata, "Ya." Dikatakan, "Selamat datang baginya. Sebaik-baik kedatangan adalah kedatangannya." Lalu dibukakanlah pintu. Ketika aku telah masuk, ternyata ada Idris. Jibril berkata, "Ini adalah Idris. Maka ucapkanlah salam kepadanya. ”Aku pun mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab, kemudian berkata, "Selamat datang bagi saudara yang shalih dan nabi yang shalih. " Kemudian Jibril membawaku naik, sampai tiba di langit kelima. Lalu dia minta dibukakan pintu. Dikatakan kepadanya, "Siapa ini? " Jibril berkata. "Jibril. ” Dikatakan, "Dan siapa yang bersamamu? " Jibril menjawab, "Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Dikatakan, "Apakah telah dikirim utusan kepadanya?" Jibril berkata, "Ya. " Dikatakan, "Selamat datang baginya. Sebaik-baik kedatangan adalah kedatangannya. ” Lalu dibukakanlah pintu. Ketika aku telah masuk, ternyata ada Harun. Jibril berkata, "Ini adalah Harun. Maka ucapkanlah salam kepadanya. " Aku pun mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab salam, kemudian berkata, "Selamat datang bagi saudara yang shalih dan nabi yang shalih. " Kemudian Jibril membawaku naik, sampai tiba di langit keenam. Lalu dia minta dibukakan pintu. Dikatakan kepadanya, "Siapa ini? "Jibril berkata, "Jibril. " Dikatakan, "Dan siapa yang bersamamu? " Jibril menjawab, "Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Dikatakan, "Apakah telah dikirim utusan kepadanya? " Jibril berkata, "Ya. " Dikatakan, "Selamat datang baginya. Sebaik-baik kedatangan adalah kedatangannya. ” Lalu dibukakanlah pintu. Ketika aku telah masuk, ternyata ada Musa. Jibril berkata, "Ini adalah Musa. Maka ucapkanlah salam kepadanya. " Aku pun mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab salam, kemudian berkata, "Selamat datang bagi saudara yang shalih dan nabi yang shalih." Ketika aku berlalu, Musa menangis. Dikatakan kepadanya, "Apa yang membuatmu menangis? " Dia berkata, "Aku menangis karena seorang nabi yang diutus setelahku, yang masuk surga dari umatnya lebih banyak daripada umatku. ” Kemudian Jibril membawaku naik, sampai tiba di langit ketujuh. Lalu dia minta dibukakan pintu. Dikatakan kepadanya, "Siapa ini? "Jibril berkata, "Jibril. " Dikatakan, "Dan siapa yang bersamamu? ” Jibril menjawab, "Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Dikatakan, "Apakah telah dikirim utusan kepadanya? " Jibril berkata, "Ya." Dikatakan, "Selamat datang baginya. Sebaik-baik kedatangan adalah kedatangannya." Lalu dibukakanlah pintu. Ketika aku telah masuk, ternyata ada Ibrahim. Jibril berkata, "Ini adalah bapakmu, Ibrahim. Maka ucapkanlah salam kepadanya. ” Aku pun mengucapkan salam kepadanya. Dia menjawab salam, kemudian berkata, “Selamat datang bagi anak yang shalih dan nabi yang shalih." Kemudian aku pun dinaikkan ke Sidratul Muntaha. Didalamnya ada buah bidara (nabq)-nya seperti tempayan (qilaal) Hajar, dan daunnya seperti telinga gajah. Jibril berkata, “Ini adalah Sidratul Muntaha. ” Juga ada empat sungai: dua sungai batin dan dua sungai zhahir. Maka aku berkata, “Apakah ini, wahai Jibril? ” Dia berkata, “Dua yang batin adalah dua sungai di surga. Sementara dua yang zhahir adalah Nil dan Eufrat. ” Kemudian aku dinaikkan ke Al Bait Al Ma'mur. —Qatadah berkata, “Hasan menceritakan kepada kami, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau melihat al-Bait al-Ma'mur. Setiap hari tujuh puluh ribu malaikat memasukinya, lalu mereka tidak kembali. Kemudian dia kembali kepada hadits Anas: Kemudian didatangkan kepadaku sebuah bejana berisi khamer, sebuah bejana berisi susu, dan sebuah bejana berisi madu. Aku mengambil susu. Maka Jibril berkata, “Ini adalah fitrah. Kamu dan umatmu berada di atas fitrah," Kemudian diwajibkan atasku shalat sebanyak lima puluh waktu shalat dalam setiap hari. Lalu aku kembali dan melewati Musa. Da berkata, "Apa yang diperintahkan kepadamu? " Aku berkata, "Aku diperintahkan untuk mengerjakan lima puluh waktu shalat setiap hari. ” Dia berkata. "Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakan lima puluh shalat setiap hari. Sesungguhnya aku telah menguji manusia sebelummu dan menangani Bani Israil dengan penanganan yang paling keras. Maka kembalilah kepada Tuhanmu, lalu mintalah kepada-Nya keringanan bagi umatmu." Aku pun kembali. Maka ditanggalkanlah dariku sepuluh waktu shalat. Lalu aku kembali kepada Musa. Dan dia mengatakan yang seperti itu lagi Aku pun kembali. Maka ditanggalkanlah dariku sepuluh waktu shalat. Lalu aku kembali kepada Musa. Dan dia mengatakan yang seperti itu lagi. Akupun kembali. Maka ditanggalkanlah dariku sepuluh shalat. Lalu aku kembali kepada Musa. Dan dia mengatakan yang seperti itu lagi. Aku pun kembali Maka aku diperintahkan untuk mengerjakan sepuluh shalat setiap hari. Lalu aku kembali kepada Musa. Dan dia mengatakan yang seperti itu lagi. Aku pun kembali. Maka aku diperintahkan untuk mengerjakan lima waktu shalat setiap hari Lalu aku kembali kepada Musa. Dia berkata, "^pa yang diperintahkan kepadamu?" Aku berkata, diperintahkan untuk mengerjakan lima shalat setiap hari. "Dia berkata, "Sesungguhnya umatmu tidak akan mampu mengerjakan lima waktu shalat setiap hari. Sesungguhnya aku telah menguji manusia sebelummu dan menanganai Bani Isra'il dengan penanganan yang paling keras. Maka kembalilah kepada Tuhanmu, lalu mintalah kepada-Nya keringanan bagi umatmu. " Aku berkatat "Aku telah meminta kepada TUhanku sampai aku malu. Akan tetapi, aku ridha dan menerima. ” Ketika aku berlalu, seorang penyeru menyeruku, "Aku telah menetapkan fardhu-Ku dan meringankan hamba-hamba-Ku" [3: 2] Shahih Ibnu Hibban 49: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami: Musaddad menceritakan kepada kami: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dari Sulaiman At-Taimi, dan Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Pada malam aku di-isra'-kan, aku melewati Musa AS yang sedang shalat di kuburnya.” [3: 2] Shahih Ibnu Hibban 50: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami: Hudbah dan'syaibau menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Aku melewati Musa pada malam aku di-israkan, sedang berdiri shalat di kuburnya, di bukit pasir merah.”[3: 2] Abu Hatim berkata: Allah SWT Maha Kuasa atas apa saja yang dikehendaki-Nya. Kadang Dia menjanjikan sesuatu untuk waktu tertentu, lalu menetapkan keberadaan sebagian dari sesuatu itu sebelum kedatangan waktu tersebut Misalnya adalah janji-Nya untuk menghidupkan orang-orang mati pada hari kiamat dan menjadikannya terbatas, lalu dia menetapkan yang semisal dengannya pada sebagian kondisi. Contohnya adalah orang yang disebutkan dan ditetapkan oleh Allah SWT dalam Kitab-Nya, di mana Dia berfirman; “Atau apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata,"Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?' Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya, *Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?' Ia menjawab, "Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.' Allah berfirman, 1Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya." Sampai akhir ayat (QS. Al Baqarah [2]: 259). Contohnya juga adalah kemampuan yang diberikan oleh Allah SWT kepada Isa bin Maryam AS untuk menghidupkan sebagian dari orang-orang mati. Ketika kondisi pada manusia ini benar-benar terjadi, apabila Allah SWT menghendaki-Nya sebelum hari kiamat, maka tidak dapat diingkari bahwa Allah SWT telah menghidupkan Musa dalam kuburnya, sehingga Al Mushthafa shallallahu 'alaihi wa sallam melewatinya pada malam beliau di-isra'-kan. Yang demikian itu adalah bahwa kubur Musa berada di Madyan, antara Madinah dan Baitul Maqdis. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihatnya berdoa di kuburnya, karena shalat artinya doa. Kemudian ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki Baitul Maqdis dan di-isra‘-kan, Musa juga di-isra‘-kan, sehingga beliau melihatnya di langit keenam dan terjadilah percakapan antara beliau dan dia, sebagaimana yang telah kita sebutkan. Demikian pula beliau melihat nabi-nabi lainnya yang disebutkan dalam khabar Malik bin Sha’sha’ah. Adapun perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam khabar Malik bin Sha’sha’ah, “Ketika aku sedang berada di Hathim, tiba-tiba seseorang datang kepadaku. Lalu dia membelah apa yang ada di antara ini dan ini,” maka itu adalah keutamaan yang dengannya beliau diutamakan atas selain beliau. Dan itu adalah sebagian dari mukjizat-mukjizat kenabian. Sebab, apabila manusia dibelah tempat hati mereka, kemudian hati mereka dikeluarkan, maka mereka akan mati. Dan sabda beliau, “kemudian diisi” yang beliau maksud adalah bahwa Allah SWT mengisi hati beliau dengan keyakinan dan ma’rifat yang sebelumnya berada dalam baskom emas, lalu dipindahkan ke dalam hati beliau. Kemudian didatangkan kepada beliau binatang kendaraan yang dinamakan Buraq. Lalu beliau dinaikkan ke atasnya dari Hathim atau Hijir. Dan keduanya berada di Masjidil Haram. Lalu Jibril membawa beliau pergi, sampai tiba di kubur Musa, sebagaimana yang telah kita jelaskan. Kemudian beliau memasuki Baitul Maqdis. Lalu Jibril membelah batu besar dengan jarinya dan mengikatkannya pada Buraq. Kemudian dia membawa beliau naik ke langit Penyebutan pengikatan Buraq dengan batu besar dalam khabar Buraidah, dan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Musa yang sedang shalat di kuburnya, keduanya tidak ada (laisaa) dalam khabar Malik bin Sha’sha’ah. Ketika Jibril membawa beliau naik ke langit dunia, Jibril minta dibukakan pintu. Dikatakan, “Siapa ini?” Jibril berkata, “Jibril.” Dikatakan, “Dan siapa yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.” Dikatakan, “Apakah telah dikirim utusan kepadanya?” Yang dimaksud dengannya: “Dan telah dikirimkan utusan kepadanya untuk mengisrakannya ke langit?” Bukan bahwa mereka belum mengetahui risalah beliau sampai waktu itu. Sebab, isra' terjadi tujuh tahun setelah turunnya wahyu. Setelah dibukakan pintu untuk beliau, beliau melihat Adam, sebagaimana yang telah kita jelaskan sebelumnya. Demikian pula, beliau melihat Yahya bin Zakaria dan Isa bin Maryam di langit kedua, Yusuf bin Ya’qub di langit ketiga, Idris di langit keempat, kemudian Harun di langit kelima, kemudian Musa di langit keenam, kemudian Ibrahim di langit ketujuh. Sebab, adalah boleh-boleh saja apabila Allah SWT menghidupkan mereka, agar mereka dilihat oleh Al Mushthafa shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam itu, sehingga hal itu menjadi tanda mukjizat yang menunjukkan kenabian beliau, sebagaimana yang telah kita tetapkan sebelumnya. Kemudian beliau diangkat ke Sidratul Muntaha. Beliau melihatnya dengan kondisi yang beliau deskripsikan. Kemudian diwajibkan atas beliau lima puluh shalat. Ini adalah perintah ujian yang diinginkan oleh Allah SWT. untuk menguji kekasih-Nya, Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, di mana Dia mewajibkan atas beliau lima puluh shalat. Sebab, yang ada dalam ilmu Allah yang terdahulu adalah bahwa Dia tidak mewajibkan atas umat-Nya kecuali lima shalat saja Tapi Dia memerintahkan mereka untuk mengerjakan lima puluh shalat sebagai perintah ujian. Ini adalah sebagaimana perkataan kita bahwa Allah SWT kadang memerintahkan untuk mengerjakan suatu perkara, dan Dia menginginkan agar orang yang diperintahkan melaksanakan perintah-Nya, tanpa menginginkan kejadiannya. Misalnya adalah perintah Allah SWT kepada khalil-Nya, Ibrahim, untuk menyembelih putranya. Allah memerintahkan Ibrahim untuk mengerjakan perintah ini, dan Dia menginginkan agar Ibrahim sampai kepada perintah-Nya itu, tanpa menginginkan kejadiannya. Tatkala keduanya telah berserah diri, dan Ibrahim membaringkan anaknya, Allah menebusnya dengan sembelihan yang besar. Sebab, seandainya Allah SWT menginginkan kejadian apa yang diperintahkan-Nya, niscaya Ibrahim akan mendapati putranya tersembelih. Demikian pula pewajiban lima puluh shalat Allah menginginkan agar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sampai kepada perintah-Nya ini, tanpa menginginkan kejadiannya. Tatkala beliau kembali kepada Musa dan mengabarkan kepadanya bahwa beliau diperintahkan untuk mengerjakan lima puluh shalat setiap hari, Allah mengilhamkan kepada Musa agar meminta Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memohon keringanan kepada Allah bagi umat beliau. Allah SWT menjadikan perkataan Musa AS kepada beliau sebagai sebab penjelasan apa yang ada, sesuai dengan kebenaran apa yang telah kita katakan bahwa kewajiban dari Allah atas hamba-hamba-Nya yang Dia inginkan agar dilaksanakan adalah lima, bukan lima puluh. Beliau pun kembali kepada Allah SWT dan memohon kepada-Nya. Maka ditanggalkanlah dari beliau sepuluh shalat. Ini juga adalah perintah ujian, yang diinginkan agar permasalahan berakhir padanya, tanpa diinginkan keberadaannya. Kemudian Allah menjadikan permintaan Musa AS kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai sebab bagi pelaksanaan ketetapan Allah SWT dalam ilmu-Nya yang terdahulu, bahwa shalat yang diwajibkan atas umat ini adalah lima, bukan lima puluh, sehingga beliau kembali untuk meminta keringanan sampai lima shalat. Kemudian Allah SWT mengilhamkan kepada kekasih-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam ketika itu, sehingga beliau berkata kepada Musa, “Aku telah meminta kepada Tuhanku sampai aku malu. Akan tetapi, aku ridha dan menerima.” Ketika aku berlalu, seorang penyeru menyeruku, “Aku telah menetapkan fardhu-Ku,” maksudnya: lima shalat, “dan meringankan hamba-hamba-Ku,” maksudnya: dari perintah ujian yang telah Aku perintahkan kepada mereka, yaitu lima puluh shalat yang telah kita sebutkan. Kumpulan perkara-perkara dalam isra' ini dilihat oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan jasad beliau dan dengan mata kepala, bukan dalam bentuk mimpi atau penggambaran yang digambarkan bagi beliau. Sebab, seandainya malam isra' dan apa yang beliau lihat di dalamnya adalah dalam tidur, bukan dalam keadaan terjaga, maka semua itu mustahil. Sebab, kadang dalam tidur manusia melihat langit, para malaikat, para nabi, surga, neraka, dan yang serupa dengan perkara-perkara ini. Seandainya penglihatan Al Mushthafa shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap apa yang beliau deskripsikan pada malam isra' adalah dalam tidur, bukan dalam keadaan terjaga, niscaya hal itu akan menjadi kondisi yang di dalamnya beliau sama dengan manusia biasa karena mereka melihat yang semisal dengannya dalam tidur mereka, keutamaan beliau menjadi mustahil, dan semua itu bukanlah kondisi mukjizat yang dengannya beliau diutamakan atas selain beliau. Ini adalah jawaban atas pendapat yang mengabarkan khabar-khabar ini dan mengingkari kekuasaan Allah SWT serta pelaksanaan ketetapan-Nya bagi apa yang diinginkan-Nya dan dengan cara yang diinginkan-Nya. Maha Agung dan Maha Tinggi Tuhan kita dari pendapat semacam ini dan yang semisalnya. Shahih Ibnu Hibban 51: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami: Abdurrazzaq memberitakan kepada kami: Ma’mar memberitakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Pada malam aku di-israkan, aku bertemu dengan Musa yang rambutnya berombak (rajila ar-ra'si), seolah-olah dia adalah salah seorang di antara orang-orang Syanu'ah. Aku bertemu dengan Isa. Ternyata dia adalah seorang laki-laki yang berkulit merah seolah-olah dia keluar dari diimaas —yaitu dari kamar mandi. Aku melihat Ibrahim, dan aku adalah anaknya (keturunannya) yang paling mirip dengannya. Lalu didatangkan kepadaku dua bejana: salah satunya berisi khamer dan yang lain susu. Lalu dikatakan kepadaku,"Ambillah mana saja yang kamu kehendaki". Aku pun mengambil susu. Maka dikatakan kepadaku,"Kamu telah diberi petunjuk kepada fitrah. Seandainya kamu mengambil khamer, maka umatmu akan tersesat'."[3:2] Shahih Ibnu Hibban 52: Muhammad bin Ubaidillah bin Fadhl Al Kala’i di Himsh mengabarkan kepada kami: Katsir bin Ubaid Al Madzhiji menceritakan kepada kami: Muhammad bin Haib menceritakan kepada kami, dari Az-Zubaidi, dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Al Musayyab, bahwa dia mendengar Abu Huraiiah berkata: Pada malam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di-isra‘-kan, didatangkan kepada beliau dua gelas yang berisi khamer dan susu. Beliau pun melihat keduanya. Kemudian beliau mengambil susu. Maka Jibril AS berkata kepada beliau, “telah diberi petunjuk kepada fitrah. Seandainya kamu mengambil khamer, niscaya umatmu akan tersesat.” [3:2] Shahih Ibnu Hibban 53: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami: Muhammad bin Minhal Adh-Dharir menceritakan kepada kami: Yazid bin Zurai' menceritakan kepada kami: Hisyam Ad-Dastuwa'i: Al Mugbitah menantu Malik bin Dinar, dari Malik bin Dinar; dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pada malam aku di-isra'-kan aku melihat sekelompok orang yang mulut mereka digunting dengan gunting-gunting dari neraka. Maka aku berkata, 'Siapakah mereka, wahai Jibril?' Dia menjawab, 'Para khatib dari umatmu. Mereka memerintahkan manusia agar mengerjakan kebaikan, tapi mereka melupakan diri mereka sendiri, padahal mereka membaca Kitab. Tidakkah mereka berpikir?'." [3: 2] Syaikh (Ibnu Hibban) berkata: Khabar ini diriwayatkan oleh Abu Attab Ad-Dallal, dari Hisyam, dari Al Mughirah, dari Malik bin Dinar, dari Tsumamah, dari Anas. Dan dia melakukan kesalahan di dalamnya, karena Yazid bin Zurai’ lebih sempurna daripada dua ratus orang yang semisal dengan Abu Attab dan keturunannya. Shahih Ibnu Hibban 54: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami: Abu Nashr At-Tammar menceritakan kepada kami: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Imran Al Jauni, dari Anas bin Malik, dia berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; "Aku memasuki surga. Tiba-tiba aku melihat sebuah istana dari emas. Maka aku berkata, "Untuk siapakah istana ini ?" Mereka menjawab, * Untuk seorang pemuda dari Quraisy.' Aku pun mengira bahwa dia adalah aku. Aku berkata, "Siapakah dia?" Dijawab, 'Umar bin Al Khaththab.' Wahai Abu Hafsh, seandainya aku tidak mengetahui kecemburuanmu, niscaya aku akan memasukinya." Maka Umar berkata(Wahai Rasulullah apabila aku cemburu kepada seseorang, maka aku tidak akan cemburu kepadamu.” [3:2] Shahih Ibnu Hibban 55: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami: Yunus memberitakan kepada kami, dari Ibnu Syihab: Abu Salamah bin Abdurrahman menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Jabir bin Abdullah berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ketika orang-orang Quraisy mendustakanku, aku berdiri di Hijir, lalu Allah memperlihatkan kepadaku Baitul Maqdis, maka mulailah aku mengabarkan kepada mereka tentang tanda-tandanya,sementara aku tetap melihatnya.” [3:2] Shahih Ibnu Hibban 56: Muhammad bin Al Mundzir bin Sa’ id mengabarkan kepada kami: Ali bin HarbAth-Tha‘i memberitakan kepada kami: Sufyan memberitakan kepada kami, dari Amru bin Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah SWT.; “Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia (Qs. Al Israa‘ [17]:60) dia berkata, “Itu adalah penglihatan mata yang diperlihatkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam beliau di-isra’-kan.”[3:64] Shahih Ibnu Hibban 57: Ahmad bin Amru Al Mu'addal di Wasith mengabarkan kepada kami: Ahmad bin Sinan Al Qaththan menceritakan kepada kami: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami: Muhammad bin Amru memberitakan kepada kami, dari Abu Salamah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah melihat Tuhannya.” [3:14] Abu Hatim berkata: Makna perkataan Ibnu Abbas, “Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah melihat Tuhannya,” yang dia maksud adalah dengan hati beliau, di tempat yang tidak pernah dicapai oleh seorang manusia pun, karena ketinggiannya dalam kemuliaan. Shahih Ibnu Hibban 58: Abu Ya’la mengabarkan kgada kami: Ubaidillah bin Umar Al Qawariri menceritakan kepada kami: Mu’adz bin Hisyam menceritakan kepada kami, dari bapaknya, dari Qatadah, dari Abdullah bin Syaqiq Al Uqaili, dia berkata, “Aku berkata kepada Abu Dzarr Seandainya aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, niscaya aku akan bertanya kepada beliau tentang segala sesuatu.” Abu Dzarr berkata, “Tentang apa kamu akan bertanya kepada beliau?” Abdullah berkata, “Aku akan bertanya kepada beliau: Apakah engkau telah melihat Tuhanmu?” Abu Dzarr berkata, “Aku telah bertanya kepada beliau, maka beliau bersabda: Aku melihat cahaya.” [3:14] Shahih Ibnu Hibban 59: Muhammad bin Shalih bin Dzari’ di ‘Akbara mengabarkan kepada kami: Masruq bin Marzuban menceritakan kepada kami: Ibnu Abi Za'idah menceritakan kepada kami: Isra'il menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Abdurrahman bin Yazid, dari Ibnu Mas’ud, tentang firman Allah SWT, “ Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya ”(Qs. An-Najm [53]: 11) dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Jibril dalam pakaian dari yakut yang memenuhi [apa] yang ada di antara langit dan bumi.” [3:14] Abu Hatim berkata: Allah SWT telah memerintahkan Jibril pada malam isra’ untuk mengajarkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam apa yang harus beliau ketahui,sebagaimana Dia berfirman; “Yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril)yang sangat kuat. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. Sedang dia berada di ufuk yang tinggi.” (Qs. An-Najm [53]: 5-7) Yang Dia maksud adalah Jibril. “Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi.” (Qs. An-Najm [53]: 8) Yang Dia maksud adalah Jibril. “ Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi)” (Qs. An-Najm [53]: 9) Yang Dia maksud adalah Jibril. “ Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.” (Qs. An-Najm [53]: 10) Yang Dia maksud adalah Jibril. “Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.” (Qs. An-Najm [53]: 11) Yang Dia maksud adalah Tuhan beliau, dengan hati beliau, di tempat yang mulia itu. Dan beliau melihat Jibril dalam pakaian dari yaqut yang memenuhi apa yang ada di antara langit dan bumi, sebagaimana dalam khabar Ibnu Mas’ud yang telah kita sebutkan. Shahih Ibnu Hibban 60: Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Makhlad mengabarkan kepada kami: Abu Rabi' menceritakan kepada kami: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami: Amru bin Harits mengabarkan kepada kami, dari Abdi Rabbih bin Sa’id, bahwa Daud bin Abu Hind menceritakan kepada kami, [dari Amir Asy-Sya’bi], dari Masruq bin Al Ajda’, bahwa dia mendengar Aisyah berkata, “Sebesar-besar kebohongan atas Allah adalah orang yang mengatakan bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah melihat Tuhannya, bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam telah menyembunyikan sesuatu dari wahyu, dan bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui apa yang terjadi besok." Dikatakan, “Wahai ummul mukminin, lantas apa yang beliau lihat?" Aisyah berkata, “Sesungguhnya itu adalah Jibril. Beliau melihatnya dua kali dalam dua bentuk: pertama memenuhi ufuk, dan kedua menutupi ufuk langit” [3:14] Abu Hatim berkata: Orang yang tidak menguasai ilmu hadits barangkali menyangka bahwa kedua khabar ini saling bertentangan. Padahal, tidaklah demikian. Sebab, Allah SWT mengutamakan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam atas nabi-nabi selainnya. Sampai-sampai Jibril berada lebih dekat daripada dua ujung busur panah dari Tuhannya, sementara Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diajari oleh Jibril ketika itu, sehingga beliau shallallahu 'alaihi wa sallam. melihat-Nya dengan hati beliau, sebagaimana yang Dia kehendaki. Sementara khabar Aisyah dan takwilnya bahwa beliau tidak melihat-Nya, yang dia maksud adalah dalam tidur, bukan dalam keadaan terjaga. Firman-Nya; “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan (Qs.Al An’aam [6]: 103) maknanya: Dia tidak dapat dipahami oleh penglihatan mata. Dia dapat dilihat pada hari kiamat, tapi tidak dapat dipahami oleh penglihatan mata, apabila mata melihatnya. Sebab, pemahaman adalah penguasaan, sementara penglihatan adalah pemandangan. Allah dapat dilihat, tapi hakekat-Nya tidak dapat dipahami.Sebab, pemahaman berlaku pada makhluk, dan penglihatan terjadi dari hamba kepada Tuhannya. Dan khabar Aisyah bahwa Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, maknanya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata di dunia dan di akhirat, kecuali siapa saja di antara hamba-hamba-Nya yang diberi anugerah dengan dijadikan sebagai ahli untuk itu. Sementara kata “dunia” kadang berlaku bagi bumi dan langit, serta apa yang ada di antara keduanya. Sebab, benda-benda ini adalah permulaan-permulaan yang diciptakan oleh Allah SWT agar di dalamnya dicapai ketaatan-ketaatan untuk akhirat yang ada setelah permulaan ini. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat Tuhan beliau di tempat yang padanya tidak berlaku kata “dunia", karena beliau berada lebih dekat daripada dua ujung busur panah dari-Nya. Sehingga, khabar Aisyah bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melihat-Nya adalah di dunia, tanpa adanya perlawanan dan pertentangan di antara dua khabar ini. Shahih Ibnu Hibban 61: Umar bin Muhammad Al Hamdani menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Bassyar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami dari Mu’awiyah bin Qunah, dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Segolongan dari umatku akan senantiasa mendapatkan pertolongan, tidak akan membahayakan mereka tindakan orang yang tidak menolong mereka hingga hari kiamat’." [1:2] Shahih Ibnu Hibban 62: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Ja’far Al Barmaki mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami dari Syaiban dari Al A’masy dari Abdullah bin Abdullah dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “ Kalian mendengar (hadits) dan dari kalianlah diperdengarkan dan diperdengarkan dari orang yang mendengar dari kalian." [3:69] Abdullah bin Abdullah Ar-Razi adalah periwayat terpercaya, dan ia berasal dari Kufah. Shahih Ibnu Hibban 63: Abu Ya’la menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah berkisah kepada kami, dia berkata: Abu Amir Al Aqadi meriwayatkan kepada kami, dia berkata: Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami, dari Rabi’ah bin Abu Abdurrahman, dari Abdul Malik bin Sa’id bin Suwaid, dari Abu Humaid dan Abu Usaid bahwa nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Apabila kalian dariku dan hati kalian mengetahuinya perasaan dan kulit luar kalian melunak dan kalian melihat bahwa (hadits) itu dekat dengan kalian maka akulah yang lebih utama terhadap hadits itu daripada kalian. Dan apabila kalian mendengar haditsku kemudian hati kalian mengingkarinya, perasaan dan kulit luar kalian lari dan kalian melihat bahwa (hadits) itu jauh dari kalian maka akulah yang paling jauh daripada kalian dari (demikian) itu.”[3:66] Shahih Ibnu Hibban 64: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Katsir bin Yahya sahabat Al Bashri menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammam menceritakan kepada kami dari Yazid bin Aslam, dari Atha' bin Yasar, dari Abu Sa’id Al Khudhri, dia beikata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “ Janganlah kalian menulis dariku selain Al Qur'an, maka siapa pun yang menulis sesuatu dariku hendaklah dihapus.” [2:52] Abu Hatim RA berkata: Larangan penulisan selain Al Qur'an oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dimaksudkan sebagai anjuran untuk menghafalkan sunnah agar tidak mengandalkan penulisan dan tidak mau menghafal dan memahaminya. Dalil kebenaran hal ini adalah izin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk Abu Syah yang menulis isi khutbah yang didengarkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam serta izin beliau kepada Abdullah bin Amru untuk menulis hadits. Shahih Ibnu Hibban 65: Husain bin Ahmad bin Bistham mengabarkan kepada kami di Al Ubulah, Muhammad bin Abdullah bin Yazid meceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Fithar, dari Abu Thufail, dari Abu Dzarr, dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggalkan kami dan tidaklah ada satu burung pun terbang dengan kedua sayapnya melainkan kami memiliki ilmunya dari beliau.” [1:78] Abu Hatim berkata: Makna ‘kami memiliki' adalah perintah, larangan, berita, perbuatan serta izin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Shahih Ibnu Hibban 66: Muhammad bin Amru bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, dia beikata: Abdullah bin Daud menceritakan kepada kami dari Ali bin Shalih, dari Simak bin Haib, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersada, “Semoga Allah mencerahkan wajah orang yang mendengar suatu hadits dariku kemudian disampaikan sebagaimana yang didengarkan, maka berapa banyak orang yang disampaikan (hadits) lebih mengerti dari pada orang yang mendengar' [5:12] Shahih Ibnu Hibban 67: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'ad menceritakan kepada kami, dia berkata: Umar ibn Sulaiman yaitu Ibnu Ashim bin Umar bin Khaththab menceritakan kepada kami, dari Abdurrahman bin Aban yaitu Ibn Utsman bin Affan, dari ayahnya, dia berkata: Zaid bin Tsabit keluar dari rumah Marwan pada waktu hampir siang lalu aku berkata, ‘Zaid tidak akan mengunjungi Marwan melainkan karena ada sesuatu yang ditanyakannya.' Kemudian aku pun mendekatinya dan menanyakan hal itu. la menjawab, “Benar, ia menanyakan berbagai hal yang pemah kami dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ‘Semoga Allah merahmati orang yang mendengar suatu hadits dariku kemudian dihafal lalu disampaikan pada orang lain, karena berapa banyak orang yang disampaikan hadits lebih memahami dari pada orang yang menyampaikan, berapa banyak orang yang membawa pembahaman tapi tidak paham, ada tiga hal yang tidak akan dikhianati oleh hati seorang muslim ; mengikhlaskan amal untuk Allah, menasehati para pemimpin dan tetap berada dalam jama'ah, karena sesungguhnya doa mereka meliputi dari belakang mereka." [1:2] Shahih Ibnu Hibban 68: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Shafwan bin Shalah menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Syaiban menceritakan kepada kami, dia berkata: Simak bin Harb menceritakan kepada kami, dari Abdurrahman bin Abdul lah, dari ayahnya, Abdullah bin Mas’ud bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Semoga Allah merahmati orang yang mendengar suatu hadits dariku kemudian menyampaikannya sebagaimana yang didengar, berapa banyak orang yang disampaikan (hadits) lebih memahami dari pada orang yang mendengar." [1:2] Shahih Ibnu Hibban 69: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Utsman Al Ijliy menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami dari Isra‘il, dari Simak, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari ayahnya, dia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Semoga Allah mencerahkan 'wajah orang yang mendengar suatu haditsku lalu disampaikan sebagaimana didengar, maka berapa banyak orang yang disampaikan (hadits) lebih mengerti dari orang yang mendengar.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 70: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim, budak Tsaqif, mengabarkan kepada kami, Abu Umar Ad-Duriy Hafsh bin Umar mengabarkan kepada kami, Isma’il bin Ja’far mengabarkan kepada kami dari Abdullah bin Dinar, Dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersada, “Kunci-kunci ghaib (ada) lima; tidak seorang pun mengetahui jenis kelamin bayi yang akan lahir kecuali Allah, tidak ada yang mengetahui (apa yang terjadi) esok hari kecuali Allah, tidak ada yang mengetahui kapankah hujan turun kecuali Allah, tidak ada suatu jiwa pun yang mengetahui dibumi manakah ia akan meninggal dan tidak ada yang mengetahui kapankah kiamat terjadi.” [3:30] Shahih Ibnu Hibban 71: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, Isma’il bin Ja’far menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Dinar mengabarkan kepada kami bahwa ia mendengar Ibnu Umar berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Kunci-kunci ghaib (ada) lima, tak ada yang mengetahuinya kecuali Allah SWT, tak ada yang mengetahui apa yang dikandung rahim kecuali Allah, tak ada yang mengetahui (apa yang terjadi) hari esok kecuali Allah, tak ada yang mengetahui kapankah hujan turun kecuali Allah, tak ada satu jiwa pun mengetahui di daerah manakah ia akan meninggal, tak ada yang mengetahui kapankah kiamat terjadi kecuali Allah." [3:30] Shahih Ibnu Hibban 72: Ahmad bin Muhammad bin Hasan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Yusuf As-Sulami menceritakan kepada kami, dia berkata Abdurrazzak mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Sa’id bin Abu Hind mengabarkan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah membenci semua ja'dzariy jawwadz yang berteriak di pasar-pasar, bangkai di malam hari, keledai di siang hari, mengetahui urusan dunia dan tidak mengetahui urusan akhirat.” (2:76) Shahih Ibnu Hibban 73: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami, Yazid bin Ibrahim At-Tustari menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Mulaikah menceritakan kepadaku dari Al Qasim bin Muhammad, dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca firman Allah SWT, “ Dialah yang menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) di antaranya (ada) ayat-ayat muhkamah, sampai akhir ayat (Qs. Aali Tmraan [3]: 7) kemudian bersabda; “Jika kalian melihat orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat. maka ketahuilah bahwa merekalah yang dimaksud oleh Allah. Maka waspadailah mereka.” [2:3] Shahih Ibnu Hibban 74: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami: dia berkata: Abu Khaitsamah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Anas bin Iyadh menceritakan kepada kami dari Abu Hazim, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda, “Al Qur'an diturunkan dengan tujuh logat, memperdebatkan Al Qur'an adalah kufur (beliau ucapkan tiga kali). Apa yang kalian ketahui darinya maka amalkanlah, dan apa yang tidak kalian ketahui darinya maka kembalikanlah kepada orang yang mengetahuinya.” [1:27] Abu Hatim berkata: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Apa yang kalian ketahui dari Al Qur'an, maka amalkanlah,” yaitu dengan menyembunyikan konotasi kemampuan. Beliau maksudkan adalah “Apa yang kalian ketahui dari Al Qur'an maka amalkanlah semampu kalian” Adapun sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Dan apa yang tidak kalian ketahui darinya, maka kembalikanlah kepada orang yang mengetahuinya " terdapat kecaman dan larangan terhadap kebalikan dari perintah ini, yaitu jangan kalian bertanya kepada orang yang tidak mengetahui. Shahih Ibnu Hibban 75: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Suwaid Ar-Ramli menceritakan kepada kami, dia berkata: Isma’il bin Abu Uwais menceritakan kepada kami, dia berkata: Saudaraku menceritakan kepadaku dari Sulaiman bin Bilal, dari Muhammad bin Ajian, dari Abu Ishaq Al Hamdani, dari Abu Al Ahwash, dari Abdullah bin Mas’ud RA, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Al Qur'an ditunaikan dalam tujuh logat, masing-masing dari ayatnya ada yang zhahir dan bathin.” [1:27] Shahih Ibnu Hibban 76: Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani mengabaikan kepada kami, dia berkata: Ashim bin An-Nadhr Al Ahwal menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku pernah mendengar Ayyub menceritakan (hadits) dari Ibnu Abi Mulaikah dari Aisyah bahwa dia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membaca ayat ini, “Dia-lah menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat -sampai akhir ayat - orang-orang yang berakal" (Qs. Aali ‘Imraan [3]: 7). Lanjut Aisyah: Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Apabila kalian melihat orang-orang memperdebatkannya maka mereka itulah yang orang-orang yang dimaksud oleh Allah. Maka waspadailah mereka" Mathar berkata, “Aku hafal bahwa beliau bersabda,"Janganlah kalian duduk dengan mereka. Karena mereka itulah orang-orang yang dimaksud oleh Allah, maka waspadailah mereka’." [2:3] Abu Hatim berkata, “Ayyub mendengarkan khabar ini dari Mathar Al Warraq dan Ibnu Abi Mulaikah sekaligus.” Shahih Ibnu Hibban 77: Ahmad bin Muhammad bin Sa’id Al Marwazi mengabarkan kepada kami di Bashrah, dia berkata: Muhammad bin Sahl bin Askar menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Maryam menceritakan kepada kami dari Yahya bin Ayyub, dari Ibnu Juraij, dari Abu Zubair, dari Jabir, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian belajar ilmu untuk membanggakan diri kalian dengannya kepada para ulama, mendebat orang-orang bodoh, dan agar kalian menjadi orang-orang pilihan (terkemuka) di berbagai majlis. Siapa pun yang melakukan hal itu, maka nerakalah, nerakalah.” [2:109] Shahih Ibnu Hibban 78: Muhammad bin Abdullah bin Yahya bin Muhammad bin Makhlad mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Daud menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Yahya bin Sulaiman Al Khuza’i mengabarkan kepadaku dari Abdullah bin Abdurrahman bin Ma’mar Al Anshari, dari Sa’id bin Yasar, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,“Siapa yang mencari ilmu yang (seharusnya) bertujuan mencari ridha Allah, sedangkan ia mempelajarinya untuk mendapatkan bagian dari dunia maka ia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat” Umar bin Muhammad bin Bujair mengabarkan kepada kami,Abu Ath-Thahir bin As-Sarj menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami hadits serupa. dengan sanad yang sama. [2:109] Shahih Ibnu Hibban 79: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata. Abu Khaitsamah dan Harun bin Ma’ruf menceritakan kepada kami, keduanya berkata, “Al Muqri’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id bin Abu Ayyub menceritakan kepada kami dari Atha' bin Dinar, dari Hakim bin Syarik, dan Yahya bin Maimun Al Hadhrami, dari Rabi’ah bin Al Jurasy, dari Abu Hurairah, dari Umar bin Khaththab bahwa dia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian berteman dengan penentang takdir dan janganlah memulai pembicaraan dengan mereka.” [1:23] Shahih Ibnu Hibban 80: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami. Khalifah bin Khayyath menceritakan kepada kami. Khalid bin Al Harits menceritakan kepada kami, Husain Al Mu’allim menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Buntillah, dari Imran bin Hushain, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Yang paling aku takutkan atas kalian adalah debat orang munafik yang pandai berbicara." [3:22] Shahih Ibnu Hibban 81: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Marzuq menceritakan kepada kami, Muhammad bin Bakar menceritakan kepada kami dari Ash-Shalt bin Bahram, Hasan menceritakan kepada kami, Jundub Al Bajali menceritakan kepada kami di dalam masjid ini, bahwa Hudzaifah pernah menceritakan (hadits) kepadanya, dia berkata. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya yang aku takutkan atas kalian adalah seseorang yang membaca Al Qur'an sehingga ketika keelokan (bacaan)nya terlihat dan tadinya ia adalah pembela Islam, ia pun mengubahnya kepada apa yang dikehendaki Allah, maka ia pun terlepas darinya, membuangnya di balik punggungnya dan berjalan dengan pedang melewati tetangganya dan menuduhnya dengan kesyirikan." Hudzaifah berkata, “Wahai Nabi Allah! manakah di antara keduanya yang lebih utama dalam kesyirikan, apakah yang dituduh ataukah yang menuduh?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Bahkan yang menuduh” [3:22] Shahih Ibnu Hibban 82: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki’ menceritakan kepada kami dari Usamah bin Zaid, dari Muhammad bin Al-Munkadir, dari Jahir bin Abdullah, dia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda "Ya Allah! Aku meminta kepada-MU ilmu yang bermanfaat dan aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat" [5:12] Shahih Ibnu Hibban 83: Ahmad bin Hasan bin Abdul Jabbar Ash-Shufi mengabarkan kepada kami, dia berkata Abu Nashr At-Tammar merceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Allah! sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat dari amal yang tidak diangkat; dari hati yang tidak khusyu’ dan dari perkataan yang tidak didengarkan." [5:12] Shahih Ibnu Hibban 84: Ibrahim bin Ishaq Al Anmathi Az-Zahid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Khazim menceritakan kepada kami dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan baginya salah satu dari berbagai jalan surga. Dan siapa yang lamban amalnya, maka tidak bisa dipercepat oleh nasabnya (tidak mengangkat derajatnya di sisi Allah)" [1:2] Shahih Ibnu Hibban 85: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya dan Muhammad bin Rafi’menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Ashim, dari Zirr, dia berkata: Aku pernah mendatangi Shafwan bin Assal Al Muradi, dia berkata, “Untuk apa kamu datang?” Ia (Zirr) menjawab, “Aku datang untuk mencari ilmu.”341 Ia (Shafwan bin Assal Al Muradi) berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah seseorang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu kecuali para malaikat akan membentangkan sayap mereka karena ridha terhadap apa yang mereka lakukan’” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 86: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami dari Malik, dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah bahwa Abu Murrah, budak Uqail bin Abu Thalib memberitahunya dari Abu Waqid Al Laitsy bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika duduk di masjid dan orang-orang bersama beliau, tiba-tiba tiga orang datang menghadap, dua orang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengucapkan salam, salah satunya melihat ada tempat luang di antara tempat pertemuan lalu duduk sedangkan yang lain duduk di belakang mereka, dan satunya lagi balik pulang. Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selesai, beliau bersabda; “ Maukah kalian aku beritaku tentang tiga orang, salah satu dari mereka datang berlindung kepada Allah maka Allah pun memberinya perlindungan, adapun salah satunya merasa malu hingga Allah pun malu darinya, sedangkan yang lainnya berpaling maka Allah pun berpaling darinya" [1:2] Shahih Ibnu Hibban 87: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abu Bakar Al Muqaddami menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Muqri’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Haywah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Shakhr menceritakan kepadaku bahwa Sa’id Al Maqburi memberitahunya bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata: Sesungguhnya ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang masuk masjid kami ini untuk mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, maka ia seperti orang yang berjuang di jalan Allah dan Siapa yang masuk untuk selain itu maka ia seperti orang yang melihat sesuatu yang bukan miliknya.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 88: Muhammad bin Ishaq Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami, d ia berkata: Abdul A’la bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Daud Al Khuraibi menceritakan kepada kami, dia beikata: Aku pernah mendengar Ashim bin Raja' bin Haywah menceritakan dari Daud bin Jamil, dari Katsir bin Qais, dia berkata: Aku pernah duduk bersama Abu Darda' di masjid Damaskus. Lalu ada seseorang yang mendatanginya seraya berkata, “Wahai Abu Darda'! sesungguhhya aku datang dari Madinah untuk (menanyakan) suatu hadits yang sampai kepadaku bahwa engkau menceritakannya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Abu Darda‘ bertanya, “Apakah kau datang karena suatu keperluan, apakah kau datang untuk urusan perdagangan ataukah kau datang karena hadits ini?” Orang itu menjawab, “Ya.” Abu Darda' berkata, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘ Siapa yang menempuh suatu perjalanan untuk menuntut ilmu, maka Allah SWT akan menunjukkan salah satu jalan ke surga dan para malaikat akan merendahkan sayapnya karena ridha pada penuntut ilmu, dan sesungguhnya orang yang berilmu itu dimintakan ampunan oleh (penghuni) yang berada di langit dan di bumi serta ikan di air. Keutamaan orang yang berilmu atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan di malam purnama atas seluruh bintang, sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar atau pun dirham. Mereka hanya mewariskan ilmu, maka Siapa yang mendapatkannya maka ia telah mendapatkan bagian yang banyak.” [1:2] Abu Hatim berkata, “Di dalam hadits ini terdapat penjelasan gamblang bahwa ulama yang memiliki keutamaan yang kami singgung adalah mereka yang mengajarkan ilmu nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saja, bukan yang mengajarkan ilmu-ilmu lain. Bukankah beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘ Ulama adalah pewaris para nabi ’ dan para nabi tidak mewariskan apa pun selain ilmu dan ilmu Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sunnahnya. Siapa pun yang tidak mengetahui sunnah bukanlah pewaris para nabi." Shahih Ibnu Hibban 89: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Humaid bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku bahwa ia mendengar Muawiyah bin Abu Sufyan berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang dikehendaki Allah mendapat kebaikan, maka Allah akan memberikan pemahaman untuknya dalam agama." [1:2] Shahih Ibnu Hibban 90: Muhammad bin Yahya bin Khalid mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Rafi' mengabarkan kepada kami, Mush’ab bin Al Miqdam menceritakan kepada kami, Daud Ath-Tha’iy menceritakan kepada kami dari Isma'il bin Abu Khalid, dari Qais bin Abu Hazim, dia berkata: Aku pernah mendengar Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh iri kecuali kepada dua (hal); orang yang diberi harta oleh Allah kemudian ia menguasainya untuk menghabiskannya dalam kebenaran dan orang yang diberi Allah SWT hikmah kemudian ia berhukum dengannya dan mengajarkannya." [1:2] Shahih Ibnu Hibban 91: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid Al Qaisy menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ziyad mengabaikan kepada kami: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Aku pernah mendengar Abu Qasim shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Yang terbaik dari kalian adalah yang akhlaknya paling baik, jika mereka memahami (agamanya).” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 92: Abdullah bin Muhammad Al Azdiy mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, An-Nadhr bin Syumail mengabarkan kepada kami, Hisyam menceritakan kepada kami dari Muhammad, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Manusia adalah sumber kebaikan dan keburukan, mereka yang terbaik pada masa jahiliyah adalah yang terbaik dalam Islam, jika mereka memahami (agamanya) [3:9] Shahih Ibnu Hibban 93: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Isma’il bin Ubaid bin Abu Karimah—yaitu Al Harrani—menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Zaid bin Aslam, dari Abdullah bin Abu Qatadah, dari ayahnya, dia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Peninggalan terbaik seseorang sepeninggalnya ada tiga (hal); anak shalih yang mendoakannya, sedekah yang mengalir pahalanya sampai padanya dan ilmu yang dimanfaatkan sepeninggalnya." [1:2] Abu Hatim berkata "Hadits serupa dari jenis ini masih banyak, berjumlah lebih dari seratus yang kami tempatkan di berbagai babdalam kitab ini karena topik pembahasannya memiliki kesamaan" Shahih Ibnu Hibban 94: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Sa’id bin Abdul Jabbar, Muhammad bin Ash-Shabbah dan Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, mereka berkata: Abu Bakar bin Nafi’ Al Umari menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Abu Bakar bin Amru bin Hazm, dari Amrah, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hindarilah kekeliruan-kekeliruan para pemilik urusan” [1:78] Shahih Ibnu Hibban 95: Abdullah bin Muhammad Al Azdi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: An-Nadhr bin Syumail mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Ali bin Al Hakam Al Bunani, dari Atha‘ bin Abu Rabbah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Siapa yang menyembunyikan ilmu maka akan diikat dengan tali kekang dari api neraka pada hari kiamat.” [2:109] Shahih Ibnu Hibban 96: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ath-Thahir bin As-Saij menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Ayyasy bin Abbas menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Abdurrahman Al Hubuliy, dari Abdullah bin Amru bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menyembunyikan suatu ilmu maka Allah akan mengikatnya pada hari kiamat dengan tali kekang dari api neraka" [2:109] Shahih Ibnu Hibban 97: Husain bin Ahmad bin Bistham mengabarkan kepada kami di Al Ubulah, dia berkata: Abdullah bin Sa’id Al Kindi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Idris menceritakan kepada kami dari Al A’masy, dari Abdullah bin Munah, dari Masruq, dari Abdullah, dia berkata: Pada saat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berada di salah satu kebun Madinah, beliau bersandar pada pelepah kurma. Tiba-tiba orang-orang Yahudi mendatangi beliau menanyakan tentang ruh, kemudian turunlah ayat, “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah, "Sesungguhnya ruh itu termasuk urusan Rabbku dan tidaklah kalian diberi ilmu melainkan sedikit" (Qs. Al Israa' [17]: 85). [3:64] Shahih Ibnu Hibban 98: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata. Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al A’masy menceritakan kepada kami dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah, dia berkata: Aku pernah berjalan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam salah satu kebun (harts) di Madinah, beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersender di atas pelepah kurma, kemudian sekelompok orang Yahudi melintas, mereka berkata satu sama lain, “Andai kalian mau bertanya kepadanya.” Yang lain menyahut, “Jangan bertanya kepadanya agar ia tidak memberitahukan sesuatu yang tidak kalian sukai,” mereka pun berkata, “Hai Abu Qasim! Beritahukan kepada kami tentang ruh.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri sesaat menanti datangnya wahyu. Aku (Abdullah) mengerti beliau sedang diberi wahyu, aku pun mundur ke belakang hingga wahyu naik kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam membaca, “ Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah, 'Sesungguhnya ruh itu termasuk urusan Rabbku dan tidaklah kalian diberi ilmu melainkan sedikit'." (Qs. Al Israa' [17]: 85). [3:64] Shahih Ibnu Hibban 99: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Masruq bin Al Marzuban menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Zaidah menceritakan kepada kami, dia berkata: Daud bin Ibnu Abi Hind menceritakan kepada kami dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Orang-orang Quraisy berkata kepada orang-orang Yahudi, “Berilah kami sesuatu yang bisa kami tanyakan kepada orang ini.” Mereka (orang-orang Yahudi) berkata, "Tanyakan padanya tentang ruh.” Mereka (orang-orang Quraisy) pun menanyakannya, lalu turun ayat, “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah, 'Sesungguhnya ruh itu termasuk urusan Rabbku dan tidaklah kalian diberi ilmu melainkan sedikit.” (Qs.Al Israa' [17]: 85) Mereka berkata, “Kami hanya diberi sedikit ilmu? Kami telah diberi Taurat dan Siapa yang diberi Taurat maka telah diberi kebaikan yang banyak.” Lalu turun ayat, “Katakanlah : 'Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabb-ku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Rabb-ku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)'.” (Qs. Al Isra' [17]:109). [13:64] Shahih Ibnu Hibban 100: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata Abu Ath-Thahir bin As-Sarj menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari ibnu Syihab bahwa Urwah bin Az-Zubair berkata kepadanya bahwa Aisyah berkata. "Tidakkah Abu Hurairah mengherankan kalian, ia datang dan duduk didekat kamarku menyebutkan (hadits) dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia mendengarkan (hadits) itu padaku, aku kala itu sedang bertasbih, ia pun beranjak sebelum aku selesai bertasbih, andai aku menemukannya tentu aku kembalikan (hadits itu) padanya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyebutkan hadits seperti halnya kalian. [2:109] Abu Hatim berkata "Perkataan Aisyah, 'Tentu aku kembalikan padanya' adalah penyampaian hadits, bukan hadits itu sendiri. Shahih Ibnu Hibban 101: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muslim bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Qurrah bin Khalid menceritakan kepada kami dari Amru bin Dinar, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Pada saat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membagikan harta rampasan perang di Ji*ranah, ada seseorang berkata, “Berlakulah secara adil." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Celakalah aku, sungguh sengsara aku jika tidak berlaku adil” [3:65] Shahih Ibnu Hibban 102: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dari Ubaidillah bin Abdullah, dan Ibnu Abbas bahwa ia berdebat dengan Al Hurr bin Qais bin Hishn Al Fazari tentang teman Nabi Musa AS. Ibnu Abbas berkata, “Dia adalah Khidhir.” Lalu Ubay bin Ka'ab melewati keduanya, Ibnu Abbas memanggilnya seraya berkata, Hai Abu Ath-Thufail kemarilah! Aku sedang berdebat dengan temanku ini tentang teman Nabi Musa yang ditemuinya dalam perjalanannya. Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda sesuatu tentang hal itu?” Ubay bin Ka'ab menjawab, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Ketika Musa berada di hadapan sekelompok Bani Israil, tiba tiba seseorang datang dan berkata kepadanya, 'Apakah engkau mengetahui ada orang lain yang lebih pintar darimu?' Musa menjawab, 'Tidak.' Kemudian Allah SWT memberi wahyu pada Musa, 'Ada, hamba-Ku, Khidhir. Kemudian Musa memohon agar dipertemukan dengannya' Allah SWT menjadikan ikan sebagai tanda-tandanya. Dikatakan kepadanya, 'Jika engkau kehilangan ikan maka kembalilah karena engkau akan bertemu dengannya.' Kemudian Musa pun berjalan sejauh yang dikehendaki Allah SWT dan berkata kepada muridnya, 'Bawalah ke mari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.' Ketika Musa meminta makanan, muridnya berkata, 'Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidaklah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syetan.' Musa berkata kepada muridnya, 'Itulah (tempat) yang kita cari,' Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lantas keduanya pun bertemu Khidhir, peristiwa keduanya dikisahkan Allah dalam kitab-Nya',” [3:4] Shahih Ibnu Hibban 103: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim, pemimpin Bani Tsaqif. mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Makhzumi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahid bin Ziyad menceritakan kepada kami, daa berkata Ubaidillah bin Abdullah bin Al Asham menceritakan kepada kami dari Abu Hurairah, dia berkata: Ada seseorang mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata, “Hai Muhammad! Bukankah engkau telah melihat surga yang seluas langit dan bumi, lantas dimanakah neraka?" Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Bukankah engkau melihat malam ini, setelah ada kemudian tidak ada, lantas dikemanakan ?" orang itu menjawab, “Allah lebih mengetahui,“ Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Sesungguhnya Allah berbuat segala sesuatu yang dikehendaki-Nya." [3:65] Shahih Ibnu Hibban 104: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata; Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Umar menceritakan kepada kami, dia berkata; Fulaih menceritakan kepada kami dari Hilal bin Ali dari Atha' bin Yasar, dari Abu Hurairah, dia berkata: Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tengah memberi petuah kepada suatu kaum. Lalu seorang badui mendatanginya seraya bertanya, “Kapan hari kiamat (tiba)?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetap memberi petuah pada kaum tersebut, sebagian kaum berkata, “Beliau mendengar apa yang diucapkan dan tidak menyukai apa ymg diucapkan.” Yang lain berkata, “Bahkan tidak mendengar" Setelah petuah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam usai, beliau bertanya, “Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat (tadi)?“ orang itu menjawab, “Saya.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Apabila amanat disia-siakan maka tunggulah kiamat." Orang itu bertanya, “Disia-siakan bagaimana ?“ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Jika masalah semakin runyam maka tunggulah kiamat ” [3:65] Shahih Ibnu Hibban 105: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, dia berkata: Husain bin Hasan Al Marwazi menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Humaid Ath-Thawil menceritakan kepada kami dari Anas bin Malik, dia berkata: Ada seseorang mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seraya bertanya, “Wahai Rasulullah! kapan kiamat (terjadi)?" Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri menunaikan shalat, seusai shalat beliau bertanya, “ Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?” orang itu menjawab, “Saya, Rasulullah." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, “Apa yang telah kau persiapkan untuk (menghadapi) hari kiamat?” orang itu menjawab, “Aku tidak mempersiapkan sesuatu yang besar untuk hari kiamat, tidak (mempersiapkan) shalat dan tidak pula puasa." Atau menjawab, “Aku tidak mempersiapkan amalan besar untuk hari kiamat selain aku mencintai Allah dan rasul-Nya.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang itu akan bersama dengan yang dicintainya.” Atau bersabda, “ Engkau akan bersama yang kau cintai” Anas berkata, “Aku tidak pernah melihat kaum muslim merasa gembira setelah masuk Islam seperti kegembiraan mereka terhadap (hal) ini." [3:65] Shahih Ibnu Hibban 106: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Anas bin Malik mengabarkan kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar pada saat matahari tergelincir, kemudian shalat Zhuhur bersama mereka. Setelah salam beliau berdiri di atas mimbar dan menyebut-nyebut kiamat. Beliau menyebutkan beberapa peristiwa besar sebelum kiamat kemudian bersabda, “Siapa yang mau bertanya tentang sesuatu maka hendaklah bertanya, demi Allah tidaklah kalian bertanya kepadaku tentang sesuatu kecuali aku akan memberitahukannya kepada kalian selama aku berada ditempat ini.” Anas bin Malik berkata, “Sebagian besar orang-orang menangis ketika mendengar ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam itu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengulang-ulang sabda beliau; Bertanyalah kepadaku, bertanyalah kepadaku.” Kemudian Abdullah bin Hudzafah berdiri dan bertanya, “Siapa ayahku wahai Rasulullah?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. menjawab; “Ayahmu adalah Hudzafah." Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengulang-ulang sabda beliau; “Bertanyalah kepadaku, bertanyalah kepadaku.” Umar bin Al Khaththab pun duduk di atas dua lututnya seraya berkata, “Wahai Rasulullah! kami rela Allah sebagai Rabb kami, Islam sebagai agama kami dan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Rasul kami.” Anas bin Malik berkata, “Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diam mendengar ucapan Umar itu. Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sungguh surga dan neraka telah diperlihatkan kepadaku baru saja di hamparan kebun ini, aku tidak melihat kebaikan dan keburukan seperti hari, ini." [3:65] Shahih Ibnu Hibban 107: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkala Muhammad bin Abdullah bin An-Numair menceritakan kepada kami, dia berkata Abdah dan Abu Muawiyah menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyih, dia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mendengar bacaan seseorang di dalam masjid, kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Semoga Allah merahmatinya, ia telah mengingatkanku suatu ayat yang terlupakan olehku" [5:17] Shahih Ibnu Hibban 108: Muhammad bin Hasan bin Khalil mengabarkan kepada kami, Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, Anas bin Iyadh menceritakan kepada kami, Al Auza'i menceritakan kepada kami dari Ibnu Syihab, dari Sa'id bin Al Musayyab bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata, “Umar bin Khaththab RA bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Apakah kita mengerjakan sesuatu yang telah baru kita mulai atau sesuatu yang telah usai?". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Bahkan dalam sesuatu yang telah usai'. Umar berkata, ‘Lantas apa gunanya beramal.?' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Hai Umar! (usainya pekerjaan) itu tidak bisa dicapai kecuali dengan mengerjakannya." Umar berkata, “Kalau begitu kita akan bersungguh-sungguh, wahai Rasulullah!," [3:30] Shahih Ibnu Hibban 109: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hautsarah bin Asyras menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Tsabit, dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengunjungi kami, sementara aku memiliki adik kecil yang diberi kuniah Abu Umair. Pada hari lainnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengunjungi kami lagi dan bertanya: "Hai Abu 'Umair, apa yang telah dilakukan nughair? (nama burung) " [4:22] Shahih Ibnu Hibban 110: Ibnu Salim mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Bakar menceritakan kepada kami dari Al Auza’i, dari Az-Zuhri, dia berkata: Amir bin Sa’ad bin Abu Waqqash mengabarkan kepada kami dari ayahnya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling besar dosanya terhadap kaum muslim adalah orang yang bertanya tentang suatu masalah yang tidak haram, kemudian diharamkan atas kaum muslim karena pertanyaannya." [3:66] Shahih Ibnu Hibban 111: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata : Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata : Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab bahwa Ubaidillah bin Abdullah memberinya kabar bahwa Ibnu Abbas pernah bercerita ada seseorang mendatangi Navi shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata "Wahai Rasulullah! Sesungguhnya tadi malam aku bermimpi melihat awan mendung yang menurunkan hujan keju dan madu. Semua orang mengambilnya dengan tangam. [Ada yang mengambil banyak dan ada yang mengambil sedikit. Aku juga melihat tali yang menyambung dari langit ke bumi. Aku melihat engkau meraih tali itu lalu engkau pun naik]. Kemudian tali itu diraih oleh seseorang setelah engkau, ia pun naik. Kemudian diraih oleh orang lain, ia pun naik, kemudian diraih oleh orang lain ternyata talinya terputus, kemudian tali itu disambungkan untuknya hingga ia pun naik." Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah! engkau lebih aku hormati dari ayahku, demi Allah, biarkan aku menafsirkannya." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Silahkan kau tafsirkan.” Abu Bakar berkata, “Adapun awan mendung itu adalah awan mendung Islam, yang menurunkan hujan keju dan madu itu adalah Al Qur'an (dengan) rasa manis dan kelembutannya. Adapun orang-orang yang meraihnya, ada yang memperbanyak [mempelajari Al Qur'an] dan ada yang sedikit, adapun tali yang menghubungkan dari langit ke bumi itu adalah kebenaran yang engkau bawa, engkau meraihnya hingga Allah pun mengangkat engkau, kemudian diraih oleh seseorang setelah engkau hingga ia pun terangkat dengan (kebenaran) itu, kemudian diraih oleh seseorang lainnya hingga ia pun terangkat dengan (kebenaran) itu, kemudian diraih oleh seseorang lainnya namun terputus, kemudian disambung untuknya hingga ia pun terangkat Beritahukan aku wahai Rasulullah! engkau yang lebih aku hormati lebih dari ayahku, apakah (penafsiranku) benar atau salah?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Ada yang benar dan ada yang salah." Abu Bakar berkata, “Demi Allah, wahai Rasulullah! beritahukan aku yang salah." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jangan bersumpah.” [3:65] Shahih Ibnu Hibban 112: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, Isma'il bin Ja'far menceritakan kepada kami, Al Ala' mengabarkan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang menyeru kepada petunjuk, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikitpun pahala-pahala mereka, dan Siapa yang menyeru kepada kesesatan, maka ia menanggung dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun dosa-dosa meraka" [3:12] Shahih Ibnu Hibban 113: Aku mendengar Abu Khalifah berkata: Aku mendengar Abdurrahman bin Bakar bin Ai-Rabi’ bin Muslim berkata: Aku mendengar Ar-Rabi’ bin Muslim berkata Aku mendengar Muhammad berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melewati sekelompok sahabatnya tengah tertawa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda; "Andai kalian mengetahui apa yang aku ketahui tentu kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." Jibril kemudian mendatanginya seraya berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman kepadamu; 'Kenapa engkau membuat hamba- hamba-Ku berputus asa’. Abu Hurairah bertutur, “Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kabili menghampiri mereka dan bersabda,' Bertindaklah secara lurus, mendekatlah (pada kebenaran) dan bergembiralah’.” [3:66] Abu Hatim berkata: “Berlakulah lurus,” yang dimaksud adalah jadilah orang-orang yang berlaku lurus dengan tetap meneladani cara dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Dan mendekatilah,” maksudnya adalah jangan membebani sesuatu pun yang tidak mampu dikerjakan oleh diri, dan bergembiralah sebab kalian akan mendapatkan surga jika kalian tetap meneladani caraku dalam bertindak lurus dan jika kalian tidak terlalu membebani diri dalam beramal. Shahih Ibnu Hibban 114: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abdul A'la menceritakan kepada kami, Wahab bin Jarir menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Yahya bin Ayyub berkata dari Yazid bin Abu Hubaib dan Abdurrahman bin Syumamah (atau Syimamah) dari Zaid bin Tsabit, dia berkata: Kami pemah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyusun Al Qur'an dari lembaran-lembaran kertas.” [1:4] Shahih Ibnu Hibban 115: Hasan bm Sufyan mengabarkan kepada kami, Hibban menceritakan kapada kami, Abdullah mengabarkan kepada kami dari Musa bin Ali bin Rabbah, dia berkata: Aku mendengar ayahku berkata, “Aku mendengar Uqbah bin Amir Al Juhani berkata, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dan kami berada di sekeliling masjid. Lalu beliau bersabda; 'Siapa di antara kalian yang ingin mengunjungi Buthan atau Aqiq maka setiap hari akan mendapatkan dua unta berpunuk tinggi dan berwarna putih cemerlang, kedua unta tersebut didapatkan bukan dari (hasil) dosa dan memutus tali silaturrahim'" Mereka berkata, “Kami semua menginginkannya.”. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.“Sungguh, seseorang dt antara kalian yang pergi ke masjid dan mempelajari dua ayat dari Al Qur 'an lebih baik dari dua unta, tiga (ayat) lebih baik dari tiga (unta), empat (ayat) lebih baik dari beberapa unta sejumlah itu.” [1:2] Abu Hatim berkata : Terdapat kalimat yang tersimpan dalam khabar ini, yaitu “Andai disedekahlan “ dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam “Dan mempelajari dua ayat dari Al-Qur’an lebih baik dari dua unta, tiga (ayat) lebih baik dari tiga (unta), andai disedekahkan,” sebab mempelajari dua ayat Al-Qur’an nilainya lebih baik dari dua unta, tiga unta dan seterusnya jika disedekahkan sebab tidak mungkin pahala orang yang mempelajari dua ayat dari Al Qur’an disamakan dengan orang yang mendapatkan bagian dari dunia. Atas penjelasan inilah dapat diketahui kebenaran khabar yang saya sebutkan di atas. Shahih Ibnu Hibban 116: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahy mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muslim bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Ali Al bin Al Mubarak menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abu Katsir, dari Zaid bin Sallam dari kakeknya, dari Abu Umamah , dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda , “Pelajarilah Al Qur’an karena sesungguhnya ia datang pada hari kiamat untuk memberi syafaat bagi yang mempelajarinya dan tetapilah dua hal yang berkilau : Al Baqarah dan Aali ‘Imran karena sesungguhnya keduanya akan datang pada hari kiamat, kedua-duanya seolah-olah dua awan atau dua penutup atau dua golongan dari burung yang membela pemiliknya, tetapilah surah Al Baqarah karena mendapatkannya adalah berkah, meninggalkannya adalah kerugian dan tidak mampu (ditandingi oleh) para penyihir.” [ 1:80] Shahih Ibnu Hibban 117: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami,dia berkata : Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia b«kata: Jarir bin Abdul Hamid menceritakan kepada kami dari Mis'ar bin Kidam, dari Amru bin Murrah dari Abdullah bin Ash-Shamit dari Hudzaifah, dia berkata: Aku bertanya “Wahai Rasulullah apakah setelah kebaikan di mana kita berada ini ada keburukan yang kita waspadai?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Hai Hudzaifah! Berpegang teguhlah pada kitab Allah dan pelajarilah serta ikutilah yang terbaik bagimu.” [3:65] Shahih Ibnu Hibban 118: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Raja’ Al Ghudani menceritakan kepada kami, Syu’bah mengabarkan kepada kami dari Alqamah bin Martsad dari Sa’ad bin Ubaidah dari Abu Abdurrahman As-Sulami dari Utsman, dia beikata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Yang terbaik dari kalian adalah yang belajar Al Qur'an dan mengajarkannya.” Abu Abdurrahman berkata, “Inilah yang membuatku duduk di tempat ini” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 119: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Zaid bin Hubab menceritakan kepada kami dari Musa bin Ulai, dia berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Aku mendengar Uqbah bin Amir berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Belajarlah Al Qur'an dan hafalkan, demi Dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, sungguh Al Qur'an lebih mudah terlepas melebihi unta dalam ikatannya.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 120: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Al- Laits menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Mulaikah dari Ubaidillah bin Abu Nahik dari Sa’ad bin Abi Waqqash, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Our'an.” [2:61] Abu Hatim berkata: Makna perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Tidak termasuk gotongan kami” di dalam hadits-hadits ini. Beliau maksudkan, adalah “Bukan orang yang seperti kami dalam melaksanakan perbuatan ini karena kami tidak melakukannya. Jadi, siapa yang melakukannya, maka dia bukan seperti kami.” Shahih Ibnu Hibban 121: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, Abbas bin Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Auf, berkata: Aku mendengar Qasamah, yaitu Ibnu Zuhair, menceritakan dari Abu Musa, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Perumpamaan orang yang diberikan Al Qur'an dan keimanan itu laksana buah citrun (sejenis limau); enak rasanya dan wangi baunya. Perumpamaan orang yang tidak diberikan Al Qur'an dan tidak diberikan keimanan adalah seperti Hanzhalah (sejenis labu); pahit rasanya dan tidak ada baunya. Perumpamaan orang yang diberikan keimanan dan tidak diberikan Al Qur'an itu seperti kurma; manis rasanya, tetapi tidak ada baunya. Dan perumpamaan orang yang diberikan Al Qur'an dan tidak diberikan keimanan adalah seperti Raihanah (kemangi); pahit rasanya, tetapi harum baunya.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 122: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami, dari Abdul Hamid bin Ja’far, dari Sa’id bin Abu Sa’id Al Maqburi, dari Abu Syuraih AJ Khuza’i, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar mendatangi kami, lalu bersabda, “Bergembiralah kalian, bergembiralah kalian. Bukankah kalian bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa aku Utusan Allah? Mereka menjawab, “Benar. Beliau berkata, "Sesungguhnya Al Qur'an ini adalah 'sebab’, ujungnya di 'tangan* Allah dan ujungnya yang lain di tangan kalian. Maka berpeganglah kuat-kuat, kalian tidak akan tersesat dan tidak akan binasa setelahnya, selama-lamanya. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 123: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Affan menceritakan kepada k»mi, Hasan bm Ibrahim menceritakan kepada kami dari Sa’id bin Masruq dari Yazid bin Hayyan, dari Zaid bin Arqam, dia berkata: Kami pernah mengunjunginya (Ali) dan kami berkata kepadanya, “Engkau telah melihat kebaikan, engkau telah berteman dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan engkau pun shalat di belakang beliau.” Ali bin Abi Thalib menjawab, “Ya, dan sesungguhnya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkhutbah seraya bersabda; 'Sesungguhnya aku meninggalkan kitab Allah kepada kalian, itulah tali Allah, Siapa yang mengikutinya ia berada di atas petunjuk dan Siapa yang meninggalkannya maka ia berada di atas kesesalan.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 124: Husain bin Muhammad bin Abu Ma’syar mengabarkan kepada kami di Harran, Muhammad bin Al Ala‘ bin Kuraib menceritakan kepada kami, Abdullah bin AJ Ajlah menceritakan kepada kami dari Al A’masy, daii Abu Sufyan, dan Jabir, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Al Qur’an itu pemberi syafa’at dan pembela yang dipercaya. Siapa yang menjadikannya sebagai pemimpin maka ia akan menuntunnya ke surga, dan Siapa yang meletakkan di balik punggungnya maka ia akan menuntunnya ke neraka.” [1:2] Abu Hatim berkata, “Tekstual khabar ini bagi yang tidak memiliki pengetahuan tentangnya akan dipahami secara keliru karena dikira bahwa Al Qur'an itu dijadikan dan dipelihara, padahal tidak demikian. Tekstual khabar ini sebagaimana yang kami sebutkan dalam berbagai kitab kami, orang-orang Arah dalam bahasanya biasa menyebut nama sesuatu dengan sebabnya dan juga menyebut nama sebab dengan sesuatu. Manakala mengamalkan Al Qur'an dapat menuntun ke surga maka nama hal itu adalah mengamalkan Al Qur'an disebut dengan sebabnya yaitu Al Qur'an, bukan Al Qur'an itu makhluk." Shahih Ibnu Hibban 125: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, Ibnu Abi Umar Al Adani menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri dan Saltm dari ayahnya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ''Tidak boleh hasad kecuali dalam dua (hal); orang yang diberi Al Qur’an oleh Allah, lalu dia mengamalkannya di malam dan di siang hari, orang yang diberi harta oleh Allah, lalu dia menginfakkannya siang dan malam." [1:2] Shahih Ibnu Hibban 126: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, Salim bin Abdullah mengabarkan kepada kami dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, boleh hasad kecuali atas dua (hal); orang yang diberi kitab ini oleh Allah, lalu dia mengamalkannya di malam dan di siang hari, orang yang diberi harta oleh Allah, lalu dia menginfakkannya siang dan malam [1:2] Shahih Ibnu Hibban 127: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia beikata: Abdusshamad bin Abdul Warits menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar ayahku beikata, “Husain Al Mu’allim menceritakan kepada kami sesungguhnya Yahya bin Abu Katsir berkata kepadanya dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Atha' bin Yasar dari Zaid bin Khalid Al Juhani bahwa ia pernah bertanya kepada Utsman bin Aflan tentang seseorang yang berhubungan badan tapi tidak mengeluarkan air mani. Lalu Utsman menjawab, ‘Tidak wajib apa pun.* Selanjutnya Utsman bin Affan berkata, * Aku mendengarnya dari Rasulullah S AW. ’ Zaid bin Khalid Al Juhany berkata, ‘Kemudian aku bertanya kepada Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Ubai bin Ka’ab setelah itu. Mereka juga memberikan jawaban yang sama. Abu Salamah berkata, “Urwah bin Zubair menceritakan kepadaku bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshari, ia memberi jawaban yang sama bersumber dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.” [3:57] Shahih Ibnu Hibban 128: Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan mengabarkan kepada kami, Musa bin Marwan Ar-Raqi menceritakan kepada kami, Mubassyir bin Isma’il menceritakan kepada kami dari Al Auza’i, dari Az- Zuhri, dari Humaid bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda; “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi" [3:35] Shahih Ibnu Hibban 129: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Isma’il Al Bukhari menceritakan kepada kami, Yahya bin Bukair menceritakan kepada kami, AJ-Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa’ id, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah dan kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi.” [3:35] Abu Hatim berkata: Sabda Rasulullah S AW, “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah," maksudnya adalah fitrah yang telah diciptakan Allah SWT saat dikeluarkan dari tulang rusuk Adam berdasarkan firman Allah SWT; “Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada ciptaan Allah."(Qs. Ar-Ruum [30]: 30) Tidak ada perubahan pada ciptaan di mana dengan ciptaan itulah manusia diciptakan, diciptaan untuk surga atau neraka pada saat dikeluarkan dari tulang rusuk Adam, Allah SWT berfirman; “ Mereka itu untuk surga dan mereka itu untuk neraka." Bukankah anak yang dibunuh oleh Khidhir sebagaimana sabda Rasulullah S AW, “ Diciptakan sebagai orang kafir pada saat diciptakan. ” Padahal anak tersebut berada dilingkungan kedua orang tua mukmin. Allah SWT memberitahukan hal itu kepada hamba-Nya, Khidhir, tapi tidak diberitahukan kepada Musa AS sebagaimana yang telah kami sebutkan di berbagai tempat dalam kitab-kitab kami. Shahih Ibnu Hibban 130: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Abdunazzaq mengabarkan kepada kami, Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah dan kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi. Nasrani dan Majusi sebagaimana kalian menghasilkan unta kalian, apakah kalian merasa ada yang hidungnya terpotong ? “ Kemudian Abu Hurairah berkata, “Bacalah jika kalian mau, ‘Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu, tidak ada perubahan pada ciptaan Allah ‘.” (Qs. Ar-Ruum [30]: 30) [3:35] Abu Hatim berkata: Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Dan kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusise bagaimana yang kami sebutkan di berbagai kitab kami, orang-orang Arab biasa menyandarkan suatu perbuatan kepada orang yang memerintah dan juga kepada orang yang mengerjakan perbuatan tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyandarkan nama perbuatan menjadikan anak sebagai orang Yahudi, Nasrani dan Majusi pada orang yang memerintah anaknya dengan sesuatu dengan kata kerja, bukan karena orang-orang musyrik sebagai pihak yang menjadikan anak-anak mereka sebagai orang yahudi, nasrani atau pun majusi tanpa takdir Allah SWT pada ilmu-Nya yang terdahulu tentang hamba-hamba-Nya sebagaimana yang telah sering kami singgung diberbagai tempat dalam kitab-kitab kami. Hal ini seperti perkataan Ibnu Umar, “Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencukur rambut beliau ketika hajji.” Maksudnya tukang cukurlah yang melakukan hal itu bukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri. Sama seperti sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sejak salah satu dari kalian keluar rumah menuju shalat maka kedua langkahnya, salah satunya menghapus kesalahan dan lainnya mengangkat derajat,” maksudnya Allah SWT yang memerintahkan hal itu, bukan karena langkah itu sendiri yang bisa menghapus kesalahan dan meningkatkan derajat. Hal ini seperti perkataan orang-orang, “Pemimpin mencambuk si fulan seribu kali,” maksudnya si pemimpin yang memerintahkan hal itu, bukan dia sendiri yang melakukannya. Shahih Ibnu Hibban 131: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab bahwa Atha‘ bin Yazid memberitahunya bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang anak-anak orang musyrik. Lalu beliau menjawab, ‘Allah paling mengetahui apa yang mereka kerjakan’.” [3:35] Shahih Ibnu Hibban 132: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Ibrahim menceritakan kepada kami, As-Sary bin Yahya Abu Al Haitsam-dan dia adalah orang yang cerdas-menceritakan kepada kami, Hasan menceritakan kepada kami dari Al Aswad bin Sari’, penyair dan orang yang pertama kali menceritakan kisah di masjid ini, berkata, “Mereka berperang hingga membunuh anak-anak, berita itu sampai pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda, 'Bukankah anak-anak kaum musyrik adalah yang terbaik dari kalian, tidaklah seorang anak itu melainkan dilahirkan dalam keadaan fitrah hingga ia berbicara, dan kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi [3: 35] Abu Hatim berkata: Dalam riwayat Al Aswad bin Sari’ ini disebutkan; “Tidaklah seeorang anak lahir melainkan lahir dalam keadaan fitrah Islam.” maksudnya adalah fitrah yang diyakini oleh orang-orang Islam yang kami sebutkan sebelumnya pada saat dikeluarkan dalam tulang rusuk Adam AS dan orang pun mengikrarkan bahwa fitrah tersebut berasal dari Islam. Penisbatan fitrah kepada Islam dari segi keyakinan adalah atas dasar persandingan (mujawarah). Shahih Ibnu Hibban 133: Umar bin Sa’id Ath-Tha’i di Manbih mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar Az-Zuhri mengabarkan kepada kami dari Malik dari Abu Az-Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah S AW bersabda, “Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah dan kedua orang tuanya menjadikannya Yahudi dan Nasrani sebagaimana unta (muda) dikawinkan dengan unta tua renta apakah kalian merasa ada hidung (unta tersebut) terpotong?' Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah! bagaimana dengan anak kecil yang meninggal dunia?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Allah mengetahui apa yang mereka lalukan." [3:35] Shahih Ibnu Hibban 134: Aku mendengar Abu Khalifah berkata: Aku mendengar Abdurrahman bin Bakar bin Ar-Rabi’ bin Muslim berkata: Aku mendengar Ar-Rabi’ bin Muslim berkata: Aku mendengar Muhammad bin Ziyad berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Abu Qasim shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Rabb kita heran terhadap kaum-kaum yang dituntun ke surga dengan rantai-rantai” [3:35] Abu Hatim berkata: Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.; “Rabb kita heran,” adalah termasuk kata-kata khusus yang tidak dipersiapkan untuk diketahui oleh pendengar dan hanya diketahui oleh mereka yang biasa memakai kata-kata seperti ini. Yang dimaksudkan dalam khabar ini tawanan kaum muslimin yang ditawan dari kawasan orang musyrik, mereka diikat dengan rantai dibawa ke negeri Islam agar mereka masuk Islam dan masuk surga. Makna inilah yang dimaksudkan oleh sabda Rasulullah kaum yang tertera dalam khabar Al Aswid bin Sari, "Bukankah anak-anak kaum musyrik adalah yang terbaik dari kalian” Kata-kata disebutkan tanpa menyebut “Di antara” karena yang dimaksud adalah “Di antara yang terbaik dari kalian. Shahih Ibnu Hibban 135: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik dari Nafi’, dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang perempuan terbunuh dalam sebagian peperangannya. Lalu beliau mengecam hal itu dan melarang membunuh perempuan dan anak-anak.” [3:35] Shahih Ibnu Hibban 136: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami , Abdul Jabbar bin Al Ala’ menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Kami mendengarnya dari Az-Zuhri berulangkali dari Ubaidillah bin Abdullah dari Ibnu Abbas, dia berkata: As-Sha’ab bin Jutsamah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewatiku ketika aku berada di Abwa’ atau di Waddan. Lalu aku menghadiahi beliau daging keledai liar. Namun beliau mengembalikannya kepadaku. Ketika beliau melihat kekecewaan di wajahku, beliau bersabda, “Bukannya menolak, tapi kami sedang berihram.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang kawasan kaum musyrik yang diserang hingga mengenai wanita dan anak-anak mereka, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “ (wanita dan anak-anak) termasuk bagian dari mereka (kaum musyrik)” Ibnu Abbas berkata, “Aku mendengar beliau bersabda, ‘Tidak ada zona khusus kecuali milik Allah dan rasul-Nya ’.” [3:35] Shahih Ibnu Hibban 137: Ja'far bin Sinan AJ Qaththan di Wasith mengabarkan kepada kami, Al Abbas bin Muhammad bin Hatim menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ubaid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amru menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah dari Ibnu Abbas dari Ash-Sha'ab bin Jatstsamah, dia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Tidak ada zona khsusus kecuali milik Allah dan rasul- Nya”. Dan aku bertanya kepada beliau tentang anak-anak orang musyrik, “Apakah kita membunuh mereka (anak-anak) bersama mereka (orang-orang musyrik)?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab; “Ya, karena mereka termasuk bagian dari mereka” Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam melarang membunuh mereka (anak- anak kaum musyrik) pada peristiwa Hunain.” [3:35] Shahih Ibnu Hibban 138: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Jarir bin Abdul Hamid menceritakan kepada kami dari Al Ala‘ bin Al Musayyab dari Fudhail bin Amru dari Aisyah binti Thalhah dari Aisyah, Ummul Mukminin, dia berkata: Ada anak kecil meninggal dunia. Lalu aku berkata, 'Beruntunglah dia, salah satu burung pipit surga’.” Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apakah kau tidak tahu bahwa Allah menciptakan surga dan menciptakan neraka, Allah menciptakan (surga) untuk penghuninya dan (neraka) untuk penghuninya.” [3:35] Abu Hatim berkata, “Dengan sabdanya itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bermaksud untuk tidak memberikan pengakuan kesucian pada seseorang yang meninggal dunia dalam keadaan muslim dan agar tidak memastikan surga untuk seseorang meski dikenal melakukan berbagai ketaatan dan meninggalkan berbagai larangan dengan tujuan agar semua orang lebih giat melakukan kebaikan dan lebih takut kepada Rabb, bukan karena anak kecil muslim dikhawatirkan akan masuk neraka. Ini adalah masalah yang panjang lebar yang telah kami sebutkan dalam babnya masing-masing. Langkah kompromisasi antara khabar-khabar tersebut yang terdapat dalam kitab Fushul As-Sunan akan kami sebutkan, insya Allah, setelah penulisan kitab ini, dalam kitab yang berjudul Al Jam ’ Baina Al Akhbar wa Nafy At-Tadhadh ‘an Al Atsar, jika memang Allah SWT memudahkan dan menghendakinya. Shahih Ibnu Hibban 139: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Minhal Ad-Dharir menceritakan kepada kami, “Ia berkata, Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Rauh bin Al Qasim menceritakan kepada kami dari Al Ala' bin Abdurrahman dari ayahnya dari Abu Hurairah, dia berkata: Ketika ayat ini turun kepada Nabi S AW, “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Qs. Al-Baqarah [2]: 284) para sahabat mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berlutut seraya berkata, “Kami tidak kuat, kami tidak mampu, kami dibebani amalan yang tidak kuat dan tidak mampu kami tanggung." Kemudian Allah SWT menurunkan ayat, “Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Rabbnya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat- malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya,” dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta'at” (Mereka berdoa), “Ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Qs. Al Baqarah [2]: 285) kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian berkata seperti ahli kitab sebelum kalian, Kami mendengar dan kami mendurhakai tapi katakanlah, Kami mendengar dan kami taat, ampunilah kami ya Rabb kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” Kemudian Allah SWT menurunkan ayat, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Ya. 'Ya Rabb kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Ya. 'Ya Rabb kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kamu Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir (Qs. Al Baqarah [2]:286) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ya,” [3:64] Shahih Ibnu Hibban 140: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il mengabarkan kepada kami di Bust, dia berkata: Hasan bin Ali Al Hulwani menceritakan kepada kami, dia berkata: Wahab bin Jarir menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Abu Bisyr dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah SWT, “Tidak ada paksaan dalam agama,” (Qs. Al Baqarah [2]: 256). Ia berkata: Ada seorang wanita yang semua anaknya meninggal dunia ketika lahir dan ia bersumpah jika ada anaknya yang hidup akan dijadikan Yahudi. Ketika Bani Nadhir diusir, ternyata di antara mereka terdapat anak-anak orang Anshar, orang-orang Anshar berkata, ‘Wahai Rasulullah! anak-anak kami’. Kemudian Allah SWT menurunkan ayat ini, “Tidak, ada paksaan dalam agama" Sa’id bin Jubair berkata, “Siapa pun yang ingin bersama mereka dipersilahkan dan siapa pun yang ingin masuk Islam dipersilahkan.” [3:64] Shahih Ibnu Hibban 141: Umar bin Sa’id bin Sinan At-Tha‘i di Munbij mengabarkan kepada kami, dia beikata: Sa’id bin Hafsh An-Nufaili menceritakan kepada kami, dia berkata: Kami membaca di hadapan Ma’qil bin Ubaidillah dari Az-Zuhri dan Urwah dari Aisyah, ia memberitahu Urwah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar pada suatu malam di bulan Ramadhan, kemudian beliau shalat di masjid, kemudian beberapa orang mengikuti shalat beliau di belakang beliau. Di pagi hari, orang-orang membicarakan hal itu kemudian kebanyakan dari mereka pun berkumpul. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar lagi dan mereka pun shalat seperti shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di pagi harinya, orang-orang membicarakan hal itu hingga ahli masjid pun berkumpul pada malam ketiga. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun keluar dan mereka pun shalat seperti shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam keempat, masjid tidak bisa menampung jumlah jamaah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak keluar hingga shalat fajar (tiba). Usai shalat fajar, beliau menghadap ke arah jamaah dan membaca syahadat lalu bersabda; “Amma ba'du, aku mengetahui apa yang kalian lakukan, hanya saja aku khawatir diwajibkan atas kalian sehingga kalian tidak mampu" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan mereka untuk qiyam (shalat tarawih/ malam) Ramadhan tanpa memerintah, beliau bersabda; "Siapa yang berdiri (untuk shalat malam dibulan) ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, maka dosanya yang telah lalu diampuni.” Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dan keadaan tetap seperti itu. Keadaan juga tetap seperti itu di masa khilafah Abu Bakar RA dan permulaan masa khalifah Umar RA.” [1:5] Shahih Ibnu Hibban 142: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Syaiban bin Farrukh menceritakan kepada kami. Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Hammad dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pena diangkat dari tiga (golongan); dari orang yang tidur hingga bangun. dari anak kecil hingga baligh dan dari orang gila hingga sembuh” [3:18] Shahih Ibnu Hibban 143: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Yunus bin Abdul A’Ia menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Jarir bin Hazim menceritakan kepadaku dari Sulaiman bin Mahran dari Abu Dzabyan, dari Anas, dia berkata: Ali bin Abi Thalib berpapasan dengan seorang wanita gila Bani Fulan yang telah berzina, Umar memerintahkan agar dirajam kemudian Ali menolaknya dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, apakah wanita ini dirajam?” Umar menjawab, “Ya,” Ali berkata, “Apakah engkau tidak ingat bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, 'Pena itu diangkat dari tiga (gotongan ); dari orang gila yang hilang akalnya, dari orang yang tidur hingga bangun dan dari anak kecil hingga baligh?” Umar berkata, “Engkau benar.” Maka dia pun melepaskannya.” [3:18] Shahih Ibnu Hibban 144: Umar btn Muhammad Al Hamdani mengabaikan kepada kami, Abdul Jabbar bin Al Ala’ menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar dari Ibrahim bin Uqbah, dia berkata: Aku mendengar Kuraib memberi tahu dari Ibnu Abbas bahwa Siapa kalian? " mereka menjawab, “Orang-orang muslim, lalu siapa Anda?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab; “Utusan Allah shallallahu 'alaihi wa sallam." Salah seorang wanita di antara mereka terkejut kemudian ia mengangkat anak kecilnya dari tandu dan mengambilnya dengan kedua tangannya kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah! apakah (anak) ini mendapatkan (pahala) haji?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab; "Ya, dan engkau juga mendapatkan pahala.” [3:18] Ibrahim berkata, “Aku pun meriwayatkan hadits ini kepada Ibnu Al Munkadir. Kemudian ia pergi berhaji bersama seluruh keluarganya.”Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kembali dari Mekkah. Ketika sampai di Rauha, sekelompok kafilah menghadap beliau, beliau mengucapkan salam kepada mereka, beliau bertanya,“ Shahih Ibnu Hibban 145: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Bisyr menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Amru menceritakan kepada kami dan Abu SaJamah dari Abu Hurairah, dia berkata: Seseorang berkata, "Wahai Rasulullah! Di dalam hati kami terdapat beberapa hal yang tidak suka kami bicarakan dan sesungguhnya kami mendapatkan apa yang disinari matahari (bumi).” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya;“Terdapat dalam hati kalian ?" mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Itulah keimanan yang jelas?” (3:65) Shahih Ibnu Hibban 146: Abu Arubah mengabarkan kepada kami di Harran, dia berkata: Muhammad bin Bassyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Ady menceritakan kepada kami dari Syu’bah dari Ashim bin Bahdalah, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah bahwa mereka berkata, “Wahai Rasulullah! sesungguhnya kami merasakan sesuatu di hati kami yang seandainya seseorang dari kami menjadi sebatang arang tentu lebih ia sukai dari pada membicarakannya.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Itulah keimanan yang murni” [3:65] Abu Hatim berkata, “Apabila terdapat sesuatu di hati seorang muslim atau terlintas sesuatu yang tidak halal diucapkan seperti bagaimananya Allah SWT atau sepertinya kemudian hal itu ditangkal dengan keimanan yang benar serta bertekad untuk tidak mengulangi lagi, maka penangkalan tersebut bersumber dari iman bahkan dari keimanan murni, bukan pikiran-pikiran seperti itu yang berasal dari keimanan." Shahih Ibnu Hibban 147: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim pemimpin Bani Tsaqif mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir menceritakan kepada kami dari Manshur dari Dzarr dari Abdullah bin Syaddad, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Seseorang mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah! sesungguhnya seseorang dari kami merasakan sesuatu di benaknya yang sungguh jika ia menjadi sebatang arang lebih dia sukai dari pada membicarakannya.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Allahu akbar! Segala puji bagi Allah yang mengubah perintahnya menjadi bisikan." [4:30] Shahih Ibnu Hibban 148: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad mengabarkan kepada kami, dia berkata: Khalid menceritakan kepada kami dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: “Mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah! salah seorang dari kami sungguh berbicara dalam hatinya dengan sesuatu yang terasa besar bagi kami untuk membicarakannya’. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah kalian telah merasakannya? Itulah keimanan yang jelas ’.” [3:65] Shahih Ibnu Hibban 149: Muhammad bin Abdurrahman Ad-Daghuli mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Ibrahim bin Al Mundzir An-Naisabury dan Iddah mengabarkan kepada kami di Mekkah, mereka berkata: Muhammad bin Abdul Wahhab Al Farra‘ menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku pernah mendengar Ali bin Atstsam berkata: Aku pernah mendatangi Su’air bin Al Khimsh untuk bertanya hadits tentang was-was. Namun ia tidak mengabarkan kepadaku. Maka aku pun berlalu seraya menangis. Kemudian ia mendekatiku dan berkata, ‘Kemarilah! ’ Mughirah menceritakan kepada kami dari Ibrahim dari Alqamah, dari Abdullah, dia berkata: Kami pemah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang seseorang yang di hatinya terlintas sesuatu yang seandainya ia jatuh dari langit dan dipatok burung, tentu lebih baik baginya dari pada membicarakannya.” Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Itulah keimanan yang jelas.” [ 3:65] Shahih Ibnu Hibban 150: Al Abbas bin Ahmad bin Hassan As-Sami mengabarkan kepada kami di Bashrah, Katsir bin Ubaid Al Mudzhiji menceritakan kepada kami, Marwan bin Mu’awiyah menceritakan kepada kami, Hisyam bin Urwah menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Syetan tidak akan berdiam diri untuk mendatangi kalian dan berbisik, ‘Siapa yang menciptakan langit dan bumi?’ Ia menjawab, ‘Allah.’ Syetan bertanya, ‘Siapa yang menciptakanmu?’ Ia menjawab, ‘Allah.’ Syetan bertanya, ‘Siapa yang menciptakan Allah?' Jika seseorang dari kalian merasakan yang demikian, maka hendaklah dia berkata, ‘Aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya’.” [1:95] Shahih Ibnu Hibban 151: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabaikan kepada kami, Hafsh bin Umar Al Haudhi menceritakan kepada kami, Muharrar bin Qa’nab Al Bahili menceritakan kepada kami, Riyah bin Ubaidah menceritakan kepada kami dari Dzakwan As-Siman dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengutusku. Beliau bersabda; “Serukanlah pada orang-orang, siapa yang mengucapkan ' tiada tuhan selan Allah ’ maka ia masuk surga." Kemudian Jabir bin Abdullah keluar dan bertemu dengan Umar di jalan. Lantas Umar berkata, “Hendak kemana engkau?” Aku (Jabir bin Abdullah) berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutusku untuk ini dan ini.” Umar berkata, “Kembalilah.” Tapi aku tidak mau. Maka ia pun memukul dadaku hingga terasa sakit, Aku pun terpaksa kembali. Ia (Umar) berkata, “Wahai Rasulullah! Apakah engkau utus dia ini untuk begini dan begitu?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. menjawab; “Ya* Ia berkata, “Wahai Rasulullah! sesungguhnya orang-orang telah tamak dan takut.” Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Duduklah” [3:36] Shahih Ibnu Hibban 152: Husun bin Idris A! Anshari mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Yahya bin Abu Umar Al 'Adani menceritakan kepada kami, Sufyan dan Ad-Darawardi menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Abu Murawih Al Ghifari, dari Abu Dzanr, dia beikata: Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah? Amalan apa yang paling utama?* Beliau menjawab; “Iman kepada Allah dan jihad di jalan-Nya.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 153: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah Al-Lakhmi mengabaikan kepada kami di Asqalan, Ibnu Abi As-Sarri menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah, dia berkata: Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah! Amalan apa yang paling utama?** Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Iman kepada Allah.” la bertanya (lagi), “Lalu apa (lagi)?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Kemudian Jihad dijalan Allah” la bertanya (lagi), ‘Lalu apa (lagi)?’ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab; “Kemudian haji mabrur.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 154: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Isa bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dari Sa’id Al Maqburi, dari Syarik bin Abdillah bin Abi Namir, bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata: Ketika kami sedang duduk di dalam masjid, masuklah seorang laki-laki dengan mengendarai unta ke areal masjid. Ia pun mendudukkan untanya, lalu menambatkannya di sana. Kemudian ia bertanya kepada mereka, “Siapa di antara kalian yang bernama Muhammad?” Saat itu, Rasulullah S AW sendiri sedang duduk bersandar di tengah-tengah para sahabatnya. Kami pun menjawab, “Laki-laki berkulit putih yang sedang bersandar di tengah-tengah para sahabatnya itu,” Kemudian laki-laki itu berkata kepada Beliau, “Wahai Anak (keturunan) Abdul Muthalib!” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Ya, aku sudah mendengarmu!” Laki-laki itu berkata, “Wahai Muhammad, aku ingin bertanya kepadamu, dan memberatkan dirimu dalam bertanya. Oleh karena itu, janganlah engkau merasa kesal terhadapku.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tanyalah apa yang ingin kamu tanyakan.” Laki-laki itu berkata, “Aku bersumpah kepadamu atas nama Tuhanmu dan Tuhan manusia sebelummu. Apakah Allah mengutusmu kepada seluruh umat manusia?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Ya Allah, itu benar'' Laki-laki itu bertanya kembali, “Aku bersumpah di hadapanmu atas nama Allah. Apakah Allah memerintahkanmu agar kami melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Ya Allah, itu benar." Laki-laki itu bertanya, “Aku bersumpah di hadapanmu atas nama Allah. Apakah Allah memerintahkanmu agar kami melaksanakan puasa bulan ini (Ramadhan) setiap tahunnya?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Ya Allah, itu benar” Laki-laki itu bertanya, “Aku bersumpah di hadapanmu atas nama Allah. Apakah Allah memerintahkanmu agar mengambil sedekah dari orang-orang kaya di antara kami, lalu engkau membagikannya kepada orang-orang miskin di antara kami?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. menjawab; “Ya Allah, itu benar Laki-laki itu berkata, “Aku beriman kepada ajaran-ajaran yang engkau bawa. Aku utusan kaumku yang ada di belakangku. Aku adalah Dhimam bin Tsa'labah, saudara Bani Sa’ad bin Bakar ” [3:65] Shahih Ibnu Hibban 155: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Khaththab Al Baladi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Malik bin Ibrahim Al Juddi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sulaiman bin Al Mughirah menceritakan kepada kami, dia berkata: Tsabit Al Bunnani menceritakan kepada kami, dari Anas bin Malik, dia berkata: Kami dilarang untuk bertanya kepada Rasulullah tentang sesuatu. Maka kami sangat senang, ada seseorang dari desa pedalaman datang kepada Rasulullah. Lalu dia bertanya kepada Beliau, sedang kami mendengarkannya. Suatu ketika, seorang laki-laki dari mereka datang kepada Beliau dan bertanya, “Wahai Muhammad, kami kedatangan utusanmu. Ia meyakini pengakuanmu bahwa Allah telah mengangkatmu sebagai Rasul?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Dia benar.” Dia bertanya, “Siapakah yang menciptakan langit?” Beliau menjawab : " Allah.” Dia bertanya, “Lalu siapa yang menciptakan bumi?” Beliau menjawab, “Allah.” Dia bertanya, “Siapa yang telah menegakkan gunung-gunung Beliau menjawab; “ Allah.” Dia bertanya, “Siapa yang telab menciptakan manfaat-manfaat ini padanya?” Beliau meryawab, “Allah” Dia bertanya, “Demi Dzat yang telah menciptakan langit, bumi, dan gunung-gunung, berikut manfaat-manfaat yang ada padanya, apakah Allah yang telah mengutusmu?” Beliau menjawab ,“Benar" Dia berkata, “Utusanmu mengatakan bahwa kami harus melaksanakan shalat lima waktu dalam sehari semalam.” Beliau menjawab, “benar.” Dia bertanya, “Demi Dzat yang telah mengutusmu! Apakah Allah yang telah memerintahkanmu untuk itu?” Beliau menjawab, “Benar.” Dia berkata, “Utusanmu mengatakan bahwa kami harus berpuasa sebulan penuh dalam satu tahun.” Beliau menjawab, “ Dia benar.” Laki-laki itu bertanya, “Demi Dzat yang telah mengutusmu! Apakah Allah yang memerintahkan engkau untuk itu?” Beliau menjawab, “Benar.” Dia berkata, “Utusanmu mengatakan bahwa kami harus melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi siapa yang mampu.” Beliau menjawab, “Dia benar” Dia bertanya, “Dani Dzat yang telah mengutusmu! Apakah Allah yang memerintahkan engkau untuk itu?” Beliau menjawab, “Benar” Dia berkata, “Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa agama yang benar. Aku tidak akan menambahkan lagi terhadap ajaran-ajaran tersebut dan tidak akan sedikit pun menguranginya.” Setelah laki-laki itu beranjak pergi, Beliau bersabda; “ Sungguh jika dia benar, maka ia akan masuk surga.” [1:3] Abu Hatim Berkata, “Jenis ibadah ini adalah seperti berwudhu, tayammum, mandi junub, shalat lima waktu, fardhu, dan ibadah-ibadah lain yang hukumnya wajib bagi manusia yang termasuk dalam khithab (seruan Allah dan titah Rasul-Nya) pada sebagian waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan, bukan pada seluruh waktu.” Shahih Ibnu Hibban 156: Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Umayyah bin Bistham menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Rauh bin Al Qasim menceritakan kepada kami, dari Isma’il bin Umayah, dari Yahya bin Abdullah bin Shaifi, dari Abu Ma’bad, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika mengutus Mu’adz ke Yaman, Beliau bersabda; “ Sungguh kamu akan mendatangi suatu kaum dari kalangan Ahlu Kitab. Maka hendaklah yang pertama kali kamu serukan kepada mereka adalah menyembah Allah. Jika Jika mereka telah mengenal Allah, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah melaksanakan shalat lima waktu, maka beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat kepada mereka yang diambil dari (sebagian) harta benda mereka untuk diberikan kepada kaum fakir miskin di antara mereka. Apabila mereka mematuhi, maka ambillah (harta-harta zakat) dari mereka dan jauhilah harta-harta terhormat milik orang-orang." [1:4] Abu Hatim berkata, “Jenis ibadah di dalam hadits ini adalah semisal haji, zakat, dan kefardhuan-kefardhuan lainnya yang telah diwajibkan kepada sebagian orang-orang berakal yang telah mencapai usia dewasa pada waktu-waktu yang telah ditetapkan, bukan pada seluruh waktu.” Shahih Ibnu Hibban 157: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abu Bakar Al Muqaddami menceritakan kepada kami: dia berkata, Abbad bin Abbad menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Jamrah menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rombongan utusan dari suku Abdul Qais datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka berkata, “Wahai Rasulullah! sungguh kami ini (dari Rabi’ah) bertempat tinggal di kampung Rabi’ah. Antara kami dengan engkau terhalang oleh orang-orang kafir dari Suku Mudhar. Dan kami tidak bebas mendatangimu kecuali pada bulan-bulan haram. Oleh sebab itu, perintahkan kepada kami untuk melakukan sesuatu yang bisa kami kerjakan, dan kami bisa mengajak orang-orang di belakang kami untuk melakukannya.” Beliau bersabda; “Aku perintahkan kepada kalian untuk (melaksanakan) empat (perkara): Beriman kepada Allah; bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, melaksankan shalat, dan menunaikan zakat, serta hendaknya kalian menyerahkan seperlima harta rampasan perang. Dan aku melarang kalian menggunakan dubba' (buah labu yang dilubangi untuk menyimpan minuman), hantam (wadah yang terbuat dari tanah, serabut dan darah) serta naqir (batang kurma yang dilubangi untuk menyimpan minuman) dan al mugayyar (wadah yang dilapisi dengan ter)” [1:1] Abu Hadm berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh Qatadah dari Sa'id bin Al Musayyab dan Iknmah dari Ibnu Abbas. Qatadah juga meriwayatkan hadsts ini dari Abu Nadhrah dan Abu Sa’id Al Khudri. Shahih Ibnu Hibban 158: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata:Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki’ mengabarkan kepada kami, dari Hanzhalah bin Abu Sufyan, dia berkata: Aku mendengar Ikrimah bin Khalid menyampaikan sebuah hadits kepada Thawus bahwa seorang laki-laki berkata kepada Ibnu Umar; “Mengapa engkau tidak ikut berperang?”. Abdullah bin Umar menjawab, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Islam dibangun atas lima (perkara). Bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa (di bulan) Ramadhan dan melaksanakan ibadah haji ke Baitullah” [1:1] Abu Hatim berkata, “Dua khabar ini (157 dan 158), wacananya muncul sesuai dengan keadaan, karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan iman, lalu memetakan iman ke dalam empat perkara. Kemudian Beliau menyebutkan Islam dan menghitungnya ke dalam lima perkara. Inilah apa yang kami sampaikan di dalam kitab-kitab kami bahwa orang Arab, dalam bahasa mereka, kerap menyebut hitungan tertentu. Bukan maksudnya dengan hitungan tersebut menafikan jumlah di luarnya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Tidak bermaksud dengan ucapannya bahwa iman itu tidak lain kecuali apa yang terhitung dalam hadits Ibnu Abbas karena Beliau menyebutkan dalam khabar lain yang banyak perkara iman selain yang terdapat di dalam khabar Ibnu Umar maupun Ibnu Abbas telah kami sebutkan.” Shahih Ibnu Hibban 159: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir mengabarkan kepada kami, dari Abu Hayyan At-Taimi, dari Abu Zur’ah bin Amru bin Jarir, dari Abu Hurairah. Dia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam muncul di hadapan manusia. Seorang laki-laki yang berjalan kaki tiba- tiba mendatangi Beliau. Dia berkata, “Wahai Muhammad, Apakah iman itu?” Beliau menjawab, “Hendaknya kamu percaya kepada Allah, para malaikat- Nya, para Rasul-Nya, percaya terhadap hari pertemuan dengan-Nya, percaya terhadap kebangkitan yang terakhir” Dia bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah Islam itu?" Beliau menjawab, “Hendaknya kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, mendirikan shalat fardhu, menunaikan zakat fardhu, dan berpuasa di bulan ramadhan.” Dia kembali bertanya, “Wahai Muhammad, Apakah ihsan itu?" Beliau menjawab, “Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihat- Nya. Jika kamu tidak melihat-Nya, maka Dia pasti melihatmu." Dia bertanya, “Wahai Muhammad, kapan teijadinya kiamat?" Beliau menjawab, “Orang yang ditanya tidak lebih tahu daripada orang yang bertanya. Namun aku akan menceritakan kepadamu tentang tanda-tandanya: bila seorang budak perempuan melahirkan anak tuannya, dan kamu melihat manusia- manusia telanjang yang tidak mengenakan alas kaki menjadi para pemimpin umat manusia. Ada lima perkara yang tidak bisa diketahui kecuali oleh Allah saja. “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat...” (Qs. Luqmaan [31]:34). Kemudian laki-laki itu pergi. Para sahabat mencarinya, tetapi mereka tidak menemukannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Bersabda, "Dia adalah Jibril, datang untuk mengajarkan agama kepada manusia.” [3 : 26] Shahih Ibnu Hibban 160: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Qaz’ah, dari Hakim bin Mu’awiyah, dari ayahnya, bahwa ia bertanya, “Wahai Rasulullah, demi Dzat yang mengutus engkau dengan membawa kebenaran! Aku tidak datang kepadamu hingga aku bersumpah sebanyak hitungan jari jemariku ini bahwa aku tidak mendatangimu. Apa yang engkau bawa sebagai utusan-Nya?” Beliau menjawab, “Islam.” Dia bertanya, “Apa itu Islam?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, menjawab, “ Hendaknya kamu menyerahkan hatimu kepada Allah, menghadapkan wajahmu kepada Allah, melaksanakan shalat fardhu dan menunaikan zakat fardhu; menolong sesama muslim. Allah tidak akan menerima taubat dari hamba yang menyekutukan-Nya setelah keislamannya” [3: 63] Shahih Ibnu Hibban 161: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar memberitakan kepada kami, dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A'raj, dan Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Seorang muslim makan dalam satu usus, sedangkan orang kafir makan dalam tujuh buah usus” [3:13] Shahih Ibnu Hibban 162: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha’i di daerah Manbij mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar memberitakan kepada kami, dari Malik dari, Suhail bin Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjamu seorang tamu yang kafir, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar membawakan seekor domba, lalu sang tamu pun meminum air susunya, kemudian seekor domba yang lain, dia pun kembali meminum air susunya, hingga tujuh ekor domba. Kemudian ia pun memeluk Islam. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar membawakan domba untuknya. Lalu diperah air susunya. Maka, ia pun meminum air susunya. Kemudian Rasulullah memerintahkan untuk membawa domba yang lain. Namun ia tidak menghabiskan minumannya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Sesungguhnya orang mukmin meminum dalam satu usus. Sedangkan orang kafir meminum dalam tujuh usus.” [3:13] Shahih Ibnu Hibban 163: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqqash, dari ayahnya; bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan kepada beberapa orang laki-laki dan tidak memberikan apa- apa kepada seorang laki-laki. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, engkau memberikan sesuatu kepada si fulan dan si fulan, tetapi tidak memberikan apa- apa kepada si fulan, padahal ia seorang mu’min.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Tetapi seorang muslim?” beliau katakan tiga kali. Az-Zuhri berkata, “Kita diberikan pengertian bahwa Islam adalah kalimat, sedangkan iman adalah perbuatan.” [3:65] Shahih Ibnu Hibban 164: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Maubab menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits bin Sa'ad menceritakan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari Atha4 bin Yazid Al-Laitsi, dari Ubaidillah bin Adi bin Al Khiyar, dari Al Miqdad bin Al Aswad: bahwa dia mengabarkan kepadanya (Ubaidillah bin Adi); bahwa ia bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bertemu dengan seorang laki-laki dari golongan orang kafir, lalu ia memerangiku, dan memukul salah satu dari kedua tanganku dengan pedang, hingga membuatnya putus. Kemudian ia melarikan diri dengan berlindung di balik pohon, dan berkata, “Aku tunduk kepada Allah (yakni masuk Islam).“ Apakah aku boleh membunuhnya setelah ia mengucapkannya?“ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Jangan kamu membunuhnya!“ Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sungguh, ia telah menebas tanganku. Ia mengatakan (masuk Islam) setelah ia membuat putus tanganku. Apakah aku boleh membunuhnya?” Rasulullah menjawab, “Jangan kamu membunuhnya. Jika kamu membunuhnya, niscaya posisinya sama denganmu sebelum kamu membunuhnya, dan posisimu sama dengannya sebelum ia mengucapkan kalimat (keislaman) yang telah ia ucapkan” [3:63] Abu Hatim berkata” Sabda Rasulullah SAW: ‘ Jika kamu membunuhnya, niscaya posisinya sama denganmu sebelum kamu membunuhnya ,’ maksudnya bahwa kamu harus dibunuh sebagai qishash. Sebabnya, sebelum menyatakan masuk Islam, darahnya halal. Maka, jika kamu membunuhnya setelah ia menyatakan masuk Islam, berarti kamu berada dalam kondisi yang harus dibunuh sebagai qishash karenanya. Bukan maksudnya bahwa membunuh seorang muslim itu menyebabkan kekafiran yang mengeluarkan dari agama Islam. Allah SWT berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qishash berkenaan dengan orang yang dibunuh” (Qs. Al Baqarah [2]: 178). Shahih Ibnu Hibban 165: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Adi dari Hajjaj Ash-Shawwaf menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepada kami, dari Hilal bin Abu Maimunah dari Atha' bin Yasar dari Muawiyah bin Al Hakam As-Sulami, ia berkata: Aku memiliki kambing kecil yang digembalakan oleh hamba sahaya perempuanku di daerah sekitar Bukit Uhud dan Jawwaniyah. Pada suatu hari, aku melihat kambing kecilku itu pergi dibawa oleh seekor serigala. Aku yang termasuk golongan manusia biasa merasa marah, seperti mereka yang memiliki rasa marah. Aku pun menampar hamba sahaya perempuanku dengan sekali tamparan. Kejadian itu terasa memberatkan fikiranku. Lalu aku datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian aku bertanya, “Wahai Rasulullah! Bolehkah aku memerdekakan hamba sahaya perempuanku?”. Beliau menjawab, “Bawa hamba sahaya perempuanmu ke hadapanku.” Lalu aku pun membawanya ke hadapan Beliau. Kemudian Beliau bertanya kepadanya, “Di mana Allah SWT?” Ia menjawab, “Di langit.” Beliau bertanya kembali, “Siapakah aku ini?” Ia menjawab, “Engkau adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau berkata, “ Merdekakan dia, karena dia adalah wanita beriman.” [3:49] Shahih Ibnu Hibban 166: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dia berkata: Suhail bin Abi Shalih menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “ Iman itu memiliki enam puluh cabang lebih, atau tujuh puluh cabang lebih, yang paling tinggi adalah Laa ilaaha illaallaah (tiada Tuhan selain Allah). Dan yang paling rendah adalah menyingkirkan hal yang mengganggu dari jalan. Dan malu itu sebagian dari iman." Abu Hatim berkata, “Pada hadits ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengisyaratkan sesuatu yang fardhu atas mukhatabin (manusia) dalam seluruh kondisi. Beliau menjadikannya sebagai cabang keimanan yang paling tinggi. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengisayaratkan kepada sesuatu yang merupakan anjuran dan dorongan bagi mukhatabin dalam seluruh kondisi. Beliau menjadikannya sebagai cabang keimanan yang paling rendah. Dengan demikian, segala sesuatu yang merupakan kefardhuan atas mukhatabin dalam seluruh kondisi, segala sesuatu yang fardhu atas mukhatabin pada sebagian waktu atau kondisi tertentu, dan segala sesuatu yang dianjurkan bagi mukhatabin dalam seluruh kondisi, semuanya termasuk bagian dari iman. Perihal keragu-raguan dalam penyebutan salah satu dari kedua bilangan dalam hadits, itu dari Suhail bin Abi Shalih. Demikian dikemukakan oleh Ma’mar dari Suhail sendiri. Dan Sulaiman bin Bilal meriwayatkannya dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih secara marju' (hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW). Dalam riwayat ini, dinyatakan, ‘Iman itu mempunyai enam puluh cabang lebih, ’ tanpa ada keragu-raguan dalam riwayat. Sengaja kami tidak menampilkan hadits riwayat Sulaiman bin Bilal di sini dan hanya menyebutkan hadits Suhail bin Abi Shalih, tujuannya semata karena ingin menjelaskan bahwa keragu-raguan yang tercantum di dalam hadits ini bukan bersumber dari sabda Rasulullah, tetapi dari ucapan Suhail bin Abu Shalih, seperti yang telah kami jelaskan. Shahih Ibnu Hibban 167: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Qudamah Ubaidillah bin Sa’id menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Amru Al Aqadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Iman memiliki enam puluh cabang lebih. Dan malu adalah salah satu cabang dari iman.” [1:1]. Abu Hatim berkata: Sulaiman bin Bilal meriwayatkan singkat hadits ini. Ia tidak menyebutkan cabang keimanan yang paling tinggi dan cabang yang paling rendah. Dan ia hanya menyebutkan enam puluh lebih cabang keimanan dan tidak menyebutkan jumlah tujuh puluh lebih. Hadits yang menyebutkan tujuh puluh lebih adalah hadits menyeluruh yang shahih tanpa ada keraguan tentang keshahihannya. Sedangkan hadits Sulaiman bin Bilal adalah hadits singkat yang tidak menyeluruh. Adapun kata Bidh ’u, itu adalah istilah untuk salah satu bilangan satuan (adad), karena hitungan itu, polanya ada tiga: adad, fushuul dan tarkiib. Adad adalah bilangan satuan dari satu sampai sembilan. Fushuul adalah bilangan puluhan, ratusan, dan ribuan. Sedangkan tarkiib adalah bilangan selain yang telah kami jelaskan. Aku sendiri telah meneliti makna hadits ini beberapa lama. Hal ini karena pendapat madzhab kita bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pemah membicarakan sesuatu pun yang tidak ada manfaatnya dan tidak ada dari sunnah-sunnahnya yang tidak diketahui maknanya. Kita meyakini bahwa tidak ada satupun lafazh yang termaktub di dalam hadits yang tidak diketahui maknanya. . Aku kemudian menghitung semua ketaatan yang termasuk dalam bagian dari iman. Dan ternyata jumlahnya jauh lebih besar dari pada jumlah ini. Aku pun selanjutnya merujuk kepada berbagai hadits dan kemudian menghitung setiap ibadah dan ketaatan yang dinilai oleh Nabi sebagai bagian keimanan. Dan ternyata amal ibadah dan ketaatan itu jumlahnya kurang dari ‘tujuh puluh lebih’. Lalu aku merujuk kepada lembaran-lembaran kalam Ilahi, Al Qur'an. Aku membaca ayat demi ayat dengan penuh pencermatan (tadabbur). Aku menghitung setiap ketaatan yang Allah nilai sebagai bagian keimanan. Dan ternyata, jumlahnya tidak mencapai ‘tujuh puluh lebih’ cabang. Kemudian aku menggabungkan antara ketaatan yang tertera di dalam Al Qu’ran dengan ketaatan yang tercantum di dalam As-Sunnah, seraya mengeliminasi pengulangan-pengulangan yang ada. Dan ternyata, segala sesuatu yang Allah pandang sebagai bagian keimanan di dalam Al Qur'an, dan segala ketaatan yang Rasulullah anggap sebagai bagian iman di dalam As-Sunnah,semuanya berjumlah tujuh puluh sembilan cabang, tidak kurang dan tidak lebih. Dengan itu aku menjadi tahu bahwa yang dimaksud oleh Nabi dalam sabdanya bahwa iman itu memiliki tujuh puluh lebih cabang adalah cabang- cabang keimanan yang termaktub di dalam Al Qur'an dan As-Sunnah. Setelah itu aku berinisiatif untuk mengemukakan masalah ini secara detail dengan menguraikan cabang-cabang keimanan di dalam kitab Washf Al Iman Wa Syu’abihi (sifat-sifat iman dan cabang-cabangnya). Aku berharap kitab tersebut bisa mencukupi hasrat orang-orang yang hendak merenungi permasalahan yang cukup penting ini. Maka tidak perlu mengulangi pembahasannya lagi di dalam kitab ini. Adapun dalil yang menetapkan bahwa iman itu memiliki bentuk dan cabang yang beragam adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam riwayat Abdullah bin Dinar; “Iman itu memiliki tujuh puluh lebih cabang. Cabang iman yang paling tinggi adalah kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Pada hadits ini, Rasulullah menyebutkan satu bagian cabangnya. Bagian- bagian keimanan tersebut seluruhnya difardhukan kepada mukhatabin (manusia) dalam seluruh kondisi. Hal itu, karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengatakan, “Dan kesaksian bahwa aku adalah utusan Allah, beriman kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, surga, neraka, dan sejenisnya yang menyerupai bagian-bagian cabang ini.” Rasulullah hanya menyebutkan satu bagian cabang saja dari bagian-bagian cabangnya, dengan mengatakan, “Cabang iman yang paling tinggi adalah kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah." Itu menunjukkan bahwa semua bagian dari cabang ini adalah bagian dari iman. Selanjutnya Rasulullah menyambung sabdanya dan berkata, “Dan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” Di sini, Rasulullah menyebutkan salah satu bagian dari bagian-bagian cabang keimanan yang seluruhnya berupa anjuran dan dorongan bagi mukhatabin dalam seluruh kondisi. Ini semua menunjukkan bahwa seluruh bagian dari cabang keimanan ini dan setiap bagian dari bagian cabang-cabang yang berada di antara dua cabang yang disebutkan di dalam khabar ini, yaitu cabang tertinggi dan cabang terendah, seluruhnya merupakan bagian dari iman. Adapun sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Dan malu adalah salah satu cabang dari keimanan merupakan sebuah ungkapan untuk sesuatu makna dengan menggunakan kinayah (sindiran) kepada sebabnya. Hal itu karena malu merupakan tabiat murni manusia. Di antara mereka, ada orang yang memiliki rasa malu yang cukup besar, ada pula yang memiliki rasa malu yang relatif kecil. Dan ini dalil shahih yang menunjukkan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang (fluktuasi iman), karena manusia tidak pernah seragam dan berada di satu tingkat rasa malu. Jadi, manakala mustahil semua orang memiliki kadar rasa malu yang sama, maka benar bahwa orang yang terdapat kadar rasa malunya lebih besar, imannya lebih banyak. Sebaliknya, orang yang kadar malunya lebih sedikit, imannya lebih kurang. Pengertian malu itu sendiri adalah sesuatu yang menghalangi antara seseorang dan berbagai kemaksiatan yang menjauhkan dirinya dari Tuhannya. Dengan demikian, dengan hadits ini Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam seolah-olah menjadikan tindakan meninggalkan larangan-larangan sebagai salah satu cabang dari keimanan. Yaitu dengan menyebutkan nama malu atasnya atas dasar yang telah kami kemukakan.” Shahih Ibnu Hibban 168: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Kahmas bin Al Hasan menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Buraidah dari Yahya bin Ya’mar, dia berkata: Aku bersama Humaid Al Himyari berangkat untuk melaksanakan ibadah haji atau ibadah umrah. . Kami berkata, “Semoga kita berdua bisa bertemu dengan salah seorang dari sahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, hingga bisa bertanya kepadanya tentang masalah qadar (ketentuan dan ketetapan Allah)”. Lalu kami pun bertemu dengan Ibnu Umar. Aku sendiri menduga saat itu ia mempersilahkan aku untuk berbicara. Kami pun berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, di tempat kami telah muncul orang-orang yang kerap membaca Al Qur'an dan menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh. Namun mereka mengklaim tidak ada qadar dan meyakini bahwa segala sesuatu berlaku dengan sendirinya.” Ibnu Umar berkata, “Jika kamu berjumpa dengan mereka, beri tahukan kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka pun berlepas diri dariku. Demi Dzat Yang dengan-Nya Ibnu Umar bersumpah, seandainya seseorang dari mereka mendermakan emas sebesar gunung Uhud, sedangkan kemudian dia tidak beriman kepada ketentuan Allah, niscaya tidak diterima.” Selanjutnya Ibnu Umar berkata: Umar bin Khaththab RA menceritakan kepadaku, dia berkata: Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang jenggotnya sangat hitam dan bajunya sangat putih. Lalu dia meletakkan lututnya di atas lutut Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Muhammad, apakah Islam itu?” Beliau menjawab, “(yaitu) bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, mendirikan shalatt menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan melaksanakan ibadah haji.” Dia berkata, “Kamu benar.” Umar berkata: Kami heran atas pertanyaannya dan pembenarannya terhadap jawaban Nabi. Dia berkata, “Sekarang beritahukan kepadaku: apakah iman itu?” Beliau menjawab, “Bahwa kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul- Nya, kebangkitan setelah kematian, dan takdir; baik maupun buruk dan manis maupun pahit” Dia berkata, “Kamu benar.” Umar berkata: Kami heran atas pertanyaannya dan pembenarannya terhadap jawaban Nabi. Dia berkata, “Sekarang beritahukan kepadaku: apakah ihsan itu?’ Beliau menjawab, “ Yaitu engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia pasti melihatmu.” Laki-laki itu bertanya, “Kabarkan kepadaku kapan hari kiamat terjadi?” Beliau menjawab, “Tidaklah orang yang ditanya lebih tahu daripada yang bertanya.” Dia bertanya, “Lalu apa tanda-tandanya?” Beliau menjawab; “(yaitu) Ketika seorang hamba sahaya perempuan melahirkan tuannya, dan ketika engkau melihat orang-orang yang tidak mengenakan alas kaki, yang telanjang menduduki tampuk kepemimpinan. Mereka berlomba membangun gedung-gedung tinggi.” Umar berkata: Kemudian laki-laki itu berpaling dan beranjak pergi. Umar berkata: Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemui setelah yang ketiga. Beliau lalu bertanya kepadaku, “ Wahai Umar, tahukah kamu siapa laki-laki ituT' Aku menjawab, “Tidak.” Beliau berkata, “Ia adalah I Jibril, Datang kepada kalian untuk mengajarkan urusan agama kalian.” Shahih Ibnu Hibban 169: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Bistham menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Daud menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Al A’masy dan Habib bin Abi Tsabit dan Abdul Aziz bin Rufai’dari Zaid bin Wahab dari Abu Dzarr, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang berkata: ‘Tiada Tuhan selain Allah niscaya ia masuk surga." Akupun bertanya, “Meskipun ia pernah berzina dan mencuri?” Beliau menjawab, “Meskipun ia pernah berzina dan mencuri." [3:63] Shahih Ibnu Hibban 170: Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan di daerah Ar-Raqah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dari Al A’masy dari Zaid bin Wahab, dia berkata: Aku bersaksi bahwa aku sungguh mendengar Abu Dzarr di daerah Rabadzah, dia berkata: Aku pernah berjalan kaki bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. di Harrah Al Madinah. Kemudian tiba di kawasan gunung Uhud yang telah tampak di depan kami. Lalu Beliau berkata; “ Wahai Abu Dzarr, seandainya aku mempunyai emas sebesar gunung Uhud ini, sama sekali tidak membuatku senang Dan (demikian) aku punya saat ini hanya satu dinar emas saja, kecuali aku pergunakan untuk membayar utangku.” Lalu Beliau meneruskan langkah, dan aku berjalan bersama Beliau, lalu Beliau berkata, “ Wahai Abu DzarrF' Aku pun menjawab, “Labbaik, wahai Rasulullah, Wa Sa’daikl (aku memenuhi panggilanmu dengan penuh kegembiraan).” Beliau berkata, “ Se orang-orang yang memperbanyak (harta) adalah golongan orang yang memiliki sedikit harta (yakni pahala) pada hari kiamat.” Kemudian Beliau berkata, “ Abu Dzar, jangan ke mana-mana sampai aku kembali menemuimu.” Kemudian Beliau beranjak pergi hingga tubuhnya terlindung dari penglihatan. Lalu aku mendengar suara, maka aku berkata di dalam hati, “Aku harus berangkat.” Namun aku teringat ucapaan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepadaku. Maka aku berdiam menunggu sejenak sampai akhiranya Beliau datang. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sungguh aku telah mendengar suara. Lalu aku ingin menyusulmu, tetapi aku teringat pesanmu kepadaku.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “ adalah Jibril. Dia datang kepadaku dan mengabarkan bahwa siapa saja di antara umatku yang mati dengan tidak pernah memnyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, niscaya ia masuk surga” Lalu aku bertanya, “Meskipun ia pernah berzina dan mencuri, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Meskipun ia pernah berzina dan mencuri.” Al Qaththan mengabarkan kepada kami setelahnya, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dia berkata: Al A’masy menceritakan kepada kami dari Abu Shalih dari Abu Darda dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan teks yang sama. [3:26] Shahih Ibnu Hibban 171: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami, dari Abu Malik Al Asyja’i, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah S AW bersabda; “Siapa yang mengesakan Allah dan mengingkari sesuatu yang dijadikan sesembahan selain Allah, niscaya haram (terpelihara) harta dan darahnya. Dan segala penghitungan amalnya diserahkan kepada Allah.” [3:26] Shahih Ibnu Hibban 172: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja’fer menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah dari Abu Jamiah menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku pernah menjadi penerjemah antara Ibnu Abbas dengan sekelompok manusia. Lalu ada seorang perempuan datang dan bertanya kepadanya tentang hukum minuman keras yang terbuat dari (tumbuhan) Al Jarr. Ibnu Abbas berkata: Para rombongan utusan Bani Abdul Qais datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bertanya, “Rombongan atau Kaum siapa?” Mereka menjawab, “Rabi’ah.” Beliau berkata, “Selamat datang, wahai kaum atau para rombongan, tanpa rasa malu atau menyesal (tidak enak rasa).” Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, kami datang kepadamu dari sebelah bagian yang jauh.Sesungguhnya antara kami dan engkau terhalang oleh kampung pemukiman orang-orang kafir Mudhar. Dan kami tidak bisa mendatangimu kecuali hanya pada bulan-bulan haram saja. Oleh sebab itu, perintahlah kami melakukan sesuatu yang dapat kami kabarkan kepada orang- orang di belakang kami dan bisa menyebabkan kami masuk surga.” Ibnu Abbas berkata: Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk melakukan empat hal dan melarang mereka dari empat hal. Beliau memerintahkan kepada mereka untuk beriman kepada Allah Yang Maha Esa. Beliau bersabda; “Apakah kalian tahu. apa yang dimaksud dengan beriman kepada Allah Yang Maha Esa?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui?.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat. berpuasa di bulan Ramadhan, dan hendaknya kalian memberikan seperlima dari harta rampasan perang. Lalu Beliau melarang mereka mengggunakan buah labuh yang dilubangi untuk menyimpan air (sari kurma), wadah yang tebuat dari tanah, serabut dan darah, Wadah yang dilapisi oleh ter, —Syu’bah berkata: Dan barangkali dia berkata, ”Wa An-Naqir (batang kurma yang dilubangi untuk menyimpan sari kurma menjadi khamer). Dan barangkali dia mengatakan, ”Wa Al Muqayyar (wadah yang dibuat dengan ter)— Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jagalah perintah tersebut dan kabarkan kepada orang-orang di belakang kalian.” [3:26] Shahih Ibnu Hibban 173: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yiisufbin Wadhih Al Hasyimi menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dari ayahnya dari Yahya bin Ya’mar, dia berkata: Aku bertanya (kepada Ibnu Umar), “Wahai Abu Abdurrahman, -maksudnya Ibnu Umar- ada kelompok orang yang mengklaim tidak ada qadar (takdir).” Ibnu Umar bertanya, “Apakah di antara kita sekarang ada seseorang dari golongan mereka?” Aku menjawab, ‘Tidak ada.” Ibnu Umar berkata: Jika engkau bertemu dengan mereka, sampaikan kepada mereka dariku bahwa Ibnu Umar berlepas diri kepada Allah dari kalian dan kalian berlepas diri dariku. Umar bin Khaththab menceritakan kepada kami, dia berkata: Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di depan orang-orang, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang tidak ada raut muka kelelahan akibat perjalanan. Dan dia juga bukan penduduk daerah setempat. Dia lewat dan duduk dengan menyandarkan tubuh di atas pinggul (posisi duduknya seperti tasyahud akhir, penerj) tepat berada di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu ia bertanya, “Wahai Muhamad, apa itu Islam?.” Beliau menjawab, “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan berumrah, mandi karena berjunub (hadats besar), menyempurnakan wudhu, dan berpuasa di bulan ramadhan.” Dia kembali bertanya, “Apabila aku melakukan itu, apakah aku seorang muslim?” Beliau menjawab, “Benar.” Laki-laki itu berkata, “Kamu benar.” Dia kembali bertanya, “Wahai Muhammad, apa iman itu?” Beliau menjawab, “Hendaknya engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, percaya terhadap surga, neraka, timbangan (penimbangan amal), percaya terhadap kebangkitan setelah kematian, percaya terhadap ketentuan Allah (takdir); ketentuan yang baik ataupun ketentuan yang buruk” Laki-laki itu kembali bertanya, ‘‘Apabila aku melakukan itu, apakah aku seorang mukmin?” Beliau menjawab; “Benar” Dia berkata, “Kamu benar.” Lalu dia kembali bertanya, “Wahai Muhammad, apa itu ihsan?” Beliau menjawab, “Ihsan adalah engkau beramal semata-mata karena Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka Dia pasti melihatmu. Laki-laki itu kembali bertanya, “Jika aku melakukan itu, apakah aku seorang muhsin (orang yang melakukan ihsan)?” Beliau menjawab; “Benar” Dia berkata, “Kamu benar.” Dia kembali bertanya, “Lalu kapan terjadinya kiamat?” Beliau menjawab, “Mahasuci Allah! Tidaklah orang yang ditanya tentangnya lebih tahu daripada orang yang bertanya. Namun jika engkau mau, aku akan memberitahukan kepadamu tanda-tandanya.” Dia menjawab, “Baiklah!” Beliau berkata, “Jika engkau melihat orang miskin, yang tidak mengenakan alas kaki dan telanjang, saling berlomba dalam membangun gedung- gedung tinggi, dan mereka telah menjadi raja-raja.” Dia bertanya, “Apa itu orang miskin yang tidak mengenakan alas kaki dan telanjang?” Beliau menjawab, “Orang Arab pinggiran.” Beliau berkata, “Dan jika engkau melihat seorang hamba sahaya melahirkan tuannya, itu sebagian tanda- tanda kiamat.” Laki-laki itu berkata, “Kamu benar.” Kemudian dia bangkit berdiri, lalu beranjak pergi. Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda, “Datangkan laki-laki itu kepadaku!“ Maka, kami mencarinya di setiap sudut [dengan sungguh- sungguh], tetapi tidak juga mampu menemukannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. pun bersabda; “Tahukah kalian siapa dia? Dia adalah Jibril, datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian. Oleh karena itu, ambillah pelajaran darinya. Demi Dzat yang menguasai jiwaku, aku tidak keliru mengenal penyerupaannya semenjak dia mendatangiku sebelum kedatangannya kali sekarang ini, aku tidak mengenalnya (dengan baik) kecuali setelah ia pergi." [1:1] Abu Hatim berkata: Sulaiman At-Taimi sendirian saja yang meriwayatkan dengan teks hadits, “Ambillah pelajaran darinya” dan teks, “Melaksanakan ibadah haji dan umrah, mandi junub, dan menyempurnakan wudhu.” Shahih Ibnu Hibban 174: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi di Kota Basrah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Al Ala" bin Abdurrahman dari ayahnya dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka mengucapkan: ‘Tiada Tuhan selain Allah ’. Lalu jika mereka telah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah serta beriman kepadaku dan ajaran- ajaran yang aku bawa, maka mereka terpelihara dariku; darah dan harta- harta mereka kecuali secara hak. Dan penghitungan mereka diserahkan kepada Allah.” [ 1:1] Hanya Ad-Darawardi yang meriwayatkan teks hadits di atas. Hal ini diungkapkan oleh Syaikh Ibnu Hibban. Shahih Ibnu Hibban 175: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna di Kota Mosul mengabarkan kepada kami dia berkata: Ibrahim bin Muhammad bin Ar’arah menceritakan kepada kami, dia berkata: Harami bin Umarah menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Waqid bin Muhammad dari ayahnya dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukan itu semua, maka mereka terpelihara dariku; darah-darah dan harta-harta mereka kecuali secara hak Islam. Dan penghitungan mereka diserahkan kepada Allah.” [1:1] Abu Hatim berkata: Syu’bah adalah satu-satunya perawi yang meriwayatkan hadits ini. Di dalam hadits ini terdapat penjelasan yang nyata bahwa iman itu terdiri dari bagian-bagian dan cabang-cabang yang berbeda- beda kondisi orang-orang yang diserukan (khitab) di dalamnya. Hal itu karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan; “ Sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah.” Ini adalah isyarat kepada sebuah cabang keimanan yang hukumnya fardhu bagi setiap mukhaihabin (pihak-pihak yang masuk dalam seruan) dalam seluruh kondisi. Kemudian Beliau bersabda; “Dan mendirikan shalat.” Di sini beliau mengemukakan sesuatu yang fardhu terhadap mukhaihabin pada sebagian kondisi. Selanjutnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Dan menunaikan zakat.” Dan di sini Beliau menyebutkan sebuah kewajiban bagi mukhaihabin pada sebagian kondisi saja. Maka ini menunjukkan bahwa segala bentuk ibadah dan ketaatan yang serupa dengan tiga buah bentuk ketaatan sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi di dalam hadits tadi, dikatagorikan dari iman. Shahih Ibnu Hibban 176: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, dia berkata- Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Isma’il bin Ulayyah menceritakan kepada kami, dari Hisyam Ad-Dastuwa’i dari Yahya bin Abi Katsir dari Zaid bin Sallam dari kakeknya dari Abu Umamah, dia berkata: Seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, apa itu iman?” Beliau menjawab; “Apabila amal-amal kebaikanmu membuatmu merasa bahagia dan amal-amal keburukanmu membuatmu merasa buruk, maka kamu orang yang beriman” Laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu apa itu dosa?” Beliau menjawab, “Apabila sesuatu meragukan dalam hatimu, maka tinggalkan.” [3: 23] Shahih Ibnu Hibban 177: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, dia berkata- Ubaidillah bin Mu’adz bin Mu’adz menceritakan kepada kami, dia berkata- Ayahku (Mu’adz bin Mu’adz) menceritakan kepada kami, dia berkata: ‘ Ashim bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Amir bin As-Simth dari Mu’awiyah bin Ishaq bin Thalhah, dia berkata: Seseorang menceritakan kepadaku, — selama Mu’awiyah masih hidup, dia memintaku untuk menyembunyikan identitas orang yang telah menyampaikan hadits ini kepadanya. Lalu Amir bin As-Simth ingat, dia berkata: Aku mendengarnya (Mu’awiyah) berkata: Atha' bin Yasar, dan dia adalah seorang qadhi di Kota Madinah, menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Kelak akan muncul para penguasa (pemimpin) setelah aku 'wafat. Mereka mengatakan sesuatu yang tidak mereka kerjakan, dan mengerjakan apa yang tidak diperintahkan. Maka siapa yang berjuang (mengubah kemungkaran) mereka dengan tangannya, maka ia adalah seorang mukmin. Dan siapa yang berjuang (mengubah kemungkaran) mereka dengan lidahnya, maka berarti ia adalah seorang mukmin. Dan siapa yang berjuang (mengubah kemungkaran) mereka dengan hatinya, maka ia seorang mukmin. Tidak ada iman setelahnya.” Atha‘ berkata: Ketika aku mendengar hadits ini dari Ibnu Mas’ud, aku langsung berangkat mendatangi Abdullah bin Umar. Aku pun menyampaikan hadits ini kepadanya. Ia lantas bertanya kepadaku, “Kamu mendengar Ibnu Mas’ud mengatakan ini? —seperti pengantar dalam mengawali penyampaian haditsnya.— Atha‘ berkata: “Dia sekarang sedang sakit. Apa yang menghalangimu untuk menjenguknya?” Ibnu Umar berkata, “Kalau begitu, mari kita berangkat ke rumahnya! Kemudian ia berangkat dan aku ikut berangkat bersamanya. Setibanya di rumah Ibnu Mas’ud, dia pun menanyakan keluhan penyakitnya. Setelah itu ia menanyakan tentang hadits ini. Dia berkata: Tak lama kemudian, Ibnu Umar keluar seraya membolak-balikkan telapak tangannya. Dan ia berkata, ‘Tidaklah mungkin Ibnu Ummi Abd (sebutan Ibnu Mas’ud) melakukan pendustaan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” [3:49] Shahih Ibnu Hibban 178: Al Fadhl bin Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan dari Mansur mengabarkan kepada kami, dari Rib’i dari Ali dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Tidaklah beriman seorang hamba sampai ia beriman dengan empat (perkara), yaitu: bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa aku adalah utusan Allah, mempercayai hari kebangkitan setelah kematian, dan mempercayai qadar (ketentuan takdir Allah).” [3:49] Shahih Ibnu Hibban 179: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Mu’adz bin Mu’adz menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku (Mu’adz bin Mu’adz) menceritakan kepada kami, dari Syu’bah dari Qatadah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda; “Tidak beriman salah seorang di antara kalian sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya, dan manusia seluruhnya.” [3: 49] Shahih Ibnu Hibban 180: Isma’il bin Daud bin Wardan di Negeri Mesir mengabarkan kepada kami, dia berkata: Isa bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Al- Laits mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Ajian dari Al Qa’qa’ bin Hakim dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “ Orang muslim adalah orang yang bisa menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti muslim lainnya. Sedangkan orang beriman adalah orang yang memberikan rasa aman pada darah dan harta manusia.” [3:49] Shahih Ibnu Hibban 181: Al Husain bin Muhammad bin Mush’ab mengabarkan kepada kami, sebuah hadits gharib, gharib (hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang perawi saja dalam setiap mata rantai sanadnya), dia berkata: Abu Daud As-Sinji Sulaiman bin Ma’bad menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Maryam menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub menceritakan kepada kami, dari Ibnu Al Had dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, "Iman memiliki tujuh puluh atau tujuh puluh dua pintu. Pintu yang paling tinggi adalah (bersaksi, bahwa) tiada Tuhan selain Allah. Sedangkan pintu yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu itu adalah satu cabang dari keimanan.” [1:1] Ibnu Hatim berkata: Pembatasan di dalam khabar ini atas jumlah tersebut (tujuh puluh atau tujuh puluh dua pintu keimanan) dalam khabar Ibnu Al Had ini, termasuk apa yang kami kemukakan di dalam buku-buku kami. Yaitu, orang Arab sering menyebutkan jumlah tertentu terhadap sesuatu dan tidak bermaksud menafikan apa yang diluar bilangan tersebut. Model-model seperti ini sering ditemukan dan banyak. Kami telah mengklasifikasikan pola ini dalam bagian macam-macamnya. Dan akan kami kemukakan sesudah ini dengan pasal- pasalnya, Insya Allah. Shahih Ibnu Hibban 182: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Al Madini menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’an bin Isa menceritakan kepada kami, dia berkata: Malik bin Anas menceritakan kepada kami, dia berkata: Amm bin Yahya Al Mazini menceritakan kepada kami, dari ayahnya dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “ Kelak Allah memasukkan penghuni surga ke dalam surga. Dia memasukkan orang yang Dia kehendaki (ke dalam surga) dengan kasih sayang-Nya. Dan kelak Dia memasukkan penghuni neraka ke dalam neraka. Kemudian Dia berseru; Keluarkan orang-orang yang di dalam hatinya terdapat satu biji sawi dari iman Lalu mereka dikeluarkan dari neraka dengan tubuh menjadi seonggok arang. Kemudian mereka dilemparkan ke dalam sebuah sungai di surga. Lalu Mereka tumbuh laksana tumbuhnya benih sayur mayur di tepian sungai. Tidakkah engkau melihat tumbuhan itu begitu kuning dan ranum melingkar” [3:80] Shahih Ibnu Hibban 183: Yahya bin Abi Raja’ bin Abi Ubaidah Al Harani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Zuhair bin Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dari Abu Az-Zubair dari Jabir dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda; “Apabila penghuni surga dan penghuni neraka telah dipisah-pisahkan, maka penghuni surga akan memasuki surga dan penghuni neraka akan masuk neraka. Para Rasul pun berdiri, lalu mereka memberikan syafa’at. Kemudian dikatakan; “Berangkatlah!Siapa yang kalian tahu di dalam hatinya terdapat seberat satu Qirath dari keimanan, maka keluarkanlah Lalu mereka pun mengeluarkan manusia dalam jumlah yang banyak (dari api neraka). Kemudian dikatakan, “ Berangkatlah! Siapa yang kalian tahu di dalam hatinya terdapat seberat satu biji sawi dari keimanan, maka keluarkanlah dia.” Lalu mereka pun mengeluarkan manusia dalam jumlah yang banyak. Setelah itu Allah SWT, berfirman, ‘Sekarang Aku akan mengeluarkan (mereka dari neraka) dengan berkat nikmat dan kasih sayang-Ku. ’Lalu Allah mengeluarkan berlipat ganda (penghuni neraka) dari jumlah yang telah mereka keluarkan. Mereka dalam keadaan terbakar dan telah menjadi seonggok arang. Lalu mereka dilemparkan ke sebuah sungai, atau ke sebuah sungai dari sungai-sungai surga. Kemudian kerak-kerak hitam (tubuh) mereka menjadi sirna berguguran di pinggiran sungai itu. Sehingga mereka kembali menjadi putih laksana buah-buah mentimun yang berukuran kecil. Lalu ditulis di leher-leher mereka: Utaqa Lillah (Orang-orang yang dibebaskan oleh Allah), dan mereka dinamakan al Jahannamiyin. ” [3:80] Lafadz Ats-Tsa 'arir. mentimun yang kecil. Demikian diungkapkan oleh Syaikh Ibnu Hibban. Shahih Ibnu Hibban 184: Muhammad bin Amru bin Yusuf bin Hamzah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Al Mufhadhdhal menceritakan kepada kami dari Abu Maslamah dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Adapun para penghuni neraka yang menjadi penduduk neraka, maka sesungguhnya mereka itu tidak pernah mati di dalam neraka dan tidak juga hidup. Hanya saja, manusia terkena sengatan api neraka dengan sebab dosa-dosa mereka —atau dia berkata, dengan sebab kesalahan-kesalahan mereka- hingga ketika mereka telah menjadi seonggok arang, pintu syafa ’at diizinkan. Lalu mereka pun dihadirkan secara berkelompok. Mereka kemudian dihalau menuju para penghuni surga. Lalu dikatakan, “Wahai para penghuni surga, tuangkan untuk mereka.” Dia berkata: Lalu mereka tumbuh laksana tumbuhnya benih di tepian air yang mengalir. Lalu seorang laki-laki dari kaum berkata, “Seakan-akan Rasulullah berada di desa pedalaman (yakni saking tepatnya dalam menggambarkan benih yang tumbuh).” [3:80]. Shahih Ibnu Hibban 185: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Idris mengabarkan kepada kami, dari ayahnya dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab, dia berkata: Seorang Yahudi berkata kepada Umar, “Seandainya kami, segenap golongan Yahudi, mengetahui kapan diturunkannya ayat; ‘Pada hari ini telah aku sempurnakan agamamu. ’ (Qs. Al Maa'idah [5]: 3), niscaya kami akan menjadikannya sebagai hari raya. Dan seandainya kami mengetahui hari diturunkannya ayat ini, niscaya kami akan menjadikan hari itu sebagai hari raya.” Umar RA berkata, “Sungguh aku mengetahui hari yang diturunkan padanya dan malam yang diturunkan ayat ini, yaitu hari Jum’at. Saat itu kami bersama Rasulullah sedang berada di Arafah.” [5:46] Shahih Ibnu Hibban 186: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim mengabarkan kepada kami, dari Al-Auza’i dari Az-Zuhri, dia berkata: telah menceritakan kepadaku Sa’id bin Al Musayyab, Abu Salamah bin Abdurrahman, dan Abu Bakar bin Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Semuanya menceritakan dari Abu Hurairah dari Rasulullah, beliau bersabda; “Tidaklah pelaku zina itu berzina ketika melakukan zina dia beriman (yakni, saat seseorang beriman maka ia tidak akan berzina). Tidaklah pencuri itu mencuri ketika mencuri dia sedang beriman (yakni, saat seseorang beriman maka ia tidak akan mencuri). Tidaklah peminum khamer itu meminum khamer ketika meminumnya dia sedang beriman (yakni, saat seseorang beriman maka ia tidak akan meminum khamer). Dan tidaklah merampas pelaku perampasan harta berharga yang dilirik oleh setiap mata orang Islam, sedang dia ketika merampasnya sedang beriman .” Aku bertanya kepada Az-Zuhri, “Apa ini?” Az-Zuhri menjawab, “Kewajiban Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menyampaikan. Sedangkan kewajiban kita adalah menerima.” [2:64] Shahih Ibnu Hibban 187: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid dan Ibnu Katsir menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waqid bin Abudllah mengabarkan kepadaku, dari ayahnya bahwa ia mendengar Ibnu Umar menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, “Janganlah kalian kembali menjadi kafir sesudahku (wafatku), dimana sebagian kalian menebas leher sebagian yang lain.” [2:65] Shahih Ibnu Hibban 188: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik dari Shalih bin Kaisan dari Ubaidiliah bin Abdullah bin Utbah dari Zaidbin Khalid Al Juhani bahwa ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam suatu ketika melaksanakan shalat Shubuh bersama kami di daerah Hudaibiyah di bahwa langit yang menyisakan dari malam (bekas hujan). Lalu ketika Beliau selesai shalat, Beliau menghadap ke arah orang-orang, dan berkata, “Tahukah kalian apa yang telah difirmankan oleh Tuhan kalian?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda; “(Dia berfirman) Di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada pula yang kafir. Adapun orang yang berkata: Kami dianugerahi hujan semata karena karunia dan kasih sayang Allah, berarti ia adalah orang yang beriman kepada-Ku dan kafir terhadap bintang-bintang. Adapun orang yang berkata: Kami dianugerahi hujan dengan sebab rasi bintang ini dan itu, berarti ia adalah orang yang kafir kepada-Ku dan percaya kepada bintang-bintang” [2:65] Shahih Ibnu Hibban 189: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Amru dari Abu Salamah dari Asy-Syarid bin Suwaid Ats-Tsaqafi, dia berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku berwasiat agar kami memerdekakan seorang hamba sahaya untuknya. Dan aku memiliki seorang wanita sahaya yang berkulit hitam.” Beliau berkata, “Panggil dia (ke sini)! Tak lama, hamba ia pun datang. Beliau lalu bertanya (kepadanya), “Siapa Tuhanmu?” Ia menjawab, “Allah.” Beliau kembali bertanya, ”Siapa aku?” Dia menjawab, “Utusan Allah (Rasulullah).” Beliau lalu berkata (kepadaku); “Merdekakanlahdia, karena sesungguhnya ia wanita yang beriman” [2:65] Shahih Ibnu Hibban 190: Habbban bin Ishaq di kota Bashrah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Fadhl bin Ya’qub dari Rukhami menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Amir Al Aqadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Iman itu memiliki tujuh puluh pintu lebih. Dan malu itu sebagian dari iman.” [2:65] Shahih Ibnu Hibban 191: Al Husain bin Bistham di Ubulah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amm bin Ali mengabarkan kepada kami, dia berkata, Husain bin Hafsh menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan Ats-Tsauri menceritakan kepada kami, dari Suhail bin Abi Shalih [dari Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih]489 dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Iman itu memiliki tujuh puluh cabang lebih. Cabang iman yang tertinggi adalah bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dan cabang iman yang paling rendah adalah menyingkirkan hal yang mengganggu dari jalan.”490 [2:65] Shahih Ibnu Hibban 192: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yazid Ar-Rifa’i Abu Hisyam menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Ayyasy menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Hasan bin Amru Al Fuqaimi menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Abdurrahman bin Yazid dari ayahnya dari Abdullah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah orang mukmin itu orang yang mencela nasab, orang yang melaknat orang lain (dengan sumpah serapah), orang yang kotor (tindakan dan ucapan), dan pelaku kekejian (kemungkaran).” 491 Shahih Ibnu Hibban 193: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Mauhab dan Mauhab bin Yazid menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata: Abdullah bin Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Amru bin Al Harits menceritakan kepada kami bahwa Darraj Abu As-Samh telah meriwayatkan hadits ini kepadanya dari Abu Al Haitsam dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Tidak ada orang pemaaf kecuali yang pernah mengalami kekeliruan. Dan tidak ada orang bijak kecuali yang mempunyai pengalaman (teruji). 492 Mauhab berkata: Ahmad bin Hanbal bertanya kepadaku, “Apa yang kamu catat di negeri Syam?” Aku menyebutkan hadits ini kepadanya. Dia pun berkata, “Seandainya kamu tidak mendengar kecuali hadits ini saja, tidak lenyap (manfaat) perjalanannmu.” [3:50] Shahih Ibnu Hibban 194: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Hasan bin Ash-Shabbah Al Bazzar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Mu’ammal bin Isma’il mengabarkan kepada kami, dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyampaikan khutbah kepada kami. Di dalam khutbahnya, Beliau bersabda; “Tidak (sempurna) iman seseorang yang tidak bisa mengemban amanat. Dan tidak (sempurna) agama seseorang yang tidak menepati janji.” 493 [3:50] Shahih Ibnu Hibban 195: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muslim bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Abu Abdillah, dia berkata: Hammad bin Abu Sulaiman menceritakan kepada kami, dari Zaid bin Wahab dari Abu Dzarr, dia berkata: (Suatu saat) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berangkat menuju Baqi’ Al Gharqad. Dan aku pun mengikuti Beliau dari belakang. Lalu Beliau berkata, “ Wahai Abu Dzarr” Maka aku menyahut, “Labbaik Tsumma Sa 'daik (aku memenuhi panggilanmu dengan penuh kegembiraan). Dan aku adalah penebus jiwamu. Lalu Beliau berkata, “Orang-orang yang memperbanyak (harta) adalah golongan orang yang memiliki sedikit harta (yakni pahala) pada hari kiamat, kecuali orang yang mengatakan bahwa harta itu begini begini, dari kanan hanya seberapa dan dari kiri hanya seberapa” Beliau mengatakannya sebanyak tiga kali. Kemudian kami melewati gunung Uhud. Lalu beliau berkata, “ Wahai Abu Dzarr, aku tidak merasa senang bahwa keluarga Muhammad bergelimang emas, padahal kemarin mereka hanya memiliki satu dinar atau satu mitsqal saja.” Aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui” Kemudian kami melewati sebuah lembah. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencari tahu kedalaman lembah tersebut dan beliau menuruninya, lalu duduk di tepiannya. Aku mengira Beliau sedang memenuhi hajatnya sehingga begitu lambat menghampiriku. Namun perkiraanku salah. Lalu aku mendengar suara pembicaraan yang samar. Lalu Beliau berkata; “Itu adalah Jibril, dia mengabarkan kepadaku (tentang sesuatu) bagi umatku. Yaitu siapa di antara mereka yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah, niscaya ia akan masuk surga” Lalu aku bertanya, “Meskipun ia pernah berzina dan mencuri, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Meskipun dia pernah berzina dan mencuri” 494 [3: 50] Shahih Ibnu Hibban 196: Ahmad bin Yahya bin Zuhair Al Hafizh di daerah Tustar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Ala‘ bin Kuraib menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Daud bin Abi Hindun menceritakan kepada kami, dari Asy-Sya’bi,—Demi Tuhan pemilik bangunan ini, maksudnya Ka’bah— dia berkata: Aku mendengar Abdullah bin Amru berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Orang yang berhijrah (ke jalan Allah) adalah orang yang meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk Dan orang muslim adalah yang menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti muslim lainnya.” 495 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 197: Abdan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ma’mar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ashim menceritakan kepada kami, dari Ibnu Juraij, dia berkata: Abu Az-Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Jabir bin Abdillah berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda, “Orang yang paling sempurna keislamannya di antara kaum muslim adalah orang yang menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti muslim lainnya” 496 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 198: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir dan Umayah bin Bistham menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata: Yazad bin Zurai’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id menceritakan kepada kami, dari Qatadah dari Salim bin Abi Al Ja’d dari Ma’dan bin Abi Thalhah dari Tsauban dari Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “ Siapa yang datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan bebas dari tiga perkara ini, niscaya ia masuk surga: takabbur (sombong), menyembunyikan harta rampasan perang, dan utang.” 497 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 199: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Haywah mengabarkan kepadaku, dia berkata: Ibnu Al Had menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Ibrahim dari Sa ’ id bin Ash- Shalt dari Suhail bin Baidha yang berasal dari suku Bani Abdu Ad-Darr, dia berkata: Suatu ketika, kami sedang melakukan perjalanan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Para sahabat yang berada di depan Beliau beristirahat duduk, sedangkan mereka yang berada di belakang Beliau datang menyusul. Hingga ketika mereka semua berkumpul, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda; “Sesungguhnya siapa yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, niscaya Allah mengharamkan api neraka atasnya dan Allah wajibkan surga baginya”. 498 [1:2] Abu Hatim RA berkata: Ini adalah hadits yang titahnya {khithab) muncul pada situasi tertentu. Dan ini termasuk jenis yang telah saya sebutkan di dalam Fushul As-Sunan,sebagai berikut: Sebuah hadits, apabila khitab-nya berdasarkan situasi tertentu, maka tidak boleh dihukumkan dengannya kepada seluruh kondisi. Setiap khithab yang berasal dari Nabi sesuai dengan kondisi tertentu terbagi ke dalam dua katagori: Pertama, adanya kondisi tertentu yang karenanya muncul apa yang telah disebutkan (sabda Nabi), sedangkan kondisi tersebut tidak disebutkan bersama hadits. Kedua, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau menjawabnya dengan jawaban-jawaban. Kemudian jawaban-jawaban itu diriwayatkan tanpa bersama penyebutan pertanyaan-pertanyaannya. Dengan demikian, tidak boleh menetapkan kesimpulan (hukum) dengan khabar yang begini sifatnya untuk semua kondisi tanpa menggabungkan hadits globalnya dengan yang menafsirkannya dan hadits yang singkat dengan hadits yang menyeluruh (penyampaiannya). Shahih Ibnu Hibban 200: Ali bin Al Husain Al Askari di daerah Raqqah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdan bin Muhammad Al Wakil menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Za’idah menceritakan kepada kami, dari Sufyan dari Amru bin Dinar dari Jabir, bahwa ketika Mu’adz sudah mendekati wafat, dia berkata: Bukakan untukku kain penutup Qubah! Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “ Siapa yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dengan keikhlasan penuh dari hatinya, niscaya ia masuk surga.” 499 [1: 2] Abu Hatim RA berkata: Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “ Niscaya ia masuk surga” maksudnya adalah suiga tertentu di bawah (tingkat) surga yang lain, karena surga itu banyak dan bertingkat-tingkat. Siapa yang berikrar dengan dua kalimat syahadat, dan itu adalah cabang keimanan yang paling tinggi derajatnya di antara cabang-cabang keimanan yang lain, sedangkan dia tidak sempat melakukan amal shalih, lalu meninggal dunia, maka ia akan dimasukkan ke dalam suiga- Siapa yang berikrar dua kalimat syahadat, lalu ia mengerjakan amal shalih, baik sedikit ataupun banyak, niscaya ia akan dimasukkan ke dalam surga; suiga yang berada di atas suiga tersebut. Hal itu, karena semakin banyak amal shalih yang dilakukan oleh seseorang, maka semakin tinggi derajatnya, dan semakin tinggi surga yang akan ia raih. Bukan maskdunya bahwa seluruh kaum muslim akan memasuki satu surga yang sama, meskipun amalnya berlainan dan berbeda-beda, karena surga itu banyak, tidak hanya satu surga. Shahih Ibnu Hibban 201: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Al Mufadhdhal500 menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid Al Hadzdza menceritakan kepada kami, dari Al Walid bin Muslim Abu Bisyr, dia berkata: Aku mendengar Humran bin Aban berkata: Aku Mendengar Utsman bin Affan berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Siapa yang mati sedangkan ia meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah, niscaya ia masuk surga.” Shahih Ibnu Hibban 202: Isma’il bin Daud bin Wardah di daerah Fusthat mengabarkan kepada kami, dia berkata: Isa bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Al- Laits mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Ajian dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari Ibnu Muhairiz dari Ash-Shunabihi, dia berkata: (Suatu hari) aku berkunjung ke kediaman Ubadah bin Ash-Shamit ketika dia sedang menghadapi kematian (sakaratul maut). Lalu aku menangis. Dia berkata kepadaku, “Diam! kenapa engkau menangis? Demi Allah! Seandainya aku dimatikan secara syahid, niscaya aku berikan pahala syahid untukmu (Diminta kesaksian, niscaya aku memberikan kesaksian kepadamu). Seandainya aku diberikan otoritas syafa’at, niscaya aku akan memberikan syafa’at kepadamu. Seandainya aku diberikan kemampuan, niscaya aku akan memberikan manfaat untukmu.” Kemudian dia berkata, “Demi Allah! Tidak ada satu hadits pun yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan baik bagi kalian kecuali telah aku sampaikan semuanya kepada kalian. Hanya ada satu hadits (yang belum aku sampaikan), dan akan aku sampaikan kepada kalian pada hari ini. Pada saat nyawaku sudah di penghujung batas. Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; 'Siapa bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah, niscaya Allah mengharamkan dirinya dari api neraka.” 502 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 203: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi ‘Adi, dia berkata: Hajjaj Ash-Shawwaf menceritakan kepada kami, dia berkata: Humaid bin Hilal mengabarkan kepadaku, dia berkata: Aku telah meriwayatkan hadits dari Hishshan bin Kahin, dia berkata: Aku duduk di sebuah majelis yang padanya terdapat Abdurrahman bin Samurah. Dan aku tidak mengenalnya. Lalu dia berkata: Mu’adz bin Jabal menceritakan kepada kami, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. bersabda; "’Tidak ada seorang pun di atas bumi yang mati, sedangkan dia tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dan bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah, dengan hati yang penuh keyakinan, kecuali ia akan mendapatkan ampunan” Aku bertanya, “Apakah engkau benar mendengar hadits ini dari Mu’adz?” Dia berkata: Maka, para jama’ah menegurku dengan keras. Lalu Dia pun berkata, “Biarkan dia! Dia tidak lancang dengan ucapannya. Memang benar! Aku mendengar hadits ini dari Mu’adz yang mengatakan bahwa dia mendengarnya dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” 503 Shahih Ibnu Hibban 204: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya Al Azdi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahab bin Atha’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id menceritakan kepada kami, dari Qatadah dari Muslim bin Yasar dari Humran bin Aban dari Utsman bin Affan dari Umar bin Al Khaththab, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya mengetahui sebuah kalimat yang tidaklah diucapkan oleh seorang hamba dengan sebenar-benarnya dari lubuk hatinya, lalu ia mati, kecuali Allah mengharamkan dirinya dari api neraka. Yaitu: laa ilaaha illallaah (Tidak ada Tuhan selain Allah)." 504 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 205: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harun bin Ishaq Al Hamdani menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdul Wahab menceritakan kepada kami, dari Mis’arbin Kidam dari Isma’il bin Abi Khalid dari Asy-Sya’bi dari Yahya bin Thalhah dari ibunya, Su’da Al Murriyyah, dia berkata: Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, Umar bin Al Khaththab lewat di hadapan Thalhah. Ia bertanya, “Mengapa engkau murung (bersedih hati).505 apakah istri anak pamanmu telah berlaku tidak baik terhadapmu?” Thalhah menjawab, ‘Tidak! Akan tetapi, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; ‘Sesungguhnya aku mengetahui sebuah kalimat yang tidaklah diucapkan oleh seorang hamba saat menjelang kematiannya kecuali kalimat tersebut akan menjadi cahaya bagi lembaran (catatan) perbuatannya. Dan niscaya jasad dan ruhnya akan mendapatkan ketenteraman ketika mati. ’ Tidak lama dari itu, Beliau wafat dan aku belum sempat menanyakan kepadanya (tentang kalimat tersebut).” Thalhah kembali berkata, “Apa yang aku tahu, kalimat itu adalah sebuah kalimat yang sangat beliau dambakan untuk diucapkan oleh pamannya (Abu Thalib). Seandainya beliau mengetahui ada sesuatu yang lebih menyelamatkan pamannya daripada kalimat tersebut, tentu Beliau akan memerintahkannya.” 506 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 206: Hafsh bin Umar Al Haudhi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Alqamah bin Martsad dari Sa’ad bin Ubaidah dari Al Barra‘ bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Seorang mukmin Jika ia bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan mengakui Muhammad itu adalah utusan Allah, di dalam kuburnya, maka itulah (yang dimaksud) dalam firman Allah SWT, ‘Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat. (Qs. Ibrahim [14]: 27). 507 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 207: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Shafwan bin Shalih menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami, dari Ibnu 508 Jabir, dia berkata: Umair bin Hani’ menceritakan kepadaku, dia berkata: Junadah bin Abi Umayyah menceritakan kepadaku, dia berkata: Ubadah bin Ash-Shamit menceritakan kepadaku, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, (bersaksi) bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, (bersaksi) bahwa Isa adalah hamba dan utusan Allah sekaligus kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) ruh dari-Nya, bersaksi bahwa surga dan neraka itu haq, niscaya Allah akan memasukkannya (ke dalam surga) melalui delapan pintu surga mana saja yang ia kehendaki” 509 [1: 2]. Shahih Ibnu Hibban 208: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami dia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id bin Abi Ayyub menceritakan kepadaku, dari Abu Hani’ dari Abu Ali Al Janbi 510 dari Fadhalah bin Ubaid, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah! siapa yang beriman kepada-Mu dan bersaksi bahwa aku adalah utusan-Mu, maka tanamkan cinta kepadanya terhadap pertemuan dengan-Mu, mudahkan untuknya ketentuan-Mu,dan sedikitkanlah baginya dari dunia. Dan siapa yang tidak beriman kepada-Mu dan tidak bersaksi bahwa aku adalah utusan-Mu, maka jangan Engkau tanamkan rasa cinta kepadanya terhadap perjumpaan dengan-Mu, jangan mudahkan untuknya ketetapan-Mu, dan perbanyaklah baginya dari dunia.511 Shahih Ibnu Hibban 209: Washifbin Abdullah Al Hafizh mengabarkan kepada kami di negeri Anthakiyah, dia berkata: Ar-Rabi ’ bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayyub bin Suwaid menceritakan kepada kami, dia berkata: Malik menceritakan kepada kami, dari Abu Hazim dari Sahal bin Sa’ad, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “ Sesungguhnya para penghuni surga akan melihat para penghuni tempat-tempat surga lainnya, seperti kalian melihat bintang berkilauan yang melintas di ufuk dari timur dan barat, karena perbedaan keutamaan antara keduanya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, itu adalah tempat-tempat para Nabi yang tidak bisa dicapai oleh selain mereka?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Tentu! Dan demi Zat yang menguasai jiwaku, yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan mempercayai para Rasul-Nya” 512 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 210: Ahmad bin Muhammad bin Al Hasan bin Asy-Syarqi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Manshur Zaj menceritakan kepada kami, dia berkata: An-Nadhr bin Syumail menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dia berkata: Aku mendengar Amru bin Maimun dari Mu’adz bin Jabal, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “(yaitu) hendaklah mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya." Beliau kembali bersabda; “Apa hak mereka atas Allah jika mereka melakukan hal itu?" Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “ Allah mengampuni mereka dan tidak menyiksa mereka" 513 [1:2] Abu Hatim RA berkata: Hadits ini mengandung penjelasan yang nyata bahwa hadits-hadits yang telah kami sampaikan sebelumnya, semuanya secara singkat dan tidak menyeluruh. Juga menjelaskan bahwa sebagian dari cabang-cabang keimanan itu, apabila dilakukan oleh seseorang, tidak selamanya mewajibkan surga baginya (dalam sepanjang waktu). Tidakkah kamu perhatikan (hadits ini) bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan hak Allah yang wajib dilaksanakan oleh manusia bahwa mereka harus menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya. Menyembah Allah SWT adalah ikrar lisan, pembenaran hati, dan pengamalan rukun-rukun. Selanjutnya, ketika kaum muslim bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hak mereka atas Allah, mereka mengatakan, “Apa hak manusia atas Allah jika mereka melakukan hal itu?” Mereka tidak mengatakan, “Apa hak manusia atas Allah jika mereka ‘mengucapkan’ hal itu?” Dan Nabi tidak mengingkari ungkapan tersebut. Uraian yang telah kami paparkan merupakan keterangan yang paling jelas bahwa surga tidak wajib bagi mereka yang melaksanakan sebagian cabang keimanan saja, pada semua kondisi. Bahkan ini berlaku pada setiap hadits yang keumuman khiththab (seruannya) sesuai dengan kondisi yang terkandung padanya, sebagaimana yang telah kami uraikan sebelumnya. Shahih Ibnu Hibban 211: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahid bin Ghiyats menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami, dari Qatadah dari Abu Al Malih dari Auf bin Malik, dia berkata: Pada suatu malam, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membawa kami berhenti istirahat (dari sebuah perjalanan). Masing-masing dari kami berbaring di tanah dalam jarak satu hasta dari binatang kendaraan kami. Pada sebagian malam, aku terjaga dari tidur. Dan ternyata unta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tanpa ada seseorang di depannya. Aku pun beranjak bangkit dan mencari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Saat itu aku berjumpa dengan Mu’adz bin Jabal dan Abdullah bin Qais sedang berdiri. Aku bertanya, “Di mana Rasulullah SAW?” Mereka berdua menjawab, “Kami tidak tahu. Hanya saja kami mendengar suara di atas lembah. Ternyata suara itu mirip dengan gemuruh alat penggilingan gandum.” Dia berkata: Lalu kami pun diam sejenak. Kemudian Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kami. Beliau bersabda; “Sesungguhnya telah datang kepadaku utusan dari Tuhanku. Lalu ia menawarkan pilihan kepadaku antara memasukkan separuh dari umatku ke dalam surga atau kewenangan memberikan syafa ’at (pertolongan). Dan aku memilih kewenangan syafa ’at." Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Kami bersumpah 514 dihadapanmu atas nama Allah dan persahabatan ini. Tidakkah engkau menjadikan kami sebagai orang-orang yang berhak memperoleh syafa’atmu?” Beliau menjawab, “ Kalian termasuk golongan orang-orang yang mendapatkan syafa ’atku” Dia berkata: Ketika para sahabat telah menaiki kendaraannya masing- masing, Beliau bersabda; “ Sesungguhnya aku mempersaksikan kepada siapa yang hadir di sini bahwa syafa’atku (diberikan) untuk orang yang mati dari umatku tanpa menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.” 515 Shahih Ibnu Hibban 212: AbdulIah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza’i menceritakan kepada kami, dia berkata: Rif’ah bin Arabah Al Juhani menceritakan kepadaku, Ia berkata: Kami menjalani masa permulaan Islam bersama Rasulullah dari Kota Makkah. Banyak dari kalangan manusia yang meminta izin pergi kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliaupun mengizinkan mereka. Beliau bersabda; “Mengapa sisi pohon yang berada di sebelah Rasulullah lebih kalian benci daripada sebelah sisi yang lain.”517 Rifa’ah berkata, “Maka, kami tidak melihat para sahabat kecuali menangis semua. Dia berkata: Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya orang yang meminta izin keluar setelah ini adalah orang yang benar-benar dungu -dalam pandangan hatiku-.’ Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri. Beliau memuji Allah dan menyanjung- Nya —Dan Beliau, apabila bersumpah, selalu mengatakan: “Demi Dzat yang menguasai jiwaku!: Aku bersaksi di sisi Allah bahwa tidak ada seorang pun di antara kalian yang beriman kepada Allah, 518 lalu menjalani prilaku lurus, kecuali ia akan diperjalankan menuju ke surga. Tuhanku telah menjanjikan kepadaku bahwa Dia akan memasukkan tujuh puluh ribu orang dari umatku ke dalam surga, tanpa melalui proses penghitungan amal dan tanpa menjalani siksaan. Dan aku berharap mereka tidak memasuki surga sampai orang-orang yang shalih dari isteri-istri kalian, dan anak keturunan kalian benar-benar telah menempati tempat-tempat di dalam surga” Kemudian Beliau bersabda, “Apabila waktu telah melewati separuh malam atau dua pertiga malam, Allah SWT turun ke langit dunia. Lalu Dia berfirman: ‘Aku tidak bertanya kepada selain-Ku tentang hamba-Ku; siapa yang sedang meminta kepada-Ku sehingga Aku memberinya, siapa yang memohon ampunan kepada-Ku sehingga Aku mengampuninya, dan siapa yang berdo ’a kepada-Ku sehingga Aku memenuhinya. ’ (Hal itu berlangsung) hingga terbit fajar subuh." 519 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 213: Muhammad bin Al Hasan bin Mukram Al Bazzar di Kota Bashrah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Khallad bin Aslam menceritakan kepada kami, dia berkata: An-Nadhr bin Syumail menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Habib bin Abi Tsabit, Sulaiman, dan Abdul Aziz bin Rufai’. Mereka berkata: Kami mendengar Zaid bin Wahab meriwayatkan hadits dari Abu Dzarr, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Jibril datang kepadaku. Dia menyampaikan kabar gembira kepadaku bahwa siapa di antara umatku mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, niscaya ia masuk surga, meskipun ia pernah berzina dan mencuri” 520 Sulaiman berkata: Aku berkata kepada Zaid, “Hanya saja hadits ini diriwayatkan dari Abu Ad-Darda'.” 521 [3:42] Abu Hatim berkata: Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Siapa di antara umatku mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun, niscaya ia masuk surga.” Maksudnya adalah kecuali apabila dia melakukan sesuatu yang menyebabkan ia masuk neraka. Shahih Ibnu Hibban 214: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Al Ja’d menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Tsauban mengabarkan kepada kami, dari ayahnya dari Makhul dari Mu’adzbin Jabal. Dan dari Umar bin Hani ’ dari Abdurrahman bin Ghanm bahwa ia mendengar Mu’adzbin Jabal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mu’adz berkata: Aku berkata (kepada Nabi), “Beritahukan kepadaku sebuah amal perbuatan yang menyebabkan aku masuk surga!” Beliau menjawab; “Bagus, bagus! Kamu bertanya tentang sebuah perkara yang besar. Namun ia mudah bagi orang yang diberikan kemudahan oleh Allah. Yaitu hendaklah kamu mendirikan shalat fardhu, menunaikan zakat fardhu, dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.” 522 [1:11] Abu Hatim berkata : Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Dan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun”. Beliau maksudkan dengannya adalah perintah meninggalkan perbuatan syirik. Shahih Ibnu Hibban 215: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Abu Az-Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah tertawa (maksudnya, ridha) melihat dua orang laki-laki, salah satu dari mereka membunuh yang lain, dan keduanya masuk surga. Seseorang yang berperang di jalan Allah, lalu ia mati terbunuh. Kemudian Allah menerima taubat orang yang membunuhnya (dengan memeluk Islam). Lalu dia berperang di jalan Allah dan mati syahid." 523 [3: 67] Shahih Ibnu Hibban 216: Muhammad bin Ubaidillah bin Al Fadhl Al Kala'i di kota Himsh mengabarkan kepada kami, dia berkala: Amru bin Utsman bin Sa’id menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’aib bin Abi Hamzah menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dia berkata: Ubaidillah bin Abdullah menceritakan kepada kami, bahwa Abu Hurairah berkata: Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar RA menjadi khalifah setelahnya. Sementara sebagian orang Arab telah kembali kafir. Saat itu Umar berkata, “Wahai Abu Bakar, bagaimana engkau memerangi manusia, padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan: ‘Tiada Tuhan selain Allah.' Siapa yang telah mengucapkan: Tiada Tuhan selain Allah, maka dia terpelihara dariku; harta dan jiwanya kecuali dengan jalan yang haq. Dan segala penghitungan amalnya diserahkan kepada .” Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku akan memerangi orang-orang yang membeda-bedakan antara shalat dan zakat. Karena sesungguhnya zakat tergolong hak harta. Demi Allah, seandainya mereka menahan dariku anak kambing betina sebagaimana yang dahulu selalu mereka serahkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, niscaya aku akan memerangi mereka atas pembangkangan itu.” Umar berkata, “Demi Allah, Allah telah membukakan hati Abu Bakar untuk berperang. Aku tahu bahwa itulah langkah yang benar.” 524 Shahih Ibnu Hibban 217: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits menceritakan kepada kami, dari Uqail dari Az-Zuhri, dia berkata: Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah mengabarkan kepadaku, dari Abu Hurairah, dia berkata: Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar RA menjadi khalifah setelah Beliau. Sementara sebagian orang Arab telah kembali kafir. Saat itu Umar berkata, “Wahai Abu Bakar, bagaimana engkau memerangi manusia, padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda: Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan: ‘Tiada Tuhan selain Allah.’ Maka siapa yang telah mengucapkan: Tiada Tuhan selain Allah, maka dia terpelihara dariku; harta dan jiwanya kecuali dengan jalan yang haq. Dan segala penghitungan amalnya diserahkan kepada Allah’.” Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku akan memerangi orang-orang yang membeda-bedakan antara shalat dan zakat. Karena sesungguhnya zakat adalah hak harta. Demi Allah, seandainya mereka menahan dariku zakat unta dan kambing, sebagaimana yang dahulu selalu mereka serahkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, niscaya aku akan memerangi mereka atas penahanan itu.” Umar berkata, “Demi Allah, tidaklah ini kecuali bahwa Allah telah membukakan hati Abu Bakar untuk berperang. Aku tahu bahwa itulah langkah yang benar.” 525 Shahih Ibnu Hibban 218: Muhammad bin Ubaidilah bin Al Fadhl Al Kala’i di daerah Himsh mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amru bin Utsman menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’aib bin Abi Hamzah menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dia berkata: Sa’id bin Al Musayyab mengabarkan kepadaku, bahwa Abu Hurairah menyampaikan sebuah khabar kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka mengucapkan: ‘Tiada Tuhan selain Allah. ’Maka siapa yang telah mengucapkan: Tiada Tuhan selain Allah, maka dia terpelihara dariku; jiwa dan hartanya kecuali dengan jalan yang haq. Dan segala penghitungan amalnya diserahkan kepada Allah.” Lalu Allah menurunkan ayat di dalam kitab-Nya. Dia menyebutkan tentang orang-orang yang menyombongkan diri. Allah berfirman, “ Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: ‘Laa ilaaha illallah ’ (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.” (Qs. Ash-Shaaffaat [37]: 35). Dan Allah berfirman, “Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa, ” (Qs. Al Fath [48]: 26), yaitu laa Ilaaha lllallah wa muhammadarrasulullah (tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah), Orang-orang musyrik bersikap menyombongkan diri dari kalimat takwa pada hari Hudaibiyah 526 [3:7] Shahih Ibnu Hibban 219: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Muhammad bin Ar’arah menceritakan kepada kami, dia berkata: Harami bin Umarah menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Waqid bin Muhammad dari ayahnya dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukan itu semua, maka mereka terpelihara dariku; darah-darah dan harta-harta mereka kecuali secara hak Islam. Dan penghitungan mereka diserahkan kepada Allah.“ 527 [3:7] Shahih Ibnu Hibban 220: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abdah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ad-Darawardi menceritakan kepada kami, dari Al Ala' dari ayahnya dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku diperintahkan memerangi manusia sampai mereka mengucapkan: Tiada Tuhan selain Allah, dan sampai mereka beriman kepadaku dan kepada ajaran yang aku bawa. Apabila mereka telah melakukan itu semua, maka mereka terpelihara dariku; darah dan harta-harta mereka kecuali secara hak. Dan penghitungan mereka diserahkan kepada Allah.” 528 [3:7] Shahih Ibnu Hibban 221: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid dan Muhammad bin Syu’aib menceritakan kepada kami, dari Al Auza’i, dia berkata: Al Muththalib bin Hanthab menceritakan kepadaku, dari Abdurrahan bin Abu Amrah Al Anshari dari ayahnya, dia berkata: Kami pemah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah peperangan. Saat itu, orang-orang dilanda kelaparan yang sangat dahsyat. Mereka pun meminta izin kepada Rasulullah untuk menyembelih sebagian (hewan kendaraan) mereka. Umar saat itu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika kita bertemu dengan musuh dalam keadaan sangat lapar dan berjalan kaki (tidak berkendaraan perang)? Akan tetapi, bagaimana pendapatmu, wahai Rasulullah, engkau mengajak orang-orang untuk mengumpulkan sisa-sisa perbekalan mereka.” Mereka lalu membawa sisa perbekalan mereka. Ada di antara mereka yang datang dengan membawa makanan sepenuh dua telapak tangan, ada pula yang lebih dari itu. Dan yang paling banyak adalah orang yang membawa satu sha' buah kurma. Kemudian Beliau mengumpulkan semuanya di atas tanah. Lalu Beliau memanjatkan doa kepada Allah dengan doa yang dikehendaki Allah dia berdoa. Kemudian Nabi memanggil orang-orang dengan membawa wadah milik mereka masing-masing. Maka tidak ada satu pun wadah pada pasukan kecuali telah terisi penuh oleh makanan. Dan masih tersisa (makanan) seumpamanya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersenyum hingga terlihat gigi-gigi gerahamnya. Kemudian Beliau bersabda; “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Aku bersaksi bahwa sesungguhnya aku adalah utusan Allah. Dan aku bersaksi di sisi Allah bahwa tidaklah seorang hamba yang beriman dengan dua kalimat syahadat bertemu dengan Allah kecuali keduanya (kalimat syahadat) membentenginya dari api neraka pada hari kiamat“ 529 Abu Amrah Al Anshari ini, namanya adalah Tsa’labah bin Amru bin Mihshan. 530 [3:41] Shahih Ibnu Hibban 222: Washif bin Abdullah Al Hafizh di daerah Anthakiyah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al Muradi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dari Malik dari Amru bin Yahya Al Mazini, dia berkata: ayahku menceritakan kepada kami, dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Para penghuni surga masuk ke dalam surga dan para penghuni neraka masuk ke dalam neraka. Kemudian Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi berfirman, ‘Kalian lihailah siapa yang di dalam hatinya terdapat seberat satu biji sawi dari iman, maka keluarkan dirinya (dari api neraka)' Rasulullah melanjutkan sabdanya; Lalu mereka dikeluarkan dari neraka dengan tubuh hitam menjadi arang setelah mereka terbakar. Kemudian mereka dilemparkan ke dalam sungai kehidupan (surga). Lalu mereka pun tumbuh laksana tumbuhnya benih sayur-sayuran di tepian sungai. Tidakkah engkau melihat tumbuhan itu begitu kuning dan ranum melingkar. 532 Shahih Ibnu Hibban 223: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, bahwa Mahmud bin Ar-Rabi’ Al Anshari telah menyampaikan khabar kepadanya bahwa Itban bin Malik -salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari golongan Anshar yang pernah mengikuti perang Badar- datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh penglihatanku sudah kabur, sementara aku selalu melaksanakan shalat bersama kaumku. Namun apabila musim hujan tiba, maka lembah sungai yang memisahkan rumahku dengan tempat tinggal mereka menjadi banjir. Aku pun tidak bisa mendatangi masjid mereka untuk melaksananan shalat bersama mereka. Aku sangat mengharapkan engkau berkenan datang untuk melaksanakan shalat di rumahku yang akan aku jadikan sebagai tempat shalat.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Aku akan melakukannya.” Itban melanjutkan: Lalu Rasulullah dan Abu Bakar berangkat saat siang sudah mulai merangkak. Setelah sampai ke rumahku, beliau pun meminta izin masuk. Aku pun mengizinkannya masuk. Beliau tidak segera duduk sampai beliau benar-benar telah memasuki ruangan dalam rumah. Kemudian beliau bertanya, “Mana ruangan rumah yang engkau inginkan untuk dijadikan tempat shalatT” Maka aku pun menunjuk ke arah salah satu sudut ruangan di dalam rumah. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri lalu bertakbir (takbiratul ihram). Kami berdiri di belakang beliau (dan mengikuti sahalat). Beliau melakukan shalat dua raka’at, lalu mengakhirinya dengan salam. Kemudian kami menahan beliau sejenak untuk (mencicipi) makanan berupa sup 533 yang kami sediakan untuk beliau. Maka orang-orang di sekitar rumah itu pun berdatangan. Sehingga berkumpul di rumahku orang-orang yang cukup banyak. Salah seorang di antara mereka bertanya, “Di mana Malik bin Dukhsyun?” 534 Sebagian yang lain berkata, “Ia adalah orang munafik dan tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya.” Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya “Janganlah kamu mengatakannya seperti itu. Bukankah kamu melihat bahwa ia mengucapkan: laa ilaaha illallah (tiada Tuhan selain Allah), dengan mengharapkan keridhaan Allah. Mereka berkata, “Hanya Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu, kami hanya melihat dari mukanya dan nasihatnya kepada orang-orang munafiq.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Sesungguhnya Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi telah mengharamkan api neraka bagi orang yang mengucapkan: laa ilaaha illallah {tiada Tuhan selain Allah)."535 Ibnu Syihab berkata: Kemudian aku bertanya kepada Hushain bin Muhammad Al Anshari —salah seorang yang berasal dari kabilah Bani Salim dan dia tergolong tokoh elit mereka— tentang hadits Mahmud bin Af-Rabi’. Dan dia membenarkannya (keberadaan hadits ini). [3:9] Shahih Ibnu Hibban 224: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Ghaffar bin Abdullah Az-Zubairi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ali bin Mushir menceritakan kepada kami, dari Al A’masy dari Ibahim dari Alqamah dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari kesombongan. Dan tidak masuk neraka seseorang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi dari keimanan. 536 [3:79] Shahih Ibnu Hibban 225: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Warits bin Ubaidillah menceritakan kepada kami, dari Abdullah, dia berkata: Al-Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku telah meriwayatkan sebuah hadits dari Amru bin Yahya dari Abu Abdurrahman Al Ma’afiri Al Hubuli, dia berkata: Aku mendengar Abdullah bin Amru bin Ash berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah akan menyelamatkan seseorang dari umatku yang berada di antara sekian banyak golongan makhluk pada hari kiamat kelak. Maka Allah membukakan kepadanya sembilan puluh sembilan catatan amalnya. Setiap buku catatan itu lebarnya dalam ukuran sepanjang mata memandang. Kemudian Allah berfirman kepadanya, Apakah kamu mengingkari sesuatu dari buku-buku catatan ini. Apakah para malaikat-Ku yang mencatat amal dan mengawasi perbuatanmu telah berlaku zhalim terhadapmu?’ Dia menjawab, ‘Tidak, wahai Tuhanku'. Allah kembali bertanya, ‘Apakah kamu memiliki sebuah pembelaan ataupun amal kebajikan?‘ Dia merasa bingung, lalu ia menjawab, ‘Tidak, wahai Tuhanku?’ Allah kembali berfirman, ‘Ya. Sesungguhnya kamu memiliki amal kebaikan di sisi Kami. Dan sungguh tidak ada kezhaliman atasmu pada hari ini? Lalu Allah mengeluarkan selembar kertas. Di dalam selembar kertas itu tertulis kalimat, ‘Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.’ Lalu Allah berfirman, ‘Hadirkan timbanganmu!‘ Dia berkata, ‘Wahai Tuhanku, Apa artinya lembaran kertas ini bersama dengan buku catatan amal ini?'. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya kamu tidak dizhalimi.’ Dia (periwayat) berkata: Selanjutnya catatan amal itu diletakkan di piringan timbangan, sementara selembar kertas itu diletakkan di piringan timbangan yang lain. Maka, ternyata buku catatan amal itu sangat ringan. Sementara kartu tersebut timbangannya sangat berat. Dia (periwayat) berkata: Tidak ada satu pun yang lebih berat dari nama Allah.” 537 [3:74] Shahih Ibnu Hibban 226: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abbad Al Makki menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Isma’il menceritakan kepada kami, dari Syarik dari Abdul Aziz bin Rufai ’ dari Ma’rur bin Suwaid dari Abu Dzarr dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “ Allah berfirman, ‘Wahai anak Adam, seandainya engkau menemui-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, sedang engkau tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku akan menemuimu dengan ampunan sepenuh bumi ’.” 538 Shahih Ibnu Hibban 227: Muhammad bin Abdillah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami, dari Shalih bin Shalih Al Hamdani dari Asy-Sya’bi. Dia (Shalih bin Shalih) berkata: Aku melihat seorang laki-laki dari penduduk Khurasan datang kepadanya,”539 dan berkata: Wahai Abu Amru, sesungguhnya orang-orang Khurasan sebelum kami selalu mengatakan bahwa seseorang apabila memerdekakan hamba sahayanya, kemudian ia menikahkan, maka dia seperti menunggangi untanya. Asy-Sya’bi berkata: Abu Burdah menceritakan kepadaku, dari ayahnya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga (kelompok manusia) yang akan dianugerahkan pahalanya sebanyak dua kali: seseorang dari ahli kitab yang beriman terhadap Nabinya, lalu ia menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beriman kepadanya dan mengikutinya, maka ia akan memperoleh dua pahala. Selanjutnya hamba sahaya yang memenuhi hak Allah -Yang Maha Agung dan Maha Tinggi- dan memenuhi hak tuannya yang dibebankan kepadanya, maka ia akan memperoleh dua pahala. Dan seseorang yang memiliki hamba sahaya, lalu dia memberi makan kepadanya dengan makanan yang baik, mendidiknya dengan pendidikan yang baik, dan memerdekakannya, lalu dia menikahkannya, maka ia memperoleh dua pahala.”540 [ 1:2] Asy-Sya’bi berkata kepada laki-laki yang berasal dari Khurasan tersebut, ‘Ambillah hadits ini tanpa ada sedikit pun rasa ragu.” Laki-laki tersebut (sebagaimana orang-orang) melakukan perjalanan ilmiah ke Madinah untuk mendapatkan hadits-hadits. 541 Shahih Ibnu Hibban 228: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Abbas bin Abdul Azhim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian memperbagus ke- Islamannya, maka setiap kebaikan yang ia kerjakan (niscaya dibalas) dengan sepuluh kali lipat seumpamanya, hingga tujuh ratus kali lipat. Dan setiap kejahatan yang ia lakukan akan dicatat baginya (balasan) yang seimbang, hingga ia bertemu dengan Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi.” 542 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 229: Al Husain bin Abdullah Al Qaththan di negeri Raqqah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Syu’aib menceritakan kepada kami, dari Al Auza’i dari Qurrah bin Abdurrahman dari Az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya termasuk bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya. 543 [2:88] Shahih Ibnu Hibban 230: Abdullah bin Qahthabah di daerah Famm Ash-Shilhi 544 mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ash-Shabah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abidah bin Humaid menceritakan kepada kami, dari Bayan bin Bisyr dari Amir dari Abdulah bin Amru dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang muslim adalah orang yang menjaga lisan dan tangannya dari menyakiti muslim lainnya. Dan orang yang hijrah (sesungguhnya) adalah orang yang meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah kepadanya.” 545 [3:49] Shahih Ibnu Hibban 231: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Kuraib menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Usamah menceritakan kepada kami, dari Buraid dari 546 Burdah dari Abu Musa bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seorang mukmin terhadap mukmin lainnya seperti sebuah bangunan, saling memperkuat satu sama lain.” 547 [1:13] Shahih Ibnu Hibban 232: Bakar bin Muhammad bin Abdul Wahhab Al Qazzaz mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abadah menceritakan kepada kami, dia berkata: Umar bin Ali bin Muqaddam menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan Ats-Tsauri menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Burdah dari ayahnya 548 dari Abi Musa, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Perumpamaan orang-orang mukmin di sesama mereka adalah laskana sebuah bangunan."—Abu Musa berkata: Lalu Beliau memasukkan jemari tangannya ke dalam tanah, dan bersabda, “Sebagiannya memperkuat sebagian yang lain"549 [3:28] Shahih Ibnu Hibban 233: Ibnu Qahthabah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Shabbah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abidah bin Humaid menceritakan kepada kami, dari Al Hasan bin Ubaidillah An-Nakha’i dari Asy- Sya’bi, dia berkata: Aku mendengar An-Nu’man bin Basyir berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang yang beriman 550laksana satu jasad. Jika salah satu bagian dari jasad itu mengeluh sakit, maka seluruh jasad pun akan merasakan sakit. 551 [3:28] Shahih Ibnu Hibban 234: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Mu’adz Al Anbari menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Qatadah dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda; “Tidak beriman (sempurna) salah seorang dari kalian kepada Allah sampai ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri ” 552 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 235: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Isma’il bin Abi Saminah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Adi menceritakan kepada kami, dari Husain Al Mu’allim dari Qatadah dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang hamba tidak akan mencapai hakikat keimanan sampai dia mencintai manusia seperti ia mencintai dirinya sendiri, yaitu berupa kebaikan. 553" [1:2] Shahih Ibnu Hibban 236: Muhammad bin Abdullah Al Hasyimi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Umar bin Ar-Rammah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dari Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Demi Dzat yang menguasai diriku! Kalian sekali-kali tidak masuk surga 554 sampai kalian beriman. Dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Perhatikan! Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang apabila kalian lakukan, niscaya kalian akan saling mencintai? Sebarkan salam (kedamaian) di antara kalian.” 555 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 237: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit dari Anas bin Malik dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tiga perkara yang bila terdapat pada diri seseorang, niscaya ia akan merasakan manisnya iman: Orang yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lain. Seseorang yang mencintai suatu kaum (muslim), dia tidak mencintai mereka kecuali karena Allah. Dan seseorang yang lebih menyukai dilemparkan ke dalam kobaran api daripada kembali menjadi seorang Yahudi dan Nasrani.” 556 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 238: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayyub menceritakan kepada kami, dari Abu Qilabah dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tiga (perkara) yang bila terdapat pada diri seseorang, niscaya ia akan merasakan manisnya iman: yaitu hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari apapun selain keduanya, hendaklah ia mencintai seseorang, dimana ia tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci kembali kepada kekufuran sebagaimana ia membenci bahwa api dikobarkan untuknya, lalu ia dilemparkan ke dalam kobarannya” 557 [1: 93] Shahih Ibnu Hibban 239: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, dia berkata: Syaiban bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami, dari Umar bin Abi Salamah dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Tiga (perkara) yang kesemuanya diwajibkan atas muslim: menjenguk orang yang sakit, melayat jenazah, dan mendoakan orang yang bersin (dengan membaca yarhamukallah) apabila ia memuji Allah (yakni membaca Alhamdulillah).” 558 [3:32] Shahih Ibnu Hibban 240: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah 559 bin Umar AJ Qawariri menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dia berhata: Abdul Hamid bin Ja’far menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku menceritakan kepadaku dari Hakim bin Aflah dari Abu Mas'ud dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. belian bersabda, “Kewajiban seorang muslim atas muslim lainnya ada empat perkara: menjenguknya apabila ia sakit, melayatnya apabila ia mati, mendoakannya dengan ucapan yarhamukallah (semoga Allah memberikan kasih sayang kepadamu) apabila ia bersin, dan memenuhi undangannya apabila ia mengundang” 560 [3:32] Shahih Ibnu Hibban 241: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza’i menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Hak seseorang muslim atas muslim yang lain ada lima: Menjawab salam, menjenguk orang yang sakit, mengantarkan jenazah, memenuhi undangan, dan mendo'akan orang yang bersin (dengan membaca yarhamukallah). ” 561 [3:32] Shahih Ibnu Hibban 242: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Al Ala’ dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam perkara.” Para sahabat bertanya, “Apa saja, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab” “(Yaitu) apabila ia bertemu dengan muslim lainnya, hendaknya ia mengucapkan salam kepadanya. Apabila ia mengundangnya, hendaknya ia memenuhinya. Apabila ia dimintai nasihat, hendaknya ia memberikan nasihat kepadanya. Apabila ia bersin, lalu memuji Allah (dengan mengucapkan Al Hamdulillah), maka hendaknya ia mendo' akannya(dengan mengucapkan yarhamukallah). Apabila ia sakit, hendaknya ia menjenguknya, dan apabila ia meninggal dunia, hendaknya ia mengantarkan (jenazahnya).” 562 [3:32] Shahih Ibnu Hibban 243: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kanmi, dia berkata: Abu Umar Adh-Dharir menceritakan kepada kami, dia berkata : Abdul Azis bin Muslim Al Qasmali menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beraahda? “Siapa yang bisa memberitahukan kepadaku tentang sebuah pohon yang perumpamaannya seorang mukmin, pohon yang akarnya tertancap kuat dan cabangnya menjulang ke langit, manghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan izin Tuhannya?” Abdullah (bin Umar) berkata Sebenarnya aku ingin menjawab, “Pohon itu adalah pohon kurma ”Namun aku terhalang oleh kedudukan ayahku. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pohon Itu adalah pohon kurma” Maka aku pun menuturkan (kebenaran jawabanku ) itu kepada ayahku (Umar bin Khaththab) la pun berkata, “Seandainya engkau mengatakannya, niscaya hal itu lebih aku sukai daripada ini dan itu” Aku menduga is berkata “Binatang ternak yang berwarna merah”563 [3:66]. Shahih Ibnu Hibban 244: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Al A’masy dari Mujahid dari Ibnu Umar, dia berkata: Kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba ada seorang yang mengantarkan daging kurma yang lunak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Di antara pepohonan ada sebuah pohon yang keberkahannya seperti seorang muslim.” Ibnu Umar berkata: terlintas pendapat dibenakku bahwa pohon itu adalah pohon kurma. Lalu aku melihat ke arah orang-orang yang berkumpul di situ. Ternyata aku adalah orang ke sepuluh dari sepuluh orang dan aku adalah orang yang paling muda di antara mereka. Maka aku pun berdiam. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pohon itu adalah pohon kurma” 564 [3:28] Shahih Ibnu Hibban 245: Abu Ath-Thayyib Muhammad bin Ali Ash-Shairafi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Kamil Al Jahdari menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ayyub menceritakan kepada kami, dari Abu Al Khalil dari Mujahid dari Ibnu Umar, dia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada para sabahatnya; “Beritahukan kepadaku tentang sebuah pohon yang perumpamaannya seperti seorang mukmin.” Orang-orang yang berada di situpun lalu membicarakan pohon demi pohon yang tumbuh di lembah. 565 Abdullah bin Umar berkata: Terlintas di dalam hatiku atau di dalam batinku bahwa yang dimaksud adalah pohon kurma. Dia berkata: Aku ingin mengatakannya, tetapi aku melihat banyak orang yang usianya lebih tua. Aku pun urung untuk mengungkapkannya. Sedangkan mereka pun tidak dapat menemukannya. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Pohon itu adalah pohon kurma” 566 [3:53] Shahih Ibnu Hibban 246: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, dia berkata: Isma’il bin Ja’far menceritakan kepada kami, dia berkata: Dan Abdullah bin Dinar mengabarkan kepadaku, bahwa ia mendengar Ibnu Umar berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara pepohonan ada sebuah pohon yang daunnya tidak pernah berguguran dan pohon itu perumpamaan seorang muslim. Coba kalian katakan kepadaku, pohon apakah itu?" Saat itu orang-orang tertuju kepada pohon yang ada di daerah pedalaman Arab. Abdullah bin Umar berkata: Terlintas di dalam hatiku (yang dimaksud) adalah pohon kurma. Namun aku malu untuk mengatakannya. Kemudian para sahabat berkata, “Ceritakan kepada kami pohon apakah itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pohon itu adalah pohon kurma." Kemudian aku memberitahukan hal itu kepada Umar. Dia berkata, “Seandainya tadi kamu mengatakannya dengan mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon kurma ,niscaya hal itu lebih aku cintai daripada ini dan ini" 567 [3:53] Shahih Ibnu Hibban 247: Abdullah bin Qahthabah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Abbas bin Abdul Azhim Al Anbari menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu’ammal bin Isma’il menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Ya’la bin Atha‘ dari Waki’ bin Udus dari pamannya, Abu Razin, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan seorang mukmin laksana lebah, tidak memakan makanan kecuali yang baik dan tidak mengeluarkan kecuali yang baik.” 568 [1:2] Abu Hatim berkata: Syu’bah mengalami kekeliruan saat menyebutkan Udus. 569 Padahal yang sebenarnya adalah Hudus, sebagaimana yang dikatakan oleh Hammad bin Salamah dan kalangan ahli hadits.” Shahih Ibnu Hibban 248: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Hasan bin Umar bin Syaqiq menceritakan kepada kami, dia berkata: Salamah bin Al Fadhl menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ishaq Ashim bin Umar bin Qatadah dari Mahmud bin Labid dari Abu Sa’id, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Tidaklah seseorang mengafirkan (orang lain), kecuali salah seorang dari keduanya kembali dengan membawa kekufuran jika ia memang kafir (sebelumnya). Jika tidak, maka ia kafir dengan (perbuatannya yang) mengafirkan orang lain tersebut.” 570 [2:54] Shahih Ibnu Hibban 249: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami, dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa pun yang berkata kepada saudaranya, '(Engkau) kafir, ’ maka sesungguhnya salah satu dari keduanya telah kembali dengan mambawa kekufuran.” 571 [2:54] Shahih Ibnu Hibban 250: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, dia berkata: Isma’il bin Ja’far menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Dinar mengabarkan kepadaku bahwa dia mendengar Ibnu Umar berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Siapapun yang berkata kepada saudaranya, ‘kafir’, maka salah seorang dari keduanya telah kembali dengan membawa kekufuran jika memang sebagaimana apa yang ia katakan benar. Jika tidak benar, maka kekujuran itu kembali kepadanya” 572 [2: 54] Shahih Ibnu Hibban 251: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Syaiban bin Farrukh menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami, dari Al Mughirah dari Abu Wa’il dari Ibnu Mas’ud, dia berkata: Ada dua kalimat yang salah satunya aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan yang lain aku sendiri yang mengatakannya. Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba yang menyekutukan Allah bertemu dengan-Nya kecuali Allah memasukkannya ke dalam neraka.” Sedangkan yang aku katakan adalah, “Tidaklah seorang hamba yang tidak menyekutukan Allah bertemu dengan-Nya, melainkan Allah akan memasukannya ke dalam surga” 573 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 252: Ibrahim bin Isma’il mengabarkan kepada kami di kota Bust, ia berkata: Ahmad bin Al Miqdam Al Ijli menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar ayahku menceritakan dari Qatadah dari Uqbah bin Abdul Ghafir, dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Kelak, pada hari kiamat seorang laki-laki menuntun tangan ayahnya. Ia bermaksud hendak memasukkan ayahnya ke dalam surga. Lalu laki-laki itu diseru: 'Sesungguhnya surga tidak boleh dimasuki oleh orang musyrik. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan surga bagi seluruh orang musyrik. ’ Kemudian laki-laki itu berkata, 'Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku,... ayahku!’Maka Allah pun mengubah bentuk ayahnya dengan rupa yang sangat buruk dan bau busuk yang sangat menyengat. Lalu ia pun tidak mempedulikan ayahnya lagi.” Abu Sa’id berkata, “Para sahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam berpendapat bahwa seorang laki-laki tersebut adalah Nabi Ibrahim. Hanya saja Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memberikan keterangan tambahan kepada mereka.” 574 [3:78] Shahih Ibnu Hibban 253: Al Hasan bin Ahmad bin Ibrahim bin Fil Al Balisi dan Muhammad bin Ishaq di Kota Anthakiyah mengabarkan kepada kami, mereka berdua berkata: Muhammad bin Al Ala’ bin Kuraib menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Idris menceritakan kepada kami, dan Al A’masy dari Ibrahim dari Alqamah dari Abdullah, dia berkata: Ketika turun firman Allah, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kezhaliman”(Qs. Al An’aam [6]:82), para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, “Siapa di antara kita yang tidak pernah berbuat zhalim terhadap dirinya?” Lalu turunlah ayat, “Sesungguhnya,,mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar” 575 (Qs. Luqmaan [31]: 13) Ibnu Idris berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, dari Aban bin Taghlib dari Al A’masy. Kemudian aku bertemu dengan Al A’masy, maka ia pun menyampaikan hadits ini kepadaku. [3:64] Shahih Ibnu Hibban 254: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami dia berkata: Salm bin Junadah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Numair menceritakan kepada kami, dari Al A’ masy dari Abdullah bin Murrah dari Masruq dari Abdullah bin Amru, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Ada empat perkara yang bila terdapat pada seseorang, maka ia adalah orang munafik yang murni. Dan apabila terdapat padanya satu bagian darinya, maka padanya ada bagian dari kemunafikan sampai ia meninggalkannya. Yaitu: apabila berbicara, ia berdusta. Apabila bersumpah (diberi amanat), ia mengkhianati. Apabila berjanji, ia mengingkari. Dan apabila berperkara, ia berbuat curang.” 576 [3: 48] Shahih Ibnu Hibban 255: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ar-Rabi ’ Az-Zahrani menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Al A’masy dari Abdullah bin Murrah dari Masruq dari Abdullah binAmru, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada empat perkara yang bila terdapat pada seseorang, maka ia adalah orang munafik yang mumi. Yaitu apabila berbicara, ia berdusta. Apabila berjanji, ia mengingkari. Apabila bersumpah (diberi amanah), ia mengkhianati. Dan apabila berperkara, ia berbuat curang. Dan apabila terdapat padanya satu bagian darinya, maka padanya ada bagian dari kemunafikan.” 577 [3: 49] Shahih Ibnu Hibban 256: Ahmad bin Ali, setelah hadits sebelumnya, mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ar-Rabi’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Al A’masy dari Abu Sufyan dari Jabir dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan teks yang sama.” 578 Shahih Ibnu Hibban 257: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Nashr At-Tammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Daud bin Abi Hind dari Sa’id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah—Dan Hubaib dari Al Hasan—, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda; “Ada tiga (perkara), apabila dilakukan oleh seseorang,maka la orang yang munafiq, meskipun berpuasa, melaksanakan shalat, dan mengaku dirinya muslim. Yaitu orang yang apabila berbicara, ia berdusta. Apabila berjanji, ia mengingkari. Dan apabila diberikan amanah, ia berkhianat “579 [3:49] Shahih Ibnu Hibban 258: Ja’far bin Ahmad bin Sinan Al Qaththan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Daud menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki’ menceritakan kepada kami, dia berkata : Sufyan menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Amru dari Ubaidah bin Sufyan dari Abu Al Ja’d Adh-Dhamri, dia berkata:Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Siapa yang meninggalkan (shalat) Jum’at sebanyak tiga kali tanpa ada udzur (alasan yang dibenarkan oleh syara), maka ia adalah orang munafiq” 580 [3:49] Shahih Ibnu Hibban 259: Isma’il bin Daud bin Wardan mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Isa bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Ajian dari Al Ala' bin Abdurrahman, dia berkata: Aku dan seorang sahabatku berkunjung ke rumah Anas bin Malik setelah waktu Zhuhur. Ia berkata, “Apakah kalian berdua telah melaksanakan shalat Ashar?” Dia berkata: Kami menjawab, “Belum.” Dia berkata, “Shalatlah di rumah kami, di ruangan kamar.” Kami pun dengan segera menyelesaikan shalat, sementara ia sendiri memperpanjang shalatnya. Kemudian ia datang menghampiri kami. Pertama kali yang ia katakan kepada kami adalah perkataan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Itu adalah shalat orang-orang munafiq. Salah satu dari mereka menunda-nunda, hingga ketika matahari telah berada di atas dua tanduk syetan, ia pun berdiri dan melaksanakan shalat empat rakaat dengan tergesa-gesa. Ia tidak mengingat Allah di dalam shalatnya itu kecuali hanya sedikit saja” 581 [3:49] Shahih Ibnu Hibban 260: Abu Ya’la di kota Moshul mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harun bin Ma'ruf menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Usamah bin Zaid mengabarkan kepada kami, dan Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah. Ibnu Wahab kembali berkata: Usamah bin Zaid menceritakan kepadaku, bahwa Hafsh bin Ubaidillah bin Anas berkata : Aku mendengar Anas bin Malik berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku beritahukan kepada kalian tentang shalat orang-orang munafiq? Ia meninggalkan shalat Ashar,sehingga ketika (matahari) telah berada di antara kedua tanduk syetan, atau berada di atas tanduk syetan, ia pun berdiri dan mematuk (segera shalat) seperti patukan-patukan ayam jantan. Ia tidak mengingat Allah di dalam shalatnya kecuali hanya sedikit saja.” 582 [3:49] Shahih Ibnu Hibban 261: Abu KhaJifah mengabarkan kepada kami, dia berkala: Alqa ’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik dari Al Ala‘ bin Abdurrahman, dia berkata. Kami masuk ke rumah Anas setelah habis waktu Zhuhur. Lalu ia bangkit melaksanakan shalat Ashar. Setelah ia selesai dari shalat, dia mengingatkan kepada kami (agar) menyegerakan shalat atau ia mengingatkannya. Dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Itu adalah shalat orang-orang munafiq. Itu adalah shalat orang-orang munafiq. —tiga kali— Salah seorang di antara mereka duduk berleha-leha, hingga ketika matahari mulai menguning dan berada di antara dua tanduk syetan, atau di atas dua buah tanduk syetan, maka ia pun berdiri dan melaksanakan shalat empat rakaat (dengan tergesa-gesa). Ia tidak mengingat Allah padanya kecuali hanya sedikit.” 583 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 262: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ali bin Hujr As-Sa’di menceritakan kepada kami, dia berkata: Isma’il bin Ja’far menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Ala’ bin Abdurrahman bin Ya’qub menceritakan kepada kami, bahwa ia berkunjung ke rumah Anas bin Malik di Kota Bashrah setelah ia selesai melaksanakan shalat Zhuhur. Al Ala’ bin Abdurrahman berkata: Rumah Anas berada di samping masjid. Ketika kami telah memasuki rumahnya, ia bertanya, “Apakah kalian sudah melaksanakan shalat Ashar?” Kami menjawab, “(Belum), karena kami berangkat pada waktu Zhuhur.” Ia berkata, “Laksanakanlah shalat Ashar!". Lalu kami pun berdiri dan langsung melaksanakan shalat Ashar. Setelah kami selesai, dia berkata: Aku Mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Itu adalah shalat orang-orang munafiq. Ia duduk berleha-leha sambil mengawasi matahari. Hingga ketika matahari telah berada di antara dua tanduk syetan, ia pun berdiri dan melaksanakan shalat empat rakaat dengan tergesa-gesa. Ia tidak mengingat Allah padanya kecuali hanya sedikit saja." 584 [5:7] Shahih Ibnu Hibban 263: Umar bin Muhammad bin Bujair Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Isa bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits bin Sa’ad mengabarkan kepada kami, dari Muhammad bin Ajian dari Al Ala’ bin Abdurrahman bin Ya'qub, seorang maula (mantan budak) Huraqah, dia berkata: Aku dan seorang sahabatku berkunjung ke rumah Anas bin Malik setelah waktu Zhuhur. Ia berkata, “Apakah kalian berdua telah melaksanakan shalat Ashar?” Dia berkata: Kami menjawab, “Belum.” Dia berkata, “Shalatlah di rumah kami, di ruangan kamar.” Kami pun segera menyelesaikan shalat, sementara ia sendiri memperpanjang shalatnya. Kemudian ia datang menghampiri kami. Pertama kali yang ia katakan kepada kami adalah perkataan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Itu adalah shalat orang-orang munafiq. Salah satu dari mereka duduk berleha-leha, hingga ketika matahari telah berada di atas tanduk syetan, atau berada di antara kedua tanduk syetan, ia pun berdiri dan melaksanakan shalat empat rakaat dengan tergesa-gesa. Ia tidak mengingat Allah di dalam shalatnya itu kecuali hanya sedikit saja. 585 [5:7] Shahih Ibnu Hibban 264: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utbah bin Abdullah Al Yahmadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Suqah dari Abu Ja’far dari Ubaid bin Umair bahwa suatu ketika ia sedang menceritakan sebuah kisah di Kota Makkah. Dan di sana hadir Ibnu Umar, Abdullah bin Shafwan, dan beberapa orang dari kalangan sahabat Nabi S AW. Ubaid bin Umair berkata: Sesungguhnya Rasulullah SA W bersabda, 'Perumpamaan orang munaflq itu laksana kambing betina yang berada di antara dua ekor kambing Jantan (Al ghanamain). Jika la cenderung (menyukai) kepada sisi ini, niscaya la ditanduk. Sebaliknya Jika ia cenderung kepada yang lain, niscaya ia akan ditanduk.” Ibnu Umar berkata, “Redaksi hadits yang sebenarnya bukan demikian.” Mendengar itu, Ubaid bin Umair marah. Ia pun berkata, “Apakah engkau ingin menolak (hadits)ku?” Ibnu Umar menjawab, “Aku tidak bermaksud menolak (hadits)mu. Hanya saja aku menyaksikan langsung Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkannya." Abdullah bin Shafwan berkata, “Apa yang beliau ucapkan, wahai Abu Abdurrahman?" Ibnu Umar menjawab, “Beliau mengatakan: baina Ar-rabiidhain (di antara dua kambing yang berkumpul di kandang)." Abdullah bin Shafwan berkata, “Bukankah Ar-rabiidhain dan Al ghanamain itu sama?" Ibnu Umar menjawab, “Demikian yang aku dengar. Demikian yang aku dengar. Demikian yang aku dengar " Ibnu Umar apabila mendengar sesuatu (hadits) dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka ia tidak melebih-lebihkan dan tidak pula menguranginya. 586 [3:28] Shahih Ibnu Hibban 265: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata; Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli menceritakan kepada kami, dia berkata; AJ Muqri’ menceritakan kepada kami, dia berkata; Harmalah bin Imran At-Tujibi menceritakan kepada kami, dari Abu Yunus, maula (mantan budak) Abu Hurairah,—namanya adalah Sulaim bin Jubair—dari Abu Hurairah bahwa dia berkata berkenaan dengan ayat; “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,” hingga firman Allah; “Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Qs. An-Nisaa' [4]: 58) Aku melihat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan ibu jarinya di atas telinga, dan jari jemarinya yang selalu banyak berdo’a di matanya,” 587 [3:37] Abu Hatim berkata; Maksud dan perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yarg meletakkan jari-jemari di telinga dan mata, sejatinya hendak memberitahukan kepada segenap manusia bahwa Allah SWT tidak mendengar dengan menggunaka telinga yang memiliki daun telinga dan lekukan. Allahh tidak melihat dengan mata yang memiliki tepian, kelopak, dan bola mata. Maha Tinggi dan Maha Suci Tuhan kita dari menyerupai makhluk-Nya dalam hal sekecil apapun. Akan tetapi, Allah mendengar dan melihat tanpa cara, sebagaimana yang Dia kehendaki. Shahih Ibnu Hibban 266: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Al Ala‘ bin Al Musayyab dari Amru bin Munah dari Abu Ubaidah bin Abdillah dari Abu Musa, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak pernah tidur dan tidak pantas untuk tidur. Dia merendahkan dan meninggikan timbangan amal. Diserahkan kepada-Nya amal perbuatan yang dilakukan manusia di siang hari sebelum malam tiba. Dan diserahkan kepada-Nya amal perbuatan yang dilakukan manusia di malam hari sebelum siang tiba. Tirai penutup-Nya adalah cahaya. Seandainya tingkatan cahaya itu dibuka, niscaya kesucian Dzat-Nya akan membakar segala sesuatu yang bisa ditembus oleh penglihatan-Nya. Dia selalu membuka tangan-Nya bagi orang yang melakukan kesalahan di malam hari untuk bertaubat di siang hari, dan melakukan kesalahan di siang hari untuk bertaubat di malam hari. Hingga matahari terbit dari arah barat.” 588 [3:67] Shahih Ibnu Hibban 267: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim, maula (pemimpin) Tsaqif, mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Rafi ‘ menceritakan kepada kami, dia berkata: Syabahah menceritakan kepada kami, dia berkata Warqa’ menceritakan kepada kami, dari Abu Az-Zinad dari AJ A’raj dari Abu Hurairab dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda. Allah - Maha Suci dan Maha Tinggi-berfirman; ‘Anak cucu Adam belah mendustakan Ku, padahal tidak pantas baginya mendustakan Ku Anak cucu Adam telah mencaci Ku, padahal tidak pantas baginya mencaci-Ku Ada pun pendustaan yang ia lakukan kepada Ku adalah ucapannya : Allah tidak akan neenghidupkanku (setelah mati), sebagaimana Dia telah menciptakanku (Padahal) Tiadalah awal penciptaan makhluk, lebih mudah bagi Ku daripada menghidupkannya kembali? Adapun caci makxnya terhadap-Ku adalah ucapannya: Allah mempunyai anak., sedangkan Aku adalah Alalah Yang Maha Esa, tempat bergantung segala sesuatu Aku tidak, beranak dan. tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan-Ku.” 589 [3:68] Abu Hatim RA berkata: Pada sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “(Padahal) Tiadalah awal penciptaan makhluk lebih mudah bagiku daripada menghidupkannya kembali?” terdapat sebuah penjelasan yang sangat nyata bahwa sifat-sifat yang penuh kekurangan yang terdapat pada makhluk tidak boleh dinisbatkan seumpamanya kepada Allah Yang Maha Luhur dan Maha Tinggi. Sebab, secara qiyas meniscayakan penyebutan sebaliknya pada kalimat “lebih mudah”, yaitu dengan “lebih sulit.” Maka dihilangkan kalimat “sulit” karena termasuk berkonotasi kekurangan. Dan digantikan dengan lafazh “mudah” yang tidak tercampur dengan konotasi itu.” Shahih Ibnu Hibban 268: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Qawariri menceritakan kepada kami, dia berkata: Harami bin Umarah menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami, dari Qatadah dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, "(Kelak) dilemparkan penghuni neraka ke dalam api neraka. Lalu neraka bertanya, 'Masih adakah tambahan?' Hingga Tuhan Yang Maha Luhur dan Maha Tinggi menaruh telapak kaki-Nya di neraka, neraka pun berkata, ‘Cukup, cukup’." 590 [3:67] Abu Hatim berkata : Hadits ini termasuk khabar-khabar yang menggunakan pola tamtsil mujawarah (Majaz mursal min babi ithlaq asy sya’i wa iradati ma yujawiruhu: menyebutkan sesuatu dan yang dimaksud adalah apa yang berdekatan dengannya). Hal itu bahwa pada hari kiamat kelak akan dilempar ke dalam neraka para umat manusia dari berbagai golongan, berikut tempat-tempat yang dijadikan ajang kemaksiatan mereka. Neraka tetap saja meminta jatah tambahan. Hingga Allah menaruhkan pada suatu tempat dari orang-orang kafir berikut negeri-negeri mereka di neraka sehingga menjadi penuh sesak. Ia berkata, “Qath, Qath,” maksudnya “Cukup, cukup”. Demikian karena orang Arab kerap mengucapkan lafazh “Al Qadam” dengan arti “tempat”. Allah berfirman, "LAHUM QADAMU SHIDQIN 'INDA RABBIHIM" maksudnya “mereka mempunyai tempat yang tinggi di sisi Tuhan”. Hadits di atas bukan berarti Allah menaruh telapak kaki-Nya ke dalam neraka dalam arti yang sesungguhnya. Allah Maha Suci dan Maha Tinggi dari sifat yang serupa dengan sifat tersebut. 591 Shahih Ibnu Hibban 269: Muhammad bin Umar bin Muhammad bin Wisuf di daerah Nasa mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Hasan btn Muhammad Ash-Shabbth menceritakan kepada kami, dia berkata: Affan menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Tsabit mengabarkan kepada kami, dari Abu Rafi’ dari Abu Hurairah dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Allah SWT, bertanya kepada seorang hamba pada hari kiamat kelak. Wahai anak Adam! Aku sakit, mengapa kamu tidak menjenguk-Ku? ’ Ia menjawab. ‘Wahai Tuhanku! bagaimana aku menjenguk-Mu, sedangkan Engkau adalah Tuhan sekalian alam?’ Allah berfirman, ‘Apakah kamu tidak tahu bahwa si fulan592, hamba-Ku. sedang sakit. Namun kamu tidak mau menjenguknya. Tidakkah kamu tahu seandainya kamu menjenguknya, niscaya kamu akan menemukan Aku di sana.’ Allah kembali bertanya; ‘Wahai anak adam! Aku meminta minum kepadamu. Lalu mengapa kamu tidak memberikan Aku minum.’ Sang hamba menjawab, ‘Wahai Tuhanku! Bagaimana aku memberikan Engkau air minum, sedangkan Engkau adalah Tuhan sekalian alam? ‘Allah berfirman, ‘(Apakah kamu tidak tahu bahwa si fulan, hamba-Ku, sedang merasakan kehausan. Namun engkau tidak memberinya air). Padahal, seandainya saja kamu memberikan air minum, niscaya kamu akan menemukan itu di sisi-Ku.’ Kemudian Allah bertanya; ‘Wahai anak Adam! Aku meminta makan kepadamu, lalu kamu tidak mau memberi Aku makan.’ Sang hamba menjawab, ‘Wahai Tuhanku! Bagaimana aku memberi Engkau makan, sedangkan Engkau adalah Tuhan sekalian alam?’ Allah berfirman, ‘Tidakkah kamu tahu bahwa si fulan, hamba-Ku, meminta makanan kepadamu, lalu kamu tidak mau memberikannya makanan? Seandainya kamu memberikannnya makan, niscaya Engkau menemukan itu di sisi- Ku. 593 [3:67] Shahih Ibnu Hibban 270: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami dia berkata: Ibrahim bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ajlan dari Sa’id bin Yasar Abi Al Hubab dari Abu Hurairah, dia berkata: Abu Al Qasim, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba mengeluarkan sedekah dari hasil usaha yang baik (halal) -dan Allah tidak pernah menerima kecuali yang baik dan tidak ada yang naik ke langit kecuali yang baik- kecuali seolah-olah ia sedang meletakkannya di tangan Allah Yang Maha Pengasih. Lalu Dia memeliharanya untuknya, seperti salah seorang dari kalian memelihara anak kuda yang masih kecil dan unta yang masih disapih oleh induknya. Hingga satu suap makanan atau satu butir kurma, pada hari kiamat nanti akan datang dalam wujud seperti gunung yang sangat besar.” 594 [3: 67] Abu Hatim berkata “Sabda Rasulullah SAW; “kecuali seolah-olah ia sedang meletakkannya di tangan Allah Yang Maha Pengasih” menjelaskan kepada Anda bahwa hadits-hadits itu disampaikan dengan gaya bahasa perumpamaan yang sama sekali bukan untuk hakikat wujudnya, dan tidak usah mencari tahu tentang cara dan teknisnya. Hal itu, karena pengetahuan manusia tidak mempunyai potensi untuk memahami hal-hal itu kecuali dengan kalimat- kalimat yang digunakan tersebut. Shahih Ibnu Hibban 271: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ar-Rabi’ Az-Zahrani menceritakan kepada kami, dia berkata: Isma’il bin Ja’far menceritakan kepada kami, dia berkata: Amru bin Abi Amru menceritakan kepada kami, dari Al Muththalib bin Hanthab dari Ubadah bin Ash>Shamit, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Berikan jaminan kepadaku enam perkara, niscaya aku akan menjamin surga bagi kalian; jujurlah kalian apabila berbicara, penuhilah apabila berjanji, tunaikanlah (amanah) jika kalian diberikan amanah, peliharalah kemaluan, jagalah pandangan mata, dan tahanlah tangan kalian (dari berbuat zhalim)." 595 [1:57] Shahih Ibnu Hibban 272: Al Husain bin Muhammad bin Abi Ma’syar mengabarkan kepada kami, di negeri Harran, dia berkata: Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, dari Syu’bah dari Sulaiman dan Manshur dari Abu Wa’il dari Abdullah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,”Seseorang yang senantiasa jujur dan melestarikan kejujurannya hingga ia ditulis di sisi Allah sebagai manusia jujur. (Seseorang yang senantiasa dusta dan melestarikan kedustaannya, hingga ia ditulis sebagai pendusta di sisi Allah.” 596 [1: 2] Shahih Ibnu Hibban 273: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Mansur dari Abu Wa’il dari Abdullah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya kejujuran itu membimbing (pelakunya) kepada kebajikan. Dan sesungguhnya kebajikan itu membimbing ke surga. Sungguh seseorang senantiasa berperilaku jujur sampai ia ditulis di sisi Allah sebagai manusia jujur. Sebaliknya, perbuatan dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Sungguh, seseorang berperilaku dusta sampai ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.” 597 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 274: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir mengabarkan kepada kami, dari Manshur dari Abu Wa’ il dari Abdullah, dia berkata: Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kalian hendaklah selalu jujur karena Sesungguhnya kejujuran itu membimbing (pelakunya) kepada kebajikan Dan sesungguhnya kebajikan itu membimbing menuju surga. Sungguh seseorang senantiasa berperilaku jujur sampai ia ditulis di sisi Allah sebagai manusia jujur. Sebaliknya, perbuatan dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Sungguh, seseorang berperilaku dusta sampai ia ditulis di sisi Allah sebagai pendusta." 598 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 275: As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Khalaf bin Hisyam Al Bazzar menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid bin Abdullah menceritakan kepada kami, dari Al Jurairi dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ingatlah! Ketakutan terhadap manusia jangan sekali-kali menghalangi salah seorang di antara kalian untuk mengatakan kebenaran jika ia telah melihatnya “ 599 [2: 16] Shahih Ibnu Hibban 276: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Umar Al Ju’fi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman Al Muharabi menceritakan kepada kami, dari Utsman bin Waqid Al Umari dari ayahnya dari Muhamamd bin Al Munkadir dari Urwah dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mencari keridhaan Allah dengan perbuatan (baik) yang menimbulkan kebencian manusia, niscaya Allah meridhainya dan akan menanamkan keridhaan manusia kepadanya. Dan siapa yang mencari keridhaan manusia dengan perbuatan yang menimbulkan kebencian Allah, niscaya Allah membencinya dan akan menanamkan kebencian manusia kpadanya.” 600 [1: 2] Shahih Ibnu Hibban 277: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Ya’qub Al Juzajani menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Umar menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Waqid bin Muhammad dari Ibnu Abi Mulaikah dari Al Qasim dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang membuat Allah ridha dengan perbuatan yang manusia benci, maka Allah mencukupkannya. Dan siapa yang membuat Allah benci dengan perbuatan yang manusia ridhai, niscaya Allah menyerahkan urusannya kepada manusia.“ 601 [3:69] Shahih Ibnu Hibban 278: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata; Muhammad bin Abu Bakar Al Muqaddami menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid bin Al Harits menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu‘bah menceritakan kepada kami, dari Qatadah dari Abu Nadhrah dari Abu Sa'id Al Khudri dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam baliau bersabda, "Janganlah rasa takut terhadap manusia menghalangi salah seorang dari kalian untuk mengatakan kebenaran jika ia melihat atau mengetahuinya. 602 [2: 3] Abu Sa’id berkata, “Kami terus menerus mendapatkan resiko (dalam mengatakan kebenaran) sampai kami tidak mampu menahannya. Dan kami sampai pada kesulitan.” 603 Shahih Ibnu Hibban 279: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harun bin Ishaq Al Hamdani menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdul Wahhab menceritakan kepada kami, dari Mis’ar dari Abi Hashin dari Asy- Sya’bi dari Ashim Al Adawi dari Ka’ab bin Ujrah, dia berkata: Suatu ketika, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menemui kami. Saat itu kami berjumlah sembilan orang, berlima dan berempat Satu golongan terdiri dan orang Arab, sedangkan golongan yang lain dari kalangan non-Arab. Beliau bersabda, “Dengarkan oleh kalian, atau apakah kalian mendengar, bahwa sesunguhnya setelak aku (wafat), akan muncul para penguasa. Siapa yang berkunjung kepada mereka, lalu membenarkan mereka dengan kebohongan mereka dan membantu mereka terhadap kezhaliman mereka maka ia bukan termasuk golonganku, aku bukan bagian dari dirinya, dan tidak memperoleh aliran air telagaku. Dan siapa tidak membenarkan mereka dengan kebohongan mereka, dan tidak membantu kezhaliman mereka, niscaya ia termasuk golonganku dan aku adalah bagian dari dirinya. Dan kelak ia memperoleh air telagaku.” 604 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 280: Abdullah bin Sulaiman bin Al Asy’ats As-Sijistani Abu Bakar di Kota Baghdad mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ali bin Khasyram menceritakan kepada kami, dia berkala: Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Amru dari Amru bin Alqamah dari Alqamah bin Waqqash bahwa seorang laki-laki terpandang dari kalangan penduduk Madinah melintas di hadapan Alqamah yang sedang duduk-duduk di pasar Kota Madinah. Alqamah berkata, “Wahai fulan! Engkau memiliki kehormatan dan engkau mempunyai hak. Aku sering melihatmu berkunjung ke rumah para pejabat-pejabat ini dan bercakap-cakap dengan mereka. Dan sesungguhnya aku mendengar Bilal bin Al Harits Al Muzani, seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh salah seorang dari kalian mengucapkan sebuah kalimat dari keridhaan Allah, sedang dia tidak pernah mengira dapat mencapai sebegitu jauh apa yang ia capai, sehingga dengannya Allah menuliskan keridhaan untuknya sampai tiba hari pertemuan dengan-Nya. Dan sungguh, salah seorang dari kalian yang mengucapkan sebuah kalimat dari kemurkaan Allah, sedang dia tidak pernah mengira dapat mencapai sebegitu jauh apa yang dia capai, sehingga dengannya Allah menuliskan kemurkaan untuknya sampai hari kiamat.” 605 Alqamah berkata : Engkau lihatlah kalimat apa yang kamu sampaikan! Apa yang selama ini kamu bicarakan. Betapa banyak ucapan yang urung aku sampaikan karena hadits yang aku dengar dari Bilal bin Al Harits ini [1:2] Shahih Ibnu Hibban 281: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdah bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, dia berkata, Muhammad bin Amru menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku menceritakan kepadaku, dari kakekku, dia berkata: Aku mendengar Bilal bin Al Harits Al Muzani berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, salah seorang dari kalian mengucapkan sebuah kalimat dari keridhaan Allah, sedang dia tidak pernah mengira dapat mencapai sebegitu jauh apa yang ia capai, sehingga dengannya Allah menuliskan keridhaan untuknya sampai tiba hari pertemuan dengan-Nya. Dan sungguh, salah seorang dari kalian yang mengucapkan sebuah kalimat dari kemurkaan AUah, sedang dia tidak pernah mengira dapat mencapai sebegitu jauh apa yang dia capai, sehingga dengannya Allah menuliskan kemurkaan untuknya sampai tiba hari pertemuan dengan-Nya,” 606 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 282: Ali bin Al Hasan bin Salm Al Ashbahani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Isham bin Yazid menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abu Hashin dari Asy-Sya’bi dari Ashim Al Adawi dari Ka’ab bin Ujrah, dia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari rumahnya menemui kami. Saat itu kami berjumlah sembilan orang dan terdapat bantal yang terbuat dari kulit di tengah-tengah kami. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Kelak, setelah aku (wafat), akan muncul para penguasa. Siapa yang berkunjung kepada mereka, lalu membenarkan mereka dengan kebohongan mereka dan membantu mereka terhadap kezhaliman mereka, maka ia bukan termasuk golonganku, aku bukan bagian darinya, dan tidak memperoleh aliran air telagaku. Dan siapa yang tidak mengunjungi mereka, sehingga tidak membenarkan mereka dengan kebohongan mereka, dan tidak membantu kezaliman mereka, niscaya ia termasuk golonganku dan aku adalah bagian darinya. Dan kelak ia akan memperoleh air telagaku” 607 [3:69] Abu Hashin adalah Utsman bin Ashim. Demikianlah diungkapkan oleh Syaikh Ibnu Hibban. Shahih Ibnu Hibban 283: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, dia berkata; Al Mula'i mengabarkan kepada kami. dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abu Hashin dari Asy Sya’bi dari Ashim Al Adawi dari Ka'ab bin Ujrah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menemui kami ketika kami sedang duduk-duduk di atas bantal yang terbuat dari kulit. Beliau bersabda "Kelak, seteluh aku (wafat). akan muncul para penguasa. Siapa yang berkunjung kepada mereka, lalu membenarkan mereka dengan kebohongan mereka dan membantu mereka terhadap kezhaliman mereka, maka ia bukan termasuk golonganku, aku bukan bagian darinya, dan tidak memperoleh aliran air telagaku, Dan siapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka, dan tidak membantu kezhallman mereka, niscaya la termasuk golonganku dan aku adalah bagian dari dirinya, Dan kelak la akan memperoleh air telagaku," 608 [2:109] Dan Al Mula'i adalah Abu Nu'aim Al Fadhl bin Dukain. Shahih Ibnu Hibban 284: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Mu'adz bin Mu’adz menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Hatim bin Abi Shaghirah Abu Yunus Al Qusyairi menceritakan kepada kami, dari Simak bin Harb dari Abdullah bin Khabbab dari ayahnya, dia berkata: Kami duduk-duduk di depan pintu rumah Rasululalh shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu beliau keluar menemui kami. Beliau berkata, “Dengarkan oleh kalian semua!” Kami pun menjawab, “Kami mendengarkan.” Beliau berkata, “Dengarkan oleh kalian semua." Kami pun menjawab, “Kami mendengarkan.” Beliau berkata, “ Dengarkan oleh kalian semua.” Kami pun menjawab, “Kami mendengarkan.” Lalu Beliau bersabda, "Kelak setelah aku (wafat), akan muncul penguasa-penguasa. Maka jangan sekali-kali kalian membenarkan kebohongan mereka dan membantu kezhaliman mereka. Karena sesungguhnya orang yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu kezhaliman mereka, niscaya ia tidak akan memperoleh air telagaku." 609 [2:3] Shahih Ibnu Hibban 285: Ali bin Al Hasan bin Salm Al Ashbahani mengabarkan kepada kami, dia berkata Muhammad bin Isham bin Yazid bin Murrah bin Ajlan menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abu Hashin dari Asy- Sya’bi dari Ashim Al Adawi dari Ka’ab bin Ujrah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari rumahnya menemui kami, kami berjumlah sembilan orang, saat itu kami duduk-duduk di atas bantal yang terbuat dari kulit Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kelak, setelah aku (wafat), akan muncul para penguasa. Siapa yang berkunjung kepada mereka, lalu membenarkan mereka dengan kebohongan mereka dan membantu kezhaliman mereka, maka ia bukan termasuk golonganku, aku bukan bagian dari dirinya,dan tidak memperoleh aliran air telagaku. Dan siapa yang tidak mengunjungi mereka, sehingga tidak membenarkan mereka dengan kebohongan mereka, dan tidak membantu kezhaliman mereka, niscaya ia termasuk gologanku dan aku adalah bagian dari dirinya. Dan kelak ia akan memperoleh air telagaku.”610 [2:61] Shahih Ibnu Hibban 286: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Muqaddami menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu’adz bin Hisyam menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku mengabarkan kepadaku, dari Qatadah dari Sulaiman bin Abi Sulaiman dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Kelak, setelah aku (wafat), akan muncul para penguasa. Mereka dikerumuni oleh manusia. 611 Siapa yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu kezhalimannya, maka aku berlepas diri darinya, dan dia berlepas diri dariku. Dan siapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu kezhalimannya, niscaya aku adalah bagian dari dirinya dan dia adalah bagian dari diriku'' 612 [3:51] Shahih Ibnu Hibban 287: Bakar bin Ahmad bin Sa’id Ath-Thahi 613 mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya Al Azdi614 menceritakan kepada kami, dia berkata : Yazid binHarun menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Amru bin Alqamah, dari ayahnya, dari kakeknya. Amru bin Alqamah berkata: Kami sedang duduk di sebuah toko bersama Alqamah. Tiba-tiba seorang laki-laki terpandang dari kalangan penduduk Madinah melintas di hadapannya. Diapun berkata kepadanya, “Wahai anak saudaraku, Engkau memiliki kehormatan dan engkau mempunyai hak. Dan kamu sungguh selalu berkunjung ke rumah para pejabat pejabat ini dan bercakap-cakap dengan mereka Dan sesungguhnya aku mendengar Bilal bin Al Harits, seorang sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berkata Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh seorang hamba mengucapkan sebuah kalimat, sedang dia tidak pernah diperlihatkan dapat mencapai sebegitu jauh apa yang ia capai, dengannya Allah menuliskan keridhaan untuknya sampai tiba hari kiamat. Dan sungguh seorang hamba mengucapkan sebuah kalimat, sedang ia tidak pernah diperlihatkan kepadanya dapat mencapai sebegitu jauh apa yang dia capai, dengannya Allah menuliskan kemurkaan untuknya sampai hari pertemuan dengan-Nya.” Coba engkau pikirkan wahai putera saudaraku! Apa yang selama ini kamu ucapkan dan engkau katakan. Betapa banyak ucapan yang urung aku sampaikan karena hadits yang aku dengar dari Bilal bin Al Harits ini. 615 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 288: Hasan bin Sufyan dan Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah —lafazh hadits ini adalah riwayat Hasan bin Sufyan— mengabarkan kepada kami, mereka berdua berkata: Muhammad bin Al Mutawakkil —dan dia adalah Ibnu Abi As-Sari— menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Hamzah bin Yusuf bin Abdullah bin Salam menceritakan kepada kami, dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata: Abdullah bin Salam berkata: Suatu ketika Allah berkehendak memberikan kepada Za’id bin Sa’nah. Zaid bin Sa’nah berkata “Sesungguhnya tidak ada satupun tanda-tanda kenabian yang tersisa melainkan telah aku ketahui seluruhnya dari wajah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam saat aku melihatnya, kecuali ada dua tanda yang belum aku coba dari diri Beliau: Sifat tidak marah Beliau lebih mendahului ketidaktahuannya, dan tidak menambahnya suatu kebodohan yang bersangatan terhadapnya kecuali sifat tidak marahnya. Maka aku ingin bergaul ramah dengannya, sehingga aku bisa mengetahui kesabarannya dan ketidaktahuannya. Zaid bin Sa’nah melanjutkan:Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari ruangannya dan Ali bin Abi Thalib bersamanya. Lalu seorang laki-laki seperti orang dari pedalaman Arab dengan menaiki kendaraan datang menghampiri nabi. Dia berkata, "Wahai Rasulullah, daerah Bani Fulan semuanya telah memeluk Islam. Dan aku telah khabarkan kepada mereka bahwa jika mereka masuk Islam, maka akan mendapatkan rejeki yang melimpah ruah. Dan mereka telah dilanda bencana dan kekeringan akibat tidak turun hujan. Dan Aku khawatir, wahai Rasulullah, mereka akan keluar dari Islam karena menginginkan sesuatu sebagaimana mereka memeluk Islam karena keinginan pada sesuatu. Maka seandainya engkau mempertimbangkan untuk mengutus orang untuk menolong mereka, engkau tentu melakukannya." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memandang ke arah seorang laki-kaki yang berada di sampingnya. Aku lihat sepertinya laki-laki itu adalah Umar. Ia berkata "Tidak ada (harta) yang tersis disini, wahai Rasulullah!” Zaid bin Sa’nah melanjutkan: Lalu aku mendekati Nabi, seraya berkata kepadanya, “Wahai Muhammad, apakah engkau hendak ‘menjual’ kepadaku kurma dalam ukuran tertentu yang tertanam di kebun Bani Fulan, sampai batas waktu tertentu (yakni barang diberikan kemudian, tetapi ini tidak boleh karena membeli sesuatu yang tidak jelas di pohon)?” Beliau menjawab, “Tidak, wahai orang Yahudi Aku hanya ingin menjual kepadamu buah kurma tertentu sampai waktu tertentu. Namun aku tidak menentukan kebun Bani Fulan.” Aku pun menjawab, “Baik.” Maka aku pun mengadakan transaksi jual beli dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku langsung membuka kantung uang dan memberikan kepada beliau delapan puluh mitsqal emas sebagai harga untuk kurma seukuran tertentu sampai balas waktu tertentu. Lalu Beliau memberikan uang tersebut kepada laki-laki tadi. Beliau berkata, "Cepat berangkat kepada mereka dan bantu mereka (dengan uang itu).” Zaid bin Sa’nah kembali melanjutkan: Dua hari atau tiga hari sebelum jatuh tempo (penyerahan kurma), Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar untuk menshalatkan jenazah seorang laki-laki Anshar. Bersamanya Abu Bakar, Umar, Utsman dan para sahabat lainnya. Setelah selesai melaksanakan shalat jenazah, beliau mendekati sebuah tembok dan duduk di sana. Lalu aku mencengkram pakaiannya dan memandang kepadanya dengan wajah yang sangar. Aku berkata, “Wahai Muhammad, tidakkah engkau memenuhi hakku? Demi Allah! Aku belum pernah menemukan kalian, anak keturunanan Abdul Muththalib, yang menunda-nunda pembayaran utang.” Aku tahu dalam bergaul dengan kalian!” Dia berkata: Lalu aku mengarahkan pandangan ke arah Umar bin Al Khaththab. Kedua matanya berputar-putar di wajahnya laksana bintang yang bulat. Lalu ia melotot ke arahku. Ia berkata, “Hai musuh Allah! Kamu mengatakan kepada Rasulullah apa yang aku dengar, dan melakukan apa aku yang aku lihat?! Demi Dzat yang mengutusnya dengan membawa agama yang benar! Seandainya bukan karena apa yang aku kuatirkan luput darinya (kebenaran), niscaya sudah aku tebas lehermu dengan pedangku ini!” Dan Rasulullah memandang ke arah Umar dengan tenang dan lembut, beliau berkata, “Sesungguhnya kita lebih membutuhkan kepada selain ini darimu, wahai Umar! Bahwa kamu menyuruhku untuk memenuhi utang dengan baik dan menyuruhnya untuk menagih utang dengan baik! Berangkatlah bersamanya, wahai Umar! Dan bayarlah haknya. Dan tambahkan dua puluh sha' kurma selain haknya. sebagai pengganti sikapmu yang menimbulkan ketakutannya.” Zaid bin Sa’nah melanjutkan: Lalu Umar pun berangkat dengan membawaku. Ia membayar penuh hakku dan menambahnya dengan dua puluh sha’ kurma. Aku pun bertanya, “Apa tambahan ini?” Umar menjawab, “Rasulullah menyuruhku untuk menambahkan atas hakmu sebagai pengganti dari sikapku yang menimbulkan rasa takutmu.” Aku bertanya kepadanya, “Wahai Umar! Apakah engkau mengenalku?” Umar menjawab, ‘Tidak! Memangnya siapa kamu?” Aku menjawab, “Aku adalah Zaid bin Sa’nah.” Umar bertanya. “Apakah kamu sang pendeta Yahudi?” Aku menjawab, “Benar, aku adalah pendeta Yahudi.” Umar bertanya, “Jadi apa yang mendorong kamu berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apa yang telah kamu katakan dan bersikap terhadapnya dengan apa yang telah kamu lakukan?” Aku menjawab, “Wahai Umar! seluruh tanda-tanda kenabian telah aku kenali dari wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika aku memandang kepadanya. Hanya saja ada dua tanda yang yang belum aku uji pada diri Beliau: sifat tidak marahnya mendahului ketidaktahuannya, dan ketidaktahuannya hanya akan menambah sifat tidak marahnya.” Kini aku sudah mengujinya. Maka, aku bersaksi di depanmu, wahai Umar, bahwa aku sungguh-sungguh ridha terhadap Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabi. Aku bersaksi di depanmu bahwa separuh hartaku -aku adalah pendeta Yahudi yang paling banyak hartanya- sedekah kepada umat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.” Umar berkata, “Mungkin kepada sebagian umat Muhammad! Karena kamu tidak akan mampu bersedekah kepada mereka semua.” Aku pun berkata, “Benar, kepada sebagian mereka!.” Lalu Umar dan Zaid kembali menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Zaid berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.” Maka Zaid pun beriman kepada Rasulullah dan membenarkan ajarannya. Dia ikut berperang bersama Rasulullah dalam peperangan yang cukup banyak. Ia wafat pada waktu perang Tabuk, dengan maju ke depan, tanpa sedikit pun mundur.” 616 Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada Zaid bin San'ah. Dia (Ibnu Abi As-Sari) berkata: Aku mendengar Al Walid bin Mualim berkata; “Muhammad bin Hamzah meriwayatkan seluruh hadits ini dari ayahnya dari kakeknya dari Abdullah bin Salam.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 289: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Khalid Al Askari menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami, dari Sulaiman, dia berkata: Aku mendengar Abu Amru Asy-Syaibani dari Abu Mas’ud, dia berkata: Seorang laki-laki datang menemui Nabi. Ia meminta sesuatu kepada beliau. Beliau bersabda, “Aku tidak mempunyai sesuatu yang bisa aku berikan kepadamu. Akan tetapi, datanglah kepada si fulan.” Lalu ia pun datang kepada laki-laki tersebut dan ia memberinya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, niscaya, ia akan memperoleh pahala yang setara dengan pahala pelakunya atau pelaksananya." 617 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 290: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Fudaik menceritakan kepada kami, dari Amru bin Utsman bin Hani‘ dari Ashim bin Umar bin Utsman dari Urwah dari Aisyah, dia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke ruanganku. Maka Aku tahu dari raut wajahnya bahwa beliau tengah mengalami sesuatu. Lalu beliau berwudhu dan tidak berbicara kepada siapapun. Kemudian beliau keluar. Maka aku menempelkan telinga di (dinding) kamar, mendengarkan apa yang sedang beliau katakan. Lalu beliau duduk di atas mimbar, dan menyampaikan pujian dan sanjungan kepada Allah. Kemudian berkata, “Wahai segenap manusia! Sesungguhnya Allah SWT berfirman kepada kalian: Serulah untuk berbuat kebajikan dan cegahlah kemungkaran. Jika, sebelum melakukannya, kalian berdoa kepada-Ku, niscaya Aku tidak mengabulkan doa kalian; kalian meminta sesuatu kepada-Ku, niscaya Aku tidak memberikan permintaan kalian; kalian meminta pertolongan kepada-Ku, maka Aku tidak menolong kalian.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menambahkan lebih dari ini sampai beliau turun (dari mimbar).” 619 [3:68] Shahih Ibnu Hibban 291: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Syu’aib dan Al Walid menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata: Al Auza’i menceritakan kepada kami, dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah dari Urwah bin Az-Zubair dari Asma' binti Abu Bakar, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ketika beliau di atas mimbar, “Tidak ada sama sekali yang paling dicemburui daripada Allah Yang Maha luhur dan Maha Tinggi." 620 [3:67] Shahih Ibnu Hibban 292: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepadaku, dia berkata: Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Al Ala’ dari ayahnya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mukmin mempunyai rasa cemburu. Dan Allah lebih besar rasa cemburu-Nya.” 621 [3: 67] Shahih Ibnu Hibban 293: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepadaku, dia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza’i menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan seorang mukmin itu cemburu. Cemburu Allah ketika seorang mukmin melakukan hal-hal yang Dia haramkan atasnya. 622 [3:67] Shahih Ibnu Hibban 294: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir dan Abdah bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, dari Al A’masy dari Syaqiq dari Abdullah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidak ada satu pun yang lebih mencintai pujian daripada Allah. Oleh sebab itu, Dia memuji diri-Nya sendiri. Dan tidak ada satu pun yang lebih pencemburu daripada Allah. Oleh karena itu, Dia mengharamkan perbuatan-perbuatan keji (zina)". 623 [3:67] Shahih Ibnu Hibban 295: Al Fahdhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Adi menceritakan kepada kami, dari Al Hajjaj Ash-Sbawwaf dari Yahya bin Abi Katsir dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi dari Ibnu Atik Al Anshari dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Sesungguhnya di antara sifat pencemburu, ada yang dicintai oleh Allah, dan ada pula yang dibenci oleh-Nya. Adapun sifat cemburu yang dicintai oleh Allah adalah cemburu pada (jalan) Allah. Adapun cemburu yang dibenci oleh Allah adalah cemburu pada selain (jalan) Allah. Dan di antara sikap tinggi diri ada yang dicintai oleh Allah, dan ada pula yang dibenci oleh-Nya. Adapun sikap tinggi diri yang dicintai oleh Allah adalah seseorang meninggikan dirinya (sombong) saat berperang dan tinggi diri saat bersedekah. Adapun sikap tinggi diri yang dibenci oleh Allah adalah tinggi karena selain agama.” 624 Abu Hatim berkata: [Ibnu ‘ Atik] 625 ini adalah Abu Sufyan bin Jabir bin Atik bin An-Nu’man Al Asyhali. Ayahnya adalah seorang sahabat Nabi. Shahih Ibnu Hibban 296: Abu Ya'la Al Maushili mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Isa Al Mashri menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku, dari Darraj dari Abdurahman bin Jubair dari Abdullah bin Amru, dia berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa yang bisa menghalangi aku dari murka Allah?” Beliau menjawab, “Jangan marah.” 627 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 297: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir bin Abdul Hamid menceritakan kepada kami, dari Mughirah dari Asy-Sya’bi, dia berkata: Aku mendengar An-Nu’man bin Basyir, berdiri di atas mimbar kita ini, berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. —Maka aku pun memusatkan pendengaran dan perhatianku dan aku tahu bahwa aku tidak pernah mendengar seseorang pun di atas mimbar kita ini mengatakan: Aku mendengar Rasulullah SAW— bersabda, “Perumpamaan orang yang melaksanakan aturan-aturan Allah dan orang yang melanggar aturan-aturan Allah (dan membiarkan pelanggaran) laksana suatu kaum berada di dalam sebuah kapal. Mereka mengadakan undian untuk menentukan tempat mereka. Lalu seseorang mendapatkan tempat di bagian curahan air dan tempat mondar-mandir seseorang di antara kaum. Sehingga dia merasa terganggu. Lalu dia mengambil beliung - barangkali beliau mengatakan kapak-. Salah seorang dari mereka berkata kepada yang lain, ‘Orang itu hendak menenggelamkan kita dan melubangi kapal .’ Dan yang lain berkata,‘Biarkan dia! Dia hanya melubangi tempatnya’.” Dan Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di dalam tubuh (manusia) terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka tubuh pun akan baik. Namun jika ia rusak, maka seluruh tubuh akan menjadi rusak." Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang-orang yang beriman itu, cinta kasih mereka dan perasaan sayang mereka kepada sebagian yang lain, laksana tubuh satu orang. Apabila sebagian anggota tubuh itu mengaduh sakit, maka seluruh tubuh pun ikut merasakan sakit.” 628 [3:28] Shahih Ibnu Hibban 298: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Mutharrif dari Asy-Sya’bi dari An-Nu’man bin Basyir, dia berkata Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang bermain-main dengan aturan-aturan Allah (melihat pelanggaran dan membiarkannya), orang yang melanggar aturan-aturan A!lah, orang yang menyeru kepada menaatinya dan yang melarang darinya. laksana suatu kaum yang menampang sebuah kapal di lautan dengan melakukan undian. Maka sebagian mereka ada yang mendapat tempat di bagian bawah kapal dan paling jauh letaknya dari tempat (curahan) air. Sementara mereka menjadi orang-orang yang bodoh, jika mendatangi kepada para pemuka kaum (demi memperoleh air), mereka mengganggunya (dengan mondar-mandir). Maka mereka berkata, 'Kami adalah penumpang kapal yang paling dekat dengan tempat (curahan) air tetapi yang paling jauh dari air. Oleh sebab itu, mari kita lubangi papan kapal ini, Kemudian kita kembali menutupnya setelah kebutuhan kita terpenuhi.’ Lalu berkata orang yang mendukungnya dari kalangan orang orang yang bodoh. ‘Lakukanlah!’ Dia pun hendak mengambil kapak untuk ia pukulkan ke lantai kapal. Lalu seorang laki laki yang bijak mendekatinya dan berkata, Apa yang kamu lakukan?‘ Dia menjawab, 'Kami paling dekat dengan tempat (curahan) air, sementara kalian paling jauh darinya, Aku melubangi papan kapal ini.Dan jika telah tercukupi, kami akan menutupnya.’ Laki-laki bijak tadi berkata, ‘Jangan lakukan! Sebab, apabila kamu melakukannya, niscaya kamu dan kita semua bisa binasa’.” .” 629 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 299: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ma’marAl Qathi’i menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami, dari Simak dari Ikrimah, dari IbnuAbbas, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seluruh persendian anak cucu Adam setiap harinya diwajibkan bersedekah.” Salah seorang laki-laki dari kaum berkata, “Siapa yang mampu melakukan itu?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda; “Menyeru kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah, menuntun orang yang lemah adalah sedekah, seluruh langkah kaki yang diayunkan oleh salah seorang dari kalian untuk melakukan shalat adalah sedekah.” .” 630 [1: 2] Shahih Ibnu Hibban 300: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Al Ahwas menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq dari Ubaidillah bin Jarir dari ayahnya, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah suatu kaum yang di tengah mereka dilakukan berbagai kemaksiatan, sementara mereka mampu mengubahnya, tetapi mereka tidak mau mengubahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksaan kepada mereka sebelum mereka meninggal dunia.” 631 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 301: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir mengabarkan kepada kami, dari Mutharrif dari Asy-Sya’bi dari An-Nu’man bin Basyir, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Perumpamaan orang yang bermain-main dengan aturan-aturan Allah, orang yang menyeru kepada menaatinya dan yang melarang darinya, laksana suatu kaum yang menumpang sebuah kapal dari kapal-kapal di lautan dengan melakukan undian. Maka sebagian mereka ada yang mendapat tempat di bagian bawah kapal dan paling jauh letaknya dari tempat (curahan) air. Sebagian yang lain berada di bagian atas kapal. Dan apabila mereka menginginkan air, maka mereka yang berada di bawah kapal pun merasa terganggu. Sebagian mereka berkata, 'Kita lebih dekat dengan tempat curahan air tetapi paling jauh dari air Mari kita melubangi papan kapal ini, dan kita bisa memperoleh air Apabila sudah tidak membutuhkannya, kita tutup kembali lubang itu'. Orang-orang bodoh dari kalangan mereka berkata, 'Lakukan saja' Dia berkata: Lalu (sebagian mereka) mengambil kapak dan memukulkannya ke dinding kapal. Maka seorang laki-laki bijak dari mereka berkata, 'Apa yang kamu kerjakan?’ la menjawab, 'Kami lebih dekat dengan tempat (curahan) air tetapi paling jauh dari air. Kami pun hendak memecahkan papan kapal ini sehingga kami bisa memperoleh air Apabila sudah tidak membutuhkannya, maka kami akan menutupnya kembali'. Maka laki-laki bijak itu berkata, 'Jangan lakukan itu! Jika kamu melakukannya, kamu akan binasa dan kita akan binasa!’.” .” 632 [3: 55] Shahih Ibnu Hibban 302: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid di Kota Bust mengabarkan kepada kami, ia berkata: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq dari Ubaidillah bin Jarir dari ayahnya, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seseorang yang berada dt suatu kaum (masyarakat) melakukan berbagal tindak kemaksiatan dl tengah mereka, sementara mereka mampu mengubahnya, tetapi mereka tidak mau mengubahnya, melainkan Allah akan menimpakan siksaan kepada mereka sebelum mereka meninggal dunia.” .” 633 [109:2] Shahih Ibnu Hibban 303: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Muqaddami dan Zahmawaih menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata: Wahab bin Jarir menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar An-Nu’man bin Rasyid dari Az-Zuhri dari Atha’ bin Yazid Al-Laitsi dari Abu Tsa’labah Al Khusyani, dia berkata: Seorang laki-laki duduk di dekat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan ia mengenakan cincin dari emas. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengetuk tangannya dengan tongkat yang berada di tangan beliau. Kemudian beliau melupakannya. Maka laki-laki itu pun membuang cincinnya. Selanjutnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menoleh kepada laki-laki itu dan bertanya; “Mana cincinmuT' Ia menjawab, “Aku telah membuangnya.” Belum berkata; “ Aku kira kami telah menyakitimu, dan kami harus menggantikannya untukmu” .” 634 [5: 9] Shahih Ibnu Hibban 304: Abdullah bin Muhamamd Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir mengabarkan kepada kami, dari Isma’il bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim, dia berkata: Aba Bakar Ash-Shiddiq membacakan ayat, “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk (Qs. Al Maa'idah [5]: 105), dia berkata: Manusia meletakan pengertaian ayat ini bukan pada tempatnya. Ingatlah! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya manusia, apabila mereka melihat kezhaliman, lalu mereka tidak mau bertindak dengan kedua tangannya (mencegahnya),” —atau Beliau bersabda; “...sebuah kemungkaran, lalu mereka tidak mau mengubahnya—, niscaya Allah akan menimpakan siksaan-Nya yang merata.” .” 635 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 305: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Mu’adz bin Mu’adz menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Isma’il bin Abi Khalid dari Qais bin Abi Hazim dari Abu Bakar Ash-Shiddiq RA dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Wahai manusia! Sungguh, kalian sering membaca ayat ini; ‘Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk'." (Qs, Al Maa'idah [5]: 105). Namun kalian menempatkan arti ayat ini bukan pada makna yang dikehendaki oleh Allah. Sesungguhnya apabila manusia melihat kemungkaran, lalu mereka tidak mau mengubahnya, niscaya sudah dekat waktunya Allah menimpakan siksaan yang menyeluruh kepada mereka." .” 636 [3 : 66] Shahih Ibnu Hibban 306: Imran bin Musa bin Mujasyi ’ mengabarkan kepada kami dia berkata Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan Ats-Tsauri menceritakan kepada kami, dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab Al Ahmasi, dia berkata: Orang yang pertama kali memulai praktek khutbah sebelum shalat pada hari raya adalah Marwan bin Al Hakam. Saat itu seorang laki-laki berdiri menghadap kepada Marwan, seraya berkata, “Shalat Id dilakukan sebelum khutbah!” Dan dia melantangkan suaranya. Maka dia berkata, “Wahai Abu Fulan, telah ditinggalkan apa yang di sana (Sunnah Nabi).” Abu Sa’id Al Khudri berkata, “Adapun orang ini, dia telah memenuhi kewajibannya. Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Apabila ia tidak mampu mengubah dengan tangannya, maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya. Apabila ia tidak mampu (mengubah dengan lisan), maka hendaklah (ia mengubahnya) dengan hatinya. Yang demikian itu adalah iman yang paling lemah.” 637 [1: 37] Shahih Ibnu Hibban 307: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim dan Hannad bin As-Sari menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata, “Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Al A'masy menceritakan kepada kami, dari Isma’il bin Raja' dari ayahnya dari Abu Sa’id, dan dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab, dari Abu Sa’id, ia berkata, ‘Marwan (bin Hakam) mengeluarkan mimbar pada hari raya dan ia memulai khutbah (‘Id) sebelum pelaksanaan shalat. Lalu seorang laki-laki berdiri dan berkata, ‘Wahai Marwan, engkau telah menyalahi Sunnah. Engkau mengeluarkan mimbar pada hari raya. Padahal sebelumnya, belum pernah mimbar itu dikeluarkan. Dan engkau memulai dengan khutbah sebelum pelaksanaan shalat.’ Abu Sa’id bertanya, ‘Siapa orang itu?’ Mereka menjawab, ‘Fulan bin Fulan.’ Abu Sa’id berkata, ‘Orang itu telah memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya.* Abu Ishaq menambahkan (dalam riwayat, yakni perkataan Abu Sa’id): Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Bersabda, 'Barang siapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Apabila ia tidak mampu mengubah dengan tangannya, maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya. Apabila ia tidak mampu (mengubah dengan lidah), maka hendaklah (ia mengubahnya) dengan hatinya. Yang demikian itu adalah iman yang paling lemah.” . 638 [1: 37] Shahih Ibnu Hibban 308: Al Husain bin Idris Al Anshary mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Ibnu Shihab, dari Humaid bin Abdurrahman bin Auf, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menginfakkan sepasang hewan ternak untuk (keperluan jihad) di jalan Allah, maka ia akan dipanggil dari salah satu pintu surga (dengan panggilan): Wahai Hamba Allah, Infakmu ini merupakan kebaikan. Dan barangsiapa yang termasuk ahli shalat, ia akan dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa yang termasuk ahli jihad, ia akan dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa yang termasuk ahli shadaqah, ia akan dipanggil dari pintu shadaqah. Dan barangsiapa yang termasuk ahli puasa2, ia akan dipanggil dari pintu Rayyan. Abu Bakar bertanya, “Wahai Rasulullah, tiadalah kesengsaraan orang yang dipanggil dari pintu-pintu itu. Maka, adakah orang yang akan dipanggil oleh semua pintu-pintu itu? Beliau menjawab, 'Ada. Dan aku berharap kalian termasuk didalamnya’.” 3 [3: 78] Shahih Ibnu Hibban 309: Ibnu Salma mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku, dari Darraj, dari Abu Al Haitsam, dari Abu Sa’id Al Khudri, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Setiap satu huruf dalam Al Qur'an yang disebut (di baca) Qunut (ketundukkan) maka itu berarti ketaatan.’ 5 [3: 66]. Shahih Ibnu Hibban 310: Muhammad bin Hasan bin Khalil mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, ia berkata, Marwan bin Janah menceritakan kepada kami, dari Yunus bin Maisarah, ia berkata, “Aku mendengar Mu’awiyah bercerita dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Kebaikan itu adalah kebiasaan (‘Aadah). Dan keburukan adalah keras kepala (Lajaajah). Apabila Allah SWT menghendaki kebaikan atas seseorang, maka Dia akan memberikan kefahaman tentang urusan agama. 6 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 311: Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Basyar menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Ziyad bin ‘Ilaqah menceritakan kepada kami, ia berkata, aku mendengar Al Mughirah bin Syu’bah berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat hingga kedua kaki beliau bengkak. Lalu beliau ditanya: Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mengapa engkau melakukan ini semua? sedangkan dosamu yang terdahulu maupun yang akan datang telah diampuni oleh Allah SWT? beliau balik bertanya: “Apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang pandai bersyukur ?.” 7 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 312: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, ia berkata, Al-Laits menceritakan kepada kami, dari Uqail, dari Ibnu Syihab, ia berkata, Urwah bin Az-Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa Aisyah, istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengerjakan shalat sunah dhuha”. Namun Aisyah mengerjakannya. Ia lalu berkata, “ Sungguh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggalkan banyak sekali suatu amal shalih, yang disebabkan ketakutan beliau jika amal shalih itu diikuti oleh orang-orang, maka amal shalih itu menjadi wajib atas mereka.” 8 [5:14] Shahih Ibnu Hibban 313: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Az-Zuhri bin Syihab, dari Urwah, dari Aisyah, bahwa ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggalkan suatu amalan, sedang beliau cinta dengan amalan tersebut, hal itu dikarenakan ketakutannya terhadap orang-orang yang ikut mengerjakan amal itu dan kemudian amal tersebut menjadi kewajiban atas mereka.” 9 [5:29] Shahih Ibnu Hibban 314: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Syaiban bin Farrukh menceritakan kepada kami, Hammam bin Yahya menceritakan kepada kami, Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Abu Amrah menceritakan kepadaku, bahwa Abu Hurairah menceritakannya, ia pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga orang dari Bani Israel, salah seorang dari mereka ditimpa penyakit kusta, seorang lagi berpenyakit rambut rontok dan orang yang ketiga buta. Maka Allah SWT telah menguji ketiga-tiganya dengan mengutus kepada mereka seorang Malaikat. Kemudian malaikat tersebut mendatangi orang yang berpenyakit kusta dan bertanya kepadanya Apakah yang paling engkau sukai ? Orang itu menjawab: Warna yang indah serta kulit yang baik.10 Malaikat bertanya lagi: Harta apakah yang paling engkau sukai? Dia menjawab: Unta. Maka dia diberikan unta yang,mengandung sepuluh bulan. 11 1Orang itu lalu mendoakannya: baarakallaahu laka fiiha (semoga Allah SWT memberkatimu terhadap sesuatu yang telah engkau perbuat). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Kemudian Malaikat tersebut telah datang menemui orang yang berpenyakit rambut rontok lalu. bertanya: Apakah yang paling engkau sukai? Dia menjawab: Rambut yang elok dan sembuh dari penyakit yang menyebabkan manusia memandang jelek kepadaku. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Malaikat lalu mengusapnya (tempat sakit) lalu hilanglah penyakitnya dan diberikan rambut yang baik. Malaikat bertanya lagi: Harta apakah yang paling engkau sukai? Dia menjawab: “Lembu. Maka dia diberikan seekor lembu yang sedang mengandung. ” Orang itu lalu mendoakannya: baarakallaahu laka fiiha (semoga Allah SWT memberkatimu terhadap sesuatu yang telah engkau perbuat). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Kemudian malaikat tersebut mendatangi pula seorang yang buta lalu bertanya: Apakah yang paling engkau sukai? Dia menjawab: Aku ingin Allah SWT mengembalikan penglihatanku agar aku dapat melihat. Malaikat mengusap matanya, maka Allah SWT mengembalikan penglihatannya. Malaikat itu bertanya lagi: Harta apakah yang amat engkau sukai? Dia menjawab, “Kambing biri-biri”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, maka dia diberikan seekor biri-biri yang telah melahirkan anak. Kemudian unta dan lembu (yang dimiliki oleh orang yang berpenyakitan kusta dan yang berpenyakit rambut rontok) melahirkan12 . Maka bagi lelaki yang berpenyakit kusta telah memiliki satu lembah dari unta, bagi lelaki yang berpenyakit rambut rontok telah memiliki satu lembah dari lembu dan bagi lelaki yang buta telah memiliki satu lembah dari kambing biri-biri. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, " Kemudian Malaikat tersebut mendatangi lelaki yang berpenyakit kusta dengan jelmaan sebagaimana keadaan lelaki itu sebelumnya dan dia mengadu kepada lelaki tersebut: “Aku seorang lelaki miskin yang telah kehabisan bekal semasa aku bermusafir. Aku tidak mempunyai tempat untuk mengadu pada hari ini melainkan (pertama) kepada Allah SWT kemudian kepada engkau. Aku memohon dari mu demi Zat Yang telah memberikan kepadamu warna serta kulit yang baik dan juga harta seekor unta, untuk membantu aku agar aku dapat meneruskan perjalananku. Maka lelaki itu menjawab: “Aku mempunyai banyak tanggungan (yang menyebabkan aku tidak bisa memberikannya kepadamu). Malaikat itu berkata kepadanya: “Aku rasa aku mengenalimu. Bukankah engkau dahulu berpenyakit kusta dan manusia memandang jelek kepadamu? (bukankah engkau) Seorang yang fakir lalu Allah SWT mengaruniakan kepadamu (harta)?’’ Lelaki itu menjawab, "Aku mewarisi harta ini dari warisan orang tuaku13 ” Malaikat itu berkata, “Sekiranya kamu berdusta, maka (mudah-mudahan) Allah akan menjadikan keadaan kamu sebagaimana keadaan sebelum ini. ” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kemudian Malaikat tersebut mendatangi pula orang yang berpenyakit rambut rontok seperti lelaki tadi dan bertanya seperti dia bertanya kepada lelaki berpenyakit kusta, keadaannya sama seperti yang berlaku ketika Malaikat tersebut meminta dari lelaki yang berpenyakit kusta. Malaikat berkata, “Sekiranya kamu berdusta, maka (mudah-mudahan) Allah SWT akan menjadikan keadaan kamu sebagaimana kamu sebelum ini. Kemudian Malaikat itu mendatangi pula lelaki yang buta dengan menjelma sebagai seorang yang buta lalu mengadu: “Aku seorang lelaki pengembara yang miskin. Tali untuk penunjuk jalanku putus saat dalam perjalanan. Lelaki itu berkata, Aku sebelum ini adalah seorang yang buta, Allah SWT telah mengembalikan penglihatanku, oleh itu ambillah apa yang engkau inginkan dan tinggalkan apa yang engkau tidak inginkan. Demi Allah SWT, aku tidak akan mencegah dan mengungkit kembali pemberianku kepada kamu untuk mengambil apa yang engkau kehendaki karena Allah SWT. Malaikat berkata, “Jagalah hartamu. Sesungguhnya kamu semua telah diuji oleh Allah SWT. Allah SWT telah meridhai kamu dan membenci dua orang Sahabatmu. ” 14 [3: 6] Shahih Ibnu Hibban 315: Bakar bin Ahmad bin Sa’id15-seorang ahli ibadah, keturunan Thahiyah di Bashrah, mengabarkan kepada kami, Nashr bin Ali menceritakan kepada kami, Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dari Ma’mar, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang makan (tidak berpuasa) yang bersyukur sejajar dengan orang puasa yang sabar.16 Abu Hatim berkata, “Syukurnya orang makan yang dapat menandingi pahalanya orang puasa yang sabar adalah orang yang makan kemudian tidak maksiat kepada Allah SWT. (Dengan nikmat Allah SWT berupa makanan itu) ia dapat menjadi kuat dan dapat menyempurnakan rasa syukurnya dengan menjalani ketaatan kepada Allah SWT dengan anggota tubuhnya. Oleh karena orang yang berpuasa harus dibarengi dengan sabar terhadap perkara yang dilarang, demikian juga orang yang makan harus dibarengi dengan rasa syukur. Dengan demikian syukurnya orang yang makan, harus mendekati atau menyamai kesabaran orang yang puasa. Yaitu dengan jalan meninggalkan perkara-perkara yang telah dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. [2:1] Shahih Ibnu Hibban 316: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Al Khaththab Al Baladi Az-Zahid menceritakan kepada kami, Abu Jabir Muhammad bin Abdul Malik menceritakan kepada kami, Israil menceritakan kepada kami, dari Abu Musa, dari Abu Darda', dari Abu Musa, ia berkata, Istri Utsman bin Mazh’un datang menemui istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kami melihatnya dalam kondisi buruk rupa. Lalu istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apa yang teijadi denganmu? bukankah engkau mempunyai seorang suami yang tidak tertandingi kekayaannya di suku Quraisy?” Ia menjawab, “Kami tidak memiliki sesuatu darinya. Siang hari ia berpuasa, sepanjang malam ia shalat.” (hingga tidak mempunyai waktu lagi untuk kami). Abu Musa berkata, Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang dan para istri beliau menceritakan tentang apa yang teijadi. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menemui Utsman bin Mazh’un dan bersabda kepadanya: “Wahai Usman, apakah engkau tidak mencontohku? ”Ia menjawab, “Demi ayah dan Ibuku, bukan demikian wahai Rasul.” Beliau lalu bersabda, "Mengapa kamu selalu melaksanakan shalat sepanjang malam dan selalu berpuasa, padahal sesungguhnya keluargamu dan tubuhmu juga mempunyai hak atas dirimu. Shalat malam dan istirahatlah, puasa dan berbukalah." Abu Musa berkata, kemudian (selang beberapa waktu) istri Utsman datang lagi menemui istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan sangat wangi seperti seorang pengantin baru. Mereka kemudian berkata kepadanya: “Ada apa denganmu?” Ia pun berkata, “Kami telah mendapati apa yang didapati oleh orang lain.” 17 [3:11] Shahih Ibnu Hibban 317: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ismail Al Bukhari menceritakan kepada kami, Sa’id bin Abu Maryam menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far bin Abu Katsir menceritakan kepada kami, Humaid Ath Thawil mengabarkan kepadaku, bahwa ia pernah mendengar Anas bin Malik berkata, “Ada tiga orang laki-laki datang berkunjung ke rumah istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya tentang ibadah beliau. Setelah diterangkan kepada mereka, kelihatan bahwa mereka menganggap apa yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam itu terlalu sedikit. Mereka berkata, “Kita tidak dapat disamakan dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Semua dosa beliau yang telah lalu dan yang akan datang telah diampuni Allah SWT.” Salah seorang dari mereka berkata, “Bagiku, aku akan selalu shalat sepanjang malam.” Orang kedua berkata, “Aku akan berpuasa setiap hari, tanpa pernah berbuka”. Orang ketiga berkata, “Aku tidak akan pernah mendekati wanita, dan aku tidak akan menikah selama- lamanya.” Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang. Beliau bersabda, “Kamu yang18 berkata19 begini dan begitu? Demi Allah, aku lebih takut dan lebih bertakwa kepada Allah SWT dibandingkan dengan kalian. Tetapi aku tetap berpuasa dan berbuka. Aku shalat malam dan tidur. Dan aku pun menikah. Barangsiapa yang tidak mau mengikuti sunnahku, maka ia bukan termasuk golonganku. ” 20 [3: 11] Shahih Ibnu Hibban 318: Umar bin Ismail bin Abu Ghailan mengabarkan kepada kami, Ali bin Al Ja’di* mengabarkan kepada kami, Syu’bah mengabarkan kepada kami, Hubaib bin Abu Tsabit mengabarkan kepadaku, ia berkata, aku mendengar Abu Al Abbas, yakni As-Sa'ib bin Farrukh Asy-Sya’ir Al Makki, berkata, aku mendengar Abdullah bin Amru berkata, “Seorang lelaki menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta izin untuk berjihad. Beliau kemudian bertanya, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Maka berjihadlah pada keduanya.” ** [1:2] Shahih Ibnu Hibban 319: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim maula Tsaqif mengabarkan kepada kami, AI Hasan bin Ash-Shabbah Al Bazzar menceritakan kepada kami, Mu ammal bin Ismail menceritakan kepada kami, dari Sulaiman bin Al Mughirah, Tsabit menceritakan kepada kami, dari Anas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merasa sakit. Maka ketika pagi datang, beliau ditanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, efek rasa sakit yang sedang engkau derita ini sungguh sangat nampak.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku memang dalam kondisi seperti yang kalian lihat sekarang. Kemarin aku membaca tujuh surat-surat Al Qur'an yang panjang. 23 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 320: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Ja’far bin ‘Aun menceritakan kepada kami, Abu Umais menceritakan kepada kami, dari ‘Aun bin Abu Juhaifah, dari ayahnya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mempersaudarakan Salman dengan Abu Darda'. Salman pun mengunjungi Abu Darda'. Dia melihat Ummu Darda' (seperti) hidup membujang24, ia (Salman) bertanya, “Mengapa dirimu melakukan hal ini?”. Ia (Ummu Darda') menjawab: “ Sesungguhnya saudaramu, Abu Darda, tidak membutuhkan kehidupan dunia.” (Ayah Aun bin Abu Juhaifah) berkata, Ketika Abu Darda' datang, Salman menyambutnya, dia mendekatkan (menghidangkan) makanan kepada Salman, Abu Darda' berkata kepada Salman, “Makanlah, sesungguhnya aku sedang berpuasa”. Salman berkata, “Aku bersumpah atasmu kecuali kamu ikut makan, sungguh, aku tidak akan makan hingga kamu ikut makan.” (Ayah Aun bin Abu Juhaifah) berkata, “Kemudian mereka makan bersama, dan Salman bermalam di rumahnya. Ketika malam tiba Abu Darda' hendak melaksanakan shalat (sunah) namun langsung ditahan oleh Salman. Salman berkata, “Wahai Abu Darda', sesungguhnya Tuhanmu memiliki hak atas dirimu. Keluargamu memiliki hak atas dirimu. Jasadmu memiliki hak atas dirimu. Berikanlah hak kepada masing-masing yang berhak menerimanya. Puasa dan berbukalah. Shalat malam dan istirahatlah. Dan gaulilah istrimu. 25” Ketika waktu subuh tiba, Salman berkata, “Bangunlah.” Kemudian mereka berdua bangun dan keluar untuk mengerjakan shalat. (Selepas shalat) Abu Darda' menghampiri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menceritakan semua hal yang telah di katakan Salman kepadanya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan kepada Abu Darda' seperti26 apa yang telah dikatakan oleh Salman27. [3:10] Shahih Ibnu Hibban 321: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Al Abbas bin Al Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abu Ya’fur, dari Muslim bin Shubaih, dari Masruq, dari Aisyah, ia berkata, “Jika sudah masuk pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (selalu) membangunkan keluarganya, menghidupkan malam, dan mengencangkan ikatan tali sarungnya.”28. Sufyan sungguh pernah menjelaskan satu kali mengenai Hadits ini dengan perkataan wajadda (sungguh-sungguh) Abu Ya’fur adalah Abdurrahman bin ‘Ubaid bin Nisthas. 29. [5:47] Shahih Ibnu Hibban 322: Hamid bin Muhammad bin Syu’aib mengabarkan kepada kami, Mahmud bin Khidasy menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Ibrahim, dari Alqamah, ia berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah tentang amal yang dikerjakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia menjawab: Amal beliau adalah mudawamah (istiqomah dalam mengerjakan suatu perbuatan).30 [5: 47] Shahih Ibnu Hibban 323: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa ia berkata, Amal perbuatan yang paling Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam senangi adalah perbuatan baik yang senantiasa dikerjakan oleh si pelakunya. ).31 [1:67] Shahih Ibnu Hibban 324: Ja’far bin Ahmad.32 bin Sinan Al Qathan mengabarkan ep kami, ayahku menceritakan kepada kami, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, Al A’masy menceritakan kepada kami, dari Muslim Al Bathin, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hari-hari, amal shalih yang dilakukan di dalamnya itu lebih disukai oleh Allah daripada hari 10 Dzulhiijjah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, walaupun Jihad fi Sabilillah?”. Beliau menjawab: “ Walaupun Jihad fi Sabilillah. Kecuali orang yang keluar (jihad) dengan diri dan hartanya, kemudian dia tidak (mengharapkan) kembali apa-apa dari hal tersebut (Ikhlas). ).33 [1.2] Shahih Ibnu Hibban 325: Syabab bin Shalib mengabarkan kepada kami, ia berkata, Wahab bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid mengabarkan kepada kami, dari Khalid, dari).35 Abdurrahman bin Abu Bakrah, dari ayahnya, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Dua bulan yang terdapat Hari Raya, tidak mengurangi nilainya. Yaitu bulan Ramadan dan Dzulhijjah. ).36 [1:1] Shahih Ibnu Hibban 326: Seorang Sufi di Baghdad mengabarkan kepada kami, Al Haitsam bin Kharijah menceritakan kepada kami, Al Jarrah bin Malih Al Bahrani menceritakan kepada kami, ia berkata, “Aku mendengar Bakr bin Zur’ah Al Khaulani berkata, “Aku mendengar Abu ‘Inabah Al Khaulani -ia termasuk sahabat Nabi SAW).37, dan ikut mengalami shalat pada dua kiblat, ia semasa jahiliyahnya pernah meminum darah- berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah SWT senantiasa menanam (menciptakan) satu tanaman untuk agama ini, yang Ia pergunakan untuk melaksanakan ketaatan kepada-Nya. ).38 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 327: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata, “Yunus mengabarkan kepada kami, dari Syihab, ia berkata, Urwah bin Az-Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa Zainab binti Salamah mengabarkan kepadanya, bahwa Ummu Habibah binti Abu Sufyan mengabarkan kepadanya, bahwa Zainab binti Jahsy, istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam suatu ketika keluar rumah dalam keadaan terperanjat, wajahnya merah, lalu beliau mengucap, “Laa ilaaha illallah (tiada tuhan selain Allah SWT), celakalah bangsa Arab terhadap keburukan yang sungguh sudah dekat(ini), hari ini dinding penyumbat Ya'juj dan Ma’juj telah terbuka seperti ini” Beliau lingkarkan jari tangannya dari ibu jari hingga kelingking. Zainab berkata, “Aku lalu bertanya: Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah kami akan binasa dan (padahal) di sekitar kami terdapat orang-orang shalih? Beliau menjawab, “Iya, jika kemaksiatan (keburukan) telah merajalela” ).39 [3: 65] Shahih Ibnu Hibban 328: Sulaiman bin Al Husain bin Al Minhal -anak saudara laki- lakinya Al Hajjaj bin Al Minhal- mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata, “Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Atha’ bin As-Saib, dari Al Agharri Abu Muslim, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap keterangan yang telah Allah SWT ceritakan kepadanya, Allah SWT berfirman, “Kesombongan adalah Selendang-Ku, Keagungan adalah pakaian-Ku, barangsiapa yang mencopot salah satu dari keduanya (menyaingi-meski hanya-salah dari kedua hal itu), maka Aku bersumpah untuk memasukkannya kedalam neraka. Dan barangsiapa yang mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya satu hasta. Barangsiapa yang mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekat kepadanya sedepa. Barangsiapa yang datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari-lari kecil. Barangsiapa yang mendatangi-Ku dengan berlari-lari kecil, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari. Barangsiapa yang mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku akan mengingatnya di dalam hati-Ku. Barangsiapa yang mengingat-Ku secara berjamaah, maka Aku pun akan mengingatnya bersama jamaah-Ku (Para Malaikat Dan Lainnya) yang lebih banyak dan lebih baik.).40 [3:67] Shahih Ibnu Hibban 329: Muhammad bin Ubaidillah bin Al Fadhli Al Kala’i mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Amru bin Utsman bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata, ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’aib bin Abu Hamzah menceritakan kepada kami, dari Ibnu Syihab, Urwah bin Az-Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa Hakim bin Hizam mengabarinya, bahwa ia berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bagaimana pendapatmu terhadap sesuatu yang aku lakukan sebagai ibadah).41 di masa Jahililiyah berupa silaturrahim, membebaskan budak, dan bersedekah. Apakah aku mendapatkan ganjaran terhadap semua perbuatan itu?” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Engkau telah Islam dengan memperoleh ganjaran kebaikan di masa lalu.” 42 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 330: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qawariri menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Wahid bin Ziyad menceritakan kepada kami, ia berkata, Al A’masy menceritakan kepada kami, dari Abu Sufyan, dari Ubaid bin Umair, dari Aisyah, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya (semasa hidup) Ibnu Jud’an, pada masa jahiliyah, selalu menghormati tamu, berbuat baik kepada tetangga, dan selalu menyambung silaturrahim, apakah semua perbuatan baik tersebut akan memberi manfaat untuknya (di akhirat)? Rasulullah menjawab: ‘Tidak, sebab ia sama sekali tidak pernah berdo’a: Allaahummaghfirli khatii’ati yaum Ad-Din (Ya Allah SWT, ampunilah dosa-dosa saya pada Hari Pembalasan). 43 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 331: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hafash bin Ghiyats menceritakan kepada kami, dari Daud bin Abu Hind dari Asy-Sya’bi, dari Masruq, dari Aisyah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa ia bertanya tentang firman Allah SWT: “(yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (di padang Mahsyar) berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (Qs. Ibraahiim [14]: 48), maka di manakah manusia ketika itu? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, 'Di atas Shirat (Jembatan). Aisyah berkata, Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dahulu, Ibnu Jud’an pada masa jahiliyah selalu menyambung silaturrahim dan memberi makan orang miskin, apakah hal itu dapat memberi manfaat untuknya (di akhirat)? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “ Tidak akan memberi manfaat apapun. Sebab ia tidak pernah sekalipun mengucap “Rabbighfirli Khatii'ati yaum Ad-Din.” (Ya Tuhanku, ampunilah kesalahanku pada hari Pembalasan). 44 [3:73] Shahih Ibnu Hibban 332: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Al Ja’di Al Jauhari menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah memberitahukan kepada kami, dari Simak bin Harb, ia berkata, “Aku mendengar Murayya bin Qatharri bercerita dari Adi bin Hatim, ia berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya (dahulu) ayahku selalu menyambung silaturrahim, dan ia selalu mengerjakannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh ayahmu telah menginginkan suatu perkara, dan ia telah mendapatkannya, yaitu (selalu) dikenang (orang).” Adi bin Hatim berkata, “Ia berkata, “Wahai Rasulullah S A W, sesungguhnya aku bertanya pendapatmu tentang makanan yang aku tinggalkan karena aku ragu kalau makanan itu menyerupai makanan orang Nashrani.” Beliau bersabda, “Jangan kamu tinggalkan sesuatu (dimana dalam makanan itu) kamu menyerupai umat Nashrani. Ia bekata, “Aku bertanya, Bila aku melepas anjing pemburuku, kemudian aku mengambil hasil buruannya, tapi aku tidak menemukan untuk menyembelihnya selain batu gip dan tongkat? Beliau bersabda, “Alirkanlah darahnya dengan alat apa saja yang kamu kehendaki, dan ucapkan “Bismillah ”ketika kamu menyembelihnya. 45 Shahih Ibnu Hibban 333: Sulaiman bin Al Hasan Al Athar di Bashrah mengabarkan kepada kami, Abdul Wahid bin Ghiyas menceritakan kepada kami, Hamad bin Zaid menceritakan kepada kami, Yazid Ar-Risyki menceritakan kepada kami, dari Mutharrif bin Abdullah bin Asy Syikhiiri, dari Imran bin Hushain, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Apakah sudah diketahui penghuni surga dan penghuni neraka? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Ya." Sahabat bertanya lagi, Kalau begitu untuk apa amalan dilakukan? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Segala-galanya Telah ditakdirkan berdasarkan tujuan untuk apakah ia dijadikan.” 46 [3:30] Shahih Ibnu Hibban 334: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Katsir Al ‘Abdiy menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Sulaiman Al A’masy, dari Sa’ad bin Ubaidah, dari Abu Abdurrahman As-Sulamiy, dari Ali bin Abu Thalib, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berhadapan dengan jenazah. Kemudian beliau mengambil sebatang kayu lalu beliau bersimpuh di tanah. Beliau lantas bersabda, “Tidaklah dari kalian semua kecuali telah di tetapkan tempat kalian, (ada) yang di neraka, dan (ada )yang di surga. Seseorang kemudian bertanya: Bolehkah kami hanya berpangku tangan? Beliau menjawab, “Segala sesuatu telah ditetapkan oleh Allah SWT. ” Beliau melanjutkannya dengan membaca ayat, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah, dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. ” (Qs. Al-Lail [94]: 5-10) [3:30] Shahih Ibnu Hibban 335: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, Basyr bin Khalid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Al A’masy, dari Sa’ad bin Ubaidah, dari Abu Abdurrahman As-Sulami, dari Ali bin Abu Thalib, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau berhadapan dengan jenazah. Kemudian beliau mengambil sebatang kayu lalu beliau bersimpuh di tanah. Beliau lantas bersabda, “Tidaklah dari kalian semua kecuali sungguh telah ditetapkan tempat kalian, (ada) yang di neraka, dan (ada) yang di surga. Mereka bertanya: Bolehkah kami hanya berpangku tangan? Beliau menjawab: “Bekerjalah, segala sesuatu telah di tetapkan oleh Allah SWT. Beliau melanjutkannya dengan membaca ayat, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah, dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar." (Qs. Al-Lail [94]: 5-10) 48 Syu’bah berkata, Manshur bin Al Mu’tamir menceritakan kepadau, maka aku tidak memunkarkan Hadits Sulaiman. [3:30] Shahih Ibnu Hibban 336: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kami di Baitul Maqdis, ia berkata, “Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata, Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, bahwa ia berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah perbuatan kami merupakan perkara yang sungguh telah diselesaikan (ditetapkan) ataukah merupakan perkara yang baru? Beliau menjawab: “Perkara yang sungguh telah diselesaikan (ditetapkan).” Ia berkata, Lantas, apa manfaat amal perbuatan yang kita lakukan ? Beliau menjawab: “Setiap orang yang mengerjakan telah ditetapkan pada pekerjaannya. ” 49 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 337: Abdullah bin Qahthabah mengabarkan kepada kami, Yahya bin Hubaib bin Arabi menceritakan kepada kami, Ibnu Ulayyah menceritakan kepada kami, Rauh bin Al Qasim menceritakan kepada kami, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, bahwa Suraqah bin Ju’syum berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beritahulah kami tentang perkara kami, seperti apa kami (harus) melihatnya. Apakah dengan pena-pena (ketetapan) yang telah berlaku dan taqdir yang telah di tetapkan, ataukah (perkara-perkara itu) merupakan perkara yang baru? Beliau menjawab: “Tidak, akan tetapi dengan dengan pena-pena (ketetapan) yang telah berlaku dan taqdir yang telah di tetapkan. Ia berkata, “Lantas, apa manfaat amal perbuatan yang kita lakukan?” Beliau menjawab: "Berbuatlah, karena segala sesuatu yang telah ditetapkan akan dimudahkan oleh Allah SWT. °50 Suraqah berkata, Maka semenjak itu, Aku lebih bersungguh-sungguh lagi dalam berbuat perbuatan baik. [3:30] Shahih Ibnu Hibban 338: Ali bin Al Husain bin Sulaiman Al Mu’addil mengabarkan kami di Fusthath, Al Harits bin Miskin menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Mu’awiyah bin Shalih mengabarkan kepadaku, dari Rasyid bin Sa’ad, Abdurrahman bin Qatadah51 As-Sulami -beliau tergolong sahabat Rasulullah SAW- menceritakan kepadaku, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah SWT menciptakan Adam kemudian dari punggungnya Adam diciptakanlah makhluk. Allah SWT lalu berfirman, “Mereka itu (nanti) ada yang berada di surga, dan Aku tidak perduli. Dan mereka itu (nanti) juga ada yang berada di neraka, dan Aku tidak perduli. Seseorang lalu bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, (kalau begitu) bagaimanakah kami berbuat? Beliau menjawab, "Menurut (berdasarkan) ketetapan taqdir.” 52 [3:30] Shahih Ibnu Hibban 339: Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qathan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin ‘Ammar mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Jabir menceritakan kepada kami, ia berkata, aku mendengar Abu Abdu Rabb berkata, aku mendengar Mu’awiyah berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya amalan-amalan tergantung pada akhirnya itu, seperti Wadah, Apabila atasnya baik, maka bawahnya pun baik. Dan jika atasnya jelek, maka bawahnyapun jelek. ” 53 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 340: Abdullah bin Shalih Al Bukhari mengabarkan kepada kami di Baghdad, ia berkata, Al Hasan bin Ali Al Hulwani menceritakan kepada kami, ia berkata, Nu’aim bin Hamad menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Aziz bin Abu Hazim menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung pada akhirnya.” 54 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 341: Muhammad bin Ahmad bin Abu ‘Aim mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Hujri As Sa’diy menceritakan kepada kami, ia berkata, Ismail bin Ja’far55 menceritakan kepada kami, dari Humaid, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika Allah SWT menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah SWT akan memperkerjakannya (memanfaatkannya).” Salah seorang sahabat bertanya, “Bagaimanakah Allah SWT memperkerjakannya wahai Rasulullah SAW?” Beliau menjawab: “Dia akan membimbingnya (memberi petunjuk) pada amal perbuatan shalih sebelum ia meninggal dunia. ” 56 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 342: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Zaid bin Al Hubab menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’awiyah bin Shalih menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Jubair bin Nufair menceritakan kepadaku, dari ayahnya, ia berkata, “Aku mendengar Amru bin Al Hamiq Al Khadza’i berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah SWT menghendaki kebaikan terhadap seorang hamba, maka Dia memberikan madu sebelum (datang) masa kematiannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di tanya: Apakah madunya seseorang sebelum (datang) masa kematiannya itu? Beliau menjawab, “Perbuatan amal shalih akan dibuka untuknya sebelum kematiannya hingga Allah SWT ridha terhadapnya. 57 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 343: Muhammad bin Ahmad bin Abu ‘Aun mengabarkan kepada kami., ia berkata, Musa bin Abdurrahman Al Masruqi menceritakan kepada kam., ia berkata, Zaid bin Al Hubab menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’awiyah bin Shalih menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Jubair bin Nufair Al Hadhrami menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Amru bin Al Hamiq Al Khizaa’i, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah SWT menghendaki kebaikan terhadap seorang hamba, maka la memberikan madu sebelum (datang) masa kematiannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya. Apakah madunya seseorang itu?” Beliau menjawab, “Perbuatan amal shalih akan dibuka untuknya sebelum kematiannya hingga Allah SWT ridha terhadapnya. ”58 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 344: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Qudaid Ubaidillah bin Fadhalah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazaq menceritakan kepada kami, dari Ma’mar, dari Qatadah, dari Anas, ia berkata, “Para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Sesungguhnya jika kami sedang berada di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kami melihat sesuatu yang kami senangi pada diri kami. Namun jika kami kembali (pulang) dan bergaul kepada keluarga kami, maka kami mencela diri kami.” Lalu mereka mengadu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang keadaan mereka tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda. " Seandainya kalian terus menerus berada di sisiku pada saat sekarang, niscaya malaikat akan menjabat tangan kalian hingga mereka menaungi kalian dengan sayap-sayapnya, akan tetapi (hal demikian) itu sedikit demi sedikit. 59 [3: 65] Shahih Ibnu Hibban 345: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Al ‘Ala’i, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya orang mukmin mengetahui siksaan yang disediakan oleh Allah SWT niscaya tidak ada seorang pun yang berharap masuk surga-Nya. Dan seandainya orang kafir mengetahui rahmat yang dikaruniakan oleh Allah SWT niscaya tidak ada seorang pun yang berputus asa dari Surga-Nya." 60 [3:72] Shahih Ibnu Hibban 346: Sulaiman bin Al Hasan bin Al Minhali, keponakanku, Al Hujjaj bin Al Minhali mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Aban Al Qurasyi menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba melakukan perbuatan (yang menurut pandangan masyarakat) termasuk perbuatan ahli surga, padahal ia termasuk ahli neraka. Dan ada juga seorang hamba yang melalukan perbuatan (yang menurut pandangan masyarakat) termasuk perbuatan ahli neraka, padahal ia termasuk ahli surga. ” 61 [3: 30] Shahih Ibnu Hibban 347: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim maula tsaqif mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Utsman Al Ijliy menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid bin Makhlad menceritakan kepada kami, ia berkata, “Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami, ia berkata, “Syuraik bin Abu Namirin menceritakan kepadaku, dari ‘Atha', dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT berfirman, “Barangsiapa yang memusuhi kekasih-Ku, maka sungguh ia telah menyakitiku. 62 Sesuatu yang yang paling Aku sukai dari apa yang dikerjakan hamba-Ku untuk mendekatkan diri kepada-Ku, yaitu bila ia mengerjakan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Seseorang itu akan selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan mengerjakan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka Aku menjadi pendengaran yang ia pergunakan untuk mendengar, Aku menjadi penglihatan yang ia pergunakan untuk melihat. Aku menjadi tangan yang ia pergunakan untuk menyerang. Dan Aku menjadi kaki yang ia pergunakan untuk berjalan. Seandainya ia memohon kepada-Ku pasti Aku akan mengabulkannya, dan seandainya ia berlindung kepada-Ku, pasti Aku akan melindunginya. Dan tidaklah Aku bimbang dari sesuatu yang Aku sendiri Pelakunya, kebimbangan-Ku terhadap diri seorang mukmin, ia membenci kematian, sedang Aku membenci perbuatan kejinya. 63 Abu Hatim RA berkata, “Hadits ini tidak dikenal kecuali pada dua jalur64; yakni, Hisyam Al Kinani dari Anas, dan Abdul Wahid bin Maimun dari Urwah, dari Aisyah. Kedua jalur itu tidaklah shahih. Sesungguhnya shahih itu hanyalah apa yang telah kami jelaskan. [3:68] Shahih Ibnu Hibban 348: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dari Bukair bin Abdullah Al Asyajji, dari Busri bin Sa’id, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah ada dari kalian semua, seseorang yang diselamatkan oleh amalnya. U Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Meskipun engkau wahai Rasulullah SAW?” Beliau menjawab, “Aku pun (sebenarnya) juga demikian, namun Allah SWT dengan Rahmat-Nya. Oleh karena itu Istiqamahlah dalam menjalankan ketaatan 65 [1:67]. Shahih Ibnu Hibban 349: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Muhammad bin ‘Abbad Al Makki menceritakan kepada kami, ia berkata, Hatim bin Ismail menceritakan kepada kami, dari Ibnu ‘Ajian, dari Al Qa’qa’ bin Hakim, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pada tiap-tiap amalan itu ada kesemangatan, dan setiap kesemangatan itu ada kelemahan. Jika seseorang ingin melakukan sesuatu dengan benar dan istiqamah dan berusaha mendekatkan diri pada kebenaran66, maka harapkan kebahagiaan darinya. Namun jika ia melakukannya agar di tunjuk dengan jari (ingin dikagmi), maka janganlah kamu sekalian menganggapnya (orang yang shalih). 67 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 350: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Muslim menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dan Abu Sufyan, dari Jabir, keduanya berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Bertindak benar, istiqamah, dan mendekatkan dirilah kalian semua kepada Allah SWT. Sebab, seseorang tidak akan selamat dikarenakan amalannya'.” Kami bertanya, “Meskipun engkau wahai Rasulullah SAW?” Beliau menjawab, ‘‘Aku pun (sebenarnya) juga demikian, namun Allah SWT meliputiku dengan Rahmat-Nya. 68 [1:67] Shahih Ibnu Hibban 351: Umar bin Muhammad Al Hamadani mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Al Miqdam menceritakan kepada kami, Umar bin Ali Al Muqaddami menceritakan kepada kami, ia berkata, “Aku mendengar Ma’an bin Muhammad berkata, “Aku mendengar Sa’id bin Abu Sa’id bercerita, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya agama (Islam) itu mudah; tiada seorangpun yang menyelisihkan agama ini melainkan ia akan terkalahkan, karena itu laksanakanlah ajaran agama menurut petunjuk yang benar dan dekatkanlah dirimu kepada Allah serta sampaikanlah Khabar gembira, dan mintalah pertolongan Allah SWT di waktu pagi, sore, dan malam hari. ” 69 [1:67] Shahih Ibnu Hibban 352: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata, “Yunus mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, ia berkata, “Sa’id bin Al Musayyab dan Abu Salamah bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku, bahwa Abdullah bin Amru bin Al Ash berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dikabarkan prihal orang yang mengatakan kepada dirinya (yaitu Abdullah bin Amru sendiri)“ Sungguh, selama masih hidup, aku akan selalu shalat malam dan berpuasa”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kamukah yang berbicara seperti itul” Ia menjawab, “Betul ya Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “ Sungguh,kamu tidak akan sanggup melakukan itu semua. Berpuasalah dan berbukalah. Shalat malam dan tidurlah. Dan berpuasalah kamu dalam satu bulan tiga hari. Maka sesungguhnya kebaikan itu akan dilipatkan hingga sepuluh kali lipat. Dan hal demikian juga seperti (melaksanakan) puasa setahun. Ia berkata, “Sungguh aku sanggup melaksanakan lebih dari itu.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, "Berpuasalah satu hari, dan berbukalah dua hari.” Ia berkata, “Sungguh aku sanggup melaksanakan lebih dari itu.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Berpuasalah satu hari, dan berbukalah satu hari. Yang demikian itu adalah puasanya Nabi Daud, dan puasa ini merupakan puasa sunnah yang terbaik.” Ia berkata, “Sungguh aku sanggup melaksanakan lebih dari itu.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak ada lagi yang lebih utama dari itu.” Abdullah berkata, ‘Tentu saja aku terima berpuasa tiga hari sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang aku lebih cintai daripada isteri dan hartaku.” 70 Abu Hatim berkata, Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Tidak ada lagi yang lebih utama dari itu." Di tujukan kepada Abdullah bin Amru. Sebab beliau tahu bahwa ia orang yang lemah dalam perbuatan ketaatan. [1:95] Shahih Ibnu Hibban 353: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid menceritakan kepadaku, ia berkata, Al Auza’i menceritakan kepada kami, Yahya menceritakan kepadaku, ia berkata, Abu Salamah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aisyah menceritakan kepadaku, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ambillah (kerjakanlah) amalan yang kalian sanggup untuk mengerjakannya. Maka sesungguhnya Allah SWT tidak akan bosan hingga kalian sendirilah yang menjadi bosan.” Aisyah berkata, “Amalan yang paling dicintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah amalan yang terus menerus dikerjakan, meskipun hanya sedikit. Dan beliau jika mengerjakan suatu shalat (sunnah), maka beliau kerjakannya secara terus menerus.” 71 Abu Salamah berkata, Allah SWT berfirman, “Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya”(Qs. Al Ma’aarij [70]: 23) Abu Hatim berkata, “Sabda Nabi SAW: “ sesungguhnya Allah SWT tidak akan bosan hingga kalian sendiri lah yang menjadi bosan: termasuk lafazh-lafazh perkenalan (alfaadzi at-ta’aarufi ), yang bagi orang yang diajak bicara tidak mungkin untuk mengetahui benarnya sesuatu yang di bicarakannya, berupa tujuan atas hakikat, kecuali dengan lafazh ini. [1:95] Shahih Ibnu Hibban 354: Abdullah bin Ahmad bin Musa mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Al Husain bin Muhammad Adz-Dzaari’ menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Mihshan Hushain bin Numair menceritakan kepada kami, ia berkata Hisyam bin Hasan menceritakan kepada kami, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT senang apabila keringanan-keringanan yang diberikan-Nya dikerjakan, sebagaimana Allah SWT juga senang jika kemauan-kemauan-Nya diturutkan.” 72 [3:68] Shahih Ibnu Hibban 355: Muhammad bin Al Hasan bin73 Khalil mengabaikan kepada kami, ia berkata, “Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, “Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, ia berkata, “Al Auza’i menceritakan kepada kami, ia berkata, “Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepadaku, dari Muhammad bin Abdurrahman bin Tsauban, dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki di perjalanan, di bawah kerindangan pohon, sedang menyiramkan air (ke tubuhnya). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya, “Mengapa orang ini.?” Mereka menjawab, “Dia sedang berpuasa wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bersabda, “Tidak termasuk kebajikan seorang yang berpuasa ketika di dalam perjalanan. Padahal Allah SWT telah memberi izin bagi kalian untuk tidak berpuasa bila dalam perjalanan, karenanya terimalah keringanan dari Allah SWT itu ” 74 [3: 68] Shahih Ibnu Hibban 356: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Husain bin Ali menceritakan kepada kami, dari Zaidah, dari Hisyam bin Hasan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abdullah bin Syaqiq, dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa sebulan penuh semenjak kedatangannya di Madinah, kecuali puasa Ramadhan.” 75 [5:29] Shahih Ibnu Hibban 357: Abu Ya’la Al Mushili mengabarkan kepada kami, Abu Ar-Rabi’ Az-Zahrani menceritakan kepada kami, Ya’qub bin Abdullah Al Qummi menceritakan kepada kami, Isa bin Jariyah menceritakan kepada kami, dari Jabir, ia berkata, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewati seorang laki-laki yang sedang mengerjakan shalat di atas sebuah batu besar. Lalu beliau pergi ke Makkah, lalu tinggal untuk waktu yang lama, kemudian kembali lagi dan menemukan laki-laki tersebut masih mengerjakan shalat seperti keadaan sebelumnya. Lalu beliau menyatukan kedua belah tangannya dan bersabda, manusia, Sederhanalah kalian dalam melakukan ketaatan, sederhanalah kalian dalam melakukan ketaatan. Sesungguhnya Allah SWT tidak akan pernah bosan hingga kalian sendiri bosan.” 76 [1:63] Shahih Ibnu Hibban 358: Aku mendengar Al Fadhli bin Al Hubab berkata, aku mendengar Abdurrahman bin Bakar bin Ar-Rabi’ bin Muslim berkata, “Aku mendengar Ar-Rabi’ bin Muslim berkata, aku mendengar Muhammad berkata, aku mendengar Abu Hurairah berkata, “Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewati sekelompok sahabat yang sedang tertawa-tawa. Beliau lalu bersabda, “Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan jarang tertawa dan akan sering menangis. Jibril lalu datang kepada beliau dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman kepadamu, “Mengapa Kau Membuat hamba-hambaKu menjadi putus asa?” Abu Hurairah berkata, Kemudian beliau kembali kepada sahabat-sahabatnya tadi dan bersabda, “Beristiqomahlah dalam menjalani ketaatan, dan Berikanlah Khabar gembira” 77 [3:20] Shahih Ibnu Hibban 359: Muhammad bin Ubaidillah bin Al Fadhli Al Kala’i di Himsh mengabarkan kepada kami, Amru bin Utsman bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’aib menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, “Bahwa suatu ketika Al Haula' binti Tuwait bin Habib bin Asad bin Abdul Uzza lewat di hadapan Aisyah, dan ia sedang berada di samping Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Aisyah berkata, (Wahai Rasulullah SAW) ini adalah Al Haula’ binti Tuwait, banyak orang yang mengatakan kalau ia tidak pemah tidur malam.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Tidak pemah tidur malam! Ambillah amalan yang engkau sanggup untuk mengerjakannya. Demi Allah SWT, Allah SWT tidak akan pernah jemu hingga kalian sendiri yang jemu. ” 78 Abu Hatim berkata, Sabda Nabi SAW: “Allah SWT tidak akan jemu hingga kalian sendiri yang jemu: termasuk lafazh-lafazh perkenalan, maka bagi orang yang di ajak bicara tidak mungkin untuk mengetahui kebenaran sesuatu yang di bicarakannya, berupa hakikat dan tujuan pembicaraan tersebut, kecuali dengan lafazh ini. [3:65] Shahih Ibnu Hibban 360: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Auza’i menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepadaku, ia berkata, Muhammad bin Ibrahim At-Taimiy menceritakan kepadaku, ia berkata, Syaqiq bin Salamah menceritakan kepadaku, ia berkata, Humran maula Utsman menceritakan kepadaku, ia berkata, aku melihat Utsman sedang duduk di tempat duduk untuk wudhu’, beliau minta air wudhu, lalu berwudhu dengan air itu, setelah itu ia berkata, aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di tempat duduk ini. Beliau berwudhu seperti wudhuku ini. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu seperti wudhuku ini, maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah berlalu. Lalu beliau bersabda, “Dan janganlah kalian terperdaya (dengan keutaman wudhu' tadi)? 79 [3:23] Shahih Ibnu Hibban 361: Al Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani dan Al Husain bin Abdullah Al Qathan, serta Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami —di Riqqah (Syiria Utara -ed) adapun lafazhnya dari Al Hasan— mereka berkata, Ibrahim bin Hisyam bin Yahya bin Yahya Al Ghassani menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, dari kakeknya, dari Abu Idris Al Khaulani, dari Abu Dzar, ia berkata, Suatu ketika aku masuk ke dalam masjid dan menjumpai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk sendirian. Beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya masjid itu mempunyai penghormatan. Dan penghormatan masjid itu adalah berupa shalat dua rakaat. Maka shalat (tahiyyatul masjid) lah." Abu Dzar berkata, Maka aku melakukan shalat tahiyyatul masjid. Setelah selesai, aku kembali kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan duduk di hadapannya. Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Sungguh engkau telah memerintahkanku untuk shalat, shalat apakah itu? Beliau menjawab, “(shalat untuk menghormati) sebaik-baiknya tempat. Perbanyak (shalat) lah kamu atau sedikitkanlah.” Abu Dzar berkata, Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, amalan apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “Beriman kepada Allah SWT dan Jihad di Jalan-Nya. Abu Dzar bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, siapakah orang mukmin yang paling sempurna imannya? Beliau menjawab, " Orang yang paling baik akhlaknya." Aku bertanya, Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, siapakah orang mukmin yang paling selamat? Beliau menjawab, “Orang yang memberikan keselamatan kepada manusia dari lisan dan tangannya. ” Abu Dzar berkata, Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Shalat apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “(shalat) yang lama berdiri, berdoa dan memohonnya." Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, hijrah seperti apakah yang paling utama? Beliau menjawab: “Orang yang hijrah dari perbuatan jelek menuju perbuatan baik. Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah S A W, apakah puasa itu? Beliau menjawab, “(Puasa) adalah kewajiban yang mencukupkan. Dan di sisi Allah pelipatgandaan (pahala) yang banyak." Abu Dzar berkata, aku bertanya, “Wahai Rasulullah S A W, jihad apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “Orang yang kuda tunggangannya terluka karena sayatan pedang dan darahnya mengalir (berperang di Jalan Allah SWT kemudian tewas). Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, shadaqah apa yang paling utama? Beliau menjawab, “Kesungguhan orang yang punya sedikit harta di dalam menyenangkan orang faqir." Aku bertanya, Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah yang paling agung, yang pernah Allah SWT turunkan kepada engkau? Beliau menjawab: “Ayat Kursi." Lalu beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar, tidaklah ada langit tujuh berserta Kursi itu kecuali seperti lingkaran yang terdapat di padang pasir. Dan keutamaan ‘Arsy atas Kursi itu adalah seperti keutamaan padang pasir atas lingkaran." Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ada berapakah jumlah nabi seluruhnya? Beliau menjawab, “Seratus dua puluh ribu nabi. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dari jumlah itu, ada berapakah jumlah rasul? Beliau menjawab, “Jumlahnya banyak, yaitu: Tiga ratus tiga belas rasul.” Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, siapakah rasul pertama?” Beliau menjawab, “Adam.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah seorang nabi itu juga diutus? Beliau menjawab, “Iya, mereka juga diutus untuk umatnya. Allah SWT menciptakannya dengan kekuasaan-Nya, lalu Allah SWT tiupkan kepadanya dari Ruh-Nya, kemudian Allah SWT berbicara dengannya secara berhadapan." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Wahai Abu Dzar, empat diantara para rasul berbahasa Suryani, mereka adalah Adam, Syits, Akhnukh (Ia adalah Idris, dan orang yang pertama kali menulis dengan pena), dan Nuh. Sedangkan empat darinya adalah Arab, mereka adalah Hud, Syu ’aib, Shalih, dan nabimu Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, ada berapa kitab suci yang pernah Allah SWT turunkan? Beliau menjawab, " Seratus kitab (berupa shahifah), dan empat kitab suci. Allah SWT turunkan kepada Syits lima puluh shahifah, kepada Akhnukh (Idris) tiga puluh shahifah, kepada Ibrahim sepuluh shahifah, kepada Musa sebelum turunnya Kitab Suci Taurat sepuluh shahifah. Kemudian Allah SWT turunkan Kitab Suci Taurat, Injil, Zabur, dan Al Qur'an.” Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apa isi Shahifah Ibrahim? Beliau menjawab, “Shahifah Ibrahim berisikan ketauladanan. Isinya sebagai berikut, “Wahai raja yang berkuasa, yang akan hancur, yang terperdaya (dengan dunia), sungguh Aku tidak mengutusmu untuk mengumpulkan seluruh isi dunia, akan tetapi Aku mengutusmu agar kamu tidak menolak doa orang yang teraniaya, karena sungguh doa orang yang teraniaya tidak akan Aku tolak sekalipun itu dari doanya orang kafir. (Aku mengutusmu ) atas orang yang berakal selama ia tidak dikuasai oleh akalnya sendiri, akan terjadi padanya beberapa saat, “Saat dimana ia bermunajat kepada Tuhannya, saat dimana ia bermuhasabah terhadap dirinya, saat dimana ia berfikir tentang ciptaan Allah SWT, dan saat dimana ia tidak mempunyai hajat berupa makanan dan minuman. Dan bagi orang yang berakal, tidak akan melakukan perjalanan kecuali telah siap tiga hal, yaitu bekal untuk kembali, harta (yang ditinggal) di rumah80 untuk keluarga yang dinafkahi, atau (mencari) kelezatan pada perkara yang tidak di haramkan. Orang yang berakal adalah orang yang melihat (keadaan) zamannya, yang menerima keadaannya, yang menjaga lisannya, dan bila dihitung (antara) pembicaraan dan perbuatannya, maka bicaranya lebih sedikit, hanya bicara seperlunya." Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apa isi Shahifah Musa? Beliau menjawab, "Shahifah Musa berisikan peringatan-peringatan. Isinya sebagai berikut: “Aku heran terhadap orang yang yakin akan datangnya kematian, kemudian ia masih saja bergembira (berfoya-foya). Aku heran terhadap orang yang yakin adanya neraka, kemudian ia masih saja tertawa-tawa. Aku heran terhadap orang yang yakin terhadap takdir, kemudian ia masih saja mengejar-ngejar kedudukan. Aku heran terhadap orang yang yakin terhadap adanya Hisab di akhirat, kemudian dia masih saja tidak beramal. “ Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berikanlah aku taushiyah.” Beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT. Karena sesungguhnya taqwa adalah inti semua perkara. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkanlah lagi taushiyah untukku. Beliau bersabda, “Bacalah Al Qur'an, berdzikirlah kepada Allah SWT, karena sesungguhnya hal itu menjadi cahaya untukmu di bumi, dan menjadi bekalmu di akhirat. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “Hindarilah banyak tertawa, karena sesungguhnya hal itu dapat mematikan hati dan menghilangkan cahaya wajah. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “Diamlah kamu kecuali dari (pembicaraan) yang baik, karena sesungguhnya hal itu dapat mengusir syetan darimu, dan menjadi penolong atas perkara agamamu. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “Berjihadlah, karena sesungguhnya hal itu adalah ketaatan umatku.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “Cintailah orang miskin, dan duduklah (temanilah) bersama mereka. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “(Dalam urusan dunia) Lihatlah orang yang di bawahmu dan jangan lihat orang yang di atasmu. Karena sesungguhnya hal itu lebih pantas agar nikmat Allah SWT tidak diremehkan. ” Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku. Beliau bersabda, “Berkatalah yang benar, walaupun itu pahit.“ Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkan lagi taushiyah untukku.” Beliau bersabda, “Cukuplah denganmu aib yang kamu ketahui dari manusia berupa aib yang kamu tidak ketahui dari dirimu, atau kamu temukan atas mereka pada sesuatu yang kamu kerjakan. ” Kemudian beliau memukulkan tangannya atas dadaku, lalu bersabda, “Wahai Abu Dzar, tidak ada akal seperti akal yang dipergunakan untuk berfikir. Dan tidak ada sifat wara ’ seperti menahan diri (dari larangan). Dan tidak ada kehormatan diri seperti kehormatan yang timbul dari budi pekerti yang baik” 81 Abu Hatim RA berkata, “Abu Idris Al Khaulani yang di maksud adalah ‘Aidzullah bin Abdullah. Ia lahir pada tahun hunain pada masa hidupnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan wafat di Syam tahun 80. Yahya bin Yahya Al Ghassani berasal dari Kindah, termasuk penduduk Damaskus. Ia juga termasuk ahli fiqih negeri Syam. Ia mendengar Hadits dari Abu Idris Al Khaulani, saat berumur 15 tahun. Kelahirannya antara tanggal 1-3, pada masa Mu’awiyah bin Yazid tahun 64. Sulaiman bin Malik mengangkatnya sebagai ketua Mahkamah Mosul. Ia belajar dari Sa’id bin Al Musayyab dan penduduk Hijaz. Kedudukannya di Mahkamah Mosul lalu berlangsung hingga diangkatnya Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah. Oleh Umar bin Abdul Aziz, ia masih tetap dipercaya memegang jabatannya, hingga ia wafat pada tahun 133 di Damaskus. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 362: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata, “Hammam bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, “Qatadah menceritakan kepada kami, dari Anas bin Malik, dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata, “Aku pemah mengendalikan tunggangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, jarak antaraku dengan beliau hanyalah dibatasi pelana unta. Beliau memanggilku, “Wahai Mu’adz.” Aku menjawab, “Aku Memenuhi panggilanmu (Labbaik) wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mudah-mudahan kebaikan tetap atasmu.” Mu’adz bin Jabal berkata, “Kemudian beliau berjalan lagi sebentar, lalu memanggilku kembali, “Wahai Mu’adz” Aku menjawab, “Aku memenuhi panggilanmu (Labbaik) wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mudah-mudahan kebaikan tetap atas mu.” Beliau bersabda, “Tahukah kamu apa hak Allah SWT atas hamba-hamba-Nya?” Aku menjawab, “Hanya Allah SWT dan Rasul-Nyalah yang lebih mengetahuinya.” Beliau bersabda, “Hak Allah SWT terhadap hamba- Nya adalah menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya. ” Mu’adz bin Jabal berkata, “Kemudian beliau berjalan lagi sebentar, lalu bersabda, “Tahukah kamu apa hak hamba atas Allah SWT, jika mereka melakukan ibadah dan tidak musyrik ?” Aku menjawab, “Hanya Allah SWT dan Rasul-Nya lah yang lebih mengetahuinya.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya hak hamba atas Allah SWT jika mereka melakukan ibadah dan tidak musyrik adalah mereka tidak akan disiksa oleh Allah SWT. ” 82 [3:53] Shahih Ibnu Hibban 363: Umar bin Sa’id bin Sinan di Manbaja (Sebuah kota di Syiria) mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ahmad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah Tabaaraka wa Ta'ala berfirman, “Apabila seorang hamba cinta untuk bertemu dengan-Ku, maka Aku pun cinta untuk bertemu dengannya. Dan apabila ia benci untuk bertemu dengan-Ku, maka Aku pun juga benci untuk bertemu dengannya. 83 [3:68] Shahih Ibnu Hibban 364: Muhammad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Umayyah bin Bistham menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, ia berkata, Rauh bin Al Qasim menceritakan kepada kami, dari Suhail bin Abu Shalih, dari Al Qa’qa’i bin Hakim, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya apabila Allah SWT mencintai seorang hamba,maka Dia akan memanggil Jibril, dan berfirman kepadanya: “Sungguh, Aku mencintai fulan, maka cintailah dia. ” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ke Jibril berkata kepada penduduk langit: ‘Sesungguhnya Tuhan kalian mencintai fulan, maka cintailah dia." Penduduk langit lalu mencintainya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kemudian kecintaan itu akan diteruskan kepada penduduk bumi. Dan apabila Allah SWT membenci seorang hamba, maka Dia akan melakukan hal yang serupa. 84 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 365: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ahmad bin Abu Bakar memberitahukan kepada kami, dari Malik, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia berfirman kepada Jibril: “Sungguh, Aku mencintai fulan, maka cintailah dia. Jibril lalu mencintainya. Kemudian Jibril memanggil penduduk langit dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT mencintai fulan, maka cintailah dia.” Penduduk langit lalu mencintainya. Kemudian kecintaan itu akan diteruskan kepada penduduk bumi. Dan apabila Allah SWT membenci seorang hamba.... Malik berkata, “Aku mengira Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang kebencian Allah SWT seperti kecintaan-Nya. 85 Abu Hatim RA berkata, Suhail mendengar Hadits ini dari ayahnya, dan dari Al Qa’qa’i bin Hakim, dari ayahnya. [3:68] Shahih Ibnu Hibban 366: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Musaddad menceritakan kepada kami, dari Yahya Al Qathan, dari Syu’bah, dari Abu Imran Al Jauni, dari Abdullah bin Ash-Shamit, ia berkata, “Abu Dzar berkata, ‘Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya seseorang beramal untuk dirinya, lalu orang-orang mencintainya - karena perbuatannya itu- Beliau bersabda, “Itu adalah kebahagiaan yang disegerakan bagi orang mukmin.” 86 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 367: Abdullah bin Qahthubah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Al Miqdam menceritakan kepada kami, ia berkata, Hamad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Abu Imran Al Jauni, dari Abdullah bin Ash-Shamit, dari Abu Dzar, ia berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bagaimana pendapatmu terhadap seseorang yang mengerjakan sebuah amalan baik, kemudian -karena amalannya tersebut, orang-orang memujinya? Beliau menjawab: " Itu adalah kebahagiaan yang disegerakan bagi orang mukmin.” 87 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 368: Ali bin Sa’id Al ‘Askariy mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Nasyith Muhammad bin Harun menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Muqri' menceritakan kepada kami, dari Haywah bin Syuraih, ia berkata, Salim bin Ghailan menceritakan kepada kami, ia berkata, “Aku mendengar Abu As-Samah, dari Abu Al Haitsam, dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT jika mencintai seorang hamba, maka Ia akan menyanjungnya dengan memberikan tujuh kali lipat dari kebaikan yang tidak ia kerjakan. Dan jika Allah SWT murka kepada seorang hamba, maka Ia akan menyanjungnya (menghinakannya) dengan memberikan tujuh kali lipat dari kejelekan yang tidak ia kerjakan." 88 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 369: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Basyar menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raji, dari Abu Hurairah yang sampai pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Allah Tabaaraka wa Ta’ala berfirman, “Aku mempersiapkan (ganjaran) bagi hamba-hamba-Ku yang shalih berupa sesuatu yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak pernah terbetik dalam hati manusia”. Pembenaran terhadap hal itu ada pada Kitab Allah SWT, dalam firman-Nya, “Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan ”. 89 (Qs. As-Sajdah [32]: 17). [3:78] Shahih Ibnu Hibban 370: Abdullah bin Muhammad Al Azadi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Rauh bin Ubadah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sa’id menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Anas bin Malik tentang firman Allah SWT, “Sesungguh Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang. ° (Qs. Al Fath [48]: 1-2). Anas bin Malik berkata, “Ayat ini turun ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kembali dari Perjanjian Hudaibiyah. Dan sahabat-sahabat beliau ketika itu dalam keadaan yang sangat susah dan sedih. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, ‘Turun kepadaku sebuah ayat yang bagiku, ayat itu lebih aku cintai dari dunia beserta isinya’. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membacakannya kepada mereka. Lalu mereka bertanya Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Allah SWT menjelaskan kepadamu prihal yang hanya Dia lakukan kepadamu, lalu bagaimana dengan yang Dia lakukan kepada kami? Kemudian Allah SWT menurunkan ayat setelahnya yang berbunyi: *Supaya Dia memasukkan orang- orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka, dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah” (Qs. Al Fath [48]: 5). 90 [3:64] Shahih Ibnu Hibban 371: Ahmad bin Al Hants bin Muhammad bin Abdul Karim di Marwa mengabarkan kepada kami, Al Husain bin Sa’id bin Binti Ali bin Al Husain bin Waqid menceritakan kepada kami, kakekku Ali bin Al Husain bin Waqid menceritakan kepadaku, ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata, “Sufyan berkata, Al Hasan menceritakan kepadaku, dari Anas bin Malik tentang firman Allah SWT, ' Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.' (Qs. Al Fath [48]: 1). Bahwasanya ayat ini turun ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kembali dari Perjanjian Hudaibiyah. Dan sahabat-sahabat beliau ketika itu dalam keadaan yang sangat sedih dan susah. Dan mereka berkurban dengan seekor unta gemuk di Hudaibiyah (yang rencananya mereka kurbankan di Mekkah). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, 'Sungguh telah turun kepadaku sebuah ayat yang bagiku, ayat itu lebih aku cintai dari seluruh isi dunia' Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membacakannya kepada mereka hingga akhir ayat. Seseorang dari sahabat kemudian bertanya kepada beliau, baik akibatnya untukmu wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Sungguh Allah SWT menjelaskan kepadamu prihal yang hanya Dia lakukan kepadamu, lalu bagaimana dengan yang Dia lakukan kepada kami? Kemudian Allah SWT menurunkan ayat, 'Supaya Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai- sungai, mereka kekal di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka, dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah'.” (Qs. Al Fath [48]: 5).91 [3:64] Shahih Ibnu Hibban 372: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sa’ad92 bin Abdullah bin Abdul Hakam menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata, Al-Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dari Al Hants bin Ya’qub, dari Qais bin Rafi’ Al Qaisi, dari Abdurrahman bin Jubair, dari Abdullah bin Amru,dari Mu’adz bin Jabal, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang berjihad di Jalan Allah SWT, maka ia berada dalam tanggungan-Nya. Barangsiapa yang menjenguk orang sakit, maka ia berada dalam tanggungan-Nya. Barangsiapa yang pagi hari atau sore hari pergi ke masjid, maka ia berada dalam tanggungan-Nya. Barangsiapa yang masuk (ke tempat) pemimpin dengan sikap yang memuliakannya).93, maka ia berada dalam tanggungan-Nya. Dan barangsiapa yang duduk di rumahnya dengan tidak melakukan ghibah terhadap manusia, maka ia berada dalam tanggungan-Nya ).94 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 373: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Walid menceritakan kepada kami, Al Auza’i menceritakan kepada kami, Abu Katsir As-Suhaimi menceritakan kepada kami, dari ayahnya, ia berkata, aku bertanya kepada Abu Dzar, tunjukkanlah kepadaku suatu perbuatan yang apabila seorang hamba mengerjakannya maka ia dapat masuk surga. Ia menjawab, aku bertanya tentang hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Beriman kepada Allah SWT’” Abu Dzar berkata, Lalu aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya apakah amalan yang mengiringi iman?” Beliau menjawab, “Memberikan sedikit rezeki yang telah Allah SWT berikan kepadanya (untuk orang yang memerlukan)” Aku bertanya, “Bagaimana jika ia tidak mempunyai sesuatu untuk diberikan? Beliau menjawab, “Berkatalah yang baik dengan lisannya.” Abu Dzar berkata, “Aku bertanya, Bagaimana jika ia seorang yang gagap dalam berbicara sehingga ia tidak mampu melakukannya?” Beliau menjawab, “Maka ia harus menolong orang yang membutuhkan pertolongan.” Aku bertanya, “Bagaimana jika ia orang yang lemah sehingga tidak mempunyai kekuatan untuk menolong?” Beliau menjawab: “Berilah pekerjaan kepada orang yang menganggur.” Aku kembali bertanya, “Jika ia sendiri pengangguran?” Abu Dzar berkata, “Beliau lalu menoleh kepadaku lalu bersabda, “Tidakkah kamu ingin meninggalkan sesuatu kebaikan untuk kawanmu. Maka tinggalkanlah manusia dari menyakitinya.” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bukankah ini perkataan yang mudah? Beliau menjawab, " Demi Dzat yang diriku ada di genggaman-Nya, tidaklah seorang hamba yang mengerjakan suatu perkara dengan tujuan mendapatkan sesuatu dari Allah SWT, kecuali perkara tersebut akan diterima kepada-Nya dengan kekuasaan-Nya pada hari kiamat, hingga perkara tersebut (menyebabkan dia) masuk kedalam surga. " 95 Abu Hatim berkata, “Abu Katsir As-Suhaimi adalah Yazid bin Abdurrahman bin Udzainah. Termasuk periwayat tsiqah dari Penduduk Yamamah.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 374: An-Nadharu bin Muhammad bin Al Mubarak mengabarkan kepada kami, ia berkata Muhammad bin Utsman Al ‘Ijli menceritakan kepada kami, ia berkata, Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami, dari Isa bin Abdurrahman, dari Thalhah Al Yami, dari Abdurrahman bin ‘Ausajah, dari Al Barra bin ‘Azib, ia berkata, “Seorang badui suatu ketika datang menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ajarilah aku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga. Beliau bersabda, “Jika kamu datang meski hanya sebentar saja pada saat khutbah tadi, maka sungguh96 kamu akan mendapati keluasan masalah itu: Bebaskanlah setiap binatang yang bernyawa, dan lepaskanlah (merdekakanlah) budak. ” Ia berkata, 'Tidakkah keduanya itu sama?” Beliau menjawab, "Tidak. Membebaskan binatang yang bernyawa merupakan perkara yang terpisah dengan membebaskan budak. Melepaskan budak adalah kamu membayar harganya. Berikanlah harta fai ’ yang berlimpah atas keluarga yang terputus (hubungan silaturahimnya). Kemudian jika kamu tidak mampu melakukan semua itu, maka berilah makan orang yang sedang kelaparan, berilah minum orang yang sedang kehausan, ajaklah orang untuk berbuat baik, dan cegahlah kemungkaran. Bila kamu masih tidak mampu juga, maka jagalah lisanmu agar tidak bicara kecuali kebaikan.”97 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 375: Muhammad bin Al Husain bin Mukram di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Amru bin Ali bin Bahar menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Daud menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id bin Sinan Abu Sinan menceritakan kepada kami, dari Habib bin Abu Tsabit, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa seseorang berkata, Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya seseorang mengerjakan amal kemudian menyembunyikannya. Maka jika amalnya itu nampak, ia pun senang?” Beliau bersabda, “Ia berhak mendapatkan dua pahala; yaitu pahala Sirri (pahala amalan secara sembunyi-sembunyi) dan pahala ‘Alaniyyah (pahala amalan secara terang-terangan).”98 Abu Hatim RA berkata, “Perkataan: 'Sesungguhnya seseorang mengerjakan amal kemudian menyembunyikannya.' Maka jika amalnya itu nampak, ia pun senang: Maknanya adalah seseorang yang senang amalnya tampak, agar Allah SWT berkenan memberikan taufik-Nya kepada dia sebab amal tersebut, dan oleh karena hal demikian memang disunahkan. Jadi bila ia memang melakukannya atas dasar itu, berarti ia berhak mendapatkan dua pahala. Namun jika ia senang menampakkan amal karena ingin diagungkan oleh manusia, atau agar manusia condong kepadanya, maka yang demikian itu merupakan satu macam dari bentuk riya, yang tidak akan mendapatkan pahala apa pun darinya. [1:2]. Shahih Ibnu Hibban 376: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Al Mutawakkil menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayah saya menceritakan kepada saya, ia berkata, Anas bin Malik memberitahukan kepada kami, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah Tabaaraka wa Ta ’aala berfirman, "Apabila seorang hamba mendekati-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta. Apabila ia mendekati-Ku sehasta, Aku akan mendekatinya sedepa. Apabila ia mendekati-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berjalan cepat. Apabila ia berjalan cepat, Aku akan mendatanginya dengan berlari. Dan Allah itu paling luas ampunan-Nya.” 99 [3:68] Shahih Ibnu Hibban 377: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata, “Hamam bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, “Qatadah menceritakan kepada kami, dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak pernah berbuat zhalim kepada orang mukmin terhadap kebaikan yang ia lakukan. Ia akan diberikan ganjaran berupa rezeki selama di dunia, dan akan diberikan ganjaran kebaikan kelak di akhirat. Adapun terhadap orang kajir, Allah SWT akan memberikan makan (kebaikan) sebab perbuatan baik yang ia lakukannya di dunia. Namun nanti di akhirat, ia tidak punya kebaikan lagi yang dapat menyebabkan dia mendapatkan balasan dari Allah SWT. "100 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 378: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Ghalib bin Wazir Al Ghazi menceritakan kepada kami, Waki’ menceritakan kepada kami, ia berkata, Al A’masy menceritakan kepadaku, dari Ma’rur bin Suwaid, dari Abu Dzar, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu, pernah ada seorang ahli ibadah (rahib) dari kaum Bani Israil, yang beribadah kepada Allah SWT di tempat peratapan rahibnya selama enam puluh tahun. Suatu ketika, hujan turun sangat lebat hingga keadaan menjadi gelap gulita. Sang rahib mengamatinya dari dalam tempat peratapannya lalu berkata, “Seandainya aku turun, kemudian aku tetap zikir kepada Allah SWT niscaya bertambahlah kebaikanku. ” Lalu sang rahib turun dengan membawa sepotong atau dua potong roti. Sesampainya di bawah, ia bertemu dengan seorang wanita. Kemudian mereka saling menyapa dan terus bercakap - cakap. Hingga akhirnya sang rahib menyetubuhi wanita itu. Setelah itu, sang rahib pingsan. Ketika sadar, ia turun ke sungai kecil untuk mandi. Lalu datanglah seorang peminta-minta yang meminta sedekah darinya. Sang rahib memberinya satu atau dua potong roti yang di bawanya tadi. Kemudian sang rahib meninggal. Lalu di hisablah ia dengan di timbang antara kebaikannya berupa ibadah selama enam puluh tahun dengan perbuatan zinanya. Ternyata yang lebih berat adalah perbuatan zinanya. Setelah itu, pahala sedekah sepotong roti atau dua potong roti nya ikut di timbang bersama kebaikannya. Ternyata kebaikannya lebih unggul di banding perbuatan zinanya. Dengan demikian, diampunilah ia atas semua dosa-dosanya.” 101 Abu Hatim berkata, Ghalib bin Wuzair mendengar Hadits ini dari Waki’ di Baitul Maqdis, dan bukan di Iraq. Inilah satu-satunya jalur sanad yang di miliki oleh penduduk Palestina. [3:6] Shahih Ibnu Hibban 379: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazaq mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah SWT berfirman, “Apabila hamba-Ku berniat untuk mengerjakan satu kebaikan, maka Aku akan catat satu kebaikan untuknya selama ia belum mengerjakannya. Apabila ia telah mengerjakannya, maka Aku mencatatnya dengan sepuluh kali lipat kebaikan untuknya. Dan jika hamba-Ku berniat mengerjakan satu perbuatan dosa, maka Aku akan ampuni dia selama perbuatan itu belum dikerjakan. Apabila ia mengerjakannya, maka Aku hanya mencatat satu kejelekan saja.” 102 [3:68] Shahih Ibnu Hibban 380: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Basyar Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah yang sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Allah Tabaaraka wa Ta’alaa berfirman, “Jika hamba-Ku berniat mengerjakan satu kebaikan, maka catatlah (wahai malaikat) untuknya satu kebaikan. Jika ia mengerjakannya, maka lipatgandakanlah (wahai malaikat) kebaikannya itu menjadi sepuluh kali lipat. Dan jika hamba-Ku berniat melakukan satu perbuatan buruk, maka janganlah kalian catat dengan satu dosa. Jika ia tidak jadi mengerjakannya, maka catatlah untuknya satu kebaikan.”103 [3:68] Shahih Ibnu Hibban 381: Ismail bin Daud bin Wardan di Mesir mengabarkan kami, ia berkata, “Zakariya bin Yahya Al Wiqariy menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dari Abu Az Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah S A W, dari Allah Jalla wa ‘Alaa, Dia berfirman, “Jika hamba-Ku berniat melakukan satu kejelekan kemudian tidak jadi ia lakukan, maka catatlah untuknya satu kebaikan. Jika ia tetap melakukannya, maka catatlah untuknya satu dosa. Dan jika ia bertaubat setelah itu, maka hapuslah dosanya. Apabila hamba-Ku berniat melakukan satu kebaikan namun tidak ia lakukan, maka catatlah untuknya satu kebaikan. Jika ia melakukannya, maka lipatgandakanlah kebaikannya itu menjadi sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat.” 104 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 382: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabah menceritakan kepada kami, Syababah menceritakan kepada kami, dari Waraqa’, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT berfirman, “Apabila hamba-Ku ingin berbuat kejelekan, maka jangan kalian (malaikat) catat sebelum ia benar-benar telah melakukannya. Apabila ia melakukannya, maka catatlah keburukan itu dengan satu dosa. Jika ia meninggalkannya karena Aku, maka catatlah itu sebagai sebuah kebaikan. Dan apabila hamba-Ku ingin berbuat kebaikan, maka catatlah untuknya satu pahala kebaikan. Jika ia melakukannya, maka lipatgandakanlah kebaikannya itu menjadi sepuluh hingga tujuh ratus kali ”105 [3:68] Shahih Ibnu Hibban 383: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Al A’la', dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah Tabaaraka wa Ta ’alaa berfirman, “Apabila hamba-Ku berniat melakukan kebaikan dan belum ia lakukan, maka Aku akan mencatat untuknya satu kebaikan. Jika ia melakukannya, Aku akan catat untuknya dengan sepuluh kebaikan. Dan apabila hamba-Ku berniat melakukan keburukan dan belum ia lakukan, maka Aku belum mencatat keburukannya itu. Jika ia melakukannya, Aku akan catat untuknya satu keburukan. ”106 Abu Hatim RA berkata, Firman Allah Jalla wa ‘Alla: “Jika Hamba-Ku berniat”: Seseorang menghendaki melakukan suatu perbuatan jika ia terlebih dahulu mempunyai niat. Maka Azam di sebut dengan Hammu. Karena Azam merupakan puncak dari hamm. Bangsa Arab di dalam bahasanya seringkali menyebut nama untuk permulaan di gunakan untuk akhiran, begitu juga sebaliknya. Bahwa hamm tidak akan dicatat atas seseorang, sebab ia hanya lintasan hati saja yang tidak mempunyai efek hukum. Dan bisa juga bahwa Allah SWT mencatat bagi orang yang berniat melakukan kebaikan dengan satu kebaikan, sekalipun ia tidak azamkan dan keijakan, hal itu karena keutamaan di dalam Islam. Maka Pertolongan Allah SWT kepada seorang hamba adalah merupakan keutamaan yang Ia persilakan] kepada hamba-Nya untuk merasakannya. Pencatatan-Nya terhadap sesuatu kebaikan yang ia ingin kerjakan meskipun belum ia kerjakan, juga merupakan keutamaan. Begitupun terhadap niat buruk yangl belum dikerjakan, yang seandainya Allah SWT catat menjadi satu keburukan, sebagaimana pada niat baik, maka itu pun masih menunjukkan Adilnya Allah SWT. Keutamaan Allah SWT melampaui keadilan-Nya, sebagaimana Rahmat-Nya melampaui kemurkaan-Nya. Dengan demikian, berkat keutamaan (keanugerahan) dan rahmat-Nya, anak kecil muslim yang belum baligh, yang melakukan perbuatan jelek tidak akan Allah SWT catat. Sedangkan jika ia melakukan perbuatan baik, maka ia akan di catat. Seperti inilah keterangannya, dan tidak ada perbedaan mengenainya. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 384: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, An-Nadhr bin Syumail menceritakan kepada kami, ia berkata, “Hisyam menceritakan kepada kami, dari Muhammad, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Allah Jalla wa ‘Ala, Dia berfirman, “Barangsiapa yang berniat melakukan satu kebaikan, dan belum ia lakukan, maka Aku akan catat untuknya satu kebaikan. Jika mengerjakannya, Aku lipatgandakan kebaikannya itu menjadi sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat. Dan apabila ia berniat melakukan satu keburukan, dan belum ia lakukan, Aku tidak akan mencatatnya. Jika melakukannya, Aku catat untuknya satu keburukan. ” 107 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 385: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abu Ar-Rabi’ Az- Zahrani menceritakan kepada kami, Ibnu Mubarak menceritakan kepada kami, dari ‘Utbah bin Abi108 Hakim, ia berkata, ‘Amar bin Jariyah Al Lakhmiy menceritakan kepadaku, Abu Umayyah Asy- Sya’bani menceritakan kepada kami, ia berkata, aku mendatangi Abu Tsa’labah Al Khasyani, lalu aku bertanya: Wahai Abu Tsa’labah, bagaimana kamu membaca (memahami) ayat ini: “Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk.” (Qs. Al Maa'idah [5]: 105) ? Ia menjawab: Demi Allah, sungguh kamu telah bertanya tentangnya dengan sangat teliti. Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang ayat itu, beliau menjawab: “Justru,saling memerintahkanlah kamu sekalian dengan perbuatan baik, dan saling mencegahlah dari perbuatan munkar. Sehingga apabila kamu melihat orang yang bakhil ditaati, hawa nafsu diikuti, dunia yang diutamakan, dan ketakjuban setiap yang memiliki pendapat dengan pendapatnya. Maka tetaplah pada kemandirian diri sendiri. Tinggalkanlah perkara orang awam. Sebab sesungguhnya di balik kalian itu terdapat hari-hari (kesabaran yang berpahala). Sabar- tetap pada pendirian- pada hari-hari tersebut bagaikan memegang bara api. Orang yang beramal pada hari itu mendapatkan pahala seperti pahala lima puluh orang yang mengerjakan amalan yang serupa. Ibnu Mubarak berkata, “Dan ditambahkan kepadaku: Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah pahala lima puluh orang dari mereka ? beliau menjawab, “Lima puluh orang dari kalian“109 Shahih Ibnu Hibban 386: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Abu Khalid menceritakan kepada kami, dari Hisyam, dari Muhammad, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW: “Sesungguhnya seorang wanita pelacur melihat seekor anjing sedang mengelilingi sebuah telaga pada hari yang sangat panas. Anjing itu berusaha menjilatkan lidahnya karena kehausan. Ia kemudian menggunakan sepatunya yang dibuat dari kulit, yaitu khuf, untuk mengambil air telaga tersebut sehingga anjing tadi dapat minum. Oleh karena perbuatannya itu, dosa wanita tersebut diampuni.” 110 [3:6] Shahih Ibnu Hibban 387: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Qutaibah bi Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Ayyasy menceritakan kepada kami, dari Al A’masyi, dari Abdullah bin Abdullah, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Umar, ia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lebih dari dua puluh kali bersabda seperti ini, “Ada seseorang yang bernama Dzul Kifli111 dari Bani Israil yang tidak pernah wara’ sedikitpun. (suatu ketika) ia menyukai seorang wanita dan menginginkan mencumbui dirinya. Kemudian ia berikan wanita itu uang sebesar enam puluh dinar. Maka tatkala ia duduk di sebelahnya, wanita itu menangis dan menjerit. Dzul Kifli bertanya kepadanya: Ada apa denganmu? Ia menjawab: Sesungguhnya, demi Allah, aku belum pernah sama sekali melakukan perbuatan (melacur) seperti ini, dan aku tidaklah melakukan ini kecuali karena ada kebutuhan yang sangat mendesak. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Mendengar itu, Dzul Kifli merasa sangat menyesal lalu ia bangun dan meninggalkannya dengan tidak melakukan apa-apa dan tidak mengambil uang yang telah di berikan kepada wanita itu. Pada malam harinya, ia tertidur dan bermimpi seakan-akan ia telah mati. Saat pagi harinya, ia mendapati di atas pintunya tertulis: “Sesungguhnya Allah SWT telah mengampuni dosamu”. 112 [3:6] Shahih Ibnu Hibban 388: Ali bin Muhammad Al Qubbani mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Hasyim Ath-Thusi menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa id Al Qathani menceritakan kepada kami, dari Yahya bin Sa’id Al Anshari, dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, dari Alqamah bin Waqash, dari Umar bin Al Khaththab RA ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung pada niat, dan bahwa tiap-tiap orang itu (mendapatkan balasan) sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barangsiapa niatnya berhijrah untuk mencari keridhaan Allah SWT dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu akan mendapat pahala seperti yang ia niatkan; dan barangsiapa niat hijrahnya untuk memperoleh dunia atau untuk mendapatkan wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu (hanya terbatas) pada tujuan yang diniatkannya saja.” 113 [3:24] Shahih Ibnu Hibban 389: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata, Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dari Yahya bin Sa’id Al Anshari, dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, dari Alqamah bin Waqash Al- Laitsi, dari Umar bin Al Khaththab, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung pada niat, dan bahwa tiap-tiap orang itu (mendapatkan balasan) sesuai dengan apa yang ia niatkan. Barangsiapa niatnya berhijrah untuk mencari keridhaan Allah SWT dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu akan mendapat pahala seperti yang ia niatkan; dan barangsiapa niat hijrahnya untuk memperoleh dunia atau untuk mendapatkan wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya itu (hanya terbatas) pada tujuan yang diniatkannya saja.”114 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 390: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma’syar dengan Hadits gharib mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Wahab bin Abu Karimah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Al A’masyi, dari Abu Adh-Dhuha, dari Masruq, dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, aku sedang berada di tempat yang tertutup dengan penghalang Ka’bah, dan di dalam Masjid terdapat seseorang dari Bani Tsaqif dan dua orang menantu Quraisy. Mereka bertanya, “Bagaimana pendapatmu, apakah Allah SWT mendengar pembicaraan kita? Salah seorang dari keduanya menjawab, “Sesungguhnya Allah SWT hanya mendengar pembicaraan kita jika kita meninggikan suara.” Seseorang menjawab, “Jika Ia mendengar bila kita meninggikan suara, niscaya Ia pun juga mendengar bila kita memelankan suara. Seseorang yang lainnya menjawab, “Menurut pendapatku, Allah SWT mendengar semua pembicaraan kita, baik keras maupun pelan. Ibnu Mas’ud berkata, “Kemudian aku mendatangai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengabarkan pembicaraan mereka. Lalu Allah SWT menurunkan ayat ini: “Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.” 115 (Qs. Fushshilat [41]:22) [3:64] Shahih Ibnu Hibban 391: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan mengabarkan kepada kami, dari Al A’masyi, dari Umarah bin Umair, dari Wahab - ia adalah Ibnu Rubai’ah, dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Sesungguhnya aku sedang berada tertutup dengan penutup Ka’bah. Tiba-tiba datang tiga golongan: satu dari Bani Tsaqif dan dua orang menantunya dari Quraisy, yang buncit perutnya, dan dangkal pengetahuannya. Kemudian mereka berbincang-bincang. Salah satu dari mereka bertanya, “Bagaimana menurutmu, apakah Allah SWT mendengar apa yang kita bicarakan? Yang lainnya menjawab, “Jika kita keraskan suara kita, maka Ia mendengar, tapi jika kita pelankan suara kita, maka Ia tidak mendengarnya” Seseorang yang lainnya menjawab: Jika memang Ia mendengar pembicarakan kita yang keras, niscaya Ia pun dapat mendengar pembicaraan kita yang pelan. Maka aku (Ibnu Mas’ud) mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu aku terangkan persoalan yang mereka bicarakan. Kemudian Allah SWT menurunkan ayat, “Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah SWT tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan ”.116 (Qs. Fushshilat [41]:22) [3:64] Shahih Ibnu Hibban 392: Muhammad bin Ahmad bin Ubaid bin Fayadh di Damaskus mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin ‘Ammar menceritakan kepada kami, ia berkata, Shadaqah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Jabir menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Abd Rabb menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Mu’awiyah di atas mimbar sedang berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya amalan- amalan itu hanyalah seperti wadah penyimpan. Apabila atasnya baik, maka bawahnya pun baik. Dan jika atasnya buruk, maka bawahnya pun buruk.” 117 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 393: Muhammad bin Ishaq bin Sa’id As Sa’adi mengabarkan kepada kami, ia berkata Ali bin Khasyram menceritakan kepada kami, ia berkata, Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami, dari Imran bin Zaidah bin Nasyith, dari Ayahnya, dari Abu Khalid Al Walabi, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Allah SWT berfirman, 'Wahai manusia, luangkanlah waktu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan mengisi hatimu dengan kekayaan dan Aku akan tutupi kefakiranmu. Jika kamu tidak beribadah, maka aku akan memenuhi kedua tanganmu dengan kesibukkan dan tidak Aku tutupi kefakiranmu'. ”118 [3:68] Shahih Ibnu Hibban 394: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Amar bin Hisyam Al Harrani menceritakan kepada kami, ia berkata, “Makhlad bin Yazid menceritakan kepada kami, dari Ja’far bin Burqan, dari Yazid bin Al Asham, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasululullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT tidak memandang pada bentuk rupa dan harta-harta kalian, melainkan memandang pada hati dan amal-amal kalian.119 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 395: Ali bin Al Husain bin Sulaiman di Fusthath mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Hisyam bin Abu Khiyarah120 berkata, Abdurrahman bin Utsman menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al ‘Ala’ menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Allah Tabaaraka wa Ta’alaa berfirman, Akulah sebaik-baiknya sekutu. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan, kemudian ia bersekutu dengan selain-Ku, maka Aku berlepas diri darinya. Dan amalnya itu bagi yang ia jadikan sekutu." 121 [3:68] Shahih Ibnu Hibban 396: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan mengabarkan kepada kami, dari Manshur, dari Abu Wa’il, dari Abdullah, ia berkata, Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah Allah SWT akan menyiksa kami terhadap perbuatan-perbuatan buruk yang pernah kami lakukan semasa Jahiliyah dulu? Beliau menjawab, “Barangsiapa yang baik Islamnya, maka ia tidak akan disiksa sebab perbuatan yang pernah ia lakukan selama Jahiliyah dulu. Namun barangsiapa yang Islamnya buruk, maka akan disiksa atas perbuatan yang terdahulu dan yang terakhir. ” 122 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 397: Ahmad bin Mukram bin Khalid Al Birti mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ali bin Al Madini menceritakan kepada kami, Zaid bin Al Hubab menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’awiyah bin Shalih menceritakan kepadaku, ia berkata, “Abdurrahman bin Jubair bin Nufair bin Al Hadhrami menceritakan kepadaku, ia berkata, ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata, “Aku mendengar An-Nawas bin Sam’an Al Anshari berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebaikan dan dosa. Beliau menjawab, “Kebaikan itu adalah budi pekerti yang baik Dosa itu apa yang terdetik dalam jiwamu dan kamu tidak suka hal itu diketahui oleh orang lain”123 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 398: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ‘Amar bin Al Harits mengabarkan kepadaku, bahwa Darraj telah menceritakannya dari Abu Al Haitsam, dari Sa’id Al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah SWT selalu mengingat suatu kaum di dunia, di atas permadani yang di hamparkan. Ia akan memasukkan mereka pada derajat tertinggi. ” 124 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 399: Ahmad bin Yahya bin Zuhair di Tustar mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Al ‘Ala bin Kuraib menceritakan kepada kami, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dari Abu Daud bin Abu Hind, dari Asy-Sya’bi, dari Abdullah bin Amru, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang muslim adalah orang yang orang-orang muslim lainnya dapat selamat dari (keburukan) lisan dan tangannya.” 125 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 400: Ibnu Salam mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ‘Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku, dari Yazid bin Abu Hubaib, dari Abu Al Khair, bahwa ia mendengar Abdullah bin Amru berkata, “Sesungguhnya ada seseorang bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, siapakah sebaik-baiknya orang muslim? Beliau menjawab, “Yaitu, orang yang orang-orang muslim lainnya dapat selamat dari (keburukan) lisan dan tangannya.“ 126 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 401: Muhammad bin Zuhair di Ubullah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Nashru bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, ia berkata, Nuh bin Qais mengabarkan kepada kami, dari Amru bin Malik, dari Abu Al Jauza’, dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata, Pernah ada seorang wanita cantik yang selalu berjamaah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagian orang sengaja shalat di shaf pertama agar tidak melihatnya, tetapi ada juga sebagian orang yang sengaja shalat di shaf terakhir agar jika ruku' ia dapat melihat wanta itu dari bawah ketiaknya. Berkenaan dengan kejadian itu, maka Allah SWT menurunkan firman-Nya, “Dan Sesungguhnya Kami telah mengetahui orang-orang yang terdahulu daripada-mu dan Sesungguhnya Kami mengetahui pula orang-orang yang terkemudian (daripadamu).”,127 (Qs. AlHijr [15]: 24). [3:59] Shahih Ibnu Hibban 402: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Yahya Muhammad bin Abdurrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ashim menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abdullah bin Abu Bakar menceritakan kepadaku, dari S a’id bin Al Musayyab, dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah kalian ingin aku tunjukkan kepada kalian sesuatu perbuatan yang dapat menghapuskan dosa-dosa dan menambah kebaikan-kebaikan? Mereka menjawab, “Apakah itu Wahai Rasulullah SAW?”. Beliau bersabda, "Menyempurnakan wudhu -atau bersuci- dari najis, memperbanyak melangkahkan kaki ke masjid ini, dan melaksanakan shalat (sunah) setelah shalat (wajib). Tidaklah seseorang yang keluar dari rumahnya (menuju ke masjid) dalam keadaan suci hingga tiba di masjid, kemudian ia melaksanakan shalat bersama orang-orang muslim atau bersama imam (shalat berjamaah), lalu setelah selesai shalat ia menunggu (di dalam masjid) datangnya waktu shalat berikutnya, melainkan malaikat akan berdo ‘a: "Ya Allah ampunilah ia, Ya Allah kasihaniah ia”. Apabila kalian (hendak) melaksanakan shalat (berjamaah), maka luruskanlah shaf-shaf kalian,dan rapatkanlah celah-celah pada shaf. Kemudian jika imam takbir, maka bertakbirlah kalian. Sesungguhnya aku melihat kalian dari belakangku. Dan jika imam mengucap “Sami’allaahu liman hamidah ”, maka ucapkanlah "Rabbanaa wa lakal Hamdu.” Sebaik-baiknya shaf lelaki adalah shaf paling depan, dan seburuk-buruknya adalah shaf paling akhir. Adapun sebaik-baiknya shaf wanita adalah shaf paling belakang, dan seburuk-buruknya adalah shaf paling depan.” Wahai para wanita, apabila orang lelaki sedang sujud, maka jagalah pandangan kalian dari aurat-aurat mereka.”128 Kemudian aku bertanya kepada Abdullah bin Abu Bakar, “Apa yang dimaksud dengan itu?” Ia menjawab, “Aurat yang (mungkin dapat) terlihat sebab ketatnya kain sarung laki-laki yang sedang bersujud.” [3:66] Shahih Ibnu Hibban 403: Ahmad bin Yahya bin Zuhair di Tustar mengabarkan kepada kami dari kitabnya, ia berkata, Umar bin Syabbah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu'ammal bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Ziyad bin ‘Ilaqah, dari Usamah bin Syuraik, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Perkara yang Allah SWT benci untuk kamu lakukan, maka janganlah kamu lakukan meskipun dalam keadaan sepi"'29 [2:3] Shahih Ibnu Hibban 404: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Ma’in menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Bakar menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Hamid bin Ja’far menceritakan kepada kami, ia berkata, ayahku menceritakan kepadaku, dari Ziyad bin Mina’, dari Abu Sa’id bin Abu Fudhalah Al Anshari130, dan ia termasuk sahabat, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah SWT mengumpulkan orang-orang mulai dari generasi pertama hingga generasi terakhir (orang yang mengalami hari kiamat tiba, pada hari yang tidak ada keraguan sedikitpun di dalamnya, maka akan ada yang menyeru, “Barangsiapa yang melakukan sekutu di dalam amalannya kepada seseorang selain Allah maka mintalah pahala darinya. Sesungguhnya Allah SWT itu adalah Dzat yang paling tidak mau dipersekutukan.”131 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 405: Muhammad bin Ibrahim Ad-Duri132 di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, ia berkata Abdul Azis bin Muslim menceritakan kepada kami, dari Ar-Rabi' bin Anas, dari Abu Al Aliyah, dari Ubay bin Ka'ab, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Berikanlah umat in khabar gembira dengan adanya kemenangan, keluhuran dan kedudukan. Maka barangsiapa yang melakukan amalan akhirat karena dunia, maka ia di akhirat nanti tidak akan mendapat balasan apapun dari amalannya itu"133 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 406: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada ka mi,ia berkata, Al Mala’iy mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Salamah bin Kuhail, ia berkata, “Aku mendengar Jundub berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dan aku belum pernah mendengar seseorang selainnya yang berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku mendekatinya dengan jarak yang sangat dekat dengannya, kemudian aku dengar ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beramal dengan maksud ingin di dengar orang, maka Allah SWT akan membalasnya dengan memperdengarkan keburukannya. Dan barangsiapa yang beramal dengan maksud ingin dilihat orang, maka Allah SWT akan memperlihatkan134 maksud sebenarnya' 135 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 407: Muhammad bin Abdurrahman Ad-Daghuli mengabarkan kepada kami, Muslim bin Al Hujjaj Abu Al Husain menceritakan kepada kami, Umar bin Hafash bin Ghiyats menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, dari Ismail bin Sumai’, dari Muslim Al Bathin, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang beramal dengan maksud ingin didengar orang, maka Allah SWT akan membalasnya dengan memperdengarkan keburukannya. Dan barangsiapa yang beramal dengan maksud ingin di lihat orang, maka Allah SWT akan memperlihatkan maksud sebenarnya. "136 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 408: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hiban bin Musa menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Al Mubarak memberitahukan kepada kami, ia berkata, “Haywatu bin Syuraih memberitahukan kepada kami, ia berkata, “Al Walid bin Abu Al Walid Abu Utsman Al Madini menceritakan kepadaku, bahwa Uqbah bin Muslim menceritakannya, bahwa Syufayyan Al Ashbahi menceritakannya, bahwa ia suatu ketika masuk ke dalam masjid Madinah, tiba-tiba ada seseorang yang sedang di kerumuni orang- orang. Kemudian ia bertanya, “Siapakah orang ini? Mereka menjawab, “Abu Hurairah. Ia berkata, “Lalu aku mendekatinya hingga duduk di hadapannya, dan ia (Abu Hurairah) saat itu sedang bercerita kepada orang-orang. Ketika ia diam dan keadaan sunyi, aku berkata kepadanya, “Aku menyerukan dirimu untuk memberi tahukan sebuah Hadits yang kamu dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu kamu memahami dan mengetahui Hadits itu.” Abu Hurairah menjawab, “Baik akan kuberitahukan kepadamu.” Aku akan memberitahukan sebuah Hadits kepadamu yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang aku pahami dan mengetahuinya.” Lalu, Abu Hurairah menangis dengan tangisan yang cukup keras. Kemudian ia terdiam sebentar dan dia lalu berkata, “Aku akan memberitahukan sebuah Hadits yang diucapkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di rumah ini. Tidak ada seorang pun bersama kami selain diriku dan diri beliau. Lalu, Abu Hurairah kembali menangis dengan tangisan yang cukup keras. Tidak lama kemudian dia mengusap wajahnya. Dia berkata, “Aku akan memberitahukan sebuah Hadits yang diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika diriku dan beliau berada di rumah ini. Tidak ada orang lain yang bersama kami selain diriku dan beliau”. Lalu Abu Hurairah kembali menangis dengan tangisan yang cukup keras. Dia kembali berkata, “Aku akan memberitahukan sebuah Hadits kepadamu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu sedang bersama beliau di rumah ini. Tidak ada orang lain bersama kami selain diriku dan beliau. Abu Hurairah lalu menangis dengan tangisan yang sangat kencang. Ia lalu tersungkur dengan menjatuhkan wajahnya. Beberapa lamanya aku sandarkan tubuhnya pada tubuhku. Dia lalu sadarkan diri. Ia kembali berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan kepadaku, “Sesungguhnya Allah Tabaaraka wa Ta 'aala pada hari kiamat akan turun kepada hamba-hamba-Nya untuk menetapkan keputusan di antara mereka. Setiap umat datang dengan membungkuk. Orang pertama yang dipanggil adalah orang yang hafal Al Qur’an, orang yang berjihad di jalan Allah SWT, dan orang yang memiliki banyak harta. Allah SWT lalu bertanya kepada orang yang sering membaca (menghafal) Al Qur'an: Aku telah mengajarkan kepadamu apa yang telah Aku turunkan kepada utusan-Ku? ” Orang itu menjawab, "Benar, wahai Allah SWT". Allah SWT kembali bertanya, "Lantas apa yang telah kamu lakukan dengan apa yang telah kamu ketahui?" Dia menjawab, "Aku bangun di waktu malam dan siang hari.” Allah SWT berfirman kepadanya, "Kamu telah berdusta” Malaikat pun berkata kepadanya, "Kamu telah berdusta. ” Allah SWT berfirman, "Kamu hanya ingin dikatakan bahwa kamu adalah seorang pembaca Al Qur 'an yang baik. Dan sebutan itu sudah kau dapatkan. ” Lalu di hadapkan kepada Allah SWT orang yang diberikan harta. Allah SWT berfirman kepadanya, “Bukankah Aku telah melapangkan rezeki bagimu hingga Aku tidak membiarkan dirimu membutuhkan (meminta) kepada orang lain?” Orang itu menjawab: “Benar, wahai Allah SWT. ” Allah SWT bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan dengan apa yang telah Aku anugerahkan kepadamu?" Dia menjawab, “Aku menyambung silaturrahim dan bersedekah. ” Allah SWT berfirman, “Kamu telah berdusta. ” Malaikat berkata kepadanya, “Kamu telah berdusta” Allah SWT berfirman, “Akan tetapi dirimu hanya ingin dikatakan bahwa si fulan (dirimu) adalah orang yang dermawan. Sebutan itu pun telah kau dapatkan. " Lalu, dihadapkan orang yang terbunuh di jalan Allah SWT. Allah SWT lalu bertanya kepadanya: “Karena apa dirimu terbunuh ”?. Dia menjawab: “Aku diperintahkan untuk berjihad di jalan-Mu. Aku telah berperang hingga terbunuh. ” Allah SWT berfirman kepadanya, ‘Kamu telah berdusta. ” Malaikat berkata kepadanya, “Kamu telah berdusta,” Allah SWT melanjutkan, “Akan tetapi kamu hanya ingin dikatakan bahwa dirimu adalah orang yang pemberani. Sebutan itu telah kau dapatkan. “ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu memukul lututku dan bersabda, “Wahai Abu Hurairah, mereka bertiga adalah makhluk Allah SWT pertama yang merasakan api neraka pada hari kiamat nanti.”137. Al Walid Abu Utsman berkata, Uqbah bin Muslim mengabarkan kepadaku, bahwa Sufayyan-lah yang masuk menemui Mu’awiyah dan memberitahukan Hadits ini. Abu Utsman mengatakan bahwa dirinya diberitahukan oleh Al ‘Ala bin Abu Hakim bahwa dirinya adalah pembunuh Mu’awiyah. Lalu datang seseorang kepadanya. Dia lalu menceritakan kepadanya Hadits ini dari Abu Hurairah. Mu’awiyah berkata, “Hal seperti ini (siksaan) telah diberikan kepada mereka. Lalu, bagaimana dengan yang lainnya?”. Mu’awiyah kemudian menangis sekeras-kerasnya hingga kami mengira bahwa dirinya telah wafat. Kami berkata, “Orang ini telah datang kepada kami dengan membawa keburukan.” Mu’awiyah lalu sadarkan diri. Dia mengusap wajahnya dan berkata, Maha Benar Allah SWT dan Rasul-Nya (dalam firman-Nya): “ Barangsiapayang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka Balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” (Qs. Huud [11]: 15-16) Abu Hatim RA berkata, “Lafazh-lafazh ancaman di dalam Al Qur’an maupun Hadits selalu di iringi dengan syarat. Adapun syarat itu adalah, “Kecuali Allah SWT memberikan anugerah kepada mereka yang melakukan perkara-perkara itu berupa pemaafan dan ampunan, bukan siksaan. Dan lafazh-lafazh janji138 di dalam Al Qur'an maupun Hadits selalu di iringi dengan syarat. Dan syarat itu adalah: Kecuali orang yang mengeijakan perkara itu memang telah wajib mendapatkan siksaan atas perbuatannya, hingga ia disiksa, jika Allah SWT tidak menganugerahinya sesuatu berupa pemaafan. Kemudian Ia berikan pahala perbuatannya itu sebagaimana yang Ia janjikan bagi orang yang mengerjakannya.” [2:109] Shahih Ibnu Hibban 409: Abdullah bin Shalih Al Bukhari di Baghdad mengabarkan kepada kami, Al Hasan bin Ali Al Hulwani menceritakan kepada kami, Imran bin Aban menceritakan kepada kami, Malik bin Al Hasan bin Malik bin Al Huwairits menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam suatu ketika naik ke atas mimbar. Ketika beliau menaiki tangga mimbar, beliau berucap: Amin. Kemudian beliau naik tangga berikutnya dan berucap: Amin. Lalu saat menaiki tangga berikutnya, beliau pun berucap: Amin. Setelah beliau bersabda, “Jibril datang kepadaku, ia berkata, “Wahai Muhammad, barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, kemudian dosa-dosanya tidak terampuni (karena tidak berpuasa atau beribadah dengan sunguh-sungguh), maka Allah SWT akan menjauhinya". Aku berucap: Amin. Jibril berkata lagi: “ Dan barangsiapa yang (sempat) menemui kedua orang tuanya atau salah seorang darinya (pada masa hidupnya), kemudian ia masuk neraka (karena ia tidak berbakti kepada kedua orang tuanya atau salah satu darinya), maka Allah SWT akan menjauhinya. ” Aku berucap: Amin. Jibril berkata lagi: “ Barangsiapa yang ketika diucapkan namamu, kemudian ia tidak bershalawat kepadamu, maka Allah SWT akan menjauhinya. Katakanlah wahai Muhammad: “Amin". Lalu aku berucap: Amin.” 139 Abu Hatim berkata, Di dalam Hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa seseorang disunahkan untuk meninggalkan memberikan kedudukan untuk dirinya. Terlebih jika ia termasuk orang yang diikuti tindak tanduknya oleh orang-orang. Maka demikianlah, ketika Jibril berkata kepada Mushthafa shallallahu 'alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan, kemudian dosa-dosanya tidak terampuni (oleh karena tidak berpuasa atau beribadah dengan sunguh-sungguh), maka Allah SWT akan menjauhinya”. Beliau cepat-cepat berucap: "Amin." Begitu juga ketika Jibril berkata, “Dan barangsiapa yang (sempat) menemui kedua orang tuanya atau salah seorang darinya (pada masa hidupnya), kemudian ia masuk neraka (oleh karena ia tidak berbakti kepada kedua orang tuanya atau salah satu darinya), maka Allah SWT akan menjauhinya”. Namun, tatkala Jibril berkata, "Barangsiapa yang ketika diucapkan namamu, kemudian ia tidak bershalawat kepadamu, maka Allah SWT akan menjauhinya. Beliau tidak langsung mengucap: Amin, saat terdapat bagian (kebaikan) untuk dirinya di dalamnya, hingga Jibril menyuruh beliau mengucap: Amin. Dan baru beliau berucap: Amin. Dari sini dapat diketahui, bahwa beliau menghendaki untuk memberi contoh di dalam meninggalkan memberikan kemenangan (kedudukan) untuk dirinya dengan dirinya sendiri. Karena Allah SWT adalah Zat yang memberikan pertolongan kepada para kekasih-Nya di dunia maupun di akhirat. Sekalipun mereka tidak senang mendapat pertolongan (kedudukan) diri di dalam dunia. [3:20] Shahih Ibnu Hibban 410: Ishaq bin Ibrahim, seorang pedagang di Marwa, mengabarkan kepada kami, Hushain bin Al Mutsanna Al Maruzi menceritakan kepada kami, Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Kaisan, dari ‘Atha', dari Aisyah RA, bahwa seseorang pernah datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengadukan pertengkarannya dengan ayahnya mengenai hutang ayahnya terhadap dia. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu” 140 Abu Hatim berkata, “Maknanya adalah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencegah untuk bermuamalah dengan ayahnya, seperti mu 'amalah yang ia lakukan kepada orang lain. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga memerintahkan untuk bersikap baik dan lembut kepada ayahnya baik dengan perkataannya dan juga perbuatannya hingga hartanya dapat sampai kepada ayahnya. Maka beliau bersabda kepada anak (lelaki tersebut): “Kamu dan hartamu adalah milik ayahmu. Bukan juga berarti bahwa seluruh harta anak berhak dimiliki oleh ayah141 sepenuhnya sepanjang hidupnya dengan cara yang tidak baik terhadap anaknya. [3:42] Shahih Ibnu Hibban 411: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Husain bin Al Hasan menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Zakariya bin Abu Za’idah menceritakan kepada kami, dari Mis’ar bin Kidam, dari Sa’ad bin Ibrahim, dari Humaid bin Abdurrahman, dari Abdullah bin ‘Amar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Termasuk dari perbuatan dosa besar adalah seorang anak yang memaki kedua orang tuanya. Beliau ditanya, “Bagaimanakah seseorang memaki kedua orang tuanya? Beliau menjawab: “Ketika ia melawan orang-orang, maka berarti ia telah memaki kedua orang tuanya.”142 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 412: Umar bin Muhammad Al Hamadani mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ja’far dan Yahya bin Sa’id menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Sa’ad bin Ibrahim, dari Humaid bin Abdurrahman, dari Abdullah bin ‘Amar, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya termasuk dari perbuatan dosa besar adalah seseorang yang memaki kedua orang tuanya.” Beliau ditanya, “Bagaimanakah seseorang dapat memaki kedua orang tuanya? Beliau menjawab, "Dengan ia memaki ayah orang lain, maka orang itu (yang dimaki ayaknya) akan memaki ayahnya. Dan dengan ia memaki ibu orang lain, maka orang itupun memaki ibunya.” 142 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 413: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Suraij bin Yunus menceritakan kepada kami, ia berkata, Husyaim menceritakan kepada kami, ia berkata, “Aku mendengar Az-Zuhn bercerita dan Ubaidillah bin Abdullah, ia berkata, “Ibnu Abbas menceritakan kepadaku, ia berkata, Abdurrahman bin ‘Auf kembali ke rumahnya di Mina, di akhir musim haji yang dilaksanakan oleh Umar bin Khaththab. Ia lalu berkata, “Sesungguhnya fulan berkata, Seandainya Umar telah mati, sungguh aku akan membai‘at fulan.” Umar berkata, “Sungguh aku akan berdiri (untuk berbicara) sore nanti, di (tengah) orang-orang, maka aku akan memperingatkan mereka yang ingin merampas kepemimpinan orang-orang.” Abdurrahman bin ‘Auf berkata, “Wahai Amirul Mukminin jangan lakukan itu pada saat sekarang, karena sesungguhnya pada musim haji kali ini kalangan bawah dan kaum bodoh mereka berkumpul, dan sesungguhnya merekalah yang akan mendominasi majlismu. Aku khawatir, jika engkau berbicara kepada mereka hari ini mengenai masalah yang engkau akan bicarakan, maka mereka tidak dapat memahami perkataan itu dan tidak pula menempatkannya pada tempatnya. Tangguhkanlah dulu hingga engkau tiba di Madinah. Karena sesungguhnya Madinah adalah tempat hijrah, dan engkau dapat menyelesaikan (masalah ini) dengan kaum cendekia dan orang- orang yang terhormat. Sehingga dengan demikian, engkau dapat mengatakan apa yang akan engkau katakan dengan tenang, kemudian mereka pun dapat memahami perkataanmu dan menempatkannya pada tempat yang semestinya. Umar berkata, “Seandainya aku tiba di Madinah dalam keadaan selamat, insya Allah, aku akan mengutarakan pembicaraan ini pada orang-orang yang berada di tempat pertama yang aku singgahi.” Maka tatkala Umar tiba di Madinah di akhir bulan Dzulhijjah, di hari Jum’at, aku (Abdurrahman) segera pergi dalam keadaan sangat panas. Aku kemudian menjumpai Sa’id bin Zaid yang ternyata telah mendahuluiku. Ia duduk di pojok sisi kanan mimbar, dan aku lalu duduk di sampingnya seraya menempelkan lututku dengan lututnya. Tidak lama kemudian Umar muncul dan langsung menuju mimbar. Aku lalu berkata kepada Sa’id bin Zaid: “Lihatlah, sungguh ia akan berkata di atas mimbar ini, pada hari ini, suatu perkataan yang belum pemah diucapkan oleh siapapun sebelumnya”. Sa’id bin Zaid berkata, “Apakah yang ia harapkan untuk mengatakan suatu perkataan yang tidak pemah dikatakan oleh seorangpun?” Umar kemudian duduk di atas mimbar, lalu mengucapkan memuji dan menyanjung Allah SWT dengan pujian yang layak untuk-Nya. Lalu beliau berkata, “Amma ba'du. Sesungguhnya aku akan mengatakan suatu perkataan yang telah ditakdirkan untukku untuk mengatakannya. Mungkin karena ajalku telah dekat. Barangsiapa yang memahami dan mengerti perkataan ini, hendaknya dia menceritakan ke tempat manapun ia singgahi. Dan barangsiapa yang tidak memahaminya, maka tidak halal bagi seorang Muslim untuk mendustakanku: Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan menurunkan kepadanya berupa kitab Al Qur'an. Di antara yang diturunkan kepada beliau adalah ayat (tentang hukuman) rajam. Kita telah membacanya, mengertinya, dan memahaminya, serta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pemah menerapkan rajam, dan kita pun juga pemah merajam sepeninggal beliau. Aku takut jika dalam waktu yang lama nanti, akan ada manusia yang mengatakan: ‘Demi Allah SWT, kami tidak menemukan ayat tentang (hukuman) rajam di dalam Al Qur’an’, lalu sebuah kewajiban yang telah Allah SWT turunkan akan ditinggalkan. Sesungguhnya (hukuman) rajam adalah hak dalam Al Qur’an bagi siapa saja yang melakukan perzinaan jika ia telah muhshan (pemah menikah), baik laki-laki maupun perempuan, dan terdapat bukti, atau terjadi hamil (di luar nikah), atau juga adanya pengakuan. Demi Allah SWT, seandainya tidak ada manusia yang akan mengatakan: “Umar telah menambahkan isi Al Qur'an, niscaya aku akan menuliskannya. Ketahuilah sesungguhnya kita pemah membaca: ‘Janganlah kalian membenci bapak-bapak kalian, karena hal itu dapat membuat kalian kafir’. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana putra Maryam di puji secara berlebihan. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah oleh kalian semua: “Hamba-Nya dan utusan-Nya.” 144 Ketahuilah, sesungguhnya telah sampai kepadaku, bahwa seseorang dari kalian berkata, “Demi Allah SWT, seandainya Umar telah wafat, aku sungguh akan mem bai’at si fulan.” Janganlah seseorang menjadi tertipu dengan mengatakan: “Sesungguhnya pembai’atan Abu Bakar itu terjadi sekonyong-konyong”. Ketahuilah bahwa sesungguhnya meskipun pembai’atan itu memang terjadi demikian, namun Allah SWT telah menjaga keburukannya,145 dan hari ini tidak ada di antara kalian orang yang telah lebih dahulu dari kalian, keutamaannya tidak dapat disaingi oleh seseorangpun, seperti Abu Bakar 146. Sesungguhnya ia adalah orang yang terbaik di antara kita. Sesungguhnya Kaum Muhajirin berkumpul dengan Abu Bakar. Sementara Kaum Anshar sedang menentang kami di Saqifah Bani Sa’idah. Aku lalu berkata kepada Abu Bakar, “Berangkatlah bersama kami menuju saudara-saudara kita dari kaum Anshar, kita lihat apa yang sedang mereka kerjakan di sana.” Kami kemudian pergi menuju mereka. Ketika kami hampir sampai, tiba-tiba kami bertemu dengan dua orang shalih dari kaum Anshar. Keduanya bertanya, “Kalian hendak pergi kemana wahai kaum Muhajirin?” aku menjawab, “Kami hendak pergi menemui saudara-saudara kami dari kaum Anshar.” salah seorang dari keduanya berkata, “Janganlah kalian mendatangi mereka, kerjakanlah urusan kalian, wahai kaum Muhajirin.” Aku lalu menjawab, “Demi Allah SWT, kami tidak akan kembali hingga kami mendatangi mereka.” Kemudian kami tiba di tempat mereka (Anshar), yang saat itu sedang berkumpul di Saqifah Bani Sa’idah. Ketika itu, di sela-sela pundak mereka tampak seseorang yang sedang berselimut. Aku bertanya, “Siapakah ini?” Mereka menjawab, “Sa’ad bin Ubadah”. Aku bertanya lagi, “Kenapa dia?”. Mereka menjawab, “Dia sedang sakit.” Maka ketika kami telah duduk, penceramah Anshar berdiri, lalu ia memuji Allah SWT dan menyanjung-Nya dengan pujian yang layak untuk-Nya. Lalu ia berkata, “Amma ba 'du. Kami semua adalah Anshaarullah (Para penolong Allah SWT), dan batalion Islam. Dan sesungguhnya telah datang kepada kami- wahai kaum Muslimin 147, sekelompok orang dari kalian yang berjalan dengan perlahan148. Dan sesungguhnya mereka menghendaki untuk membicarakan suatu perkara, dan (juga) akan mengusir kami dari asal kami.” Umar berkata, Ketika penceramah itu telah menyelesaikan pembicaraannya, aku hendak angkat bicara dan telah mempersiapkan/memperindah149 suatu perkataan yang mengagumkan. Aku hendak mengatakan perkataan itu di hadapan Abu Bakar, dan menghindari kemarahan terhadapnya150. Dan ia lebih lembut dan lebih tenang dariku. Kemudian ia memegang tanganku dan berkata, “Duduklah. Aku benci bila harus marah kepadanya. Abu Bakar lalu melanjutkan pembicaraannya. Maka demi Allah SWT, ia tidak meninggalkan satu kalimatpun yang mengagumkanku dalam perkataan yang telah kusiapkan kecuali ia mengatakannya secara spontan. Kemudian Abu Bakar memuji dan memuja Allah SWT dengan pujian yang memang layak untuk-Nya. Lalu ia berkata, “Amma ba’du, apa yang telah kalian sebutkan tentang kebaikan, kalian adalah ahlinya. (Namun) bangsa Arab tidak mengenal hal ini kecuali untuk penduduk Quraisy. Mereka adalah bangsa Arab yang paling moderat garis keturunan dan tempat tinggal(nya). Sesungguhnya aku telah meridhai salah satu dari kedua orang ini untuk kalian. Bai’atlah di antara keduanya yang mana yang kalian hendaki.” Abu Bakar lalu memegang tanganku (Umar) dan tangan Abu ‘Ubaidah Al Jarrah sehingga aku tidak dapat memaksanya mengatakan selain itu. Demi Allah SWT, lebih baik leherku dipenggal, sebab hal itu dapat menjauhkanku dari dosa, dan hal itu lebih aku cintai daripada menjadi pemimpin suatu kaum yang diantara mereka terdapat Abu Bakar. Kemudian seorang pemuda dari kaum Anshar berkata, “Anaa judzailuhaa' 151 Al muhakkak" (aku bagaikan kayu yang menuntun unta agar ia dapat berjalan cepat) wa ‘udaiquhaa al mujarab152 (pohon kurma yang ditopang oleh pohon atau kayu, yang dikhawatirkan akan roboh). Kami mempunyai pemimpin dan kalian juga mempunyai pemimpin wahai bangsa Quraisy. Umar berkata, “Percampuran suara dengan bahasa yang tidak dapat dipahami menjadi banyak, dan suara-suara pun semakin meninggi, hingga aku khawatir terjadi perselisihan. Aku kemudian berkata, “Bukalah tanganmu wahai Abu Bakar.” Abu Bakar kemudian membukanya. Lalu aku membaiatnya, kaum Muhajirin membai'atnya, dan kaum Anshar pun membai’atnya. Kami kemudian melompati Sa’ad bin ‘Ubadah, lalu seseorang dari Anshar berkata, “Kalian telah membunuh Sa’ad”. Aku menjawab, “Allah SWT lah yang membunuh Sa’ad. Dan sesungguhnya kami tidak menemukan hal yang lebih kuat/penting daripada membai ’at Abu Bakar dalam pertemuan kami. Kami khawatir jika orang-orang itu telah berpisah dari kami, sementara bai’at belum ada, maka mereka akan membuat pembai’atan setelah kami. Dengan demikian, bisa jadi kami akan mengikuti mereka pada sesuatu yang tidak kami ridhai atau berseberangan dengan mereka, sehingga akan terjadi kehancuran dan perselisihan. Maka kami semua membaiat Abu Bakar, dan kami ridha dengannya. 153 Abu Hatim berkata, Perkataan Umar: Allah SWT telah membunuh Sa’ad, maksudnya adalah bahwa ia mati dalam keadaan syahid. 154 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 414: Al Hasan bin Sufyan di Nasa, Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna di Mushul, dan Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi di Bashrah mengabarkan kepada kami, sedangkan lafazhnya milik Al Hasan, mereka berkata, Abdullah bin Muhammad Asma’ bin (saudaraku) Juwainyah bin Asma’ menceritakan kepada kami, ia berkata, Pamanku Juwairiyah bin Asma’ menceritakan kepada kami, dari Malik bin Anas, dari Az-Zuhri, dari Ubaidillah bin Utbah bin Mas’ud, mengabarkannya, bahwa Abdullah bin Abbas mengabarkannya, bahwa ia membacakan kepada Abdurrahman bin Auf, pada masa kekhalifahan Umar bin Al Khaththab. Ia berkata, “Aku belum pernah menjumpai seseorang yang mengalami gemetaran seperti yang di alami oleh Abdurrahman ketika membaca. ”Ibnu Abbas berkata, “Suatu hari aku datang ke rumah Abdurrahman tetapi aku tidak menemukannya. Lalu aku tunggu di rumahnya hingga ia kembali dari sisi Umar. Maka ketika ia kembali, ia berkata kepadaku: “Andaikan kamu melihat ada seseorang baru-baru ini yang berkata kepada Umar “ini” dan “itu”, dan saat itu ia berada di Mina, di akhir musim haji yang dilaksanakan oleh Umar bin Khaththab.” Lalu ia menceritakan kepada Ibnu Abbas, bahwa seseorang datang menghadap Umar dan mengabarinya bahwa ada seseorang yang berkata, “Demi Allah SWT, seandainya Umar telah wafat, maka sungguh aku akan membai’at si fulan.” Umar lalu berkata ketika Khabar itu telah sampai kepadanya: Sungguh aku akan berdiri (untuk berbicara) sore nanti, insya allah, di (tengah) orang-orang, maka aku akan memperingatkan mereka yang ingin merampas kepeminpinan orang-orang.” Abdurrahman bin Auf berkata, “Aku berkata, Wahai Amirul Mukminin, jangan lakukan itu pada saat sekarang, karena sesungguhnya musim haji ini kalangan bawah dan kaum bodoh mereka telah berkumpul, dan sesungguhnya merekalah yang akan mendominasi majlismu. aku khawatir, jika engkau berbicara kepada mereka hari ini mengenai masalah yang engkau akan bicarakan, mereka akan lupa sehingga mereka tidak dapat memahami perkataan itu dan tidak pula menempatkannya pada tempatnya. Tangguhkanlah dulu hingga engkau tiba di Madinah. Karena sesungguhnya Madinah adalah tempat hijrah dan sunnah, dan engkau dapat menyelesaikan (masalah ini) dengan kaum cendekia dan orang-orang yang terhormat. Sehingga dengan demikian, engkau dapat mengatakan apa yang akan engkau katakan dengan tenang, kemudian mereka pun dapat memahami 155 perkataanmu dan menempatkannya pada tempat yang semestinya. Umar berkata, “Demi Allah SWT, seandainya aku tiba di Madinah dalam keadaan sehat, sungguh aku akan mengutarakan pembicaraan ini pada orang-orang yang berada di tempat pertama yang kupijak.” Ibnu Abbas berkata, “Maka tatkala kami tiba di Madinah di akhir bulan Dzul Hijjah, di hari Jum’at, aku pergi dalam keadaan shakkatu Al A'ma156 (tak kenal waktu, baik panas, dingin, siang, malam dsb.) terhadap sesuatu yang telah Abdurrahman kabari kepadaku. Aku kemudian menjumpai Sa’id bin Zaid yang temyata telah mendahuluiku. Ia duduk di pojok sisi kanan mimbar, dan aku lalu duduk di sampingnya seraya menempelkan lututku dengan lututnya. Tidak lama kemudian Umar muncul dan langsung menuju mimbar. Aku lalu berkata kepada Sa’id bin Zaid saat Umar menuju mimbar: “Demi Allah SWT, sungguh Amirul Mukminin akan berkata di atas mimbar ini, pada hari ini, suatu perkataan yang belum pernah diucapkan oleh siapapun sebelumnya.” Sa’id bin Zaid kemudian mengingkari (perkataanku) itu dan berkata, “Apakah kamu mengharapkan dia mengatakan suatu perkataan yang tidak pernah dikatakan oleh seorangpun?”. Saat Umar sudah duduk di atas mimbar, seorang muadzin menyerukan adzan. Setelah sang muadzin selesai, Umar berdiri lalu mengucapkan syahadat dan memuji Allah SWT dengan pujian yang layak untuk-Nya. Lalu beliau berkata, “Amma ba'du. Sesungguhnya aku akan mengatakan suatu perkataan yang telah ditakdirkan untukku untuk mengatakannya. Barangkali itu karena aku telah berada di hadapan ajalku. Barangsiapa yang memahami dan mengerti perkataan ini, hendaknya dia menceritakan ke tempat manapun kendaraannya sampai. Dan barangsiapa yang tidak memahaminya, maka aku tidak menghalalkannya untuk berdusta terhadapku. Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan menurunkan kepadanya Al Qur'an. Di antara yang diturunkan kepada beliau adalah ayat (tentang hukuman) rajam. Kita telah membacanya, mengertinya, dan memahaminya, serta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menerapkan rajam, dan kita pun juga pernah merajam sepeninggal beliau. Aku takut jika dalam waktu yang lama nanti, akan ada manusia yang mengatakan: ‘Demi Allah SWT, kami tidak menemukan ayat tentang (hukuman) rajam di dalam Al Qur'an,’ lalu sebuah kewajiban yang telah Allah SWT turunkan akan di tinggalkan. Sesungguhnya (hukuman) rajam adalah hak dalam Al Qur'an bagi siapa saja yang melakukan perzinaan jika ia telah muhshan (pernah menikah), baik laki-laki maupun perempuan, dan terdapat bukti, atau terjadi hamil (di luar nikah), atau juga adanya pengakuan. Kemudian ketahuilah sesungguhnya kita pernah membaca: ‘Janganlah kalian membenci bapak-bapak kalian, karena hal itu dapat membuat kalian kafir.’ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana putra Maryam dipuji secara berlebihan. Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba. Maka katakanlah oleh kalian semua, “Hamba-Nya dan utusan-Nya. ” Sesungguhnya telah sampai kepadaku, bahwa seseorang dari kalian berkata, “Demi Allah SWT, seandainya Umar telah wafat, aku sungguh akan membai’at si fulan.” Janganlah seseorang tertipu157 dengan mengatakan, “Sesungguhnya pembai’atan Abu Bakar itu terjadi sekonyong-konyong”. Ketahuilah bahwa sesungguhnya pembai’atan itu memang terjadi demikian. Ketahuilah bahwa Allah SWT menjaga keburukannya, dan hari ini tidak ada di antara kalian orang yang telah lebih dahulu dari kalian, keutamaannya tidak dapat disaingi oleh seseorangpun, seperti Abu Bakar. Sesungguhnya ia adalah orang yang terbaik di antara kita, dan sesungguhnya Ali dan Zubair, juga orang-orang yang bersama keduanya, berselisih dengan kami. Anshar pun juga berselisih dengan kami. Dan kemudian mereka kumpul di Saqifah Bani Sa’idah. Kaum Muhajirin kumpul dengan Abu bakar. Lalu ketika kami berada di rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba- tiba ada seseorang yang menyeru dari belakang jendela: “Keluarlah dari hadapanku wahai Ibnu Al Khaththab.” Aku berkata, “Untukmu dariku, sesungguhnya kami orang-orang yang disibukkan olehmu.” Umar lalu menjawab: “Sesungguhnya telah terjadi suatu perkara yang mengharuskan kamu terlibat di dalamnya, bahwa kaum Anshar sungguh sedang berkumpul di Tsaqifah Bani Sa’idah, maka temuilah mereka sebelum terjadi sesuatu hal, yang dikhawatirkan akan terjadi peperangan di antara kalian dengan mereka. Aku lalu berkata kepada Abu Bakar, “Berangkatlah bersama kami menuju saudara-saudara kami, yaitu kaum Anshar.” Kami kemudian pergi menuju mereka, (di tengah perjalanan) kami bertemu dengan Abu Ubaidah bin Al Jarah. Abu Bakar segera memegang tangannya, hingga ia berjalan di antaraku dan diantara Abu Bakar. Ketika kami hampir sampai, tiba- tiba kami bertemu dengan dua orang yang shalih. Lalu mereka berdua bercerita tentang apa yang orang-orang itu (Anshar) lakukan. Keduanya berkata, “Kalian hendak kemana wahai kaum Muhajirin?” Aku menjawab, “Kami hendak pergi menemui saudara-saudara kami dari kaum Anshar.” Keduanya berkata, “Janganlah kalian mendekati mereka, wahai kaum Muhajirin, kerjakanlah urusan kalian.” Aku lalu menjawab, “Demi Allah SWT, kami tetap akan mendatangi mereka.” Kemudian kami berangkat hingga kami tiba di tempat mereka (Anshar), yang saat itu berada di Saqifah Bani Sa’idah. Ketika itu, di bahu mereka tampak seseorang yang sedang berselimut. Aku bertanya: “Siapakah ini?”. Mereka menjawab: “Sa’ad bin Ubadah . Aku bertanya lagi, “Kenapa ia?” Mereka menjawab: “Ia sedang sakit.” Maka ketika kami telah duduk, penceramah Anshar berbicara, setelah ia memuji Allah SWT dengan pujian yang layak untuk-Nya. Lalu ia berkata, “Amma ba ’du. kami semua adalah Anshaarullah (Para penolong Allah SWT), dan batalion Islam. Sedangkan kalian, wahai kaum Muhajirin, kalian adalah kelompok dari kami. Dan sesungguhnya telah datang sekelompok orang dari kalian yang beijalan dengan perlahan”. Umar berkata, “Dan apabila mereka menghendaki untuk berpisah dari kami, dan (juga) mengusir kami dari wilayah kami158. Umar berkata, Ketika penceramah itu telah menyelesaikan pembicaraannya,aku hendak angkat bicara dan telah mempersiapkan/memperindah suatu perkataan yang mengagumkan. Aku hendak mengatakan perkataan itu di hadapan Abu Bakar, dan menghindari kemarahan terhadapnya. Maka ketika aku hendak bicara, Abu Bakar langsung angkat bicara, “Pelan-pelan! aku benci bila harus marah kepadanya.”. Dan ia (Abu Bakar) lebih lembut dan lebih tenang dariku. Demi Allah SWT, ia tidak meninggalkan satu kalimatpun yang mengagumkanku dalam perkataan yang telah aku siapkan kecuali ia mengatakannya secara spontan dengan lebih baik, hingga akhirnya ia diam. Kemudian Abu Bakar bersyahadat dan memuji Allah SWT dengan pujian yang memang layak untuk-Nya. Lalu ia berkata, “Amma ba ’du, Wahai kaum Anshar, apa yang telah kalian sebutkan tentang kebaikan, kalian adalah ahlinya, (namun) bangsa Arab tidak mengenal hal ini kecuali untuk penduduk Quraisy. Mereka adalah bangsa Arab yang paling moderat/pertengahan garis keturunan dan tempat tinggal(nya). Sesungguhnya aku telah meridhai salah satu dari kedua orang ini untuk kalian. Bai'atlah di antara keduanya yang mana yang kalian kehendaki.” Abu Bakar lalu memegang tanganku (Umar) dan tangan Abu ‘Ubaidah Al Jarrah sehingga aku tidak dapat memaksa dia mengatakan selain itu. Demi Allah SWT, lebih baik leherku dipenggal, sebab hal itu dapat menjauhkanku dari dosa, dan hal itu lebih aku cintai daripada menjadi pemimpin suatu kaum yang diantara mereka terdapat Abu Bakar. Kemudian seorang pemuda dari kaum Anshar berkata, “Anaa judzailuhaa Al muhakkak” (aku bagaikan kayu yang menuntun unta agar ia dapat berjalan cepat) wa 'udaiquhaa al murajjab (pohon kurma yang ditopang oleh pohon atau kayu, yang dikhawatirkan akan roboh). 159 Kami mempunyai pemimpin dan kalian juga mempunyai pemimpin wahai bangsa Quraisy. Umar berkata, Percampuran suara dengan bahasa yang tidak dapat dipahami menjadi banyak, dan suara-suara pun semakin meninggi, hingga aku khawatir terjadi perselisihan. Aku kemudian berkata, Bukalah tanganmu wahai Abu Bakar.” Abu Bakar kemudian membukanya. Lalu aku membai’atnya, kaum Muhajirin pun membai’atnya, dan kaum Anshar pun membai’atnya. Kami kemudian lari dan melompat kepada Sa’ad bin ‘Ubadah, lalu seseorang dari Anshar berkata, Kalian telah membunuh Sa’ad”. Aku menjawab dengan marah, “Allah SWT lah yang membunuh Sa’ad. Karena sesungguhnya dialah orang yang terkena fitnah dan keburukan ini. Dan sesungguhnya kami, demi Allah SWT, tidak menemukan hal yang lebih kuat penting daripada membai’at Abu Bakar dalam pertemuan kami. Kami khawatir jika orang-orang itu telah berpisah dari kami, sementara bai'at belum ada, maka mereka akan membuat pembai’atan setelah kami. Dengan demikian, bisa jadi kami akan mengikuti mereka pada sesuatu yang tidak kami ridhai atau berseberangan dengan mereka, sehingga akan terjadi kehancuran Maka sungguh janganlah seseorang tertipu dengan mengucapkan: Sesungguhnya bai’at Abu Bakar teijadi sekonyong-konyong. Akan tetapi Allah SWT telah menjaga keburukannya. Ingatlah sesungguhnya kalian hari ini tidak memiliki seseorang seperti Abu Bakar. Malik berkata: Az-Zuhri mengabarkan kepadaku, bahwa Urwah bin Az-Zubair mengabarinya, bahwa dua orang lelaki Anshar yang bertemu dengan sekelompok Muhajirin adalah ‘Uwaim bin Sa’idah dan Ma’an bin ‘Adiy. Malik menduga bahwa Az-Zuhri mendengar Sa’id bin Al Musayyab menduga bahwa orang yang berkata saat itu dengan perkataan Anaa judzailuhaa al muhakkak wa ‘udaiquhaa al murajjab, adalah seseorang dari Bani Salamah. Yang di kenal dengan nama Hubab bin Al Mundzir. 161 Abu Hatim RA berkatar Perkataan Umar: “Sesungguhnya bai’at Abu Bakar terjadi sekonyong-konyong, akan tetapi Allah SWT telah menjaga keburukannya,” maksudnya adalah bahwa bai’at atas Abu Bakar merupakan permulaan dilakukannya bai’at dengan tanpa musyawarah (kompromi). Dan sesuatu yang terjadi (begitu saja) tanpa ada musyawarah disebut dengan al faltatu (spontanitas). Lalu Umar berkata : Allah SWT telah menjaga keburukannya, maksudnya adalah keburukan yang mungkin terjadi akibat spontanitas itu. Bukannya keburukan berupa pembai’atan Abu Bakar. [1:101] Shahih Ibnu Hibban 415: Hamid bin Muhammad bin Syu’aib mengabarkan kepada kami, Suraij bin Yunus menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami, Khalid mengabarkan kepada kami, dari Abu Usman, ia berkata, tatkala Ziyad162 diakui anak, aku bertemu Abu Bakrah dan berkata, apa yang kalian lakukan? Sungguh, aku telah mendengar Sa’ad bin Abu Waqash berkata, Kedua telingaku mendengar dan hatiku memahaminya saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang mengakui ayah, di dalam Islam, sedangkan ia tahu bahwa ia bukan ayah (kandung)nya, maka surga haram untuknya.” Abu Bakrah berkata,Dan aku pun mendengarnya langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” 163 [3:19] Shahih Ibnu Hibban 416: Syabab bin Sbalih mengabarkan kepada kami, ia berkata, Wahab bin Baqiyah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid mengabarkan kepada kami, dari Khalid, dari Abu Usman, dari Sa’ad bin Malik, ia berkata, Kedua telingaku mendengarkannya, dan hatiku juga memahaminya, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapayang mengakui ayah, di dalam Islam, sedangkan ia tahu bahwa ia bukan ayahnya, maka surga haram untuknya.” Lalu aku terangkan hadits ini pada Abu Bakrah, ia berkata, “Dan aku telah mendengarnya langsung dari kedua telingaku, dan hatiku pun memahaminya, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.” 164 [2:109]. Shahih Ibnu Hibban 417: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata:AfFan menceritakan kepada kami, ia berkata, Wuhaib menceritakan kepada kami, ia berkata: ‘Abdullah bin Usman bin Khutsaim menceritakan kepada kami, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, mengakui keturunan kepada selain ayahnya, atau menjadikan yang bukan maulanya sebagai maulanya. Maka dia akan mendapat laknat Allah SWT, malaikat, dan seluruh manusia. 165 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 418: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata.Hibban menceritakan kepada kami, ia berkata:Abdullah mengabarkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Sulaiman, dari Usaid bin Ali bin Ubaid As-Sa’adi, dari ayahnya, dari Abu Usaid, ia berkata, Seorang lelaki dari Bani Salamah datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan aku pada saat itu berada di sisi beliau. Ia bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya kedua orang tuaku telah wafat. Apakah masih ada kebaikan yang bisa aku lakukan untuk berbakti kepada kedua orang tua setelah wafatnya mereka? Beliau menjawab, “Iya. ada. Menshalatkan keduanya, memintakan ampun bual keduanya, melaksanakan janji-janjinya setelah keduanya wafat, memuliakan sahabat keduanya, dan menyambung tali persahabatan yang tidak bisa disambungnya kecuali dengan keduanya.” Seseorang berkata: Betapa banyaknya, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan betapa bagusnya. Beliau bersabda, "Maka kerjakanlah.: 166 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 419: Ahmad bin Yahya bin Zuhair Al Hafizh As-Sarad di Tustar mengabarkan kami, ia berkata, Muhammad bin Ma’mar Al Bahrani menceritakan kepada kami, ia berkata, Rauh bin Ubadah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Juraij, Sufyan Ats-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, dan Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, mereka berkata: Atha' bin As-Sa'ib menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Abdullah bin Amru, ia berkata, Seorang laki-laki datang kepada Rasul lalu berkata,Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya aku ingin membai’atmu untuk pergi Hijrah (berperang), dan aku telah meninggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis. Beliau lalu bersabda, “Kembalilah kamu kepada mereka, lalu buat mereka, lalu buat mereka (kembali) tertawa sebagaimana kamu buat mereka menangis. 167 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 420: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata:Muhammad bin Katsir Al Abadi menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan mengabarkan kepada kami, dari Hubaib bin Abu Tsabit, dari Abu Al Abbas, ia adalah As-Sa'ib bin Farrukh, dan Abdullah bin Amru, ia berkata, Seseorang datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah aku boleh ikut berjihad? Beliau menjawab dengan bertanya, “Apakah orang tuamu masih hidup?” Ia menjawab: “Iya.” Beliau bersabda. “Pada diri kedua orang tuamu itu, hendaklah kamu berjihad (dengan berbakti kepada keduanya).168 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 421: Abu Khalifah menceritakan kepada kami, Muslim bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami, Ya’Ia bin ‘Atha menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Abdullah bin Amru, bahwa ada seorang laki-laki bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah engkau akan mengizinkanku untuk berjihad? Beliau menjawab, “Apakah engkau masih memiliki orang tua?” Ia menjawab: “Iya.” Beliau bersabda: “Pergilah (jihadlah) kepada mereka, lalu berbaktilah kepada keduanya.”. Kemudia orang itu pergi dengan menunggang unta.169. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 422: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Abu Ath-Thahir bin As-Sarah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Amru bin Al Harits mengabarkan kepada kami, dari Darraj, dari Abu Al Haitsam, dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa seorang lelaki dari Yaman melakukan hijrah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia lalu bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, (dengan begini) apakah aku telah berhijrah? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Kamu telah berhijrah dari kemusyrikan, akan tetapi bagaimanakah dengan jihad ? Apakah kamu masih mempunyai seseorang (famili) di Yaman? Ia menjawab, “Masih, yaitu kedua orang tuaku170. Beliau bertanya, "Apakah keduanya mengizinkan kamu untuk berhijrah?” Ia menjawab, ‘Tidak.” Beliau bersabda, "Kembalilah, dan minta izinlah kepada mereka. Apabila keduanya mengizinkanmu, maka ikutlah berjihad (bersamaku). Namun bila tidak, berbaktilah kepada keduanya.” 171 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 423: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’aib172 bin Ishaq menceritakan kepada kami, dari Mis’ar bin Kidam, dari Atha' bin As-Sa'ib, dari ayahnya, dari Abdullah bin Amru, bahwa seorang lelaki datang menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia membai’at beliau agar ikut berhijrah (berperang), dan ia telah Muslim, la berkata, Aku meninggalkan kedua orang tua dalam keadaan menangis. Beliau bersabda, “Kembalilah kepada keduanya. Kemudian buatlah mereka tertawa sebagaimana kamu membuat mereka menangis” Dan beliau enggan untuk keluar bersamanya.” 173 [5:28] Shahih Ibnu Hibban 424: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid dan Abu Awanah menceritakan kepada kami, ia berkata, Suhail bin Shalih menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seorang anak tidak dapat membalas (kebaikan) orang tuanya, kecuali jika ia mendapati orang tuanya dalam keadaan sebagai budak, kemudian ia membeli dan membebaskannya.” 174 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 425: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ismail bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Atha bin As-Sa’ib menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahman As-Sulami, bahwa seseorang pernah datang menemui Abu Darda', lalu ia berkata, Sesungguhnya ayahku selalu bersamaku hingga aku menikah, dan sekarang ia sungguh telah memerintahkanku untuk menceraikan istriku. Abu Darda’ berkata: “Aku Bukanlah seseorang yang memerintahkanmu untuk menyakiti orang tuamu, dan juga bukan orang yang memerintahkanmu untuk menceraikan istrimu, akan tetapi, jika kamu menghendaki, aku akan menceritakan kepadamu sesuatu yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, "Ayah adalah sebaik-baik pintu surga. Maka peliharalah mereka jika kamu menghendaki, atau tinggalkanlah. Ismail bin Ibrahim berkata, Aku menduga bahwa ‘Atha berkata, Maka orang tersebut memilih menceraikan isterinya.” 175 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 426: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami ia berkata,Al Muqaddami menceritakan kepada kami, ia berkata,Yahya Al Qathan dan Umar bin Ali menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abu Dzi'bi, dari pamannya, Al Harits bin Abdurrahman, dari Hamzah bin Abdullah bin Umar, ia berkata, Ayahku menikahi seorang wanita, lalu kakekku tidak senang terhadap wanita itu dan memerintahkannya untuk menceraikannya. Kemudian ia mengadukan hal tersebut kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: ‘Taatlah kepada ayahmu ‘”176 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 427: Ash-Shufiyyu mengabarkan kepada kami, Ali bin Al Ja’di menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Dzi'bi memberitahukan kepada kami, dari Al Harits bin Abdurrahman, dari Hamzah bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya, ia berkata, Aku mempunyai seorang istri yang begitu kucintai. Sementara ayahku tidak menyukainya dan memerintahkanku untuk menceraikannya. Kemudian aku tolak permintaan ayahku itu. Lalu Umar Menyebutkan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Abdullah, ceraikanlah ia.” 177 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 428: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Sa’id Al Hamdani menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata, Syabib bin Sa’id mengabarkan kepadaku, dari Muhammad bin Amru, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata:(Suatu ketika), Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewati Abdullah bin Ubay bin Salul yang sedang berteduh di tanaman belukar. Ia berkata: Sungguh Ibnu Abu Kabsyah (Yang di maksud adalah Nabi SAW) telah menaburi debu kepada kami. (Kendaraan yang digunakan rombongan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebabkan jalan menjadi berdebu dan mengenai Abdullah). Anaknya, Abdullah bin Abdullah lalu berkata: “Demi Zat yang telah memuliakanmu, dan demi Zat yang telah menurunkan Al Qur'an kepadamu, jika engkau menghendaki, sungguh aku akan membawakan kepalanya (membunuh ayahnya). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Jangan. Akan tetapi, berbaktilah kepada ayahmu dan perbaikilah hubungan (kekeluargaan) mu” 178 Abu Hatim RA berkata: Abu Kabsyah adalah ayah neneknya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia telah pergi menuju Syam, dan di sana ia menjadi orang Nashrani yang taat. Kemudian ia kembali ke Quraisy dan menampakkan diri pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (Masuk Islam). Lalu Quraisy mencelanya karena ia tidak lagi mengikuti agama mereka, dan menjelek-jelekkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam serta menghubung-hubungkannya dengan garis keturunannya dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka ingin menjelaskan kepada Abu Kabsyah bahwa yang dianut dan disebarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan sekarang menjadi agamanya Abu Kabasyah, bukanlah agama nenek moyangnya dulu. 179 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 429: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Hubaib bin ‘Arabi menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid bin Al Harits menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari180 Ya’la bin Atha', dari ayahnya, dari Abdullah bin Amru, ia berkata:Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ridha Allah SWT tergantung dengan ridha orang tua. Dan Murka Allah tergantung dengan murkanya orang tua. ” 181 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 430: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: “Hibban menceritakan kepada kami, Abdullah mengabarkan kepada kami, dari Haywata bin Syuraij, ia berkata: Al Walid bin Abu Al Walid menceritakan kepadaku, dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baiknya kebaikan adalah seseorang yang menyambung tali silaturrahim kepada kerabat (kenalan) dekat ayahnya. 182 [2:1]. Shahih Ibnu Hibban 431: Abdullah bin Muhammad bin Muhammad Al Azdi, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu An-Nadhar Hasyim bin Al Qasim mengabarkan kepada kami, ia berkata, Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Abdullah bin Usamah bin Al Had, dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baiknya kebaikan adalah seseorang yang menyambung tali silaturrahim kepada kerabat (kenalan) dekat ayahnya setelah wafatnya. 183 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 432: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata, Hazmu bin Abu Hazmi menceritakan kepada kami, dari Tsabit Al Bunani, dari Abu Burdah, ia berkata,Aku datang ke Madinah lalu Abdullah bin Umar menyambangi ku. Ia bertanya, 'Tahukah kamu kenapa aku menyambangimu?” Abu Burdah menjawab, 'Tidak tahu.” Ia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang ingin di sambungkan kembali tali silaturrahimnya dengan ayahnya di kuburnya, maka sambunglah tali silaturrahim kepada kawan-kawan ayahnya setelah ia wafat” Dan sesungguhnya di antara Abu Umar dan di antara ayahmu terjalin persaudaraan dan keakraban. Maka aku senang untuk menyambungnya kembali. 184 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 433: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Basyar Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Umarah bin Al Qa’qa’i, dari Abu Zur’ah, dari Abu Hurairah, ia berkata; Seseorang datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, siapakah orang yang paling berhak untuk aku bagusi pergaulannya? Beliau menjawab, “Ibumu. Ia bertanya, “Kemudian siapa lagi?“ Beliau menjawab, “Ibumu. ” Ia bertanya, “Siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ayahmu.” 185 Abu Hurairah berkata: Maka mereka mengetahui bahwa ibu memiliki 2/3 Hak untuk dibaktikan. Shahih Ibnu Hibban 434: Abdullah bin Muhammad bin Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir memberitahukan kami, dari Umarah bin Al Qa’qa’i, dari Abu Zur’ah, dari Abu Hurairah, ia berkata, Seseorang datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, siapakah orang yang paling berhak untuk aku bagusi pergaulannya? Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya, “Kemudian siapa lagi? Beliau menjawab, “Ibumu” Kemudian siapa lagi? Beliau menjawab, “Ibumu” Ia bertanya, “Kemudian siapa lagi? Beliau menjawab, "Ayahmu” 186 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 435: Muhammad bin Umar bin Yusuf di Nasa mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ya’qub Ad-dauraqi menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Sauqah menceritakan kepada kami, dari Abu Bakar bin Hafash, dari Ibnu Umar, ia berkata, Seseorang datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Sungguh aku telah melakukan dosa besar, apakah aku masih bisa bertaubat? Beliau bertanya kepadanya, “Apakah kamu masih memiliki orang tua?” Ia menjawab, ‘Tidak.” Beliau bertanya, "Apakah kamu masih memiliki bibi?” Ia menjawab, “Iya.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, berbaktilah kepada bibimu.” 187 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 436: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, Abu Ahmad Az-Zubairi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Sulaiman At Taimi, dari Qatadah, dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda pada saat sakitnya: (Silaturrahimlah) kepada keluarga-keluarga kalian, (Silaturrahimlah) kepada keluarga-keluarga kalian ” 188 [5:48] Shahih Ibnu Hibban 437: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Suraij bin Yunus menceritakan kepada kami, ia berkata, Marwan bin Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dari Amru bin Usman bin Abdullah bin Mawhab, dari Musa bin Thalhah, bahwa Abu Ayub Al Anshari mengabarkannya, bahwa seorang badui menghampiri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan memegang tali kekang untanya lalu bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kabari aku prihal perkara yang dapat memasukkanku ke dalam surga dan menyelamatkanku dari neraka? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak segera menjawab, sebaliknya beliau memandang ke arah para sahabat dan menahan untanya lalu bersabda, "Sesungguhnya dia adalah orang yang telah mendapat petunjuk atau diberi hidayah.” Beliau kemudian menjawab, “Janganlah kamu menyekutukan Allah SWT dengan apapun juga189, dirikanlah shalat, keluarkanlah zakat dan sambunglah tali siaturrahim, dan (sekarang) lepaskanlah unta ini.”190 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 438: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Kamil bin Thalhah Al Jahdari menceritakan kepada kami, ia berkata,Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dari Uqail, dari Ibnu Syihab, bahwa ia mendengar Anas bin Malik berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang senang ajalnya ditangguhkan (umurnya panjang) dan rezekinya diluaskan, maka hendaklah menyambung tali silaturrahim.” 191 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 439: Ibnu Najiyah di Haran mengabarkan kepada kami, Hasyim bin Al Qasim Al Harani menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dari Yunus, dari Az-Zuhri, dari Anas, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa senang rezekinya diluaskan dan ajalnya ditangguhkan (berumur panjang), maka bertakwalah kepada Allah SWT dan hendaklah menyambung silaturrahim"192 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 440: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muslim bin Abu Muslim Al Jadzmi menceritakan kepada kami, ia berkata,Makhlad bin Al Husain menceritakan kepada kami, dari Hisyam, dari Al Hasan, dari Abu Bakrah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya balasan yang tercepat dari melakukan ketaatan adalah dengan melakukan silaturrahim. Bahkan jika penghuni suatu rumah itu terdiri dari orang- orang193 yang banyak dosanya, maka harta mereka bisa menjadi berkembang dan jumlah mereka bisa menjadi banyak apabila mereka bersilaturrahim. Dan tidaklah ada dari penghuni suatu rumah, yang selalu melakukan silaturrahim kemudian mereka menjadi miskin. 194 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 441: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Mu’awiyah bin Abu Muzarrid mengabarkan kepada kami, ia berkata, aku mendengar pamanku, Sa’id bin Yasar, ayahnya Al Hubab bercerita dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT menciptakan rahim (kasih sayang). Setelah selesai menciptakannya, rahim bangkit dan berkata: “Apakah ini tempatnya orang-orang yang berlindung dari perbuatan memutus silaturrahim?" Allah “Iya. Apakah engkau ridha untuk Aku sambungkan kepada orang yang menyambungkanmu dan Aku memutuskan kepada orang yang memutuskanmu?" Rahim menjawab, “Iya". Allah SWT berfirman: “Maka itu adalah untukmu (hakmu)" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dan kalian bacalah jika menghendaki ayat: “Mereka Itulah orang- orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. ”, 195 (Qs. Muhammad [47]: 23) [1:2] Shahih Ibnu Hibban 442: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir Al Abdi menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu'bah mengabarkan kepada kami, dari Muhammad bin Abdul Jabbar, dari Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhiy, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Rahim terbelit di dahan yang rindang dari Rahman, ia bergantung di Arsy, dan berkata: "Wahai Tuhan, sesungguhnya aku telah diputus, dan diperlakukan buruk. Tuhannya menjawab: Tidakkah engkau ridha Aku memutuskan orang yang memutuskanmu dan menyambungkan orang yang menyambungmu.” 196 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 443: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hibban menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Az- Zuhri, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Raddad Al Laitsi, dari Abdurrahman bin Auf, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah Tabaaraka wa Ta’alaa berfirman: “Aku adalah Ar-Rahman. Aku ciptakan rahim dan Aku membentuknya dari nama-Ku. (Rahman). Barangsiapa yang menyambungnya, maka Aku akan menyambungkannya. Dan barangsiapa yang memutusnya, maka Aku akan memutuskan (rahmat-Ku) kepadanya 197 [1:2]. Shahih Ibnu Hibban 444: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdusshamad mengabarkan kepada kami, ia berkata, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Abdul Jabbar, ia berkata, Aku mendengar Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhi, bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya rahim terbelit di dahan yang rindang dari Rahman. Apabila datang hari kiamat, ia akan berkata, “Wahai Tuhan, sesungguhnya aku telah dizhalimi, sesungguhnya aku telah diperlakukan buruk, sesungguhnya aku telah diputus. Maka Tuhannya menjawab: “Tidakkah engkau ridha Aku memutuskan orang yang memutuskanmu dan menyambungkan orang menyambungmu” 198 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 445: An-Nadhru bin Muhammad bin Al Mubarak mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Usman Al ‘Ijli menceritakan kepada kami, ia berkata: Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami, dari Fithr, dari Mujahid, ia berkata, aku mendengar Abdullah bin Amru berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Rahim (Kasih Sayang) itu digantungkan di ‘Arsy. Dan orang yang menyambung tali silaturrahim itu bukan orang yang membalas (jasa kerabatnya), akan tetapi orang yang menyambung tali silaturrahim adalah orang yang apabila hubungan kekerabatannya terputus, maka ia menyambungnya. "199 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 446: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Basyar Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, ia berkata, Suhail bin Abu Shalih menceritakan kepada kami, dari Ayub bin Basyir, dari Sa’id 200 Al A’sya, dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mempunyai tiga anak perempuan, atau tiga saudara perempuan, atau dua anak perempuan, atau dua saudara perempuan, kemudian ia memperbaiki pergaulan dengannya, dan ia memenuhi hak-hak mereka, maka ia akan masuk surga. ” 201 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 447: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Muqaddami dan Ibrahim bin Al Hasan Al Allaf menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Hamad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menanggung (nafkah) dua orang anak perempuan, atau tiga orang anak perempuan, atau dua orang saudara perempuan, atau tiga orang saudara perempuan, hingga mereka dewasa atau ia meninggal lebih dulu dari mereka, maka aku bersamanya di surga seperti ini —Beliau mengisyaratkan dengan jari tengah dan telunjuknya.— 202 Hadits ini menurut lafazh Ibrahim bin Al Hasan Al Allaf. Abu Hatim berkata: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Maka aku bersamanya di surga seperti ini.” Maksudnya adalah dalam memasuki surga. Bukan berarti tingkatan orang yang menanggung dua orang perempuan atau dua orang saudara perempuan di surga nanti menyamai tingkatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 448: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid di Busta mengabarkan kepada kami, Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Bakar bin Mudhar menceritakan kepada kami, dari Ibnu Al Had, bahwa Ziyad bin Abu Ziyad maula Ibnu ‘Iyasy menceritakannya dari ‘Irak bin Malik, ia berkata, Aku mendengarnya bercerita pada Umar bin Abdul Aziz, dari Aisyah RA, ia berkata, Seorang perempuan miskin yang membawa dua anak perempuan datang menemuiku (untuk meminta sedekah). Lalu aku memberikan makan berapa tiga buah kurma. Sang ibu kemudian memberikan kepada masing-masing anaknya satu buah kurma. Sisa satu kurma dimakan oleh sang ibu. Namun ketika sang ibu memasukkan kurma pada mulutnya untuk ia makan, tiba-tiba kedua anaknya meminta kurma yang hendak ia makan itu. Maka sang ibu menggigit kurmanya dan dibelah menjadi dua bagian lalu di berikan kepada anaknya. Aku (Aisyah) tercengang melihat belas kasih sang ibu terhadap anaknya itu. Lalu kuceritakan apa yang telah diperbuat oleh sang ibu tadi kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkannya masuk ke dalam surga, dan membebaskannya dari api neraka." 203 [1:9] Shahih Ibnu Hibban 449: Al Hasan bin Ishaq Al Ashbahani di Karkh mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ismail bin Yazid Al Qathan menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Daud menceritakan kepada kami, dari Al Aswad bin Syaiban, dari Muhammad bin Wasi dari Abdullah bin Ash Shamit, dari Abu Dzar, ia berkata, Kekasihku Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewasiatiku dengan perkara-perkara kebaikan, “Beliau mewasiatiku agar (dalam urusan duniawi) jangan memandang kepada orang yang berada di atasku, dan hendaknya memandang kepada orang yang berada di bawahku. Beliau mewasiatiku agar mencintai orang miskin dan mendekati mereka. Beliau mewasiatiku agar menyambung tali silaturrahim jika (silaturrahim itu) telah terputus. Beliau mewasiatiku agar melaksanakan kebenaran di mana saja kami berada tanpa takut cercaan orang. Beliau mewasiatiku agar mengatakan kebenaran sekalipun itu pahit. Dan beliau mewasiatiku agar memperbanyak mengucapkan Laa haula wa laa quwwata illa billaahi. Karena sesungguhnya kalimat itu adalah harta simpanan dari harta-harta simpanan surga.” 204 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 450: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Al 'Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata, seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Sesungguhnya aku mempunyai kerabat yang selalu aku sambung tali silaturrahimnya, namun mereka memutuskannya” Mereka juga memperlakukan buruk terhadapku, namun aku tetap berbuat baik terhadap mereka Dan mereka juga selalu kasar terhadapku, namun dm tetap bedaku santun terhadap mereka. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika memang kejadiannya seperti yang kamu katakan, maka kamu seakan-akan memberi mereka abu yang panas. Dan pertolongan Allah SWT terus menerus akan bersamamu selama kamu masih tetap melakukannya. ” 205 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 451: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata, Bundar menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Al Ala' bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya aku mempunyai kerabat yang selalu aku sambung tali silaturrahimnya, namun mereka memutuskannya. Aku memperbaiki hubungan dengan mereka, namun mereka memperlakukan buruk terhadapku. Dan aku berlaku santun terhadap mereka, namun mereka selalu kasar terhadapku. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika memang kejadiannya seperti yang kamu katakan, maka kamu seakan-akan memberi mereka abu panas. Dan pertolongan Allah SWT terus menerus akan bersamamu selama kamu masih tetap melakukannya, 207 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 452: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma’syar mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Wahab bin Abu Karimah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Anisah, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, ia berkata, Aku mendengar Asma' binti Abu Bakar berkata, Pada saat teijadi genjatan senjata dengan Quraisy, ibuku pernah datang dari Makkah ke Madinah (untuk mengunjungiku), lalu aku bertanya, “Wahai Nabi Allah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya ibuku datang kepadaku Memintaku agar aku berbakti kepadanya dan bersilaturahmi dengannya, apakah aku boleh menyambung silaturrahim kepada nya? Nabi Allah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Iya boleh. Sambunglah silaturrahim kepadanya.” 208 [4:28] Shahih Ibnu Hibban 453: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Makhlad bin Malik As-Salamsini menceritakan kepada kami ia berkata, Mush’ab bin Mahan menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, Bahwa Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang (kedatangan) ibunya yang musyrik. Asma’ bertanya kepada Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, “Ibuku datang mengunjungiku memintaku untuk berbakti kepadanya dan takut (aku akan durhaka kepadanya) 209, apakah aku boleh menyambung silaturrahim kepadanya ? Beliau menjawab, ”Iya, boleh.” 210 [4:36] Shahih Ibnu Hibban 454: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Muhammad bin Asma' menceritakan kepada kami, ia berkata: Juwairiyah bin Asma’ menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Az-Zuhri, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan tali silaturrahim.”211 Hadits ini tidak terdapat di dalam Al Muwaththa'. [2:109] Shahih Ibnu Hibban 455: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid di Busta mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdul Waris menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Al Mubarak, dari Uyainah bin Abdurrahman Al Ghathafani, dari ayahnya, dari Abu Bakrah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tiada perbuatan dosa yang lebih layak dipercepat hukumannya bagi pelakunya di dunia ini, di samping apa-apa yang dia timbun (dari azab clan siksa) di akhirat nanti, daripada perbuatan zhalim/aniaya dan memutus silaturrahim.” 212 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 456: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Al Ja’di menceritakan kepada kami, dari Uyainah bin Abdurrahman, ia berkata, aku mendengar ayahku bercerita, dari Abu Bakrah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tiada perbuatan dosa yang lebih layak dipercepat hukumannya bagi pelakunya di dunia ini, di samping apa-apa yang dia timbun di hari kiamat nanti, daripada memutus silaturrahim dan perbuatan zhalim/aniaya”213 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 457: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata, Al Aqra’ bin Habis At- Tamimi melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang mencium Al Hasan bin Ali, ia lalu berkata, Sesungguhnya aku memiliki anak sebanyak sepuluh orang. Aku tidak panah sekalipun mencium mereka. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa Yang Tidak Menyayangi Orang Lain Tidak Akan Disayang Oleh (Allah SWT)” 215 [1:92] Shahih Ibnu Hibban 458: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata, Usman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir menceritakan kepada kami, dari Abdul Malik bin Abu Basyir, dari Ikrimah, dan Ibnu Abbas, yang memarfu’kannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Bukanlah golongan kami, orang yang tidak memuliakan orang tua, dan tidak mengasihi anak kecil, H yang tidak memerintahkan untuk berbuat baik, dan tidak mencegah kemunkaran." 216 [2:61] Shahih Ibnu Hibban 459: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim maula Bani Tsaqif mengabarkan kepada kami, Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Ja’far bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (suatu ketika) mengunjungi kaum Anshar. Beliau mengucapkan salam atas anak-anak kecil dan mengusap kepala-kepala mereka. 217 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 460: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata,Harun bin Ma’ruf menceritakan kepada kami, ia berkata,Ibnu Abu Hazim menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Sahal bin Sa’ad, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku bersama orang yang menanggung anak yatim, di surga nanti seperti ini. Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan tengah.” 218 Abu Hatim RA berkata: “Sabda Nabi: "Seperti ini.” Maksudnya adalah ketika beliau dan pengasuh anak yatim masuk surga. Bukan berarti bahwa pengasuh anak yatim tersebut mempunyai tingkatan yang sama seperti tingkatan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam surga. Shahih Ibnu Hibban 461: Imran bin Musa mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Khallad Al Bahili menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul A’la bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Hasan menceritakan kepada kami, dari Ashim Al Ahwal, dari Abu Usman, dari Usamah bin Zaid, ia berkata, kami sedang berada bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba datang utusan putri beliau dan berkata, Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, putrimu meminta engkau datang kepadanya sebab anak putrimu dalam keadaan sakaratul maut. Beliau lalu bersabda, “Datanglah kepadanya dan sampaikanlah : ‘'Sesungguhnya kepunyaan Allah SWT-lah apa yang Dia ambil dan kepunyaan Dia-lah apa yang diberikan-Nya. Setiap sesuatu di sisi Allah SWT, adalah sampai pada ajal (batas) yang di tentukan. Oleh karena itu, hendaklah ia bersabar dan mengharap ridha-Nya’. Usamah berkata, tidak lama kemudian (utusan itu) kembali dan berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya putrimu bersumpah atasmu sekiranya engkau dapat datang kepadanya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri, dan kami juga berdiri- bersama sekelompok Anshar- lalu kami masuk (ke rumah putrinya). Kemudian anak kecil itu di angkat oleh beliau, sedangkan rohnya bergoncang-goncang di dadanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (melihat ini) menjadi menangis. Lalu Sa’ad bin Ubadah bertanya kepada beliau, “Apa yang terjadi dengan bayi ini wahai Rasulullah SAW? beliau menjawab, “Ini adalah suatu rahmat yang dijadikan oleh Allah SWT di hati para hamba-Nya. Dan Allah SWT hanyalah mengasihi hamba-hamba-Nya yang pengasih.” 219 [1.2] Shahih Ibnu Hibban 462: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah menceritakan kepada kami, ia berkata, Manshur menulis surat kepadaku lalu aku membacanya. Aku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepadaku,” lalu ia bertanya: Bukankah dengan kamu membacakannya kepadaku maka aku telah menceritakan kepadamu? Ia menjawab, “Aku mendengar Abu Usman bercerita, dari Abu Hurairah, ia berkata, aku mendengar Abu Al Qasim shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau adalah orang yang benar dan yang di benarkan bersabda, "Sesungguhnya rahmat (Allah SWT) tidak akan di lepas (dari diri seseorang) kecuali dari orang yang celaka /malang” 220 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 463: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata, Al Aqra’ bin Habis At- Tamimi melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang mencium Al Hasan bin Ali, ia lalu berkata, Sesungguhnya aku memiliki anak sebanyak sepuluh orang. Aku tidak pernah sekalipun mencium mereka. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya barangsiapa yang tidak menyayangi orang lain tidak akan disayang (oleh Allah SWT).” 221 [Madhrub ‘alaih) Shahih Ibnu Hibban 464: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir menceritakan kepada kami, dari Abdul Malik bin Abu Basyir, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, yang memafu’kannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bukanlah dari golongan kami, orang yang tidak memuliakan orang tua, yang tidak mengasihi anak kecil, yang tidak memerintahkan untuk berbuat baik, dan tidak mencegah terjadinya kemunkaran." 222 (Madhrub Alihi) Shahih Ibnu Hibban 465: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Al Miqdam Al Ijili mengabarkan kepada kami, ia berkata, Khalid bin Al Harits menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sulaiman menceritakan kepadaku, ia berkata, Aku mendengar Abu Zhabyan berkata, Aku mendengar Jarir bin Abdullah berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa tidak mengasihi manusia maka tidak akan dikasihi oleh Allah SWT.” 223 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 466: Ibnu Qahthubah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Habib bin Arabi menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’tamar bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Manshur, dari Abu Usman, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya rahmat (Allah SWT) tidak akan dilepas (dari diri seseorang) kecuali dari orang yang celaka/malang 224 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 467: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Wahab bin Abu Karimah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Anisah, dari Ziyad bin ‘Ilaqah, dari Jarir bin Abdullah, ia berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa tidak mengasihi manusia maka tidak akan dikasihi oleh Allah SWT." 225 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 468: Muhammad bin Abdurrahman Ad-Daghuli mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdullah bin Quhdzadz menceritakan kepada kami: An-Nadhru bin Syumail menceritakan kepada kami, Ubu Amir Al Khazzaz menceritakan kepada kami, Abu Imran Al Jauni menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Ash- Shamit, dari Abu Dzar, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, janganlah kalian menghina suatu kebaikan. Dan apabila kalian tidak mendapatkan (kebaikan itu), maka hendaklah santun kepada manusia (di dalam perkataan) dan dengan wajah yang berseri-seri.” 226 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 469: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar Ash-Shufi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Ma’in menceritakan kepada kami, ia berkata: Abadah bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari Musa bin Uqbah, dari Abdullah bin Amru Al Audi, dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya diharamkan masuk ke neraka bagi setiap orang yang lemah lembut, halus (perkataannya), akrab (dengan orang), mulia budi pekertinya” 227 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 470: Umar bin Muhammad Al Hamdani di Shaghad mengabarkan kepada kami, ia berkata, Isa bin Hamad menceritakan kepada kami, ia berkata, Al-Laits bin Sa’ad mengabarkan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari Musa bin Uqbah, dari Abdullah Al Audi, dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Maukah kalian aku beritahukan orang yang diharamkan masuk neraka ?” Mereka menjawab: “Iya, Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bersabda, “Setiap orang yang lemah lembut, halus (perkataannya), akrab (dengan orang), mulia budi pekertinya. 228 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 471: Umar bin Sa’id bin Sinan, Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah, dan Al Husain bin Abdullah bin Yazid mengabarkan kepada kami, pada akhirnya mereka berkata: Al Musayyab bin Wadhih menceritakan kepada kami, ia berkata, Yusuf bin Asbath menceritakan j kepada kami, dari Sufyan Ats-sauri, dari Muhammad bin Al Mankadiri, dari Jabir, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Bersikap lemah lembut kepada orang lain merupakan sedekah." 229 Abu Hatim RA berkata, Sikap lemah lembut bisa merupakan sedekah bagi pelakunya selama ia tidak melakukan perbuatan yang menyerupai maksiat kepada Allah SWT. Al Mudahanatu (Mencari muka): Seseorang yang melakukan perkara-perkara yang dapat memperbaikinya di dalam hubungan persahabatan dengan diiringi Shahih Ibnu Hibban 472: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Muhammad bin Asma' menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, dari Ma’mar, dari Hamam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Kalimat yang baik merupakan sedekah. Dan setiap langkah menuju ke masjid merupakan sedekah.”231 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 473: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Hafash bin Umar Al Haudhi menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Muhalli bin Khalifah, dari Adi bin Hatim, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah api neraka meskipun dengan (bersedekah) separuh kurma. Dan jika kalian tidak mempunyainya, maka (jauhilah api neraka itu) dengan (berbicara menggunakan) kalimat yang baik” 232 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 474: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar Ash-Shufi di Baghdad mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Ar- Rumi menceritakan kepada kami, ia berkata, An-Nadhar bin Muhammad menceritakan kepada kami, ia berkata, Ikrimah bin Amar menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Zumail menceritakan kepadaku, dari Malik bin Martsad, dari ayahnya, dari Abu Dzar, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Senyummu di hadapan saudaramu merupakan sedekah.”.223 Abu Hatim RA berkata: Abu Zumail adalah Simak bin Al Walid Al Hanafi, tsiqah. An Nadhar bin Muhammad adalah Al Jurasyi Al Yamami. An-Nadhar bin Muhammad Al Qurasyi 234 adalah Maruziy, shahib ar-ra’yi. Keduanya berada dalam satu zaman. 235 Shahih Ibnu Hibban 475: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ghasan bin Ar-Rabi’ menceritakan kepada kami, dari Hamad bin Salamah, dari Syu’aib bin Al Habhab, dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam disuguhkan setalam kurma matang. Beliau lalu membaca ayat Al Qur'an, “Perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pohon itu adalah pohon kurma.” “Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun”(Qs. Ibraahiim [14]; 26). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pohon itu adalah pohon labu”236 Syu’aib berkata: “Aku dikabarkan seperti itu oleh Abu Al Aliyah. Lalu ia berkata,Seperti itulah yang kami dengar.” Abu Hatim RA berkata, Perkataan Anas, ”Innahu utiya biqinaa’i jaz'in”; Maksudnya adalah disuguhkan setalam kurma matang. Sebab pendudukan Madinah menyebut kata ath-thabaq dengan Al-qina’ dan menyebut kata ar-ruthab dengan Al jaz 'i.” 237 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 476: Muhammad bin Ja’far Al Karkhi di negeri Mosul mengabarkan kepada kami, ia berkata, Usman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Idris menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Abu Hurairah, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di tanya, Perbuatan apakah yang paling banyak mengantarkan manusia ke surga? Beliau menjawab, “Ketakwaan dan akhlak yang baik." Beliau ditanya, “Lalu perbuatan apakah yang paling banyak menjerumuskan manusia ke neraka? Beliau menjawab, “Perbuatan yang berasal dari dua lubang, yaitu mulut dan kemaluan.” 238 Abu Hatim RA berkata, Ibnu Idris di sini namanya adalah Abdullah bin Idris bin Yazid bin Abdurrahman239 Az-Za’afiri, Al Audi, la termasuk ulama Kufah yang tsiqah. Dan pada masanya, belum ada di Kufah seseorang yang tidak pemah berdusta240 selain dia. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 477: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir Al Abdi menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan Ats-Tsauri menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Wa’il, dari Masruq, ia berkata, Abdullah bin Amru berkata, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bukanlah seorang yang buruk perkataan dan perbuatannya serta bukan pula orang yang sengaja melakukan demikian. Dan beliau pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik akhlak(nya)” 241 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 478: Muhammad bin Shalih bin Dzarih di Ukbara mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hanad bin As-Sariy menceritakan kepada kami, ia berkata: Waki’ menceritakan kepada kami, dari Mis’ar dan AtsTsauri, dari Ziyad bin ‘Ilaqah, dari Usamah bin Syarik, ia berkata: Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, perbuatan apakah yang paling utama yang diberikan seorang muslim? Beliau menjawab: (Seseorang yang menunjukkan) akhlak yang baik.242 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 479: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Idris menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Amru mengabarkan kepada kami, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang mukmin yang paling baik akhlaknya." 243 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 480: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata, Usman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid bin Makhlad menceritakan kepada kami, ia berkata, Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami, ia berkata, Amru bin Abu Amru menceritakan kepadaku, dari Al Muthallib bin Abdullah bin Hanthab, dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin akan mendapatkan -disebabkan Akhlak (baik) nya-, derajatnya orang yang selalu berpuasa dan selalu shalat malam..”244 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 481: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Katsir, Syu’aib bin Muhriz, dan Al Haudhi menceritakan kepada kami, mereka berkata, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Al Qasim bin Abu Bazzah, dari Atha Al Kaykharani, dari Ummu Ad Darda’, dari Abu Ad-Darda’, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesuatu yang paling memberatkan pada Mizan (timbangan amal) adalah Akhlak yang baik”245 Abu Hatim RA berkata: ‘Atha adalah Atha’ bin Abdullah246. Kaikharan adalah nama tempat di Yaman. Ummu Ad-Darda’ Ash-Shughra namanya adalah Hujaimah247 binti Hayy Al Aushabiyah. Ummu Ad-Darda’ Al Kubra namanya adalah Khairah248 binti Hadrad Al Anshariyah.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 482: Imran bin Musa mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hudabah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Daud bin Abu Hind, dari Makhul, dari Abu Tsa’labah Al Khusyaniy, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara kalian semua yang paling dicintai Allah SWT dan yang paling dekat denganku adalah yang paling baik akhlaknya. Sesungguhnya di antara kalian semua yang paling dibenci Allah SWT dan yang paling jauh denganku adalah orang yang banyak bicara, orang yang sombong, orang yang berlebihan dan buruk, serta (orang yang) mencela orang lain.”249 Shahih Ibnu Hibban 483: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail di Busta, dan Abdullah bin Mahmud bin Sulaiman As-Sa’adi Al Maruzi di Marwa mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Abdul Warits bin Abdullah Al ‘Ataki menceritakan kepada kami, ia berkata: Muslim bin Khalid Az-Zanjiy menceritakan kepada kami, dari Al ‘Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kemuliaan seseorang (terletak pada) agamanya, harga dirinya (terletak pada) akalnya, dan kehormatannya (terletak pada) Akhlaknya.”250 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 484: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Ja’far bin Aun menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Ishaq menceritakan kepadaku, dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Maukah kalian aku beri Khabar mengenai orang-orang yang paling baik di antara kalian?" Mereka menjawab: Mau, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "(Yaitu) orang yang paling panjang umurnya dan paling bagus Akhlaknya." [3:53] Shahih Ibnu Hibban 485: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qasim bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’ad menceritakan kepada kami, ia berkata: ayahku menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Abdullah bin Al Had, dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya, dari Muhammad bin Abdullah dari Abdullah bin Amru, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di majlis (ilmunya), “Maukah kalian aku beri Khabar mengenai orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat denganku tempat duduknya pada hari kiamat (nanti)?” Beliau mengulang-ulang sabdanya hingga tiga kali. Kami menjawab: Mau, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “(Yaitu) yang paling baik Akhlaknya.”252 [3: 53] Shahih Ibnu Hibban 486: Abdullah bin Muhammad bin Amru An-Naisaburi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Khasyram menceritakan kepada kami, ia berkata, Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami, ia berkata: Usman bin Hakim menceritakan kepada kami, dari Ziyad bin ‘Ilaqah, dari Usamah bin Syarik, ia berkata, kami sedang berada bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, seakan-akan di atas kepala kami terdengar suara yang sangat merdu, padahal tidak ada dari kami orang yang berbicara. Tiba-tiba, datang sekelompok orang dari suku Badui, mereka berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berilah kami fatwa tentang ini, berilah kami fatwa tentang ini.” Beliau bersabda, "Wahai manusia, sesungguhnya Allah SWT telah meletakkan dosa dari kalian semua kecuali terhadap seseorang yang menginjak-injak harga diri saudaranya. Maka itulah dosa dan kehancuran.” Mereka bertanya: Apakah kami boleh berobat wahai Rasulullah SAW? Beliau menjawab: “Iya. Sesungguhnya Allah SWT tidak menurunkan suatu penyakit kecuali Allah SWT menurunkan pula obatnya, kecuali terhadap satu penyakit” Mereka bertanya: Penyakit apakah itu wahai Rasulullah SAW? Beliau menjawab: “Tua.” Mereka bertanya: Siapakah manusia yang paling di cintai Allah SWT wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ? Beliau menjawab: Manusia yang paling di cintai Allah SWT adalah (manusia) yang paling baik Akhlaknya.” 253 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 487: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Fadhlu bin Musa mengabarkan kepada kami, ia berkata, Isa bin Ubaid menceritakan kepada kami, dari Ar-Rabi’ bin Anas, dari Abu Al Aliyah ia berkata, Ubay bin Ka’ab menceritakan kepadaku, ia berkata, Tatkala terjadi perang Uhud, korban syahid dari pihak Anshar sebanyak tujuh puluh empat orang, dan dari pihak Muhajirin enam orang, termasuk di dalamnya Hamzah. Kemudian para sahabat (karena emosinya) merencanakan untuk membalas kematian mereka. Kaum Anshar berkata, “Sungguh, jika suatu hari kami mendapat kesempatan untuk membunuh (orang-orang kafir itu), niscaya kami akan membalaskannya dengan membunuh lebih banyak lagi orang-orang kafir. Maka tatkala terjadi Fath Makkah (Penaklukkan Makkah, dan kaum muslimin mempunyai kesempatan untuk membalaskan dendamnya), maka Allah SWT menurunkan firman-Nya: “Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu, akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar” (Qs. An-Nahl [16]: 126). Lalu seseorang berkata: Setelah hari ini (Penaklukkan Makkah) tidak akan ada lagi Quraisy. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda: “Tahanlah diri kalian dari (membunuh) kaum (Quraisy) selain terhadap empat orang.”254 [3:64] Shahih Ibnu Hibban 488: Muhammad bin Shalih bin Dzuraih di Akbara mengabarkan kepada kami, Hannad bin As-Sari mengabarkan kepada kami, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata: Aku sama sekali tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memukul pelayannya. Aku juga sama sekali tidak pemah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memukul istri-istrinya. Beliau tidak pemah memukul apapun dengan tangannya, kecuali saat berperang di jalan Allah SWT. Dan juga tidak pemah terjadi, jika ada seseorang menyakiti/menyinggung beliau lalu beliau membalasnya, kecuali jika menyakitinya itu berhubungan dengan (Hak-Hak) Allah SWT. Apabila karena Allah SWT, maka beliau akan membalasnya. Dan beliau tidak dihadapi kepada dua perkara, kecuali beliau mengambil perkara yang paling mudah, sampaipun kepada perbuatan dosa, Jika demikian, maka beliau termasuk orang yang paling menjauhi perbuatan dosa. 255 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 489: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir bin Abdul Hamid menceritakan kepada kami, dari ‘Atha bin As Sa’ib, dari ayahnya, dari Abdullah bin Amru, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Sembahlah Ar-Rahman, sebarluaskanlah salam, dan memberilah makanan, maka kalian akan masuk surga.256 Abu Hatim RA berkata, “Sabda Nabi SAW: Sembahlah Adalah lafazh yang penggunaannya terkandung atas berbagai cabang pengertian yang banyak, tergantung keadaan orang yang di ajak bicara dan tema yang di bicarakannya.” Permasalahan ini telah kami sampaikan pada pembahasan sebelumnya. Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebarluaskanlah salam; Salam adalah lafazh yang diucapkan atas orang lain. Hukumnya tidak wajib pada semua keadaan. Karena jika menyampaikan salam itu wajib di semua keadaan, atas setiap orang, maka hal itu dapat menyulitkan seseorang dan dapat membebani semua orang dengan kewajiban untuk membalas salam itu. Jika memang membalas salam itu adalah wajib atau fardhu, maka fardhunya hanyalah fardhu kifayah. Sabda Nabi SAW: Memberilah makanan ; adalah perintah yang di sunahkan, dan merupakan anjuran atas seseorang agar dapat memperoleh pahala. [1:70] Shahih Ibnu Hibban 490: Muhammad bin Ishaq Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Al Miqdam bin Syuraih menceritakan kepada kami, dari ayahnya, Syuraih, dari ayahnya, Hani’, bahwa ia berkata: Wahai Rasulullah, berilah aku Khabar tentang sesuatu yang dapat mewajibkanku masuk surga. Beliau bersabda, “Berkatalah dengan perkataan yang baik, dan berikan salam.”257 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 491: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dari Qanan bin Abdullah An Nahmiy, dari Abdurrahman bin Ausajah, dari Al Barra’, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sebarluaskanlah salam, maka kalian akan selamat. 258 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 492: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami, Qatadah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku bertanya kepada Anas bin Malik: Apakah pernah terjadi (salam yang diiringi dengan) berjabat tangan pada masa Rasulullah S A W? “Ia menjawab, ‘Iya, pernah’.” 259 Qatadah berkata, “Hasan pun berjabat tangan.” [4:50] Shahih Ibnu Hibban 493: Umar bin Muhammad al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Aziz bin Abdullah Al Uwaisi, ia berkata, Muhammad bin Ja’far -yakni Ibnu Abu Katsir- menceritakan kepada kami, dari Ya’qub bin Zaid At Taimi, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, bahwa seseorang lewat di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang sedang berada di majlis. Lalu orang itu mengucap: Salaamun 'alaikum. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "(Ia mendapatkan) Sepuluh kebaikan Kemudian lewat seseorang yang lain dan mengucap: Salaamun 'alaikum wa Rahmatullah. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “(la mendapatkan) Dua puluh kebaikan. Kemudian lewat seseorang yang lainnya dan mengucap: Salaamun ‘Alaikum wa Rahmatullah wa Barakaatuhu. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, (Ia mendapatkan) Tiga puluh kebaikan. Kemudian seseorang dari majlis berdiri (hendak pergi) dan tidak mengucap salam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Janganlah kalian melakukan apa yang sahabat kalian itu Jika salah seorang dari kalian hadir ke majlis, maka hendaknya mengucapkan salam. Kemudian ketika ia mendapati tempat untuk duduk, maka hendaknya ia duduk. Dan jika ia bangun (hendak) pergi, maka hendaknya mengucapkan salam. Yang pertama itu tidaklah lebih berhak daripada yang akhir.” 260 [1:67] Shahih Ibnu Hibban 494: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Yazid bin Mauhab Ar-Ramli menceritakan kepada kami, Al Mufadhdhal bin Fadhalah menceritakan kepada kami, dari Ajlan, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Jika salah seorang dari kalian hadir ke majlis, maka hendaknya mengucapkan salam. Kemudian ketika ia mendapati tempat untuk duduk, maka hendaknya ia duduk. Dan jika ia bangun (hendak) pergi, maka hendaknya mengucapkan salam. Yang pertama itu tidaklah lebih berhak daripada yang akhir. ”261 [1:67] Shahih Ibnu Hibban 495: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, Nashru bin Ali menceritakan kepada kami, Bisyri bin Al Mufadhdhal menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Ajian, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian hadir ke majlis, maka hendaknya mengucapkan salam. Dan jika ia bangun (hendak) pergi, maka hendaknya mengucapkan salam. Yang pertama itu tidaklah lebih berhak daripada yang akhir.”262 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 496: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim maula tsaqif mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdurrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ashim menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Zurai’, dari Rauh bin Al Qasim, dari Ibnu Ajian, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang dari kalian hadir ke majlis, maka hendaknya mengucapkan salam. Kemudian ketika ia mendapati tempat untuk duduk, maka hendaknya ia duduk, lalu jika ia bangun (hendak) pergi, maka hendaknya mengucapkan salam. Yang pertama itu tidaklah lebih berhak daripada yang akhir. Abu Ashim berkata, “Ibnu Ajian mengabarkan hadits kepada kami.” [1:95] Shahih Ibnu Hibban 497: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Isa Al Mishri menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dari Humaid bin Hani', dari Amru bin Malik, dari Fadhalah bin Ubaid, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Hendaknya (memulai lebih dahulu) mengucapkan salam bagi orang yang berkendaraan kepada orang yang berjalan kaki, orang yang berjalan kepada orang yang duduk, dan orang yang lebih sedikit kepada orang yang lebih banyak.”264 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 498: Abdullah bin Ahmad bin Musa Abdan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ma’mar menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ashim menceritakan kepada kami, dari Ibnu Juraij, ia berkata, Abu Az-Zubair mengabarkan kepadaku, dari Jabir, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya (memulai lebih dahulu) mengucapkan salam bagi orang yang berkendaraan kepada orang yang berjalan kaki, dan orang yang berjalan kepada orang yang duduk. Dan dua orang yang berjalan kaki, salah seorang dari keduanya memulai lebih dahulu mengucapkan salam, maka ia lebih utama di sisi Allah SWT.” 265 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 499: Muhammad bin Al Mu’afi Al Abid di Shaida mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, ia berkata, Shadaqah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata, Usman bin Abu Al Atikah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sulaiman bin Habib Al Muharibi menceritakan kepadaku, dari Abu Umamah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ada orang yang kesemuanya berada dalam jaminan-Nya 266 Allah jika ia hidup maka akan di (jamin) rezeki dan kecukupannya. Dan jika ia mati, maka Allah SWT memasukkannya ke dalam surga: (1) Barangsiapa yang masuk rumahnya lalu mengucap salam. Maka ia berada dalam jaminan Allah SWT. (2) Barangsiapa keluar menuju masjid (untuk beribadah), maka ia berada dalam jaminan Allah SWT. (3) Dan barangsiapa yang keluar menuju jihad sabilillah, maka ia berada dalam jaminan Allah SWT.” 267 Abu Hatim RA berkata: Muhammad bin Al Mu’afi selama delapan belas tahun melakukan puasa dan selama itu juga ia tidak pernah memakan makanan yang enak selain haswi pada saat berbuka. [ 1:2] Shahih Ibnu Hibban 500: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musaddad bin Masarhad menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Awanah menceritakan kepada kami, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian semua mendahului mengucapkan salam kepada Ahli Kitab. Apabila kalian semua bertemu dengan mereka di tengah jalan, maka paksalah mereka ke (jalan) yang paling sempit?” 269 [2:3] Shahih Ibnu Hibban 501: Muhammad bin Ya’qub Al Khathib di Al Ahwaz mengabarkan kepada kami, ia berkata:Abdul Wants bin Abdusshamad bin Abdul Wants menceritakan kepada kami, ia berkata: ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian Snlft lebih dahulu mengucapkan salam kepada Ahli Kitab. Dan apabila kalian semua melihat mereka di tengah jalan, maka paksalah mereka ke (jalan) yang paling sempit” 270 Shahih Ibnu Hibban 502: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Ayub Al Maqaburi menceritakan kepada kami, ia berkata, Ismail bin Ja’far menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Dinar mengabarkan kepadaku, bahwa ia mendengar Ibnu Umar berkata: Rasululllah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya jika orang Yahudi mengucapkan salam kepada kalian, maka sesungguhnya salah seorang dari mereka hanyalah akan mengucapkan: As-Saamu‘Alaikum ” (Semoga kecelakaan atas kalian). (Karena itu), katakanlah (oleh kalian sebagai jawaban) “Wa ‘Alaika” (Semoga kecelakaan itu atasmu).” 271 [4:3] Shahih Ibnu Hibban 503: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Al Minhal Adh-Dhariri menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa’id bin Abu Arubah menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Anas, bahwa seorang Yahudi pernah mengucapkan salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya dengan kalimat: “As-Saamu Alaika” (Semoga kecelakaan atas kalian). Lalu beliau bertanya kepada sahabatnya, “Apakah kalian mengerti yang ia katakan (tadi)?’’ Mereka menjawab, “Iya, Mengerti, dia telah mengucapkan salam untuk kita.” Beliau bersabda,'‘Bukan, sesungguhnya ia hanya berkata, “As Saamu ‘Alaikum ”, maksudnya: “Mudah-mudahan kalian semua celaka terhadap agama ka. ” Maka jika seseorang dari Ahlu Kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka ucapkanlah “Wa ‘Alaika ” (Semoga kecelakaan itu atas agamamu).”272 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 504: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Yahya mengabarkan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Al Miqdam bin Syuraih bin Hani' menceritakan kepada kami, dari Al Miqdam bin Hani', dari Ibnu Hani', bahwa Hani' tatkala ia dan kaumnya datang sebagai utusan menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau mendengar kaumnya memanggil Hani' dengan julukan “Abu Al Hakam”. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memanggilnya dan bertanya, “Sesungguhnya Allah SWT adalah Al Hakam (Maha Juru Damai) dan Ia mempunyai Hukum (Kebijaksanaan). Lantas karena apa kamu di juluki “ Abu Al Hakam” ? Ia menjawab: Sesungguhnya kaumku, jika terjadi perselisihan di antara mereka mengenai suatu urusan, maka mereka rela jika aku yang menjadi juru damai mereka. Beliau lalu bertanya, "Sungguh, hal itu memang baik, apakah kamu mempunyai anak? Ia menjawab: (Iya punya, namanya) Syuraih, Abdullah, dan Muslim. Beliau bertanya lagi, "Siapakah di antara mereka yang paling sulung?” Ia menjawab, Syuraih. Beliau bersabda, "(Jika demikian) maka kamu adalah "Abu Syuraih”. Kemudian beliau memanggil Syuraih dan anak-anaknya Abu Syuraih yang lainnya. Tatkala kaum(nya) hendak kembali ke negerinya, ia memberikan setiap orang dari mereka satu bidang tanah yang mereka sukai di negerinya. Abu Syuraih berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berilah aku Khabar tentang sesuatu perbuatan yang dapat mewajibkanku masuk surga. Beliau bersabda, "Perkataan yang baik, mengucapkan salam, dan memberikan makanan."273 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 505: Al H asan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata, Al-Laits menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Abu Habib, dari Abu Al Khair, dari Abdullah bin Amru, bahwa seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Apakah anjuran Islam yang paling baik?” Beliau menjawab, “Kamu memberikan makanan, dan mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan kepada orang yang tidak kamu kenal.”274[0:00] Shahih Ibnu Hibban 506: Ahmad bin Muhammad bin Manshur mengabarkan kepada kami, dari Manshur bin Abu Muzahim, ia berkata: Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami, dari Abu Hashin, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir, maka muliakanlah tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir, maka janganlah menyakiti275 tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah.” 276 Abu Hatim berkata: Abu Al Ahwash adalah Salam bin Salim. Abu Hashin adalah Usman bin Ashim. Abu Shalih adalah Dzakwan As- Samman. Abu Hurairah adalah Abdullah bin Amru Ad Dusi. 277 [0:00] Shahih Ibnu Hibban 507: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir menceritakan kepada kami, dari Atha' bin As-Sa'ib, dari ayahnya, dari Abdullah bin Amru, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sembahlah Ar-Rahman, sebarkanlah salam, dan memberilah makanan, maka kalian akan masuk surga.”278 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 508: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Amir menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammam menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Abu Maimunah279, dari Abu Hurairah, ia berkata, aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berilah aku Khabar mengenai suatu perbuatan jika aku kerjakan- atau aku kerjakan atas dasar perbuatan itu- maka aku dapat masuk surga. Beliau bersabda, “Sebarkanlah salam, berilah makanan, sambunglah tali silaturrahim, dan bangunlah untuk mengerjakan shalat malam ketika orang-orang tertidur, maka kamu dapat masuk surga dengan selamat.”280 [1 ’.2] Shahih Ibnu Hibban 509: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abbas bin Abdul Azhim menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazaq menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar memberitahukan kepada kami, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Ibnu Mu’aniq, dari Abu Malik Al Asy’ari, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat ruang-ruang, yang luarnya dapat dilihat dari dalamnya, dan dalamnya dapat dilihat dari luarnya. Allah SWT mempersiapkannya untuk orang yang memberi makanan, orang yang Menyebarkan salam, dan untuk orang yang mengerjakan shalat malam di saat manusia sedang tertidur.” 281 Abu Hatim RA berkata: Ibnu Mu’aniq nama lengkapnya adalah Abdullah bin Mu’aniq Al Asy’ari. Shahih Ibnu Hibban 510: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar mengabarkan kepada kami, Abu Nashr At-Tammar menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Yunus bin Ubaid dan Humaid, Ash-Shufi282 menyebutkan pada akhir bersama keduanya, dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang mukmin adalah orang yang manusia merasa aman terhadapnya. Orang muslim adalah orang yang kaum muslimin selamat dari lisan dan tangannya. Muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang berhijrah dari keburukan. Dan demi Zat yang diriku berada di genggaman-Nya, tidak akan masuk surga orang yang tetangganya merasa tidak aman akibat keburukannya. 283 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 511: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma’syar di Harran mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Sulaiman bin Abu Sytibah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa’id Al Anshari mengabarkan kepada kami, bahwa Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazam mengabannya, bahwa Amrah binti Abdurrahman mengabarinya, bahwa Aisyah berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jibril terus menerus menasihatiku (agar berbuat baik) dengan tetangga. Sehingga aku menduga bahwa tetangga akan mewarisinya.” 284 [3:20] Shahih Ibnu Hibban 512: Umar bin Ismail bin Abu Ghailan di Baghdad mengabarkan kepeda kami, ia berkata, Ali bin Al Ja’di menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami, dari Daud bin Farahij, dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jibril terus menerus menasihatiku (agar berbuat baik) dengan tetangga. Sehingga aku menduga bahwa tetangga akan mewarisinya.” 285 [1:2]. Shahih Ibnu Hibban 513: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, Sulaiman bin Harb menceritakan kepada kami, dari Hamad bin Salamah, dari Abu Imran Al Jauni, dari Abdullah bin Ash-Shamit, dari Abu Dzar, ia bericata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kamu memasak sayur, maka perbanyaklah kuah sayurnya. Karena sesungguh yang demikian itu dapat mencukupi untuk keluarga dan tetangga. ” 286 [1:67] Shahih Ibnu Hibban 514: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma’syar mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Basyar, Muhammad menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Abu Imran, dari Abdullah bin Ash-Shamit, dari Abu Dzar, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jika kamu membuat sayur, maka perbanyaklah kuahnya, kemudian tengoklah keluarga tetanggamu, lalu sendokkanlah sayur itu untuk mereka dengan takaran yang pantas." 287 [1:67] Shahih Ibnu Hibban 515: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Rumh menceritakan kepada kami, ia berkata, Al-Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dari Malik bin Anas, dari Az-Zuhri, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh janganlah salah seorang dari kalian melarang tetangganya untuk menyandarkan kayu di tembok rumahnya.”288 Ibnu Rumh berkata: Aku mendengar Al-Laits berkata: “Riwayat ini adalah riwayat kami yang pertama sekaligus yang terakhir dari Malik” Abu Hatim berkata, “Ucapan Al-Laits di atas itu menunjukkan bahwa Hadits yang Qurad289 riwayatkan, dari Al-Laits, dari Malik, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, tentang Qishah Al Mamalik, menjadi Hadits yang batil, yang tidak mempunyai dasar sama sekali. [2:3] Shahih Ibnu Hibban 516: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir, janganlah menyakiti tetangganya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir, maka muliakanlah tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir, maka berkatalah yang baik atau diamlah”290 [2:2] Shahih Ibnu Hibban 517: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, ia berkata, Al-Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, ia berkata. Ibrahim bin Nasyith Al Wa’lani menceritakan kepada kami, dan Ka’ab bin Alqamah291, dari Dukhain Abu Al Haitsam, sekretaris Uqbah bin Amir, ia berkata: Aku berkata kepada Uqbah bin Amir Sesungguhnya kami mempunyai tetangga yang selalu meminum khamar, dan aku memanggil pihak berwajib agar menangkap mereka Uqbah berkata, “Celakalah kamu, jangan kamu lakukan itu Nasihatilah dan takut-takutilah mereka.” Dukhain berkata, Sungguh, aku telah melarangnya, namun mereka tidak juga berhenti, dan sungguh aku akan memanggil pihak berwajib agar menangkap mereka.” Uqbah berkata, “Celakalah kamu, jangan kamu lakukan itu. Sungguh, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menutupi aib/aurat seorang mukmin, maka seakan-akan ia telah menghidupkan kembali anak perempuan yang telah dikuburnya hidup-hidup.” 292 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 518: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, Abdullah bin Al Mubarak mengabarkan kepada kami, Haywah bin Syuraih mengabarkan kepada kami, dari Syurahbil bin Syarik, dari Abu Abdurrahman Al Hubuli, dari Abdullah bin Amru, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kawan di sisi Allah adalah sebaik-baik mereka terhadap kawannya. Dan sebaik-baiknya tetangga di sisi Allah SWT adalah sebaik-baik mereka terhadap tetangganya“293 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 519: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Hasyim bin Al Qasim menceritakan kepada kami, Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, Haywah bin Syuraih menceritakan kepada kami, dari Syurahbil bin Syarik, dari Abu Abdurrahman Al Hubuli, dari Abdullah bin Amru, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kawan di sisi Allah SWT adalah sebaik-baiknya mereka terhadap kawannya. Dan sebaik-baiknya tetangga di sisi Allah SWT adalah sebaik-baiknya mereka terhadap tetangganya” 294 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 520: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abu Sa’id Al Asyji menceritakan kepada kami, Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: Seseorang datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia mengadukan kepada beliau prihal tetangganya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda sebanyak tiga kali, “Sabarlah.” Lalu beliau bersabda yang keempat kalinya- atau yang ketiga kalinya-, “Lemparkanah perabotan rumahmu di jalan." Lalu orang tadi melakukannya. Abu Hurairah berkata: Kemudian orang-orang lewat di rumahnya dan berkata, “Apa yang kamu lakukan?” lalu salah seorang dari mereka berkata: Tetangganya telah menyakitinya. Kemudian orang-orang berkata: “Mudah-mudahan Allah SWT melaknatnya.” Lalu tetangganya itu datang dan berkata, Kembalikanlah perabotan rumahmu, demi Allah SWT, aku tidak akan menyakitimu lagi selamanya.” 295 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 521: Bakar bin Ahmad bin Sa’id Ath-Thahi Al Abid di Bashrah mengabarkan kepada kami, Nashr bin Ali bin Nashr menceritakan kepada kami, ayahku mengabarkan kepada kami, dari Syu’bah, dari Quwwah bin Khalid, dari Qurrah bin Musa Al Hujaimiy, [dari Salim bin Jabir Al Hujaimi] 296, ia berkata: Aku datang menjumpai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau saat itu sedang memakai kainnya, dan rumbai kainnya berada di atas kedua mata kakinya. Lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Nasihatilah aku! Beliau bersabda, “Tetaplah dalam ketakwaan kepada Allah SWT, dan sungguh janganlah sedikitpun kamu meremehkan perbuatan baik, sekalipun (itu berupa) kamu mengosongkan timbamu (untuk kamu isikan) pada wadah untuk di minum. Dan (saat) kamu berbicara kepada saudaramu, (tunjukkanlah) dengan menampakkan wajah yang berseri-seri. Dan takutlah kamu terhadap mengulurkan kain (hingga menyentuh tanah), karena sesungguhnya hal itu merupakan kecongkakan, dan Allah SWT tidak menyukai kecongkakan. Dan jika ada seseorang yang memakimu dengan sesuatu yang ia ketahui pada (keburukan) dirimu, maka janganlah kamu (balas) memakinya dengan sesuatu yang kamu ketahui dari (keburukan) dirinya, tinggalkanlah itu, dan akibatnya biarlah ia yang menanggungnya, sedangkan pahalanya kamu yang akan mendapatkannya, dan sungguh janganlah kamu mencela sesuatu.” Ia lalu berkata, Mulai hari itu, aku tidak pernah lagi mencela binatang maupun mencela manusia.” 297 Abu Hatim RA berkata: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Tetaplah dalam ketakwaan kepada Allah SWT.” Adalah perintah yang wajib atas semua orang berupa ketakwaan kepada Allah SWT di semua keadaan. Adapun mengosongkan timba untuk diisikan pada wadah untuk diminum orang, dan menampakkan wajah yang berseri-seri saat berbicara dengan seseorang, adalah dua perbuatan yang perintahnya dimaksudkan sebagai kesunahan dan petunjuk untuk memperoleh pahala.” [1:9] Shahih Ibnu Hibban 522: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, ia berkata: Salam bin Miskin mengabarkan kepada kami, dari Aqil bin Thalhah, ia berkata: Ahmad Abu Juray Al Hujaimy menceritakan kepadaku, ia berkata: Aku datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu berkata: Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya kami berasal dari penduduk desa, maka ajarkan kami sesuatu yang dapat bermanfaat bagi kami di sisi Allah SWT Beliau kemudian bersabda, “Sungguh janganlah sedikitpun kamu meremehkan perbuatan baik, sekalipun (itu berupa) kamu mengosongkan timbamu (untuk kamu isikan) pada wadah untuk di minum. Dan (saat) kamu berbicara kepada saudaramu, (tunjukkanlah) dengan menampakkan wajah yang berseri-seri. Dan takutlah kamu terhadap mengulurkan kain (hingga menyentuh tanah), karena sesungguhnya hal itu merupakan kecongkakan, dan Allah SWT tidak menyukai kecongkakan. Dan jika ada seseorang yang memakimu dengan sesuatu yang ia ketahui pada (keburukan) dirimu, maka janganlah kamu (balas) memakinya dengan sesuatu yang kamu ketahui dari (keburukan) dirinya. Maka sesungguhnya pahalanya kamu yang mendapatkannya, dan akibatnya atas orang yang mengatakan (memaki) mu.” 298 Abu Hatim berkata: Perintah meninggalkan meremehkan perbuatan baik adalah perintah yang dimaksudkan sebagai petunjuk (irsyaad). Dan larangan mengulurkan kain adalah larangan yang telah diketahui sebabnya, yaitu suatu bentuk kecongkakan. Saat kecongkakan tidak ada, maka tidak ada pula keburukan dari perbuatan mengulurkan kain299. Dan larangan dari memaki, apabila seseorang dicaci maki, maka pada saat itu juga ia dilarang untuk balas memaki. [2:17] Shahih Ibnu Hibban 523: Muhammad bin Ya’qub Al Khathib di Al Ahwaz mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdul Malik bin Haudzah bin Khalifah menceritakan kepada kami, ia berkata, Usman bin Umar menceritakan kepada kami, ia berkata, Shalih bin Rustum menceritakan kepada kami, dari Abu Imran Al Jauni, dari Abdullah bin Ash-Shamit, dari Abu Dzar, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, janganlah kamu meremehkan perbuatan baik, sekalipun itu berupa menampakkan wajah berseri-seri saat bertemu dengan saudaramu Apabila kamu membuat sayur, maka perbanyaklah kuah sayurnya, dan sendokkanlah sebagiannya kepada tetanggamu. ”300 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 524: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dari Harmalah bin Imran At-Tujaibi, bahwa Sa’id bin Abu Sa’id Al Maqburi301 menceritakannya dari ayahnya, dari Abdullah bin Amru bin Al Ash, bahwa Mu’adz bin Jabal hendak melakukan perjalanan, maka ia berkata, “Wahai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, nasihatilah aku.” Beliau bersabda, “Sembahlah Allah SWT dan janganlah sedikitpun kamu menyekutukan-Nya.” Mu’adz berkata, “Wahai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkanlah.” Beliau bersabda, “Apabila kamu melakukan dosa, maka (segera iringi) dengan perbuatan baik.” Mu’adz berkata: Wahai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tambahkanlah. Beliau bersabda, “Istiqamahlah dan perbagus akhlakmu.”[3:66] Shahih Ibnu Hibban 525: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Qudaid Ubaidillah bin Fadhalah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazaq menceritakan kepada kami, dari Ma’mar, dari Manshur, dari Abu Wa'il, dari Abdullah, ia berkata: Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kapankan aku dapat dikatakan orang yang baik? Beliau menjawab, “Apabila tetanggamu berkata: “Kamu orang baik”, maka kamu adalah orang baik. Dan apabila mereka berkata: “Sesungguhnya kamu orang yang jahat ” maka kamu adalah orang jahat”302 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 526: Bakar bin Muhammad bin Abdul Wahab Al Qazzazi di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazaq menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Manshur, dari Abu Wa'il, dari Abdullah, ia berkata, Seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Bagaimanakah (caranya agar) aku dapat mengetahui apakah aku berbuat baik ataukah berbuat jahat?” Beliau menjawab, “Apabila kamu mendengar tetanggamu berkata: “Sungguh kamu telah berbuat kebaikan, ” maka berarti kamu telah berbuat kebaikan. Dan apabila kamu mendengar mereka berkata: “Sungguh kamu telah berbuat jahat, ” maka berarti kamu telah berbuat jahat.” 303 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 527: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Al ‘Ala', dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Maukah kalian aku beritahukan tentang orang yang terbaik di antara yang terburuk dari kalian?”Seseorang menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang kebaikannya (selalu) di nanti (di harapkan) dan (orang lain) aman dari keburukannya. Adapun seburuk-buruk kalian adalah orang yang kebaikannya tidak diharapkan dan (orang lain) tidak aman dari keburukannya”304 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 528: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkala, Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Al Ala’, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri di tengah orang- orang yang sedang duduk, beliau lalu bersabda, “Maukah kalian aku beritahukan tentang orang yang terbaik diantara yang terburuk dari kalian?” Abu Hurairah berkata: Orang-orang terdiam. Hingga beliau mengatakannya tiga kali. Kemudian seseorang menjawab, Tentu, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beritahukan kami tentang orang yang terbaik di antara yang terburuk dari kami. Beliau bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang kebaikannya (selalu) dinanti (diharapkan) dan (orang lain) aman dari keburukannya. Adapun kalian adalah orang yang kebaikannya tidak diharapkan dan (orang- orang) tidak aman dari keburukannya” 305 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 529: Muhammad bin Nashr bin Naufal di Marwa, di desa Sanaj, mengabarkan kepada kami, Abu Daud As-Sanaji menceritakan kepada kami, An-Nadhr bin Muhammad menceritakan kepada kami, Ikrimah bin Amar menceritakan kepada kami, Abu Zamil menceritakan kepada kami, dari Malik bin Martsad, dari ayahnya, dari Abu Dzar, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Senyummu di hadapan saudaramu merupakan sedekah untukmu. Ajakanmu untuk berbuat kebaikan dan laranganmu untuk berbuat kemunkaran merupakan sedekah untukmu. Petunjukmu bagi orang yang tersesat di jalan merupakan sedekah untukmu. Menuntunmu bagi orang yang tidak melihat merupakan sedekah untukmu. Menyingkarkan batu, duri, dan tulang dari jalan merupakan sedekah untukmu. Dan mengosongkan timba untuk diisikan pada wadah air saudaramu merupakan sedekah untukmu.” 306 Shahih Ibnu Hibban 530: Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan di Ar-Riqqah, Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah, dan segolongan ulama mengabarkan kepada kami, mereka berkata, Ibrahim bin Hisyam Al Ghassani menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, dari Urwah bin Ruwaim Al-Lakhmi, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapayang menjadi mediator bagi saudara muslimnya kepada orang yang mempunyai kekuasaan di dalam menyampaikan kebaikan, atau memudahkan kesulitan, maka Allah SWT akan membalasnya berupa (kemudahan) saat melewati Shirath ketika kakinya tergelincir. ”307 Lafazh Hadits milik Ibnu Qutaibah: seperti inilah yang dikatakan syaikh. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 531: Bakar bin Muhammad bin Abdul Wahab Al Qazzazi Abu Amru mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abdah Adh-Dhabbi menceritakan kepada kami, Umar bin Ali Al Muqaddami menceritakan kepada kami, Ats-Tsauri menceritakan kepada kami dari Ibnu Abu Burdah, dari ayahnya308, dari Abu Musa, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku didatangi lalu ditanya, dan aku dimintakan (memenuhi) kebutuhan (hajat) sedangkan kalian berada di sisiku. Mintalah sya’faat maka kalian akan dibalas. Dan Allah SWT memutuskan apa yang Ia cintai atau apa yang Ia kehendaki melalui lisan nabi-Nya” 309 Syaikh berkata: Ibnu Abu Burdah yang di maksud pada Hadits ini adalah Ibnu Ibni Abu Burdah (cucunya Abu Burdah). Abu Hatim berkata: Ibnu Abu Burdah adalah Buraid bin Abdullah bin Abu Burdah bin Abu Musa Al Asy’ari. [1: 67]. Shahih Ibnu Hibban 532: Abdullah bin Ahmad bin Musa di Askar Mukram mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ma’mar menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ashim menceritakan kepada kami, dari Ibnu Juraij, ia berkata, Abu Az-Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata, Seseorang dari kami pernah tersengat kalajengking saat kami sedang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka seseorang bertanya, Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah aku boleh mengobati (meruqyah) nya?. Beliau lalu menjawab: “Barangsiapa di antara kalian yang mampu memberikan manfaat kepada saudaranya, maka lakukanlah” 310 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 533: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkala Al Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkala: Laits menceritakan kepada kami, dari Uqail, dari Az-Zuhri, dari Salim, dan ayahnya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak boleh menzhaliminya dan tidak boleh merendahkan/menghinakannya. Barangsiapa yang membantu memenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah SWT akan memenuhi kebutuhannya. Barangsiapa yang melepaskan kesusahan seorang muslim, maka Allah SWT akan melepaskan kesusahan-kesusahannya pada hari kiamat. Dan barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah SWT akan menutup aibnya pada hari kiamat.”311[1:2] Shahih Ibnu Hibban 534: Muhammad bin Shalih bin Dzarih di Ukbara mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdul A’la bin Hammad menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Wasi’ dan Abu Saurah, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapayang menutupi aib saudara muslimnya, maka Allah SWT akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Dan barangsiapa yang melepaskan kesusahan seorang muslim, maka Allah SWT akan melepaskan kesusahan-kesusahannya pada hari kiamat. Dan Allah SWT senantiasa menolong hamba-Nya selama seorang hamba juga menolong saudaranya.” 312 [1: 2] Shahih Ibnu Hibban 535: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Umar Al Ju’fiy menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrahim bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata, Telah diturunkan ayat, “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling”, pada peristiwa Ibnu Ummi Maktum. Aisyah berkata, Ibnu Ummi Maktum datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, berilah aku petunjuk.” Aisyah berkata: dan saat itu di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terdapat seseorang dari pemuka Musyrikin, yang membuat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berpaling dari Ibnu Ummu Maktum, dan menoleh kepada yang lain. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai apakah menurutmu aku mengatakan sesuatu yang buruk.” Orang itu lalu berkata, ‘Tidak.” Kemudian turunlah ayat, “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling.” 313 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 536: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Sumayy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ketika seorang sedang berjalan di sebuah jalan, tiba-tiba ia menemukan ranting berduri dan ia (pun) menyingkirkannya. Maka Allah berterima kasih kepadanya kemudian memberikan ampunan untuknya. ” 314 Abu Hatim berkata: Allah Jalla wa ‘Alaa‘ lebih cepat di dalam mensyukuri hamba-Nya. Karena la adalah Al Mubdi’u (Yang Maha Memulai) dengan perbuatan baik terhadap mereka. Dan yang memberikan keutamaan kepada mereka. Dan Ridha Allah SWT terhadap perbuatan baik seorang hamba merupakan bentuk Syukur Allah SWT. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 537: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Sumay, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ketika seseorang sedang berjalan di sebuah jalan, tiba- tiba ia menemukan ranting berduri dan ia (pun) menyingkirkannya. Maka Allah SWT berterima kasih kepadanya kemudian memberikan ampunan untuknya.”315 [3:6] Shahih Ibnu Hibban 538: Abdurrahman bin Ziyad Al Kattani di Ubullah mengabarkan kepada kami, Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabah menceritakan kepada kami, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada seseorang dari sebelum kalian dihisab, lalu tidak ditemui darinya suatu kebaikan kecuali kebaikan berupa menyingkirkan ranting berduri yang terdapat di jalan, yang dapat melukai manusia, kemudian (sebab kebaikan itu) orang tersebut diampuni.”316 [3.6]. Shahih Ibnu Hibban 539: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Bahru bin Nashr menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab mengabarkan kepada kami, Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku, bahwa Darraj Abu As- Samah menceritakannya dari Ibnu Hujairah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seseorang menyingkirkan ranting berduri di jalan yang dilalui manusia, akan diampuni dosanya, baik dosanya yang telah lalu maupun dosanya yang akan datang. ” 317 [3:6] Shahih Ibnu Hibban 540: Ismail bin Daud bin Wardan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Isa bin Hamad menceritakan kepada kami, ia berkata, Al- Laits mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Ajian, dari Zaid bin Aslam, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah; dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Seseorang yang tidak pernah berbuat kebaikan sama sekali, menyingkirkan ranting berduri dari jalan, adakalanya berasal dari pohon lalu ia mematahkannya dan membuangnya, dan adakalanya berada di suatu tempat lalu ia menyingkirkannya, maka Allah SWT berterima kasih kepadanya kemudian memasukkannya ke dalam surga.” 318 Abu Hatim berkata, “Makna sabda Nabi SAW: “tidak pernah berbuat kebaikan sama sekali: Maksudnya adalah selain keislaman.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 541: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata319, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ menceritakan kepada kami, dari Aban bin Sham’ah, dari Abu Al Wazi’, dari Abu Barzah, ia berkata, aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang bermanfaat bagiku?” Beliau menjawab, "Jauhkanlah bahaya dari jalan kaum muslim.”321 Abu Hatim RA berkata, “Aban bin Sham’ah adalah ayah Utbah Al Gbulami . Dan Abu Al Wazi’ namanya adalah Jabir bin Amru. Abu Barzah namanya adalah Nadhlah bin Ubaid.” Shahih Ibnu Hibban 542: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Yunus mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dari Mahmud bin Ar Rabi’, bahwa Suraqah bin Ju’syum bertanya: wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, unta yang tersesat turun ke telagaku, maka apakah ada pahalanya jika aku memberikan minum kepadanya? Beliau menjawab, “Berilah ia minum. Maka sesungguhnya pada setiap makhluk yang mempunyai hati yang kehausan pasti ada pahalanya”322 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 543: Ismail bin Daud bin Wardan di Fusthath mengabarkan kepada kami, ia berkata, Isa bin Hamad menceritakan kepada kami, ia berkata, Al-Laits menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ajian, dari Al Qa’qa’i bin Hakim dan Zaid bin Aslam, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah S A W, beliau bersabda, “Seseorang (pernah) mendekati suatu sumur, lalu ia minum dari air sumur itu. (ternyata) di atas sumur terdapat seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya (karena kehausan). Orang itu merasa iba lalu melepas salah satu sepatunya dan menyendokkan air kepada anjing. Kemudian anjing itu meminumnya. Allah SWT berterima kasih kepadanya dan memasukkannya ke dalam surga.”323 [1:2]. Shahih Ibnu Hibban 544: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha'i di Manbija, dan Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, keduanya berkata, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Sumayya, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ketika seseorang berjalan di sebuah jalan, tiba-tiba ia merasa sangat haus, lalu ia menemukan sebuah sumur dan ia pun turun menuju sumur tersebut kemudian minum. Setelah itu ia keluar. Namun tiba-tiba ada seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya sambil menjilat-jilat tanah karena sangat haus. Orang itu berkata: Anjing itu pasti sangat haus, sama seperti yang kualami tadi. Orang itu kemudian turun lagi ke dalam sumur, lalu mengisi air ke dalam sepatu, kemudian membawanya ke atas dengan cara menggigitnya. Setelah itu dia memberikannya kepada anjing tadi. Allah SWT lalu berterima kasih kepadanya dan ia diampuni dosanya.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya kami memiliki beberapa hewan ternak, apakah terdapat pahala bila berbuat baik kepadanya? Beliau menjawab, "Pada setiap makhluk yang mempunyai hati terdapat pahala.” 324 [3:6] Shahih Ibnu Hibban 545: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Al Madini menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Yazid bin Jabir menceritakan kepadaku, ia berkata, Rabi’ah bin Yazid menceritakan kepadaku, ia berkata, Abu Kabsyah As-Saluli menceritakan kepadaku, bahwa ia mendengar Sahal bin Al Hanzhaliyah, bahwa Uyainah dan Al Aqra’ bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang sesuatu hal. Lalu beliau memerintahkan Mu’awiyah untuk mencatat dengan sesuatu itu untuk keduanya. Mu’awiyah pun mengenakannya. Dan (setelah selesai) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menstempelnya dan memerintahkannya untuk menyerahkan kepada keduanya (Uyainah dan Al Aqra’). Adapun Uyainah; la bertanya: Apa isinya? Mu’awiyah menjawab: Sesuatu yang kamu di perintahkan untuk menjalankannya, la lalu menerimanya dan mengikatkannya pada surbannya. Adapun Al Aqra’ ; Ia berkata: Aku membawa sebuah lembaran yang aku sendiri tidak tahu, apakah isinya seperti Shahifah Al Mutalammis ? 325 Lalu Mua’wiyah memberitahu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan ucapan keduanya (Uyainah dan Al Aqra’). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu keluar untuk hajatnya. Kemudian di awal siang beliau melewati seekor unta yang diikat di pintu masjid, lalu pada akhir siang beliau melewati unta tersebut masih dalam keadaan semula. Beliau bertanya, “Di mana pemilik unta ini ?” Orang-orang lalu mencarinya namun tidak menemukannya.” Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Takutlah kamu kepada Allah SWT terhadap perkara hewan-hewan ini. Tunggangilah hewan-hewan yang sehat. Makanlah daging unta yang gemuk. Seperti orang yang memiliki unta ini. Sesungguhnya ia adalah orang yang selalu menuntut segala sesuatu padahal di sisinya terdapat sesuatu yang mencukupkannya. Maka sesungguhnya ia hanya memperbanyak bahan bakar neraka jahannam." Mu’awiyah berkata: Wahai Rasulullah SAW: Apakah yang dapat mencukupinya itu? Beliau menjawab: Perkara yang di dapatnya pada pagi hari dan sore hari.”326 Abu Hatim berkata, “Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Perkara yang di dapatnya pada pagi hari dan sore hari”; Maksudnya adalah waktu yang terus menerus. Dan pada sabda Nabi SAW: “Tunggangilah hewan-hewan yang sehat.” Seperti dalil bahwa unta yang kurus dan lemah tidak boleh ditunggangi dulu hingga ia sehat. Dan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Makanlah daging unta yang gemuk ” Dalil bahwa unta yang kurus, yang tidak mempunyai daging atau lemak maka disunahkan untuk tidak di sembelih dulu hingga ia gemuk. [2:49] Shahih Ibnu Hibban 546: Ali bin Ahmad Al Juijani di Halab mengabarkan kepada kami, Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, Abdul A’la menceritakan kepada kami, Ubaidillah bin Umar menceritakan kepada kami, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada seorang wanita yang disiksa karena kucing yang ia ikat. Kucing itu tidak ia kasih makan dan ia tidak meninggalkan seekor serangga tanah pun untuk di makannya (hingga kucing tersebut mati)”327 Ali bin Muhammad mengabarkannya kepada kami, Nashr bin Ali menceritakan kepada kami, Abdul A’la menceritakan kepada kami, Ubaidillah menceritakan kepada kami, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dengan matan yang sama. 328 [1:2]. Shahih Ibnu Hibban 547: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Al Mundzir Al Hizami menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’an bin Isa menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Al Auza’i, dari Az-Zuhri dari Urwah, dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala mencintai sikap lemah lembut dalam semua urusan [perkara] ”329 Abu Hatim RA berkata, “Malik tidak meriwayatkan dari Al Auza’i kecuali hadits ini saja. Dan Al Auza’i meriwayatkan hadits dari Malik sejumlah empat hadits. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 548: Muhammad bin Al Husain bin Mukram mengabarkan kepada kami di Bashrah, ia berkata, Amru bin Ali bin Bahr menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Said menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Tamim bin salamah, dari Abdurrahman bin Hilal, dari Jarir, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang susah bersikap lemah lembut, niscaya akan terhalangi dari semua kebaikan.” 330 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 549: Abdullah bin Ahmad bin Musa di Askar Mukram mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ismail bin Hafash Al Ubulli menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Iyasy menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Allah SWT Maha Lembut, mencintai kelembutan. Dia menganugerahkan dengan kelembutan apa yang tidak dapat dianugerahkan dengan kebengisan.”331 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 550: Imran bin Musa mengabarkan kepada kita, ia berkata: Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syarik menceritakan kepada kami, dari Al Miqdam bin Syuraih, dari Ayahnya, dari Aisyah, ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sering berada di tila’ (tanah tinggi dan tanah rendah; kata berlawanan) dan bersabda kepadaku, “Sesungguhnya kelembutan tidak akan menyertai sesuatu kecuali akan memperindahnya. Dan tidaklah dilepaskan dari sesuatu kecuali akan memperburuknya."332 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 551: Ibrahim bin Abu Umayyah di Tharsus mengabarkan kepada kami, ia berkata, Nuh bin habib Al Badzasyi Al Qaumisi menceritakan kepada kami, ia berkata Abdurrazaq menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Anas, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidaklah kelembutan itu akan menyertai sesuatu kecuali akan memperindahnya. Dan tidaklah perbuatan keji itu menyertai sesuatu kecuali akan memperburuknya.”333 [1:89] Shahih Ibnu Hibban 552: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ia berkata, Haywah menceritakan kepadaku, dari Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm, dari Amrah, dari Aisyah, bahwa Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT Maha lembut, mencintai kelembutan. Dia menganugerahkan dengan kelembutan apa yang tidak dapat dianugerahkan dengan kebengisan dan apa yang tidak dapat diraih dengan sikap lainnya.”334 [3:68]. Shahih Ibnu Hibban 553: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Imran menceritakan kepadaku, dari Abdurrahman bin Syimasah, ia berkata, Aku datang kepada Aisyah dan menanyakan sesuatu kepadanya. Maka ia berkata: aku mendengar Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa tentang hal ini di rumahku, “Ya Allah siapapun yang memegang kekuasaan dari urusan umatku, lalu ia bersikap keras kepada mereka, maka keraskan juga (urusan) dia. Dan siapapun yang memegang kekuasaan dari (urusan) umatku, lalu ia bersikap lembut kepada mereka, maka lembutkan juga (urusan) dia” 335 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 554: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, Abdullah menceritakan kepada kami, dari Haywah bin Syuraih, dari Salim bin Ghailan, bahwa Al Walid bin Qais bercerita kepadanya, dari Abu Said Al Khudri, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang yang mukmin, dan janganlah ada orang yang memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa.” 336 [1:63]. Shahih Ibnu Hibban 555: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia bekata, Muhammad bin Ash-Shabbah Ad-Dulabi menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Mubarak menceritakan kepada kami, dari Haiwah bin Syuraih, dari Salim bin Ghailan, dari Al Walid bin Qais338, dari Abu Said Al Khudri, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kamu berteman kecuali dengan orang yang mukmin, dan janganlah ada orang yang memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa. ” 339 [2:23] Shahih Ibnu Hibban 556: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkala, Syaiban bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sulaiman bin Al Mughirah menceritakan kepada kami, ia berkata, Humaid bin Hilal menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Ash-Shamit, dari Abu Dzar, bahwa ia berkata, “Wahai Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam, seseorang mencintai suatu kaum (orang-orang shalih), akan tetapi ia tidak mampu melakukan amal seperti amal mereka?” Beliau menjawab, “Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu akan bersama dengan orang yang kamu cintai” Ia berkata, “Sesungguhnya aku mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya.” Beliau bersabda, "Wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu akan bersama dengan orang yang kamu cintai.“340 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 557: Al Fadhl bin Al Hubbab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad menceritakan kepada kami, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Syaqiq, dari Abu Musa, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya, “Wahai Rasululah, bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang mencintai suatu kaum akan tetapi ia belum bertemu dengan mereka?“ Beliau menjawab, "Seseorang itu akan bersama dengan orang yang dicintainya.” 341 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 558: Muhammad Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Usamah menceritakan kepada kami, dari Buraid bin Abdullah, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, ia berkata, “Aku bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu pada saat beliau tinggal di Ji’ranah342 yang terletak antara Mekkah dan Madinah. Beliau ditemani oleh Bilal. Ketika itu seorang Arab Badui datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Muhammad, apakah kamu melaksanakan apa yang telah kamu janjikan padaku?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Bergembiralah.” Lelaki itu berkata, “Kamu sudah berapa kali meminta supaya aku bergembira.” Abu Musa berkata, “Dengan nada marah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang kepada Abu Musa dan Bilal lalu bersabda, “Orang itu menolak kegembiraan, kamu berdua saja yang (mau) menerimanya.” Keduanya berkata, “Wahai Rasulullah, kami menerimanya.” Abu Musa berkata: Lalu beliau meminta wadah yang berisi air, 343 kemudian bersabda, “Kalian berdua, minumlah air ini dan basuhlah muka dan tenggorokan kamu.” Keduanya melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Tiba-tiba Ummu Salamah berkata kepada mereka dari balik tabir, “Simpanlah sedikit air itu di wadah untuk ibu kamu,” Maka mereka pun menyimpannya untuk ibu mereka.” 344 [5:9] Shahih Ibnu Hibban 559: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata, Amru bin Utsman menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Al Mubarak di Darb Ar-Rum menceritakan kepada kami, dari Khalid Al Hadzdza', dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Keberkahan itu bersama dengan para orang tua (ulama) kalian”345 Abu Hatim RA berkata, “Ibnu Al Mubarak tidak menceritakan Hadits ini di Khurasan, melainkan di Darb Ar-Rum. Maka berarti ia mendengarnya dari penduduk Syam. Dan Hadits ini di dalam kitab- kitab Ibnu Mubarak bukan Hadits marfu’ [1:2] Shahih Ibnu Hibban 560: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata, aku mendengar Haywah bin Syuraih berkata, Salim bin Ghailan mengabarkan kepadaku, bahwa Al Walid bin Qais At-Tujaibi menceritakan kepadanya, bahwa ia mendengar Abu Sa’id Al Khudri, bahwa ia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian bergaul kecuali dengan orang mukmin, dan janganlah kamu berikan makananmu kecuali kepada orang yang bertaqwa”346 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 561: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Al ‘Ala' bin Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Usamah menceritakan kepada kami, dari Buraid, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Perumpamaan teman yang shalih dan teman yang jahat adalah seperti penjual minyak misik dan pandai besi. Maka penjual minyak misik bisa jadi kamu membeli (minyak) darinya, dan (bila tidak) bisa jadi kamu mendapatkan bau harumnya. Dan adapun pandai besi, bisa jadi pakaianmu terbakar, dan (bila tidak) bisa jadi kamu mendapatkan bau yang tidak enak (darinya).”347 Abu Hatim RA berkata, “Di dalam Hadits ini terdapat dalil bolehnya membuat kiasan (persamaan) pada masalah agama.“ Shahih Ibnu Hibban 562: Al Husain bin Muhammad Abu Ma’syar di Harran mengabarkan kepada kami, dia berkata, Abdurrahman bin Amru Al Bajali menceritakan kepada kami, dia berkata, Zuhair bin Muawiyah menceritakan kepada kami, dari Ashim bin Abu An-Najud, dari Zirr bin Hubaisy, dari Shafwan bin Asal Al-Muradi, bahwa seseorang mendatangi Nabi S A W, kemudian berteriak kepada Beliau, “Ya Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam -dengan suara lantang- maka kami berkata, “Celaka kamu, Rendahkanlah suaramu! Karena kamu telah dilarang dari hal seperti itu. Dia berkata, “Tidak, demi Allah SWT hingga aku dapat memperdengarkannya (kepada Rasulullah SAW), maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di hadapan orang tersebut, “Kemari,” kemudian ia bertanya, “Bagaimanakah pendapat engkau terhadap seseorang yang mencintai suatu kaum sedangkan ia tidak (sempat) berjumpa dengan mereka?” Nabi bersabda, "Orang yang demikian akan bersama orang yang ia cintai”348 Sabda beliau shallallahu 'alaihi wa sallam “Ha'um", dengan kata tersebut Rasulullah bermaksud mengangkat suara beliau di atas suara orang Arab tersebut, agar orang tadi tidak berdosa dengan mengangkat suaranya di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Demikianlah yang dikatakanlah oleh penulis. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 563: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Abbas bin Al Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, dia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Anas beliau berkata, seseorang berkata kepada Rasul, “Ya Rasulullah, kapankah hari kiamat akan datang?”, beliau menjawab, “Apa yang kamu persiapkan untuk (menghadapi)nya?” Orang tersebut berkata, “Aku mencintai Allah dan Rasulnya,” maka beliau bersabda, “Engkau bersama orang yang engkau cintai.”349 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 564: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Hudbah bin Khalid, ia berkata, telah mengabarkan kepada kami Al Mubarak bin Fadhalah, ia berkata, aku telah mendengar Al Hasan dari Anas bin Malik, bahwa seseorang berkata, “Ya Nabiyyallah, kapankah hari kiamat akan datang?” beliau menjawab, “Kiamat itu pasti akan terjadi, lalu apa yang engkau persiapkan untuk (menghadapi) nya ?” orang tersebut menjawab, “Aku tidak mempersiapkan banyak amal melainkan hanya mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya,” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya engkau akan bersama orang yang engkau cintai, dan engkau akan mendapatkan apa yang telah engkau usahakan”350 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 565: Al Husain bin Sufyan Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami, Abdul A’la bin Hamad dan Hudbah bin Khalid telah menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas, bahwa seseorang berkata, “Ya Rasulullah, kapankah hari kiamat akan datang?” -sedang waktu itu shalat akan segera dilaksanakan, maka ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah selesai menunaikan shalatnya beliau bersabda, “Di manakah orang yang tadi bertanya tentang hari kiamat?" orang tadi menjawab, “Aku ya Rasulullah”, beliau bersabda, “Sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang, lalu apakah yang telah engkau persiapkan untuk (menghadapi) nya ?” orang tadi menjawab, “Aku tidak menyiapkan amal yang besar, hanya saja aku mencintai Allah dan Rasul-Nya,” maka kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Engkau akan bersama orang yang engkau cintai" Perawi berkata, “Dan di sisinya ada seorang laki-laki dari golongan Anshar yang bernama Muhammad, maka beliau bersabda, “Apabia orang ini hidup, maka dia tidak akan sampai tua renta sehingga datang sa’ah (kematian) kalian.”351 Hudbah menambahkan, Anas berkata, “Maka kami (pun) mencintai AJJah dan Rasul-Nya.” Abu Hatim Berkata, “Khabar ini termasuk lafazh-lafazh yang dipakai untuk menta’yin (menentukan) khithab, yang maksudnya adalah tahdzir (memperingatkan), hal ini karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ingin memperingatkan manusia dari menyandarkan dirinya kepada dunia, dengan memberi tahu kepada mereka tentang sesuatu yang kekal untuk mereka, yang akan mereka hadapi yaitu dekatnya hari kiamat. Shahih Ibnu Hibban 566: Al Hushain bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata, Sa’ad bin Yazid Al Farra’ Abui Hasan menceritakan kepada kami, ia berkata, Mubarak bin Fudhalah menceritakan kepada kami, ia berkata, Tsabit menceritakan kepada kami dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah dua orang saling mencintai karena Allah, melainkan yang paling utama dari keduanya adalah yang paling besar cintanya kepada saudaranya.352[1:2] Shahih Ibnu Hibban 567: Al Fadhl bin Al Hubbab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Al Hatsim bin Al Jahm menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepadaku, dari Ashim dari Zirr dari Abdullah berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, “Barangsiapa yang menipu kami maka ia bukanlah golongan kami, makar dan penipuan tempatnya di dalam neraka.” 353 [00:00] Shahih Ibnu Hibban 568: Abdullah bin Muhammad Al Azdi, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Muawiyah bin Hisyam mengabarkan kepada kami, dia berkata, Ammar bin Ruzaiq menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Isa354 bin Abdurrahman bin Abu Laila, dari Ikrimah, dari Yahya bin Ya’mar, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, “Barangsiapa yang berbuat kejelekan355 terhadap seorang budak dalam keluarganya maka dia bukan dari golonganku, dan barangsiapa yang merusak seorang wanita orang lain (suami orang lain) maka ia bukan termasuk golonganku.^ 356 [00:00] Shahih Ibnu Hibban 569: Ahmad bin Ali bin Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Azraq bin Ali Abu Al Jahm menceritakan kepada kami, ia berkata, Hasan bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Zuhair bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Ubaidillah bin Umar dan Musa bin Uqbah, dari Nafi’ ia berkata, “Aku mendengar Ibnu Umar berkata, “Ketika aku sedang duduk bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datanglah seseorang kemudian memberi salam kepada beliau kemudian orang tadi berlalu dari beliau. Maka aku bertanya, “Ya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya aku benar-benar mencintai orang ini karena Allah,” maka beliau bertanya, “Apakah engkau pernah memberi tahu hal ini kepadanya ?” aku menjawab, “Belum,” maka beliau bersabda, “Beritahulah hal ini kepada saudaramu!” dia (Ibnu Umar) berkata, “Maka aku menyusul orang tersebut dan mendapatkannya, kemudian aku memegang pundaknya dan memberi salam kepadanya, dan aku katakan, “Demi Allah sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah,” dia menjawab: “Demi Allah aku (juga) mencintaimu karena Allah,” aku berkata, “Kalau saja bukan karena Nabi yang memerintahkan kepadaku untuk menyampaikan hal ini kepadamu maka aku tidak akan mengatakannya.” 357 Penulis berkata, “Al Azraq bin Ali bersendiri dalam periwayatan hadits ini.” Shahih Ibnu Hibban 570: Muhammad bin Abdullah bin Abdussalam Makbul mengabarkan kepada kami di Beirut, ia berkata, Yazid bin Sinan menceritakan kepada kami, dia berkata, Yahya bin Al-Qatthan menceritakan kepada kami, dia berkata, T saur bin Yazid menceritakan kepada kami, dari Hubaib bin Ubaid dari Al Miqdam bin Ma’di Karib, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian mencintai saudaranya hendaklah ia mengatakannya ' Shahih Ibnu Hibban 571: Muhammad bin Abdurrahman Ad-Daghuli mengabarkan kepada kami secara tertulis, ia berkata, Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam menceritakan kepada kami, ia berkata, Ali bin Al Husain bin Waqid menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata, Tsabit menceritakan kepadaku, dari Anas bin Malik ia berkata, “Aku sedang duduk bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang laki-laki, kemudian seseorang dari suatu kaum berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mencintai orang ini,” Beliau bertanya, "Apakah engkau telah mengabarkan hal itu kepadanya?” orang itu menjawab, “Belum,” Beliau bersabda, "Beritahulah kepadanya”maka orang tadi menuju kepada orang yang dicintainya dan berkata, “Demi Allah sesungguhnya aku mencintaimu,” orang yang dicintai tersebut menjawab, “Semoga kamu dicintai oleh Dzat yang kamu mencintaiku karenaNya.” 359 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 572: Al Haitsam bin Khalaf Ad-Dauri mengabarkan kepada kami di Baghdad, ia berkata, Abdul A’la bin Hammad menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Abu Rafi’, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Bahwa seorang laki-laki mengunjungi saudaranya di tempat lain, maka Allah mengutus malaikat menuju perjalanan orang tersebut, maka tatkala malaikat tadi sampai pada orang tersebut, ia bertanya: “Ke mana kamu akan pergi?” orang tersebut menjawab, “Aku akan mengunjungi saudaraku di desa ini,” maka malaikat tadi bertanya kembali, “Apakah ia mempunyai suatu nikmat yang kamu ingin menjaganya?”, orang tadi menjawab: “Tidak, aku (mengunjunginya) hanya karena aku mencintainya karena Allah,” malaikat tadi berkata, “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, sesungguhnya Allah Jalla Wa ‘Ala telah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena-Nya.” 360 Shahih Ibnu Hibban 573: Ahmad bin Ah bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Shalih Al Azdi menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami, dari Umarah bin Al Qa’qa’ dari Abu Zur’ah, dari Abu Hmrairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesungguhnya ada hamba-hamba Allah yang mereka itu bukan para nabi, namun para nabi dan para syuhada iri terhadap mereka”. Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah mereka?, semoga kami mencintai mereka,” beliau menjawab, “Mereka adalah satu kaum yang saling mencintai karena nur Allah, bukan karena hubungan keturunan juga bukan karena nasab, wajah- wajah mereka merupakan cahaya di atas mimbar-mimbar cahaya, mereka tidak merasa takut ketika manusia merasa takut, dan mereka tidak merasa sedih ketika manusia merasa sedih." kemudian beliau membaca firman Allah SWT, “Ketahuilah, sesungguhnya kekasih Allah itu tidak ada ketakutan pada mereka, juga tidak bersedih hati: (Qs. Yuunus [10]: 62) 361 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 574: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Abdullah bin Abdurrahman bin Ma’mar, dan Abu Al Hubbab, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, “Allah Tabarak wa Ta’ala berfirman, ‘Di manakah orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku?, pada han ini Aku menaungi mereka dalam naungan-Ku, dimana tidak ada naungan selain naungan-Ku’.” 362 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 575: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Abu Hazim bin Dinar, dari Abu Idris Al Khaulani, bahwasanya ia berkata, ketika aku memasuki masjid Damaskus di sana ada seorang pemuda Barraq Ats-Tsanaya dan orang-orang bersamanya, mereka sedang berselisih dalam satu permasalahan, orang-orang menyandarkan permasalahan tersebut kepadanya, dan mereka mengedepankan pendapatnya, maka aku bertanya tentang pemuda tadi, kemudian seseorang menjawab, “Dia adalah Muadz bin Jabal,” keesokan harinya ketika aku berjalan (menuju masjid) aku mendapatkan ia telah mendahuluiku berada di dalam masjid sedang melakukan shalat,” maka aku menunggunya hingga selesai shalat, kemudian aku mendatanginya dari arah depan, aku mengucapkan salam kepadanya dan aku berkata kepadanya, “Demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah,” maka dia menjawab, “(Karena) Allah?”, aku menjawab: “Ya, karena Allah,” kemudian ia memegang kain selendangku dan menarikku seraya berkata: “Berbahagialah kamu, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Kecintaanku wajib diberikan kepada orang-orang yang saling mencintai dan saling mengunjungi karena-Ku”. Abu Hatim RA berkata, Abu Idris Al Khaulani namanya adalah A’idzullah bin Abdullah, dia merupakan pembesar ahli qira’ah dari Syam pada zamannya, dia juga yang mengingkari penyerangan Mu’awiyah terhadap Ali bin Abu Thalib ketika dikatakan kepadanya, siapakah kamu sehingga kamu membunuh Ali dan menentang kekuasaannya, padahal kamu tidak sebanding dengannya, kamu bukan suami Fatimah, bukan ayah dari Hasan dan Husain, dan bukan pula anak paman nabi S A W, sehingga Mu’awiyah ingin mengoyak hati- hati para ahli qira’ah penduduk Syam, ia berkata kepadanya (Al Khaulani), “Aku hanya ingin menuntut darah Utsman,” ia menjawab, “Bukan Ali yang harus kamu perangi”, ia berkata, “Namun ia tidak mau memerangi untuk menuntaskan masalah tersebut,” ia berkata, “Bersabarlah, aku akan mendatanginya dan mengabarkan tentang keadaan ini,” Maka ia mendatangi Ali dan mengucapkan salam kepadanya, kemudian berkata kepadanya, “Siapakah yang membunuh Utsman?” ia menjawab, “Allah yang mematikannya dan aku bersamanya,” yakni: aku juga akan mati bersamanya. Dan ada yang mengatakan, “Allah menginginkan kematiannya dan aku adalah orang yang memeranginya,” maka ia mengumpulkan kumpulan para ahli qira’ah Syam dan menganjurkan kepada mereka untuk berperang.” [1:2] Shahih Ibnu Hibban 576: Al Husain bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Yazid bin Shalih Al Yasykuri menceritakan kepada kami, Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Abu Rafi’ dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Bahwa seorang laki-laki mengunjungi saudaranya di tempat lain, maka Allah mengutus malaikat menuju perjalanan orang tersebut, maka tatkala malaikat tadi sampai pada orang tersebut, ia bertanya, “Ke mana kamu akan pergi?” orang tersebut menjawab, “Aku akan mengunjungi saudaraku di desa ini,” maka malaikat tadi bertanya kembali, “Apakah ia mempunyai suatu nikmat yang kamu ingin menjaganya?” orang tadi menjawab, ‘Tidak, aku (mengunjunginya) hanya karena aku mencintainya karena Allah,” malaikat tadi berkata, “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, sesungguhnya Allah Wa telah mencintaimu sebagaimana kamu mencintai saudaramu karena-Nya.” 364 [3:6] Shahih Ibnu Hibban 577: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Makhalad bin Abu Zumail menceritakan kepada kami, Abui Malih Ar-Raqi menceritakan kepada kami, dari Hubaib bin Abu Marzuq, dari Atha’ bin Abu Rabah, dari Abu Muslim Al Khaulani, berkata, aku berkata kepada Muadz bin Jabal, “Demi Allah, sesungguhnya aku mencintaimu bukan karena dunia yang aku harap untuk mendapatkannya darimu dan bukan karena kedekatan antara diriku dan dirimu,” maka ia bertanya, “Lalu atas dasar apa kamu mencintaiku?” aku menjawab, “Aku mencintaimu karena Allah,” maka ia menarik selendangku, kemudian berkata, “Berbahagialah jika memang kamu benar, karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang-orang yang saling mencintai karena Allah berada di bawah naungan Arsy pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, para nabi dan para syuhada iri terhadap kedudukan mereka.” (perawi) berkata, “Kemudian aku keluar, lalu mendatangi Ubadah bin Ash-Shamit dan aku menyampaikan kepadanya mengenai hadits dari Mu’adz, maka Ubadah bin Ash-Shamit berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dengan hadits qudsi, “Allah SWT berfirman, ‘Kecintaanku berhak diberikan kepada orang-orang yang saling mencintai karena- Ku, orang-orang yang saling menasihati karena-Ku, orang-orang yang saling mengunjungi karena-Ku, orang-orang yang saling memberi karena-Ku, dan mereka berada di atas mimbar-mimbar dari cahaya, para nabi dan orang-orang yang jujur iri dengan kedudukan mereka.365Abu Hatim berkata, “Abu Muslim Al Khaulani adalah Abdullah bin Tsuwab, seorang tabi’in dari Yaman, termasuk pembesar tabi'in, Al Ansi366 pernah bertanya kepadanya, "Apakah kamu bersaksi bahwa aku adalah utusan Allah?”, ia menjawab, “Tidak”, ia (Al Ansi) bertanya kembali, “Apakah kamu bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah?”, ia menjawab, “Ya”, maka ia menyuruh untuk membuat api yang besar, maka api itupun dinyalakan dan menakut- nakutinya bahwa ia akan dilempar ke dalamnya apabila ia tidak mengikuti apa yang ia inginkan, namun ia (Al Khaulani) tetap enggan untuk menuruti apa yang Al Ansi inginkan, maka Al Ansi melemparnya kc dalam api yang telah dinyalakan tersebut (namun api tersebut tidak melukainya), maka api pun semakin membesar. Kemudian Al Ansi memerintahkan untuk mengeluarkannya dari Yaman, maka ia keluar menuju Madinah, lalu bertemu dengan Umar bin Khaththab, ia (Umar) bertanya kepadanya dari mana ia datang, maka ia pun memberitahunya. Maka dia pun bertanya, “Apa yang terjadi dengan seorang pemuda yang dibakar?” ia menjawab, “la tidak terbakar.” Maka umar berfirasat bahwa orang yang dibakar tersebut adalah dirinya (Al Khaulani), kemudian berkata, “Aku bersumpah demi Allah, bahwa kamu adalah Abu Muslim?”, ia menjawab, “Ya”, maka Umar mengajaknya untuk bertemu dengan Abu Bakar, dan menceritakan kisah Al Khaulani, maka iapun senang dengan kisah tersebut, dan Abu Bakar berkata: “Segala puji bagi Allah, Dzat yang telah memperlihatkan kepada umat ini, seseorang yang dibakar namun ia tidak terbakar, sebagaimana Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam.” 367 Dikatakan bahwa ia mempunyai seorang istri cantik, kemudian budaknya merusak wajahnya, maka Al Khaulani berdo’a, “Ya Allah, butakanlah orang yang telah merusak wajah istriku.” Maka ketika ia sedang makan malam bersama suaminya, ia berkata, “Lampu padam”, suaminya berkata, “Tidak,” maka ia berkata, “Aku telah buta, aku tidak bisa melihat sesuatupun,” maka iapun diberi tahu tentang do’a Abu Muslim atasnya, maka ia berkata, “Aku telah melakukan hal itu terhadap istrimu, aku telah menipunya, namun aku telah bertaubat, maka berdo’alah kepada Allah SWT agar Dia mengembalikan penglihatanku,” maka iapun berdo’a kepada Allah SWT, “Ya Allah SWT, kembalikanlah penglihatannya,” maka Allah SWT pun mengembalikan penglihatannya. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 578: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishak bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Affan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas bin Malik, “Seseorang menghadap nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Di manakah ayahku?', beliau menjawab, “Ia berada di neraka”. Maka tatkala ia akan pulang beliau memanggilnya, kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya ayahmu dan ayahku berada di neraka.” 368 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 579: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdul Jabbar bin Al Ala’ menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Buraid bin Abdullah, dari kakeknya, dari Abu Musa, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan teman yang baik seperti penjual minyak wangi, apabila kamu tidak mendapatkannya, kamu akan mendapatkan wanginya, dan perumpamaan teman yang jelek seperti tukang besi, apabila dia tidak membakarmu dengan percikan apinya, kamu akan mendapatkan baunya”369 Shahih Ibnu Hibban 580: Al Husain bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Wahb bin Baqiyah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid mengabarkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Ishaq, dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah dua orang saling berbisik tanpa (orang) yang keliga”370 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 581: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Haudhi menceritakan kepada kami, ia berkata, dari Syu’bah, dari Abdullah bin Dinar, ia berkata, aku duduk bersama seseorang di sisi Ibnu Umar, kemudian datang seseorang mengajak berbisik kepadanya (orang yang duduk bersamaku), maka ia (Ibnu Umar) berkata kepada keduanya: “Berhentilah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, “Janganlah dua orang saling berbicara tanpa (melibatkan) yang lainnya.”371 [2:86] Shahih Ibnu Hibban 582: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Abdullah bin Dinar, ia berkata, “Aku dan Abdullah bin Umar berada di tempat Khalid bin Uqbah yang berada di pasar, kemudian datanglah seseorang yang akan berbisik-bisik dengannya, dan tidak ada seorangpun bersama Abdullah bin Umar selain aku dan orang yang mengajaknya berbisik-bisik, maka Abdullah bin Umar memanggil seseorang sehingga kami berjumlah empat orang, kemudian beliau berkata kepadaku dan kepada orang yang beliau panggil: “Berhentilah, karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah dua orang saling berbisik- bisik tanpa (melibatkan) orang yang ketiga.”372 Shahih Ibnu Hibban 583: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir mengabarkan kepada kami, dari Manshur, dari Abu Wa'il, dari Abdullah (Ibnu Mas’ud), dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, “Apabila kalian tiga orang, maka janganlah dua orang saling berbisik tanpa (melibatkan) teman keduanya (orang ketiga), sehingga berkumpul dengan orang-orang, karena hal itu akan membuat ia merasa sedih.” 373 [2: 43] Shahih Ibnu Hibban 584: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, ia berkata, Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dan Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah dua orang saling berbisik tanpa (melibatkan) teman keduanya, karena hal yang demikian akan membuatnya merasa sedih.” Abu Shalih berkata, “Kemudian aku tanyakan kepada Ibnu Umar, “Bagaimana kalau ada empat orang? , beliau menjawab, “Tidak mengapa” 374 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 585: Ibnu Muslim mengabarkan kepada kami, ia berkata Harmalah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ia berkata, Umar bin Al Hants mengabarkan kepadaku, dari Darraj, dari Abu Al Hatsim, dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Majlis itu ada tiga: Salim (majlis yang diam), Ghanim (majlis yang menyeru kepada kebaikan) dan Syajib (majlis yang menyeru kepada kejelekan).” 375 [3:66]. Shahih Ibnu Hibban 586: Ahmad bin Al Husain Al Jarradi di Maushil mengabarkan kepada kami melalui perantara, dia berkata: Ishaq bin Zuraiq Ar- Ras’ani menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Khalid Ash-Shan’ani menceritakan kepada kami, dia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Ubaidullah bin Umar, dari Nafi’, dari Ibnu Umar berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seseorang mengusir orang lain dari tempat duduknya sehingga ia duduk di tempat orang yang ia usir, akan tetapi (hendaklah) mereka saling meluangkan dan saling bergeser.” 376 [2:3] Shahih Ibnu Hibban 587: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, ia berkata, Laits bin Sa’id menceritakan kepada kami, dari Nafi’, dari Ibnu Umar berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Janganlah salah seorang dari kalian membangunkan seseorang dari majlisnya, kemudian ia duduk di tempat tersebut’.” 377 [2: 3] Shahih Ibnu Hibban 588: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Al Ja’di menceritakan kepada kami, ia berkata, Zuhair bin Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang berdiri (pergi) dari majlisnya, kemudian ia kembali lagi, maka dia lebih berhak dengan tempat duduknya”378 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 589: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Salam bin Junadah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ menceritakan kepada kami, dari Isra’il, dari Simak, dari Jabir bin Samurah, ia berkata, “Aku masuk ke (kamar) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka aku melihat beliau bersandar di atas bantal di sebelah kirinya.” 379 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 590: Abu Umarah Ahmad bin Umarah Al Hafizh di Karaj mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Isham bin Abdul Majid menceritakan kepada kami, ia berkata, Muammal in Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, ia berkata, Suhail menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam satu majlis, kemudian mereka berpisah tanpa menyebut (nama) Allah dan shalawat atas nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, melainkan mereka akan mendapatkan kesedihan pada hari kiamat” 380 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 591: Hajib bin Arkin Al Farghani381 mengabarkan kepada kami di Damaskus, ia berkata, Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, "Tidaklah suatu kaum duduk di suatu tempat, mereka tidak menyebut (nama) Allah SWT di dalamnya, dan tidak bershalawat atas Nabi-Nya, melainkan mereka akan mendapatkan penyesalan pada hari kiamat, walaupun mereka masuk surga untuk mendapatkan balasan”382 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 592: Hajib bin Arkin Al Farghani mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Mahdi menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, “Tidaklah suatu kaum duduk di suatu tempat, mereka tidak menyebut (nama) Allah SWT di dalamnya, dan tidak bershalawat atas nabi-Nya, melainkan mereka akan mendapatkan kesedihan pada hari kiamat, walaupun mereka masuk surga.” 383 [22:76] Shahih Ibnu Hibban 593: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku, bahwa Sa’id bin Abu Hilal menceritakan kepadanya, bahwa Sa’id bin Abu Sa’id Al Maqburi menceritakan kepadanya, dari Abdullah bin Amru bahwasanya ia berkata, “Suatu kalimat yang tidaklah seseorang mengucapkannya ketika ia berdiri dari majlis laghwi (sendau gurau) ataupun batil sebanyak tiga kali, melainkan kalimat tadi akan mengapus kesalahan-kesalahannya, dan tidaklah ia mengucapkannya setelah majlis kebaikan dan majlis dzikir, melainkan majlis tersebut tadi akan ditutup dengan kalimat-kalimat tersebut atas orang tersebut, sebagaimana selembar kertas ditutup dengan cap; (kalimat tersebut yaitu) Subhanakkallahumma wa bihamdika, La Ilaha illa Anta, Astaghfiruka wa Atubu Ilaik (Maha suci Engkau ya Allah dan dengan memuji-Mu, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu dan bertaubat kepada-Mu). 384 Al Amru berkata, “Abdurrahman bin Abu Amru385 menceritakan kepadaku dengan cerita seperti itu, dari Al Maqburi, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. 386 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 594: Al Mufadhdhal bin Muhammad bin Ibrahim Al Janadi387 mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Ziyad Al-Lahji menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Qurrah menceritakan kepada kami, dari Ibnu Juraih, dari Musa bin Uqbah, dari Suhail bin Abu Shalih, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah, dari nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau bersabda, “Barangsiapa duduk di suatu majlis yang di dalamnya terdapat senda gurau, kemudian ia berdo’a sebelum berdiri; Subhanakallahumma Rabbana bihamdika, La Ilaha illa Anta, Astaghfiruka wa atubu ilaik (Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan kami, dan dengan memuji-Mu, tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun dan bertaubat kepada-Mu), kecuali akan diampuni apa-apa yang terjadi dalam majlis tersebut.”388 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 595: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Amir menceritakan kepada kami, dari Zuhair bin Muhammad, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jauhilah oleh kalian duduk di jalan-jalan.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kami tidak bisa meninggalkan tempat duduk kami (di jalan) itu dimana kami berbincang-bincang di sana.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kamu sekalian enggan untuk tidak duduk di sana maka penuhilah hak jalan itu.” Para sahabat bertanya, “Apakah hak jalan itu wahai Rasulullah SAW?” Beliau menjawab, “Yaitu menjaga pandangan, menjaga prilaku menyakiti (orang lain), menjawab salam, serta menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran.” 389 [2:6] Shahih Ibnu Hibban 596: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdullah bin Bazi’ menceritakan kepada kami, ia berkata, Bisyr bin Al Mufadhdhal menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ishaq menceritakan kepada kami, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kalian duduk di pinggir jalan-jalan. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sungguh kami tidak mampu meninggalkan jalan itu. Beliau bersabda, “Bila kalian tidak mampu meninggalkannya, maka penuhilah hak-haknya.” Mereka bertanya, “Apakah hak-hak jalan itu wahai Rasulullah SAW? Beliau menjawab, “Menjawab salam, mendoakan (menjawab dengan doa) orang yang bersin jika ia memuji Allah SWT (mengucap alhamdulillah), dan memberikan petunjuk jalan” 390 [2:41] Shahih Ibnu Hibban 597: An-Nadhr bin Muhammad bin Al Mubarak mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Usman Al Ijli menceritakan kepada kami, Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami, dari Isra'il, dari Abu Ishaq, dari Al Barra’, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam suatu ketika lewat di majlis kaum Anshar, lalu beliau bersabda, “Jika kalian enggan meninggalkan tempat duduk kalian di (jalanan) ini, maka berilah petunjuk jalan (bagi orang yang tersesat), jawablah salam, dan bantulah orang yang minta tolong” 391 [1:67] Shahih Ibnu Hibban 598: Muhammad bin Ishaq bin Sa’id As-Sa’adi mengabarkan kepada kami, Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dari Abu Dzi'bi, dari Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah itu suka pada bersin dan benci pada menguap. Apabila salah seorang dari kalian menguap, maka ia harus menahannya sekuat tenaga, dan janganlah berkata “Haah” Sebab jika mengucapkan itu maka syetan tertawa. Dan apabila salah seorang dari kalian bersin, lalu ia mengucap "Alhamdulillah ", maka orang yang mendengarnya wajib mengucapkan “Yarhamukallaahu. ” 392 Aku tidak mendengar dari Muhammad bin Ishaq kata "fahaqqun” Seperti yang Dikatakan Asy-Syaikh. [1:104]. Shahih Ibnu Hibban 599: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Adam menceritakan kepada kami, ia berkata, Isra’il menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Hilal bin Yasaf, ia berkata, Kami pernah bersama Salim bin Ubaid di suatu peperangan. Lalu.ada seseorang dari kaum yang bersin kemudian berucap, “Assalamu ‘alaikum ”. Salim menjawab, "Assalaamu Alaika wa ‘ala ummika." Kemudian orang tersebut tersinggung, Salim berkata, “Sepertinya kamu tersinggung?” Kemudian ia berkata, “Aku tidak suka jika kamu menyebut ibuku dengan kebaikan atau juga dengan kejelekan.” Salim berkata, “Kami pernah bersama-sama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di suatu perjalanan, lalu ada seseorang yang bersin dan mengucap, “Assalaamu Alaikum”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu menjawab, “Alaika wa ala ummika,” jika salah sorang dari kalian bersin, hendaknya ia mengucap, Alhamdulillah ‘ala kulli haal" Atau mengucap, “Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin” Dan orang yang mendengarnya hendaknya mengucapkan, “Yarhamukallaah." Kemudian orang yang bersin hendaknya membalasnya dengan berucap, “Yaghfirullaahu lakum.”393 [1: 104] Shahih Ibnu Hibban 600: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mua’dz bin Mu’adz dan Jarir bin Abdul Hamid menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Sulaiman At-Taimi menceritakan kepada kami, ia berkata, Anas bin Malik menceritakan kepada kami, ia berkata, Ada dua orang yang bersin di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian beliau mendoakan salah seorang darinya dan tidak mendoakan yang lain. Beliau bersabda, "Sesungguhnya orang ini memuji kepada Allah (membaca Alhamdulillah saat bersin), sedangkan orang yang ini tidak memuji kepada Allah SWT (tidak membaca Alhamdulillah saat bersin). 394 [4:19] Shahih Ibnu Hibban 601: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Adi menceritakan kepada kami, ia berkata, Sulaiman At-Taimi menceritakan kepada kami; dari Anas bin Malik, ia berkata, Ada dua orang yang bersin di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian beliau mendoakan salah seorang darinya - Atau ia berkata, kemudian beliau mendoakan kepada salah satunya- dan tidak mendoakan yang lain. Lalu beliau ditanya, “Ada dua orang yang bersin, tapi mengapa engkau hanya mendoakan satu orang saja di antara mereka berdua?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya orang ini memuji kepada Allah SWT (membaca Alhamdulillah saat bersin), sedangkan orang yang ini (yang lainnya) tidak memuji kepada Allah SWT (membaca Alhamdulillah saat bersin)”395 [5: 8] Shahih Ibnu Hibban 602: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, ia berkata, Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, dari Abdurrahman bin Ishaq, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata, Ada dua orang yang duduk di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, salah seorang darinya lebih mulia. Kemudian orang yang mulia itu bersin dan tidak memuji kepada Allah SWT (membaca Alhamdulillah saat bersin). Dan orang yang lainnya bersin lalu memuji kepada Allah SWT (membaca Alhamdulillah saat bersin). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian mendoakannya. (Orang yang mulia tadi, yang bersin namun tidak didoakan oleh Nabi SAW) bertanya, “Wahai Rasulullah, aku tadi (juga) bersin namun engkau tidak mendoakanku, sedangkan ia bersin dan engkau mendoakannya?’ Beliau menjawab, “Sesungguhnya ia telah ingat kepada Allah SWT, maka aku pun ingat kepadanya. Sedangkan kamu lupa (mengingat Allah SWT), maka aku pun lupa (mendoakan) kamu.,/i>”396 [5: 8] Shahih Ibnu Hibban 603: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, ia berkata, Ikrimah bin Ammar menceritakan kepada kami, ia berkata, Iyas bin Salamah bin Al Akwa’ menceritakan kepadaku, ia berkata, ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata, aku sedang duduk di sisi Nabi, tiba-tiba ada seseorang yang bersin. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berdoa, “Yarhamukallaah.” Kemudian ia bersin lagi. Beliau lalu bersabda, ‘‘Orang itu terkena penyakit influenza."397 Shahih Ibnu Hibban 604: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hibban menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Dzi'bi mengabarkan kepada kami, dari Sa’id bin Khalid Al Qarizhi, dari Ismail bin Abdurrahman bin Abu Dzu’aib, dari Atha' bin Yasar, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menemui para sahabat yang sedang duduk-duduk di suatu majlis. Beliau lalu bersabda, “Maukah kalian aku beritahukan tentang manusia yang paling utama kedudukannya?” Kami menjawab, “Mau wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bersabda, “Seseorang yang menunggang kudanya untuk berjihad di jalan Allah SWT hingga ia terbunuh. Maukah kalian aku beritahukan kedudukan yang di bawahnya?" Kami menjawab, “Mau wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bersabda, "Seseorang yang menyendiri di suatu tempat, ia mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menjauhi kejahatan orang-orang. Maukah kalian aku beritahukan tentang seburuk-buruknya manusia?" Kami menjawab, “Iya wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bersabda, “Yaitu seseorang yang tidak mau memberi bila di minta dengan nama Aliah SWT”398 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 605: AbdulIah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab mengabarkan kepada kami, Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku, bahwa Bukair menceritakannya dari Atha' bin Yasar, dari Ibnu Abbas, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Maukah kalian aku beritahukan tentang sebaik-baiknya manusia? Sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah seseorang yang memegang tali kekang kudanya untuk jihad fi sabilillah. Dan maukah kalian aku beritahukan orang yang di bawahnya? (yaitu) seseorang yang menyendiri di tempatnya, ia selalu melaksanakan hak-hak Allah SWT. Dan maukah kalian aku beritahukan tentang sejelek-jeleknya manusia? Yaitu seseorang yang tidak mau memberi bila diminta dengan nama Allah SWT.”399 [0:00] Shahih Ibnu Hibban 606: Hamid bin Muhammad bin Syu’aib Al Balkhi di Baghdad mengabarkan kepada kami, Manshur bin Abu Muzahim menceritakan kepada kami, Yahya bin Hamzah menceritakan kepada kami, dari Az- Zubaidi, dari Az-Zuhri, dari Atha’ bin Yazid Al-Laitsi, dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa seseorang datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, amalan apakah yang paling utama? Beliau menjawab, "Seseorang yang berjihad di jalan Allah SWT dengan harta dan dirinya.” Orang itu bertanya (lagi), Kemudian siapa lagi? Beliau menjawab, "Seorang mukmin yang berada di tempat yang jauh dari keramaian, (di dalamnya) ia selalu beribadah kepada Allah SWT dan menjauhi manusia dari keburukannya.” 400 Shahih Ibnu Hibban 607: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Manshur, dari Rib’i dari Abu Mas’ud, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di antara hal yang diketahui oleh umat manusia dari perkataan para nabi terdahulu adalah ucapan, ‘Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesukamu'.” 401 Al Qa’nabi tidak mendengar dari Syu’bah kecuali hadits ini saja. Inilah yang dikatakan oleh Asy-Syaikh. Shahih Ibnu Hibban 608: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Fadhl bin Musa mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Malu adalah sebagian dari iman, dan iman itu ada di dalam surga. Sedangkan tidak sopan (ucapan jorok) itu adalah perangai yang kasar, dan perangai yang kasar itu ada di dalam neraka.”402 Shahih Ibnu Hibban 609: Umur bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata; Abu Ar Rabi’ Sulaiman bin Daud telah menceritakan kepada kami, dari Hummad bin Zaid, ia berkata: Al-Laits bin Sa'ad telah menceritakan kepada kami, dari Khalid bin Yazid, dari Said bin Abi Hilal, dari Abu Sulamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Malu adalah sebagian dari iman, dan iman itu ada di dalam surga, Sedangkan tidak sopan (ucapan jorok) itu adalah perangai yang kasar, dan perangai yang kasar itu ada di dalam neraka.”403 Shahih Ibnu Hibban 610: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, Ibnu Abu As-Sari menceritakan kepada kami, Abdurazzaq menceritakan kepada kami, Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri dari Salim, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewati seorang laki-laki yang menasihati saudara laki-lakinya tentang masalah -sikap- malu, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Biarkanlah ia, karena sesungguhnya malu itu sebagian dari iman.”404 Abu Hatim berkata, “Kata da ’hu (biarkanlah ia) adalah kalimat larangan, yang dimaksudkan sebagai kalimat pembuka. Shahih Ibnu Hibban 611: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abu Bakr Al Muqaddami telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’adz bin Hisyam menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepadaku, dari Qatadah, dari Abu Ash- Shiddiq, dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seorang lelaki dari umat terdahulu membunuh sembilan puluh sembilan orang, kemudian ia mencari penduduk bumi yang paling alim, lalu ditunjukkan kepadanya seorang pendeta, kemudian ia pun mendatanginya dan mengatakan bahwa ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, apakah ada kesempatan baginya untuk bertobat? Sang pendeta menjawab, ‘Tidak ada. Seketika pendeta tersebut dibunuh hingga jumlah orang yang dibunuhnya genap seratus. Kemudian ia mencari lagi penduduk bumi yang paling alim, lalu ditunjukkan kepadanya salah seorang ulama, seraya ia menceritakan bahwa ia telah membunuh seratus orang, apakah ada kesempatan baginya untuk bertobat? Sang ulama menjawab, ‘Ya masih ada. ’ Dan siapakah yang dapat menghalanginya untuk bertobat? Pergilah kamu ke desa fulan dan desa fulan, karena di sana banyak orang-orang yang beribadah kepada Allah, maka beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka dan jangan kembali ke desamu, karena di sana tempat yang buruk. Orang tersebut berangkat. Ketika sampai di tengah jalan, kematian menjemputnya. Malaikat rahmat dengan Malaikat azab bertengkar mengenai orang itu Malaikat rahmat berkata, 'la telah datang bertobat kepada Allah dengan sepenuh hatinya,‘ Dan malaikat adzab berkata, dia belum berbuat kebaikan sama sekalL' Maka datanglah seorang malaikat yang menyerupai manusia, mereka menjadikannya sebagai penengah di antara mereka berdua. la berkata 'Ukur saja jarak antara dua desa, desa yang lebih dekat kepadanya, maka berarti ia bagian dari sana.’ Mereka mengukurnya dan mereka mendapatinya lebih dekat kepada desa yang penuh dengan kebaikan yang hendak ditujunya’ maka malaikat rahmat pun membawa orang tersebut.”405 [0:00] Shahih Ibnu Hibban 612: Ibnu Najiyah Abdul Hamid bin Muhammad bin Mustam mengabarkan kepada kami, Makhlad bin Yazid Al Harrani menceritakan kepada kami, Malik bin Mighwal menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Khaitsamah, dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, Dikatakan kepadanya, "Apakah kamu mendengar sabda Rasulullah SAW: Penyesalan adalah taubat?, la menjawab, “Ya.” 406 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 613: Muhammad bin Ishaq Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami, Mahfuzh bin Abu Tsaubah menceritakan kepada kami, Utsman bin ShaJih As-Sahami menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dari Yahya bin Ayyub, ia berkata, aku mendengar Hamid Ath-Thawil berkata: Akn berkata kepada Anas bin Malik, Apakah Rasulullah bersabda, “Penyesalan itu adalah taubat?”. Ia menjawab, “Ya” 407 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 614: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, Al Musayyab bin Wadhih mengabarkan kepada kami, Yusuf bin Asbath menceritakan kepada kami, dari Malik bin Mighwal, dari Manshur, dari Khaitsamah, dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Penyesalan itu adalah taubat.” 408 [ 1:2] Shahih Ibnu Hibban 615: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Basyar mengabarkan kepada kami, Ibnu Abu Adi mengabarkan kepada kami, dari Qatadah, dari Abu Ash-Shiddiq An-Naji. Dan Abu Sa'id Al Khudri, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada seorang lelaki dari bani Israil yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, kemudian ia keluar untuk bertanya, maka ia datang kepada seorang pendeta dan bertanya kepadanya, “Apakah ada kesempatan baginya untuk bertobat?” Sang pendeta menjawab, ‘Tidak ada, ' Seketika pendeta tersebut dibunuh hingga jumlah orang yang dibunuhnya genap seratus. Maka seorang laki-laki berkata kepadanya, “Pergilah kamu ke desa ini dan itu.” Kemudian kematian menjemputnya. Maka malaikat rahmat dengan malaikat azab bertengkar mengenai orang itu. Maka Allah SWT menurunkan wahyu atas hal ini, Mendekatlah kepadaku (jika lebih dekat), dan yang ini menjauhlah (jika lebih jauh), dan ternyata jarak orang ini dengan tempat yang akan di tuju lebih dekat satu jengkal, maka ia pun diampuni”409 [3: 6] Shahih Ibnu Hibban 616: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid di Busta mengabarkan kepada kami, Abdul Warits bin Abdullah menceritakan kepada kami, dari Abdullah, Sa'id bin Abu Ayyub Al Khuza'i mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Al Walid menceritakan kepada kami, dari Abu Sulaiman Al-Laitsi, dari Abu Sa'id Al Khudri, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Perumpamaan seorang mukmin dengan keimanan -yang dimilikinya- seperti seekor kuda dengan tali pengikatnya. ia akan lari —berputar-putar lalu kembali ke tempat tali pengikatnya. Sesungguhnya seorang mukmin akan lalai kemudian kembali kepada keimanannya. Maka berikanlah makanan kalian kepada orang-orang yang bertakwa dan sampaikanlah kebaikan kalian kepada orang-orang mukmin.”410 [3:28] Shahih Ibnu Hibban 617: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hudbah bin Khalid Al Qaisi menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammam bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, Qatadah menceritakan kepada kami. Dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah lebih senang dengan taubat salah seorang dari kalian yang menemukan untanya yang hilang di padang sahara.” [3:67] Shahih Ibnu Hibban 618: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Sinan Al Qaththan menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al A’masy menceritakan kepada kami, dari Ibrahim At-Taimi, dari Al Harits bin Suwaid, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT lebih senang dengan taubat salah seorang dari kalian yang berada di daerah padang pasir yang mencekam, ia bersama dengan tunggangannya yang membawa perbekalan, makanan dan kebutuhan lainnya, lalu hewan tunggangannya itu hilang, maka ia mencarinya hingga jika ia meneruskannya maka ia akan menghadapi kematian, ia berkata, "Aku akan kembali ke tempatku dan mati di sana, maka ia pun kembali ke tempatnya -pertama kali- ia tersesat, maka ia pun tertidur pulas, ketika ia bangun, tiba-tiba tunggangannya itu berada di sisinya dengan membawa perbekalan dan kebutuhannya, maka sesungguhnya Allah lebih senang dengan taubat salah seorang dari kalian daripada senangnya seorang laki-laki ini" 411 [3: 67] Shahih Ibnu Hibban 619: Muhammad bin Mahmud bin Adi di Nasa mengabarkan kepada kami, ia berkata, Humaid bin Zanjawaih menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Mushir menceritakan kepada kami, Sa'id bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami dari Rabi'ah bin Yazid, dari Abu Idris Al Khaulani, dari Abu Dzar, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Allah SWT, Dia berfirman: "Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku mengharamkan Kezhaliman atas diri-Ku, dan Aku juga mengharamkannya atas kalian, Maka janganlah kalian saling menzhalimi, wahai Hamba-Ku, sesungguhnya kalian melakukan kesalahan (dosa) pada waktu malam dan siang hari,dan Aku-lah yang akan mengampuni dosa dan tidak menghiraukannya.” Dia menyebutkan dengan hadits yang amat panjang. Dan pada akhir hadits ia mengatakan, “Abu Idris jika menceritakan hadits ini, dia duduk di atas kedua lututnya.” 412 [3: 68] Shahih Ibnu Hibban 620: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Yahya bin Zakariyya menceritakan kepada kami, dari Ibrahim bin Suwaid An-Nakha'i, Abdul Malik bin Abu Sulaiman menceritakan kepada kami, dari Atha’, ia berkata, “Aku dan Ubaid bin Umair datang kepada Aisyah, kemudian Aisyah berkata kepada Ubaid bin Umair, “Sungguh kamu telah bersikap baik dengan datang mengunjungi kami.’” Lalu Ubaid berkata, “Aku akan katakan wahai ibu sebagaimana orang dulu pemah katakan: “Jarang berkunjunglah, maka cinta akan bertambah.” Atha' berkata, Aisyah lalu berkata, "Tinggalkan kami dari bahasa asing kalian itu.” Ibnu Umair berkata, “Berilah kami Khabar tentang perkara yang paling menakjubkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Atha' berkata, “Aisyah terdiam, tidak lama kemudian berkata, ‘Pada suatu malam, beliau bersabda, ‘Wahai Aisyah, izinkanlah aku agar malam ini aku dapat beribadah kepada Tuhanku.” Aku (Aisyah) lalu berkata, Sesungguhnya aku lebih senang berada di dekatmu, dan aku sangat senang dapat membahagiakanmu," Ia (Aisyah) lalu berkata, “Kemudian beliau bangun dan bersuci, setelah itu melaksanakan ' shalat." Aisyah berkata, “Malam itu, beliau terus menerus menangis hingga pahanya basah, kemudian beliau terus menerus menangis hingga jenggotnya basah, kemudian beliau terus menerus menangis hingga tanah menjadi basah. Hingga kemudian Bilal mengumandangkan adzan. Ketika Bilal melihat beliau menangis, ia bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mengapa engkau menangis seperti itu padahal engkau adalah orang yang dosanya telah diampuni oleh Allah SWT baik dosa yang telah lalu maupun dosa yang akan datang?" Beliau menjawab, “(Jika aku meninggalkan tahajjud) aku Tidaklah menjadl hamba yang bersyukur. Sungguh telah turun satu ayat pada malam Int, yang menjadl celaka bagi orang yang membacanya namun tidak berfikir tentangnya. (Ayat Itu adalah), "Sesungguhnya dalam penclptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.“ (Qs. Aali ‘Imran [3]:190) 413 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 621: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Utsman bin Umar menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Dzi'b menceritakan kepada kami, dari Ajian maula Al Musyma’il, dari Abu Hurairah, ia berkata, “Mereka menyebutkan kegembiraan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian mereka menyebutkan tentang barang yang hilang (hewan yang hilang) yang ditemukan kembali oleh pemiliknya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah SWT lebih senang dengan taubat salah seorang dari kalian yang menemukan hewannya yang hilang dipadang sahara.”414 [3: 28] Shahih Ibnu Hibban 622: Umar bin Muhammad bin Yusuf mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabbah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammam menceritakan kepada kami, dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah, dari Abdurrahman bin Abu Amarah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Bahwa ada seseorang yang berbuat dosa, lalu ia berkata, ‘Wahai tuhanku, aku telah melakukan perbuatan dosa -atau ia mengatakan, aku telah melakukan suatu perbuatan- maka ampunilah aku. Maka Allah Tabaraka wa Ta 'ala berfirman, ‘Hamba-Ku telah melakukan dosa, dan ia tahu bahwa ia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosanya, maka Aku telah mengampuni dosanya. Kemudian orang itu berbuat dosa lagi - atau melakukan dosa yang lain- lalu ia berkata: ‘Wahai tuhanku, sesungguhnya aku telah melakukan perbuatan dosa, maka ampunilah aku.' Maka Allah Tabaraka wa Ta ’ala berfirman, “Hamba-Ku telah melakukan dosa, dan ia tahu bahwa ia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosanya, maka Aku telah mengampuni dosanya." Kemudian orang itu berbuat dosa lagi -atau melakukan dosa yang lain- lalu ia berkata, “Wahai tuhanku, sesungguhnya aku telah melakukan perbuatan dosa, maka ampunilah aku. Maka Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman, ‘Hamba-Ku telah melakukan dosa, dan ia tahu bahwa ia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosanya, maka Aku telah mengampuni dosanya. Aku bersaksi kepada kalian, sesungguhnya Aku telah mengampuni dosa hamba-Ku, maka biarkan ia berbuat sesukanya. ” 415 Shahih Ibnu Hibban 623: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad bin Musarhad, ia berkata, Abu Awanah menceritakan kepada kami, dari Utsman bin Al Mughirah, dari Ali bin Rabi’ah, dari Asma' bin Al Hakam Al Fazari, dari Ali, ia berkata, “Apabila aku mendengar dari Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam sebuah hadits, semoga Allah memberikan manfaat kepadaku jika Dia menghendakinya, sehingga Abu Bakar menceritakan kepadaku. Dan apabila sebagian sahabat menceritakan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepadaku, maka aku meminta sumpahnya, apabila ia berani bersumpah, maka ia jujur. Dan sesungguhnya Abu Bakar menceritakan kepadaku, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, "Tidaklah seorang hamba melakukan dosa, lalu ia berwudhu dan melakukan shalat dua rakaat, lalu beristighfar kepada Allah SWT atas dosa yang telah ia lakukan kecuali Allah SWT akan mengampuni dosanya. ”416 [00:00] Shahih Ibnu Hibban 624: Umar bin Sa’id bin Sinan di Manbaja dan Ibrahim bin Abu Umayyah di Tharsus mengabarkan kepada kami pada akhirnya, keduanya berkata, Hamid bin Yahya Al Balkhi menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami dari Wa'il bin Daud, dari anaknya Bakr bin Wa'il, dari Az-Zuhri, dari Urwah atau Said atau keduanya -Hamid ragu-ragu-, dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Wahai Aisyah, jika kamu melakukan perbuatan dosa, maka mohonlah ampun kepada Allah SWT dan bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya seorang hamba jika berbuat dosa kemudian memohon ampunan kepada Allah SWT, niscaya Allah SWT akan mengampuninya”417 Wa'il tidak meriwayatkan hadits dari bapaknya kecuali hanya tiga hadits saja, inilah yang dikatakan oleh Asy-Syaikh. Shahih Ibnu Hibban 625: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdul A’la bin Hamad menceritakan kepada kami, dari Hamad bin Salamah, dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah, dari Abdurrahman bin Abi Amrah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Allah Azza wa Jalia, Dia berfirman, “ Hamba-Ku telah melakukan dosa, lalu ia berkata, “Wahai Tuhanku, aku telah melakukan dosa, maka Allah SWT berfirman, “Hamba-Ku telah melakukan dosa, dan ia mengetahui bahwa Allah SWT Maha mengampuni atas dosa (hamba-Nya), kemudian ia melakukan dosa itu kembali. Lalu ia berkata, “Wahai Tuhanku, aku telah melakukan dosa, maka Allah SWT berfirman, “Hamba-Ku telah melakukan dosa, dan ia mengetahui bahwa Tuhannya Maha mengampuni atas dosa (hamba-Nya). Lakukanlah sesukamu, sesungguhnya Aku telah mengampuni dosamu.” 418 [1:2] Abu Hatim RA berkata, “Perkataan ‘lakukanlah sesukamu’ adalah bentuk ungkapan ancaman yang diikuti dengan janji (hukuman). Ungkapan ‘lakukanlah sesukamu’ yakni janganlah kamu berbuat maksiat. Sedangkan ungkapan, “Sesungguhnya Akui telah mengampuni dosamu” yakni, jika kamu bertaubat. Shahih Ibnu Hibban 626: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Utbah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Tsauban telah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Makhul, dari Usamah bin Salman, ia berkata, Abu Dzar menceritakan kepada kami, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah mengampuni -dosa -hamba-Nya selagi tidak masuk dalam Al Hijab”. Maka dikatakan, apa yang dimaksud dengan masuk dalam hijab Beliau menjawab, “Jiwa yang mati dalam keadaan musyrik [menyekutukan Allah].”410 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 627: Umar bin Muhammad mengabarkan kepada kami, Amr bin Utsman menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Ibnu Tsauban menceritakan kepada kami, dari Makhul dari Umar bin Nuaim, ia menceritakan kepada mereka dari Samah bin Salman, bahwa Abu Dzar menceritakan kepada mereka, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah mengampuni hamba-Nya selagi tidak masuk dalam hijab” Maka para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah apa yang dimaksud dengan masuk dalam Al Hijab. Beliau menjawab, “Jiwa yang mati dalam keadaan musyrik (menyekutukan Allah).420 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 628: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Al Ja’d menceritakan kepadaku, ia berkata, Ibnu Tsauban menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Makhul dari Jubair bin Nufair, dari Ibnu Umar, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta 'ala menerima taubat seorang hamba selagi dilakukan sebelum nyawanya berada ditenggorokan (dalam keadaan sekarat) ” 421 Shahih Ibnu Hibban 629: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harun bin Ma’ruf mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Raja’ mengabarkan kepada kami, dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, maka Allah akan menerima taubatnya.”422 Shahih Ibnu Hibban 630: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammam menceritakan kepada kami, ia berkata, Qatadah menceritakan kepada kami, bahwa Aun bin Abdullah dan Sa’id bin Abu Burdah menceritakan kepada kami, bahwa keduanya mendengar Abu Burdah, Umar bin Abdul Aziz bercerita dari ayahnya, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang muslim tidaklah mati melainkan Allah SWT akan memasukkan tempatnya di neraka untuk (diisi oleh) orang Yahudi dan Nashrani.” Abdul Aziz berkata: Lalu Umar bin Abdul Aziz meminta kepadanya, sumpah atas nama Allah SWT yang tidak ada tuhan melainkan-Nya sebanyak tiga kali, bahwa ayahnya bercerita dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian ia bersumpah. Sa’id tidak menceritakan kepadaku bahwa ia meminta sumpahnya dan ia tidak memungkiri atas Aun terhadap perkataannya.” 423 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 631: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, dari Hamad bin Salamah, dari Muhammad bin Wasi’, dari Syutair bin Nahar, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Berbaik sangka termasuk baiknya ibadah.” 424 Shahih Ibnu Hibban 632: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hudbah bin Khalid Al Qaisi menceritakan kepada kami, ia berkata, Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua orang yang dikeluarkan dari neraka, lalu mereka dihadapkan kepada Allah SWT, kemudian Allah SWT memerintahkan untuk memasukkan kembali keduanya ke dalam neraka. Lalu salah seorang darinya menoleh dan berkata, “Wahai Tuhan, bukanlah ini harapanku. Allah SWT bertanya, “(memangnya) apakah harapanmu itu?" Ia berkata, “Harapanku adalah tatkala Engkau mengeluarkanku dari neraka, Engkau tidak mengembalikanku ke sana. ” (mendengar pernyataan ini) Allah SWT berbelas kasih kepadanya dan memasukkannya ke dalam surga.”425 [00:00] Shahih Ibnu Hibban 633: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata, Usman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syababah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Al Ghaz menceritakan kepada kami, ia berkata, Hayyan Abu An- Nadhr menceritakan kepada kami, dari Watsilah bin Al Asqa’, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah Tabaaraka Wa Ta ’aala berfirman, ‘Aku selalu mengikuti persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Maka mendugalah terhadap-Ku apa saja yang ia kehendaki. "426 [3:68] Shahih Ibnu Hibban 634: Ishaq bin Ibrahim mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, ia berkata, Shadaqah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Al Ghaaz menceritakan kepada kami, ia berkata, Hayyan Abu An-Nadhr menceritakan kepadaku, ia berkata, aku mendengar Watsilah bin Al Asqa’ berkata, Ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dari Allah Jalla wa ‘Ala, Dia berfirman, “Aku selalu mengikuti persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Maka mendugalah terhadap-Ku apa saja yang ia mau. "427 [3:68] Shahih Ibnu Hibban 635: Muhammad bin Al Abbas Ad-Dimasyqi di Jurjan, dan Ishaq bin Ibrahim mengabarkan kepada kami, keduanya berkata, Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, ia berkata, Shadaqah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Al Ghaaz menceritakan kepada kami, Hayyan Abu An-Nadhr menceritakan kepada kami, ia berkata, aku mendengar Watsilah bin Al Asqa’ berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah jalla wa ‘ ala berfirman, “ Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Maka mendugalah terhadap-Ku apa saja yang ia mau.”428 [00:00] Shahih Ibnu Hibban 636: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Katsir Al Abdi menceritakan kepada kami, Sufyan Ats-Tsauri mengabarkan kepada kami, dari Al A’masy (dari Abu Sofyan) 429, dari Jabir, ia berkata, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tiga hari sebelum wafatnya, “Sungguh janganlah salah seorang di antara kalian mati kecuali ia berbaik sangka kepada Allah.”430 [1: 94] Shahih Ibnu Hibban 637: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kenada kami ia berkata. Ja’far bin Mihran As-Sabbak menceritakan kepada kami, ia berkata, Fudhail bin Iyadh menceritakan kepada kami, dari Sulaiman, dari Abu Sufyan, ia berkata: Aku mendengar Jabir berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tiga hari sebelum wafatnya, “Barangsiapa di antara kalian yang mampu untuk tidak mati kecuali mempunyai persangkaan baik terhadap Allah, maka hendaknya dia melakukannya.”431 [0: 00] Shahih Ibnu Hibban 638: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Sofyan, dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tiga hari sebelum wafatnya, “Sungguh janganlah salah seorang di antara kalian mati kecuali ia berbaik sangka kepada Allah jalla wa”432 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 639: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata, Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku -dan Ibnu Salm menyebutkan orang lain bersamanya- bahwa Abu Yunus menceritakan kepada mereka, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah Jalla wa‘Alaa berfirman, “Aku selalu mengikuti persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Apabila persangkaan itu baik, maka (kebaikan) itu untuknya. Dan apabila persangkaan itu buruk, maka (keburukan) itu juga untuknya.“433 Abu Hatim berkata, “Abu Yunus adalah Salim bin Jubair, tabi’in.” 434 Shahih Ibnu Hibban 640: AI Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Ya’qub AI Jauzajani menceritakan kepada kami, Abdul Wahab bin Atha menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amru menceritakan kepada kami, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau meriwayatkannya dari Tuhannya, Dia berfirman, “Demi kemuliaan-Ku,tidak akan Aku kumpulkan atas hamba-Ku dua ketakukan dan dua keamananan. Apabila ia takut kepada-Ku selama di dunia, maka Aku akan memberikan rasa aman kepadanya di hari kiamat. Dan apabila ia aman (berani) terhadap-Ku selama di dunia, maka Aku akan memberikan rasa takut kepadanya di hari kiamat.”435[1:2] Shahih Ibnu Hibban 641: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Amr bin Usman menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Al Muhajir menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Abidah, dari Hayyan Abu An Nadhr, ia berkata, aku keluar untuk menjenguk Yazid bin Al Aswad, lalu aku bertemu Watsilah bin Al Asqa’, dan ia juga ingin menjenguk Yazid. Kemudian kami masuk. Tatkala Yazid melihat Watsilah, ia membeberkan tangannya, dan memberi isyarat kepadanya. Watsilah lalu menghampirinya dan duduk di sisinya. Yazid memegang kedua telapak tangan Watsilah dan mengusapkan ke wajahnya. Kemudian Watsilah bertanya kepadanya, “Bagaimanakah (Saat ini) persangkaanmu kepada Allah SWT?” Ia menjawab, “Demi Allah SWT, persangkaanku terhadap-Nya baik.” Watsilah berkata, “Bergembiralah! Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman, “Aku mengikuti persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Apabila ia berprasangka baik terhadap-Ku, maka ia akan mendapatkan kebaikan. Apabila ia berprasangka buruk terhadap-Ku, maka ia akan mendapatkan keburukan.”436 [1: 95] Shahih Ibnu Hibban 642: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, dari Yahya Al Qaththan, dari Al A’masy, ia berkata, Sa’id bin Jubair menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahman As-Sulami, dari Abdullah bin Qais, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tiada seorang pun yang dapat bersabar menghadapi sangkaan kesakitan sebagaimana yang ia dengar dari Allah. Bahkan mereka menyekutukan Allah serta beranggapan Dia mempunyai anak. Namun begitu Allah tetap melindungi dan mengaruniakan rezeki kepada mereka. ” 437 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 643: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kami di Baitul Maqdis, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Amar bin Al Harits438 menceritakan kepada kami, bahwa Abu An-Nadhr menceritakannya439 ; bahwa ketika Usman bin Mazh’un di kuburkan, Ummu Al Ala’440 berkata, “Baik wahai Abu As-Sa’ib, kamu di dalam surga.” Lalu Nabiyullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar ucapannya dan bertanya, “Siapakah ini?” Ia menjawab, “Aku wahai Nabiyullah.” Beliau bertanya, “Apa yang kamu ketahui? Ia menjawab, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Utsman bin Mazh’un.” Rasulullah bersabda, Ya, Usman bin Mazh’un. Kami tidak melihatnya kecuali ia orang yang baik. Dan inilah aku Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, demi Allah SWT, aku tidak mengetahui apa yang akan dilakukan (terjadi) terhadapku.” 441 Amar berkata, “Abu An-Nadhr mendengarnya dari442 Kharijah bin Zaid, dari ayahnya.” 443 [3:15] Shahih Ibnu Hibban 644: Sulaiman bin Al Hasan bin Al Minhal Al Aththar mengabarkan kepada kami di Bashrah, ia berkata, Ubaudillah bin Mu’adz menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku mengabarkan kepada kami, ia berkata, Syu’bah menceritakan kepada kami, Simak menceritakan kepada kami, ia mendengar An-Nu’man bin Basyir berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku peringatkan kalian terhadap neraka. Aku peringatkan kalian terhadap neraka. Aku peringatkan kalian terhadap neraka” Hingga seandainya beliau berada di tempatku ini, yaitu di Kufah, niscaya penduduk As-Suq akan mendengarnya, hingga khamishah (kain bersulam sutra atau wol) yang berada di atas pundak terjatuh di atas kedua kaki beliau. 444 [3:79] Shahih Ibnu Hibban 645: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Al Miqdam Al Ijli menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, ia berkata, aku mendengar dari ayahku, dari Qatadah, dari Uqbah bin Abdul Ghafir, dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seorang laki-laki (Anak) akan mengambil dengan tangan ayahnya pada hari kiamat. Ia menginginkan agar sang ayah memasukkannya ke dalam surga. Kemudian ayahnya berseru, Ingatlah, sesungguhnya surga tidak akan di masuki oleh orang musyrik’." Beliau bersabda, ‘Ia berkata, ‘Wahai Tuhan, (ini) ayahku!’,” Beliau bersabda, “ Kemudian sang anak di ubah pada bentuk yang sangat buruk, dan bau yang sangat menyengat. Lalu sang ayah meninggalkannya. ” 445 Abu Sa’id berkata: Mereka berkata, “Sesungguhnya sang ayah adalah Ibrahim. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menambahkan pada mereka prihal siapa sang ayah yang di maksud.” [3:79] Shahih Ibnu Hibban 646: Al Husain bin Abdullah Al Qaththan mengabarkan kepada kami, Hakim bin Saif Ar-Raqi menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Amar menceritakan kepada kami, dari Abdul Malik bin Umair, dari Musa bin Thalhah, dari Abu Hurairah, ia berkata, ‘Tatkala turun ayat, 'Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat' (Qs. Asy-Syu’araa’ [26]: 214) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan kaum Quraiys, lalu beliau bersabda, 'Wahai kaum Quraisy, selamatkanlah diri kalian dari api neraka. Sesungguhnya aku tidak mempunyai kuasa (menahan) keburukan dan tidak (dapat memberikan) manfaat untuk kalian'. Dan, kepada Bani Abdu Manaf juga di sampaikan hal yang sama. Begitupun kepada Bani Abdul Muthallib. Lalu beliau bersabda, 'Wahai Fathimah binti Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, selamatkanlah dirimu dari api neraka. Sesungguhnya aku tidak mempunyai kuasa (menahan) keburukan dan tidak (dapat memberikan) manfaat untuk kalian, kecuali bahwa kamu ada hubungan keluarga yang kini akan aku sambung tali kekeluargaan itu dengan kebaikan'.” 446 Abu Hatim berkata, “Hadits ini di mansukh (di hapus). Hadits ini terjadi di Makkah. Di dalam hadits ini menunjukkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak dapat memberi syafa’at kepada seseorang. Sedangkan hak memberikan syafa’at dari Allah SWT kepada beliau terjadi di Madinah. Shahih Ibnu Hibban 647: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Nasyith Muhammad bin Harun bin Rahim — penduduk Baghdad, ia tsiqah— menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Mughirah menceritakan kepada kami, ia berkata, Shafwan bin Amar menceritakan kepada kami, ia berkata, Rasyid447 bin Sa’ad menceritakan kepadaku, dari Ashim bin Hamid As-Sakuni, dari Mu’adz bin Jabal, ia berkata, ‘Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutusnya ke Yaman, beliau mengantarkannya hingga sampai di kendaraannya. Saat ia berada di atas kendaraan dan beliau berada di bawahnya, beliau memberikan wasiat kepadanya, beliau bersabda, ',i>Wahai Mu ’adz, sesungguhnya kamu, mungkin tidak akan berjumpa denganku lagi setelah lewat tahun ini. —bila hal itu terjadi— kunjungilah masjid dan kuburanku’. Mu’adz lalu menangis karena takut berpisah dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian beliau menoleh di sekitar Madinah lalu bersabda, 'Sesungguhnya keluargaku menganggap bahwa merekalah manusia yang paling utama di sisiku, manusia yang paling utama di sisiku adalah orang-orang yang bertakwa. Siapapun mereka dan dari mana saja mereka berasal. Ya Allah SWT, sesungguhnya aku tidak menghalalkan bagi mereka untuk merusak apa yang telah Engkau buat baik. Demi Allah, niscaya umatku akan menyimpang dari agamanya sebagaimana bejana disimpangkan pada salurannya’.” 448 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 648: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma’syar mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Sinan menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dari Ubaidullah bin Amr dari Sa'id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata, pernah dikatakan, “Wahai Rasulullah! Siapa manusia yang paling mulia?” beliau bersabda, “Yang paling bertakwa di antara mereka” mereka berkata, “Bukan ini yang kami tanyakan kepada engkau” beliau bersabda, “Apakah dari golongan Arab yang kamu tanyakan kepadaku? Yang paling baik449 di antara kalian adalah yang terbaik pada masa islam jika mereka ketahui”450 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 649: Fadhl bin Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Awanah menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Uqbah bin Abdul Ghafir, dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Di antara manusia pada zaman dahulu ada seorang laki-laki yang diberikan harta dan anak begitu banyak oleh Allah. Ketika kematian telah menghampirinya, ia mengumpulkan anak-anaknya. Lalu ia berkata, Ayah seperti apakah aku ini bagi kalian?' Anak-anaknya menjawab, Ayah adalah sebaik-baik ayah.' Laki-laki itu berkata lagi, ‘Demi Allah, sesungguhnya ia (maksudnya, dirinya sendiri) tidak pernah melakukan satu kebaikanpun dan sesungguhnya Tuhannya pasti akan mengadzabnya. Oleh karena itu, apabila aku meninggal dunia maka bakarlah aku, kemudian tumbuklah aku (hingga menjadi seperti debu), lalu terbangkanlah aku bersama angin yang berhembus. ’ Allah berfirman, ‘Jadilah. ’ Tiba- tiba ada seorang laki-laki berdiri, lalu Dia berfirman, Apa yang mendorongmu melakukan hal itu? ’ Laki-laki itu menjawab, ‘Karena takut kepada-Mu” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Maka demi Dzat Yang jiwaku berada dalam genggaman tangan-Nya, jika ia menemui-Nya (maksudnya meninggal dunia) niscaya ia pasti diampuni” 451 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 650: Ahmad bin Ali bin Mutsanna mengabarkan kepada kami, Shalih bin Hatim bin Wirdan menceritakan kepada kami, Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, ia berkata, aku mendengar ayahku menceritakan, dari Qatadah, dari Uqbah bin Abdul Ghafir, dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Di antara manusia sebelum kalian ada seorang laki-laki yang tidak pernah menyimpan satu kebaikanpun di sisi Allah. Laki-laki itu berkata kepada anak-anaknya ketika hendak meninggal dunia, 'Hai anakku, ayah seperti apakah aku ini bagi kalian?' Anak-anaknya menjawab, ‘Sebaik-baik ayah.‘ Laki-laki itu berkata lagi, ‘Apabila aku telah meninggal dunia maka bakar dan tumbuklah aku. Lalu apabila pada hari yang angin berhembus kencang padanya, maka tebarkanlah aku” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Maka laki-laki itupun meninggal dunia. Lalu mayatnya diproses seperti apa yang diwasiatkannya. Kemudian Allah berfirman kepadanya, ‘Jadilah', maka iapun kembali seperti semula, lebih cepat dari kedipan mata. Lalu Allah berfirman, ‘Hai hamba-Ku, apa yang mendorongmu melakukan hal Laki- laki itu menjawab, ' Takut kepada-Mu, wahai Tuhanku.’” Rasulullah SaW bersabda, “Maka Dia tidaklah menyia-nyiakannya untuk diampuni dosa-dosanya.”453Mu’tamir berkata: Ayahku berkata, “Maka aku menceritakan hadits ini kepada Abu Utsman An-Nahdi, ia berkata, ‘Seperti inilah Sulaiman menceritakan kepadaku. Namun ia menambahkan, ‘Lalu tebarkan aku di lautan’.” [3: 6] Shahih Ibnu Hibban 651: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, Ubaidullah bin Mu’adz bin Mu’adz menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Abdul Malik bin Umair, dari Rib’i bin Hirasy, dari Hudzaifah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang laki-laki pembongkar kuburan meninggal dunia. —Sebelum meninggal dunia— ia berkata kepada anaknya, 'Bakarlah aku, kemudian tumbuklah aku, lalu tebarkanlah aku di udara.' Maka iapun ditanya, kamu melakukan hal itu?’ ia menjawab, takut kepada-Mu, hai Tuhanku ’. ” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Maka Allah-pun mengampuninya.”453 [3: 6] Shahih Ibnu Hibban 652: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim Al Marwazi menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Khazim menceritakan kepada kami, ia berkata, Al A’masy menceritakan kepada kami, dari Abu Shalih, dari Abu Sa’id, dari Nabi SAW; Firman Allah ta’ala, “Ketika segala perkara telah diputus. Dan, mereka dalam kelalaian.” (Qs. Maryam [19]: 39) Beliau bersabda, “Di dunia.” 454 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 653: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hafsh455 bin Umar Al Haudhi menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammam bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, Qatadah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ala' bin Ziad menceritakan kepadaku, ia berkata, Yazid, saudara Mutharrif, menceritakan kepadaku, -ia berkata, dan dua laki-laki lain menceritakan kepadaku bahwa Mutharrif menceritakan kepada mereka-, bahwa Iyadh bin Himar menceritakan kepada mereka, bahwa ia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam khutbah, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadaku untuk mengajarkan kepada kalian hal-hal yang kalian tidak ketahui daripada hal-hal yang telah Dia ajarkan kepadaku pada hariku ini; (Yaitu) Sesungguhnya semua yang telah Ku-berikan kepada hamba-Ku adalah halal (untuknya). 456 Sesunggunya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan muslim seluruhnya. 457 Lalu syaitan-syaitan mendatangi mereka, maka syaitan-syaitan itupun membawa mereka menjauh dari agama mereka dan mengharamkan atas mereka apa yang telah Ku-halalkan bagi mereka. Syaitan-syaitan juga menyuruh mereka agar menyekutukan dengan-Ku apa yang Aku tidak menurunkan keterangan tentang itu. Sesungguhnya Allah memandang kepada penduduk bumi, maka Dia marah terhadap mereka, baik orang Arab maupun orang asing (non Arab), kecuali beberapa orang dari ahli kitab. Lalu Dia berfirman, ‘Hai Muhammad, sesungguhnya Aku mengutusmu untuk mengujimu dan menguji manusia denganmu. Aku juga menurunkan kepadamu sebuah kitab yang tidak akan dapat terkikis oleh air. 458 Kitab itu dapat kamu baca dalam keadaan bangun dan tidur. ’ Sesungguhnya Allah yang agung dan tinggi juga memerintahkanku agar aku mengabarkan kepada kaum Quraisy459. Aku pun berkata, ‘Kalau begitu, mereka pasti akan memecahkan kepalaku lalu mereka meninggalkannya seperti adonan roti. ’ Allah menjawab, ‘Maka usirlah mereka sebagaimana mereka mengusirmu. Perangi mereka maka mereka akan memerangimu juga. 460 Berinfaklah niscaya kamu akan diberi balasannya. Kirimkan sebuah pasukan maka kami akan mengirimkan beberapa kali lipat dari jumlah pasukan itu. 461 Perangilah bersama orang yang taat kepadamu orang-orang yang membangkang terhadapmu. Penghuni surga ada tiga: Pemimpin yang adil, jujur lagi bersikap baik, orang yang kasih sayang dan lembut hati terhadap setiap kerabat dan orang Islam, dan orang yang menjaga harga diri sekalipun fakir, lagi jujur. 462 Sedangkan penghuni neraka itu ada lima: orang yang khianat lagi selalu tamak sekalipun terhadap yang kecil463, orang yang tidak berada di waktu sore dan tidak berada di waktu pagi kecuali ia menipumu terkait keluarga dan hartamu, dan orang lemah, -yaitu- yang menjadi penolong kalian namun tidak menginginkan kekeluargaan dan harta.’ (Maksudnya, menolong namun bertujuan jahat)” Seorang laki-laki bertanya kepada Mutharrif bin Abdullah bin Syakhir, ‘Wahai Abu Abdullah, 464 apakah ia dari para budak atau dari orang Arab?’ Dia menjawab, ‘Dia adalah budak seseorang. Dia melakukan hubungan intim dengan isteri seseorang tanpa nikah. Dan (penghuni neraka selanjutnya adalah) syinzhir, yakni orang yang melakukan perbuatan cabul.’ Beliau juga menyebutkan bakhil dan dusta.” 465 Shahih Ibnu Hibban 654: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Mu’alla bin Mahdi menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Syihab menceritakan kepada kami, dari Auf, dari Hakim bin Atsram, dari Hasan, dari Mutharrif bin Abdullah, dari Iyadh bin Himar, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyampaikan khutbah di hadapan kami. Beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah jalla Ala memerintahkanku untuk mengajarkan kepada kalian daripada apa yang telah Dia ajarkan kepadaku pada hariku ini. Sesungguhnya Dia berfirman kepadaku, " Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-hamba-Ku seluruhnya dalam keadaan muslim. Sesungguhnya semua yang telah Ku-berikan kepada hamba-hamba-Ku adalah halal bagi mereka. Sesungguhnya syaitan-syaitan mendatangi mereka lalu menjauhkan mereka dari agama mereka dan mengharamkan atas mereka apa yang telah Ku¬halalkan untuk mereka. Syaitan-syaitan itu juga memerintahkan kepada mereka agar menyekutukan dengan-Ku apa yang Aku tidak menurunkan keterangan tentang itu.' Sesungguhnya Allah mendatangi panduduk bumi sebelum Dia mengutusku. Dia murka kepada mereka, baik orang Arab maupun orang asing (non Arab), kecuali beberapa orang dari ahli kitab. Sesungguhnya Allah berfirman kepadaku, ‘Sesungguhnya Aku telah menurunkan sebuah kitab yang tidak akan terkikis oleh air. Maka bacalah kitab itu dalam keadaan tidur maupun dalam keadaan jaga. ’ Sesungguhnya Allah juga memerintahkanku untuk mengabarkan kepada orang Quraisy. Aku pun berkata, Tuhanku, kalau begitu mereka akan memecahkan kepalaku, lalu mereka membiarkannya seperti adonan roti. ’ Sesungguhnya Allah berfirman kepadaku, ‘Usir mereka sebagaimana mereka mengusirmu dan perangi mereka niscaya mereka akan memerangi kamu juga. Berinfaklah niscaya Kami akan memberi balasannya kepadamu. Kirimlah sebuah pasukan niscaya Kami akan mengirimkan lima kali lipat jumlah pasukan itu. Perangilah bersama orang yang taat kepadamu orang-orang yang membangkang terhadapmu’.” 466 [3: 68] Shahih Ibnu Hibban 655: Muhammad bin Mundzir bin Sa’id mengabarkan kepada kami, Isa bin Ahmad menceritakan kepada kami, Nadhr bin Syumail mengabarkan kepada kami, Auf mengabarkan kepada kami, dari Abu Raja' Al Utharidi, dari Samurah bin Jundub Al Fazari, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apakah ada orang yang telah bermimpi?” Maka berceritalah orang yang dikehendaki Allah bercerita tentang mimpinya. Dan sesungguhnya ia pada suatu pagi berkata kepada kami, 'Sesungguhnya tadi malam telah datang kepadaku dua utusan. Keduanya memintaku agar pergi bersama mereka. Kedua utusan itu berkata, ‘Ayo berangkat. ’ Lalu aku berangkat bersama mereka hingga kami bertemu dengan seorang laki-laki yang sedang berbaring. Tak lama kemudian ada seorang laki-laki yang berdiri di hadapan laki-laki berbaring itu dengan membawa sebuah batu besar. Lalu ia memukulkan batu besar itu ke kepala laki-laki yang sedang berbaring tersebut, hingga kepalanya pecah, sementara batu besar itu terguling ke samping. Lalu laki-laki itu mendekati batu itu dan mengambilnya. Sebelum laki-laki itu kembali ke tempatnya, -aku kira beliau bersabda-, kepala laki-laki yang berbaring yang tadinya pecah kembali seperti semula. Laki-laki yang membawa batu besar itu kembali mendekati laki-laki yang berbaring dan melakukan seperti apa yang dilakukannya pertama kali. Akupun berkata, ‘Maha suci Allah, siapakah orang ini?' Kedua utusan itu hanya berkata kepadaku, ‘Ayo berangkat, ayo berangkat.' Maka akupun berangkat bersama kedua utusan itu. Lalu kami mendatangi seorang laki-laki yang sedang terlentang dan di dekatnya ada seorang laki-laki yang memegang sebilah senjata dari besi yang bagian ujungnya bengkok (seperti arit). Lalu laki-laki yang memegang senjata itu mendekati salah satu sisi wajah laki-laki yang terlentang, lalu ia merobek dari sudut mulut sampai tengkuknya, dari hidung sampai tengkuknya, juga dari matanya sampai tengkuknya. Kemudian laki-laki yang memegang senjata itu berpindah ke sisi wajahnya yang lain dan melakukan seperti apa yang dilakukannya pada sisi wajah pertama. Belum lagi selesai sisi wajah kedua ini, sisi wajah pertama sudah kembali seperti semula. Kemudian laki-laki yang memegang senjata itu melakukan seperti apa yang dilakukannya pertama kali. Aku pun berkata, ‘Maha suci Allah, siapakah orang ini? ?: Kedua utusan itu hanya berkata, ‘Ayo berangkat, ayo berangkat.Maka akupun berangkat bersama kedua utusan itu. Lalu kami mendatangi tempat seperti tungku api‘.”467 Auf berkata, “Aku mengira beliau bersabda, ‘Tiba-tiba di dalamnya terdengar suara gaduh. Kami pun menengok, dan ternyata di dalamnya ada beberapa laki-laki dan perempuan yang telanjang, lalu tiba-tiba muncul api bak sungai yang berkobar dari bawah mereka. Apabila kobaran api itu mengenai mereka, merekapun berteriak-teriak.” Akupun berkata, ‘Siapakah mereka ini? ' Kedua utusan itu hanya berkata kepadaku, ‘Ayo berangkat, ayo berangkat. ’ Maka kami pun berangkat menuju sebuah sungai -aku mengira beliau bersabda, - Airnya- merah seperti darah-. Tiba-tiba di sungai itu ada seorang laki-laki yang sedang berenang. Sementara di tepi sungai ada seorang laki-laki lain yang telah mengumpulkan begitu banyak batu. Apabila laki-laki yang berenang itu berenang sejauh yang ia bisa, ia pun kemudian mendatangi laki-laki yang mengumpulkan batu, lalu ia membuka mulutnya dan laki-laki yang mengumpulkan batu itu memasukkan batu ke dalam mulut tersebut. Aku pun berkata, ‘Siapa mereka ini? “ Kedua utusan itu hanya berkata, ‘Ayo berangkat, ayo berangkat. ’ Maka kami pun berangkat. Lalu kami mendatangi seorang laki-laki yang buruk rupa, lebih buruk dari orang yang buruk rupa yang pernah kamu lihat. Dia berada di sisi api yang berusaha dia nyalakan sambil terus berjalan di sekelilingnya. Aku pun bertanya kepada kedua utusan itu, ‘Siapakah orang ini? ’ Keduanya hanya berkata, ‘Ayo berangkat, ayo berangkat.' Maka kami pun berangkat. Lalu kami mendatangi sebuah kebun yang di dalamnya terdapat semua jenis bunga musim semi. Di tengah-tengah kebun itu ada seorang laki-laki yang sangat tinggi sedang berdiri. Begitu tingginya, sampai-sampai aku hampir tidak bisa melihat kepalanya karena tubuhnya menjulang ke langit. Aku juga melihat di sekitar laki-laki itu ada begitu banyak anak-anak yang rupawan yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Aku pun berkata kepada kedua utusan itu, ‘Siapa mereka itu?' Kedua utusan itu hanya berkata, Ayo berangkat, ayo berangkat. ’ Maka kami pun berangkat dan mendatangi sebuah pohon besar. Tidak pernah kulihat pohon sebesar dan sebagus itu sebelumnya. Kedua utusan itu berkata kepadaku, ‘Panjatlah pohon besar itu.’ Kami memanjatnya, hingga kami sampai di sebuah kota yang bangunan- bangunannya terbuat dari bata emas dan bata perak. Kami mendekati pintu gerbang kota, lalu kami meminta dibukakan. Pintu pun dibukakan untuk kami. Maka kami berkata, ‘Tidak ada dari penduduk kota itu kecuali sebagian tubuh mereka begitu menawan, semenawan yang pernah kamu lihat, namun sebagian lainnya begitu buruk, seburuk yang pernah kamu lihat.” Kedua utusan itu berkata kepada mereka, Pergilah kalian, lalu ceburkanlah diri kalian ke dalam sungai itu.’ Tiba-tiba sungai yang dimaksudkan muncul dan mengalir. Seakan-akan airnya adalah susu murni karena warna airnya begitu putih. Mereka pun segera pergi dan menceburkan diri ke dalam sungai tersebut. Kemudian mereka kembali dan penampilan buruk mereka hilang dari tubuh mereka. Keadaan mereka menjadi sangat menawan. Lalu kedua utusan itu berkata kepadaku, ‘Inilah surga ‘Adn dan di sinilah tempat tinggalmu. ' Lalu kutengadahkan pandanganku ke atas. Ternyata ada sebuah istana seperti awan putih. Kedua utusan itu berkata lagi, ‘Inilah tempat tinggalmu. ’ Aku berkata kepada kedua utusan itu, ‘Semoga Allah memberkati kalian. Biarkan aku memasukinya, Kedua utusan itu berkata kepadaku, “Sekarang, tidak boleh, namun kamu pasti akan memasukinya ‘. ” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda lagi, “Sejak -awal— malam itu, aku melihat beberapa keanehan. Apa arti yang kulihat itu? Kedua utusan itu berkata kepadaku, 'Sesungguhnya kami akan memberitahukannya kepadamu. Laki-laki pertama yang kamu datangi, yang kepalanya dipecahkan dengan batu adalah orang yang mengambil Al Qur'an lalu menolaknya (maksudnya, telah hafal lalu sengaja melupakannya) dan orang yang tidur dari shalat wajib (Sengaja tidak mengerjakannya). Laki-laki yang kamu datangi, yang sudut mulutnya dirobek sampai ke tengkuknya, matanya sampai ke tengkuknya dan hidungnya sampai tengkuknya adalah orang yang keluar dari rumahnya lalu ia berbohong dengan suatu kebohongan, maka kebohongannya sampai ke seluruh penjuru dunia. Laki-laki dan perempuan yang telanjang yang berada di dalam tempat seperti tungku api adalah para pezina laki-laki dan perempuan. Laki-laki yang berenang di sungai, lalu menelan batu adalah orang yang memakan riba. Laki-laki berpenampilan buruk yang berada di sisi api yang berusaha ia nyalakan adalah Malik, penjaga Jahanam. Laki-laki tinggi yang berada di tengah-tengah kebun adalah Ibrahim AS. Sedangkan anak-anak yang berada di sekitarnya adalah anak-anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Sebagian kaum muslimin bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana dengan anak-anak kaum musyrik?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Juga anak-anak kaum musyrik. ” Kaum yang setengah tubuhnya menawan dan setengahnya jelek adalah kaum yang mencampur amal saleh dengan amal buruk, lalu Allah mengampuni mereka ” 468 [3:3] Shahih Ibnu Hibban 656: Hamid bin Muhammad bin Syu’aib Al Balkhi mengabarkan kepada kami, Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, Isma’il bin Ja’far menceritakan kepada kami, Ala' mengabarkan kepadaku, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya orang mukmin tahu apa yang ada di sisi Allah daripada siksaan, niscaya tidak ada seorangpun yang menginginkan surga-Nya (karena ia hanya berkonsentrasi menjauhi siksaan tersebut), dan seandainya orang kafir tahu apa yang ada di sisi Allah daripada rahmat, niscaya tidak ada seorangpun yang putus asa dari surga-Nya.”469 [3: 9] Shahih Ibnu Hibban 657: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim, maula Tsaqif, mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Umar bin Aban menceritakan kepada kami, Husain bin Ali Al Ju’fi menceritakan kepada kami, dari Fudhail bin Iyadh, dari Hisyam, dari Muhammad, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya Allah menyiksaku dan putera Maryam akibat apa yang dilakukan oleh dua ini -yakni ibu jari dan jari berikutnya – niscaya Dia dapat menyiksa kami, kemudian Dia tidak akan menzhalim kami sedikitpun.” 470 [3: 10] Shahih Ibnu Hibban 658: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, ia berkata, Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami, dari Ja’far bin Muhammad, dari Atha' bin Abu Rabah, bahwa ia mendengar Aisyah, istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, berkata, “Apabila angin bertiup atau (angkasa) berawan, terlihatlah di raut wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kegelisahan dan beliau mondar-mandir. Apabila hujan turun, beliau pun bahagia dan hilanglah kegelisahan dari raut wajah beliau. Beliau pernah ditanya —tentang hal ini—, beliau lalu menjawab, ‘Sesungguhnya aku takut itu adalah adzab yang diturunkan kepada umatku'”471 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 659: Muhammad bin Al Musayyab bin Ishaq mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musa bin Abdur-rahman Al Masruqi menceritakan kepada kami, ia berkata, Husain bin Ali Al Ju’fi menceritakan kepada kami, dari Fudhail bin Iyadh, dari Hisyam bin Hassan, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya Allah hendak menyiksaku dan Isa akibat dosa-dosa kami niscaya Dia dapat menyiksa kami dan tidaklah Dia menzhalim kami sedikitpun.” Lalu beliau mengisyarat kepada jari telunjuk dan jari-jari berikutnya. 472 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 660: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdur-razzaq menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorangpun dari kalian yang diselamatkan oleh amalnya. Akan tetapi bersikap benarlah dan dekatkanlah diri”. Para sahabat bertanya, ‘Tidak juga engkau, wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, “Tidak juga aku, kecuali Dia meliputiku dengan ampunan dan karunia'.”473 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 661: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ menceritakan kepada kami, ia berkata, Al A’masy menceritakan kepada kami, dari Abu Wa'il, dari Abdullah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “,i>Surga lebih dekat kepada salah seorang di antara kalian daripada tali sandalnya, dan neraka pun seperti itu.” 474 [33: 66] Shahih Ibnu Hibban 662: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami dari Yunus, dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Seandainya kalian tahu apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.”475 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 663: Umar bin Sa’id bin Sinan di Manbaj, Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah di Asqalan, Muhammad bin Al Mu'afi bin Abu Handhalah Al Abid di Shaida mengabarkan kepada kami. Adapun yang lainnya, mereka berkata, Hisyam bin Khalid Al Azraq menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, Sa’id bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami; bahwa Hisyam bin Abdul Malik memberikan tujuh ribu Dinar kepada Zuhri atas utang yang pernah ia tanggung. Lalu, Hisyam berkata kepada Az-Zuhri, “Janganlah engkau kembali mengutang.” Az-Zuhri berkata, “Bagaimana, wahai Amirul Mukminin? Sementara Sa’id bin Al Musayyib menceritakan kepadaku dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, 'Seorang mukmin tidak (boleh) dua kali disengat (dihukum) dari lubang (dosa) yang sama'476.[3:28] Shahih Ibnu Hibban 664: Muhammad bin Abdur-rahman As-Sami mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, ia berkata, Isma'il bin Ja’far menceritakan kepada kami, ia berkata, Humaid mengabarkan kepadaku, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, jika angin berhembus, maka hal itu dapat diketahui pada raut wajah beliau. 477 [5: 12] Shahih Ibnu Hibban 665: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Hautsarah bin Usyrus Al Adawi menceritakan kepada kami, Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Tsabit Al Bunani, dari Mutharrif bin Abdullah bin Asy-Syikhkhir, dari ayahnya, ia berkata, “Aku menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang berada dalam Masjid, dan saat itu beliau sedang berdiri melaksanakan shalat, sementara di dalamnya ada suara gemuruh, seperti suara mendidihnya panci.” 478 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 666: Muhammad bin Ishaq Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami. Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Jarir bin Abdul Hamid menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Amr bin Munah, dari Khaitsamah, dari Adi bin Hatim, ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri, kemudian bersabda, ‘Takutlah kalian kepada neraka’. Setelah itu beliau memalingkan tubuh dan wajahnya. Beliau kemudian bersabda. ‘Takutlah kalian kepada nereka’. Setelah itu beliau memalingkan tubuh dan wajahnya, hingga kami mengetahui bahwa beliau melihat neraka itu. Beliau kemudiaan bersabda, ‘Takutlah kalian kepada neraka, meskipun dengan sebiji kurma. Jika kalian tidak menemukan, maka dengan perkataan yang baik’. ” 479 [..:..] Shahih Ibnu Hibban 667: Sulaiman bin Al Hasan bin Al Minhal Al Athar di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ubaidullah bin Mu’adz menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata, Syubah menceritakan kepada kami, ia berkata, Simak menceritakan kepada kami (bahwa) ia mendengar Nu’man bin Basyir bericata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku peringatkan kalian dari neraka, aku peringatkan kalian dari neraka, aku peringatkan kalian dari neraka.” Kalau pun waktu itu beliau berada di tempatku ini —saat itu Nu’man bin Basyir berada di Kufah—, niscaya (sabda)nya akan terdengar oleh orang-orang pasar. (Beliau mengatakan itu) hingga khamishah (Kain yang bersulam sutera atau kain wol) yang berada di pundak beliau jatuh di atas kedua kaki beliau.” 480 Shahih Ibnu Hibban 668: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabaikan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Jarir bin Abdul; Majid menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Abu Wa'il, dari Samurah bin Sahm, ia berkata, “Aku pernah singgah di —rumah— Abu Hasyim bin Utbah bin Rabi’ah yang sedang terserang penyakit tha’un. Mu’awiyah kemudian mendatanginya untuk menjenguknya. Lalu Abu Hasyim menangis, kemudian Mu’awiyah bertanya, ‘Apa yang membuatmu menangis wahai pamanku (dari pihak ibu)? Apakah rasa sakit —yang membuatmu menangis— ataukah —engkau menangisi kelezatan— dunia? Sungguh, kejernihan dunia telah sima.” Abu Hasyim menjawab, ‘Tidak karena semuanya. Akan tetapi Rasulullah pernah menjanjikan kepadaku, dan aku ingin mengikuti beliau. Beliau pernah bersabda —kepadaku—, “Sesungguhnya kamu, boleh jadi akan menemukan harta yang dibagi-bagikan di antara beberapa kaum, namun kamu merasa cukup dari hal tersebut dengan seorang pembantu dan kendaraan di jalan Allah. ” Aku kemudian mendapatkan —harta itu— dan mengumpulkan —nya—,”481 [1:63] Shahih Ibnu Hibban 669: Muhammad bin Yazid Az-Zuraqi di Tharasus menceritakan kepada kami, Al Abbas bin Abdul Adhim menceritakan kepada kami, Muhammad bin Jahdham menceritakan kepada kami, Isma’il bm Ja’far menceritakan kepada kami dari Umarah bin Ghuzayyah, dari Ashim, dari Umar bin Qatadah bin An-Nu’man, dari Mahmud bin Lubaid, dari Qatadah bin An-Nu’man, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan melindunginya dari dunia, sebagaimana salah seorang di antara kalian senantiasa melindungi orang yang sakit dari air.”482 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 670: Muhammad bin Abdullah bin Abdus-salam di Beirut mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Abbas bin Al Walid bin Mazyad menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Salamah Al Jumahi menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Abdullah bin Amr bin Al- Ash menceritakan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya telah beruntung orang yang masuk Islam sedang rizkinya sekedar cukup (pas-pasan), namun ia bersabar atas hal tersebut.” 483 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 671: Makhul di Beirut, Ibnu Salm dan Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, mereka berkata, Abdullah bin Hani' bin Abdurrahman bin Abu Ablah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Abu Ablah menceritakan kepada kami dari Unimu Ad-Darda', dari Abu Ad-Darda', ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang memasuki pagi hari dalam keadaan sehat badannya, aman dirinya, —dan— memiliki panganan untuk harinya, maka seolah-olah dunia telah diberikan kepadanya. “484 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 672: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami dari Daud bin Abu Hind, dari Azrah —yaitu Ibnu Sa’d Al A’war— dari Humaid bin Abdurrahman Al Himyari, dari Sa’d bin Hisyam, dari Aisyah, ia berkata, “Kami mempunyai kain tipis yang membungkus patung, dan kain itu digantungkan di pintuku. Rasulullah kemudian melihat kain itu, lalu beliau bersabda, ‘Turunkan kain itu, sesungguhnya kain itu mengingatkanku pada dunia’.” 485 [1:95] Shahih Ibnu Hibban 673: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami dari Abu Hani', bahwa ia mendengar Abu Abdur-rahman Al Hubuli - menceritakan- dari Jabir bin Abdullah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tempat tidur —yang pertama— untuk suami, satu tempat tidur —yang kedua— untuk isteri, —tempat tidur— yang ketiga untuk tamu, dan —tempat tidur—yang keempat untuk setan.”486 [3: 52] Shahih Ibnu Hibban 674: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’awiyah bin Shalih menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Jabir, dari Al Miqdam bin Ma’di Kariba, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada tempat yang lebih buruk yang di isi oleh anak Adam selain perutnya. Cukuplah anak Adam memakan makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika tidak dapat melakukan yang demikian, hendaknya sepertiga -perutnya- untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga untuk pernafasannya.” 487 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 675: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabaikan kepada kami, ia berkata, Ubaidullah488 bin Mu’adz menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, dari Abu Usman An- Nahdi, dari Usamah bin Zaid bin Haritsah, bahwa ia bercerita, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Saat aku berdiri di hadapan pintu surga ,kebanyakan orang yang memasukinya adalah dari kalangan orang-orang miskin. Aku juga melihat para pembesar sedang ditahan, di mana penduduk neraka diperintahkan untuk menuju ke neraka. Dan aku melihat neraka, ternyata kebanyakan orang yang memasukinya adalah kaum wanita.” 489 Abu Hatim RA berkata, “Imran bin Musa mengikut sertakan kepada Usamah bin Zaid dalam Khabar Said bin Zaid.” [3:78] Shahih Ibnu Hibban 676: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabaikan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Ubadah bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Amar menceritakan kepada kami, Abu Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Orang-orang fakir di antara kaum mukmin akan memasuki surga setengah hari sebelum orang-orang kaya, yaitu waktu yang lamanya lima ratus tahun. ” 490 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 677: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Mu’awiyah bin Shalih menceritakan kepadaku, dari Abdur-rahman bin Jubair bin Nufair, dari ayahnya, dari Abdullah bin Amar, ia berkata, “Pada saat aku duduk di masjid, ada satu halaqah (lingkaran) orang-orang fakir kaum Muhajirin yang duduk di tengah masjid, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu masuk pada pertengahan siang ke dalam masjid, kemudian beliau menghampiri mereka dan duduk bersama mereka. Maka tatkala aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam duduk bersama mereka, aku langsung bangun dari duduk untuk bergabung bersama beliau. Kemudian aku mendapati beliau sedang bersabda, “Berilah Khabar gembira kepada orang-orang fakir kaum Muhajirin. Sesungguhnya mereka akan memasuki surga empat puluh tahun (lebih dahulu) sebelum orang-orang kaya.”491 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 678: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Abdullah bin Yazid menceritakan kepada kami, Haiwah menceritakan kepada kami, Abu Hani’ menceritakan kepada kami, bahwa ia mendengar Abu Abdurrahman Al Hubuli berkata, aku mendengar Abdullah bin Amar berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang-orang fakir kaum Muhajirin (masuk surga) mendahului orang- orang kaya pada hari kiamat dengan jarak tujuh puluh atau empat puluh tahun.”492 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 679: Musa bin Muhammad Ad-Daili di Anthakiyah mengabarkan kepada kami, Yunus bin Abdul A’la Ash-Shadafi menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kaya itu karena banyaknya harta benda. Tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan hati.”493 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 680: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Umar bin Sulaiman, ia berkata, aku mendengar Abdur-rahman bin Aban bercerita dari ayahnya, ia berkata, Zaid keluar dari tempat Marwan pada pertengahan hari, ia berkata, aku (Aban) berkata, “Zaid tidak akan datang pada waktu seperti ini kecuali ada sesuatu yang akan ia tanyakan kepada Marwan”. Lalu aku bertanya kepada Marwan, dan ia menjawab, “Zaid datang untuk bertanya kepada kami mengenai berbagai persoalan yang pernah kami dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Allah SWT memberikan kebaikan kepada seseorang yang pernah mendengar sebuah hadis dari kami, kemudian hadits itu tersebut ia sampaikan kepada orang lain. Boleh jadi yang menyampaikannya adalah ahli fikih (agama) kepada orang yang lebih ahli darinya, dan boleh jadi kepada orang tidak ahli fikih (agama). Ada tiga perkara yang —menjadikan— hatinya seorang muslim tidak akan dikhianati: Ikhlash dalam beramal karena mengharapkan keridhaan Allah SWT, Menasihati para penguasa dan selalu berjamaah, maka sesungguhnya doa mereka meliputi sekeliling mereka. Dan, barangsiapa yang menjadikan dunia sebagai niat beramal, maka Allah SWT memisahkan diri dari perkaranya, dan Ia akan menjadikan kefakiran di depan matanya (ia kaya harta namun tidak sadar bahwa ia adalah fakir), dan ia tidak memperoleh sesuatu dari dunia kecuali yang di tetapkan kepadanya. Dan, barangsiapa yang akhirat menjadi niat beramal, maka Allah SWT akan membantu perkaranya, dan Dia menjadikan kekayaan dalam hatinya, serta dunia akan mendatanginya dalam keadaan tunduk.”494 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 681: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Sa’id Al Jauhari menceritakan kepada kami, Abu Usamah menceritakan kepada kami, Al A’masy menceritakan kepada kami, dari Sulaiman bin Mushir, dari Kharsyah bin Al Hur, dari Abu Dzar, ia berkata, “Saat aku dalam masjid bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba beliau bersabda, 'Lihatlah, siapa menurut pandanganmu lelaki yang paling tinggi (mulia) di dalam masjid —ini—'. Lalu aku melihat, dan ternyata ada seorang laki-laki di tempat pertemuan yang sedang duduk sambil bercerita kepada suatu kaum. Lalu aku berkata, ‘Ini (orangnya)'. Beliau bersabda, Lihatlah, siapa menurut pandanganmu lelaki yang paling rendah di dalam masjid —ini—. Abu Dzar berkata, ‘lalu aku melihat, dan ternyata ada seorang laki-laki kecil yang miskin, yang pakaiannya telah usang. Aku berkata, ‘Ini (orangnya)’. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘—lelaki yang miskin— ini lebih baik di sisi Allah pada hari Kiamat daripada orang-orang yang mendiami bumi seperti —orang yang pertama— ini’. ”495 {3:9] Shahih Ibnu Hibban 682: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aim mengabarkan kepada kami, Abu Ammar Al Husain bin Harits menceritakan kepada kami, Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami, Al Fudhail bin Ghazwan menceritakan kepada kami, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah, ia berkata, “Aku melihat tujuh puluh shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang termasuk Ashhabush-Suffah. Satu pun di antara mereka tidak ada yang memiliki pakaian kecuali kain sarung atau hanya baju yang melekat di tubuhnya yang ditambal belakangnya.,, 496 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 683: Al Fadhl497 bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Abu Al Walid menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Daud bin Farahij, ia berkata, aku mendengar Abu Hurairah berkata, ‘Tidaklah kami memiliki makanan pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali al aswadaani; Kurma dan air.” 498 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 684: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Sa’ad bin Ibrahim menceritakan kepada kami, pamanku menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ishaq, Abdullah bin Abu Bakar menceritakan kepadaku, dari Amrah, dari Aisyah, ia berkata, “Barangsiapa yang bercerita pada kalian bahwa kami selalu kenyang dari kurma, maka sungguh ia telah berbohong kepada kalian. Tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menaklukkan Quraizhah, kami (sempat) mendapatkan sedikit kurma dan makanan berlemak.” 499 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 685: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Mu’awiyah bin Shalih menceritakan kepadaku, dari Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, dari ayahnya, dari Abu Dzar, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, ‘Wahai Abu Dzar, apakah menurutmu orang kaya itu adalah orang yang banyak hartanya?” Aku menjawab, “Ya, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bertanya, “Berarti orang yang sedikit hartanya adalah orang faqir?” Aku menjawab, “Ya, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya orang kaya itu hanyalah orang yang kaya hatinya. Dan, orang yang fakir hanyalah orang yang fakir hatinya.” Kemudian beliau bertanya kepadaku tentang seseorang dari Quraiys. Beliau bertanya, “Apakah kamu mengenal fulan?” Aku menjawab, “Ya, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bertanya, “Bagaimanakah pendapatmu tentangnya?” Aku menjawab, “Apabila ia meminta sesuatu, maka ia akan di beri. Dan, jika ia datang (di suatu tempat), maka ia di persilakan masuk.” Lalu beliau bertanya lagi tentang seseorang dari Ahlush-Shuffah. Beliau bertanya, “Apakah kamu mengenal fulan?” Aku menjawab, ‘Tidak, demi Allah SWT aku tidak mengenalnya wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Mu’adz berkata, “Beliau terus menerus menerangkan ciri-cirinya, sifat dan keadaan orang itu hingga akhirnya aku mengenalnya. Lalu aku berkata, “Sungguh sekarang aku kenal dengannya wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bertanya, “Bagaimanakah pendapatmu tentangnya?' Aku menjawab, “Lelaki miskin dari Ahlush Shuffah”. Beliau bersabda, “Ia adalah orang yang terbaik seisi bumi bila dibanding yang lainnya”, aku bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah karena ia tidak di berikan sesuatu (harta) sebagaimana orang lain diberikan?” Beliau menjawab, “Apabila ia diberikan kebaikan, maka ia pantas menerimanya. Dan apabila ia di palingkan dari sesuatu pemberian, maka sungguh ia (tetap)di berikan kebaikan.”500 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 686: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Al Miqdam Al Ijli, Al Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, ia berkata, aku mendengar ayahku berkata, Qatadah menceritakan kepada kami, dari Khulaid Al Ashari, dari Abu Ad-Darda’, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak pernah sama sekali matahari terbit kecuali ia di iringi oleh dua malaikat yang selalu berdo'a, ‘Ya Allah SWT, siapapun yang memberikan infaq —pada hari ini—, balaslah ia dengan pengganti —yang lebih baik—. Dan siapapun yang menahan hartanya (tidak mau berinfaq), balaslah ia dengan kerusakan —hartanya—.”501 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 687: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail di Busta mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id dan Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Al Ala’, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dunia adalah penjara orang mukmin, dan surga orang kafir. ” 502 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 688: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Al Ala’, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dunia adalah penjara orang mukmin, dan surga orang kafir.,/i>”502 [1: 2] Shahih Ibnu Hibban 689: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Wazir bin Shabih menceritakan kepada kami, ia berkata, Yunus bin Maisarah, dari Ummu Ad-Darda’, dari Abu Ad-Darda’, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang firman Allah SWT, “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadanya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan (Qs. Ar-Rahmaan [55]: 29). Beliau bersabda, “Termasuk dari kesibukan-Nya adalah mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan, mengangkat derajat suatu kaum, dan menjatuhkan derajat kaum lainnya. ” 504 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 690: Muhammad bin Abdullah bin Abdussalam mengabarkan kami di Beirut, ia berkata, Al Abbas bin Al Walid bin Mazid menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Jabir menceritakan kepada kami, ia berkata, aku mendengar Abu Abd Rabb berkata, aku mendengar Mu’awiyah di atas mimbar ini berkata, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang tersisi dari dunia kecuali bala ’ dan fitnah.”,505 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 691: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Umar Al Adani menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Amar bin Dinar dan Yahya bin Sa’id, dari Az Zuhri (dari Hind), dari Ummu Salamah dan Ma’mar, dari Az Zuhri, dari Hind, dari Ummu Salamah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda pada suatu malam, “Maha Suci Allah SWT, fitnah apa yang diturunkan pada malam ini? Rahmat apa yang diturunkan (pada malam ini)? Bangunkanlah wanita-wanita penghuni kamar (Ummahatul Mukminin)? Wahai Tuhan, betapa banyak wanita yang menutupi aurat di dunia akan tetapi di hari kiamat mereka telanjang. ', 506 [3:6] Shahih Ibnu Hibban 692: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ubaidillah507 bin Mu’adz bin Mu’adz menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’tamir bin Sulaiman At-Taimi508 menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dari Abu Utsman An-Nahdi, dari Usamah bin Zaid bin Haritsah, bahwa ia bercerita, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Ketika aku berdiri di hadapan pintu surga ternyata kebanyakan orang yang memasukinya adalah dari kalangan orang-orang miskin. Aku juga melihat para pembesar sedang ditahan, adapun penduduk neraka diperintahkan menuju ke neraka. Aku melihat ke neraka, ternyata kebanyakan orang yang memasukinya adalah kaum wanita.”509 Abu Hatim RA berkata, “Umran bin Musa meningikutkan Usamah bin Zaid bin Sa’id bin Zaid dalam kahabr ini. Al Mu’tamir adalah Mu’tamir bin Sulaiman.” [2: 55] Shahih Ibnu Hibban 693: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim mengabarkan kepada kami, dari Sa’id bin Abdul Aziz, dari Sulaiman bin Musa, dari Nafi’, ia berkata, Ibnu Umar mendengar suara seruling orang yang sedang menggembala. Nafi’ berkata, “Lalu Ibnu Umar menutup telinganya dengan jari-jari tangannya dan ia menyimpang dari jalan. Lalu ia bertanya, “Wahai Nafi’, apakah kamu mendengar?” Aku menjawab, “Ya”. Maka tatkala aku berkata, ‘Tidak (mendengarnya)”, ia lalu kembali ke jalan yang sebenarnya. Kemudia ia berkata, “Begitulah aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya.” 510 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 694: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun Ar Rayyani511 mengabarkan kepada kami, ia berkala. Al Husain bin Huraits mengabarkan kepada kami, ia berkala. Waki’ menceritakan kepadl kami. dan Al A'masy, dan Abu Wa’il, dari Abu Musa Al Asy’ari, ia berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dinar dan dirham telah menghancurkan umat sebelum kalian. Keduanya dapat —juga— menghancurkan kalian.”512 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 695: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Anas bin Malik; bahwa Ummu Sulaim menghidangkan sepiring anggur untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau mengambilnya sebanyak satu genggaman dan menyodorkannya kepada sebagian istri-istrinya. Lalu beliau mengambil lagi satu genggaman dan menyodorkan kepada istri-istrinya yang lain. Kemudian beliau menghidangkan anggur itu (untuk dirinya). Dan, beliau senang melakukan itu. Beliau melakukannya lebih dari satu kali, dan beliau begitu senang melakukannya. 513 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 696: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Al Mu’alia Al Adami menceritakan kepada kami, Yahya bin Hamad menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Awanah menceritakan kepada kami, dari Al Ala’ bin Al Musayyab, dari Ibrahim bin Qu’ais, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jika akan keluar untuk berperang, maka yang paling akhir di tinggalkannya adalah Fathimah. Dan, jika beliau datang dari peperangan, maka yang paling dahulu di temuinya adalah Fathimah ridhwanullaahi ‘alaihaa. Pada suatu saat, beliau keluar untuk melakukan perang Tabuk bersama Ali. Fathimah berdiri lalu menghamparkan permadani di rumahnya. Ia juga menggantungkan tirai di tiap pintunya, dan mencelupkan kain hordengnya dengan minyak za’faran. Maka tatkala ayahnya - Muhammad SAW- datang, dan beliau melihat apa yang telah terjadi di rumah Fathimah, beliau segera keluar lalu duduk di masjid. Fathimah kemudian mengutus Bilal dan berkata, “Wahai Bilal, pergilah kamu menemui ayahku, tanyakan kepadanya apa alasan beliau keluar dari pintu rumahku (tidak jadi masuk)?” Bilal lalu menemui beliau dan bertanya kepadanya. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh aku melihatnya telah memperbarui dan memperbaiki sesuatu.” Bilal lalu mengabarkanya kepada Fathimah. Seketika itu, ia langsung menurunkan kain satimya, mengangkat permadaninya, dan membuang pakaian yang sedang di kenakannya lalu memakai kain lusuhnya. Bilal setelah itu datang lagi menemui beliau dan memberi Khabar tentang apa yang telah terjadi kepadanya. Beliau pun langsung menemui Fathimah dan merangkulnya. Beliau kemudian bersabda, “Seperti inilah kamu seharusnya. Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.” 514 [5: 8] Shahih Ibnu Hibban 697: Disini terdapat kesalahan dalam penomeran dari Pentahqiq Shahih Ibnu Hibban 698: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail mengabarkan kepada kami di Busta, ia berkata, Al Hasan bin Qaza’ah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdurrahman Ath Thufawi menceritakan kepada kami, ia berkata, Al A’masy menceritakan kepada kami, dari Mujahid, dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegang bahuku -atau kedua bahuku- lalu bersabda, “Hiduplah di dunia ini seolah-olah dirimu adalah orang asing atau seorang musafir.” Mujahid berkata, “Ibnu Umar berkata, ‘Jika sedang berada pada pagi hari, maka janganlah kamu membicarakan tentang dirimu di sore hari. Dan, jika kamu berada pada sore hari, maka janganlah kamu membicarakan tentang dirimu di pagi hari. Gunakan waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” 515 Ibnu Ishaq berkata, Al Hasan bin Qaza’ah berkata, “Yahya bin Mu’in tidak pernah bertanya kepadaku kecuali mengenai hadis ini.” [3:66] Shahih Ibnu Hibban 699: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami di Busta, ia berkata, Suwaid bin Nashr bin Suwaid Al Maruzi menceritakan kepada kami, ia berkata, Ali bin Al Husain bin Waqid mengabaikan kepada kami, dari ayahnya, dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kemuliaan-kemuliaan dunia yang paling kalian senangi adalah harta.“ [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 700: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Yahya Al Qutha’i menceritakan kepada kami, ia berkata, Zaid bin Al Hubab menceritakan kepadaku, ia berkata, Al Husain bin Waqid menceritakan kepadaku, ia berkata, Abdullah bin Buraidah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya kemuliaan ahli dunia adalah orang yang pergi dengan selalu membawa harta di sisinya.” 517 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 701: Abdullah bin Qahthabah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ja’far —ia adalah Ghundur— menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah menceritakan kepada kami, ia berkata, aku mendengar Qatadah berkata, aku mendengar Mutharrif bercerita, dari ayahnya, ia berkata: aku datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang saat itu sedang membaca ayat, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” (Qs. At-Takatsur [102]: 1). Beliau bersabda, “Ibnu Adam berkata, ‘Hartaku, hartaku. Sesungguhnya hartamu ialah yang telah kamu makan hingga habis, atau yang kamu pakai hingga usang, atau yang kamu sedekahkan untuk akhiratmu”518 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 702: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkala, Musa bin Al Husain bi Bistham menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Hudzaifah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Yunus bin Ubaid, dari Al Hasan, dari Utai*, dari Ubai bin Ka’ab, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya makanan anak Adam yang di buat perumpamaan untuk dunia adalah seperti sesuatu yang keluar dari (perut) anak Adam. Dan, jika ia membumbui dan menggaraminya, maka lihatlah apa yang terjadi kepadanya."** [3:66] Shahih Ibnu Hibban 703: Al Husain bin Ahmad bin Bistham mengabarkan kami di Ubullah, ia berkata, Muhammad bin Al Ala’ bin Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami, dari Humaid, dari Anas, ia berkata, “Dulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mempunyai unta bernama Al-Adhba’, yang tidak dapat di kejar unta-unta lain. Tiba-tiba datang seorang Badui yang mengendarai untanya, dan dengan sombongnya ia membalap unta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hingga membuat jengkel para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika beliau melihat kejengkelan di wajah para shahabat, beliau lalu bersabda, ‘Maha Benar Allah SWT. Dia tidak akan menambahkan apapun pada orang yang menyombongkan dirinya selain kehinaan”521 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 704: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Al Madhi bin Muhammad mengabarkanku, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mempunyai tempat tidur yang di rajut dengan Bardi (jenis tumbuhan yang dapat di jadikan kertas), di atasnya terdapat pakaian hitam yang kami isi dengan Bardi. Kemudian Abu Bakar dan Umar datang menemui beliau yang saat itu sedang tidur di atas tempat tidurnya. Maka tatkala Abu Bakar dan Umar melihatnya, beliau langsung bangun dan duduk. Keduanya memandang beliau. Saat itu terdapat bekas tempat tidur di punggung Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Bakar dan Umar berkata lalu ia berkata -keduanya saat itu menangis—, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, benda kasar yang kami lihat di tempat tidur telah menyakiti tubuhmu, bukankah Kisra dan Kaisar mempunyai tempat tidur dari kain sutera?” Beliau lalu bersabda, “Janganlah kalian berbicara seperti ini. Sesungguhnya tempat tidur Kisra dan Kaisar (membuat ia masuk) dalam neraka. Sedangkan alas tidur dan tempat tidurku ini sesungguhnya dapat membawaku masuk surga.”522 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 705: Bakar bin Ahmad bin Sa’id Al Abid Ath-Thahi mengabarkan kepada kami di Bashrah, ia berkata, Nashr bin Ali bin Nashr Al Jahdhami menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Muqri’ mengabarkan kepada kami, ia berkata, Haiwah bin Syuraih menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Hani’ menceritakan kepada kami, bahwa Abu Ali Al Janbi mengabarkannya, bahwa ia mendengar Fadhalah bin Ubaid berkata: Sesungguhnya ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Beruntunglah orang yang telah di beri petunjuk kepada Islam, kehidupannya tercukupi, dan Allah SWT membuatnya menerima dan puas terhadap kehidupannya'. ”523 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 706: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, Yazid bin Mauhab Ar-Ramli menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dari Abu Hani’, Abu Abdur-rahman Al Hubuli mengabarkan kepadaku, dari Amir bin Abdullah; bahwa Salman Al Khair tatkala maut hampir menjemputnya, orang-orang melihatnya dalam keadaan gelisah. Mereka bertanya, “Apa yang membuatmu gelisah wahai Abu Abdullah, padahal kamu termasuk orang yang paling dahulu berbuat baik, kamu pernah bersama-sama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyaksikan peperangan-peperangan dan penaklukan-penaklukan yang luar biasa?” la menjawab, “Yang membuatku gelisah adalah bahwa kekasih kita, Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, tatkala berpisah dengan kita, beliau berpesan, ‘Hendaklah kalian mencukupkan diri hari ini seperti bekal —yang dimiliki— seorang pengendara ’. Inilah yang membuatku gelisah”. Setelah mendengarnya, maka harta Salman di kumpulkan. Nilainya sebesar lima belas dinar. 524 Abu Hatim berkata.”Amir adalah Amir bin Abd. Qis. Salman Al Khair adalah Salman Al Farisi.” 525 [1:63] Shahih Ibnu Hibban 707: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Ashim, dari Zir, dari Abdullah, ia berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di suatu gua tatkala turun ayat, ‘Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan’ (Qs. Al Mursalaat [77]: 1). Maka aku mengikuti ayat itu dari mulut beliau, dan sesungguhnya mulut beliau basah sebab membaca ayat itu. Kemudian aku tidak mengetahui ayat mana yang menutup, apakah, ‘Maka kepada Perkataan Apakah sesudah Al Quran ini mereka akan beriman?” (Qs. Al Mursalaat [77]: 50), ataukah ‘Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Rukuklah, niscaya mereka tidak mau ruku’ (Qs. Al Mursalaat [77]: 48), hingga datang seekor ular yang melewati kami dan langsung masuk ke dalam lubang (dan kami tidak berhasil membunuhnya). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda, ‘Kalian telah di jaga dari keburukannya sebagaimana ia di jaga dari keburukan kalian” 526 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 708: Muhammad bin Mahmud bin Adi mengabarkan kepada kami di Nasa, ia berkata, Muhammad bin Ismail Al Ju’fi menceritakan kepada kami, ia berkata, Umar bin Hafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata, Al A’masy menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibrahim menceritakan kepadaku, dari Al Aswad, dari Abdullah, ia berkata, “Ketika kami bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di sebuah gua, lalu turunlah ayat ‘Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan ’ {Qs. Al Mursalaat [77]: 1), kemudian beliau membacanya, dan sesungguhnya aku mengambil ayat tersebut (talaqqi) dari mulut beliau. Dan, mulut beliau basah sebab membaca ayat tersebut. Tiba- tiba lewat seekor ular di hadapan kami. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Bunuhlah ular itu’ kami pun mengejarnya, tapi ular itu pergi. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, ‘Kalian telah di jaga dari keburukannya sebagaimana ia di jaga dari keburukan kalian'. ” 527 [4: 5] Shahih Ibnu Hibban 709: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa id menceritakan kepada kami, ia berkata, Ya’qub bin Abdur-rahman Al Iskandari menceritakan kepada kami, dari Amar bin Abu Amar, dari Al Muthallib, dari Abu Musa, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mencintai dunianya, maka ia telah membahayakan urusan akhiratnya. Dan, barangsiapa yang mencintai akhiratnya, maka ia telah membahayakan urusan dunianya. Maka ambillah keputusan (dengan mempertimbangkan) sesuatu yang kekal atas sesuatu yang fana. ” 528 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 710: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Khazim menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Syimr bin Athiyah, dari Al Mughirah bin Sa’ad bin Al Akhram, dari ayahnya, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian sibuk dengan kebun jika menyebabkan kalian senang (cinta) kepada dunia.” Abdullah berkata, “Satu -kebunku— di Madinah dan satunya di Baradzan.” 530 [2: 23] Shahih Ibnu Hibban 711: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail mengabarkan kepada kami, Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits bin Sa’ad mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Ajian, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian melihat ada orang yang diberi kelebihan dalam hal kedudukan atau rizqi di banding ia, hendaklah ia melihat kepada orang yang lebih rendah darinya dari pada orang yang diberi ke lebihan darinya. ” 531 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 712: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrazaq menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian melihat seseorang diberi kelebihan dalam hal harta dan kedudukan dari pada ia, hendaklah ia melihat kepada orang yang lebih rendah darinya daripada orang yang diberi kelebihan atasnya.” 532 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 713: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian melihat kepada orang yang berada di atasmu, dan lihatlah orang yang lebih rendah daripadamu. Sesungguhnya hal itu lebih pantas bagi kalian agar tidak meremehkan nikmat yang telah Allah SWT anugerahkan kepadamu. ”533 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 714: Abdur-rahman bin Bahar Al Bazzar mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Amar Al Adani menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian melihat orang yang berada di atasnya dalam hal harta dan kedudukan, hendaklah ia melihat kepada orang yang lebih rendah darinya dalam hal harta dan kedudukan. ” 534 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 715: Ismail bin Daud bin Wardan di Fusthath mengabarkan kepada kami, Al Laits mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Ajian, dari Abu Hazim, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Aisyah, bahwa ia berkata, “Saat sakit Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat parah, dan di sisinya masih terdapat uang sebesar tujuh atau sembilan dinar, beliau bertanya, “Wahai Aisyah, apa yang dilakukan oleh emas itu — mengapa masih ada dinar—?” Aku menjawab, “Dinar itu ada padaku”. Beliau bersabda, “Sedekahkanlah uang itu.” Aisyah berkata, “Aku lalu disibukkan dengan masalah uang itu (ia berat melepaskan dinar tersebut).” Beliau kemudian bertanya, “Wahai Aisyah, apa yang dilakukan oleh emas itu —mengapa masih ada dinar—.” Aku menjawab, “Dinar itu ada padaku.” Beliau bersabda, ‘‘Berikan kepadaku.” Aisyah berkata, “Lalu aku berikan dinar itu kepada beliau dan aku taruh di telapak tangannya. Beliau lalu bersabda, ‘Apa yang bakal diduga terhadap Muhammad seandainya ia bertemu dengan Allah SWT dan di sisinya masih ada dinar ini?. Apa yang bakal di duga terhadap Muhammad seandainya ia bertemu dengan Allah SWT dan di sisinya masih ada dinar ini? ’. ” 535 [5: 48] Shahih Ibnu Hibban 716: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kami dengan hadis gharib, Hudbah bin Khalis Al Qisiy menceritakan kepada kami, Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit dan Humaid, dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Surga di kelilingi dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan. Dan, neraka di kelilingi dengan kesenangan-kesenangan. ” 536 [3:10] Shahih Ibnu Hibban 717: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, Hannad bin As Sariy menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami, dari Sa’id bin Masruq, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Orang kuat itu bukanlah orang yang mampu mengalahkan —musuh dengan fisiknya—. Orang kuat itu hanyalah orang yang mampu mengendalikan dirinya. ” 537 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 718: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Nashr At-Tamar menceritakan kepada kami, ia berkata, Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Surga di kelilingi dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan. Dan, neraka di kelilingi dengan kesenangan-kesenangan."538 [3:79] Shahih Ibnu Hibban 719: Ahmad bin Muhammad bin Sa’id Al Marwazi di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Mani’ mengabarkan kepada kami, ia berkata, Syababah menceritakan kepada kami, Waraqa’ menceritakan kepada kami, dari Abu Az Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Neraka di kelilingi dengan kesenangan -kesenangan. Dan surga di kelilingi dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan.”539 [3:79] Shahih Ibnu Hibban 720: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Ibnu Abu As-Sari menceritakan kepada kami, Abdur-razaq menceritakan kepada kami, Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dahulu, ada seseorang membeli sebidang tanah dari seseorang, lalu orang yang membeli sebidang tanah menemukan bejana dari emas, kemudian ia berkata, ‘Aku hanya membeli tanah darimu, dan aku tidak membeli emas darimu, ambillah emas ini’, lantas orang yang di beli tanahnya menjawab, 'Sesungguhnya aku telah menjual tanah itu kepadamu beserta isinya’, kemudian keduanya memperkarakannya kepada seorang laki-laki. Laki-laki tersebut bertanya, ‘Apakah kalian berdua mempunyai anak? ’ Salah seorang dari mereka lalu berkata, “Aku mempunyai seorang anak laki-laki dan yang lain berkata, ‘Aku mempunyai seorang anak perempuan’. Laki-laki tersebut berkata, ‘Jika demikian, nikahkan anak laki-laki itu dengan anak perempuan tersebut, dan hendaklah keduanya menafkahi diri mereka dengan emas itu, dan hendaknya mereka berdua bersedekah ’, ” 540 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 721: Muhammad bin Umair bin Yusuf mengabarkan kepada kami, Nashr bin Ali menceritakan kepada kami, Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, Ibnu Aim menceritakan kepada kami, dari Asy-Sya’bi, dari An Nu’man bin Basyir, ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Yang halal itu telah jelas dan yang haram pun telah jelas, di antara keduanya ada hal-hal yang samar. Perumpamaan dari itu bagaikan seorang menggembala ternaknya di sekitar padang rumput yang terlarang. Sesungguhnya daerah larangan Allah SWT ialah apa saja yang telah diharamkannya. Barangsiapa yang menggembala di sekitar daerah yang terlarang, maka dikhawatirkan ia terjerumus di dalamnya; sesungguhnya orang yang melalukan hal yang samar, maka dikhawatirkan ia terjerumus ke dalam yang haram. "541 [3:28] Shahih Ibnu Hibban 722: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Al Hasan At-Tirmidzi menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’ammal bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah menceritakan kepada kami, ia berkata, Buraid bin Abu Maryam menceritakan kepada kami, dari Abu Al Haura’ As-Sa’di, ia berkata, aku pernah berkata kepada Hasan bin Ali, “Ceritakanlah kepadaku sesuatu yang kamu hafal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang belum pernah diceritakan oleh siapa pun.” Ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Tinggalkanlah apa yang membuatmu ragu menuju kepada sesuatu yang tidak membuatmu ragu. Beliau bersabda, “Kebaikan akan mendatangkan ketenangan, sedangkan kejelekan akan mendatangkan kecemasan.” Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah di sodorkan kurma sedekah. Lalu aku mengambil kurma itu dan memasukkan ke dalam mulutku. Beliau kemudian mengambil kurma itu dari mulutku dan menaruh kembali kurma yang sudah tercampur dengan air liurku itu di tempat kurma-kurma yang lain. Beliau lalu di tanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mengapa engkau tidak membiarkan kurma ini di makan oleh anak kecil ini?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya bagi kami, keluarga Muhammad, (harta) sedekah tidaklah halal.” Dan aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa dengan doa ini, “Ya Allah berilah petunjuk kepadaku seperti orang-orang yang Engkau beri petunjuk, selamatkanlah aku seperti orang-orang yang Engkau selamatkan, tolonglah aku seperti orang-orang yang Engkau beri pertolongan, berilah keberkahan kepadaku pada apa-apa yang Engkau berikan, dan jagalah diriku dari keburukan apa yang Engkau putuskan. Sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan (segala perkara) dan Engkau tidak dapat di putuskan (oleh Dzat lain). Sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau beri pertolongan. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi Engkau.”542 [2: 23] Shahih Ibnu Hibban 723: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Yazid543 Ar-Rifa’i menceritakan kepada kami, Ibnu Fudhalil menceritakan kepada kami, Yunus bin Amar menceritakan kepada kami, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah datang menemui seorang badui dan ia menyambutnya. Beliau lalu bersabda kepadanya, “Datanglah kepada kami’. Badui itu pun datang menghampiri beliau. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda kepadanya, ‘Mintalah apa yang kamu butuhkan” Ia menjawab, ‘(Aku meminta) seekor unta yang dapat aku tunggangi, dan aku dapat memerah susunya untuk keluargaku’. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, ‘ Apakah kalian lemah hingga kalian seperti perempuan lemah Bani Isra'il?’. Mereka bertanya, ‘Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, siapakah perempuan lemah Bani Israil itu?’ Beliau menjawab, ‘Sesungguhnya Musa AS tatkala berjalan dengan Bani Isra’il dari Mesir, mereka pernah tersesat jalan. Musa lalu bertanya, 'Apakah ini?’. Para ulama Bani Isra'il lalu menjawab, ‘Sesungguhnya Yusuf AS, tatkala kematian menjemputnya, ia mengambil janji dari Allah SWT agar kami tidak keluar dari Mesir kecuali kami membawa tulang- belulangnya bersama-sama kami’. Musa bertanya, ‘Siapakah yang tahu di mana letak kuburnya?’. Ulama itu berkata, ‘(Yang tahu adalah) seorang yang lemah dari Bani Isra‘il ’ Lalu Musa mengutus seseorang untuk mendatangi perempuan itu. Tidak lama kemudian ia datang. Musa lalu berkata, ‘Tunjukkanlah kepadaku, di mana kuburan Yusuf. Perempuan itu berkata, ‘(Aku tidak akan menujukkannya) hingga engkau memberikan kepadaku hukum (kebijakan untuk)ku’. Musa berkata, ‘Apa hukummu itu?’ Ia menjawab, ‘(Jaminan bahwa) aku akan bersamamu di surga’. Musa rupanya tidak senang memberikan (jaminan) itu kepadanya. Kemudian Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia memberikan hukum (jaminan) itu kepadanya’. Maka (setelah Musa memberikannya) pergilah ia bersama rombongan Musa ke Buhairah, tempat penampungan air. Perempuan itu berkata, ‘Kuraslah air ini’. Maka orang-orang pun mengurasnya, setelah itu mereka menggalinya dan mengeluarkan tulang-belulang Yusuf. Maka tatkala mereka meletakkannya di tanah, tiba-tiba jalan itu seperti cahaya matahari (sudah tahu arah jalan hingga tidak tersesat lagi)’.” 545 [3: 6] Shahih Ibnu Hibban 724: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Muqri’ menceritakan kepada kami, ia berkata, Haiwah bin Syuraih menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Hani’ Humaid bin Hani’ menceritakan kepadaku, bahwa Ali Al Janbi menceritakan kepadanya, bahwa ia mendengar Fudhalah bin Ubaid bercerita, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika melakukan shalat bersama orang-orang, ada beberapa orang yang jatuh dalam shalatnya karena kelaparan. Mereka itu adalah Ashhabush-Shuffah, hingga orang badui berkata, “Sesungguhnya mereka itu adalah orang gila.” Maka setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selesai dari shalatnya, beliau bersabda, “Seandainya kalian mengetahui pahala bagi kalian di sisi Allah SWT, niscaya kalian ingin semakin bertambah fakir dan membutuhkan.’, 546 Fudhalah berkata, “Pada hari itu aku sedang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 725: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu As-Sari menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdur-razaq menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tangan kanan Allah SWT sangat penuh dengan kekayaan, yang tidak terkurangi dengan pemberian nafkah-Nya. Malam dan siang terus menerus memberikan nafkah. Apakah kalian melihat apa yang telah Dia nafkahkan semenjak Dia menciptakan langit dan bumi. Sesungguhnya kekayaan yang ada di Kanan-Nya sama sekali tidak berkurang, sedangkan Tangan lainnya masih menggenggam (kekayaannya belum di salurkan). Dia mengangkat dan menjatuhkan. Dan, ‘Arsy-Nya berada di atas air.”. 547 Abu Hatim berkata, “Kabar-kabar ini di ucapkan dari satu macam sisi ini; Orang yang tidak mempunyai ilmu akan menduga bahwa Khabar ini adalah samar -kami berlindung kepada Allah SWT atas hal itu terjadi pada ahli hadis- Kabar-kabar ini di ucapkan dengan kata-kata perumpamaan terhadap sifat-sifat-Nya yang membuat orang- orang dapat mengerti maksud dari Khabar itu, bukannya menyamakan Allah SWT dengan makhluknya, yakni menyamakan bahwa Allah SWt mempunyai tangan sebagaimana tangan makhluk-Nya, karena tidak ada yang dapat menyerupai-Nya” [3: 67] Shahih Ibnu Hibban 726: Muhammad bin Ja’far bin Al Asy’ats di Samarkandi, dan Ya’qub bin Yusuf di Bukhara mengabarkan kepada kami, keduanya berkata, Muhammad bin Isa bin Hayyan menceritakan kepada kami, Syu’aib bin Harb menceritakan kepada kami, dari Usman bin Waqid, dari Sa’id bin Abu Sa’id, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sekelompok umat akan masuk surga dengan segala-galanya. Mereka itu adalah orang-orang yang tidak pernah membakar dirinya dengan besi (untuk berobat), dan tidak menggunakan jampi-jampi. Mereka hanya bertawakkal kepada Tuhan mereka. 548” [3: 6] Shahih Ibnu Hibban 727: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir Al Abadi menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Abu Sinan, dari Wahab bin Khalid, dari Ibnu Ad- Dailami, ia berkata: Aku pernah datang mengunjungi Ubai bin Ka’ab dan berkata kepadanya, ‘Telah teijadi satu keganjalan di hatiku ini tentang masalah takdir. Maka ceritakanlah kepadaku sesuatu yang barangkali dapat menghilangkan keganjalan hatiku ini”, la lalu berkata, “Sesungguhnya Allah SWT seandainya mau mengadzab penduduk langit dan bumi, niscaya Dia akan mengadzab mereka — walaupun— selain orang yang berbuat zhalim terhadap mereka. Seandainya Allah SWT mengasihi mereka, maka kasih-Nya itu adalah berupa kebaikan untuk mereka dari amal-amal mereka. Seandainya kamu menafkahkan harta sebesar gunung Uhud di jalan Allah SWT, maka tidaklah Allah SWT akan menerimanya hingga kamu mempercayai takdir, dan kamu mengetahui bahwa apa yang — ditakdirkan— menimpamu pasti akan menimpamu. Dan, apa yang — ditakdirkan— tidak akan menimpamu pasti tidak akan menimpamu. Dan, seandainya kamu mati dalam keadaan tidak seperti ini, niscaya kamu akan masuk neraka.” Ibnu Ad-Dailami berkata, “Lalu aku datang mengunjungi Abdullah bin Mas’ud dan berkata seperti yang aku katakan kepada Ubai bin Ka’ab. Ternyata yang di sampaikannya sama dengan yang di sampaikan oleh Ubai bin Ka’ab. Begitupun saat aku mengunjungi Hudzaifah bin Al Yaman dan Zaid bin Tsabit. Ia menceritakan khabar ini kepadaku dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.” 549 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 728: Al Husain bin Abdullah Al Qaththan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Nuh bin Habib menceritakan kepada kami, ia berkata, Hafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami, dari Ashim Al Ahwal, dari Tsa’labah bin Ashim, dari Anas bin Malik, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku heran terhadap seorang mukmin, Allah SWT tidak menentukan sesuatu untuknya kecuali berupa kebaikan baginya.’ 550 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 729: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Al Walid bin Syuja’ menceritakan kepada kami, Ali bin Mushir menceritakan kepada kami, Hisyam bin Urwah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata, “Sungguh keluarga Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pernah tidak menyalakan tungku api (tidak bisa memasak) selama tiga bulan. Tidak ada yang bisa di makan kecuali air dan kurma. Di sekitar rumah kami terdapat rumah-rumah kaum Anshar yang mempunyai kambing-kambing peliharaan. Penghuni tiap rumah biasa mengirimkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam susu kambingnya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun (hanya) meminum susu-susu tersebut.” 551 [5:27] Shahih Ibnu Hibban 730: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Muqri’ menceritakan kepada kami, dari Haiwah bin Syuraih, dari Bakar bin Amar, dari Abdullah bin Hubairah, dari Abu Tamim Al Jisyani, dari Umar bin Al Khaththab, ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah SWT dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan di berikan rezeki seperti burung yang diberikan rezeki. Ia (burung itu) pergi di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan pulang sore hari dalam keadaan perut kenyang.” 552 [3: 66] Shahih Ibnu Hibban 731: Al Husain bin Abdullah Al Qaththan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, ia berkata, Hatim bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata, Ya’qub bin Abdullah menceritakan kepada kami, dari Ja’far bin Amar bin JJmayah, dari ayahnya, ia berkata: Seseorang berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Untaku di lepas dan aku bertawakal kepada Allah SWT darinya?” Beliau bersabda, “Ikatlah unta itu kemudian tawakkallah”.553 Abu Hatim RA berkata, “Ya’qub di sini adalah Ya’qub bin Amar bin Abdullah bin Umayah Adh-Dhamri, termasuk penduduk Hijaz, ia terkenal dan terpercaya.” [3: 65] Shahih Ibnu Hibban 732: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Khalaf bin Hisyam Al Bazzar menceritakan kepada kami, dia berkata Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Abu Imran Al Jauni, dari Jundab bin Abdullah, dia meriwayatkannya secara marfu’dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bacalah Al Qur'an selama hati kalian bersatu. Tetapi jika kalian berselisih mengenainya, maka tinggalkanlah ia.”1 [4:34] Shahih Ibnu Hibban 733: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami dia berkata- Abu Yahya bin Abdurrahim2 menceritakan kepada kami dia berkata: Yahya bin Ishaq As-Sailahini3 menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Abdullah bin Rabah dari Abu Qatadah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam suatu ketika melewati Abu Bakar yang sedang shalat dengan memelankan suara bacaannya. Lalu beliau juga melewati Umar yang sedang shalat dengan mengeraskan suara bacaannya. Abu Qatadah berkata: Maka tatkala Abu Bakar dan Umar berkumpul di tempat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda kepada Abu Bakar, “Wahai Abu Bakar, aku (pernah) melewatimu, sementara saat itu kamu sedang melaksanakan shalat dengan memelankan suara bacaanmu” Abu Bakar menjawab, “Sungguh aku hanya ingin memperdengarkan (bacaanku) untuk Dzat yang kepadanya aku memohon.” Kemudian beliau bersabda kepada Umar, “Aku (juga) pernah melewatimu, wahai Umar, sementara saat itu kamu sedang shalat dengan mengeraskan suara .” Umar menjawab, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, aku ingin membangunkan orang yang mengantuk, dan aku mengharapkan pahala dari perbuatanku itu.” Abu Qatadah berkata: Beliau bersabda kepada Abu Bakar, “Tinggikan sedikit suara bacaanmu!” Lalu beliau bersabda kepada Umar, “Pelankan sedikit suara bacaanmu”4 [5:1] Shahih Ibnu Hibban 734: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Mu’awiyah bin Shalih menceritakan kepada kami, dari Bahir bin Sa’ad, dari Khalid bin Ma’dan, dari Katsir bin Murrah, dari ‘Uqbah bin ‘Amir, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang mengeraskan bacaan Al Qur'an adalah seperti orang yang bersedekah secara terang-terangan. Sementara orang yang memelankan bacaan Al Qur 'an adalah seperti orang yang bersedekah secara diam-diam.”5 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 735: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Ghaffar bin Abdullah Az-Zubairi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ali bin Mushir menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Ibrahim, dari Abidah, dari Abdullah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku, “Bacakanlah (Al Qur'an) kepadaku!' Aku berkata: “Apakah aku harus membacakan (Al Qur'an) kepadamu, sementara Al Qur'an itu diturunkan kepadamu?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku senang mendengarkan (bacaan Al Qur'an) dari orang lain.” Aku pun membacakan kepada beliau surah An-Nisa', hingga ketika sampai pada ayat; “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu).” (Qs. An-Nisa' [4]:41), aku memandang ke arah beliau dan ternyata kedua mata beliau mencucurkan air mata.(6)(7) [1:95] Shahih Ibnu Hibban 736: Al Husain bin Muhammad bin Maudud di Harran mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Salamah8 menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dari Zaid9 bin Abu Unaisah, dari Thalhah bin Musharrif, dari Masruq bin Al Ajda’, dia berkata: Aku mendengar Abdullah bin ‘Amar berkata: Aku selalu mencintai Abdullah bin Mas’ud semenjak aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah Al Qur'an (dengan bacaan yang bersumber) dari empat orang: Abdullah bin Mas ’ud, Salim maula (mantan budak) Abu Hudzaifah, Mu‘adz bin Jabal, dan Ubay bin Ka’ab.”10 [1:86] Shahih Ibnu Hibban 737: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, dari Humaid dari Anas bin Malik, dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata Seorang laki-laki pemah mambaca ayat (dengan satu bacaan tertentu), sementara aku membaca ayat itu dengan bacaan yang berbeda dengan bacaannya itu. Aku pun bertanya kepadanya: “Siapakah yang mengajarimu membaca dengan bacaan seperti itu?” Dia menjawab: ‘"Rasulullah SAW-lah yang telah mengajariku membaca seperti itu.” Aku pun pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu aku bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bukankah engkau telah mengajariku membaca ayat ini dan ini?” Beliau menjawab: “Ya.“ Laki-laki itu juga bertanya. “Bukankah engkau telah mengajariku membaca ayat ini dan ini?” Beliau menjawab: “Ya. Sesungguhnya Jibril dan Mikail pernah medatangiku. (Saat itu) Jibril AS duduk di sebelah kananku sementara Mikail AS duduk di sebelah kiriku. Kemudian Jibril berkata, 'Wahai Muhammad, bacalah Al Qur an dengan satu huruf’ Sementara Mikail berkata, ‘Minta tambahlah engkau!’ Aku pun berkata, Tambahlah!' Jibril berkata, 'Bacalah dengan dua huruf’ Mikail kembali berkata, 'Minta tambahlah engkau!' (Hal itu terus berulang) hingga sampai tujuh huruf“ Kemudian beliau bersabda. “Bacalah Al Qur'an dengan tujuh macam huruf, karena semuanya benar dan sudah cukup“11 [1:20]. Shahih Ibnu Hibban 738: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Ja’far bin Mihran As-Sabbak menceritakan kepada kami, Abdul Warits menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Juhadah, dari Al Hakam bin ‘Utaibah12, dari Mujahid, dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Ubay bin Ka’ab, bahwa Jibril AS pernah mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Saat itu beliau sedang berada di Adhah Bani Ghifar. Jibril lalu berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk membacakan Al Qur'an ini kepada umatmu dengan menggunakan satu huruf (bahasa).“ Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Aku memohon kepada Allah SWT perlindungan dan ampunan-Nya, atau pertolongan dan perlindungan-Nya. Mintalah keringanan untuk mereka, karena sesungguhnya mereka tidak akan mampu untuk melakukan hal itu." Jibril pun pergi, lalu dia kembali lagi dan berkala, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk membacakan Al Qur'an ini kepada umatmu dengan menggunakan dua huruf.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Aku memohon kepada Allah perlindungan dan ampunan-Nya, atau pertolongan dan perlindungan-Nya. Mintalah keringanan untuk mereka, karena sesungguhnya mereka tidak akan mampu untuk melakukan hal itu.” Jibril pun pergi, lalu dia kembali lagi dan berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk membacakan Al Qur'an ini kepada umatmu dengan menggunakan tiga huruf.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Aku memohon kepada Allah SWT perlindungan dan ampunan-Nya, atau pertolongan dan perlindungan-Nya. Mintalah keringanan untuk mereka, karena sesungguhnya mereka tidak akan mampu untuk melakukan hal itu.” Jibril pun pergi, lalu dia kembali lagi dan berkata, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk membaca Al Qur'an ini dengan menggunakan tujuh huruf. Barangsiapa yang membaca (Al Qur'an) dengan menggunakan salah satu dari ketujuh huruf itu, maka bacaan yang benar adalah seperti yang dia baca.” 13 [1:20] Shahih Ibnu Hibban 739: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Husain bin Ali menceritakan kepada kami, dari Za'idah, dari 'Ashim, dari Zirr, dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertemu dengan Jibril, lalu beliau bersabda kepada Jibril: “Sesungguhnya aku di utus kepada umat yang ummi (buta huruf), di antara mereka ada anak kecil laki-laki dan anak kecil perempuan, orang yang lemah, dan juga orang tua yang sudah renta.” Jibril pun berkata, “Perintahkan mereka untuk membaca Al Qur'an dengan menggunakan tujuh huruf (bahasa).” 14 [1:20]. Shahih Ibnu Hibban 740: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Muhammad bin ‘Ubaid menceritakan kepada kami, Ismail bin Abu Khalid menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Isa, dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata: Aku pernah duduk-duduk di dalam masjid, tiba- tiba ada seorang laki-laki yang masuk, lalu dia membaca (Al Qur'an) dengan satu bacaan yang aku ingkari. Tidak lama kemudian, ada seorang laki-laki lain yang masuk, lalu dia membaca (Al Qur'an) dengan satu bacaan yang berbeda dengan bacaan temannya itu. Setelah orang itu15 menunaikan shalat, keduanya bersama-sama masuk16 menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang ini membaca (Al Qur'an) dengan satu bacaan yang aku ingkari, sementara orang yang kedua ini membaca (Al Qur'an) dengan bacaan yang berbeda dengan bacaan temannya itu.”Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda kepada kedua orang itu, “Coba bacalah” Masing-masing dari keduanya pun membaca (apa yang tadi dibacanya). (Kemudian beliau bersabda) 17: “(Bacaan) kalian berdua bagus”, atau beliau bersabda, “(Bacaan) kalian berdua benar". Ubay bin Ka’ab berkata: Tatkala beliau mengatakan apa yang telah beliau katakan itu, hatiku merasa sombong18. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat apa yang tengah menyelimuti hati dan pikiranku, beliau pun langsung memukul dadaku19. Saat itu, seakan-akan aku melihat Tuhanku dengan perasaan penuh ketakutan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Wahai Ubay, sungguh Tuhanku telah memerintahkan kepadaku, 'Bacalah Al Qur'an dengan menggunakan satu huruf (bahasa).’ Aku menjawab perintah-Nya itu (dengan memohon) keringanan untuk umatku hingga dua kali (permohonan). Lalu Allah menjawab permohonanku (dengan berfirman): 'Bacalah Al Qur'an dengan menggunakan tujuh huruf. Dan engkau berhak dengan tiap-tiap satu permohonan, yang Aku perkenankannya, mengajukan satu permohonan untuk urusan20 hari kiamat.' Aku berkata, Ya Allah, ampunilah umatku.' Kemudian aku menunda permohonan kedua untuk satu hari di mana semua makhluk membutuhkan diriku (syafa'atku), tak terkecuali Abraham21.”22 [1:20] Shahih Ibnu Hibban 741: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari ‘Urwah bin Az-Zubair, dari Abdurrahman bin ‘Abd Al Qari, bahwa dia berkata: Aku mendengar Umar bin Al Khathab berkata: Aku mendengar Hisyam bin Hakim bin Hizam membaca surat Al Furqan dengan bacaan yang berbeda dengan bacaanku, padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengajarkan kepadaku bacaanku itu. Aku hampir saja mendebatnya (ketika dia sedang membaca Al Qur'an), 23 tetapi aku mengurungkan niatku24 hingga dia selesai. Kemudian aku menarik kain serbannya dan membawa dia menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku berkata, “Sungguh aku telah mendengar orang ini (Hisyam) membaca surat Al Furqan dengan bacaan yang berbeda dengan bacaan yang telah engkau ajarkan kepadaku." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Coba bacalah!” Hisyam pun mengulangi bacaannya seperti yang tadi aku dengar. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Seperti itulah Al Qur'an diturunkan.” Lalu beliau bersabda kepadaku, “Coba bacalah!” Aku pun membacanya. Setelah itu, Rasulullah bersabda, “Seperti itulah Al Qur'an diturunkan. Sesungguhnya Al Qur'an itu diturunkan dalam tujuh macam huruf (bahasa). Maka, bacalah dengan cara yang termudah bagimu." 25 [1:41] Shahih Ibnu Hibban 742: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritaka/n kepada kami, dari Humaid, dari Anas, dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit, dia berkata: Ubay bin Ka’ab berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Al Qur'an itu diturunkan dalam tujuh macam huruf (bahasa)”26 [1:66] Shahih Ibnu Hibban 743: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: ‘Abadah bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, dari Muhammad bin ‘Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Al Qur'an itu diturunkan dalam tujuh huruf (bahasa)” [3:66] (Allah mencantumkan Al Qur'an dalam keadaan seperti itu karena Dia) Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Pengampun dan Maha Penyayang. 27 (Kalimat terakhir ini merupakan) perkataan Muhammad bin ‘Amr yang dimasukkannya ke dalam matan hadits, padahal matan yang sebenarnya hanya sampai lafazh “sah'ah ahruf” (tujuh huruf) saja. Shahih Ibnu Hibban 744: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin 'Abd Al A’la menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Humaid berkata: Aku mendengar Anas berkata: Ada seseorang yang menuliskan (ayat Al Qur'an) untuk Nabi SAW28. Sungguh dia telah membaca surat Al Baqarah dan Ali Imran. Dia termasuk orang yang terpandang di antara kami dan memiliki kedudukan. (Suatu ketika) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendiktekan kepadanya lafazh “Ghafuuran Rahiiman” (Maha Pengampun lagi Maha Penyayang), namun orang itu menulisnya dengan lafazh “Afuwwan Ghafuuran”(Maha Pemaaf dan Maha Pengampun). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Tulislah!” Kemudian beliau mendiktekan kepadanya lafazh “‘Aliiman Hakiiman” (Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana), namun dia menulisnya dengan lafazh, “Samii’an Bashiiran’ (Maha Mendengar dan Maha Melihat). Nabi pun bersabda, “Tulislah mana yang kamu suka di antara keduanya.“ 29 Anas berkata: Maka, orang itu keluar Islam (murtad) dan bergabung dengan kaum musyrikin. Lalu dia berkata, “Aku adalah orang yang paling mengetahui di antara kalian tentang Muhammad, jika aku mau maka aku akan menulis apa saja yang aku kehendaki.’’ (Tidak lama kemudian) orang itu meninggal dunia. Ketika hal itu sampai ke telinga Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau pun bersabda, “Sungguh, bumi tidak akan menerima (jasad)nya.” Anas berkata: Abu Thalhah berkata: Aku pun mendatangi tempat kematian orang itu. Sungguh aku telah mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, pasti akan terjadi. Aku pun menemukan jasad orang itu terlempar. Maka, aku bertanya, “Apa yang terjadi dengan (mayat) ini?” Orang-orang menjawab, “Kami telah menguburkannya, namun ternyata bumi tidak mau menerima (jasad)nya.” 30 [5:33] Shahih Ibnu Hibban 745: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Hammam menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Haiwah bin Syuraih mengabarkan kepada kami, dari ‘Uqail bin Khalid, dari Salamah bin Abu Salamah bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Ibnu Mas’ud, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Kitab Suci yang pertama, turun dari satu pintu dengan menggunakan satu huruf (bahasa). Sedangkan Al Qur'an turun dari tujuh pintu dengan menggunakan tujuh huruf (bahasa): 'Zaajir' (yang mencegah), 'Aamir' (yang memerintahkan', 'Halal’ (kehalalan), 'Haram' (keharaman), 'Muhkam' (yang maknanya jelas), 'Mutasyabih' (yang maknanya disamarkan), dan 'Amtsaal' (perumpamaan-perumpamaan). Maka, halalkanlah apa yang dihalalkannya, haramkanlah apa yang diharamkannya, kerjakanlah apa yang diperintahkannya kepada kalian, tinggalkanlah apa yang di larangnya untuk kalian, ambillah pelajaran dari perumpamaan- perumpamaannya, amalkanlah ayat-ayat yang muhkam, dan imanilah ayat-ayat yang mutasyabuh. Lalu katakanlah, 'Kami mengimani Al Qur'an. Semuanya (yang terdapat di dalam Al Qur'an) itu adalah berasal dari Tuhan kami.’” 16 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 746: Al Husain bin Ahmad bin Bistham di Ubullah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Sa’id bin Yahya bin Sa’id Al Umawi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari ‘Ashim, dari Zirr, dari Abdullah, dia berkata: Aku mendengar seorang laki-laki membaca satu ayat dengan bacaan yang berbeda dengan apa yang pernah diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepadaku. Aku pun mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang saat itu seding berbisik-bisik kepada Ali. Aku menceritakan perihal bacaan orang tadi kepada beliau. Ali pun menghampiri kami, lalu dia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kalian untuk membaca Al Qur'an (dengan bacaan) seperti yang telah diajarkan kepada kalian.” 32 [1:41] Shahih Ibnu Hibban 747: Muhammad bin Ya’qub, seorang khatib di daerah Al Ahwaz, mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ma’mar bin Sahal menceritakan kepada kami, dia berkata: Amir bin Mudrik menceritakan kepada kami, dia berkata: Isra'il menceritakan kepada kami, dari ‘Ashim, dari Zirr, dari Abdullah, dia berkata: (Suatu ketika) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan kepadaku surat Ar-Rahman. Sore harinya, aku keluar menuju masjid. Sekelompok orang duduk di hadapanku. Aku pun berkata kepada seorang laki-laki (di antara mereka), “Bacakanlah (ayat-ayat Al Qur'an) kepadaku.” Ternyata, orang itu membaca (dengan menggunakan) beberapa huruf (bahasa) yang tidak pernah aku baca. Maka, aku pun bertanya, “Siapakah yang telah mengajarimu membaca (seperti itu)?” Dia menjawab, “Rasulullah SAW-lah yang telah mengajariku membaca (seperti itu).” Kami semua pergi (ke tempat Nabi) hingga kami pun dapat berdiri di hadapan beliau. Aku berkata, “Kami telah berselisih mengenai bacaan-bacaan (Al Qur'an) kami.” Tiba-tiba raut muka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berubah, lalu beliau menemukan kegelisahan pada dirinya setelah aku menyebutkan adanya perselisihan tersebut. Beliau pun bersabda, “Sesungguhnya umat-umat sebelum kalian binasa karena adanya perselisihan (di antara mereka)” Kemudian beliau memerintahkan Ali (untuk menyampaikan pesan beliau kepada kami). Ali berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada kalian agar setiap orang di antara kalian membaca (Al Qur'an) sesuai dengan yang telah diajarkan kepadanya. (Ketahuilah) sesungguhnya perselisihan telah membinasakan umat-umat sebelum kalian.” Abdullah berkata: Kami semua pun pergi, lalu setiap orang di antara kami membaca (Al Qur'an dengan) satu huruf (bahasa) yang tidak dibaca oleh orang lain. 33 [1:41] Shahih Ibnu Hibban 748: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Nuh bin Habib menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Mu’awiyah bin Qurrah, bahwa dia pernah mendengar Abdullah bin Al Mughaffal berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membaca (Al Qur’an) pada hari terjadinya fathu Makkah (penaklukan kota Mekah), lalu beliau melakukan tarji' dalam (mengulang-ulang) bacaannya itu. 34 Mu’awiyah berkata: Seandainya bukan karena aku tidak senang orang-orang akan berkumpul di Hadapanku; niscaya aku akan menceritakan bacaan beliau itu. [1:4] Shahih Ibnu Hibban 749: An-Nadhr bin Muhammad bin Al Mubarak, seorang ahli ibadah, mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Utsman Al ‘Ijli menceritakan kepada kami, ‘Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Manshur, dari Thalhah bin Musharrif, dari Abdurrahman bin ‘Ausajah, dari Al Barra’ bin ‘Azib, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Hiasilah Al Qur'an dengan (menggunakan keindahan) suara-suara kalian."35 [1:2] Abu Hatim berkata, “Lafazh ini termasuk lafazh yang mengandung pengertian terbalik (tidak seperti susunan aslinya-ed), sehingga maksud sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut adalah: “Hiasilah suara- suara kalian dengan (menggunakan) Al Qur'an, dan bukan hiasilah Al Qur'an dengan menggunakan suara-suara kalian.” 36 Shahih Ibnu Hibban 750: Umar bin Muhammad bin Bujair37 Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Ismail Al Bukhari menceritakan kepada kami, Yahya bin Abdullah bin Bukair menceritakan kepada kami, Ya’qub bin Abdurrahman Al Iskandarani menceritakan kepada kami, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Hiasiah Al Qur'an dengan (keindahan) suara-suara kalian.” 38 Shahih Ibnu Hibban 751: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, Hamid bin Yahya Al Balkhi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dari ‘Amr bin Dinar, dari Az-Zuhri, kemudian aku juga mendengarnya dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Allah tidak pernah mendengarkan sesuatupun (dengan kesungguhan) seperti ketika Dia mendengarkan Nabi-Nya melagukan (bacaan) Al Qur'an (membacanya dengan nada sedih).” 39 Abu Hatim berkata: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “yataghanna bil Qur’an”, maksudnya adalah ber tahazzun(membaca Al Qur'an dengan perasaan sedih), dan bukan melagukan bacaan Al Qur'an. Seandainya yang dimaksud dengannya adalah melagukan, maka redaksi haditsnya berbunyi “yataghaana bihi” dan bukan dengan “yataghanna bihl” 40 Bertahazzun dengan Al Qur'an tidak mesti diwujudkan dengan menggunakan kerongkongan yang bersih (suara yang halus), suara yang merdu, dan taatnya para penghibur mengikuti berbagai macam simponi yang dapat menimbulkan fitnah. Akan tetapi bertahazzun itu harus diiringi dengan dua hal: kesedihan yang mendalam, dan penyesalan yang mendalam; kesedihan yang mendalam atas sesuatu yang telah terjadi berupa kekurangan (pada sikap dan amal perbuatan), dan penyesalan yang mendalam atas sesuatu yang diharapkan berupa keagungan diri. Bila hati telah merasa sakit dan pedih, lalu lisan pun mengeluarkan suara yang sedih dan terputus-putus, maka pelupuk mata akan mencucurkan air mata dan hati akan tampak bersinar. Pada saat itulah, orang yang bertahajjud akan merasakan kenikmatan melalui munajat-nya itu. Lalu dia akan menjauhi orang-orang dan akan lebih sering menyendiri (untuk beribadah), dengan harapan dapat memperoleh ampunan atas dosa-dosanya yang telah lalu, kemudian kesalahan-kesalahan dan aib-aibnya pun ditutupi. Kami memohon kepada Allah SWT taufik (petunjuk dan kemampuan) untuk melakukan hal itu. Shahih Ibnu Hibban 752: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, Muhammad bin ‘Amr menceritakan kepada kami, Abu Salamah menceritakan kepada kami, Abu Hurairah menceritakan kepada kami, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah tidak pernah mendengarkan sesuatupun (dengan kesungguhan) seperti ketika Dia mendengarkan seseorang yang melagukan (bacaan) Al Qur'an (membacanya dengan nada sedih) lalu dia mengeraskan suaranya." 41 [1:2] Abu Hatim berkata: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Maa adzinallahu”, maksudnya: Allah SWT tidak pernah mendengarkan sesuatupun; “kaadzanihi”, maksudnya: seperti ketika Dia mendengarkan; “yataghanna bil Qur'an, yajharu bihi”, maksudnya: membaca Al Qur'an dengan nada sedih, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya. Shahih Ibnu Hibban 753: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun mengabarkan kepada kami, Hammad bin Salamah mengabarkan kepada kami, dari Tsabit Al Bunani, dari Mutharrif bin Abdullah bin Asy-Syikhkhir, dari ayahnya, bahwa dia berkata: Aku pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang shalat. Saat itu, dari dada beliau terdengar suara seperti suara air yang sedang mendidih, karena beliau sedang menangis. 42 [1:2]Abu Hatim RA berkata: Pada hadits ini terdapat keterangan yang jelas bahwa tahazzun yang Allah SWT dengarkan adalah tahazzun (bersedih) dengan menggunakan suara, baik pada permulaan bacaan maupun di akhirnya. Sebab, permulaan bacaan merupakan niat yang sungguh-sungguh untuk menjauhi perkara-perkara yang dilarang. Sementara bagian akhirnya adalah berlimpahnya buah hasil dari berbagai macam ibadah. Apabila tahazzun itu mencakup bagian permulaan seperti yang telah aku gambarkan, dan juga bagian akhir seperti yang telah aku sebutkan, maka orang yang bersedih ketika membaca Al Qur'an itu seakan-akan telah melempar dirinya ke “bandil” kedekatan kepada Tuhannya, lalu dia tidak bergantung kepada siapapun selain kepada-Nya. Shahih Ibnu Hibban 754: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Walid menceritakan kepada kami, Al Auza’i menceritakan kepada kami, dari Ismail bin Ubaidullah bin Abu Al Muhajir, dari Maisarah, maula (budak milik) Fadhalah bin Ubaid, dari Fadhalah bin Ubaid, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah SWT lebih (sungguh-sungguh dalam) mendengarkan seorang laki-laki yang bagus suaranya yang membaca Al Qur'an (dengan nada sedih), daripada seorang pemilik biduan (yag mendengarkan suara) biduannya.” 43 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 755: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: ‘Abdah bin Abdurrahim Al Marwazi menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Muqri'44 menceritakan kepada kami dia berkata: Haiwah bin Syuraih menceritakan kepada kami, dia berkata: Basyir bin Abu Amru Al Khaulani menceritakan kepadaku, bahwa Al Walid bin Qais At-Tujaibi menceritakan kepadanya, bahwa dia mendengar Abu Sa’id Al Khudri berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Setelah enam puluh tahun nanti, akan ada satu generasi (pengganti) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsu, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. Kemudian akan ada pula satu generasi (pengganti) yang membaca Al Qur'an tetapi bacaannya tidak sampai melewati tulang- tulang selangka mereka. Akan ada tiga golongan yang membaca Al Qur'an, yaitu: orang mukmin, orang munafiq, dan orang yang suka berbuat maksiat." 45 Basyir berkata: Aku bertanya kepada Al Walid, “Bagaimana keadaan ketiga golongan itu?” Dia menjawab, “Orang munafiq kufur (ingkar) terhadap Al Qur'an, orang yang suka berbuat maksiat memakan harta (mengambil upah) dari Al Qur'an, sementara orang mukmin mengimani Al Qur'an.” Shahih Ibnu Hibban 756: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Mufadhdhal46 bin Fadhalah menceritakan kepada kami, dari Juraij, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Yahya bin Hakim47 bin48 Shafwan, dari Abdullah bin Amru, dia berkata: Aku telah menghafal Al Qur'an, dan aku telah membacanya (secara keseluruhan) dalam satu malam. Hal itu pun terdengar oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, “Bacalah Al Qur'an (seluruhnya) dalam setiap bulan." Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, biarlah aku menikmati masa kuat dan masa mudaku.” Beliau bersabda, “Bacalah Al Qur'an (seluruhnya) dalam setiap dua puluh hari" Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, biarlah aku menikmati masa kuat dan masa mudaku.” Beliau bersabda, “Bacalah Al Qur'an (seluruhnya) dalam setiap sepuluh hari" Aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, biarlah aku menikmati masa kuat dan masa mudaku.” Beliau bersabda, “Bacalah Al Qur'an (seluruhnya) dalam setiap tujuh hari" Aku berkata lagi, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, biarlah aku menikmati masa kuat dan masa mudaku.” (Kali ini) beliau menolak (permintaanku). 49 Shahih Ibnu Hibban 757: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah bin Umar Al Qawariri menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dari Ibnu Juraij, dia berkata: Aku mendengar Ibnu Abu Mulaikah menceritakan dari Yahya bin Hakim bin Shafwan, dari Abdullah bin Amru, bahwa dia berkata, “Aku telah hafal Al Qur'an, dan aku selalu mengkhatamkannya setiap malam.” Beliau bersabda kepadanya50, “Bacalah Al Qur'an (seluruhnya) dalam waktu sebulan.” Abdullah berkata: Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, biarlah aku menikmati masa kuat dan masa mudaku.” Beliau bersabda, “Bacalah Al Qur'an (seluruhnya) dalam waktu sepuluh hari”. Abdullah berkata: Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, biarlah aku menikmati masa kuat dan masa mudaku.” Beliau bersabda, “Bacalah Al Qur'an (seluruhnya) dalam waktu tujuh hari" Abdullah berkata: Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, biarlah aku menikmati masa kuat dan masa mudaku.” Akan tetapi beliau menolak (permintaanku itu). 51 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 758: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Abu Al ‘Ala' Yazid bin Abdullah, dari Abdullah bin ‘Amr, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan faham (tentang Al Qur'an) orang yang membaca (menghatamkan) Al Qur'an dalam waktu kurang dari tiga hari” 52 Shahih Ibnu Hibban 759: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Khalaf bin Hisyam Al Bazzar menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Abu Imran Al Jauni, dari Jundab bin Abdullah, dia meriwayatkannya secara marfu' dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Bacalah Al Qur'an selama hati kalian bersatu. Tetapi jika kalian berselisih mengenainya, maka tinggalkanlah ia” 53 Shahih Ibnu Hibban 760: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku -Ibnu Salm menyebutkan periwayat lain selain Amru-, dari Bakr bin Sawadah, dari Wafa' bin Syuraih Ash-Shadafi, dari Sahi bin Sa’ad As-Sa’idi, dia berkata: Suatu hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar untuk menemui kami di saat kami sedang membaca (Al Qur'an). Lalu beliau bersabda, “Segala puji bagi Allah SWT, Kitab Allah SWT itu satu, sementara di antara kalian ada orang yang berkulit merah dan ada (pula) yang berkulit hitam! Bacalah Al Qur'an sebelum ia dibaca oleh kaum-kaum yang menaksir harga (memberikan harga) pada Al Qur 'an sebagaimana lidah-lidah mereka54 (biasa) menaksir harga. Salah seorang dari mereka meminta disegerakan ganjarannya55 dan tidak meminta ditangguhkan. [1:78] Abu Hatim RA berkata: Demikianlah lafazh yang diperoleh melalui pendengaran (yaitu dengan lafazh “alsinatuhum”), tetapi sebenarnya yang benar adalah “as-sahmu” (anak panah yang dilepaskan). Shahih Ibnu Hibban 761: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar Ash-Shufi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah bin Umar Al Qawariri menceritakan kepada kami, dia berkata: Muammal bin Ismail menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Abu Al Ahwash, dari Abdullah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang antara kalian mengatakan57, ‘ Aku lupa ayat ini dan itu’, karena sesungguhnya dia tidaklah lupa, melainkan dibuat lupa (oleh Allah).” 58 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 762: Abdullah bin Qahthabah di Fammi Ash-Shilhi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Hasan bin Qaza’ah menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Sawa'59 menceritakan kepada kami, dari Sa’id bin Abu ‘Arubah, dari Al A’masy, dari Abu Wa'il, dari ‘Abdullah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ingat-ingatlah kalian terhadap (hapalan) Al Qur'an, karena sungguh ia lebih cepat lepas dari dada orang-orang daripada seekor unta (yang lepas) dari ikatannya. Sungguh jelek bila seseorang mengatakan, ‘Aku telah lupa ayat ini dan itu’ Dia itu tidak lupa melainkan dibuat lupa (oleh Allah). ”60 Abu Hatim berkata: Sa'id tidak pemah meriwayatkan hadits dari Al A'masy kecuali hadits ini. Shahih Ibnu Hibban 763: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail di Busta, Umar bin Sa’id dan Abdullah bin Qahthabah mengabarkan kepada kami, mereka berkata: Hasan61 bin Qaza’ah Al Bashri menceritakan kepada kami, Muhammad bin Sawa' menceritakan kepada kami, Sa’id bin Abu Arubah menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Wa'il, dari Abdullah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ingat-ingatlah kalian terhadap (hapalan) Al Qur'an, karena sungguh ia lebih cepat lepas dari dada orang-orang daripada seekor unta (yang lepas) dari ikatannya. Sungguh jelek bila seseorang mengatakan, ‘Aku telah lupa ayat ini dan itu’ (Dia itu tidak lupa) melainkan dibuat lupa (oleh Allah).” 62 Abu Hatim berkata: Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa istitha’ah (kemampuan untuk melakukan perbuatan) diciptakan bersamaan dengan munculnya perbuatan, bukan sebelumnya. Shahih Ibnu Hibban 764: Al Husain bin Idns mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan orang yang menghafal Al Qur'an adalah seperti pemilik unta yang diikat. Jika dia terus mengikat untanya, maka dia dapat terus menguasainya. Tetapi bila dia melepaskannya, maka untanya itu akan pergi/hilang.”63 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 765: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Nafi*, dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya perumpamaan orang yang menghafal Al Qur'an itu adalah seperti pemilik unta yang diikat. Jika dia terus mengikat untanya, maka dia dapat terus menguasainya. Tetapi bila dia melepaskannya, maka untanya itu akan pergi/hilang.” 64 [3:28] Shahih Ibnu Hibban 766: Muhammad bin Ubaidullah bin Al Fadhl Al Kala’i di Himsh mengabarkan kepada kami, ‘Uqbah bin Mukram menceritakan kepada kami, Ibnu Mahdi menceritakan kepada kami, dari Ats-Tsauri, dari Ashim, dari Zirr, dari Abdullah bin Amru, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Akan dikatakan kepada orang yang membaca Al Qur'an, pada hari Kiamat nanti, ‘Bacalah [dan naiklah]! Bacalah dengan tartil sebagaimana kamu telah membacanya dengan tartil di dunia. Sesungguhnya kedudukanmu terletak pada akhir ayat yang dulu kamu baca (di dunia)."'65 [1;2] Shahih Ibnu Hibban 767: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Waki’ menceritakan kepada kami, dari Hisyam Ad-Dastuwai, dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Sa’ad bin Hisyam, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan66 orang yang membaca Al Qur'an dan dia mahir membacanya, (dia akan) bersama para malaikat yang mulia lagi taat. Sementara orang yang membaca Al Qur'an lalu dia merasa kesulitan dalam membacanya maka dia akan mendapat dua pahala." 67 [1:2]. Shahih Ibnu Hibban 768: Muhammad bin Mahmud bin Adi Abu Amr di Nasa mengabarkan kepada kami, dia berkata: Humaid bin Zanjawaih mengabarkan kepada kami, dia berkata: Mahadhar bin Al Muwarri’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Al A’masy menceritakan kepada kami, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah suatu duduk di dalam salah satu masjid Allah, lalu mereka membaca Kitabullah dan mengkajinya di antara mereka, kecuali ketenangan akan turun kepada mereka, rahmat (Allah SWT) akan meliputi mereka, dan para malaikat akan mengelilingi mereka. Kemudian Allah akan menyebut (nama) mereka di hadapan makhluk-makhluk yang ada di sisi-Nya. Barangsiapa yang pengamalannya terhadap Kitabullah itu lambat, maka dia tidak akan cepat mendapatkan nasabnya (keberuntungannya)” 68 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 769: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, An-Nadhr bin Syumail mengabarkan kepada kami, Syu’bah mengabarkan kepada kami, dari Abu Ishaq, dia berkata: Aku mendengar Al Barra’ berkata: Ada seorang lelaki yang sedang membaca Surah Al Kahfi, sementara kuda tunggangannya diikat. Tiba-tiba kuda itu lari karena ia melihat kepulan awan yang telah menaungi orang itu. Orang itu pun mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu dia menceritakan hal itu kepada beliau. Beliau kemudian bersabda, “Bacalah (Al Qur'an) wahai fulan, (karena) ketenangan itu diturunkan ketika Al Qur'an (sedang dibaca) atau karena Al-Quran.” 69 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 770: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Abu Al Walid Ath-Thayali si menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Anas, dari Abu Musa, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur'an adalah seperti utrujjah (sejenis jeruk), rasanya enak dan baunya harum. Perumpamaan orang mukmin yang tidak suka membaca Al Qur'an adalah seperti (buah kurma), rasanya manis tapi tidak memiliki bau yang harum. Perumpamaan orang fajir yang membaca Al Qur'an adalah seperti kemangi {bunga), baunya harum namun rasanya pahit. Sedangkan perumpamaan orang fajir yang tidak suka membaca Al Qar an adalah seperti hanzhalah (buah labu pahit), rasanya pahit dan baunya tidak harum.”70 [1-2] Shahih Ibnu Hibban 771: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir menceritakan kepada kami, Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, Sa’id bin ‘Arubah menceritakan kepada kami, dari Qaladah, dari Anas, dari Abu Musa, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al Qur'an adalah seperti utrujjah (jeruk), rasanya enak dan baunya harum. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al Qur'an adalah seperti tamrah (buah kurma), rasanya enak tapi tidak harum. Perumpamaan orang munafik atau orang fajir yang membaca Al Qur'an adalah seperti raihanah (bunga), baunya harum tapi rasanya pahit. Sedangkan perumpamaan orang munafik atau orang fajir yang tidak membaca Al Qur'an adalah seperti hanzhalah (buah labu pahit), rasanya pahit dan baunya tidak harum”71 [3:28] Shahih Ibnu Hibban 772: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abu As-Sariy menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, dia berkata: Abu Ath-Thufail ‘Amir bin Watsilah mengabarkan kepadaku, bahwa Nafi’ bin Abdul Warits pernah bertemu dengan Umar bin Al Khaththab di ‘Usfan. Saat itu, Nafi' adalah pegawai Umar yang ditempatkan di Mekkah. Umar bertanya, “Siapa yang kamu tunjuk sebagai pemimpin bagi penduduk Wadi, maksudnya penduduk Makkah?” Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.” Umar bertanya, “Siapa itu Ibnu Abza?” Nafi’ menjawab, “Salah seorang mantan budak.” Umar berkata, “Apakah kamu menunjuk seorang mantan budak sebagai pemimpin mereka?” Nafi’ menjawab, “Sesungguhnya dia adalah orang yang dapat membaca Kitabullah SWT (Al Qur'an).” Maka Umar berkata, “Sesungguhnya Nabi kalian telah bersabda, ‘Sesungguhnya dengan kitab ini (Al Qur'an), Allah akan mengangkat derajat sejumlah kaum dan merendahkan derajat sebagian kaum lainnya.”'72 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 773: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abu Hammam Al Walid bin Syujja’ menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Abdullah bin Ayyasy bin Abbas mengabarkan kepadaku, ‘Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku, dari Sa’id bin Abu Hilal, bahwa Ayyasy bin Abbas menceritakan kepada mereka dari Isa bin Hilal Ash-Shadafi, dari Abdullah bin Amru, bahwa seorang lelaki datang menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bacakanlah (ajarkanlah) Al Qur'an kepadaku.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah tiga surah yang dimulai dengan Alim Laam Raa.” Orang itu berkata, “Umurku sudah tua, lisanku sudah terasa berat (kelu), dan hatiku juga telah keras.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah tiga surah yang dimulai dengan Haa Miim.”. Orang itu kembali mengatakan perkataan seperti tadi. (Kemudian dia berkata,) “Wahai Rasulullah, bacakanlah kepadaku satu surah lengkap.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun membacakan kepadanya firman Allah, “Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat)” (Qs. Az-Zalzalah [99]: 1), hingga firman-Nya, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Qs. Az-Zalzalah [99]: 7-8) Orang itu berkata, “Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku tidak peduli bila diriku tidak dapat menambahkan kepadanya (surah-surah lain) hingga aku bertemu dengan Allah SWT. Akan tetapi, beritahukanlah kepadaku amal-amal perbuatan yang harus aku kerjakan.” Rasulullah pun menjawab, “Shalat lima waktu, puasa Ramadhan, menunaikan haji di Baitullah, kemudian bayarlah zakat hartamu, suruhlah (orang lain) kepada yang ma'ruf, dan cegahlah (orang lain) dari kemungkaran.”74 Shahih Ibnu Hibban 774: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Adam Ghundar menceritakan kepada kami, Ali bin Abdul Hamid Al Ma’ni menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Al Mughirah menceritakan kepada kami, dari Tsabit Al Bunani, dari Anas bin Malik, dia berkata: (Suatu ketika) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berada dalam satu perjalanan, lalu beliau singgah (di suatu tempat), tiba-tiba salah seorang shahabat beliau berjalan menuju ke arah beliau. Beliau pun menoleh ke arah orang itu, lalu bersabda, “Maukah jika aku beritahukan kepadamu tentang surah yang paling utama dalam Al Qur'an?” Anas bin Malik berkata: Kemudian beliau membacakan kepadanya finnan Allah: “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam." (Qs. Al Fatihah [1]: 1)” [1:2] Abu Hatim berkata: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Maukah jika aku beritahukan kepadamu tentang surah yang paling utama dalam Al Qur'an?”, maksudnya adalah surah yang paling utama dalam Al Qur'an bagimu. Ini tidak berarti bahwa sebagian surah Al Qur'an lebih utama daripada sebagian surah lainnya, karena pada Kalam Allah tidak mungkin ada perbedaan keutamaan (antara yang sebagian dengan sebagian lainnya). 76 Shahih Ibnu Hibban 775: Abdullah bin Ahmad bin Musa Abdan di Askar Mukram dan sejumlah orang mengabarkan kepada kami, mereka berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Abu Usamah menceritakan kepada kami, dari Abdul Hamid bin Ja’far, dari Al ‘Ala' bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Ubay bin Ka’ab, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “(Allah SWT berfirman), ' Dalam Taurat dan Injil, tidak ada (satu surah pun) ayat yang memiliki kesamaan nilai dan ada pula ayat-ayat yang sebagiannya lebih utama daripada sebagian yang lain, seperti Ummul Qur'an (surah Al Fatihah), yaitu As-Sab'u (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang). Surah ini dibagi (menjadi dua) antara Aku dan hamba-Ku, dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dia minta.'” 67 [1:2] Abu Hatim berkata: Makna lafazh ; “Dalam Taurat dan Injil, tidak ada (satu surah pun) seperti Ummul Qur’an (surah Al Fatihah)”, adalah bahwa Allah tidak memberikan kepada pembaca kitab Taurat dan Injil pahala seperti yang diberikan-Nya kepada pembaca Ummul Qur’an. Sebab dengan karunia-Nya, Dia telah mengunggulkan umat ini atas umat-umat lainnya. Kemudian Dia telah memberikan kepada umat ini pahala membaca Kalam Allah yang lebih banyak daripada pahala membaca Kalam Allah yang diberikan kepada umat-umat lain. Ini merupakan karunia dari-Nya yang diberikan kepada umat ini dan sebuah keadilan dari-Nya. Shahih Ibnu Hibban 776: Al Husain bin Maudud Abu ‘Arubah mengabarkan kepada kami, Yahya bin Usman Ibnu Sa’id Al Himshi menceritakan kepada kami, Abu Al Mughirah menceritakan kepada kami, Ibnu Tsauban menceritakan kepada kami, dari Al Hasan bin Al Hurr, dari Al ‘Ala' bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa shalat dengan tidak membaca surah Al Fatihah, maka shalatnya (dianggap) kurang, maka shalatnya (dianggap) kurang lagi tidak sempurna.” Abu Hurairah berkata: Seorang laki-laki lalu berkata, “Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya aku terkadang shalat di belakang imam (bermakmum).” Abu Hurairah berkata: Lalu orang itu memegang lenganku. (Aku pun berkata), “Wahai orang Persia, bacalah surah Al-Fatihah di dalam hatimu. Sesungguhnya aku pemah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Allah Tabaaraka Wa Ta’alaa berfirman, 'Aku membagi shalat di antara Aku dan hamba-hamba-Ku menjadi dua separuh untuk hamba-Ku, dan separohnya lagi untuk-Ku. Dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dia minta. Jika seorang hamba membaca (Alhamdu lillaahi rabbil 'alamin [Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam]), maka Allah berfirman, 'Hamba-Ku telah memuji-Ku.' Jika dia membaca (Ar-Rahmani Ar-Rahim [Maha Pemurah lagi Maha Penyayang]), maka Allah berfirman, 'Hamba-Ku telah menyanjung-Ku.' Jika seorang hamba membaca (Maliki78 yaumiddiin [yang menguasai di hari Pembalasan]), maka Allah berfirman, 'Hamba-Ku telah memuliakan-Ku. Dan inilah pembatas antara bagian-Ku dengan bagian untuk hamba-Ku.' Jika seorang hamba membaca (Iyyaaka na’budu wa iyyaaka nasta’iin [hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan]), maka Allah berfirman, ‘Apa yang tersisa adalah untuk hamba-Ku, dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dia minta. ’Jika seorang hamba membaca (Ihdinash shiraathal mustaqiim. Shiraathalladziina an'amta 'alaihim ghoiril maghduubi ‘alaihim waladh dhaaliin [Tunjukilah Kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat]), maka Allah berfirman, 'Ini untuk hamba-Ku, dan hamba- Ku akan mendapatkan apa yang dia minta'"79 Abu Hatim RA berkata: Abu Al Mughirah adalah 'Abd Al Quddus Ibnu Al Hajjaj Al Khaulani. Shahih Ibnu Hibban 777: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dia berkata: Khubaib bin Abdurrahman menceritakan kepadaku, dari Hafsh bin Ashim, dari Abu Sa’id bin Al Mu’alla, dia berkata: Saat aku sedang shalat di dalam masjid, tiba-tiba Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memanggilku, tetapi aku tidak menjawab panggilan beliau. Aku berkata, “Wahai Rasulullah, (maaf) tadi aku sedang shalat.” Beliau pun bersabda, “Allah SWT telah berfirman, 'Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu.’ (Qs. Al Anfaal [8]: 24)” Kemudian beliau bersabda, “Maukah kamu jika aku ajarkan kepadamu satu surah yang merupakan surah paling agung dalam Al Qur'an? ” Aku menjawab, “Iya, aku mau.” Beliau bersabda, “(Yaitu) Alhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin (surah Al Faatihah). Ia adalah As-Sab ’u Al Matsaani, dan ia adalah Al Qur 'an yang telah diberikan kepadaku. ”81 [1:21] Abu Hatim berkata: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “...satu surah yang mempakan surah paling agung dalam Al Qur'an?”, maksudnya paling agung dalam hal pahalanya. Ini bukan berarti bahwa sebagian surah dalam Al Qur'an lebih utama daripada sebagian surah lainnya. 82 Abu Sa’id bin Al Mu’alla, namanya adalah Rafi’ bin Al Mu’alla bin Laudzan bin Haritsah. Dia wafat pada tahun 74 H. Shahih Ibnu Hibban 778: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Mu’awiyah bin Hisyam menceritakan kepada kami, dari Ammar bin Ruzaiq, dari Abdullah bin Isa, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Ketika Jibril sedang duduk-duduk bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba terdengar suara berderek dari atasnya. Jibril pun mengangkat pandangannya ke langit seraya berkata, “Sungguh ada satu pintu langit yang telah dibuka dimana pintu itu belum pernah dibuka sebelumnya." (Saat itu) datanglah seorang malaikat, dia berkata kepada Nabi, “Bergembiralah engkau dengan diturunkannya dua surah yang belum pernah diberikan kepada seorang Nabi pun sebelummu; (Dua surah itu) adalah surah Al Fatihah dan (ayat-ayat di) akhir surah Al Baqarah. Tidaklah engkau membaca satu huruf pun dari keduanya melainkan engkau akan diberi (apa yang engkau minta).”83 Shahih Ibnu Hibban 779: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Usaid bin Hudhair, bahwa dia berkata, “Wahai Rasulullah, ketika aku sedang membaca surah Al Baqarah di malam hari, tiba-tiba aku mendengar suara berdebuk dari arah belakangku. Aku menduga bahwa kudaku telah lepas.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Bacalah wahai Abu ‘Atik!” Ketika aku menoleh, ternyata ada benda sepati lampu yang digantung di antara langit dan bumi. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah, wahai Abu ‘Atik!” Usaid berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak mampu untuk meneruskan (bacaanku).” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Itulah para malaikat yang turun karena bacaan surah Al Baqarah. Jika kamu dapat meneruskan (bacaanmu), niscaya kamu akan melihat sejumlah keajaiban.”84 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 780: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Al Azraq bin Ali bin Jahm menceritakan kepada kepada kami, Hassan bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Khalid bin S a’id Al Madani85, dari Abu Hazim, dari Sahi bin Sa’ad, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya segala sesuatu mempunyai punuk, dan sesungguhnya punuk Al Qur'an adalah surah Al Baqarah. Barangsiapa yang membaca surah Al Baqarah di rumahnya pada malam hari, maka syetan tidak akan masuk ke rumahnya selama tiga malam. Dan barangsiapa yang membacanya pada siang hari, maka syetan (juga) tidak akan masuk ke rumahnya selama tiga hari” 86 [1;2] Abu Hatim berkata: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Syetan (juga) tidak akan masuk ke rumahnya selama tiga hari' maksudnya adalah pan petinggi syetan, bukan yang lainnya. Shahih Ibnu Hibban 781: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, Hamid bin Yahya Al Balkhi menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Ibrahim, dari Abdurrahman bin Yazid, dia berkata: Aku berjumpa dengan Abu Mas’ud saat sedang thawaf, lalu aku bertanya kepadanya. Maka, dia pun menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membaca dua ayat di akhir surah Al Baqarah pada sebuah malam, maka sungguh kedua ayal itu telah cukup baginya.” 87 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 782: Imran bin Musa mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, Al Asy’ats bin Abdurrahman Al Jarmi menceritakan kepada kami, dari Abu Qilabah, dari Abu Al Asy’ats Ash-Shan’ani, dari An-Nu’man bin Basyir, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bila dua ayat88 yang menjadi penutup surah Al Baqarah dibaca di sebuah rumah selama tiga malam, maka tidak ada satu syetan pun yang akan mendekati rumah itu."89 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 783: Abdullah bin Muhammad mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Abdushshamad mengabarkan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan. Shalatlah kalian di dalamnya, karena sesungguhnya syetan akan lari dari rumah itu ketika mendengar surah Al Bagarah dibaca”90 [ 1:2] Shahih Ibnu Hibban 784: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Walid menceritakan kepada kami, Al Auza’i menceritakan kepada kami, Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepada kami, Ibnu Ubay bin Ka’ab menceritakan kepadaku, bahwa ayahnya mengabarinya, bahwa mereka mempunyai sebuah lumbung yang di dalamnya terdapat kurma. Kurma itu termasuk sesuatu yang selalu ayah Ibnu Ubay makan. (Suatu ketika) dia mendapati kurma yang berada di lumbung itu berkurang. Maka pada suatu malam, dia menjaganya (merondainya). Ternyata, ada seekor binatang yang mirip seperti anak kecil yang sudah baligh. Ayah Ibnu Ubay berkata, “Aku pun mengucapkan salam kepadanya, dan ia menjawab salamku. Aku bertanya kepadanya, 'Siapakah kamu ini, apakah kamu manusia ataukah jin?' Ia menjawab, 'Aku ini jin.' Aku berkata, Kemarikan tanganmu.' Ternyata tangannya itu seperti tangan anjing, lengkap dengan bulu-bulunya. Aku berkata, 'Apakah jin memang diciptakan seperti ini?' Ia menjawab, Para jin telah mengetahui bahwasanya tidak ada satu pun di antara mereka yang lebih keras daripada aku.' Aku bertanya, 'Apakah yang menyebabkanmu melakukan perbuatanmu ini?' Ia menjawab, Telah sampai kepadaku berita bahwa kamu adalah seorang yang suka bersedekah, maka aku pun ingin mendapatkan (mencuri) makananmu.' Aku berkata, 'Lalu hal apa yang dapat membentengi kami dari perbuatan kalian ini?' Ia menjawab, 'Ayat ini, yaitu Ayat Kursi.' Aku pun meninggalkan jin itu.” Pada pagi harinya, Ubay (ayah Ibnu Ubay) mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu dia mengabarkan kepada beliau tentang hal itu. Beliau pun bersabda, “Sungguh sesuatu yang buruk (maksudnya, syetan) itu telah berkata benari”91 [1:2] Abu Hatim berkata: Nama Ibnu Ubay bin Ka’ab adalah Ath- Thufail bin Ubay bin Ka’ab. Shahih Ibnu Hibban 785: Abu Shakhrah Abdurrahman bin Muhammad di Baghdad mengabarkan kepada kami, Abd Al A’la bin Hammad menceritakan kepada kami, Yazid bin Zura’i menceritakan kepada kami, dari Sa’id, dari Qatadah, dari Salim bin Abu Al Ja’di Al Ghathafani, dari Ma’dan bin Abu Thalhah Al Ya’muri, dari Abu Ad-Darda', dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat dari surah Al Kahfi, maka dia akan dijaga dari fitnah Dajjal”92 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 786: Ahmad bin Yahya bin Zuhair di Tustar mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Salim bin Abu Al Ja’di, dari Ma’dan bin Abu Thalhah, dari Abu Ad-Darda’, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa membaca sepuluh ayat di akhir surah Al Kahfi, maka dia akan dijaga dari (fitnah) Dajjal.”93 Shahih Ibnu Hibban 787: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata. Aku berkata kepada Abu Usamah94: Syu’bah menceritakan kepada kalian, dari Qatadah, dari Abbas95 , Al Jusyami, dari Abu Hurairah, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya ada satu surah di dalam Al Qur'an -yang terdiri dari tiga puluh ayat- yang memohonkan ampunan untuk orang yang membacanya hingga orang itu benar-benar diampuni. (Surah itu adalah): Tabaarakalladzi bi yadihil Mulku (Qs. Al Mulk [67]: 1).” Abu Usamah membenarkan perkataan Ishaq bin Ibrahim, lalu dia berkata, “Benar.” 96 [1:80] Abu Hatim berkata: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “yang memohonkan ampunan untuk orang yang membacanya”, yang beliau maksud adalah pahala membacanya. Di sini, beliau menggunakan sebuah nama guna menunjukkan arti sesuatu yang dihasilkannya, yaitu pahala, sebagaimana sebuah nama surah biasa digunakan untuk menunjukkan arti tersebut. Demikian pula pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Abu Umamah97, yang beliau maksud adalah pahala membaca Al Qur'an, pahala membaca surah Al Baqarah, dan pahala membaca surah Ali 'Imran. Sebab, orang-orang Arab dalam bahasa mereka biasa menggunakan nama sesuatu guna menunjukkan arti sesuatu yang dihasilkannya, seperti yang telah kami sebutkan. Shahih Ibnu Hibban 788: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa’id menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, Qatadah menceritakan kepadaku, dari Abbas Al Jusyami, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Ada satu surah dalam Al Qur'an, yang terdiri dari tiga puluh ayat, yang memohonkan ampunan untuk orang yang membacanya hingga orang itu benar-benar diampuni. (Surah itu adalah) Tabaarakalladzi Bi Yadihil Mulku. (Qs. Al Mulk [67]: l).” 98 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 789: Abu Arubah di Haram mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Wahb bin Abu Karimah menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Abu Ishaq, dari Farwah bin Naufal Al Asyja’i, dari ayahnya, dia berkata: Aku datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu aku berkata, “Wahai Nabi Allah, ajarkanlah kepadaku sesuatu yang dapat aku baca ketika aku hendak naik ke tempat tidurku.” Beliau pun bersabda, “Bacalah 'Qui Yaa Ayyuhal Kaafiruuri. (Qs. Al Kafirun [109]: l).” 99 Shahih Ibnu Hibban 790: Ash-Shufi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Al Ja’di menceritakan kepada kami, dia berkata: Zuhair bin Mu’awiyah mengabarkan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Farwah bin Naufal, dari ayahnya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, “Apakah kamu memiliki seorang anak perempuan laki-laki tiri yang ditanggung oleh seorang anak perempuan tiri?100 Periwayat (Farwah) berkata: Dia (ayahku) datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau bertanya kepadanya (mengenai hal itu). Dia pun menjawab, “Aku tinggalkan ia bersama ibunya.” 101 Beliau bertanya, “Lalu apa yang membuat kamu datang?” Dia menjawab, “Aku datang agar engkau mengajarkan kepadaku sesuatu yang saya baca ketika hendak tidur.” Beliau bersabda, “ Bacalah ‘Qul Yaa Ayyuhal Kaafiruun;. (Kemudian) tidurlah setelah kamu selesai membacanya, karena sesungguhnya surah itu dapat membebaskanmu dari kemusyrikan.” 102 Shahih Ibnu Hibban 791: Umar bin Sa'id bin Sinan Al Abud mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Sha’sha’ah, dari ayahnya, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa ada seorang laki-laki yang mendengar seorang laki-laki lain membaca, “Qul Huwallaahu Ahad”, kemudian dia mengulang-ngulang bacaannya itu. Ketika waktu pagi tiba, orang yang mendengar itu mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu dia menceritakan hal itu kepada beliau, seakan-akan dia menganggap sedikit (pahala) bacaan itu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda kepadanya, “Demi Dzat yang diriku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya surah Al Ikhlas itu sama dengan sepertiga Al Qur'an“103 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 792: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Hautsarah bin Asyras menceritakan kepada kami, Mubarak bin Fadhalah menceritakan kepada kami, dari; Jsabit Al Bunani, dari Anas bin Malik, bahwa seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Sesungguhnya aku menyukai surah ‘Qul Huwallaahu Ahad’, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Kecintaanmu kepada surah itu akan memasukkanmu ke dalam surga” 104 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 793: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ‘Amr bin Al Harits mengabarkan kepada kami, dari Sa’id bin Abu Hilal, bahwa Abu Ar-Rijal Muhammad bin Abdurrahman mengabarkan kepadanya dari ibunya, ‘Amrah binti Abdurrahman, dari Aisyah, bahwa Rasulullah SA W pernah mengutus seseorang untuk mengepalai satu rombongan pasukan. Ketika mengimami rekan-rekannya, dia selalu membaca di dalam shalatnya surah “Qui Huwailaahu Ahad”. Ketika mereka kembali, mereka menceritakan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau pun bersabda, “Tanyakan kepadanya, kenapa dia berbuat seperti itu?” Mereka pun bertanya kepada orang itu, dan dia menjawab, “Aku senang untuk membacanya”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda “Beritahukanlah kepadanya, bahwa Allah SWT mencintai dia.” 102 (1:2) Shahih Ibnu Hibban 794: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Mush’ab bin Abdullah Az-Zubairi menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Ubaidullah bin Umar, dari Tsabit, dari Anas, bahwa ada seorang laki-laki yang selalu membaca “Qul Huwallahu Ahad” di dalam shalatnya, (yang dia baca) setiap kali dia membaca satu surah, padahal dia sedang mengimami rekan-rekannya. Maka, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bertanya kepadanya tentang hal itu. Orang itu menjawab, “Sesungguhnya aku mencintai surah itu.” Beliau pun bersabda, “Kecintaanmu terhadap surah itu dapat memasukkanmu ke dalam surga.” 106 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 795: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Abu Habib, dari Aslam Abu Imran, dari ‘Uqbah bin ‘Amir, dia berkata: Suatu hari, aku pernah mengikuti Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Saat itu, beliau sedang mengendarai kendaraan. Aku meletakkan tanganku di atas tangan beliau, lalu aku berkata, “Wahai Rasulullah, bacakanlah kepadaku surah Hud dan surah Yusuf.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Sesungghnya kamu tidak akan pernah membaca sesuatu pun yang nilainya lebih tinggi di sisi Allah SWT daripada ’Qul A'uudzu Bi Rabbil Falaq’.” 107 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 796: Muhammad bin Al Husain bin Mukram Al Bazzar di Bashrah mengabarkan kepada kami, dia berkata: ‘Amr bin Ali bin Bahr menceritakan kepada kami, Badal bin Al Muhabbar menceritakan kepada kami, dia berkata: Syaddad bin Sa’id Abu Thalhah Ar-Rasibi menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Jurairi menceritakan kepada kami, dari Abu Nadhrah, dari Jabir, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bacalah, wahai Jabir!” Jabir berkata, “Aku bertanya, 'Apa yang harus aku baca?’ Beliau bersabda, 'Qul A 'uudzu Bi Rabbil Falaq dan Qul A ’uudzu Bi Rabbin Nas’ Aku pun membaca keduanya. Beliau kemudian bersabda, 'Bacalah selalu kedua surah itu, karena kamu tidak akan pernah membaca sesuatu pun yang menyamai keduanya.’” 108 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 797: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami., Hamnad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Ashim, dari Zirr, dia berkata: Aku berkata kepada Ubay bin Ka’ab, “Sesungguhnya Ibnu Mas’ud tidak menulis Al Mu 'awwidzatain dalam Mushhafnya.” Ubay pun berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku, ’Jibril berkata kepadaku, "(Bacalah) Qul A 'uudzu Bi Rabbil Falaq." Aku pun membacanya. Kemudian Jibril berkata kepadaku lagi, "(Bacalah) Qul A 'uudzu Bi Rabbin Nas." Aku pun membacanya’ Maka, kami juga mengatakan apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” 109 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 798: Umar bin Muhammad Al Hamadani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Jabbar bin Al ‘Ala' menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Manshur bin Abdirrahman, dari ibunya, dari Aisyah, bahwa dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyandarkan kepalanya di paha salah seorang di antara kami (salah seorang isteri beliau), kemudian beliau membaca Al Qur'an padahal isteri beliau sedang haidh. 110 [(1:4)] Shahih Ibnu Hibban 799: Abu Quraisy Muhammad bin Jum’ah Al Asham mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Maimun Al Makki menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami, dari Syu’bah dan Mis’ar (Abu Quraisy juga menyebutkan nama lain selain kedua orang tersebut [selain Syu’bah dan Mis’ar]), dari Amru bin Murrah, dari Abdullah bin Salimah, dari Ali, dia berkata: Tidak ada sesuatupun yang menghalangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari membaca Al Qur'an kecuali keadaan junub.” 111 [(4:1)] Shahih Ibnu Hibban 800: Muhammad bin AI Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hamid bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami, dari Mis’ar dan Syu’bah (Ibnu Qutaibah juga menyebutkan nama lain selain kedua orang tersebut [selain Mis’ar dan Syu’bah]), dari ‘Amr bin Murrah, dari Abdullah bin Salimah, dari Ali bin Abu Thalib, bahwa tidak ada scsuatupun yang menghalangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari membaca Al Qur’an, kecuali ketika beliau dalam keadaan junub, 112 [(5:31)] Shahih Ibnu Hibban 801: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim, maula Tsaqif, mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Kuraib menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Zakaria bin Abu Za'idah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Khalid bin Salamah, dari ‘Urwah, dari Aisyah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan.”113 [(5:31)] Shahih Ibnu Hibban 802: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Zakaria bin Yahya Al Wasithi menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Zakaria bin Abu Za'idah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, dari Khalid bin Salamah, dari Al Bahi113, dari ‘Urwah, dari Aisyah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan.” 115 [(4:1)] Abu Hatim berkata: Perkataan Aisyah, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berdzikir kepada Allah SWT dalam setiap keadaan”, maksudnya adalah dzikir selain (membaca) Al Qur'an, karena Al Qur'an sendiri boleh disebut dengan dzikir, sementara Nabi tidak pernah membacanya dalam keadaan junub meskipun beliau selalu membacanya dalam seluruh keadaan (selain keadaan junub). Shahih Ibnu Hibban 803: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dan Khalid bin Amru bin An-Nadhr mengabarkan kepada kami keduanya berkata: Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Abd Al A’la menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Al Hasan, dari Al Hudhain bin Al Mundzir, dari Al Muhajir bin Qunfudz bin ‘Umair bin Jud’an, bahwa dia pernah mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saat beliau sedang berwudhu. Lalu dia mengucapkan salam kepada beliau tapi beliau tidak menjawab salam itu hingga beliau menyelesaikan wudhunya. Setelah itu, beliau meminta maaf kepada Al Muhajir dan bersabda, “Sesungguhnya aku tidak senang berzikir kepada Allah SWT kecuali dalam keadaan suci” atau beliau bersabda, "dalam keadaan bersuci”116 [(4:1)] Abu Hatim berkata, sabda Nabi SAW: Sesungguhnya aku benci untuk berdzikir kepada Allah SWT kecuali dalam keadaan suci. Maksud Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari sabdanya itu berkenaan dengan masalah keutamaan berzikir. Sebab berzikir dalam keadaan suci adalah lebih utama. Dan kebencian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam itu bukan di artikan larangan berzikir dalam keadaan tidak suci. Shahih Ibnu Hibban 804: Ahmad bin Muhammad Al Hiri mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Hasyim menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Utsman An-Nahdi, dari Abu Musa, dia berkata: Suatu kaum pernah berjalan menuju bukit, setiap kali seorang laki-laki (di antara mereka) sampai di atas bukit, dia berseru, “Laailaaha illallaahu, Wallaahu Akbar (Tidak ada tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar”. Sementara itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang berada di atas baghal betina menuju gunung. 1 Beliau lalu bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian tidak sedang memanggil Dzat yang tuli dan tidak pula Dzat yang jauh." Kemudian beliau bersabda, “Wahai Musa, atau wahai Abdullah bin Qais, maukah jika aku tunjukkan kepadamu salah satu harta simpanan surga?” Dia (Musa atau Abdullah bin Qais) menjawab, “Mau, wahai Rasulullah.*' Beliau bersabda, “(Yaitu) Laa haula wa laa quwwata illa billaahi (Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari Allah).”2 [(2:59)] Abu Hatim berkata: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya kalian tidak sedang memanggil Dzat yang tuli dan tidak pula Dzat yang jauh”, merupakan lafazh yang mengandung pemberitahuan tentang hal ini, maksudnya, mengandung larangan untuk meninggikan suara saat berdoa. Shahih Ibnu Hibban 805: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ar-Rabi’ bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’aib bin Al-Laits menceritakan kepada kami, dari Al- Laits bin Sa’ad, dari Ja’far bin Rabi’ah, dari Abdurrahman bin Hurmuz, dari ‘Umair maula Ibnu Abbas, bahwa dia pemah mendengarnya berkata: Aku dan Abdullah bin Yasar maula Maimunah datang menemui Abu Al Juhaim bin Al Harits bin Ash- Shimmah. Abu Al Juhaim berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pemah datang dari sekitar sumur Al Jamal. Lalu beliau bertemu dengan seorang laki- laki. Orang itu memberi salam kepada beliau tetapi tidak menjawabnya hingga beliau menghadap ke arah dinding, Beliau lalu mengusap wajah dan kedua tangannya (bertayammum). Setelah itu (barulah) beliau menjawab salam tersebut.” 3 [(5:31)] Shahih Ibnu Hibban 806: Khalid bin An-Nadhr Al Qurasyi di Bashrah dan Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul A’la menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Al Hasan, dari Hudhain bin Al Mundzir, dari Muhajir bin Qunfud, bahwa dia pernah mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang kebetulan sedang buang air kecil. Dia lalu mengucapkan salam kepada beliau akan tetapi beliau tidak menjawabnya hingga beliau berwudhu’ (terlebih dahulu). Kemudian beliau meminta maaf dan bersabda, “Sesungguhnya aku tidak suka untuk berdzikir kepada Allah kecuali dalam keadaan suci”, atau beliau bersabda, “(kecuali) dalam keadaan bersuci”.4 Abu Hatim RA berkata, “Pada hadits ini terdapat keterangan yang jelas bahwa ketidaksukaan Al Musthafa shallallahu 'alaihi wa sallam untuk berdzikir kepada Allah kecuali dalam keadaan bersuci, adalah disebabkan karena berdzikir dalam keadaan bersuci itu lebih utama, dan bukan disebabkan karena dzikir seseorang kepada Tuhannya dalam keadaan tidak bersuci itu tidak boleh. Sebab, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri selalu berdzikir kepada Allah dalam setiap keadaan.” Shahih Ibnu Hibban 807: Abdullah bin Ahmad bin Musa mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yusuf bin Hammad Al Ma’ni menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul A’la menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyam menceritakan kepada kami, dari Muhammad, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesunggunya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Barangsiapa yang menjaganya5 maka dia masuk surga”6 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 808: Al Hasan bin Sufyan, Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah, dan Muhammad bin Ahmad bin Ubaid bin Fayyadh di Damaskus mengabarkan kepada kami (Lafazh hadits ini merupakan lafazh Al Hasan), mereka berkata: Shafwan bin Shalih Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’aib bin Abi Hamzah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Az-Zinad menceritakan kepada kami, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu. Sesungguhnya Allah itu ganjil (esa) dan menyukai hal- hal yang ganjil (bilangannya). Barangsiapa yang menjaga (menghapal)nya maka dia akan masuk surga... Dia adalah Allah, yang tidak tuhan kecuali Dia, Yang Maha Pengasih (Ar-Rahman), Maha Penyayang (Ar-Rahim), Sang Raja (Al Malik), Yang Maha Suci (Al Quddus), Maha Sejahtera (As-Salam), Maha Mengaruniakan keamanan (Al Mu 'min), Maha Memelihara (Al Muhaimin), Maha Perkasa (Al 'Aziiz), Maha Kuasa (Al Jabbar), Maha Memiliki segala keagungan (Al Mutakabbir), Maha Pencipta (Al Khaaliq), Maha Mengadakan (Al Baari'), Maha Pembentuk rupa (Al Mushawwir), Maha Pengampun (Al Ghaffaar), Maha Perkasa (Al Qahhaar), Maha Pemberi anugerah (Al Wahhaab), Maha Pemberi rezeki (Ar-Razzaaq), Maha Pemberi keputusan (Al Fattaah), Maha Mengetahui (Al ‘Aliim), Maha Menyempitkan rezeki (Al Qaabidh), Maha Melapangkan rezeki(Al Baasith), Maha Merendahkan derajat (Al Khaafidh), Maha Mengangkat derajat (Ar-Raafi), Maha Memuliakan (Al Mu’izz), Maha Menyesatkan (Al Mudzill), Maha Mendengar (As-Samii), Maha Melihat (Al Bashiir), Maha Memutuskan (Al Hakam), Maha Adil (Al Adi), Maha Lembut (Al- Lathiif), Maha Mengenal (Al Khabiir), Maha Penyantun (Al Haliim), Maha Agung (Al Azhiim), Maha Pengampun (Al Ghafuur), Maha Mensyukuri (Asy-Syakuur), Maha Tinggi (Al Aliy), Maha Besar (Al Kabiir), Maha Penjaga (Al Hafiizh), Maha Memelihara (Al Muqiith), Maha Pembuat Perhitungan (Al Hasiib), Maha Luhur (Al Jaliil), Maha Mulia (Al Kariim), Maha Pembaca Rahasia (Ar Raqiib), Maha Pengabul doa (Al Mujiib), Maha Luas (Al Waasi), Maha Bijaksana (Al Hakiim), Maha Penyiram Kesejukan (Al Waduud), Maha Penyondong Kemegahan (Al Majiid), Maha Membangkitkan (Al Baa'its), Maha Menyaksikan (Asy-Syahiid), Maha Benar (Al Haqq), Maha Pemanggul Amanat (Al Wakiil), Maha Sumber Kekuatan (Al Qawiy), Maha Menggenggam Kekuatan (Al Matiin), Maha Melindungi (Al Waliy), Maha Terpuji (Al Hamiid), Maha Menghitung (Al Muhshi), Maha Memulai (Al Mubdi'), Maha Mengembalikan (Al Mu’iid), Maha Menghidupkan (Al Muhyi), Maha Mematikan (Al Mumiit), Maha Hidup (Al Hayy), Maha Mengurusi makhluk-makhluk-Nya (Al Qayyuum), Maha Menemukan (Al Waajid), Maha Mulia (Al Maajid), Maha Tunggal (Al Waahid), Maha Esa (Al Ahad), Tempat bergantung (Ash-Shamad), Maha Menentukan (Al Qaadir), Maha Berkuasa (Al Muqtadir), Maha Mendahulukan (Al Muqaddim), Maha Mengakhirkan (Al Mu akhkhir). Yang Pertama (Al Awwal), Yang Akhir (Al Aakhir), Yang Nampak tanda-tanda kekuasaan-Nya (Azh- Zhaahir), Maha Gaib (Al Baathin), Maha Tinggi (Al Muta'aali), Maha Pembawa Kebaikan (Al Barr), Maha Penerima Taubat (At-Tawwaab), Yang Menuntut balas (Al Muntaqim), Maha Pemaaf (Al ‘AJuww), Maha Pemancar Kasih Sayang (Ar Ra ’uuf), Yang Mempunyai Kerajaan (Maalikal Mulk), Maha Memiliki Kebesaran dan kemuliaan (Dzul Jalaali wal Ikraam), Maha Menyeimbangkan (Al Muqsith), Maha Penghimpun (Al Jaamij, Maha Kaya (Al Ghaniy), Maha Menganugerahi Kekayaan (Al Mughni), Maha Mencegah (Al Maanij, Maha Pemberi mudharat (Adh-Dharr), Maha Pemberi Manfaat (An-Naa.fi), Maha Bercahaya (An-Nuur), Maha Pemberi Petunjuk (Al Haadi), Maha Pencipta Keindahan (Al Badiij, Maha Kekal (Al Baaqi), Maha Mewarisi Segala Hal (Al Waarits), Maha Penabur Petunjuk (Ar-Rasyiid), Maha Sabar (Ash-Shabuur).” 7 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 809: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Usamah bin Zaid mengabarkan kepada kami, bahwa Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Labibah menceritakan kepadanya, bahwa Sa’ad bin Abi Waqash berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik dzikir adalah dzikir yang tersembunyi (dengan suara pelan), sementara sebaik-baik rezeki atau penghidupan adalah yang secukupnya (ala kadarnya). ”8 [(1:2)] Keraguan yang terdapat pada hadits tersebut (yaitu pada lafazh “atau”) adalah berasal dari Ibnu Wahb. Shahih Ibnu Hibban 810: Muhammad bin Al Hasan bin Khalil mengabarkan kepada kami, Abu Kuraib menceritakan kepada kami, Mu’awiyah bin Hisyam menceritakan kepada kami, Hamzah Az-Zayat menceritakan kepada kami, dari Adi bin Tsabit, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah SWT berfirman, anak cucu Adam, berdzikirlah kepada-Ku (sebutlah nama-Ku) dalam hatimu, maka Aku mengingatmu di dalam diri-Ku. Berdzikirlah kepada-Ku (sebutlah nama-Ku) dalam satu kelompok manusia, maka Aku akan menyebut namamu dalam satu kelompok yang lebih baik daripada mereka.'” 9 [(3:20)] Shahih Ibnu Hibban 811: Abdullah bin Qahthabah bin Marzuq mengabaikan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ash-Shabbah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir mengabarkan kepada kami, dari Al A’masy dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “AllahTabaaraka wa Taaala berfirman: 'Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadap-Ku10 dan Aku akan bersamanya selama dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku pun mengingatnya di dalam hati-Ku. Dan jika dia mengingat (menyebut)ku di hadapan suatu kelompok, maka Aku pun akan mengingat (menyebut)nya di hadapan suatu kelompok yang lebih baik daripada mereka. Bila dia mendekat kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa. Bila dia menghampiri-Ku dengan berjalan kaki, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari.” 11 [(1:2)] Abu Hatim RA berkata: “Allah SWT Maha Agung dan Maha Tinggi hingga tidak pantas bila ada salah satu sifat makhluk yang dinisbatkan kepada-Nya. Sebab tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya. Lafazh-lafazh berikut ini dibentuk dari lafazh-lafazh perkenalan yang biasa digunakan antar sesama manusia; Barangsiapa yang mengingat Tuhannya di dalam dirinya, dengan ucapan ataupun dengan amalan, yang dengannya ia mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka Allah SWT di dalam kerajaan-Nya akan mengingatnya disertai dengan (pemberian) ampunan untuknya, sebagai karunia dan kebaikan untuknya. Dan barangsiapa yang mengingat (menyebut nama) Tuhannya di hadapan sekelompok orang di antara hamba- hamba-Nya, maka Allah SWT akan menyebut namanya di hadapan para malaikat-Nya yang muqarrabin (dekat dengan Tuhan) disertai dengan (pemberian) ampunan untuknya dan penerimaan dzikir yang telah dilakukan oleh hamba-Nya itu. Barangsiapa yang mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi dengan satu jengkal perbuatan ketaatan, maka kelembutan dan rahmat (kasih sayang) Allah SWT untuknya lebih dekat daripada jarak satu hasta. Dan barangsiapa yang mendekatkan diri kepada Tuhannya Yang Maha Agung dan Maha Tinggi dengan satu hasta perbuatan ketaatan, maka ampunan Allah SWT untuknya lebih dekat daripada jarak satu depa. Barangsiapa yang melakukan berbagai macam ketaatan dengan cepat seperti dengan berjalan kaki, maka berbagai macam wasilah (sarana menuju kebaikan) akan mendatanginya. Kemudian kelembutan, kasih sayang, dan ampunan Allah SWT pun akan menghampirinya seperti orang yang berlari. Allah SWT lebih Tinggi dan lebih Agung (dari segala sesuatu).” 12 Shahih Ibnu Hibban 812: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Khalid menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Sulaiman, dia berkata: Aku mendengar Dzakwan menceritakan dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Allah SWT berfirman, '(Kondisi) hamba-Ku sesuai prasangkanya terhadap-Ku, dan Aku akan bersamanya jika dia berdoa kepada-Ku. Apabila dia mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku akan mengingatnya di dalam hati-Ku. Dan apabila dia mengingat-Ku di hadapan satu kelompok, maka Aku akan mengingatnya di hadapan kelompok (makhluk) yang lebih baik dan lebih bagus dari mereka.’” 13 [(3:67)] Abu Hatim RA berkata: “Firman Allah Jalla wa ‘Alaa, 'Apabila dia mengingat-Ku di dalam hatinya, maka Aku akan mengingatnya di dalam hati-Ku',maksudnya: 'Apabila dia mengingat- Ku di dalam hatinya secara terus menerus berdasarkan pengetahuan yang telah Aku berikan kepadanya dan telah Aku jadikan dirinya pantas memiliki pengetahuan itu, maka Aku akan mengingatnya di dalam hati-Ku.' Yang dimaksud dengan ungkapan 'di dalam hati-Ku' adalah di kerajaan-Ku dengan diterimanya pengetahuan tersebut darinya disertai pengampunan terhadap dosa-dosanya yang telah lalu. Allah SWT berfirman, 'Dan apabila dia mengingat-Ku di hadapan satu kelompok, maksudnya: Apabila dia mengingat-Ku dengan menggunakan lisannya, sebagai pengakuan yang merupakan tanda pengetahuan tersebut, di hadapan sekelompok manusia dengan tujuan untuk memberitahukan tentang keislamannya, maka Aku akan mengingatnya (menyebut namanya) di hadapan kelompok yang lebih baik daripada mereka. Maksudnya, Aku akan menyebut namanya di hadapan para Nabi, para shiddiqiin, para dan orang-orang shalih di surga. Ini semua di karenakan perbuatan baik yang dia lakukan selama di dunia berupa keimanan yang membuat dia wajib mendapatkan kedudukan mulia di surga-Nya.” Shahih Ibnu Hibban 813: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Marhum bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Na’amah As-Sa’di menceritakan kepada kami, dari Abu Utsman An-Nahdi, dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata: “Suatu ketika Mu’awiyah bin Abu Sufyan keluar menuju suatu majlis di masjid, kemudian dia bertanya: “Apa yang mendorong kalian duduk di sini?” Mereka menjawab: “Kami duduk di sisi untuk berdzikir kepada Allah.” Mua’wiyah lalu bertanya: “Demi Allah, apakah tidak ada hal lain yang mendorongmu untuk duduk di sini melainkan itu?” Mereka menjawab: “Demi Allah, tidak ada hal lain yang mendorong kami untuk duduk di sini kecuali itu.” Mu’awiyah berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah datang ke suatu majlis para shahabat, beliau lalu bertanya: 'Apa yang mendorong kalian duduk di sini?' Mereka menjawab: 'Kami duduk di sini untuk berdzikir kepada Allah dan memuji-Nya karena Dia telah memberi petunjuk kami kepada Islam dan telah mengaruniakan Islam kepada kami.' Beliau bertanya: “Demi Allah, apakah tidak ada hal lain yang mendorong kalian kecuali itu?” Mereka menjawab: Demi Allah, tidak ada hal lain yang mendorong kami duduk di sini kecuali itu.' Beliau bersabda, 'Sungguh aku telah menyumpah kalian bukan karena aku menuduh kalian, tetapi (karena) Jibril telah datang kepadaku dan memberitahuku, bahwasanya Allah akan membanggakan kalian semua di hadapan para malaikat. '” 14 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 814: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu’awiyah bin Shalih menceritakan kepadaku, bahwa Amru bin Qais Al Kindi menceritakan kepadanya, dari Abdullah bin Busr, bahwa dia berkata: “Dua orang Arab badui pernah datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Salah seorang dari keduanya berkata: 'Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu perkara yang dapat aku pegang kuat-kuat.' Rasulullah pun bersabda, 'Hendaknya lisanmu senantiasa basah karena berdzikir kepada Allah.'” 15 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 815: Ahmad bin Umair bin Jausha Abu Al Hasan mengabarkan kami di Damaskus, dia berkata: Isa bin Muhammad An-Nuhas menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayyub bin Suwaid menceritakan kepada kami, dari Al Auza’i, dari Ismail bin Ubaidullah, dari Karimah binti Al Hashas, dia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah (ketika berada) di rumah Ummu Ad-Darda' menceritakan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman, 'Aku akan selalu bersama hamba-Ku selama dia mengingat-ku lalu kedua bibirnya bergerak karena Aku.’” 16 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 816: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Thahir menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Al Harits menceritakan kepadaku, dari Darraj Abu As-Samh, dari Abu Al Haitsam, dari Abu Sa’id, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Allah Jalla wa 'Alaa berfirman, yang berkumpul di hari ini (hari kiamat) akan mengetahui siapa orang-orang yang akan memperoleh kemuliaan.' Beliau ditanya: 'Siapakah orang-orang yang akan memperoleh kemuliaan itu, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab: 'Orang-orang yang selalu berada di majlis-majlis dzikir (yang diadakan) di masjid-masjid. '” 17 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 817: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ath-Thahir menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ‘Amr bin Al Harits mengabarkan kepada kami, bahwa Abu As-Samh menceritakannya dari Abu Al Haitsam, dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah kalian berdzikir kepada Allah hingga orang-orang menganggap (kalian sudah) gila.”19 [(1 -2)] Shahih Ibnu Hibban 818: Muhammad bin Abdullah bin Abdussalam Makhul di Beirut mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Hasyim Al Ba’labaki menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami, dari Ibnu Tsauban, dari ayahnya, dari Makhul, dari Jubair bin Nufair, dari Malik bin Yukhamir, dari Mu'adz bin Jabal, dia berkata: “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Amal apakah yang paling dicintai Allah?' Beliau menjawab, 'Kamu mati sedang lisanmu (masih) basah karena selalu berdzikir kepada Allah.'"20 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 819: Abdullah bin Ahmad bin Musa mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amru bin Ali bin Bahr menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu ‘Ashim menceritakan kepada kami, dari Ibnu Juraij, dia berkata: Abu Az-Zubair mengabarkan kepadaku, dari Jabir, bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang masuk ke dalam rumahnya lalu berdzikir kepada Allah saat memasuki rumahnya itu dan ketika hendak (menyantap) makanannya, maka syetan berkata, Tidak ada tempat bermalam dan tidak ada makan malam untuk kalian (para syetan).' (Namun) apabila seseorang masuk ke dalam rumahnya lalu dia tidak berdzikir kepada Allah saat memasuki rumahnya, maka syetan berkata, 'Kalian telah mendapatkan tempat bermalam.' Dan apabila dia tidak berzikir kepada Allah ketika hendak (menyantap) makanannya, maka syetan berkata: 'Kalian mendapatkan tempat bermalam dan juga makan malam.'"21 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 820: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin As-Sa’ib bin Barkah menceritakan kepada kami, dari ‘Amr bin Maimun Al Audi, dari Abu Dzar, dia berkata: Aku pemah berjalan di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau bertanya: “Wahai Abu Dzar, maukah kamu jika aku tunjukkan kepadamu salah satu perbendaharaan surga?“ Aku menjawab: ‘Tentu, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau pun bersabda, “(Yaitu kalimat) Laa haula wa laa quwwata illaa billaah (Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari Allah). ”22 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 821: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata- Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Muqri' menceritakan kepada kami, dia berkata: Haiwah bin Syuraih menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Shakhr mengabarkan kepadaku, bahwa Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Umar bin Khaththab mengabarkan kepadanya dari Salim bin Abdullah bin Umar, dia berkata: Abu Ayyub, shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam Isra', beliau bertemu dengan Ibrahim, Khalilurrahman (Kekasih Dzat Yang Maha Pengasih). Ibrahim bertanya kepada Jibril: “Siapa yang bersamamu, wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Ini adalah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.” Ibrahim berkata: “Wahai Muhammad, perintahkanlah umatmu untuk memperbanyak tanaman surga. Sesungguhnya tanah di surga itu bagus dan luas.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bertanya kepada Ibrahim, “Apa yang dimaksud dengan tanaman surga itu?” Ibrahim menjawab: “(Kalimat) Laa Haula walaa Quwwata ilia Billaahi.”23 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 822: Muhammad bin Al Mundzir bin Sa’id mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yusuf bin Sa’id bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Hajjaj menceritakan kepada kami, dari Ibnu Juraij, dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang keluar dari rumahnya, lalu ia membaca: Bismillaahi (Dengan nama Allah), Tawakkaltu ‘alallaahi (Aku bertawakal kepada Allah), Laa haula wa laa quwwata ilia billaahi (Tidak ada daya dan kekuataan melainkan dari Allah), maka akan dikatakan kepadanya: 'Cukuplah untukmu, sungguh kamu telah dicukupi (kebutuhan-kebutuhanmu), diberi petunjuk, dan dijaga (oleh Allah).' Hingga ketika syetan bertemu dengan kawannya, ia pun berkata (kepada kawannya itu): 'Bagaimana kamu bisa (menggoda) seorang laki-laki yang telah dicukupi (kebutuhan-kebutuhannya), telah diberi petunjuk sérta telah dijaga (oleh Allah).'"24 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 823: Abdullah bin Al Bukhari di Baghdad mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bagaimana mungkin aku dapat bersenang-senang sedangkan peniup sangkakala telah menempelkan sangkakala itu di mulutnya dan telah memiringkan keningnya (seperti orang yang ingin mendengarkan sesuatu-ed), sambil menunggu kapan dia diperintahkan untuk meniup (terompet itu)”. Abu Sa’id berkata: Kami bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu apa yang harus kami katakan saat itu?” ; Rasululah pun menjawab, “Katakanlah: Hasbunallaahu wani’mal wakiil (Cukuplah Allah bagi kami [sebagai Penolong], dan Dia adalah sebaik-baikPelindung.)”25 Abu Hatim RA berkata, “Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dari Utsman bin Abu Syaibah dengan sanad serupa, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “(Katakanlah) Hasbunallaahu wa ni'mal Wakiil, ‘alallaahi tawakkalnaa (Cukuplah Allah bagi . kami [sebagai Penolong], dan Dia adalah sebagai sebaik-baik Pelindung. Kepada Allah-lah kami bertawakal).” [(1:104)] Shahih Ibnu Hibban 824: Abu ‘Arubah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Wahb bin Abu Karimah menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dia berkata: Zaid bin Abu Unaisah menceritakan kepadaku, dari Al Minhal bin Amr, dari Abdullah bin Al Harits, dari Abu Hurairah, dia berkata: “Kami pernah berjalan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. (Saat itu) kami melewati dua kuburan. (Tiba-tiba) beliau berhenti, dan kami pun ikut berhenti. Raut wajah beliau berubah dan lengan bajunya bergetar. Kami lalu bertanya, 'Ada apa dengan engkau, wahai Nabi Allah?' Beliau menjawab, 'Apakah kalian tidak mendengar (suara) yang aku dengar (sekarang ini)?' Kami menjawab, 'Suara apa itu, wahai Nabi Allah?' Beliau menjawab, 'Ini adalah (suara) dua orang yang sedang disiksa di dalam kubur mereka dengan siksaan yang sangat pedih akibat sebuah dosa yang remeh (yang telah mereka lakukan).' Kami bertanya, Dosa apakah itu, wahai Nabi Allah?' Beliau menjawab, 'Salah seorang dari keduanya tidak bersuci dari kencingnya, sedangkan yang satunya selalu menyankiti manusia dengan lisannya dan selalu mengumbar fitnah di antara mereka (tukang adu domba)' Beliau minta diambilkan dua batang pelepah kurma, lalu beliau menancapkan satu batang pelepah kurma pada setiap kuburan. Kami pun bertanya: 'Apakah (kedua batang pelepah kurma) itu dapat bermanfaat bagi mereka berdua, wahai Rasulullah?' Beliau menjawab: 'Iya. Keduanya akan diringkankan siksaannya selama dua batang pelepah kurma itu masih basah27 [(5:9)] Shahih Ibnu Hibban 825: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ismail Ath-Thaliqani menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Numair menceritakan kepada kami, dia berkata: Musa Al Juhani menceritakan kepada kami, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya, dia berkata: “Saat kami sedang duduk-duduk di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bertanya,'Apakah salah seorang dari kalian tidak sanggup melakukan seribu (perbuatan) kebaikan setiap hari?' Salah seorang yang duduk di sisi beliau bertanya, 'Bagaimana caranya salah seorang dari kami dapat melakukan seribu kebaikan setiap hari?' Beliau pun menjawab, '(Apabila) dia bertasbih kepada Allah sebanyak seratus kali, (maka) Allah mencatat untuknya seribu kebaikan dan menghapus darinya seribu dosa kecil.”28 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 826: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Rauh bin ‘Ubadah menceritakan kepada kami, dia berkata: Hajjaj Ash-Shawaf menceritakan kepada kami, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa mengucap Subhaanallaahi wa bihamdihi, (Maha Suci Allah dan segala puji hanya milik-Nya), maka akan ditanam untuknya satu tanaman kurma di surga. ”29 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 827: Abdullah bin Mahmud As-Sa’di di Marwa mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Rafi’ menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Mu'ammal bin Ismail menceritakan kepada kami, dari Hammad bin Salamah, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengucap Subhaanallaahil ‘Azhiim (Maha Suci Allah Yang Maha Agung), maka akan ditanam untuknya satu pohon di surga.”30 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 828: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata Rauh bin Ubadah menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Abdurrahman, maula (mantan budak) keluarga Thalhah, dia berkata: Aku mendengar Kuraib menceritakan dari Ibnu Abbas, dari Juwairiyah binti Al Harits, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangiku saat aku sedang bertasbih. Lalu beliau pergi karena ada keperluan. Kemudian beliau kembali lagi pada pertengahan siang. Beliau bersabda, “(Dari tadi) kamu masih duduk saja?” Aku menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Maukah aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat yang seandainya (pahalanya) ditakar dengan (pahala) bacaan tasbihmu tadi niscaya akan lebih banyak, atau seandainya ditimbang niscaya ia akan lebih berat? (Kalimat- kalimat itu adalah) Subhaanallaahi ‘adada khalqihi -sebanyak tiga kali-, Subhaanallaahi ziinata ‘arsyihi -sebanyak tiga kali-, Subhaanallaahi ridha nafsihi -sebanyak tiga kali- dan Subhaanallaahi midaadakalimaatihi -sebanyak tiga kali-“31 [(1:104)] Shahih Ibnu Hibban 829: Umar bin Sa’id bin Sinan di Manbaj mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Sumay, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Baragsiapa mengucap Subhaanallaahi wa bihamdihi sebanyak seratus kali dalam sehari, maka dosa-dosanya akan dihapus meskipun sebanyak buih di lautan. "32 {(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 830: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Abdurrahman bin Al Mughirah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abu Maryam menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu ‘Ajian menceritakan kepada saya, dari Mush’ab bin Muhammad bin Syurahbil, dari Muhammad bin Sa’ad bin Abi Waqash, dari Abu Umamah Al Bahili, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertemu dengan dirinya yang saat itu sedang mengerakkan kedua bibirnya. Rasulullah pun bertanya, “Apa yang sedang kamu baca, wahai Abu Umamah ?”” Dia berkata, “Aku sedang berdzikir kepada Tuhanku.” Rasulullah bersabda, “Maukah aku beritahukan kepadamu dzikir yang lebih banyak (pahalanya) atau lebih utama daripada dzikir yang kamu baca dari malam hingga siang dan dari siang hingga malam? (Yaitu hendaknya) kamu mengucap Subhaanallaahi 'adada maa khalaqa (Maha Suci Allah sebanyak makhluk yang telah Dia ciptakan), Wa Subhaanallaahi mil'a maa khalaqa (Maha Suci Allah sepenuh makhluk yang telah Dia ciptakan), Wa Subhaanallaahi 'adada maa fil ardhi (Maha Suci Allah sebanyak- makhluk yang ada di bumi dan langit), Wa Subhaanallaahi mil’a maa fil ardhi was samaa’ (Maha Suci Allah sepenuh makhluk yang ada di bumi dan di langit), Wa Subhaanallaahi 'adada maa ahsha kitaabuhu (Maha Suci Allah sebanyak hal-hal yang disebutkan dalam kitab-Nya), Wa Subhaanallaahi 'adada kulli syai’in (Maha Suci Allah sebanyak bilangan segala sesuatu), Wa Subhaanallaahi mil‘a kulli syai’in (Maha Suci Allah sepenuh segala sesuatu). Kemudian (hendaknya) kamu juga mengucapkan lafazh Alhamdulillaahi (Segala puji hanya milik Allah) seperti itu pula.” 33 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 831: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami, dia berkata: ‘Umarah bin Al Qa’qaa’ menceritakan kepada kami, dari Abu Zur’ah, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dua kalimat yang terasa ringan di lidah tetapi disukai Ar-Rahman (Dzat Yang Maha Pengasih) dan terasa berat di timbangan (amal), yaitu: Subhaanallaahi wa bihamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji hanya milik-Nya), Subhaanallahil ‘azhiim (Maha Suci Allah Yang Maha Agung.” 34 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 832: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Dia berkata: Abdul Jabbar bin Al ‘Ala menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Abdurrahman, maula keluarga Thalhah, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menuju masjid untuk shalat Shubuh, dan kebetulan ada Juwairiyah yang sedang duduk di masjid. Kemudian beliau kembali ke rumah ketika waktu siang mulai muncul (dan ternyata beliau masih mendapati Juwairiyah dalam keadaan seperti itu). Beliau pun bertanya, “Apakah dari tadi kamu tidak henti-hentinya duduk (seperti ini)?” Ia menjawab: “Iya, benar.” Beliau bersabda, “Sungguh aku pernah mengatakan empat kalimat yang seandainya di timbang dengan (dzikir-dzikirmu) itu, niscaya ia lebih berat, (yaitu) Subhaanallaahi wa bihamdihi ‘adada khalqihi, wa midaada kalimaatihi, wa ridhaa nafsihi, wa zinata ‘arsyihi.” 35 [(1:2)] Abu Hatim RA berkata: “Juwairiyah adalah puteri Al Harits bin Abdul Muthalib, paman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.” 36 Shahih Ibnu Hibban 833: Abdullah bin Muhanunad bin Salm mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Al 'Ala bin Zabr dan Ibnu Jabir menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abu Sallam menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Salma, penggembala kambing Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, menceritakan kepadaku -saat aku beijumpa dengannya di masjid Kufah-, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bagus, bagus - beliau mengisyaratkan dengan lima jari tangannya- alangkah beratnya lima hal ini dalam timbangan amal, Subhaanllaahi, walhamdulillaahi, walaa ilaaha illallaahu, wallaahu akbaru, dan anak yang shalih dari seorang muslim tetapi meninggal dunia, dan orang muslim itu berharap pahalanya (dari Allah)." 37 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 834: Muhammad bin Al Musayyab bin Ishaq di Arghiyan, sebuah desa di daerah Sabanji, mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Sinan menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Mu’awiyah menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh bila aku mengucapkan kalimat Subhaanallaahi, wal hamdulilladhi, wa laa ilaaha illallaah wallaahu akbaru, maka hal itu lebih aku sukai daripada segala sesuatu yang untuknya matahari terbit.”38 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 835: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Hilal bin Yasaf, dari Ar-Rabi’ bin Amilah, dari Samurah bin Jundub, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “,i>Sesungguhnya kalimat yang paling disukai Allah ada empat: Subhaanallaahi, walhamdulillaahi, wa laa ilaaha illallaahu, wallaahu akbaru.”39 [(1:104)] Shahih Ibnu Hibban 836: Muhammad bin Sulaiman bin Faris mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ali bin Al Hasan bin Syaqiq menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Abu Hamzah mengabarkan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalimat ada empat, dimana tidak ada masalah bagimu untuk memulainya dari mana saja; (yaitu) Subhaanallaahi, walhamdulillaahi, wa laa ilaaha illallaahu, wallaahu akbaru.”40 [(1:104)] Shahih Ibnu Hibban 837: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: ‘Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku, bahwa Sa’id bin Abu Hilal menceritakan kepadanya dari Aisyah binti Sa’ad bin Abi Waqash, dari ayahnya, bahwa dia pernah masuk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menemui seorang wanita yang di tangannya terdapat biji (biji tasbih) atau kerikil sambil bertasbih. Beliau bersabda, “Maukah jika aku beritahukan kepadamu tentang suatu perkara yang lebih mudah dan lebih utama bagimu daripada (?perbuatan yang sedang kamu lakukan) ini? (Yaitu) Subhaanallaahi ‘adada maa khalaqa (Maha Suci Allah sebanyak bilangan apa yang Dia di langit), Wa Subhaanallaahi ‘adada maa khalaqa fil ardhi (Maha Suci Allah sebanyak bilangan apa yang Dia ciptakan di bumi), Wa Subhaanallaahi ‘adada maa huwa khaaliq (Maha Suci Allah sebanyak segala sesuatu yang Allah merupakan Penciptanya), kemudian membaca Allaahu Akbar (Allah Maha Besar) juga seperti itu, Alhamdulillaah (Segala puji hanya milik Allah) juga seperti itu, Laa ilaaha illallaahu (Tiada Tuhan selain Allah) juga seperti itu, dan Laa haula wa laa quwwata illa billaah (Tiada daya dan kekuatan melainkan dari Allah) juga seperti itu." 41 [(1:104)] Shahih Ibnu Hibban 838: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Muhammad bin Asma' menceritakan kepada kami, dia berkata: Mahdi bin Maimun menceritakan kepada kami, dia berkata: Washil, maulaAbu ‘Uyainah, menceritakan kepada kami, dari Yahya bin ‘Aqil, dari Yahya bin Ya’mur, dari Abu Al Aswad Ad-Dili, dari Abu Dzar, bahwa ada sekelompok orang shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang yang mempunyai harta berlimpah telah memborong pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami juga mengerjakannya, mereka berpuasa sebagaimana kami juga mengerjakannya, kemudian mereka dapat bersedekah dengan kelebihan harta-harta mereka (sedangkan kami tidak mampu melakukannya).” Beliau bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian apa-apa yang dapat kalian jadikan sedekah; (Ingatlah) setiap tasbih itu sedekah, setiap takbir itu sedekah, setiap tahmid itu sedekah, setiap tahlil itu sedekah, mengajak berbuat kebaikan termasuk sedekah dan mencegah terjadinya kemungkaran juga termasuk sedekah. ” 42 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 839: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, Sufyan Ats-Tsauri menceritakan kepada kami, dari Salamah bin Kuhail, dari Hilal bin Yasaf, dari Samurah bin Jundub, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kalimat yang paling utama itu ada empat, dimana tidak perlu diperhatikan lagi dari mana kamu memulainya: Subhaanallaah, walhamdulillaah, wa laa ilaaha illallaah, wailaahu akbar.” 43 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 840: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, Harmalah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ‘Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku, dari Darraj, dari Abu Al Haitsam, dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah membaca Al Baaqiyaat As-Shaalihaat (hal-hal yang akan kekal dan yang baik).“ Beliau ditanya, “Apakah itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Takbir, tahlil, tasbih, (bacaan) Alhamdulillah dan Laa haula walaa quwwata illa billaahi.“44 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 841: Azuz bin Ishaq Al ‘Abid di Tharsus mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Abbas bin Yazid Al Bahrani menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami, dia berkata: ‘Umarah bin Al Qa’qa' mengabarkan kepada kami, dari Abu Zur’ah, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua kalimat yang terasa ringan di lidah tetapi terasa berat di timbangan amal, yaitu; Subhaanallaah wa bihamdihi, Subhaanallaahil ‘azhiim.”45 [(1:104)] Shahih Ibnu Hibban 842: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, ia beikata: Muhammad bin Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Hani' bin Utsman, dari ibunya, Humaidhah binti Yasir, dari neneknya, Yusairah —ia adalah salah seorang dari kaum Muhajirin— ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami, “Hendaklah kalian selalu mambaca tasbih, tahlil dan taqdis. Serta hitunglah jumlahnya dengan menggunakan jari-jari tangan. Sebab jari-jari itu akan ditanya dan akan diminta berbicara (sebagai saksi)."46 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 843: Ahmad47 bin Yahya bin Zuhair di Tustar mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Al Miqdam Al ‘Ijli menceritakan kepada kami, ‘Atstsam bin Ali menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari ‘Atha' bin As-Saib, dari ayahnya, dari Abdullah bin ‘Amr, ia berkata: “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghitung jumlah (bacaan) tasbihnya dengan menggunakan (jari-jari) tangannya.“ 48 Shahih Ibnu Hibban 844: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Syu’aib bin Syabur menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’awiyah bin Sallam menceritakan kepadaku, dari saudaranya, Zaid bin Sallam, bahwa ia mengabarkannya dari kakeknya, Abu Sallam, dari Abdurrahman bin Ghanm49, bahwa Abu Malik Al Asy’ari menceritakan kepadanya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Menyempurnakan wudhu’50 adalah separuh keimanan, kalimat Alhamdulillaah dapat memenuhi timbangan amal, tasbih dan takbir itu akan memenuhi langit dan bumi, shalat adalah cahaya, zakat adalah bukti, shadaqah adalah sinar, dan Al Qur'an akan menjadi kawan atau lawanmu. Manusia itu sepanjang hidupnya bekerja untuk keselamatan dirinya atau kecelakaannya” 51 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 845: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim, maula Tsaqif 'mengabarkan kepada kami, ia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata: Khalaf bin Khalifah menceritakan kepada kami, dari Hafsh, putra saudara Anas bin Malik, dari Anas bin Malik, ia berkata: Ketika aku sedang duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di suatu majlis, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki lalu- mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kepada jamaah. Ia mengucap, “Assalaamu ‘alaikum.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu menjawabnya, ‘Wa ‘alaikumussalaam wa rahmatullaahi wa barakaatuh” Ketika duduk, ia berucap: “Alhamdulillaahi hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiihi kamaa yuhibbu rabbunaa yardhaa (Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, lagi diberkahi, sebagaimana yang Tuhan kami cintai dan ridhai).” Nabi kemudian bertanya kepadanya, “ Bagaimanakah bacaanmu Orang itu pun mengulangi bacaannya tadi. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Demi Dzat yang diriku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, sungguh kalimat tadi telah diperebutkan oleh sepuluh malaikat yang semuanya sangat ingin mencatat pahala dari kalimat pujian tadi, namun mereka tidak tahu' bagaimana mencatatnya.Kemudian mereka kembali kepada Dzat Yang Memiliki Kemuliaan, Allah SWT. Maka Allah berfirman, 'Tulislah seperti yang telah dikatakan oleh hamba-Ku itu.'"52 [(1:2)] Asy-Syaikh berkata: Makna qaala ‘abdii sebenarnya adalah “Aku telah menerimanya.” Shahih Ibnu Hibban 846: Muhammad bin Ali Al Anshari —salah seorang keturunan Anas bin Malik— mengabarkan kepada kami di Bashrah, ia berkata: Yahya bin Habib bin Arabi menceritakan kepada kami, ia berkata: Musa bin Ibrahim Al Anshari menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku pernah mendengar Thalhah bin Khirasy berkata: Aku pernah mendengar Jabir bin Abdullah berkata: Aku pemah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dzikir yang paling utama adalah Laa ilaaha illallaah, sedangkan doa yang paling utama adalah Alhamdulillaah”53 [(1:2]) Shahih Ibnu Hibban 847: Ahmad bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Harits bin Suraij An-Naqqal54 menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Al Yaman menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin ‘Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila kalian melewati kuburan kami dan kuburan kalian yang di dalamnya terdapat (jasad) orang-orang Jahiliyyah, maka berilah kabar kepada mereka bahwasanya mereka (orang-orang Jahiliyah itu) akan berada di dalam neraka.”55 [(1:83)] Abu Hatim RA berkata: “Dalam hadits ini, Al Musthafa shallallahu 'alaihi wa sallam, memerintahkan seorang muslim yang melewati kuburan non-muslim untuk memuji Allah SWT (membaca Alhamdulillah) atas hidayah Islam yang telah diberikan kepadanya, tetapi perintah itu disampaikan dengan menggunakan lafazh perintah untuk memberikan kabar kepada penghuni kubur (non-muslim) itu bahwa ia akan menjadi penghuni neraka. Pemahaman ini diambil karena tidaklah mungkin orang yang sudah mati dapat diajak bicara dengan pembicaraan yang tidak bisa didengarnya.” Shahih Ibnu Hibban 848: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abu As-Sari menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrazaq menceritakan kepada kami, ia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah Tabaaraka wa Ta 'ala berfirman, ‘Hamba-Ku telah mendustakan-Ku, padahal tidak semestinya dia melakukan itu. Dan hamba-Ku telah mengolok-olok-Ku. padahal tidak semestinya dia melakukan itu. Pendustaannya terhadap-ku adalah dengan berkata: 'Dia (Allah) tidak mungkin dapat mengembalikan kami sebagaimana dahulu Dia menctpiakan kami (untuk pertama kali).' Sedangkan olokannya terhadap-Ku adalah dengan berkata: 'Allah telah mempunyai seorang anak.’ Padahal, Aku adalah tempat bergantung yang tidak mempunyai anak, tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang sebanding dengan-Ku."56 [(3:68)] Shahih Ibnu Hibban 849: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Sumaiyy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca: Laa ilaaha wahdahu laa syariika lah, lahul mulku, walahul hamdu, wahuwa ‘ala kulli syai’in qadiir (Tiada Tuhan kecuali Allah, Tuhan satu-satunya yang tiada sekutu bagi-Nya; Hanya milik-Nya-lah segala kerajaan dan hanya milik-Nya-lah segala puji; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu), setiap hari sebanyak seratus kali, maka (pahalanya) menyamai (pahala membebaskan) sepuluh orang budak, lalu akan ditulis untuknya seratus kebaikan, dilebur darinya seratus dosa kecil, dan ia akan terjaga dari (godaan) syetan pada hari itu hingga sore harinya, serta tidak ada seorangpun yang lebih utama darinya dengan apa yang telah dia kerjakan itu kecuali seorang yang telah melakukan suatu perbuatan yang (pahalanya) lebih banyak dari itu."57 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 850: Ahmad bin Muhammad bin Al Hasan, cucu Al Hasan bin Isa, mengabarkan kepada kami, ia berkata: Syaiban bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir bin Hazim menceritakan kepada kami, bahwa ia berkata: Aku pernah mendengar Zubaid Al Iyami58 menceritakan dari Thalhah bin Musharrif, dari Abdurrahman Ibnu ‘Ausajah, dari Al Barra’, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca: Laa ilaaha wahdahu laa syariika lah, lahul mulku, walahul hamdu, yuhyii wa yumiitu, wahuwa 'ala kulli syai’n qadiir (Tiada Tuhan kecuali Allah, Tuhan satu-satunya yang tiada sekutu bagi-Nya; Hanya mi segala kerajaan dan hanya milik-Nya-lah segala puji; Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu), sebanyak sepuluh kali, maka (pahalanya) menyamai (pahala membebaskan) seorang budak atau satu jiwa. ” 59 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 851: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abu Bukair menceritakan kepada kami, ia berkata: Isra'il menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Al Agharr Abu Muslim, dari Abu Sa’id Al Khudri dan Abu Hurairah, keduanya berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang hamba mengucap: Laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar, maka Tuhannya akan membenarkan ucapannya itu lalu berfirman, ‘Hamba-Ku benar. Tidak ada Tuhan kecuali Aku, dan Aku Maha Besar.' Apabila dia mengucap: Laa ilaaha illallaahu wahdah, maka Tuhannya akan membenarkan ucapannya itu lalu berfirman, 'Hamba-Ku benar. Tidak ada Tuhan melainkan Aku Sendiri.' Apabila dia mengucap: Laa ilaaha illallaahu laa syariika lah, maka Tuhannya akan membenarkan ucapannya itu lalu berfirman, 'Hamba-Ku benar. Tidak ada Tuhan melainkan Aku, dan tidak ada sekutu bagi-Ku.' Apabila dia mengucap: Laa ilaaha illallaahu lahul mulku, maka Tuhannya akan membenarkan ucapannya itu lalu berfirman, 'Hamba-Ku benar. Tidak ada Tuhan melainkan Aku, hanya milik-Ku lah segala kerajaan dan hanya milik-Ku-lah segala puji.' Dan apabila dia mengucap: Laa ilaaha illallaah, laa haula wa laa quwwata ilia billaah, maka Tuhannya akan membenarkan ucapannya itu lalu berfirman, 'Hamba- Ku benar. Tidak ada Tuhan melainkan Aku, dan tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari-Ku"60 [(1:104)] Shahih Ibnu Hibban 852: Ibnu Al Junaid di Busta mengabarkan kepada kami, ia berkata: Qutaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Dhamrah menceritakan kepada kami, dari Abu Maudud, dari Muhammad bin Ka’ab, dari Aban bin Utsman, dari Utsman, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca pada waktu pagi kalimat: Bismillaahilladzi laa yadhurru ma'a ismihi syai'un fil ardhi wa laa fis samaa’i wa huwas samii’ul ‘aliim ‘ (Dengan nama Allah, Dzat yang dengan menyebut nama-Nya maka tidak ada sesuatu pun di bumi dan tidak pula di langit yang akan membahayakan seseorang (yang menyebut nama-Nya), dan Dia adalah Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui), sebanyak tiga kali, maka ia tidak akan tertimpa suatu malapetaka secara mengejutkan hingga datang waktu sore. Dan apabila ia membacanya pada waktu sore, maka ia tidak akan tertimpa suatu malapetaka secara mengejutkan hingga datang waktu pagi.” 61 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 853: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Shafwan bin Shalih menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Walid biti Muslim menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abu Dzi'b, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah suatu kaum duduk dalam sebuah majlis dimana di dalamnya mereka tidak berdzikir kepada. kecuali hal itu akan menjadi kekurangan bagi mereka. Tidaklah seseorang berjalan di suatu jalan dimana ia tidak berdzikir kepada Allah kecuali hal itu akan menjadi kekurangan baginya. Dan tidaklah seseorang mendatangi tempat tidurnya dimana ia tidak berdzikir kepada Allah kecuali hal itu akan menjadi kekurangan baginya.” 62 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 854: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Usamah menceritakan kepada kami, dari Buraid, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, ”Perumpamaan rumah yang di dalamnya nama Allah disebut dan rumah yang di dalamnya nama Allah tidak pernah disebut adalah seperti orang hidup dan orang mati." 63 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 855: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Khalaf bin Hisyam Al Bazzar menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Al Agharr, ia berkata: Aku bersaksi atas Abu Sa’id Al Khudri dan Abu Hurairah, bahwa keduanya bersaksi atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Tidaklah suatu kaum duduk sambil berdzikir kepada Allah kecuali para malaikat akan mengelilingi mereka, rahmat akan menyelimuti mereka, ketenangan akan turun kepada mereka, kemudian Allah pun akan menyebut-nyebut nama mereka di hadapan para makhluk yang berada di sisi-Nya. ” 64 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 856: Muhammad bin Ahmad bin Abu ‘Aun Ar-Rayani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abd Rabbihi menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Fudhail bin Iyadh menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki sejumlah malaikat khusus (fudhulan) selain malaikat- malaikat pencatat (kuttab) amal manusia. Mereka selalu berkeliling di jalan-jalan untuk mencari majlis dzikir. Apabila mereka melihat suatu kaum yang sedang berdzikir kepada Allah SWT maka mereka akan berseru: Bersegeralah kalian menuju kebutuhan-kebutuhan kalian ini.' Mereka mengelilingi (majlis dzikir itu) dengan sayap-sayapnya hingga ke langit. Tuhan Jalla wa’ Alaa bertanya, dan Dia lebih mengetahui daripada mereka, 'Apa yang sedang dibaca hamba- hamba-Ku?' Para malaikat menjawab, 'Wahai Tuhan, mereka sedang bertasbih dan bertahmid kepada-Mu.' Tuhan bertanya, Apakah mereka (dapat) melihat-Ku?' Mereka menjawab, 'Tidak.9 Tuhan bertanya, 'Bagaimanakah seandainya mereka dapat melihat-Ku?' Mereka menjawab, 'Seandainya mereka dapat melihat-Mu, niscaya mereka akan lebih bertasbih, bertamjid (mengagungkan), bertakbir dan bertahmid kepada-Mu.' Tuhan bertanya, 'Apa yang mereka minta?' Mereka menjawab, 'Mereka meminta surga kepada-Mu, wahai Tuhan.' Tuhan bertanya, 'Apakah mereka pernah melihat surga?' Mereka menjawab, 'Tidak pernah.' Tuhan bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka dapat melihat surga?' Mereka menjawab, 'Seandainya mereka dapat melihatnya, niscaya mereka akan lebih giat lagi dan lebih keras lagi keinginannya (untuk mendapatkan surga).' Tuhan bertanya, 'Dari hal apakah mereka meminta perlindungan?' Mereka menjawab, 'Mereka meminta perlindungan kepada-Mu dari neraka.' Tuhan bertanya, 'Apakah mereka pernah melihatnya?' Mereka menjawab, ’Tidak pernah.' Tuhan bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka dapat melihat neraka?' Mereka menjawab, 'Seandainya mereka melihat neraka, niscaya mereka akan lebih giat lagi untuk memohon perlindungan.' Tuhan lalu berfirman, 'Sesungguhnya Aku menjadikan kalian sebagai saksi (atas pemyataan-Ku) bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka."65 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 857: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir mengabarkan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki sejumlah malaikat khusus (fudhulan) selain malaikat-malaikat pencatat (kuttab) amal manusia. Mereka selalu berkeliling di jalan-jalan untuk mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemukan suatu kaum yang sedang berdzikir kepada Allah, maka mereka akan berseru: 'Bersegeralah kalian menuju kebutuhan-kebutuhan kalian ini.' Mereka mengelilingi (majlis dzikir itu) dengan sayap-sayapnya hingga ke langit dunia. Tuhan mereka bertanya, dan Dia lebih mengetahui daripada mereka, 'Apa yang sedang dibaca hamba-hamba-Ku?' Para malaikat menjawab, 'Mereka sedang bertakbir, bertamjid (mengagungkan), bertasbih dan bertahmid kepada-Mu.' Tuhan bertanya, 'Apakah mereka (dapat) melihat-Ku?' Mereka menjawab, 'Tidak.’ Tuhan bertanya, 'Bagaimanakah seandainya mereka dapat melihat-Ku?' Mereka menjawab, 'Seandainya mereka dapat melihat-Mu, niscaya mereka akan lebih giat beribadah, serta lebih sering bertasbih, bertahmid dan bertamjid kepada-Mu.' Tuhan bertanya, 'Apa yang mereka minta?' Mereka menjawab, 'Mereka meminta surga kepada-Mu, wahai Tuhan.' Tuhan bertanya, 'Apakah mereka pernah melihat surga?' Mereka menjawab, 'Tidak pernah, wahai Tuhanku.' Tuhan bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka dapat melihat surga?' Mereka menjawab, 'Seandainya mereka dapat melihatnya, niscaya mereka akan lebih serius, lebih giat berusaha dan lebih besar keinginannya (untuk mendapatkan surga).' Tuhan bertanya, 'Dari hal apakah mereka meminta perlindungan? Mereka menjawab, 'Dari neraka.' Tuhan bertanya, 'Apakah mereka pernah melihatnya?' Mereka menjawab, 'Tidak pernah, wahai Tuhanku.' Tuhan bertanya, 'Bagaimana seandainya mereka dapat melihat neraka?' Mereka menjawab, 'Seandainya mereka melihat neraka, niscaya mereka akan lebih giat berusaha untuk lari dan menghindarkan diri darinya, serta lebih takut kepadanya.' Allah berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku menjadikan kalian sebagai saksi (atas pemyataan-Ku) bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka.' Salah seorang malaikat berkata, 'Sesungguhnya di antara mereka ada Si Fulan yang bukan termasuk golongan mereka, tetapi dia datang karena ada suatu keperluan.' Allah pun berfirman, 'Mereka itulah orang-orang yang menyebabkan orang yang duduk bersama mereka tidak akan sengsara.'"66 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 858: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Umayyah bin Bistham menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, ia berkata: Rauh bin Al Qasim menceritakan kepada kami, dari Al Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berjalan di jalanan Mekkah lalu beliau melewati sebuah gunung yang dikenal dengan nama Jumdan. Beliau pun bersabda, “Berjalanlah kalian pada (gunung) Jumdan ini. Al Mufarridun telah mendahului, Mufarridun telah mendahului.” Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apa yang dimaksud dengan Al Mufarridun itu?” Beliau menjawab: “Orang-orang yang selalu berdzikir kepada Allah, baik laki-laki ataupun perempuan.”67 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 859: Imran bin Musa bin Musyaji’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang di waktu pagi membaca: Subhaanallaahi wa bihamdih, sebanyak seratus kali, dan pada sore harinya sebanyak seratus kali, maka dosa-dosanya akan di ampuni, sekalipun dosa- dosanya itu lebih banyak dari buih di lautan.”68 [(i:2)] Shahih Ibnu Hibban 860: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Zurai' menceritakan kepada kami, ia berkata: Rauh bin Al Qasim menceritakan kepada kanii, dari Suhail, dari Sumai, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca pada Subhaanallaahil ‘azhiimi wa bihamdih, sebanyak seratus kali, dan begitu juga pada sore harinya, maka (di hari kiamat) maka tidak ada satu makhluk pun yang membawa (pahala yang banyak) seperti yang dibawa olehnya."69 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 861: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, ia berkata; Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dari Sulaiman bin Bilal, dari Rabi’ah bin Abu Abdurrahman -ia adalah Rabi’ah Ar-Ra’yi-, dari Abdullah bin ‘Anbasah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang pada pagi hari membaca: Allaahumma maa ashbaha bii min ni 'matin, au bi ahadin min khalqika, faminka wahdaka laa syariika laka, falakalhamdu walaksy syukru (Ya Allah, tidak ada satu nikmat pun yang diterima oleh diriku di pagi ini atau oleh salah seorang makhluk-Mu melainkan ia hanya berasal dari-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, hanya milik-Mu-lah pujian dan hanya untuk-Mu-lah rasa syukur), maka sungguh ia telah melaksanakan kewajiban untuk bersyukur pada hari itu.”70 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 862: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim, maula Tsaqif, mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Husain71 bin Isa yakni- Al Bisthami menceritakan kepada kami, ia berkata: Anas bin ‘Iyadh menceritakan kepada kami, dari Abu Maudud, dari Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhi, dari Aban bin Utsman, dari Utsman, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membaca di waktu pagi sebanyak tiga kali: Bismillaahilladzi laa yadhurru ma 'a ismihi syai'un fil ardhi wa laa fis samaa’i wa huwas samii’ul 'aliim (Dengan menyebut nama Allah, Dzat yang apabila namanya disebut maka tidak ada sesuatu pun baik di bumi ataupun di langit yang membahayakan diri (orang yang membacanya), dan Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui), maka dia tidak akan tertimpa malapetaka yang datang secara mengejutkan hingga datang waktu sore. Dan apabila dia membacanya di waktu sore hari, maka dia tidak akan tertimpa malapetaka yang datang secara mengejutkan hingga datang waktu pagi” Sungguh Utsman pernah tertimpa penyakit lumpuh, lalu ia ditanya: “Di mana kalimat yang telah kamu ceritakan kepada kami itu (mengapa kamu masih tertimpa musibah ini?" Utsman menjawab: “Sesungguhnya Allah ketika Dia menghendaki suatu musibah kepadaku, maka Dia membuatku lupa untuk membaca kalimat tersebut." 72 [(1:2)] Shahih Ibnu Hibban 863: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, ia berkata: Zaid bin Al Hubab menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Syuraih menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Hani' At-Tujibi menceritakan kepadaku, dari Abu Ali Al Hamdani, bahwa ia mendengar Abu Sa’id berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membaca: Radhiitu billaahi rabba, wabil Islaami diina, wa bi Muhammadin shallallahu 'alaihi wa sallam nabiyya (Aku rela Allah sebagai Tuhan[ku], Islam sebagai agama[ku] dan Muhammad SA W sebagai nabi[ku], maka surga wajib untuknya.” 73 [(1:2)] Abu Hatim RA berkarta: “Nama asli Abu Hani' adalah Humaid bin Hani'. Ia adalah salah seorang penduduk Mesir. Sedangkan nama asli Abu Ali Al Hamdani adalah Amru bin Malik Al Janbi74. la adalah seorang yang tsiqah yang berasal dari Palestina.” Shahih Ibnu Hibban 864: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Muhammad bin ‘Ar’arah bin Al Birind menceritakan kepada kami, ‘Attab bi Harb Abu Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu ‘Amir Al Khazzaz menceritakan kepada kami, dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Aisyah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengumpulkan seluruh keluarganya, lalu beliau bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian tertimpa kesusahan atau kesulitan, maka hendaknya ia membaca: Allahu Allahu Rabbi laa usyriku bihi syai’an (Allah, Allah adalah Tuhanku, aku tidak akan menyekutukan-Nya dengan sesuatupun)."75 (1:2) Nama Abu ‘Amir Al Khazzaz adalah Shalih bin Rustum. Ada empat puluh hadits yang telah diriwayatkan darinya. Dia termasuk salah seorang penduduk Bashrah yang tsiqah. Shahih Ibnu Hibban 865: Isma’il bin Daud bin Wardan di Fusthath mengabarkan kepada kami, ia berkata. Isa bin Hammad menceritakan kepada kami, ia berkata: Al-Laits mengabarkan kepada kami, dari Ibnu ‘Ajian, dari Muhammad bin Ka’ab Al Qurazhi, dari Abdullah bin Syaddad, dari Abdullah bin Ja’far, dari Ali bin Abu Thalib, bahwa ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan kepadaku kalimat-kalimat ini, dan beliau memerintahkan kepadaku apabila aku sedang tertimpa kesusahan atau kesulitan agar aku membacanya: Laa ilaaha illallaahul haliimul kariim, Subhaanahu wa tabaarakallaahu Rabbul 'Arsyil ‘azhiim, Wal hamdulillaahi Rabbil ‘Aalamiin (Tidak ada Tuhan kecuali Allah Yang Maha Penyantun lagi Maha Mulia. Maha Suci dan Maha Tinggi Allah, Tuhan Pemilik ‘Arsy yang agung. Segala puji hanya milik Allah, Tuhan semesta alam).”76 [(1:104)] Shahih Ibnu Hibban 866: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami dengan hadits gharib, ia berkata: Qathan bin Nusair Ash-Shairafi menceritakan kepada kami, ia berkata: Ja’far bin Sulaiman menceritakan kepada kami, ia berkata: Tsabit menceritakan kepada kami, dari Anas, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang dari kalian memohon kepada Tuhannya terhadap seluruh hajatnya, hingga (permohonan tatkala) tali sandalnya putus.”1 Shahih Ibnu Hibban 867: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Aswad bin Syaiban2 menceritakan kepada kami, dari Abu Naufal bin Abu Aqrab, dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam itu mengagumi kumpulan- kumpulan dari doa3.” [5:12] Abu Hatim berkata: Nama Abu Naufal adalah Mu’awiyah bin Muslim bin Abu Aqrab, ia termasuk penduduk Bashrah. 4 Shahih Ibnu Hibban 868: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim maula Tsaqif mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Amru Zunaij menceritakan kepada kami, Jarir bin Abdul Hamid menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepada seseorang, “Apa yang kamu baca di dalam shalat?” Ia menjawab, “Aku membaca tasyahhud (Tahiyat/persaksian kepada Allah SWT dan Rasul-Nya), lalu aku membaca, “Allaahumma innii as'aluk Aljannata, wa a’uudzu bika min An-naari (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada- Mu surga, dan aku berlindung kepada-Mu terhadap api neraka). Aku, demi Allah SWT, tidak dapat membaguskan bicaramu yang lirih, dan tidak pula pembicaraan Mu’adz yang lirih itu”. Beliau lalu bersabda: “Disekitarnya (yakni: sekitar mendapatkan surga atau berlindung dari neraka) itulah kami lirihkan.”5 [3:15], Shahih Ibnu Hibban 869: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami lebih dari satu kali, ia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Al Jurairi, dari Ummi Kultsum binti Abu Bakar, dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepadanya doa yang hendaknya ia baca, “Allaahumma innii as ’aluka min Al khairi 'ajilihi wa ajilihi, maa 'alimtu minhu wa maa lam a’lam. Wa a’uudzubika min asy-syarri kullihi 'aajilihi wa aajilihi, maa ‘alimtu minhu wa maa lam a’lam. Allahumma innii as'aluka min al khairi maa sa’alaka ‘abduka wa nabiyyuka, wa a ’udzubika min asy-syarri maa ‘aadza bihi ‘abduka wa nabiyyuka, wa as‘alukal jannata wa maa qarraba ilaihaa min qaulin wa ‘amalin, wa ‘auudzubika minan naari wa maa qarraba ilaihaa min qaulin wa ‘amalin, wa as’aluka an taj’ala kulla qadhaa ’in qadhaitahu lii khairan (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari semua kebaikan, baik yang cepat atau yang lambat, pada sesuatu yang kuketahui darinya dan sesuatu yang tidak kuketahui. Dan aku berlindung kepada-Mu dari semua kebusukan, baik yang cepat dan yang lambat, pada sesuatu yang aku ketahui darinya dan sesuatu yang tidak kuketahui. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikan seperti yang diminta oleh hamba-Mu dan nabi-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan sebagaimana hamba-Mu dan nabi-Mu pernah memohon perlindungan. Dan aku memohon surga kepada-Mu dan sesuatu yang dapat mendekatkan kepada surga, berupa perkataan dan perbuatan, dan aku berlindung kepada-Mu dari api neraka, dan sesuatu yang dapat mendekatkanku kepadanya, berupa perkataan dan perbuatan. Dan aku memohon kepada-Mu hendaknya Engkau menjadikan pada semua ketentuan yang telah Engkau tentukan kepadaku berupa ketentuan yang baik).”6 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 870: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Amru bin Marzuq menceritakan kepada kami, ia berkata: Imran Al Qaththan menceritakan kepada kami, dari Sa’id bin Abu Al Hasan saudaranya Al Hasan, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi Allah SWT daripada doa. ” 7 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 871: Abdurrahman bin Muhammad bin Ali bin Zuhair Al Jurjajni mengabarkan kepada kami, ia berkata: ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata: Haudzah bin Khalifah menceritakan kepada kami, ia berkata: Umar bin Muhammad- ia adalah Ibnu Zaid bin Abdullah bin Umar bin Al Khaththab - menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian lemah (malas) dalam berdoa, sesungguhnya karena berdoa seseorang tidak akan binasa.”9 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 872: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Waki’ menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Abdullah bin Isa, dari AbduJlah bin Abu Al Ja'di, dari Tsauban, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seseorang akan terhalang mendapatkan rizki karena suatu dosa yang dilakukannya. Dan takdir tidak akan dapat ditolak kecuali dengan doa. Serta tidak akan bertambah dalam umur kecuali dengan berbuat kebaikan."10 [3:42] Shahih Ibnu Hibban 873: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, Tsabit mengabarkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Abu laili, dari Shuhaib, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada seorang raja pada umat sebelum kalian yang mempunyai seorang penyihir. 11 Tatkala sang penyihir telah lanjut usia, ia berkata kepada sang raja: "Sungguh saat ini aku telah lanjut usia, maka kirimlah kepadaku seorang anak laki-laki agar aku dapat ajarkan kepadanya ilmu sihir. ” Sang raja lalu mengirim seorang anak laki-laki kepadanya agar diajarkan ilmu sihir. Kemudian di tengah proses belajar, ketika anak laki-laki itu sedang berjalan, 12 ia bertemu dengan seorang pendeta, lalu ia duduk di sebelahnya dan mendengarkan perkataannya. Sang anak merasa kagum dengan sang pendeta itu. Maka (mulai saat itu) apabila ia mendatangi sang penyihir13 untuk belajar sihir, sang penyihir selalu memukulnya, dan apabila ia kembali darinya maka ia selalu mendatangi sang pendeta dan mendengarkan perkataannya (ilmu-ilmunya). Lalu apabila sang anak mendatangi keluarganya, merekapun memukulinya. Sang anak lalu mengadukan keadaannya itu kepada sang pendeta. Sang pendeta lalu berkata kepadanya: "Apabila kamu takut kepada sang penyihir, maka katakanlah kepadanya, "Keluargaku telah menahanku (di rumah)," dan apabila kamu takut kepada keluargamu, maka katakanlah kepada mereka: “Sang penyihir telah menahanku (di tempatnya). Maka ketika ia telah melakukan nasihat sang pendeta, tiba-tiba di tengah jalan ia bertemu dengan seekor binatang yang sangat besar, yang telah menahan perjalanan orang-orang manusia. Sang anak lalu berkata, “Hari ini aku dapat mengetahui, apakah sang pendeta yang lebih utama ataukan sang penyihir? ” Sang anak lalu mengambil sebongkah batu dan berkata, “Ya Allah, jika keadaan sang pendeta lebih Engkau cintai daripada sang penyihir, maka bunuhlah binatang ini hingga orang-orang dapat meneruskan perjalanannya. ” Ia lalu melemparkan batu itu kepada binatang besar tadi dan ternyata binatang tersebut mati, orang-orang pun kemudian dapat meneruskan perjalanannya. Sang anak lalu mendatangi pendeta dan menceritakan apa yang telah terjadi. Sang pendeta berkata kepadanya: “Wahai anakku, hari ini kamu lebih utama daripada aku, 14 dan sesungguhnya kamu telah diuji. Apabila kamu telah (lulus) ujian itu, maka kamu tidak perlu lagi petunjuk dariku. ” Kemudian sang anak mulai memberikan pengobatan terhadap penyakit buta dan kusta serta mengobati15 segala macam penyakit. Kabar tentang sang anak di dengar juga oleh kawan sang raja16 yang mengalami kebutaan. Kawan sang raja lalu mendatangi sang anak dengan membawa hadiah yang sangat banyak lalu berkata: “Tidaklah disini untukmu aku berkumpul, jika kamu menyembuhkan kebutaanku." Sang anak berkata: “Sungguh aku tidak dapat menyembuhkan seseorang, Allah lah yang memberikan kesembuhan. Jika kamu mau beriman kepada Allah, maka aku akan berdoa kepada-Nya agar Dia menyembuhkanmu.” Sang kawan raja kemudian menyatakan keimanannya, lalu Allah menyembuhkannya. Kemudian sang kawan berjalan untuk mendatangi raja, lalu ia duduk17 di tempat yang biasanya ia duduki. Raja bertanya kepadanya, “Wahai fulan, siapakah yang telah menyembuhkan matamu dan mengembalikan penglihatanmu itu ? Ia menjawab: ”Tuhanku” Raja lalu bertanya, "Apakah kamu memiliki tuhan selain aku? ” Ia menjawab: “Tuhanku dan Tuhanmu itu satu” 18 (yakni Allah)." Mendengar itu, sang raja tidak henti-henti19 menyiksanya hingga ia menunjuk kepada sang anak, dan sang anak lalu dihadirkan ke hadapan sang raja. Raja berkata kepadanya, "Wahai anakku, sungguh sihirmu telah mampu menyembuhkan penyakit buta dan kusta, dan sihirmu juga berhasil melakukan ini dan itu? Sang anak berkata, “Sesungguhnya aku tidak mampu menyembuhkan seseorang, Allah lah yang memberikan kesembuhan. ” Sang anak lalu di ambil dan disiksa terus menerus hingga ia menunjuk kepada sang pendeta, dan sang pendeta lalu dihadirkan. Di katakan kepada sang pendeta: “Kembalilah (keluarlah) dari agamamu." Sang pendeta pun enggan. Sang raja kemudian minta sebuah gergaji dan meletakkannya di kerongkongan leher sang pendeta, lalu sang raja menggergaji lehernya20 hingga terpisah kepala dan badan sang pendeta. Setelah itu kawan sang raja di hadirkan dan di katakan kepadanya: “Kembalilah (keluarlah) dari agamamu." Sang kawan pun enggan. Sang raja kemudian minta sebuah gergaji dan meletakkannya di kerongkongan leher sang kawan, lalu sang raja menggergaji lehernya hingga terpisah kepala dan badan sang kawan. Kemudian giliran sang anak di hadirkan dan di katakan kepadanya: “kembalilah (keluarlah) dari agamamu." Sang anak pun enggan. Lalu sang raja menyerahkannya kepada sekelompok anak buahnya dan berkata: “Bawa pergilah anak ini ke gunung ini dan itu, naiklah kalian bersamanya ke atas gunung itu, jika sudah sampai di puncak gunung, apabila ia mau kembali (keluar) dari agamanya (maka bawa pulang kembali dia), namun bila tetap tidak mau lemparkanlah dia dari puncak gunung itu. Lalu mereka pun membawanya ke gunung yang telah ditunjuk oleh sang raja tadi. Sang anak lalu berdoa: “Ya Allah, peliharalah aku dari kejahatan mereka dengan sesuatu yang Engkau kehendaki.Gunung itu kemudian bergetar, dan mereka (anak buah sang raja) berjatuhan dari atasnya. Sang anak kembali berjalan mendatangi sang raja. Sang raja bertanya kepadanya: “Apa yang telah diperbuat terhadap anak buahku yang bersamamu tadi?” Ia menjawab: “Allah telah memeliharaku dari mereka Lalu sang raja menyerahkan sang anak kepada suatu kaum dari anak buahnya yang lain, dan ia berkata: “Bawa pergilah anak ini, bawalah ia dengan menggunakan perahu21, dan bila sudah berada di tengah laut, desaklah dia agar mau kembali (keluar) dari agamanya, jika ia mau kembali dari agamanya (maka bawa pulang kembali ia), namun bila tetap tidak mau lemparkanlah ia ke laut. ” Lalu mereka pun membawanya menuju lautan yang di tunjuk oleh sang raja. Sang anak lalu berdoa: “Ya Allah, peliharalah aku dari kejelekan mereka dengan sesuatu yang Engkau kehendaki.” Perahu itu kemudian terbalik. 22 Sang anak kembali berjalan mendatangi sang raja. Sang raja bertanya kepadanya: “Apa yang telah diperbuat terhadap anak buahku yang bersamamu tadi?“ Ia menjawab: “Allah telah memeliharaku dari mereka. ” Ia lalu berkata kepada sang raja: “Sungguh kamu tidak akan mampu membunuhku hingga kamu melakukan apa yang kuperintahkan kepadamu." Sang raja bertanya, “Perbuatan apakah itu?” Sang anak menjawab, “Kamu kumpulkan orang-orang di satu tempat yang tinggi lalu kamu salib aku di atas sebatang pohon kurma, kemudian ambillah anak panah dari tabungnya23 dan letakkan di busur panah, setelah itu ucapkanlah: Bismillaahi rabbil ghulaami (Dengan nama Allah, Tuhannya sang anak), dan lepaskan anak panah itu kepadaku. Jika kamu melakukan apa yang kukatakan tadi, maka kamu dapat membunuhku.” Sang raja kemudian mengumpulkan orang-orang di satu tempat yang tinggi, lalu menyalibnya di atas sebatang pohon kurma, kemudian mengambil anak panah dari tabungnya, dan meletakkannya di busur panah lalu mengucap: Bismillaahi rabbil ghulaami (Dengan nama Allah, Tuhannya sang anak), setelah itu ia lepaskan anak panahnya. Anak panah itu mengenai pelipis sang anak, ia lalu meletakkan tangannya di tempat tertancapnya anak panah, kemudian ia mati. Orang-orang kemudian berkata: "Kami beriman kepada Tuhan anak ini, Kami beriman kepada Tuhan anak ini” mereka ucapkan itu tiga kali. Seseorang lalu mendatangi sang raja dan berkata kepadanya: “Tidakkah kamu melihat apa yang telah kamu peringatkan, sungguh demi Allah peringatanmu itu telah terjadi denganmu, orang-orang sungguh telah beriman. ” Sang raja kemudian memerintahkan membuat parit yang memanjang dengan mulut-mulut sumur yang sempit. Parit itu lalu di buat dan di dalamnya dinyalakan api. Sang raja berkata, “Siapapun yang tidak mau kembali (keluar) dari agamanya, maka bakarlah24 mereka di dalam lubang itu. " Mereka pun melakukannya hingga datang seorang wanita bersama bayinya. Wanita tersebut takut bila bayinya ikut di masukkan ke dalam parit tersebut, tiba-tiba sang bayi berkata kepada ibunya, “Wahai ibu, sabarlah, sesungguhnya engkau berada di dalam kebenaran.” 25 [3:6] Shahih Ibnu Hibban 874: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha'iyy mengabarkan kepada kami, ia berkata: Faraj bin Rawahah Al Manbiji menceritakan kepada kami, ia berkata: Zuhair bin Mu’awiyah menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa’ad26 Ath-Tha’iy menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Al Mudillah menceritakan kepada kami, bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Doa orang yang teraniaya akan di bawa di atas mega, pintu-pintu langit akan dibuka, dan Tuhan Tabaaraka wa Ta’ala akan berfirman: “ Demi kemuliaan-Ku, sungguh Aku pasti menolongmu, walaupun setelah waktu ini.” 27 [1:87] Abu Hatim RA berkata: Abu Al Mudillah namanya adalah Ubaidullah28 Madiniy, ia tsiqah. Shahih Ibnu Hibban 875: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab mengabarkan kepada kami, dari Ma’ruf bin29 Suwaid, ia berkata: Aku mendengar Ulayya bin Rabbah berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Takutlah kalian terhadap doa orang yang teraniaya.”30 [1:87] Abu Hatim RA berkata, “Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Takutlah kalian terhadap doa orang yang teraniaya adalah perintah untuk takut terhadap doa orang yang teraniaya. Ini dimaksudkan untuk mencegah dari sebab terjadinya doa tersebut, yaitu kezhaliman (aniaya), maka beliau mencegah sesuatu dengan perintah untuk menjauhi dari sesuatu yang akan berakibat karenanya (yakni dari kezhaliman/keaniayaan)'.” Shahih Ibnu Hibban 876: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Khalifah bin Khayyath Al Ushfuri menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abu Adi menceritakan kepada kami, ia berkata: Ja’far bin Maimun menceritakan kepada kami, dari Abu Utsman An-Nahdi, dari Salman Al Farisi, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Sesungguhnya Tuhan kalian (mempunyai sifat) malu lagi mulia. Dia malu pada hamba-Nya yang mengangkat kedua tangannya saat berdoa kepada-Nya untuk menolak kedua tangannya secara hampa. ” 31 [3:67] Shahih Ibnu Hibban 877: Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan di Ranah mengabarkan kepada kami, Sahal bin Shalih Al Anthaki menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Harun mengabarkan kepada kami ia berkata: Syu’bah mengabarkan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya saat berdoa hingga putih ketiaknya terlihat.” 32 [5:12]. Shahih Ibnu Hibban 878: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harun bin Ma'ruf menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Haywah dan Umar bin Malik mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Al Had, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Umair maula Abu Al-Lahm, bahwa ia pemah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di Ahjar Az-Zait (suatu tempat di kota Madinah), dekat dari Az-Zawra’. berdoa dengan mengangkat kedua telapak tangannya ke arah wajahnya dengan tidak melewati kepalanya. 33 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 879: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Haywah mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Al Had, dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, dari ‘Umair maula Abu Al-Lahm, bahwa ia melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa meminta hujan di Ahjar Az-Zait, dekat Az-Zawra', dengan berdiri seraya berdoa memohon hujan, kedua telapak tangannya diangkat dengan tidak melebihi kepalanya, yakni menghadapkan sisi dalam dari kedua telapak tangannya ke arah wajahnya. 34 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 880: Ahmad bin Yahya bin Zuhair di Tustar mengabarkan kepada kami, ia berkata: Jamil bin Al Hasan Al Ataki menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Az-Zibriqan menceritakan kepada kami, ia berkata: Sulaiman At-Taimi menceritakan kepada kami, dari Abu Utsman, dari Salman, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Jalla ‘Alla merasa malu pada hamba yang mengangkat kedua tangannya saat berdoa kepada-Nya lalu Allah SWT menolaknya dengan kegagalan.”35 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 881: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’awiyah bin Shalih mengabarkan kepada kami, dari Rabi’ah bin Yazid, dari Abu Idris Al Khaulani, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidak ada henti-hentinya doa seorang hamba dikabulkan selama ia tidak berdoa dengan memohon hal yang sifatnya berdosa atau memutus tali silaturrahim, dan selama ia tidak meminta cepat (terburu-buru)” Beliau ditanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bagaimanakah seseorang dianggap meminta dengan cepat itu? beliau menjawab: ‘Ia berkata: "Sungguh saya telah berdoa tapi belum juga dikabulkan." Kemudian ia memutuskan dari berdoa (fayanhasiru36) karena keadaan tidak dikabulkan doanya, lalu ia pun meninggalkan (berhenti) berdoa.” 37 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 882: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Idris menceritakan kepada kami, dari Hushain bin Abdurrahman, dari ‘Umarah bin Ruwaibah, 38 bahwa ia pemah melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua tangannya di atas mimbar. Lalu ia berkata, “Allah SWT menganggap buruk dua telapak tangan itu, sungguh aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pemah melebihkan atas apa yang beliau sabdakan dengan tangannya seperti ini. Dan ia memberi isyarat dengan jari telunjuknya(39)(40).” [5:12] Shahih Ibnu Hibban 883: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ubaidullah bin Umar Al Qawariri menceritakan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Al Mufadhdhal menceritakan kepada kami, dari Abdurrahman bin Ishaq, dari Abdurrahman bin Mu’awiyah, dari Ibnu Abu Dzubab dari Sahal bin Sa’ad, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuka kedua tangannya saat berdoa di atas mimbar maupun lainnya. Namun saya hanya pernah melihat beliau bersabda seperti ini.” Abu Sa’id berkata, “Dengan telunjuk tangan kanannya yang dibengkokkan.” 41 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 884: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar Ash-Shufi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Umar bin Aban menceritakan kepada kami, ia berkata: Hafash bin Ghiyats menceritakan kepada kami, dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat seorang laki-laki berdoa dengan menggunakan kedua jarinya bersama-sama, beliau lalu melarangnya, dan beliau menyuruhnya menggunakan salah satu jarinya saja, yaitu jari kanan” 42. [2:24] Abu Hatim RA berkata: Tersimpan maksud di dalamnya bahwa memberi isyarat dengan dua jari. Adapun kaum pada masanya sangat akrab dengan beribadah kepada patung-patung dan menyekutukan Allah. Maka karena alasan ini, memberi isyarat itu hanya dibolehkan dengan satu jari saja. Shahih Ibnu Hibban 885: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ali bin Al Madini menceritakan kepada kami, ia berkata: Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ishaq, ia berkata: Isa bin Abdullah bin Malik, dari Muhammad bin Amaru bin ‘Atha, dari ‘Atha' bin Yasar, dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata: aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian berkehendak mengerjakan suatu perkara, maka hendaknya ia membaca: Allaahumma innii astakhiiruka bi'ilmika, wa astaqdiruka biqudratika, wa as ‘aluka min fadhlika Al azhiim, fainnaka taqdiru walaa aqdiru, wa ta 'lamu wa laa a'lamu, wa anta 'allaamul ghuyuub. Allaahumma in kaana "kadzaa wa kadzaa" (disebutkan perkara yang dimaksud) khairaan lii fii diinii wa ma iisyatii wa 'aaqibati amrii, faqdurhu lii wa a'innii 'alihi, wa in kaana "kadzaa wa kadzaa" (disebutkan perkara yang dimaksud) syarran lii fii diinii wa ma' iisyatii wa ‘aaqibati amrii, fashrifhu ‘annii, tsummaqdurlii al-khaira ainamaa kaana, laa hawla wa laa quwwata illaa billaahi (Ya Allah sesungguhnya aku memohon pilihan kepada-Mu dengan Ilmu (pengetahuan)-Mu, dan aku memohon ketentuan-Mu dengan Kekuasaan-Mu, dan aku memohon kepada-Mu dari keutamaan-Mu yang agung, sesungguhnya Engkau Maha Mampu sedangkan aku tidak mampu, dan Engkau Maha Mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui, serta Engkau adalah Zat yang Maha mengetahui hal-hal yang ghaib. Ya Allah apabila perkara ini (sebutkan maksud atau niatnyaj baik untukku pada agamaku, kehidupanku, dan hasil perkaraku ini, maka takdirkanlah itu untukku dan mudahkanlah serta bantulah aku untuk mengerjakannya. Dan apabila perkara ini (sebutkan maksud atau niatnyaj buruk untukku pada agamaku, kehidupanku, dan hasil perkaraku ini, maka palingkanlah itu dariku. kemudian takdirkanlah kebaikan untukku di manapun itu berada. Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dari Allah.”43 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 886: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hamzah bin Thalabah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abu Fudaik menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Al Mufadhdhal bin Al ‘Ala’ Ibn Abdurrahman, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian berkehendak mengerjakan suatu perkara, maka hendaknya ia membaca: Allaahumma innii astakhiiruka bi ’ilmika, wa astaqdiruka biqudratika, wa as ‘aluka min fadhlikal ‘azhiim, fainnaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta ’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyuub. Allaahumma in kaana “kadzaa wa kadzaa ” khairaan lii fii diinii, wa khairaan lii fii ma’iisyatii, wa khairaan lii ‘aaqibati amrii, faqdurhu lii wa baarik lii fiihi, wa in kaana ghairu dzaalika khairan lii, faqdurhu lii al-khaira haitsu maa kaana, wa radhdhinii biqadarika (Ya Allah sesungguhnya aku memohon pilihan kepada-Mu dengan Ilmu (pengetahuan)-Mu, dan aku memohon ketentuan-Mu dengan Kekuasaan-Mu, dan aku memohon kepada-Mu dari keutamaan-Mu yang agung, sesungguhnya Engkau Maha Mampu sedangkan aku tidak mampu, dan Engkau Maha Mengetahui sedangkan aku tidak mengetahui, serta Engkau adalah Zat yang Maha mengetahui hal-hal yang ghaib. Ya Allah apabila perkara ini baik untukku pada agamaku, pada kehidupanku, dan pada hasil perkaraku ini, maka takdirkanlah itu untukku dan berilah keberkahan untukku di dalamnya. Dan apabila bukan perkara itu yang baik untukku, maka taqdirkanlah kepadaku kebaikan sekiranya ia berada, dan berilah keridhaan untukku dengan kekuasaan-Mu” 44 [1:4] Abu Hatim RA berkata, “Abu Al Mufadhdhal namanya adalah Syiblu bin Al ‘Ala’ bin Abdurrahman. Haditsnya merupakan hadits yang lurus (baik).” Shahih Ibnu Hibban 887: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Abu Al Mawal menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Al Munkadiri menceritakan kepada kami, dari Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah biasa mengajari kami istikharah dalam berbagai perkara, sebagaimana beliau mengajari kami surah dalam Al Qur'an.” Beliau bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian berkeinginan melakukan suatu urusan, maka hendaknya ia shalat dua rakaat selain shalat fardhu (shalat sunnah). Kemudian mengucapkan: "Allaahumma innii astakhiiruka bi’ilmika, waastaqdiruka biqudratika, wa as’aluka min fadhlika al azhiim, fainnaka taqdiru wa laa aqdiru, wata’lamu walaa a’lamu wa anta ‘allaamul ghuyuub. Allaahumma fain kunta haadzal amra khairaan lii fii diinii wa ma‘aasyii wa ‘aaqibati amrii, faqaddirhu lii wa yassirhu lii wa baarik fiihi, wa in kaana syarran lii fii diinii wa ma’aadii wa ma ’aasyii wa 'aaqibati amrii, fashrifhu 'annii, washrifnii 'anhu, wa qaddir lii al khaira haitsu kaana, wa radhdhiinii bihi (Ya Allah sesungguhnya aku memohon pilihan dari-Mu dengan ilmu-Mu, memohon ketetapan dari-Mu dengan kekuatan-Mu, dan aku meminta kepada-Mu dari karunia-Mu yang agung. Sesungguhnya Engkau berkuasa dan aku tidak kuasa, Engkau mengetahui dan aku tidak mengetahui, dan Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini - disebut yang jelas urusannya itu- baik bagiku dalam perkara dunia dan kehidupanku serta akhir daripada urusanku, maka tetapkanlah ia untukku dan mudahkanlah ia bagiku, kemudia berkahilah aku padanya. Jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk bagiku dalam perkara dunia dan kehidupanku serta akhir daripada urusanku, maka palingkanlah ia dariku dan palingkan aku darinya. Dan tetapkanlah untukku kebaikan di mana saja. Kemudian jadikanlah aku ridha padanya)45 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 888: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Yahya Al Marwazi menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa’id bin Sulaiman Al Wasithi menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Utsman bin Ibrahim bin Muhammad bin hathib menceritakan kepada kami, dari ayahnya dan pamannya, dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika melihat hilal, beliau membaca, Allahumma ahillahu 'alainaa bil amni wa Al iimani, wa As-salaamati wa al Islaami, war taufiqi limaa tuhibbu wa tardha, rabbunaawa rabbukallaahu (Ya Allah, terbitkanlah bulan itu kepada kami dengan keamanan dan keimanan, dengan keselamatan dan Islam, dan petunjuk pada sesuatu yang Engkau cintai dan ridha. Tuhan kami dan Tuhanmu adalah Allah).“ 46. [5:12] Shahih Ibnu Hibban 889: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Mahmud bin Ghailan menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Ahmad Az-Zubairi menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Apabila salah seorang dari kalian berdoa, maka perbanyaklah (permohonan dalam doanya), sesungguhnya ia sedang meminta kepada Tuhannya.”47[1:2] Shahih Ibnu Hibban 890: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Dzar, dari Yusai’ Al Hadhrami, dari An-Nu’man bin Basyir, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “,i>Doa merupakan ibadah.” Kemudian beliau membaca ayat ini: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina.” 48 (Qs. Ghaafir [40]:60). [1:2] Shahih Ibnu Hibban 891: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, dari Yahya Al Qaththan, dari Malik bin Mighwal, ia beikata: Abdullah bin Buraidah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar seseorang membaca: Allahumma innii as'aluka bi annii usyhiduka annaka laa ilaaha illa anta, Al Ahad, Ash-Shamad, alladzii lam yalid walam yuulad walam yakun laka kufuwan ahad (Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu bahwa aku bersaksi kepada-Mu bahwasanya Engkau tidak ada Tuhan selain Engkau, Yang Maha Esa, Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Mu). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda: “Sungguh kamu telah memohon kepada Allah SWT dengan suatu Nama yang apabila Dia diminta dengan menggunakan Nama itu, maka Allah pasti memberi, dan apabila ia berdoa dengan menggunakan Nama itu, maka Allah pasti mengabulkannya.”49 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 892: Abu Al Abbas Ahmad bin Isa bin As-Sukin Al Baladi di Wasith mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Al Husain Ahmad bin Sulaiman bin Abu Syaibah Ar-Ruhawi menceritakan kepada kami, ia berkata: Zaid bin Al Hubab menceritakan kepada kami, ia berkata: Malik bin Mighwal menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Buraidah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, bahwa ia pernah masuk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ke dalam masjid, ternyata di dalam masjid ada seorang laki-laki yang sedang berdoa, ia berdoa: Allahumma innii as'aluka bi annii usyhiduka annaka laa ilaaha illa Anta Al Ahad Ash-Shamad, alladzii lam yalid walam yuulad, walam yakun laku kufwan ahad (Ya Allah, sungguh aku memohon kepada- Mu bahwa aku bersaksi kepada-Mu bahwasanya tidak ada Tuhan selain Engkau, Yang Maha Esa Yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Demi Zat yang diriku berada di genggaman-Nya, Sungguh ia telah memohon kepada Allah SWT dengan suatu Nama Yang Agung, apabila Dia diminta dengan menggunakan Nama itu, maka Allah pasti memberi, dan apabila ia berdoa dengan menggunakan Nama itu, maka Allah pasti mengabulkannya. ” Dan saat itu ternyata juga ada seorang laki-laki lain di sisi masjid yang sedang membaca Al Qur'an. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Sungguh ia telah di beri (keindahan suara) seluring dari seluring-seluringnya keluarga Nabi Daud, ia adalah Abdullah bin Qais.” Buraidah berkata, Lalu aku bertanya kepada beliau, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku beritahu ia?” Beliau menjawab, “Beritahu ia.” Lalu akupun memberi kabar kepada Abu Musa. Ia kemudian berkata: “Tidak henti-hentinya kamu menjadi kawan untukku.” Zaid bin Al Hubab berkata: Lalu aku ceritakan pada Zuhair bin Mu’awiyah perihal hadits ini, ia kemudian berkata, “Aku mendengar Abu Ishaq As-Sabi’i bercerita dengan hadits ini dari Malik bin Mighwal.” 50 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 893: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim maula Tsaqif mengabarkan kepada kami, ia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Khalaf bin Khalifah menceritakan kepada kami, ia berkata: Hafash bin saudaranya Anas bin Malik, dari Anas bin Malik, ia berkata, “Pada suatu hari ketika aku duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di majlis, dan kebetulan ada seorang yang sedang shalat. Tatkala ia telah selesai ruku’ sujud dan tasyahhud, ia mengucapkan di dalam doanya: Allahumma innii as’aluka bi anna lakal hamdu, laa ilaaha illa Anta Al Hannaan Al Mannaan, badii’ussamaawaati wal ardhi, yaa Dzal Jalaali Ikraam, yaa Hayyu Yaa Qayyaamu51, allaahumma innii as’aluka (Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu, sebab bahwasanya untuk-Mu lah semua pujian, tidak ada tuhan selain Engkau yang Maha Pengasih lagi Maha Pemberi, Yang menciptakan langit dan bumi, wahai Zat yang memiliki kebesaran dan kemuliaan, wahai Zat yang Maha Hidup wahai Zat Yang Maha Menegakkan. Wahai Allah, saya memohon kepada-Mu). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya: “Tahukah kalian dengan apa ia berdoa ?"Para shahabat menjawab: “Hanya Allah dan Rasul-Nya lah yang lebih mengetahui”. Beliau kemudian bersabda: “Demi Zat yang diriku berada digenggaman-Nya, sungguh ia telah berdoa dengan Nama Allah yang Agung, yang apabila Dia diminta dengan menggunakan Nama itu, maka Allah pasti memberi, dan apabila ia berdoa dengan menggunakan Nama itu, maka Allah pasti mengabulkannya.”52 [1:2] Abu Hatim RA berkata: Namanya Hafash adalah Hafash bin Abdullah bin Abu Thalhah, saudaranya Ishaq putra saudara laki-lakinya Anas se-ibu.” 53 Shahih Ibnu Hibban 894: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Qathan bin Nusair menceritakan kepada kami, ia berkata: Ja’far bin Sulaiman menceritakan kepada kami, ia berkata: Tsabit menceritakan kepada kami, dari Anas, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Salah seorang dari kalian memohon kepada Tuhannya terhadap seluruh hajatnya, hingga (permohonan tatkala) tali sandalnya putus.”.54 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 895: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami dengan hadits gharib, ia berkata: Qathan bin Nusair Ash-Shairafi menceritakan kepada kami, ia berkata: Ja’far bin Sulaiman menceritakan kepada kami, ia berkata: Tsabit menceritakan kepada kami, dari Anas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ' Salah seorang dari kalian memohon kepada Tuhannya terhadap seluruh hajatnya, hingga (permohonan tatkala) tali sandalnya putus.”55 Shahih Ibnu Hibban 896: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ismail Al Bukhari menceritakan kepada kami, ia berkata: Ismail bin Abu Uwais menceritakan kepada kami, ia berkata: Pamanku Malik menceritakan kepadaku, dari Al ‘Ala’ bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian berdoa, maka hendaknya memperbesar keinginannya (memperbanyak permohonannya), karena sesungguhnya bagi Allah SWT tidak ada sesuatu pun yang besar (sulit). ”56 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 897: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, Abu Ashim menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij menceritakan kepadaku, Musa bin ‘Uqbah mengabarkan kepadaku, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ketika orang lelaki sedang berjalan-jalan, tiba-tiba turun hujan. Lalu mereka berteduh di dalam gua sebuah gunung. Secara tiba-tiba pintu gua itu tertutup dengan sebuah batu besar menyebabkan mereka terkurung, lalu sebagian dari mereka berkata kepada kawannya yang lain: Ingatlah semua amal baik yang pernah kamu lakukan karena Allah SWT. Setelah itu berdoalah kepada Allah SWT dengan amalan masing-masing, semoga Allah SWT menolong kesulitan ini. ” Lelaki pertama berkata: “Ya Allah, ketika dahulu aku mempunyai kedua orang tua yang sudah tua renta. Mereka tinggal bersama keluargaku yang terdiri dari seorang istri dan beberapa orang anak yang masih kecil. Suatu hari aku terlambat pulang, lalu aku memerah susu untuk keduanya dan aku bawakan kepada mereka, ternyata aku dapati kedua orang tuaku sudah tidur. Aku tidak suka untuk membangunkan keduanya, dan aku juga tida suka memberikannya kepada anak-anakku (sebelum aku memberikannya kepada orang tuaku), sedang anak-anakku saat itu bergelantungan di kedua kakiku. Keadaanku tetap seperti itu hingga terbit fajar. (Saat keduanya terbangun) aku langsung memberikan susu itu. Ya Allah, jika Engkau menganggap bahwa aku melakukan hal itu demi mengharapkan rahmat-Mu dan takut akan adzab-Mu, maka bukalah dari kami celah yang darinya kami dapat melihat langit”. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Maka dibukakan celah untuk mereka hingga mereka dapat melihat langit." Lalu yang lain berkata: “Ya Allah sesungguhnya Engkau telah mengetahui bahwa ada seorang wanita yang merupakan sepupuku, aku sangat mencintainya seperti halnya orang laki-laki mencintai orang perempuan, dan aku telah meminta dirinya untukku, namun ia berkata: “Tidak, hingga kamu memberikan kepadaku uang sebesar seratus dinar”. Akupun berusaha untuk memenuhinya hingga aku berhasil mengumpulkan uang tersebut. Setelah terkumpul, aku bawakan kepadanya. Tatkala aku telah duduk di antara kedua kakinya, wanita itu berkata: “Wahai Abdullah, takutlah kamu kepada Allah, jangan kamu memecahkan keperawanan kecuali dengan cara yang halal. ” Aku pun berdiri dan meninggalkannya. Ya Allah, jika Engkau menganggap bahwa aku melakukan hal itu demi mengharapkan rahmat-Mu dan takut akan adzab-Mu, maka bukalah dari kami celah yang darinya kami dapat melihat langit”. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Maka dibukakan celah dari batu itu untuk mereka hingga mereka dapat melihat langit. ” Orang yang lainnya berkata, “Ya Allah sesungguhnya aku telah mempekerjakan seorang pekerja dengan upah 1 faraq jagung. Tatkala malam tiba, aku berikan upah itu kepadanya, namun ia tidak mau mengambilnya bahkan ia marah. Lalu aku ambil upahnya berupa 1 faraq jagung itu kemudian aku tanam hingga dari hasil tanaman itu aku dapat membeli seekor sapi dan penggembalanya. Kemudian orang itu datang dan berkata: "Wahai Abdu;;ah takutlah kepada Allah dan janganlah kamu memhalimi upahku. “ Aku lalu berkata: "Ambillah semua sapi dan penggembalanya . ” Ia lalu berkata: "Takutlah kepada Allah, dan janganlah menghinaku." Aku berkata: "Aku tidak menghinamu, ini semua memang kepunyaanmu. ” Seandainya aku mau. maka aku tidak akan memberikan kepadanya kecuali 1 faraq jagung saja. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukan hal itu demi mengharapkan rahmat-Mu dan takut akan adzab-Mu. maka bukalah dari kami celah yang darinya kami dapat melihat langit'* Maka batu itu pun bergeser dan mereka semua dapat keluar dari gua tersebut"57 (3:6] Shahih Ibnu Hibban 898: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Isykab menceritakan kepada kami, Abdu Ash- Shamad bin Abdul Warits menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, dari Al Husain, 58 yakni Al Mu’allim, dari Ibnu Buraidah59, Yahya bin Ya’mar60 menceritakan kepadaku, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa, “Allahumma laka aslamtu, wa bika aamantu, wa ‘alaika tawakkaltu, wa ilaika anabtu, wa bika khaashamtu, a uudzubika laa ilaaha illa Anta an tudhillaniyy, Anta Al Hayyu alladzii laa yamuut, wal jinnu wal insu yamuutuuna (Ya Allah kepada-Mu lah aku menyerahkan diri, dan kepada-Mu lah aku beriman, dan kepada-Mu pula aku bertawakkal dan kepada-Mu aku akan kembali, dan dengan (ayat-ayat-Mu) aku berhujjah, aku berlindung kepada-Mu —Tiada Tuhan selain Engkau- dari penyesatan-Mu, Engkau adalah dzat Yang Maha Hidup Yang Tidak Akan Pernah Mati, sedangkan jin dan manusia semua akan mati”.61 [5.12] Shahih Ibnu Hibban 899: An-Nadhr bin Muhammad bin Al Mubarak Al Abid mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Utsman Al IjU menceritakan kepada kami, ia berkata, Ubaidullah bin Musa menceritakan kepada kami, dari Isra’il, dari Manshur, dari Rib’i, dari Imran bin Hushain, ia berkata: Seseorang datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, Abdul Muththalib itu lebih baik terhadap kaumnya daripada engkau, ia selalu memberi makan kepada mereka berupa bagian besar dari daging dan punuk, sedangkan engkau malah menyuruh mereka menyembelih (hewan) nya.” Lalu beliau bersabda kepadanya tentang sesuatu yang Allah kehendaki. Maka tatkala orang itu ingin pergi, ia bertanya, “Apa yang harus aku katakan (baca)?” Beliau menjawab, “Alahumma qinii syarra nafsii, wa’zim lil ‘ala arsyadi62 amrii." Kemudian orang itu pergi dan ia belum masuk Islam. (Tidak lama kemudian orang itu datang lagi) dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pernah datang menemuimu, lalu aku berkata, “Ajarilah aku," kemudian engkau bersabda, “Allahmumma qinii syarra nafsii, wa 'zim lii 'ala arsyadi amrii,” maka sekarang setelah aku masuk Islam, apa yang harus aku baca?” Beliau menjawab: “Katakanlah :Allahumma qinii syarra nafsii, wa'zim lii 'ala arsyadi amrii. Allahummaghfir lii maa asrartu, wa maa a'lantu, wa maa akhtha 'tu, wa maa amadtu, 63 wa maa jahiltu.”64 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 900: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Katsir Al Abdi menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah mengabarkan kepada kami, dari Abi Ishaq, dari Abil Ahwash, dari Abdilah sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah berdoa "Allahumma ‘innii as-alukal hudaa Wattuqaa Wal'afaafa Wal ghinaa "Ya Allah ya Tuhanku, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, terhindar dari perbuatan yang tidak baik, dan kecukupan (tidak minta-minta,)." Shahih Ibnu Hibban 901: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Sa’id Al Jurairi, dari Abu Al Ala', dari Utsman bin Abu Al Ash dan seorang perempuan dari suku Ouraisy,66 bahwa keduanya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa, “Allahummaghfirlii (dzanbii) 67 wa khathaayaaya wa amadi.”86 Yang lain berkata, “Sesungguhnya aku mendengar beliau berdoa, “Allahumma innii istahdiika liarsyadi umuurii, wa a’uudzubika min syarri nafsii.'”69 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 902: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hibban69 bin Musa mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami, dari Haywah bin Syuraih, ia berkata: Abu Hani’ Al Khaulani menceritakan kepadaku, bahwa ia mendengar Abdurrahman Al Hubuliy berkata, “Aku mendengar Abdullah bin Amru bin Al Ash berkata, 'Aku mendengar Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,’Sesungguhnya hati-hati Anak Adam itu ditempatkan di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) seperti satu hati yang Dia arahkan kemana saja yang Dia kehendaki.” Kemudian beliau berdoa, “Allahummashrif quluubanaa ilaa thaa ‘atika (Ya Allah, arahkanlah hati-hati kami ini menuju ketaatan kepada-Mu)”71 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 903: Abdullah bin Muhammad bin Salam di Baitul Maqdis mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Amar bin Al Harits mengabarkan kepadaku, bahwa Darraj menceritakannya dari Abu Sa’id Al Khudri, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Siapa saja dari seorang muslim yang tidak mempunyai harta untuk disedekahkan, maka hendaknya ia membaca di dalam doanya: Allahumma shalli ala Muhammadin abdika wa rasulika, wa shalli ala al mukminiin wa al mukminaati, wa al muslimiina wal muslimaati, maka sesungguhnya bacaan ini adalah zakat.” Dan beliau bersabda, “Seorang mukmin tidak akan merasa kenyang (puas) terhadap suatu kebaikan hingga ia mencapai puncaknya, yaitu surga. ”72 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 904: Muhammad bin Al Hasan bin Khalil mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Basyr Al Abdi menceritakan kepada kami, dari Yunus bin Abu Ishaq, dari Buraid bin Abu Maryam, dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa bershalawat kepadaku dengan satu shalawat, maka Allah akan memberikan rahmat (bershalawat) kepadanya dengan sepuluh rahmat (shalawat), dan Allah SWT akan menghapus sepuluh dosa-dosa kecilnya.” 73 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 905: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Wahab bin Baqiyah menceritakan kepada kami, ia berkata: Khalid bin Abdullah mengabarkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Ishaq, dari Al Ala' bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa bershalawat kepadaku dengan satu kali shalawat, maka akan dicatat untuknya sepuluh kebaikan.”74 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 906: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, dari Ismail bin Ja’far, dari Al ‘Ala’, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah SWT bershalawat untuknya sepuluh kali.”75 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 907: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Ma’mar mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hafash bin Ghiyats menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Amar, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam suatu ketika naik ke atas mimbar lalu mengucap, “Amin Amin Amin." Beliau ditanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya saat tadi engkau menaiki mimbar, engkau mengucap Amin Amin Amin" Beliau menjawab, “Sesungguhnya Jibril tadi datang kepadaku, ia berkata, “Barangsiapa yang menjumpai bulan Ramadhan namun ia tidak mendapatkan ampunan, maka ia masuk kedalam neraka dan Allah SWT menjauhkannya. Katakanlah: “Amin." Maka aku pun mengucap: “Amin." (Jibril berkata) Barangsiapa yang menjumpai kedua orangtuanya, atau salah satu darinya, namun ia tidak berbuat baik kepada mereka hingga ia mati, maka ia masuk kedalam neraka dan Allah SWT menjauhkannya. Katakanlah: “Amin." Maka aku pun mengucap: “Amin." (Jibril berkata) Barangsiapa yang saat namamu disebutkan disisinya, lalu ia tidak mau bershalawat kepadamu, kemudian ia mati, maka ia masuk neraka dan Allah SWT menjauhkannya. Katakanlah: “Amin. ” Maka aku pun mengucap: "Amin."76 [ 1:2] Shahih Ibnu Hibban 908: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Bazi’ menceritakan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Al Mufadhdhal mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Ishaq menceritakan kepada kami, dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh hina seseorang yang mendengar namaku disebut lalu ia tidak membaca shalawat untukku. Sungguh hina seseorang yang menjumpai kedua orang tuanya di masa tua lalu keduanya tidak bisa memasukkannya kedalam surga. Dan sungguh hina seseorang yang menjumpai bulan Ramadhan, kemudian (hingga) Ramadhan berlalu, ia belum mendapatkan ampunan.” 77 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 909: Al Husain bin Muhammad bin Mush’ab di mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Sinan Al Qaththan menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Amir Al Aqadi menceritakan kepada kami, ia berkata: Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami, dari Imarah bin Ghaziyah, dari Abdullah bin Ali bin Husain, dari Ali bin Husain, dari ayahnya, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya orang yang kikir adalah orang yang saat namaku disebutkan didekatnya, ia tidak mau membaca shalawat untukku.”78 [1:2] Abu Hatim RA berkata, “Hadits ini serupa dengan hadits yang diriwayatkan dan Al Husain bin Ali. Sedangkan Husain saat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam wafat berumur tujuh tahun kurang satu bulan. Bahwa ia dilahirkan pada malam bulan Sya’ban tahun keempat Hijriyah, dan ia berumur enam tahun lebih satu bulan saat ia sudah mulai cakap berbicara.” Shahih Ibnu Hibban 910: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata: Husain bin Ali menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Yazid bin Jabir menceritakan kepada kami, dari Abu Al Asy’ats Ash-Ashan’ani, dari Aus bin Aus, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik adalah hari Jum ’at. Di hari Jum’at Adam diciptakan dan di hari Jum’at pula Adam wafat. Di hari Jum’at pula ditiupkan trompet dan di hari Jum’at pula terjadi kehancuran seluruh makhluk Allah SWT. Perbanyaklah membaca shalawat di hari Jum’at, sebab shalawat kamu akan disampaikan kepadaku.” Tanya para shahabat: “Bagaimana mungkin shalawat kami akan sampai pada engkau, sedangkan engkau telah hancur menjadi tanah.” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah Jalla Wa ‘Alaa mengaharamkan bagi tanah untuk menghancurkan jasad-jasad kami (para nabi).”79 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 911: Al Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami, ia beikata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Khalid bin Makhlad menceritakan kepada kami, ia berkata: Musa bin Ya'qub Az-Zam'i menceritakan kepada kami, ia beikata: Abdullah bin Kaisan menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Syaddad bin Al Had menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Ibnu Mas’ud, ia beikata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya manusia yang paling utama bagiku pada hari kiamat adalah mereka yang paling banyak membaca shalawat atasku.” 80[1:2] Abu Hatim RA berkata: “Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa orang yang paling utama bagi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada hari kiamat adalah para ahli hadits, sebab tidak ada satupun umat di dunia ini yang lebih banyak shalawatnya dibanding dengan mereka.” 81 Shahih Ibnu Hibban 912: Abdullah bin Muhammad Al Azadi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Waki’ mengabarkan kepada kami, dari Syu’bah, dari Al Hakam, dari Abdurrahman bin Abu Laili, ia berkata: Ka’ab bin Ujrah berkata kepadaku, “Maukah kamu kuberikan satu hadiah?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menemui kami, lalu kamu bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sungguh kami telah mengetahui cara kami mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimanakah cara kami membaca shalawat atasmu?”. Beliau menjawab, “Ucapkanlah : Allahumma shalli ‘ala Muhammadin wa ‘ala aali Muhammadin, kamaa shallaita ‘ala aali Ibrahim, innaka Hamiidun Majiidun. Allahumma baarik ‘ala Muhammadin wa ‘ala aali Muhammad, kamaa baarakta ‘ala aali Ibrahim innaka Hamiidun Majiidun.”82 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 913: Ahmad bin Ali bin Ai Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Wahab bin Baqiyah menceritakan kepada kami, ia berkata: Khalid bin Abdullah mengabarkan kepada kami, dari Abdurrahman bin Ishaq, dari Al ‘Ala’ bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang bershalawat kepadaku dengan satu kali shalawai, maka akan dicatat untuknya sepuluh kebaikan.” 83 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 914: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Waki’ menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Abdullah bin As-Sa’ib, dari Zaadzan, dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT memiliki malaikat yang berpatroli di bumi, mereka (bertugas) menyampaikan kepadaku (ucapan) salam dari umatku.”84 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 915: Abu Ath-Thayyib Muhammad bin Ali Ash-Shairafi anak lakinya Thalut bin Ibad di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Umar bin Musa Al H adi menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Sulaiman maula Al Hasan bin Ali, dari Abdullah bin Abu Thalhah, dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam suatu ketika keluar dengan wajah yang riang, beliau lalu bersabda, 'Sesungghnya tadi ada malaikat yang mendatangiku, ia lalu berkata: “Wahai Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya Allah SWT berfirman: “Apakah engkau ridha, bahwa tidaklah seorang hamba yang bershalawat atasmu dengan satu kali shalawat, melainkan Aku akan memberikan ampunan (bershalawat) kepadanya sebanyak sepuluh. Dan tidaklah seorang hamba yang mengucapkan salam kepadamu, melainkan Aku akan memberikan keselamatan dari api neraka (mengucap salam) kepadanya sebanyak sepuluh kali?“ aku (Nabi SAW) bersabda “Baik wahai Tuhan.”86 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 916: Abdullah bin Muhammad Al Azadi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Waki’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Sufyan87 menceritakan kepada kami, dari Al Aswad bin Qais, dari Nubaih Al Anazi, dari Jabir, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang menemui kami, lalu istri saya memanggil beliau seraya berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bershalawatlah atas saya dan atas suami saya”. Beliau bersabda: “Shallallaahu alaiki wa alaa zaujiki (Mudah-mudahan Allah SWT memberikan rahmat (bershalawat) atasmu dan atas suamimu)” 88. [4:1] Shahih Ibnu Hibban 917: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Bundar menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Daud menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Amar bin Murrah, ia berkata, “Aku mendengar Ibnu Abu Aufa berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila ada ahlu bait yang bersedeqah kepadanya, maka beliau membaca shalawat atas mereka.” Abu Aufa berkata, “Kemudian ayahku bersedekah kepada beliau dengan suatu sedekah, beliau lalu mengucap, “Allahumma shalli ‘ala ‘aali Abi Aufa (Ya Allah berikanlah rahmat atas keluarga Abu Aufa).” 89 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 918: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ubaid bin Hisab menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami, dari Al Aswad bin Qais, dari Nubaih Al Anzi, dari Jabir bin Abdullah, bahwa ada seorang wanita yang berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bershalawatlah atasku dan suamiku.” Beliau lalu mengucapkan, “Shallallaahu ‘alaiki wa ‘ala zawji (Mudah-mudahan Allah SWT berikanlah rahmat atasmu dan atas suamimu).90 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 919: Qaththan mengabarkan kepada kami di raqqah, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata Abdul Hamid bin Abil ‘Isyrin dari Auzai, dia berkata Yahya bin Abi Katsir menceritakan pada saya, dia berkata Abu Salamah bin Abdirrahman menceritakan kepada saya, dia berkata Abu Hurairah menceritakan kepada saya, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, belia bersabda “Apabila waktu telah melewati separuh malam atau dua pertiga malam, Allah SWT turun ke langit dunia. Lalu Dia berfirman ”Siapa yang sedang meminta kepada-Ku sehingga Aku memberinya, dan siapa yang berdo ’a kepada-Ku sehingga Aku memenuhinya, siapa yang meminta rezeki kepada-Ku sehingga Aku memberinya, siapa yang memohon ampunan kepada-Ku sehingga Aku mengampuninya, (Hal itu berlangsung) hingga terbit fajar subuh.” Shahih Ibnu Hibban 920: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha'i di Manbaj mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Abu Abdullah Al Aghar, dan dari92 Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tuhan Jalla wa ‘Ala turun setiap malam ke langit dunia pada sisa waktu sepertiga malam yang akhir, lalu Dia berfirman: Siapa saja yang (pada saat ini) berdoa kepada-Ku, maka Aku pasti kabulkan. Siapa saja yang (pada saat ini) meminta kepada-Ku, maka Aku pasti memberikannya. Siapa saja yang (pada saat ini) memohon ampunan dari-Ku, maka ia pasti akan Aku ampuni, hingga datang waktu subuh.”93 [3:67] Abu Hatim RA berkata: Sifat Allah Jalla wa ‘Alaa itu tidak dapat disamakan dengan sifat para makhluk. Sebagaimana Allah Jalla wa ‘Alaa berbicara Dengan tanpa organ tubuh berbicara, misalnya gigi, mulut,lidah, dan lainnya, seperti halnya pada makhluk. Maha Besar dan Maha Tingi Tuhan kami dari keserupaan-Nya dengan para makhluk-Nya. Begitu juga tidak boleh menyamakan pembicaraan (kalam)-Nya dengan pembicaraan kita. Sebab makhluk tidak mungkin bicara tanpa adanya berbagai organ tubuh yang dibutuhkan untuk berbicara. Demikian juga pada masalah turunnya Allah SWT ke langit dunia. Dia tidak memerlukan alat, tidak memerlukan gerak, dan tidak memerlukan perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya. Begitu juga pada masalah pendengaran dan penglihatan. Maka karena itu tidak boleh seseorang berkata, “Allah SWT melihat sebagaimana penglihatan kita dengan arah-arah tertentu, biji mata, dan putih bola mata, justru Dia melihat ke arah-arah yang Dia kehendaki, tanpa memerlukan organ tubuh penglihatan. Dan Dia mendengar tanpa kedua telinga dan lain-lainnya, justru Dia dapat mendengarkan apa saja yang Dia kehendaki tanpa memerlukan organ tubuh pendengaran. Begitu juga dengan turunnya Allah SWT yang dapat Dia lakukan sekehendak-Nya, tanpa memerlukan alat untuk turun sebagaimana yang diperlukan oleh para makhluk saat akan menuruni sesuatu. Maha Besar dan Maha Suci Allah dari keserupaannya dengan apapun dari sifat para makhluk.” Shahih Ibnu Hibban 921: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Abu Ishaq, dari Al Aghar, dari Abu Sa’id dan dari94 Abu Hurairah, keduanya berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah menangguhkan hingga apabila datang sepertiga malam yang pertama, Tuhan kami Allah Tabaaraka Ta 'ala turun ke langit dunia lalu berfirman: “Siapakah orang yang memohon ampunan? Siapakah orang yang bertaubat? Siapakah orang yang meminta? Siapakah orang yang berdoa?", hingga datang waktu Shubuh."95 [3:67] Abu Hatim RA berkata: Di dalam hadits Malik dari Az-Zuhri yang telah kami sampaikan, bahwa Allah SWT turun hingga tersisa sepertiga malam yang akhir. Dan di dalam hadits Abu Ishaq dari Al Aghar, bahwa Allah turun hingga lewat sepertiga malam yang pertama. Kedua hadits ini mengandung pengertian bahwa turunnya Allah itu pada sebagian malam hingga tersisa sepertiga malam yang akhir. Dan pada hadits kedua hingga lewat sepertiga malam yang pertama. Dengan demikian tidak ada perbedaan dan pertentangan di antara dua hadits itu. Shahih Ibnu Hibban 922: Ibnu Salam menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Amar bin Abu Salamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Zuhair bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata: Jibril datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata: “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk berdoa dengan kalimat-kalimat ini. Sunnguh Aku akan berikan kepadamu salah satu darinya: Jibril berkata, “Allahumma innii as'a luka ta’jiila afiyatika, au shabran ala baliyyatika, au khurujan min ad-dunya ila rahmatika (Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu cepatnya ampunan-Mu, atau kesabaran atas ujian-Mu, atau dapat keluar dari dunia menuju rahmat-Mu)”96 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 923: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Mahdi menceritakan kepada kami, ia berkata: Isra’il menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Amar bin Maimun, dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam begitu menyukai berdoa tiga kali dan beristighfar tiga kali." 97 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 924: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Huraim bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’tamir bin, Sulaiman menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Qatadah menceritakan kepada kami, dari Anas, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya dalam sehari aku memohon ampunan (bertaubat) sebanyak tujuh puluh kali.” 98 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 925: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, ia berkata: Abu Salamah bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku, bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya dalam sehari aku memohon ampunan dan bertaubat kepada Allah SWT lebih dari tujuh puluh kali.”99 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 926: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Mahdi menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Abu Ishaq, dari Ubaidullah bin Abu Al Mughirah, 100 dari Hudzaifah, ia berkata: “Aku adalah orang yang biasa mengatakan kata-kata keji kepada keluargaku, lalu aku berkata: Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sungguh aku takut lisan aku ini memasukkan aku ke dalam neraka.” Beliau lalu bersabda, “Apakah kamu telah beristighfar? Sungguh dalam sehari aku beristighfar kepada Allah SWT sebanyak seratus kali.”101 [5:12] Abu Ishaq berkata: Maka aku menyebutkannya kepada Abu Burdah, lalu ia berkata: Wa Atuubu. Shahih Ibnu Hibban 927: Abdullah bin Muhammad bin Salam di Baitul Maqdis mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abu Umar Al Adani menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Suqah, dari Nafi’, dari Ibnu Umar, ia berkata: “Kerapkali aku menghitung (istighfar) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada satu majlis (dengan jumlah) seratus kali, (beliau membacanya dengan kalimat): “Rabbighfir lii wa tub ‘alayya, innaka antat Tawwaabur Rahiimu."102 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 928: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Amar bin Utsman bin Sa’id menceritakan kepada kami, Al Walid103 bin Muslim menceritakan kepada kami, dari Sa’id bin Abdul Aziz, dari Ismail bin Ubaidullah bin Abu Al Muhajir104, dari Khalid bin Abdullah bin Al Husain105, dari Abu Hurairah, ia berkata: “Aku tidak pernah melihat ada orang yang lebih banyak mengucap 'Astaghfirullaaha wa atubuu ilaihi' daripada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” 106 [5:12] Abu Hatim RA berkata, “Mushthafa shallallahu 'alaihi wa sallam memohon ampunan kepada Tuhannya Jalla wa ‘Alaa pada semua keadaan sesuai dengan yang telah kami jelaskan. Padahal beliau sungguh telah diampuni oleh Allah SWT terhadap dosa-dosa yang telah terdahulu maupun yang akan datang. Maka pada istighfarnya beliau ini terkandung dua makna: Makna yang pertama: Bahwa Allah Jalla wa ‘Alaa telah mengutusnya sebagai orang yang mengajarkan kepada makhluk-Nya baik dengan ucapan maupun perbuatan. Maka beliau mengajarkan kepada umatnya untuk beristighfar dan membiasakannya, karena beliau mengetahui bahwa perbuatan dosa-dosa itu dapat terhapus dengan memohon ampunan (membaca istighfar). Makna kedua: Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memohon ampun untuk dirinya dari perasaan beliau akan kurangnya perbuatan ketaatan, dan bukan karena dosa yang dilakukannya. Karena Allah Jalla wa 'Alaa telah menjaga beliau dari makhluk-Nya, dan telah mengabulkan doanya berupa penjagaan dari godaan syetan, hingga syetan tunduk dengan beliau. Inilah sebagian dari akhlak-akhlak Mushthafa shallallahu 'alaihi wa sallam, di mana jika beliau melakukan suatu ketaatan kepada Allah lalla wa ‘alaa maka beliau terus mengerjakannya dan tidak pemah ditinggalkannya. Kerapkali beliau disibukkan dengan satu ketaatan dari ketaatan yang lain hingga salah satunya tertinggal, sebagaimana beliau pemah disibukkan dari shalat dua rakaat setelah Zuhur sebab kedatangan delegasi Bani Tamim hingga beliau tertinggal mengerjakannya, maka beliau mengqadha (mengganti) nya dengan mengerjakan shalat dua rakaat sebelum zuhur itu setelah shalat ashar. Istighfar beliau adalah karena penundaan mengerjakan ketaatan yang disebabkan karena mengakhirkan ibadah-ibadah sunah dari waktunya, biasanya hal itu dikarenakan kesibukkan beliau mengerjakan ketaatan yang lainnya, yang menurut kondisi pada saat itu, perbuatan itu lebih utama didahulukan dari pada perbuatan ketaatan lainnya. Jadi beliau beristighfar bukan karena dosa yang beliau lakukan. Shahih Ibnu Hibban 929: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Amar bin Murrah, ia mengabarkan kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Abu Burdah berkata: aku mendengar seseorang dari suku Juhainah, yang dipanggil dengan nama Al Aghar, termasuk shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bercerita, bahwa Ibnu Umar mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia, taubatlah kalian kepada Tuhan kalian. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya dalam sehari sebanyak seratus kali.” [1:104] Abu Hatim RA berkata: Sabda Nabi SAW: Wahai manusia, taubatlah kalian kepada Tuhan kalian.” maksudnya adalah: “Minta ampunlah (beristighfarlah) kalian kepada Tuhan kalian.” Demikian juga pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya dalam sehari sebanyak seratus kali. Istighfamya beliau karena penundaan yang beliau lakukan terhadap perbuatan-perbuatan ketaatan yang sudah biasa beliau kerjakan. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam itu mempunyai akhlak salah satunya adalah apabila beliau mengerjakan suatu perbuatan ketaatan, maka beliau selalu mengerjakannya dan membiasakannya. Kerapkali beliau disibukkan dengan satu ketaatan dari ketaatan yang lain hingga salah salah satunya tertinggal, sebagaimana beliau pernah di sibukkan dari shalat dua raka'at setelah Zhuhur sebab kedatangan delegasi Bani Tamim hingga beliau tertinggal mengerjakannya, maka beliau mengqadha (mengganti) nya dengan mengerjakan shalat dua rakaat sebelum zhuhur itu setelah shalat Ashar. Istighfar beliau adalah karena penundaan mengerjakan ketaatan yang disebabkan karena mengakhirkan ibadah-ibadah sunah dari waktunya, biasanya hal tersebut dikarenakan kesibukkan beliau mengerjakan ketaatan yang lainnya, yang menurut kondisi pada saat itu, perbuatan itu lebih utama di dahulukan dari pada perbuatan ketaatan lainnya. Jadi beliau beristighfar bukan karena dosa yang beliau lakukan. Shahih Ibnu Hibban 930: Isma'il bin Daud bin Wardan di Mesir mengabarkan kepada kami, ia berkata: Isa bin Hamad menceritakan kepada kami, ia berkata: Al-Laits mengabarkan kepada kami, dari Ibnu ‘Ajian, dari Al Qa’qa’ bin Hakim, (dari Abu Shalih), dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda, “Sesungguhnya apabila seorang hamba keliru berbuat suatu perbuatan dosa, maka hatinya ternoda dengan satu titik hitam. Jika ia meninggalkannya dan beristighfar (memohon ampunan) serta bertaubat, maka hatinya akan dikilapkan. Jika ia mengulangi lagi perbuatan dosa itu, maka titik hitam itu akan ditambahkan lagi. Jika mengulangi lagi, maka titik hitamnya ditambahkan pula, hingga hatinya dipenuhi dengan titik hitam. Inilah noda hitam yang telah Allah SWT jelaskan pada firman- Nya: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. ” 107 (Qs. Al Muthaffifin [83]: 14) [3:65] Shahih Ibnu Hibban 931: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ubaid bin Hisab menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Tsabit, ia berkata: Abu Burdah menceritakan kepada kami, dari Al Aghar Al Muzanni, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ada sesuatu yang menutupi hatiku. Dan sesungguhnya aku dalam sehari beristighfar sebanyak seratus kali.”108 [1:104] Abu Hatim RA berkata, “Sabda Nabi, 'Sesungguhnya ada sesuatu yang menutupi hatiku.' Maksudnya adalah kesusahan hati yang disebabkan pikiran beliau terhadap suatu perkara yang menyibukkannya berupa mengerjakan satu ketaatan dari ketaatan yang lainnya. Atau kegundahan beliau sebab ketidaktahuannya terhadap suatu hukum yang belum diturunkan atau diwahyukan kepadanya. Seperti ketidaktahuan beliau saat di Makkah terhadap persoalan hukum yang terdapat di dalam surat Al Baqarah, sebelum akhirnya persoalan tersebut Allah wahyukan kepada beliau saat beliau sudah berada di Madinah. Jadi, hal-hal seperti itulah yang menutupi hati beliau sehingga beliau gundah gelisah dan memohon ampunan kepada Allah dengan membaca istighfar dalam sehari sebanyak seratus kali. Dan bukan karena perbuatan dosa yang dilakukannya sebagaimana yang terjadi pada umat beliau. Shahih Ibnu Hibban 932: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Usamah menceritakan kepada kami, ia berkata, Husain bin Zakwan menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Buraidah, dari Busyair110 bin Ka’ab, dari Syaddad bin Aus, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sayyidul istighfar (induknya istighfar) yaitu hendaklah seorang hamba mengucapkan, Allahumma Anta Rabbii wa ana ‘abduka laa ilaaha illa Anta, khalaqtanii wa anaa ‘abduka, ashbahtu ‘ala ‘ahdika wa wa’dika maastatha’tu, a’uudzu bika min syarri maa shana ‘tu, wa abuu ’u laka bini ‘matika ‘alayya, wa abuu ’u laka bidzunuubii, faghfir lii, innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa Anta (Ya Allah, Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu tidak ada tuhan melainkan Engkau, Engkau telah mencipatakan aku dan aku adalah hamba-Mu, pada pagi hari aku melaksanakan sumpah dan janjiku kepada-Mu semampuku, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang telah kuperbuat, aku kembali kepada-Mu dengan kenikmatan-Mu atasku, dan aku kembali kepada-Mu dengan dosa- dosaku, maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang dapat memberi ampunan dosa kecuali Engkau)"111 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 933: Ahmad bin Muhammad Al Hiari, Abu Amru, mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Hasyim menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dari Husain Al Mua’llim, ia berkata: Abdullah bin Buraidah menceritakan kepadaku, dari Busyair bin Ka’ab, dari Syaddad bin Aus, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sayyidul istighfar (induk istighfar) yaitu hendaklah seorang hamba mengucapkan: Allahumma Anta Rabbii, laa ilaaha illa Anta, khalaqtanii wa anaa ‘abduka (wa anaa) ala ahdika wa wa’dika maastatha'tu, abuu'u laka bin-ni'mati, wa abuu'u laka bidzanbii, faghfir lii, innahu laa yaghfiru adz-dzunuuba illa Anta. Jika seorang hamba membaca istighfar itu di waktu pagi dengan penuh keyakinan, kemudian ia mati, maka ia termasuk penduduk surga. Jika membacanya di waktu sore dengan penuh keyakinan, kemudian ia mati, maka ia termasuk penduduk surga.”112 [1:2] Abu Hatim RA berkata, “Abdullah bin Buraidah mendengar hadits ini dari ayahnya, 113 dan ia mendengarnya dari Busyair bin Ka’ab, dari Syaddad bin Aus. Kedua jalur riwayat ini terjaga dari kelemahan. Shahih Ibnu Hibban 934: Muhammad bin Qutaibah dengan hadits gharib mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu104 Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, ia beikata: Al Ala bin Ru’yah At-Tamimi Al Hamshi mengabarkan kepadaku, dari Hasyim115 bin Abdullah bin Az-Zubair, bahwa Umar bin Al Khaththab suatu ketika tertimpa musibah, ia lalu mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengadukannya kepada beliau, serta meminta beliau agar memerintahkan untuknya dengan satu muatan kurma. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Jika kamu mau, aku akan memerintahkan untukmu dengan satu muatan kurma, (namun) jika kamu mau, aku akan ajarkan kepadamu beberapa kalimat yang itu lebih baik untukmu?". Umar berkata, “Ajarkanlah kepadaku kalimat-kalimat itu, dan perintahkan juga untukku satu muatan kurma, karena sungguh aku amat membutuhkannya.” Beliau lalu bersabda, “Ucapkanlah:Allahummahfazhnii bil Islaami qaa’idan, wahfazhnii bil Islaami qaa’iman, wahfazhnii bil Islaami raaqidan, wa laa tuthi’ fiyya ‘aduwwan haasidan116, wa a’uudzubika min syarri maa anta aakhidzun binaashiyatihi, wa as'aluka min al khairi alladzii huwa biyadika kullihi.”117 [1:104] Abu Hatim RA berkata: Umar bin Al Khaththab wafat pada saat Hasyim bin Abdullah bin Az-Zubair berumur sembilan tahun. Shahih Ibnu Hibban 935: Muhammad bin Al Mu’afi Al Abid di Shaida- saat hidupnya ia tidak pemah minum air selama delapan belas tahun, setiap malam ia hanya menghirup sesuatu yang dapat dihirup saja- ia berkata: Hisyam118 bin Ammar menceritakan kepada kami, ia berkata: Suwaid bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Auza’i menceritakan kepada kami, dari Hassan bin Athiyah, dari Abu Ubaidullah Muslim bin Misykam119, ia berkata: “Aku pemah keluar bersama Syaddad bin Aus kemudian tinggal di kampung Maij Ash-Shuffar120, lalu Syaddad berkata, “Berikanlah kepadaku sebuah ransum makanan121, maka kami akan mengaduk-aduknya.” Maka orang-orang menjaga ransum itu dari Syaddad. Syaddad lalu berkata: Wahai anak-anak saudaraku, janganlah kalian manjaganya dariku, akan tetapi jagalah dariku sesuatu yang pemah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila orang-orang menjaga pundi-pundi Dinar dan Dirkam, maka jagalah kalian dengan kalimat-kalimat ini: Allahumma innii as’alukats tsabaata fil amri, wal ‘aziimata 'alarrusydi, wa as’aluka syukra nikmatika, wa husna ‘ibaadatika, wa as ’aluka min khairi maa ta ’lamu, wa a’uudzubika min syarri maa ta ’lamu, wa astaghfiruka limaa ta’lamu, innaka ‘allaamul ghuyuubi (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon ketetapan atas suatu perkara, dan kemantapan atas suatu petunjuk. Dan aku memohon kepada-Mu (kemampuan) untuk bersyukur atas nikmat-Mu, dan bagusnya ibadah kepada-Mu. Dan aku memohon kepada-Mu dari kebaikan sesuatu yang Engkau ketahui, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan sesuatu yang Engkau ketahui. Dan aku memohon ampunan-Mu pada sesuatu yang Engkau ketahui. Sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Mengetahui perkara- perkara yang ghaib).”122 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 936: Muhammad bin Yazid Az-Zuraqi di Tharsus mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, ia berkata: Khalid bin Al Harits menceritakan kepada kami, ia berkata: Humaid menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjenguk seseorang yang sangat lemah, beliau lalu bersabda: “Apakah kamu berdoa dengan sesuatu atau memohon sesuatu”? Ia menjawab: “Aku berdoa dengan doa: Allahumma maa kunta mu’aaqibani bihi fil aakhirati, fa’ajjilhu fi ad-dunya (Ya Allah tidaklah Engkau menyiksaku dengan penyakit ini di akhirat nanti, maka timpakanlah saja penyakit ini di dunia). Beliau lalu bersabda: “Subhaanallaahi, kamu tidak akan mampu menanggungnya, atau kamu tidak akan kuat menanggungnya. Ucapkanlah: Allahumma atinaa fi ad-dunyaa hasanatan, wa fil akhirati hasanatan, wa qinaa ‘adzaban-nari (Ya Allah berikanlah kebaikan untuk kami di dunia, dan kebaikan untuk kami di akhirat, serta jagalah kami dari siksa neraka). 123 [1:104] Abu Hatim RA berkata, “Humaid tidak pernah mendengar dari Anas kecuali hanya delapan belas hadits. Yang lainnya ia dengar dari Tsabit, dari Anas.” 124 Shahih Ibnu Hibban 937: Abu Arubah di Harran mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Daud menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas, ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berdoa dengan doa ini: Allahumma atinaa fi ad-dunyaa hasanatan, wa fil aakhirati hasanatan, wa qinaa adzaaban-naari (Ya Allah berikanlah kebaikan untuk kami di dunia, dan kebaikan untuk kami di akhirat, serta jagalah kami dari siksa neraka)” [{5:12}]. Syu'bah berkata: Kemudian aku ceritakan kepada Qatadah, lalu ia berkata: Anas juga selalu berdoa dengan doa ini. 125 Shahih Ibnu Hibban 938: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibrahim bin Al Hujjaj As-Saami menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, bahwasanya mereka berkata kepada Anas bin Malik: “Berdoalah untuk kami kepada Allah SWT.” Kemudian ia mengucap: Allahumma atinaa fi ad-dunyaa hasanatan,wa fil aakhirati hasanatan, wa qinaa ‘adzaaban-naari (Ya Allah berikanlah kebaikan untuk kami di dunia, dan kebaikan untuk kami di akhirat, serta jagalah kami dari siksa neraka). Mereka berkata: 'Tambahkanlah doa untuk kami”. Ia lalu mengulang doa di atas. Mereka berkata: ‘Tambahkanlah doa untuk kami.” Ia lalu mengulang doa di atas. Mereka berkata: ‘Tambahkanlah doa untuk kami”. Ia kemudian berkata: “Apa (lagi) yang kalian maui? Saya telah memohon untuk kalian kebaikan di dunia dan di akhirat.” Anas berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam seringkali berdoa dengan doa ini: Allahumma 'aatinaa fid-dunyaa hasanatan, wa fil aakhirati hasanatan, wa qinaa ‘adzaaban-naari (Ya Allah berikanlah kebaikan untuk kami di dunia, dan kebaikan untuk kami di akhirat, serta jagalah kami dari siksa neraka). ” 126 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 939: Bakr bin Muhammad bin Abdul Wahab Al Qazaaz di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Abu Ya’qub Al Kirmani menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Abu Bukair127 menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Ismail bin Ulayyah, dari Abdul Aziz bin Shuhaib, ia berkata: Saya berkata kepada Anas bin Malik: “Kabarkanlah kepada saya tentang doa yang sering dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia berkata: Allahumma atina fi ad-dunyaa hasanatan, wa fil aakhirati hasanatan, wa qinaa ‘adzaaban-naari (Ya Allah berikanlah kebaikan untuk kami di dunia, dan kebaikan untuk kami di akhirat, serta jagalah kami dari siksa neraka). Kemudian saya bertemu dengan Ismail lalu saya bertanya kepadanya tentang doa yang sering dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia lalu menjawab: “Doa yang sering dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah: Rabbanaa ‘aatinaa fid-dunyaa hasanatan, wa fil aakhirati hasanatan, wa qinaa ‘adzaaban-naari” (Ya Allah berikanlah kebaikan untuk kami di dunia, dan kebaikan untuk kami di akhirat, serta jagalah kami dari siksa neraka)128 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 940: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami» ia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami» ia berkata: Abdul Warits bin Sa'id menceritakan kepada kami» dari Abdul Aziz bin Shuhaib, ia berkata: Qatadah bertanya kepada Anas: 129 “Doa apa yang sering dibaca oleh Nabi SAW?”. Ia menjawab: Doa yang sering dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah: Allahumma Rabbanaa atina fi dunya hasanatan,wa fil akhirati hasanatan, wa qina adzaba an-naari (Ya Allah berikanlah kebaikan untuk kami di dunia, dan kebaikan untuk kami di akhirat, serta jagalah kami dari siksa neraka).130 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 941: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Bazi’131 menceritakan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Al Mufadhdhal menceritakan kepada kami, ia berkata: Humaid menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjenguk seseorang yang sakitnya sangat parah, tubuhnya sangat lemah, beliau lalu bertanya, “Apakah kamu berdoa kepada Allah SWT dengan (memohon) sesuatu”? Ia menjawab: “Iya, aku berdoa dengan doa: Allahumma maa kunta mu’aaqibani bihi fi al akhirati fa'ajjilhu ad-dunya (Ya Allah tidaklah Engkau menyiksaku dengan penyakit ini di akhirat nanti, maka segerakanlah penyakit ini di dunia). Beliau lalu bersabda: “Kamu tidak akan mampu menanggungnya," atau “tidak akan kuat menanggungnya. Hendaknya kamu berdoa dengan doa: Allahumma ‘aatinaa fid-dunyaa hasanatan, wa fil aakhirati hasanatan, wa qinaa ‘adzaaban-naari (Ya Allah berikanlah kebaikan untuk kami di dunia, dan kebaikan untuk kami di akhirat, serta jagalah kami dari siksa neraka). Anas berkata: Lalu orang itu berdoa kepada Allah SWT dengan doa ini, kemudian Allah SWT menyembuhkannya.” 132 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 942: Muhammad bin Ali Ash-Shayrafi di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Abbas Ibnu Al Walid Al Qurasyi menceritakan kepada kami, ia berkata: Wuhaib133 bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata: Hisyam bin Urwah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi, ia berkata: aku berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, katakanlah kepadaku satu perkataan yang aku tidak akan pernah meminta darinya kepada siapapun juga setelah engkau.” Beliau bersabda: ,Katakanlah:“Aku beriman kepada Allah SWT, kemudian istiijamahlah.”134 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 943: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu T saur menceritakan kepada kami, ia berkata: Ali bin Al Hasan bin Syaqiq menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Al Mubarak menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Yazid bin Jabir menceritakan kepada kami, dari Busr bin Ubaidullah, ia berkata: aku mendengar Abu Idris Al Khaulani, bahwa ia mendengar An-Nawwas bin Sam’an berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah letak hati kecuali (berada) di antara dua jari jemari Tuhan Yang Maha Pengasih. Jika Dia menghendaki maka Dia luruskan hati itu, dan jika Dia menghendaki maka Dia simpangkan hati itu." An-Nawwas berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berdoa: Yaa muqallibal quluubi, tsabbit quluubanaa ala diinika (Wahai Zat yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hati-hati kami atas agama-Mu). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Adapun timbangan itu berada di Tangan Tuhan Yang Maha Pengasih, Dia mengangkat suatu kaum dan merendahkan kaum yang lainnya hingga hari kiamat.”135 [3:67] Shahih Ibnu Hibban 944: Muhammad bin Umar bin Muhammad bin Yusul di Nasa mengabarkan kepada kami, ia berkala: Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabah menceritakan kepada kami, ia berkala. Affan menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Tsabit mengabarkan kepada kami, dari Abu Rafi’, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Allah Jalla Wa‘Alaa berfirman pada seorang hamba di hari kiamat: "Wahai anak Adam Aku sakit, namun kamu tidak menjenguk-Ku." Ia berkata: "Wahai Tuhan, bagaimana mungkin Engkau sakit dan aku menjenguk-Mu sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?". Allah SWT berfirman: "Tidakkah kamu tahu bahwa hamba-Ku si fulan sakit namun kamu tidak menjenguknya, tidakkah kamu tahu seandainya kamu menjenguknya, maka kamu akan menjumpai Aku (disisinya). Allah SWT berfirman: "Wahai anak Adam Aku pernah minta minum kepadamu namun kamu tidak memberi-Ku minuman?" Ia berkata: "Wahai Tuhan, bagaimana mungkin aku memberi-Mu minuman sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?" Allah SWT berfirman: "Tidakkah kamu tahu bahwasanya hamba-Ku si fulan pernah meminta minum kepadamu namun kamu tidak beri ia minuman? Tidakkah kamu tahu seandainya kamu memberinya minuman, niscaya kamu akan menjumpai hal itu disisi-Ku. (Allah SWT berfirman) "Wahai anak Adam Aku pernah meminta makanan kepadamu, namun kamu tidak memberi-Ku makanan". Ia berkata: "Wahai Tuhan bagaimana mungkin aku memberi-Mu makanan sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?". Allah SWT berfirman: "Tidakkah kamu tahu bahwa hamba-Ku si fulan pernah meminta kepadamu makanan namun kamu tidak memberinya makanan, tidak kamu tahu seandainya kamu memberinya makanan, niscaya kamu akan menjumpai hal itu disisi-Ku.”136 Shahih Ibnu Hibban 945: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Buraid137 bin Abu Maryam bercerita dari Abu Al Haura’ As-Sa’di, ia berkata: Aku bertanya kepada Hasan bin Ali: “Apa yang kamu ingat dari Rasulullah SAW?” Ia menjawab: “Aku pernah mengambil satu kurma dari kurma sedekah, lalu aku masukkan kurma itu ke dalam mulutku (untuk kumakan), tiba-tiba beliau shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil kembali dari mulutku kurma yang sudah bercampur dengan air liurku itu dan menaruhnya kembali di tempat kurma. Dan beliau mengajarkanku doa ini: “Ya Allah berilah petunjuk kepadaku seperti orang-orang yang Engkau beri petunjuk, selamatkanlah aku seperti orang-orang yang Engkau selamatkan, tolonglah aku seperti orang-orang yang Engkau beri pertolongan, berilah keberkahan kepadaku pada apa-apa yang Engkau berikan, dan jagalah diriku dari keburukan apa yang Engkau putuskan. Sesungguhnya Engkaulah yang memutuskan (segala perkara) dan Engkau tidak dapat di putuskan (oleh zat lain). Sesungguhnya tidak akan hina orang yang Engkau beri pertolongan”. Syu’bah berkata, Aku menduga Hasan berkata, “Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi Engkau.”138 [1:104] Abu Hatim RA berkata, “Abu Al Haura' adalah Rabi’ah bin Syaiban As-Sa’di. Abu Al Jauza'139 namanya adalah Aus bin Abdullah. Keduanya termasuk tabi’in kota Bashrah.” Shahih Ibnu Hibban 946: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ismail Ath-Thaliqani menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Numair dan Ya’la bin Ubaid menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Musa Al Juhni menceritakan kepada kami, dari Mush’ab bin Sa’id bin Abu Waqash, dari ayahnya, ia berkata: Seorang Arab Badui datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu ia berkata: Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku satu doa untukku baca. Beliau bersabda: “Ucapkanlah : Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu, Allahu kabiiran, wa al hamdulillahi katsiiran, wa subhaanallaahi rabbil 'aalamiin, wa laa haula wa laa quwwata ilia billaahil ‘Aliyyil ‘Azhiimil ‘Aziizil Hakiim.” Orang itu bertanya: “Semua itu untuk Tuhanku, lalu mana untukku?” Beliau menjawab: “Ucapkanlah : Allahummaghfir lii, warhamnii, wahdinii, warzuqnii (Ya Allah ampunilah aku, kasihilah aku, tunjukilah aku, dan berilah rizki untukku)”140 [1:104] Abu Hatim RA berkata, “Semua doa yang terdapat di dalam hadits- hadits ini, seperti “Ya Allah tunjukkilah aku,” atau “Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk,” dan lain-lainnya, adalah dimaksudkan untuk memohon ketetapan petunjuk dan bertambahnya petunjuk, sebab mustahil seorang mukmin percaya dengan tambahan iman bila sebelumnya ia belum mendapatkan petunjuk dari Allah SWT.” Shahih Ibnu Hibban 947: Al Fadhi bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Katsir Al Abadi menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan mengabarkan kepada kami, dari Amar bin Murrah, dari Abdullah bin Al Harits, dari Thulaiq bin Qais Al Hanafi, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selalu membaca, “Rabbi a'innii wa laa tu'in ‘alayya, wanshurnii wa laa tanshur 'alayaa, wamkur lii wa laa tamkur alayya, wahdinii, wa yassiril huda lii, wanshurnii ‘ala man bagha alayya. Rabbij’alnii laka syaakiran, laka dzaakiran. laka awwaahan, laka mithwaa'an, laka mukhbitan awwaahan muniiban. Rabbi taqabbal tawbatii, waghsil hawbatii, wa ajib da’watii, wa tsabbit hujjatii, wahdi qalbii, wa saddid lisaanii, waslul sakhiimata qalbii (Ya Tuhanku bantulah aku dan jangalah Engkau membantu musuhku. Tolonglah aku menghadapi/mengalahkan musuh dan janganlah Engkau menolong musuh-untuk mengalahkan aku. Berilah aku siasat-untuk mengalahkan musuh- dan janganlah Engkau memberi siasat untuk mengalahkan aku. Tunjukilah aku, serta mudahkanlah petunjuk kepadaku dan tolonglah aku terhadap orang yang menganiaya aku. Ya Tuhanku, jadikanlah aku sebagai sebagai orang yang banyak bersyukur kepada-Mu, orang yang banyak mengingat- Mu, orang yang selalu takut kepada-Mu, orang yang selalu taat kepada-Mu, orang yang selalu khusyu dan tawadhu kepada-Mu, orang yang selalu penghiba dan suka kembali-Mu (taubat) ya Tuhanku, terimalah taubatku, cucilah dosaku, perkenankanlah doaku, tunjukilah hatiku, benarkanlah lisanku, tetapkanlah hujjahku, dan lepaskanlah kedengkian hatiku).”141 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 948: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Yahya bin Sa’id Al Qaththan menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan menceritakan kepadaku, ia berkata: Amar bin Murrah menceritakan kepadaku, ia berkata: Abdullah bin Al Harits Al Mu’allim menceritakan kepadaku, ia berkata: Thulaiq bin Qais Al Hanafi menceritakan kepadaku, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu membaca: 'Allahumma a'innii wa laa tu’in ‘alayya, wanshurnii wa laa tanshur ‘alayya, wamkur lii wa laa tamkur ‘alayya, wahdinii, wa yassiril huda lii, wanshurnii 'ala man bagha 'alayya. Allahummaj’alnii laka syakkaaran, laka dzakkaaran, laka mithwaa ’an, laka mukhbitan awwaahan muniiban. Rabbi iqbal tawbatii, waghsil hawbatii, wa tsabbit hujjatii, wa saddid lisaanii, waslul sakhiimata qalbii (Ya Allah bantulah aku menghadapi musuh dan jangalah Engkau membantu musuh mengalahkan aku. Tolonglah aku menghadapi/mengalahkan musuh dan janganlah Engkau menolong musuh-untuk mengalahkan aku. Berilah aku siasat-untuk mengalahkan musuh- dan janganlah Engkau memberi siasat untuk mengalahkan aku. Tunjukilah aku, serta mudahkanlah petunjuk kepadaku dan tolonglah aku terhadap orang yang menganiaya aku. Ya Allah, jadikanlah aku sebagai sebagai orang yang banyak bersyukur kepada-Mu, orang yang banyak mengingat-Mu, orang yang selalu taat kepada-Mu, orang yang selalu khusyu’ dan tawadhu’ kepada-Mu, orang yang selalu penghiba dan suka kembali-Mu (taubat). Ya Tuhanku terimalah taubatku, cucilah dosaku, tetapkanlah hujjahku, dan lepaskanlah kedengkian hajiku).”143 [5:12] Abu Hatim RA berkata, Muhammad bin Yahya bin Sa’id Abu Shalih144; Abu Ya’la tidak pernah menceritakan kepada kami darinya kecuali pada hadits ini. Shahih Ibnu Hibban 949: Aku mendengar Abdullah bin Muhammad bin Salam145 di Baitul Maqdis berkata: Aku mendengar Hisyam bin Ammar berkata: Aku mendengar Muhammad bin Ayub bin Maisarah bin Halbas berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Aku mendengar Busr bin Arthat berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa, 'Allahumma ahsin ‘afiyatanaa fil umuuri kullihaa, wa ajirnaa min khizyid dunyaa wa ‘adzaabil aakhirati”. Ash-Shufi mengabarkan kepadanya, ia berkata: Al Haitsam bin Kharijah menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ayub bin Maisarah menceritakan kepada kami dengan sanadnya, dan ia berkata: “aaqibataa ," dengan huruf qaf” 146 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 950: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Haywah bin Syuraih mengabarkan kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Abdul Malik bin Al Harits As-Sahmi dari Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Abu Bakar- semoga Allah SWT meridhainya- di atas mimbar ini berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada tahun pertama ini bersabda: - Abu Bakar lalu mengungkapkan (sabda Nabi SAW)- kemudian ia menangis. Setelah itu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Tidak didatangkan sesuatu setelah kata seperti (kata) keselamatan. Maka mintalah keselamatan kepada Allah SWT."147 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 951: Al Fadhl bin Al Hubab Al Junahi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Jahdham Musa bin Salim menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Abbas, dari Abdullah bin Abbas, bahwasanya ia bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apa yang sebaiknya aku minta kepada Allah SWT?” Beliau menjawab: “Mintalah kepada Allah ampunan dan keselamatan.” Kemudian ia bertanya: Apa (lagi) yang sebaiknya saya minta kepada Allah SWT?” Beliau menjawab: “Mintalah kepada Allah SWT ampunan dan keselamatan.”148 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 952: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, dari Mu’awiyah bin Shalih, dari Sulaim149 bin Amir Al Kala’i, dari Ausath bin Amir Al Bajali, ia berkata: Aku pernah datang ke Madinah setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu aku bertemu dengan Abu Bakar yang kebetulan sedang berkhutbah di hadapan orang-orang. Abu Bakar berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdiri di hadapan kami pada permulaan tahun lalu beliau menangis tersedu-sedu sebanyak tiga kali, kemudian beliau bersabda, “Wahai manusia, mintalah kepada Allah SWT keselamatan, sesungguhnya seseorang tidak diberikan (dengan perkara) seperti keyakinan setelah keselamatan, dan tidak ada yang lebih memberatkan dari rasa keraguan setelah kekujuran. Wajiblah atas kalian berlaku jujur, sesungguhnya kejujuran dapat memberikan petunjuk kepada kebaikan, dan keduanya (kejujuran dan kebaikan dapat menghantarkan kalian) ke dalam surga. Takutlah kalian berlaku dusta, sesungguhnya dusta itu dapat mengakibatkan penyelewengan, dan keduanya (dusta dan penyelewengan dapat menghantarkan kalian) ke dalam neraka.”150 Yang dimaksud dengannya adalah orang yang melakukan kejujuran dan kebaikan, atau orang yang melakukan dusta dan penyelewengan, yang dapat masuk ke dalam surga atau neraka. Jadi pelakunya, bukan zat perbuatannya. [1:104] Shahih Ibnu Hibban 953: As-Sakhtiyani mengabarkan kepada kami, Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Zaid bin Al Hubab152 menceritakan kepada kami, Ibnu Tsauban menceritakan kepada kami, ia berkata: ‘Umair bin Hani’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Junadah bin Abu Umayyah, ia berkata: Aku mendengar ‘Ubadah bin Ash-Shamit bercerita dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Jibril pernah datang mengobati (meruqyah) beliau yang sedang sakit panas dingin. Lalu Jibril mengucap: Bismillaahi arqiika min kulli daa 'in yu’dziika min kulli haasidin idza hasada, wa min kulli ‘ainin wa sammin, wallaahu yasyfiika (Dengan Nama Allah SWT aku menjampi (meruqyah) engkau dari semua penyakit yang dapat menyakitkan engkau (yang berasal) dari semua orang yang dengki ketika ia berdengki, dari dari setiap yang berasal dari pandangan mata dan racun, dan hanya Allah SWT lah yang dapat menyembuhkan engkau).”153 Shahih Ibnu Hibban 954: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’awiyah bin Hisyam menceritakan kepada kami, ia berkata: Syarik menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa, “Allahummaghfir lii jiddi, wa hazlii, wa khath’iy, ‘amadiy, wa kullu dzalika ‘indii.” 154 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 955: Abdullah bin Mahmud As-Sa’adi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdul Aziz bin Abu Rizmah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibrahim bin Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata: Raqabah bin Mashqalah menceritakan kepada kami, dari Majza’at155 bin Zahir Al Aslami, dari Ibnu Abu Aufa, ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa dengan: “Allahmumma thahhirni min adz-dzunubi bits-tsalji wal baradi, wal maa'i. Allahumma thahhirnii min adz-dzunubi yuthahhar ats-tsaubu min ad-danasi (Ya Allah sucikanlah aku dari dosa-dosa dengan salju, embun, dan air. Ya Allah sucikanlah aku dari dosa-dosa sebagaimana pakaian yang disucikan dari kotoran).” 156 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 956: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu'bah mengabarkan kepada kami, dari Majza’at bin Zahir, dari Ibnu Abu Aufa, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa dengan: “Allahumma laka al hamdu mil’as samaawaati wa mil’al ardhi wamil’a maa syi’ta min syai’in ba’du. Allahumma thahhirnii bits-tsalji wal baradi baaridi. Allahumma thahhirnii min dzunuubii kamaa yuthahharuts-tsawbul abyadh minad-danasi.” 157 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 957: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Malik bin Ash-Shabah Al Misma’i menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Ibnu Abu Musa Al Asy’ari, dari ayahnya, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa dengan doa ini: “Rabbighfir lii khathii’atii, wa jahlii, wa israafii fi amrii, wa maa anta a’lamu bihi minnii. Allahummaghfir lii khathaayaaya, wa amadi wa jahlii, wa jiddii wa hazlii, wa kullu dzalika indii. Allahummaghfir lii maa qaddamtu, wa maa akhkhartu, wa maa asrartu, wa maa a’lantu, innaka antal muqaddimu, wa antal mu' akhkhiru,wa anta ala kulli syai ’in qadiirun (Wahai Tuhanku ampunilah kesalahanku, ketidaktahuanku, berlebih-lebihanku di dalam urusanku, dan segala sesuatu yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku. Ya Allah ampunilah kesalahan- kesalahanku, baik karena kesengajaanku dan ketidak tahuanku, ketergesa-gesaanku dan senda gurauku, dan semua itu ada disisiku. Ya Allah ampunilah aku pada dosa yang telah aku lakukan pada masa lalu, masa yang akan datang, yang tersembunyi, dan yang terterang- terangan. Sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Mendahului, Maha Akhir, dan Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu)." 158 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 958: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abu Arubah menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Wahai Ummu Haritsah159 sesungguhnya surga itu bermacam-macam, dan sesungguhnya Haritsah berada di surga Firdaus yang tinggi. Maka apabila kalian memohon kepada Allah SWT, maka mohonlah surga Firdaus."160 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 959: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Fadhil menceritakan kepada kami, ia berkata: Ashim menceritakan kepada kami, dari Ausajah bin Ar- Rammah, dari Abdullah bin Abu Al Hudzail, dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa: “Allahumma hassanta khalqi, fahassin khuluqi (Ya Allah Engkau telah membaguskan rupaku, maka baguskanlah akhlakku)"161 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 960: Ali bin Al Hasan bin Sulaiman di Fusthath mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ali bin Muhriz menceritakan kepada kami, Abu Usamah menceritakan kepada kami, dari Mis’ar bin Kidam, dari Ziyad bin Ilaqah, dari pamannya162, ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa: “Allahumma jannibnii munkaraatil akhlaaqi, wal ahwaa’i, walaswaa’i163, waladwaa” 164 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 961: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Fayadh bin Zuhair menceritakan kepada kami, ia berkata: Waki’ menceritakan kepada kami, dari Ubadah165 bin Muslim Al Fazari, dari Jubair bin Abu Sulaiman bin Jubair bin Muth’am, ia berkata: Aku mendengar Abdullah bin Umar berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan doa-doa ini saat masuk waktu sore dan saat masuk waktu pagi: “Allahumma innii as’alukal ‘aafiyata fid-dunyaa wal akhirati. Allahumma innii as’alukal ‘afwa wal’aafiyata fii diinii, wa dunyaayaa, wa ahlii, wa maalii. Allahummastur ‘awraati, wa aamin raw ‘atii. Allahummahfazhnii min baina yadayya, wa min khalfii, wa ‘an yamiinii, wa ‘an syimaalii, wa min fawqii, wa a’uudzu bi’azhamatika an ughtaala min tahtii (Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu keselamatan di dunia dan di akhirat. Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku. Ya Allah tutupilah aurat/cacat diriku, hilangkanlah ketakutanku. Ya Allah jagalah diriku dari arah depanku, belakangku, kananku, kiriku, atasku (dari segala bencana), dan aku berlindung kepada-Mu akan terperdaya dari arah bawahku)” 166 [5:12] Waki’ berkata: Yakni: Hilang dari permukaan bumi. Shahih Ibnu Hibban 962: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: An-Nadhr bin Syumail mengabarkan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Ya’la bin ‘Atha’, dari Amar bin Ashim Ats-Tsaqafi, ia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Abu Bakar berkata: “Wahai Rasulullah berilah aku kabar tentang doa yang kubaca pada waktu pagi dan sore hari.” Beliau bersabda: “Ucapkanlah:Allahumma ‘aalimal ghaibi wasy-syahaadati faathiras-samaawaati wal ardhi, rabbi kulli syai’in wa maliikahu. Asyhadu anlaa ilaaha illa anta, a’uudzu bika min syarri nafsii, wa min syarrisy-syaithaani wa syirkihi. ” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Ucapkanlah doa ini di waktu pagi, dan di waktu sore hari, serta saat hendak tidur168 " [1:104] Shahih Ibnu Hibban 963: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Asy-Sya’tsa’ menceritakan kepada kami, ia berkata: Husain bin Ali menceritakan kepada kami, dari Za’idah, dari Al Hasan bin Ubaidullah, dari Ibrahim bin Suwaid, dari Abdurrahman bin Yazid, dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata: “Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk waktu pagi beliau berdoa: “Ashbahnaa wa ashbahal mulku lillaahi, walhamdulilaahi, as ’aluka min khairi hadzal yawmi, wa min khairi maa ba’dahu, wa a’uudzu bika minal kasli, wal harami, wa suu’il 'umri, wa fitnatid-dajjaal, wa ‘adzaabil qabri”. Apabila waktu sore beliau juga mengucap doa yang sama. Al Hasan bin Ubaidullah berkata: Zubaid menceritakan kepada kami, dari Abdurrahman bin Yazid, dari Abdullah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau berdoa dengan doa: “Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa ‘alaa kulli syai ’in qadiirun.”169 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 964: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar Ash-Shufi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Nashr At-Tamar menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila masuk waktu pagi beliau berdoa: “Allahumma bika ashbahnaa, wa bika amsainaa, wa bika nahyaa, wa bika namuut, wa ilaikal mashiir (Ya Allah dengan-Mu lah kami pada waktu pagi, dengan-Mu lah kami pada waktu sore, dengan-Mu lah kamu hidup, dengan-Mu lah kami mati, dan kepada-Mu lah tempat kembali)”170 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 965: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim maula Tsaqif mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdul A’la bin Hamad menceritakan kepada kami, ia berkata: Wuhaib menceritakan kepada kami, ia berkata: Suhail bin Abu Shalih menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa pada waktu pagi hari dengan doa: “Allahumma bika ashbahnaa, wa bika amsainaa, wa bika nahyaa, wa bika namuut, wa ilaikal mashiir (Ya Allah dengan-Mu lah kami pada waktu pagi, dengan-Mu lah kami pada waktu sore, dengan-Mu lah kamu hidup, dengan-Mu lah kami mati, dan kepada-Mu lah tempat kembali)171” [5:12] Shahih Ibnu Hibban 966: Muhammad bin Al Hasan bin Al Khalil mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Usamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Al A’masy menceritakan kepada kami, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata: Fathimah suatu ketika datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta kepada beliau seorang pelayan. Maka beliau bersabda kepadanya, “Ucapkan;ah : Allahumma rabb as- samaawaati as-sab'i, wa rabba al arsyil azhiim, rabbanaa wa rabba kulli syai'in, anta azh-zhaahiru, falaisa fauqaka syai’un, wa anta al bathinu, falaisa duunaka syai'un, munzilat-tauraati wal injiili wal furqaani, faaliqal habbi wa an-nawa, a’uudzu bika min syarri kulli syai’in anta aakhidzun binaashiyatihi, anta al awwalu, al falaisa qablaka sya’iun, wa antal-aakhiru, falaisa ba’daka syai’un, iqdhi ‘annaad-daina, waghninaa minal faqri (Ya Allah, Tuhan langit yang tujuh, Tuhannya Arsyi yang agung. Ya Tuhan kami, Tuhannya segala sesuatu. Wahai Zat yang menurunkan kitab Taurat, Injil, dan Al Qur'an yang agung. Zat Yang membelah biji. Aku berlindung Mu dari kejelekan segala sesuatu yang Engkaulah pemegang ubun- ubunnya, Engkau adalah Zat Yang Maha Awal, tidak ada sesuatupun sebelum Engkau, dan Engkau adalah Zat yang maha akhir, tidak ada sesuatupun setelah Engkau, bayarkanlah hutang kami, dan cukupkanlah kami dari kefakiran (jauh dari kefakiran)172. [1:104] Shahih Ibnu Hibban 967: Muhammad bin Abdurrahman Ad-Daghuli mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam menceritakan kepada kami, ia berkata: Ali bin Al Husain bin Waqid menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata: Yazid bin An-Nahwi menceritakan kepadaku, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Abu Sufyan bin Harb datang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata: “Wahai Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam aku meminta kepada engkau dan aku bersumpah kepada engkau atas nama Allah dan atas nama belas kasih, sungguh kami pernah memakan Ilhiz173- yaitu bulu unta dan darah. Kemudian Allah SWT menurunkan firman-Nya: “Dan Sesungguhnya Kami telah pernah menimpakan adzab kepada mereka, Maka mereka tidak tunduk kepada Tuhan mereka, dan (juga) tidak memohon dengan merendahkan diri. ” 174 (Qs. Al Mu'minun [23] :7.6). [3:64] Shahih Ibnu Hibban 968: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Abdul Aziz bin Shuhaib, bahwa ia mendengar Anas bin Malik bercerita dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda, “Sungguh, jangalah salah seorang dari kalian mengharapkan kematian sebab penderitaan yang menimpanya. Jika ia terpaksa harus melakukannya, maka hendaknya ia berdoa: “Ya Allah, hidupkanlah aku (biarkanlah aku tetap hidup) kalau hidup itu memang lebih baik untukku, dan matikanlah aku seandainya mati itu memang lebih baik untukku.”175 Shahih Ibnu Hibban 969: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Ayub Al Muqabiri menceritakan kepada kami» ia berkata: Ismail bin Ja’far menceritakan kepada kami, ia berkata: Humaid mengabarkan kepadaku, dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, janganlah salah seorang dari kalian mengharapkan kematian sebab penderitaan yang menimpanya. Akan tetapi hendaknya ia berdoa: “Ya Allah, lanjutkanlah hidupku ini kalau hidup itu memang lebih baik untukku, dan matikanlah aku seandainya mati itu memang lebih baik untukku.” 176 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 970: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Zaid bin Akhzam menceritakan kepada kami, Abu Amir Al Aqadi menceritakan kepada kami, Abdul Jalil bin Athiyah menceritakan kepada kami, dari Ja’far bin Maimun, Abdurrahman bin Abu Bakrah menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Doa dalam keadaan sedih: Allahumma rahmataka arju, falaa takilnii ila nafsii tharfata ‘ain, wa ashlih lii sya’nii kullahu, laa ilaaha illaanta.”177 Shahih Ibnu Hibban 971: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Amru bin Marzuq menceritakan kepada kami, ia berkata: Imran Al Qaththan menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Sa’id bin Abu Al Hasan, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga orang pada masa umat sebelum kalian yang berjalan hendak kembali ke keluarga mereka, (di tengah perjalannya) tiba-tiba hujan turun, maka mereka berteduh di suatu gua dalam gunung. (Setelah mereka memasukinya) ternyata ada sebuah batu besar longsor dan menutupi mulut gua tersebut. Salah seorang dari mereka kemudian berkata: “Jejak kita telah terhapus dan batu besar menghalangi kita. Tidak ada seorangpun yang akan mengetahui keberadaan kita kecuali Allah SWT. Maka berdoalah kalian kepada Allah SWT dengan perantaraan amal-amal kebaikan yang paling besar yang pernah kalian kerjakan” Maka salah seorang dari mereka berdoa: “Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa ada seorang wanita yang memikat hatiku, aku meminta dirinya untukku namun ia menolakku. Lalu aku memberikan kepadanya uang agar ia mau menyerahkan dirinya kepadaku. Maka tatkala wanita itu sudah di dekatku, aku pun langsung meninggalkannya. Jika Engkau mengetahui bahwasanya yang aku lakukan itu karena mengharap rahmat-Mu dan takut atas adzab-Mu, maka keluarkanlah kami (dari tempat ini).” Lalu batu itu bergeser sepertiga dari mulut gua. Orang yang kedua berdoa: “Ya Allah jika Engkau mengetahui bahwasanya aku mempunyai orang tua yang selalu aku siapkan air susu untuk keduanya. Suatu ketika, saat aku mendatanginya ternyata mereka sudah tertidur, maka aku berdiri di sisi mereka sampai mereka bangun dari tidurnya. Ketika keduanya telah bangun, akupun langsung menyodorkan air susu untuk diminum oleh kedua orang tuaku. Jika Engkau mengetahui bahwasanya yang aku lakukan itu karena mengharap rahmat-Mu dan takut atas adzab-Mu, maka keluarkanlah kami (dari tempat ini).” Lalu batu itu bergeser sepertiga dari mulut gua. Orang ketiga berdoa: “Ya Allah jika Engkau mengetahui bahwasanya suatu hari aku pernah memperkerjakan seorang buruh untuk bekerja setengah hari. Setelah ia menyelesaikan pekerjaannya, aku pun memberikan upah kepadanya. Ternyata ia malah marah dan tidak mau mengambil upahnya. Maka aku jadikan upahnya sebagai modal usaha hingga usaha itu sangat berkembang dan menghasilkan seluruh harta yang aku miliki. Suatu ketika orang itu datang lagi kepadaku dan meminta upahnya yang dulu. Lalu aku katakan kepadanya: “Ambillah semua harta inL” Seandainya aku mau, maka aku tidak akan memberikan semua harta itu kecuali hanya upahnya saja. Jika Engkau mengetahui bahwasanya yang aku lakukan itu karena mengharap rahmat-Mu dan takut atas adzab-Mu, maka keluarkanlah kami (dari tempat ini).” Lalu batu itu bergeser dari mulut gua, dan mereka pun keluar darinya”178. [1:12] Abu Hatim RA berkata, “Kata fawaffartuhaa alihi maknanya Fawaffartuhaa lahu. Orang Arab di dalam bahasanya seringkali menempati kata Alaih dengan makna Lahu." Sa’id bin Abu Al Hasan179 mendengar Abu Hurairah di Madinah, karena di sanalah ia tumbuh dewasa. Sedangkan Al Hasan sendiri tidak pernah mendengar dari Abu Hurairah karena Al Hasan telah keluar dari Madinah saat ia tumbuh dewasa. 180 Shahih Ibnu Hibban 972: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, ia berkata: Fudhail bin Marzuq mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Salamah Al Juhni menceritakan kepada kami, dari Al Qasim bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba yang berdoa saat tertimpa kesusahan dan kesedihan (dengan doa): “Ya Allah sesungguhnya aku adalah hamba-Mu putra dari budak-Mu putra dari budak perempuan-Mu, ubun-ubunku berada di genggaman-Mu, telah lalu kepadaku hukum-Mu, telah adil kepadaku ketentuan-Mu, aku memohon kepada- Mu dengan setiap Nama yang itu menunjukkan Engkau, Engkau menyebutkan Nama itu untuk diri-Mu atau Engkau turunkannya di dalam Kitab-Mu, atau Engkau ajarkannya kepada seseorang dari makhluk-Mu, atau Engkau tinggalkannya di dalam Ilmu keghaiban yang ada disisi-Mu, hendaknya Engkau menjadikan Al Qur'an sebagai taman hatiku, cahaya penglihatanku, pengusir kesedihan dan kesusahanku,” melainkan Allah SWT akan menghilangkan kesedihannya dan mengantikan kesedihannya dengan kegembiraan." Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah sebaiknya kami ajarkan doa ini?” Beliau menjawab, “Iya, orang yang mendengar doa ini sebaiknya mengajarkannya kepada orang lain.”181 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 973: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Al Mundzir Al Hizami menceritakan kepada kami, Muhammad bin Fulaih menceritakan kepada kami, dari Musa bin Uqbah, dari Ibnu Syihab, dari Sahal bin Sa’ad As-Sa’adi, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa, “Allahummaghfir liqaumi fa innahum laa ya’lamuun (Ya Allah ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui (ajaran Islam).” 182 [5:12] Abu Hatim RA berkata: Doa ini dibaca oleh beliau pada saat perang Uhud saat wajah beliau terluka. Beliau berdoa: “Ya Allah ampunilah kaumku“;”Dari dosa mereka terhadapku yang telah melukai wajahku." Jadi doa ini bukan berupa doa memohon ampunan bagi orang-orang kafir, seandainya beliau mendoakan mereka dengan ampunan, niscaya mereka semua akan masuk Islam pada saat itu juga.” 183 Shahih Ibnu Hibban 974: Muhammad bin Al Musayyab bin Ishaq mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Ubaid bin Uqail menceritakan kepada kami, ia berkata: Sahal bin Hamad menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Tsabit, dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa, ‘Ya Allah tidak ada kemudahan kecuali sesuatu yang Engkau jadikannya mudah, dan Engkau akan menjadikan kesusahan menjadi mudah jika Engkau menghendaki ”184. [5:12] Shahih Ibnu Hibban 975: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Abu Ubaid maula Ibnu Azhar, dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah S AW bersabda, “Doa salah seorang dari kalian akan dikabulkan selama ia tidak terburu-buru dengan berkata: " Sungguh aku telah berdoa namun belum juga dikabulkan.”185 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 976: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’awiyah bin Shalih menceritakan kepada kami, dari Rabi’ah bin Yazid, dari Abu Idris Al Khaulani, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Tidak ada henti-hentinya doa seorang hamba dikabulkan selama ia tidak berdoa dengan memohon hal yang sifatnya berdosa, atau memutus tali silaturrahim, dan selama ia tidak meminta dengan terburu-buru.” Beliau ditanya: Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bagaimanakah seseorang dianggap meminta dengan terburu-buru itu? beliau menjawab: “Ia berkata, “Wahai Tuhan, sungguh aku telah berdoa, sungguh aku telah berdoa, tapi aku belum melihat Engkau mengabulkan doaku." Kemudian ia meninggalkan doanya. ” 187 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 977: Ibrahim bin Ishaq Al Anmathi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ya’qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Mahdi menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Abu Az- Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian berkata 188: “Ya Allah ampunilah aku jika Engkau berkehendak,” Sesungguhnya ia bukan termasuk orang yang memaksa (dalam berdoa kepada) Allah SWT. Akan tetapi hendaknya ia memantapkan permohonannya. ” 189 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 978: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami, dari Daud bin Abu Hind, dari Amir Asy-Sya*bi, dari Ibnu Abu As-Sa'ib pendongeng (tukang cerita) kota Madinah, ia berkata: Aisyah berkata: ‘Berceritalah se-jum’at (se-minggu) satu kali, jika kamu merasa berat maka dua kali (dalam se-jum’at/seminggu), jika kamu merasa berat (juga) maka tiga kali (dalam se-jum’at/seminggu). Dan sungguh aku tidak akan mencegahmu untuk menemui suatu kaum yang mereka menantikan ceritamu lalu kamu memutuskannya atas mereka. Akan tetapi apabila mereka meminta untuk bercerita, maka berceritalah kepada mereka, dan jauhi bersajak di dalam berdoa. Karena sesungguhnya aku telah mengetahui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya yang membenci perbuatan itu (memperbanyak bersajak dalam berdoa).” 190 [2:11] Shahih Ibnu Hibban 979: Abu Arabah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ma’mar menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Nu’aim menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, ia berkata: Ath-Thufail bin Amru Ad-Dausi datang menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya kaum Daus telah kufur dan menentang, maka berdoalah kepada Allah shallallahu 'alaihi wa sallam atas mereka (supaya mereka susah). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun berdoa: “Ya Allah, berikan petunjuk kepada kaum Daus dan bawalah aku kepada mereka”,191 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 980: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: An-Nadhr bin Syumail mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibnu Aun menceritakan kepada kami, dari Muslim bin Budail, dari Abu Hurairah, ia berkata: Seseorang datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu menceritakan mengenai kaum Daus. Ia berkata: “Sesungguhnya kaum Daus...” Ia menceritakan kondisi masyarakat kaum Daus. (ketika) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya (untuk berdoa), maka orang itu berkata: “Hancurlah kaum Daus, demi Tuhan Pemilik Ka’bah”. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya lalu berdoa: “Ya Allah berikan petunjuk kepada kaum Daus.192 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 981: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Isa Al Mishri menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, dari Ayub bin Hani’, dari Masruq bin Al Ajda’, dari Ibnu Mas’ud, bahwa suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dan kami ikut keluar bersama beliau hingga sampai ke suatu pemakaman. Beliau menyuruh kami kami duduk lalu kami semua duduk. Kemudian beliau beijalan melewati kuburan-kuburan hingga berhenti di satu kuburan. Beliau duduk dihadapannya lalu berdoa sangat lama. Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kembali dalam keadaan menangis. Melihat beliau menangis kami pun ikut menangis. Kemudian beliau datang menghampiri kami dan Umar RA berbicara kepadanya. Umar bertanya, “Apa yang membuat engkau menangis wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sungguh engkau telah membuat kami menangis dan kaget?” Beliau lalu meraih tangan Umar dan datang menghampiri kami lalu bertanya, “Apakah kalian kaget dengan tangisku?”. Kami menjawab: “Iya.” Beliau kemudian bersabda: “Sesungguhnya kuburan yang kalian lihat aku bermunajat di sana adalah kuburan Aminah binti Wahab (Ibu Rasulullah SAW). Sesungguhnya tadi aku memohonkan ampunan untuknya kepada Tuhanku, namun Dia tidak mengizinkannya. Kemudian turunlah atasku ayat: “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (Qs. At-Taubah [9]: 113) Allah SWT lalu menggandengku sebagaimana seorang anak yang mengandeng orang tuanya dengan penuh kasih sayang. Itulah yang membuat aku menangis. Ingatlah, sesungguhnya dahulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarah kuburlah. Sesungguhnya berziarah kubur itu dapat membuat kalian zuhud dalam urusan dunia dan membuat cinta pada urusan akhirat. ” [5:5] Shahih Ibnu Hibban 982: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, ia berkata: Sa’id bin Al Musayyib mengabarkan kepadaku, dari ayahnya, ia berkata: Saat menjelang wafatnya Abu Thalib, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang menjenguknya. Di sisi Abu Thalib saat itu kebetulan ada Abu Jahal, dan Abdullah bin Abu Umayyah bin Al Mughirah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda: “Wahai paman, ucapkanlah: “Laa ilaaha illallaah” maka nanti aku akan bersaksi untukmu di hadapan Allah SWT.” Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah berkata, “Wahai Abu Thalib, apakah kamu benci dengan agama Abdul Muthalib?”. Al Musayyib berkata, Terus menerus Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membujuknya dan mengulang-ulangi ucapan (syahadat) itu kepadanya hingga Abu Thalib berkata dengan kata yang terakhir yang diperdengarkannya kepada beliau dan orang-orang yang lain: “tetap di atas agama Abdul Muthallib”, dan ia enggan mengucapkan kalimat: “Laa ilaaha illallaah. ” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Sungguh aku akan memohonkan ampunan untukmu (wahai Abu Thalib) selama tidak dilarang.” Kemudian turunlah ayat, “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat (Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam” (Qs. At-Taubah [9]: 113). Dan diturunkan pula ayat yang berkaitan dengan Abu Thalib: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk” 194. (Qs. Al Qashash [28]: 56). [5:5] Shahih Ibnu Hibban 983: Al Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammam menceritakan kepada kami, ia berkata: Manshur menceritakan kepada kami, dari Salim bin Abu Al Ju’di, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Ingatlah sesungguhnya salah seorang dari kalian seandainya hendak menggauli istrinya mengucapkan: Bismillaahi, Allahumma jannibnaasy-syaithaana, wajannibisy-syaithaana maa razaqtanaa (dengan Nama Allah, Ya Allah jauhkanlah syetan dari kami, dan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami), kemudian keduanya di anugerahi seorang anak, maka syetan tidak akan dapat mencelakakannya”195.[1:2] Shahih Ibnu Hibban 984: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Waki’ menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Al Aswad bin Qais, dari Nubaih, dari Jabir, ia berkata: Aku datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta tolong kepada beliau mengenai hutang ayahku. Beliau lalu bersabda, “Aku akan mengunjungi kalian”.Aku kemudian berkata kepada seorang perempuan, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan mengunjungi kita, maka jagalah ucapanmu terhadapnya atau kalimat yang dapat menyakitinya”. Jabir berkata: Maka datanglah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan aku memotong seekor binatang milik kami untuk beliau. Beliau bersabda: “Wahai Jabir sepertinya kamu mengetahui kesenangan kami pada daging?” Tatkala beliau hendak pergi pulang, perempuan tadi berkata kepada beliau, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bershalawatlah atasku dan atas suamiku.” Jabir berkata: Maka beliau pun bershalawat untuknya dan suaminya. Kemudian Jabir berkata kepada perempuan itu: “Bukankah tadi sudah kukatakan (untuk menjaga pembicaraanmu terhadap beliau)?” Perempuan itu kemudian berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memasuki rumahku dan pergi, tidakkah beliau sudi bershalawat atas kita?” 196 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 985: Abdullah bin Sulaiman bin Al Asy’ats As-Sijistani Abu Bakar mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ali bin Khasyram menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Fadhl bin Musa mengabarkan kepada kami, dari Muhammad bin Amar, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, ia berkata: Seorang Arab badui masuk ke dalam masjid menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang saat itu sedang duduk, lalu badui itu berdoa: “Ya Allah ampunilah aku dan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan jangan Engkau ampuni pada seseorang yang bersama kami.” Abu Hurairah berkata: Mendengar doa itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa kemudian bersabda: “Sungguh kamu telah menyempitkan sesuatu yang sebenarnya Allah SWT luaskan." Kemudian Arab badui itu berlalu hingga ketika ia berada di pojokan masjid, ia kencing di tempat itu. kemudian Arab badui itu berkata setelah ia telah mengerti ajaran Islam: Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri menghampiriku, beliau tidak memarahi dan mencaci makiku, justru beliau bersabda, "Sesungguhnya masjid ini dibangun untuk berzikir kepada Allah SWT, dan bukan diperuntukkan untuk tempat kencing”. Beliau lalu meminta seember air lalu menyirami kencing tadi”. 197 [2:62] Shahih Ibnu Hibban 986: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari ‘Atha’ bin As-Sa’ib, dari ayahnya, dari Abdullah bin Amru198, bahwa ada seseorang berdoa: “Ya Allah ampunilah aku dan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam saja.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Sungguh kamu telah menyempitkan sesuatu yang sebenarnya Allah SWT telah luaskan dari orang banyak.” 199 [2:86] Shahih Ibnu Hibban 987: Muhammad200 bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hannalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dari Abu Salamah, bahwa Abu Hurairah berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat dan kami pun ikut shalat bersamanya, seorang Arab badui lalu berdoa di dalam shalat, “Ya Allah kasihilah aku, kasihilah Muhammad, dan janganlah Engkau mengasihi seseorang yang bersama kami.” Maka tatkala beliau selesai mengerjakan shalat, beliau bersabda kepada Arab badui itu: “Sungguh kamu telah menyempitkan sesuatu yang sebenarnya Allah SWT luaskan." Yang di maksud Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah rahmat Allah SWT201 [2:46] Shahih Ibnu Hibban 988: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Ar-Rabi’ Az-Zahrani menceritakan kepada kami, Ghassan bin Umar bin Ubaidullah Al Adani menceritakan kepada kami, Hamzah Az-Ziyat menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari S a’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Ubaiy bin Ka’ab, ia berkata: Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila menyebut seseorang dari para nabi maka beliau memulai dengan dirinya dahulu, dan sesungguhnya suatu hari beliau bersabda, “Semoga Allah SWT memberikan Rahmat-Nya kepada kami, dan kepada Musa; Kalaulah dia mau bersabar bersama kawannya (gurunya, yakni Nabi Khidir) niscaya ia akan melihat berbagai keajaiban, namun ia justru berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu.” 202 (Qs. Al Kahfi [18]: 76) [3:4] Shahih Ibnu Hibban 989: Muhammad bin Al Husain bin Mukram di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Yazid Ar-Rifa’i menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami, ia berkata: ayah ku menceritakan kepada kami, dari Thalhah bin Ubaidullah bin Kariz, dari Ummu Ad-Darda, dari Abu Ad-Darda, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tiada seseorang muslim yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan saudaranya itu kecuali malaikat berkata: “Dan untukmu juga seperti itu, dan untukmu juga seperti itu. “203 [1:2] Abu Hatim RA berkata: Semua yang datang dari berbagai riwayat pasti menggunakan kalimat “Kuraiz” 204, kecuali riwayat ini. yang menggunakan kalimat “ Kariz”. Namanya Ummu Ad-Darda adalah Hujamah binti Hayyi Al Aushabiyah. Dan Abu Ad-Darda adalah Uwaimir bin Amir. Shahih Ibnu Hibban 990: Abu Hatim205 mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Ishaq Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami, Ya’qub bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, Abdullah bin Bakar206 As- Sahmi menceritakan kepada kami, ia berkata, Humaid Ath-Thawil menceritakan kepada kami, dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk menemui Ummu Sulaim, maka Ummu Sulaim datang membawakan kepada beliau kurma dan minyak samin. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Kembalikan minyak samin dan kurma kalian pada tempatnya, karena aku sedang berpuasa." Kemudian beliau shalat selain shalat fardhu, dan kami pun ikut shalat bersamanya. Kemudian beliau berdoa untuk Ummu Sulaim dan penghuni rumahnya. Ummu Sulaim lalu berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sesungguhnya aku memiliki “Khuwaishah” (yang spesial)”. Beliau bertanya: “Apakah itu wahai Ummu Sulaim?“. Ia menjawab: “Pelayanmu, Anas”. Kemudian beliau berdoa untukku (Anas) dengan kebaikan dunia dan akhirat. Beliau berdoa: “Ya Allah berilah rezeki kepadanya berupa harta dan anak, serta berilah keberkahan untuknya", Anas berkata: “Maka sesungguhnya aku termasuk orang yang paling banyak memiliki anak.” [5:12] Anas berkata: Dan putri ku Umainah207 mengabarkan kepada ku, bahwasanya telah dikuburkan (anak-anak yang lahir) dari tulang shulbi saya di tempat kedatangan Al Hajjaj208 di Bashrah sejumlah 120 orang lebih. 209 Shahih Ibnu Hibban 991: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami, ia berkata: Thahir bin Khalid Ibnu Nizar Al Aili menceritakan kepada kami, (Ayahku menceritakan kepada kami, Al Qasim bin Mabrur menceritakan kepada kami, dari Yunus bin Yazid AJ Aili210) dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata, “Orang- orang mengadu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang tidak turunnya hujan (kemarau). Beliau lalu memerintahkan mengambil mimbar untuk diletakkan di satu tempat shalat. Beliau membuat janji kepada orang-orang agar pada hari yang telah di tentukan nanti mereka semua keluar menuju tempat shalat. Aisyah berkata: Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar saat matahari baru terbit dan duduk di atas mimbar lalu memuji dan menyanjung Allah SWT. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya kalian mengadu tentang persoalan keringnya kebun-kebun kalian, dan tidak turunnya hujan (kemarau panjang). Sungguh Allah SWT telah memerintahkan kalian semua untuk berdoa kepada-Nya, dan Dia telah menjanjikan pengabulan doa-doa kalian." Beliau kemudian berdoa, “Alhamdulillahirabbil alamin, Ar-Rahmaani Ar-Rahim, Maaliki211 yaumiddin, laa ilaha illa Anta taf’alu maa turiid. Allahumma Anta Allahu laa ilaaha illa Anta Al-Ghaniyyu wa nahnu Al fuqara'u, anzil ‘alaina Al ghaitsa, waj’al maa anzalta lanaa quwwatan wa balaaghan ilaa hiin.’’ Lalu beliau mengangkat kedua tangannya hingga kami melihat putih bulu ketiaknya, lalu memalingkan punggungnya kepada orang-orang dan membalikkan atau memalingkan selendangnya dengan kedua tangannya, kemudian beliau menghadap orang-orang lagi, dan turun dari mimbar untuk shalat dua rakaat (shalat Istisqa'). Allah SWT lalu mengirimkan awan, petir, kilat dan akhirnya menurunkan hujan, dengan izin Allah SWT. Beliau tidak tinggal di masjidnya hingga banjir mengalir. Maka tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat pakaian orang-orang basah, beliau tertawa hingga terlihat gigi gerahamnya dan mengucap: “Aku bersaksi bahwasanya Allah SWT Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan aku bersaksi bahwasanya aku adalah hamba Allah juga rasul-Nya." 212 Shahih Ibnu Hibban 992: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Utsman Al Ijli menceritakan kepada kami, ia berkata: Khalid bin Makhlad menceritakan kepada kami, dari Sulaiman bin Bilal, dari Syarik bin Abdullah bin Abu Namir, ia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik berkata: Seseorang masuk ke dalam masjid pada hari Jum’at dari satu pintu yang sepertinya ia hendak menghampiri mimbar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri saat itu kebetulan sedang berkhutbah. Maka orang itu menghadap beliau dengan berdiri seraya berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, banyak sudah hewan ternak telah binasa dan perjalanan terputus (karena kemarau panjang), berdoalah kepada Allah SWT agar Dia menolong kita.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya dan berdoa: “Allahummasqinaa, Allahummasqinaa (Ya Allah tunaikanlah hujan untuk kami. Ya Allah tunaikanlah hujan untuk kami)” Anas berkata: “Demi Allah kami tidak pernah melihat di langit ada mendung dan gumpalan-gumpalan awan, padahal tidak ada satu pun rumah antara kami dan gunung Sala’ (yang dapat menghalangi penglihatan). Kemudian muncul awan dari balik gunung Sala’ seperti perisai (mula- mula awan tersebut kecil atau sedikit). Tatkala awan itu sudah berada di tengah-tengah langit, menyebarlah awan itu kemudian hujanpun turun. Demi Allah kami tidak lagi pernah melihat matahari selama enam hari.” Kemudian pada hari Jum’at berikutnya seseorang masuk kedalam masjid melalui pintu yang sama, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam saat itu sedang berkhutbah. Orang itu lalu menghadap berdiri di depan beliau dan berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, harta-harta kami telah rusak dan jalanan-jalanan telah terputus, maka berdoalah kepada Allah agar Dia menahan hujan dari kami.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa: Allahumma hawaalainaa wa laa ’alainaa. Allahumma ‘alal aakaami wazh-zhiraabi wal awdiyati wa manaabitisy-syajari (Ya Allah (turunkan lah hujan) di sekitar kami dan tidak di atas kami. Ya Allah (alihkanlah hujan) di atas bukit-bukit pasir, bukit-bukit, dan lembah-lembah serta tempat- tempat tumbuhnya pepohonan)” Anas berkata, “Hujanpun langsung berhenti, dan beliau keluar berjalan di bawah sinar matahari. Aku (Syarik bin Abdullah bin Numair) bertanya kepada Anas, apakah orang yang meminta dihentikannya hujan itu adalah orang yang sama dengan yang dahulu meminta diturunkan hujan?”. Anas berkata: “Aku tidak tahu.” 213 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 993: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdurrahman bin Sahm Al Anthaki menceritakan kepada kami, ia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dari Al Auza’i, dari Az-Zuhri, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Aisyah, ia berkata, “Apabila turun hujan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa, “Allahumma Shayyiban Haniyyan (Ya Allah jadikanlah hujan itu curahan air yang menyenangkan)”214. [5:12] Shahih Ibnu Hibban 994: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Khunais Al Ghazi215 menceritakan kepada kami, dari Mis’ar, dari Al Miqdam bin Syuraih, dan ayahnya, dari Aisyah, ia berkata: apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat hujan maka beliau berdoa: “Allahumma Shayyiban aw sayyiban naafi'an (Ya Allah jadikanlah hujan itu curahan air yang memberi manfaat). ” 216 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 995: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Wahab bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, ia berkata: Khalid mengabarkan kepada kami, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah tahun kelaparan itu, dengan tidak diturunkan hujan banyak tetapi bumi tidak menumbuhkan sesuatu”217 [3:53] . Shahih Ibnu Hibban 996: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim maula Tsaqif dengan hadits gharib mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Sa’ad bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: pamanku Ya’qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Syarik menceritakan kepada kami, dari Jami’ bin Syaddad, dari Abu Wa'il, dari Abdullah, ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepada kami doa tasyahhud shalat, sebagaimana beliau mengajarkan kepada kami satu surah dari Al Qur'an. Dan beliau mengajarkan kepada kami sesuatu yang belum pernah beliau ajarkan sebagaimana beliau mengajarkan tasyahhud218 kepada kami, “Allahumma allif baina qulubina, wa ashlih dzaata baininaa, wahdinaa subula as-salam, wa najjinaa min azh-zhulumaati ila an-nuur, wa jannibna al fawahisya maa zhahara minhaa wa ma bathana. Allahummahfazhna fii asmaa’inaa wa abshaarinaa wa azwaajina, waj ’alnq syakiriina lini 'matika, mutsniina bihaa ‘alaika, gaabiliina bihaa, fa atmimhaa‘alinaa. ” 219 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 997: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Hannad bin As-Sari menceritakan kepada kami, Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami, dari Atha' bin As-Sa'ib, dari Murrah Al Hamdani, dari Abdullah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya syetan memiliki ’lammah’ (sesuatu atau getaran yang terjadi di dalam hati, baik berupa bisikan atau ilham), dan malaikat juga memiliki ‘lammah Adapun bisikan syetan adalah mengajak kepada keburukan dan mendustakan kebenaran. Dan adapun ilham malaikat adalah mengajak kepada kebaikan dan membenarkan kebenaran. Barangsiapa yang menemukannya (ajakan kebaikan dan pembenaran kebenaran), maka hendaknya ia memuji kepada Allah SWT. Dan barangsiapa yang menemukannya (ajakan kejelekan dan pendustaan kebenaran), maka hendaknya ia memohon perlindungan kepada Allah SWT dari (bisikan) syetan.” Kemudian beliau membaca ayat, “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir). 220 (Qs. Al Baqarah [2]: 268) [1:95] Shahih Ibnu Hibban 998: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari ‘ Ashim bin Kulaib, dari Abu Burdah, ia berkata: Aku mendengar Ali RA berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdoa: “Allahumma innii as’aluka al huda wa as-sadad, wadzkur bilhuda hidaayatakath-thariiqa, wadzkur bit-tasdiidi tasdiidas-sahmi (Ya Allah sesungguhnya aku memohon petunjuk dan jalan yang benar. Dan ingatkanlah dengan petunjuk jalan hidayah-Mu, dan tunjukkan kepada kami kebenaran sebagaimana Engkau tancapkan anak panah kepada sasarannya).” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarangku menggunakan Al Qassi (pakaian dari negeri Syam atau Mesir yang bergaris-garis bengkok) dan Al Mitsarah (sesuatu yang dibuat oleh seorang perempuan untuk menyenangkan hati suaminya), dan dari memakai cincin di jari telunjuk dan jari tengah.” 221 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 999: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha'i di Manbaj mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Abu Az-Zubair, dari Thawus, dan Ibnu Abbas, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan doa ini kepada para shahabat sebagaimana beliau mengajarkan kepada mereka surah Al Qur'an:”Allahumma innii a 'udzubika adzabi jahannama, wa a’udzubika min adzab Al qabri, a ’udzubika min fitnati Al mahyaa wal mamaat, wa a 'uudzubika min syarril masiihid- dajjaal (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dari adzab neraka jahannam, dari adzab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari keburukan Dajjal).222” [1:104] Shahih Ibnu Hibban 1000: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata : Wahab bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, ia berkata : Khalid mengabarkan kepada kami, dari Al Jurairiyyi, dari Abu Nudhrah, dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata1 : Ketika kami sedang berada di dinding Bani An-Najjar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau saat itu berada di atas baghal betinanya, maka tiba-tiba baghal betinanya menjauh dari dinding tersebut, dan ternyata di dinding tersebut terdapat beberapa kuburan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya, "Siapa yang tahu kubur siapakah itu?" Seseorang lalu menjawab, “Aku tahu wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bertanya, "Siapakah mereka (yang terkubur dalam kuburan ini)?" Ia menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang mati dalam keadaan musyrik.” Beliau bersabda, “Seandainya kalian tidak takut, niscaya aku akan berdoa kepada Allah SWT agar kalian dapat mendengar siksa kubur sebagaimana yang aku dengar. Sesungguhnya orang-orang ini sedang disiksa di dalam kuburnya.” Kemudian beliau menghadapkan wajahnya ke arah kami dan bersabda, "Mohonlah perlindungan kepada Allah SWT dari siksa neraka, dan siksa kubur. Dan mohonlah perlindungan kepada Alla SWT dari berbagai fitnah yang tampak dan yang tidak tampak, serta dari fitnah Dajjal.” 2 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 1001: Aku mendengar Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan di Raqqah berkata, “Aku mendengar Ishaq bin Musa Al Anshari berkata, “Aku mendengar Anas bin Iyadh3 berkata: Aku mendengar Musa bin Aqabah berkata: Aku mendengar Ummu Khalid binti (Khalid bin) Sa’id bin Al Ash berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memohon perlindungan kepada Allah SWT dari adzab kubur.” Dan aku belum pernah mendengar seseorang berkata, 'Aku mendengar Rasulullah,' selain Ummu Khalid. 4 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1002: Al Husain bin Abu Ma’syar Abu Arubah di Harran mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Wahab bin Abu Karimah menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Abu Ishaq, dari Mujahid Abu Al Hujjaj, dari Abu Hurairah, ia berkata : Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah shalat baik empat rakaat ataupun dua rakaat melainkan aku mendengar beliau selalu berdoa: “Ya Allah aku berlindung dari adzab neraka dan dari adzab kubur, serta dari fitnah hati dan dari keburukan kehidupan dan kematian."5 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1003: Abdullah bin Muhammad bin Salam di Baitul Maqdis mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Auza’i menceritakan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah menceritakan kepadaku, ia berkata: Ja’far bin Iyadh menceritakan kepadaku, ia berkata: Abu Hurairah menceritakan kepadaku, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Mohonlah kalian perlindungan kepada Allah SWT dari kefakiran dan kehinaan, dan dari menganiaya atau dianiaya.’ 6 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 1004: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ubaidah bin Humaid7 menceritakan kepada kami, dari Abdul Malik bin Umair, dari Mush’ab bin Sa’ad bin Abu Waqash, dari ayahnya, ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepada kami beberapa kalimat (doa) seperti diajarkan menulis: “Allahumma innii a ’udzu bika minal bukhli, wa a ’udzu bika minal jubni, a’udzu bika an uradda ila ardzalil ‘umuri,wa a’udzu bika min fltnatid-dunya wa ‘adzabil qabri (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir, rasa takut, dilemahkan (jasmani dan rohani), dan dari fitnah dunia serta dari adzab kubur)”8 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 1005: Bakar bin Ahmad bin Sa’id Ath-Thahi Al Abid di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Nashr bin Ali bin Nashr menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Muqri’ menceritakan kepada kami, ia berkata: Sa’id bin Abu Ayyub menceritakan kepada kami, dari Ja’far bin Rabi’ah, ia berkata: Abdurrahman Al A’raj menceritakan kepadaku, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila kalian mendengar suara-suara ayam, sesungguhnya itu menunjukkan ayam sedang melihat malaikat, maka berdoalah kepada Allah SWT dan mengharaplah kepada-Nya. Dan apabila kalian mendengar suara ringkikan keledai, sesungguhnya itu menunjukkan keledai sedang melihat syetan, maka memohon perlindunganlah kalian kepada-Nya dari buruknya makhluk yang ia lihat."9 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 1006: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Thalhah Al Yarbu’i menceritakan kepada kami, ia berkata: Syarik menceritakan kepada kami, dari Al Miqdam bin Syuraih, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila beliau melihat debu-debu atau angin di langit, maka beliau memohon perlindungan kepada Allah SWT dari keburukan yang ditimbulkannya. Apabila langit itu menurunkan hujan, maka beliau berdoa “Allahumma shayyiban naafi 'an” (Ya Allah jadikan curahan hujan yang memberikan manfaat).”10 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1007: Al Husain bin Abdullah Al Qaththan di Raqah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musa bin Marwan menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami, dari Al Auza’i, dari Az-Zuhri, dari Tsabit Az-Zuraqi, ia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Angin itu termasuk dari rahmat Allah kepada para hamba-Nya yang dengan datang membawa rahmat dan adzab, maka janganlah kalian mencaci angin. Dan mohonlah kepada Allah SWT dari kebaikannya, dan berlindunglah kepada Allah SWT dari kejahatannya."11 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 1008: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Ubadah menceritakan kepada kami, Al Mughirah bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Abu Ubaid menceritakan kepadaku, ia berkata: Aku mendengar Salamah bin Al Akwa’ memarfu’kannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila angin bertiup dengan sangat kencang, maka ucapkanlah : Allahumma laqhan12 laa ‘aqiiman (Ya Allah semoga angin ini dapat mengawinkan (tumbuh-tumbuhan dan lainnya) dan bukan membuat mandul) ” 13 Shahih Ibnu Hibban 1009: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Sulaiman At-Taimi menceritakan kepada kami, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa: “Allahumma innii a’uudzu bika minal ‘ajzi wal kasali, wal harami wal bukhli, wal jubni wa ‘adzaabil qabri, wa syarril dajjal (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari sifat lemah, malas, pikun, kikir, takut, adzab kubur, dan dari kejelekan pembohong Dajja;”14 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1010: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Ayub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, ia berkata: Ismail bin Ja’far menceritakan kepada kami, ia berkata: Humaid Ath-Thawil mengabarkan kepadaku, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa: “Allahumma innii a’udzu bika min al kasali wal haram, wal ajzi wal bukhli, wal fitnatil masiihi wa adzab al qabri (Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari sifat malas, pikun, lemah, kikir, serta dari fitnah Dajjal dan adzab kubur)” 15 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1011: Abu Arubah mengabarkan kepada kami di Harran. ia berkata: Muhammad bin Wahab bin Abu Karimah menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Abdul Malik bin Umair, dari Mush’ab bin Sa’ad, dari ayahnya, dari Nabi S A W, bahwa beliau berdoa dengan kalimat-kalimat ini: “A ’udzu billaahi an uradda ila ardzalil umur, wa a’uudzu billaahi min al bukhli wa al jubni, wa a'udzu billaahi min fltnati ash-shadri, wa baghyi ar-rijal (Aku berlindung kepada Allah dari dilemahkan (jasmani dan rohani), Aku berlindung kepada Allah dari sifat kikir dan takut. Dan aku berlindung kepada Allah dari fitnah hati, dan kesewenang-wenangan orang-orang).”16 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1012: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma’syar di Harran mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Wahab bin Abu Karimah menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Al Minhal bin Ammar, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memohon perlindungan untuk Hasan dan Husain dengan doa: “U’idzukuma bikalimaatillaahit-taammati, min kulli syaithaanin wa haamatin, wa min kulli ‘ainin laamatin (Aku berlindung untuk kalian berdua (Hasan dan Husain) dengan Kalimat-Kalimat Allah yang sempurna, dari setiap syetan dan binatang berbisa, dan dari setiap mata yang jahat). Kemudian beliau bersabda, “Ibrahim AS pun memohon perlindungan untuk kedua anaknya, yakni Ismail dan Ishaq."17 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1013: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Al Minhal bin Amar, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memohon perlindungan untuk Hasan dan Husain dengan doa: “U’iidzukuma bikalimaatillaahit-taammati, min kulli syaithaanin wa haamatin, wa min kulli 'ainin laamatin (Aku berlindung untuk kalian berdua (Hasan dan Husain) dengan Kalimat-Kalimat Allah yang sempurna, dari setiap syetan dan binatang berbisa, dan dari setiap mata yang jahat). Kemudian beliau bersabda, “moyang kalian (Ibrahim AS) memohon perlindungan untuk kedua anaknya, yakni Ismail dan Ishaq.”18 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1014: Muhammad bin Al Hasan bin Al Khalil mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Yunus bin Abu Ishaq menceritakan kepada kami, Buraid bin Abu Maryam berkata dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang memohon masuk surga sebanyak tiga kali melainkan surga akan berkata, “Ya Allah masukkanlah ia ke dalam surga.“ Dan tidaklah seorang muslim memohon perlindungan dari neraka sebanyak tiga kali melainkan surga akan berkata “Ya Allah lindungilah ia dari neraka.”19 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1015: Abdullah bin Ahmad bin Musa di Askara Mukram mengabarkan kepada kami, ia berkata: Huraim bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Anas bin Malik menceritakan kepada kami, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau berdoa, “Allahumma innii a’udzu bika min nafsin laa tasyba’, wa ‘auudzu bika min shalaatin laa tanfa’. wa a’uudzu bika min du’aain laa yusma’, wa ‘auudzu bika min qalbin laa yakhsya’ (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari jiwa yang tidak puas, dari shalat yang tidak dapat memberi manfaat, dari doa yang tidak didengar, dan dari hati yang tidak khusyu ’). 20 Shahih Ibnu Hibban 1016: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Daud bin Amar Adh-Dhabi dan Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, ia berkata: Sumay menceritakan kepadaku, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memohon perlindungan dari dahsyatnya cobaan, mati dalam keburukan, dan kegembiraan para musuh. 21 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1017: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa, “Allahumma innii a’uudzu bika min al barash, wal junuun, wal judzzami, was ayyi'il asqaam (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dari penyakit belang, gila, kusta, dan penyakit yang menjijikkan)”22 [5; 12] Shahih Ibnu Hibban 1018: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ziyad menceritakan kepada kami, dari Abu Hurairah, dan dari Atha' bin Abu Maimun, dari Abu Rafi’, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau memohon perlindungan dari keburukan kehidupan, kematian, dari adzab kubur, dan dari keburukan fitnah pembohong Dajjal. 23 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1019: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’adz bin Hisyam mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Abu Katsir, ia berkata: Abu Salamah menceritakan kepadaku, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa, “Allahumaa innii a’uudzu bika min adzabil qabri, wa adzaabi an-nari, wa min syarri fitnatil mahyaa wal mamaat (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, adzab neraka, dan dari keburukan fitnah kehidupan dan kematian).”24 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1020: Ibnu Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku, bahwa Yazid bin Abu Hubaib dan Al Harits bin Ya’qub bercerita, dari Ya’qub bin Abdullah bin Al Asyajji, dari Al Qa’qa’ bin Hakim, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata: Seseorang datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tadi pagi aku melihat kalajengking dan ia menggigitku!” Beliau kemudian bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya kamu, seandainya kamu membaca pada waktu sore: A ‘uudzu bikalimaatillaahi at-tammati min syarri maa khalaqa, maka kalajengking itu tidak akan menyakitimu.”25 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 1021: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa seseorang dari Bani Aslam berkata: “Aku tidak dapat tidur malam ini.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya, “ada apa?” Ia menjawab, “Kalajengking telah menyengatku.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ingatlah,sesungguhnya seandainya kamu membaca pada waktu sore: A ’uudzu bikalimaatillaahit-taammaati min syarri maa khalaqa, maka kalajengking itu tidak akan menyakitimu, insya Allah.”26 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1022: Ahmad bin Muhammad bin Al Husain mengabarkan kepada kami, ia berkata: Syaiban bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir bin Hazim menceritakan kepada kami, ia berkata: Suhail menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang membaca pada waktu sore hari: A 'uudzu bikalimaatillaahit-taammaati min syarri maa khalaqa, sebanyak tiga kali, maka ular itu tidak akan menyakitinya hingga pagi hari.” Abu Hurairah berkata, “Apabila seseorang dari keluarga beliau ada yang tersengat ular, maka beliau bertanya : “Apakah ia tidak membaca doa tersebut?"27 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1023: Ahmad bin Yahya bin Zuhair Al Hafizh di Tustar mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdushshamad bin An-Nu’man menceritakan kepada kami, ia berkata: Syaiban menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dari Anas, ia berkata : Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa dengan mengucapkan : “Allahumma innii a’udzu bika min al ajzi wa al kasali, wa al bukhli wa al harami, wa al qaswati wa al ghaflati, wadz-dzillati wa al maskanati, wa a’uudzu bika min al faqri wa al kufri, wa asy-syirki wa an-nifaqi, wa as-sum’ati wa ar-riyaa'i, wa a ’udzu bika min ash-shamami wal bakami, wal junuuni, wal barashi wal judzaami, wa sayyi' al asqami (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari lemah dan malas, kikir dan pikun, keras hati dan pelupa, kehinaan dan kemiskinan, dan aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran dan kekufuran, syirik dan munafiq, ingin tenar dan pamer, dan aku berlindung kepada-Mu dari tuli, buta, gila, belang, kusta, dan penyakit yang menjijikkan).”28 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1024: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Utsman bin Ibnu Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Syababah menceritakan kepada kami, ia berkata: Yunus bin Abu Ishaq menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Amru bin Maimun, ia berkata: Aku pernah dua kali beribadah haji bersama Umar bin Al Khaththah RA, salah satunya saat aku tertimpa musibah dan aku mendengar dia berkata di depan hadirin, “Ketahuilah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu memohon perlindungan dari lima hal: “Allahumma inni a’udzu bika min al bukhli wal jubni, wa audzu bika min suu'il umri, wa bika min fitnati ash-shadri, wa a’uudzu bika min qabri (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir, takut, dan aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan jahat di masa tua, dan dari fitnah hati, serta dari adzab kubur”29 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1025: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Yazid menceritakan kepada kami, ia berkata: Haywah menceritakan kepada kami, ia berkata: Salim bin Ghailan30 menceritakan kepadaku, bahwa ia mendengar Darraj Abu As-Samhi, bahwa ia mendengar Abu Al Haitsam, bahwa ia mendengar Abu Sa’id Al Khudri berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku berlindung kepada Allah dari kekufuran dan hutang” Seseorang lalu bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah (keburukan) hutang itu dapat menandingi (keburukan) kekufuran?” Beliau menjawab : “Iya” 31 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1026: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Amru As-Sarah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Haywah menceritakan kepada kami, ia berkata: Salim bin Ghailan menceritakan kepadaku, dari Darraj Abu As-Samah, dari Abu Al Haitsam, dari Abu Sa’id Al Khudri, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau berdoa: “Aku berlindung kepada Allah dari kekufuran dan hutang” Seseorang lalu bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah (keburukan) hutang itu dapat menandingi (keburukan) kekufuran?”. Beliau menjawab : “Iya”32 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1027: Umar bin Muhammad bin Bujair Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Amru bin As-Sarah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Huyay bin Abdullah menceritakan kepadaku, dari Al Hubuli, dari Abdullah bin Amar, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau berdoa, “Allahummaghfir lanaa dzunuubanaa wa zhulmanaa, wa hazlanaa wa jiddanaa wa ‘amdanaa, wa kullu dzalika ‘indanaa. Allahumma innii a’uudzu bika min ghalabatid-dain, wa ghalabatil ibad, wa syamaatatil a 'daa'i (Ya Allah ampunilah dosa-dosa dan kezaliman kami, kelakar kami, dan ketergesa-gesaan serta kesengajaan perbuatan buruk kami, semua itu ada pada kami. Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari terjerat hutang, kemenangan musuh, dan ejekan para musuh). ” 33 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1028: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Utsman Asy-Syaham, dari Muslim bin Abu Bakrah. dari ayahnya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa, “Allahumma inni a’uudzu bika minal kufri wal faqri, wa ‘adzaabil qabri (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran, serta dari adzab kubur)”34 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1029: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Idris menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ajian, dari Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata: Termasuk dari doa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah: “Allahumma inni a’udzubika min al juu’i, fainnahu bi’sadh-dhajii’ wa a’uudzu bika min al khiyanati, fainnaha bi’satil bithaanati (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelaparan, karena hal itu adalah seburuk-buruk teman tidur. Dan aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan khianat, karena itu adalah seburuk-buruk hati),”35 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1030: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah, dari Sa’id bin Yasar, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa: “Allahumma innii a’uudzu bika ’min al faqri wal faaqati, wa a ’udzu bika min an azhlima aw uzhlama (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran dan kekurangan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari berbuat zhalim atau dizhalimi).”36 Shahih Ibnu Hibban 1031: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Hilal bin Yisaf, dari Farwah bin Naufal Al Asyja’i, ia berkata: Aku bertanya kepada Ummul Mukminin Aisyah tentang doanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia menjawab: Beliau selalu berdoa, “Allahumma innii a’uudzu bika min syarri maa amiltu, wa min syarri maa lam a ’lam (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan sesuatu yang aku telah lakukan, dan dari sesuatu yang tidak aku lakukan.”37 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1032: Umar bin Muhammad bin Bujair Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Hushain, dari Hilal bin Yisaf, dari Farwah bin Naufal Al Asyja’i, ia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah: Ceritakanlah kepadaku tentang sesuatu yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa dengannya. Ia berkata: Beliau selalu berdoa: “Allahumma inni a’uudzu bika min syarri ma amiltu, wa min syarri maa lam a ‘mal (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari keburukan sesuatu yang aku telah lakukan, dan dari sesuatu yang tidak aku lakukan)”38 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1033: Ahmad bin Hamdan bin Musa At-Tustari di Abbadan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Sa’id Al Asyajji menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami, dari Ibnu ‘Ajian, dari Sa’id bin Abu Sa’id, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdoa: “Allahumma innii a’uudzu bika min jaaris-suu’i fii daaril muqaamati, fainna jaaral baadi yatahawwalu (Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang jahat yang bertempat tinggal tetap, sesungguhnya tetangga (andaikan ia) termasuk dari orang yang selalu berpindah-pindah, maka ia (pun) akan segera pindah (dari sisinya). ” 39 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1034: Ibnu Al Junaid mengabarkan kepada kami di Busta dengan cara mendikte, ia berkata: Qutaibah menceritakan kepada kami, Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Buraid bin Abu Maryam, dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang memohon kepada Allah SWT masuk ke dalam surga sebanyak tiga kali, maka surga akan berkata : “Ya Allah masukkanlah ia ke dalam surga.” Dan barangsiapa yang memohon perlindungan dari neraka sebanyak tiga kali melainkan surga akan berkata, “Ya Allah lindungilah ia dari neraka. ” 40 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1035: Muhammad bin Ishaq bin Sa’id As-Sa’di mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ali bin Khasyram menceritakan kepada kami, ia berkata: Isa mengabarkan kepada kami, dari Al Walid bin Tsa’labah, dari Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang mengucap: Allahumma Anta Rabbii Laailaaha ilia anta, khalaqtanii wa anaa ‘abduka, ‘ala ‘ahdika wa wa’dika maastatha’tu, a’uudzu bika min maa shana’tu, wa abuu’u laka bidzunuubii, faghfir lii, innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa Anta (Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tidak ada tuhan melainkan Engkau, Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu, aku melaksanakan sumpah dan janjiku Jcepada-Mu semampuku, aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang aku telah perbuat, dan aku kembali kepada-Mu dengan dosa-dosaku, maka ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang dapat memberi ampunan dosa kecuali Engkau), kemudian hari itu atau malam itu ia mati, maka ia masuk surga.”41 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1036: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata : Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, ia berkata : Abdul Wahab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, ia berkata : ‘Ubaidullah bin Umar menceritakan kepada kami, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa seseorang telah disengat kalajengking. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Ketahuilah sesungguhnya kamu, seandainya pada waktu sore membaca : A’uudzu bikalimaatillaahit-taammati min syarri maa khalaqa,maka kalajengking itu tidak akan menyakitimu.” Abu Shalih berkata, “Setiap kali ada seseorang yang tersengat kalajengking, maka Abu Hurairah selalu mengutarakan hadits ini” 42 [1:2] Abu Hatim berkata, “Sabda Nabi SAW: Maa dharraka: maksudnya, bahwa seandainya kamu membaca doa yang aku ajari ini niscaya kamu tidak akan merasakan sakitnya sengatan kalajengking. Hadis ini tidak dimaksudkan bahwa dengan doa itu, ketentuan Allah SWT terhadapnya menjadi tertolak.” Shahih Ibnu Hibban 1037: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Suraij bin Yunus dan Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, Ibnu Tsauban menceritakan kepada kami, Hassan bin ‘Athiyah menceritakan kepadaku, bahwa Abu Kabasyah As-Saluli bercerita, bahwa ia mendengar Tsauban berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bertindak tepatlah, mendekatkan dirilah (kepada Allah), dan beramallah, bahwasanya sebaik-baik amal kailan adalah shalat, dan tidak ada yang dapat menjaga wudhu kecuali orang mu 'min.” 1 [1:2] Abu Hatim berkata, “Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Tidak ada yang dapat menjaga wudhu kecuali orang mu'min; Beliau mengucapkan nama iman atas orang yang menjaga wudhu, padahal wudhu itu adalah bagian dari keimanan. Begitu juga nama iman atas satuan-satuan amalan lainnya. Adapun hadits Salim bin Abu Al Ju’di dari Tsauban adalah hadits munqathi’ (terputus sanadnya) 2, karena itulah kami kemudian menjauhinya. Shahih Ibnu Hibban 1038: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi di Bashrah mengabarkan kepada kami, Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Al Ala bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kalian aku beritahu tentang suatu perbuatan yang dapat melebur dosa-dosa dan dapat mengangkat derajat?” (yaitu) menyempurnakan wudhu waktu badan kedinginan, memperbanyak langkah menuju masjid, dan menantikan waktu shalat berikutnya sesudah menyelesaikan shalat yang pertama. Itulah ikatan (diri), itulah ikatan (diri), itulah ikatan (diri)."3 [1:2] Abu Hatim berkata : Maknanya adalah mengikat diri dari tidak berbuat dosa, karena wudhu itu dapat menghapuskan dosa-dosa. Shahih Ibnu Hibban 1039: Abu Arubah di Harran mengabarkan kepada kami, Haubar bin Mu’adz Al Kalbi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salamah4 menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Syurahbil bin Sa’ad, dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Maukah kalian kutunjukkan tentang suatu perbuatan yang dapat melebur kesalahan- kesalahan dan dapat menghapuskan dosa-dosa?” Mereka menjawab, “Mau wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bersabda, “(yaitu) menyempurnakan wudhu waktu badan kedinginan, memperbanyak langkah menuju masjid, dan menantikan waktu shalat berikutnya sesudah menyelesaikan shalat yang pertama. Itulah ikatan (diri).”5 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1040: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha'i mengabarkan kepada kami di Manbaj, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang hamba yang muslim- atau mukmin- berwudhu lalu ia membasuh wajahnya, maka akan keluar dari wajahnya semua dosa akibat perbuatan maksiat yang dilakukan oleh mata bersamaan dengan basuhan air itu dan bersamaan dengan tetesan terakhir dari air basuhan itu, atau yang seperti ini. Kemudian apabila ia membasuh kedua tangannya, maka akan keluar dari tangannya semua dosa yang dilakukan oleh kedua tangan bersamaan dengan basuhan air itu dan bersamaan dengan tetesan terakhir dari air basuhan itu, sehingga (dengan demikian) ia menjadi orang yang suci dari dosa.”6 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1041: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Humran, bahwa Utsman bin Affan duduk di atas tempat duduk, lalu seorang muadzin dan langsung mengumandangkan adzan Ashar. Umar kemudian mengambil air lalu berwudhu dan berkata, “Sungguh aku akan menceritakan pada kalian sebuah hadits yang seandainya itu bukan satu ayat dari Kitab Allah SWT maka tidaklah aku ceritakan hal itu kepada kalian.” Ia lalu berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah dari seseorang yang berwudhu kemudian menyempurnakan wudhunya lalu melaksanakan shalat, melainkan Allah SWT akan mengampuni dosa yang ada di antara waktu shalat fardhu itu sampai menjelang shalat fardhu yang lain bila ia mengerjakannya.”7 Malik berkata, “Hadits ini menerangkan ayat: “Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan- perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Qs. Huud [11]: 114) 8. [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1042: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, Al-Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dari Abu Az-Zubair, dari Sufyan bin Abdurrahman, dari Ashim bin Sufyan Ats-Tsaqafi, bahwasanya mereka pernah berperang pada perang Salasil, kemudian musuh menyandera dan mengikat mereka, lalu mereka dikembalikan/dipulangkan kepada Mu’awiyah yang saat itu kebetulan disampingnya ada Abu Ayub dan Uqbah bin Amir. Ashim lalu berkata, “Wahai Abu Ayub musuh telah menyandera kami selama setahun dan sungguh kami telah dikabari bahwasanya barangsiapa yang shalat di empat masjid, maka dosanya akan diampuni.” Abu Ayyub berkata, “Wahai keponakanku, maukah kutunjukkan kepadamu amalan yang lebih mudah dari itu? Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berwudhu dengan wudhu yang sesuai dengan yang diajarkan, dan shalat sesuai dengan yang diajarkan, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni” “Bukankan demikian wahai Uqbah?” Uqbah menjawab: “Iya.” 9 Abu Hatim berkata, “Empat masjid yang dimaksud adalah Masjil Haram, Masjid Madinah, Masjidil Aqsha, dan Masjid Quba’.” Perang As-Salasil terjadi pada masa Khilafiah Mu’awiyah, sedangkan perang Salasil teijadi pada masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. 10 Shahih Ibnu Hibban 1043: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Wahab bin Jarir mengabarkan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Jami’ bin Syaddad, bahwa ia mendengar Humran bin Aban bercerita kepada Abu Burdah, dari Utsman bin Affan, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang menyempurnakan wudhu sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah Jalla Wa Alaa, maka shalat lima waktu yang dikerjakannya akan menghapuskan dosa-dosa yang ada diantara waktu-waktu shalat tersebut.” 11 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1044: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, Hisyam bin Abdul Malik menceritakan kepada kami, Ishaq bin Sa’id bin Amar bin Sa’id bin Al Ash menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, dari ayahnya, ia berkata, “Aku bersama Utsman bin Affan lalu ia meminta air untuk berwudhu dan berkata, 'Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah dari seorang muslim, saat waktu shalat telah datang ia langsung menyempurnakan wudhunya, ruku’nya, dan kekhusyu’annya, melainkan shalatnya itu menjadi penghapus bagi dosa-dosa (kecil)nya yang telah lalu, selama ia tidak melakukan dosa besar. Dan pengampunan dosanya itu terjadi sepanjang tahun selama ia terus melaksanakan shalat sebagaimana yang diperintahkan.”12 11:2] Shahih Ibnu Hibban 1045: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abdul Ghaffar bin Abdullah Az-Zubairi menceritakan kepada kami, Ali bin Mashar menceritakan kepada kami, dari Sa’ad bin Thariq, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Perhiasan penduduk surga itu akan sampai pada batas wudhunya.”13 [ 1:2] Shahih Ibnu Hibban 1046: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Al Ala bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke sebuah pekuburan lalu mengucap: “Assalaamu alaikum daara qaumin mu’miniina innaa insya Allahu bikum laahiqun (Assalaamu ’alikum hai perkampungan kaum mukminin dan kami Insya Allah menyusul kalian), aku ingin sekali dapat melihat saudara-saudara kita.”. Para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah bukankah kami ini (juga) saudaramu?”. Beliau menjawab: “Kalian adalah shahabatku, (maksudnya adalah) saudara-saudara kita yang akan datang di kemudian hari, dan aku adalah orang yang paling dahulu sampai di Telaga.” Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bagaimana engkau dapat mengenali mereka yang hidup dari umatmu setelah engkau?” Beliau menjawab: “Kalau seorang mempunyai kuda yang putih mukanya di tengah-tengah kawanan kuda yang hitam, bukankah ia dapat mengenal kudanya?” Mereka menjawab: “Tentu saja Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau bersabda, “-Demikian pula kaum mukminin akan datang kelak dengan tanda muka yang cemerlang karena bekas wudhu, sedangkan aku orang yang paling dahulu sampai di Telaga itu. perhatikanlah, bahwa akan diusir satu rombongan orang dari telagaku itu seakan-akan mengusir unta yang sesat. Aku memanggil-manggil mereka: “Marilah-marilah. ”Seruanku itu dijawab oleh orang: "Mengapa mereka dipanggil, padahal mereka telah memeluk agama lain sesudah wafatmu?"Aku menjawab:"Jika demikian enyahlah jauh-jauh.” 14 Abu Hatim berkata, “Pengecualian (istitsna’) itu mustahil ada pada sesuatu yang lampau, pengecualian itu hanya boleh untuk hal-hal yang akan datang." Keadaan manusia di dalam pengecualian terbagi menjadi dua bagian, apabila ia mengecualikan di dalam keimanannya: maka satu bagian itu dihukumi boleh (mubah). Dan bagian lainnya kafir/kufur. Adapun satu bagian yang tidak mempebolehkannya adalah apabila seseorang berkata kepada orang lainnya: “Apakah kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, surga, neraka, hari pembangkitan, dan timbangan amal, serta sesuatu yang menyerupainya?" Maka wajib atas orang itu menjawabnya dengan: “Aku orang yang beriman kepada Allah secara benar, dan kepada segala sesuatu itu secara benar." Apabila ia keluar dari ini, maka ia kafir. Adapun bagian kedua: Jika seseorang ditanya, “Apakah kamu termasuk orang mukmin yang selalu mengerjakan shalat, menunaikan zakat, dan termasuk orang yang khusyu dalam beribadah, serta orang yang berpaling dari bermain-main?" maka ia menjawab: “Aku berharap termasuk dari golongan tersebut, insya Allah.” Atau dikatakan kepadanya, “Apakah kamu termasuk penduduk surga?", lalu ia mengatakan bahwa ia bukanlah termasuk penduduk surga. Adapun faedah dalam hadits ini saat beliau bersabda, "Dan kami Insya Allah menyusul kalian; bahwa beliau masuk di kuburan umum para ahahabatnya, yang didalamnya terdapat orang mukmin dan orang munafik. Maka beliau mengucap, "Sesungguhnya kami -Insya Allah- akan menyusul kalian. ” Ini juga menunjukkan bahwa dalam bahasa boleh mengecualikan pada sesuatu yang akan datang sekalipun hal itu masih diragukan keberadaannya, berdasarkan firman Allah Azza wa Jaila: “esungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya Allah dalam Keadaan aman.” 15 (Qa. Al Fath [48): 27) Shahih Ibnu Hibban 1047: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Kamil bin Thalhah menceritakan kepada kami, Hamad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Ashim, dari Zirr, dari Ibnu Mas’ud, bahwasanya para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bagaimana engkau mengenali umatmu yang belum pernah engkau lihat?” Beliau menjawab: “(dari) kecemerlangan wajah mereka yang disebabkan dari bekas-bekas wudhu mereka:” 16 Shahih Ibnu Hibban 1048: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Yahya bin Zakaria bin Abu Za'idah menceritakan kepada kami, dari Abu Malik Al Asyja’i, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Akan datang (kepadaku) manusia yang berwajah putih dan putih ujung kaki dan tangannya karena bekas wudhu. Itulah tanda dari umatku, yang tidak terdapat pada seorangpun dari umat yang lain.”17 Shahih Ibnu Hibban 1049: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Amar bin Al Harits mengabarkan kepada kami, dari Sa’id bin Abu Hilal, dari Nu’aim bin Abdullah, bahwa ia melihat Abu Hurairah berwudhu dengan membasuh wajah dan kedua kakinya hingga hampir sampai kepada kedua pundaknya, kemudian ia membasuh kedua kakinya hingga mengangkat kedua pahanya, lalu berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya umatku di hari kiamat (dipanggil) dengan cahaya di wajah, tangan, dan kaki karena bekas wudhu.” Barangsiapa di antara kamu ada yang mampu untuk memperpanjang cahayanya (karena bekas wudhu), maka hendaklah ia melakukannya.“ 18 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1050: Ibnu Qutaibah di Asqalan mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, aku mendengar Mu'awiyah bin Shalih bercerita dari Abu Utsman, dari Jubair bin Nufair, dari Uqbah bin Amir, ia berkata: Kami sedang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para pelayan yang bergantian menggembala -menggembala unta kami- maka aku juga menggembalakan unta, kemudian pada waktu sore aku beristirahat dan aku jumpai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang berkhutbah, lalu aku mendengar beliau bersabda, "Tidaklah salah seorang dari kalian yang berwudhu lalu ia membaguskan (menyempurnakan) wudhunya, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka'at, dengan menghadapkan hati dan wajahnya (Saat shalat), maka sungguh ia wajib (masuk surga)." Uqbah berkata, “Lalu aku berkata, “Betapa hebatnya ini.” Seseorang kemudian berkata: “Yang sebelumnya itu justru yang lebih hebat.” Aku lalu memandang orang itu, dan ternyata ia adalah Umar bin Al Khaththab. Aku bertanya, “Perkara apakah yang lebih hebat itu wahai Abu Hafash?” Umar berkata, “Beliau bersabda sesaat sebelum kedatanganmu, "Tidaklah dari seseorang yang berwudhu lalu ia menyempurnakan wudhunya, setelah itu ia membaca kalimat ini ketika ia telah menyelesaikan wudhunya: Asyhadu an laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lahu, wa anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu, melainkan pintu-pintu surga yang delapan akan dibukakan untuknya, yang ia boleh masuk dari pintu mana saja ia mau."19 [1:2] Mu’awiyah bin Shalih berkata, “Rabi'ah bin Yazid menceritakannya kepadaku, dari Abu Idris, dari Uqbah bin Amir." Abu Hatim berkata, “Abu Utsman yang ini mungkin adalah Hariz bin Utsman Ar-Rahbi. Sandaran kami hanyalah atas sanad yang terakhir ini, karena Hariz bin Utsman tidak mempunyai persoalan di dalam hadits.” 20 Shahih Ibnu Hibban 1051: Muhammad bin Shalih bin Dzarih di Ukbara mengabarkan kepada kami, Abu Ashim Ahmad bin Jawwas Al Hanafi menceritakan kepada kami, Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, dari Al Hasan bin Dzakwan, dari Sulaiman Al Ahwal, dari Atha', dari Ibnu Umar, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bermalam di selubungnya, ia tidak bangun kecuali malaikat akan berkata, Ya Allah ampunilah hamba-Mu fulan ini, sesungguhnya ia tidur dalam keadaan suci.”21 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1052: Abdullah bin Muhammad bin Muslim mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kamt, Ibnu Wabah menceritakan kepada kami, 'Amar bin Al Harits mengabarkan kepadaku, bahwa Abu Usysyanah bercerita bahwa ia mendengar Uqbah bin Amir berkata, “Mulai hari ini aku tidak akan berbicara atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada sesuatu hal yang beliau belum pernah sabdakan. Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang berbohong atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya ia menempati rumah di neraka jahannam." Dan aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seseorang dari umatku yang bangun dari tidurnya pada malam hari seraya mengobati dirinya dengan bersuci, dan semua dari kalian (saat itu) dalam keadaan terikat, Apabila ia berwudhu dan membasuh kedua tangannya, maka lepaslah ikatan (syetan yang ada di kedua tangannya) Apabila ia berwudhu dan membasuh wajahnya, maka lepaslah ikatan (syetan yang ada di wajahnya). Apabila ia berwudhu dan membasuh kedua kakinya, maka lepaslah ikatan (syetan yang ada di kedua kakinya). Kemudian Allah Jalla wa Alaa berfirman di balik tabir-Nya: “Kalian lihatlah kepada hamba-Ku ini, ia mengobati dirinya agar dapat memohon kepada-Ku. Tidaklah hamba-Ku ini memohon kepada-Ku, melainkan la akan mendapatkan apa yang ia mohonkan. Tidaklah hamba-Ku ini memohon kepada-Ku, melainkan ia akan mendapatkan apa yang ia mohonkan.”22 Shahih Ibnu Hibban 1053: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abu Shafwan Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, dari Simak, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, dari ayahnya, ia berkata, “Adanya dua akad di dalam satu akad jual beli adalah riba. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami untuk menyempurnakan wudhu.” 23 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 1054: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Suraij bin Yunus menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Salim, dari Ismail bin Katsir, dari Ashim bin Laqith bin Shabirah, dari ayahnya, ia berkata: “Aku adalah utusan Bani Al Muntafiq24 untuk menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kami datang ke rumah beliau namun kami tidak menjumpainya, dan kami hanya menjumpai Aisyah. Ia lalu menyuruh kami menyantap hidangan Khazirah (makanan yang dibuat dari tepung, daging, lemak) yang ia buat, dan juga menyuguhkan kami Qina’-Qina’ adalah satu mangkok yang berisi kurma. Kami kemudian makan. Maka datanglah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya, “Apakah kalian tertimpa sesuatu? Atau ada yang memerintahkan kalian untuk sesuatu hal?“ Kami menjawab: “Iya, wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Ketika kami sedang duduk- duduk bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba seorang penggembala mengangkat hewan gembalaannya dengan sorak-sorai dan bersamanya ada seekor anak kambing. Beliau bertanya: “Apa yang kamu lahirkan?” Ia menjawab, “Anak kambing.” Beliau bersabda, “Sembelihlah di tempatnya satu ekor kambing!” Kemudian beliau menghadapku lalu bersabda, “Sungguh janganlah kamu mengira (laa tahsibanna) -dan beliau tidak mengucap laa tahsabanna- bahwasanya kami menyembelih hewan itu karena kamu, sesungguhnya kami memiliki hewan ternak tidak lebih dari seratus ekor. Apabila hewan itu melahirkan satu anak kambing, maka kami akan sembelih di tempatnya satu ekor kambing.” Laqith berkata, “Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya aku memiliki istri yang di lisannya terdapat sesuatu.“ Beliau bersabda, “Kalau begitu, ceraikanlah ia.” Laqith berkata. Aku berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya aku memiliki anak yang lahir darinya, dan anakku itu sangat dekat dengan ibunya.“ Beliau bersabda, “Nasihatilah ia, jika ia mempunyai kebaikan maka terimalah ia, dan jangan kamu pukul istrimu dengan pukulan yang sama terhadap budak perempuanmu.” Laqith berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berilah aku kabar tentang berwudhu.“ Beliau bersabda, “Sempurnakanlah wudhu, sela-selailah jari- jemarimu, dan mantapkanlah dalam berkumur kecuali jika kamu sedang berpuasa.”25 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 1055: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Hilal bin Yisaf, dari Abu Yahya, dari Abdullah bin Amar, ia berkata: Suatu hari, kami pulang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari Mekah menuju Madinah. Di pertengahan jalan, saat kami tiba di suatu tempat yang terdapat air, kami dapati sekelompok manusia dalam keadaan tergesa-gesa mengambil wudhu karena waktu asar hampir habis. Lalu kami menghampiri mereka, dan kami dapati tumit-tumit mereka kering tidak dibasahi air. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah bagi orang yang tidak membasahi tumit-tumit dari sengatan api neraka.” Sempurnakanlah wudhu kalian dengan baik.”26 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 1056: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, ia berkata: Za'idah bin Qudamah menceritakan kepada kami, dari Khalid bin Alqamah, dari Abd Khair, ia berkata: Ali – ridhwaanullahi alaihi - telah melaksanakan shalat subuh kemudian ia masuk ke halaman, kami lalu masuk mengikutinya. Ia meminta air untuk berwudhu, kemudian seorang anak laki-laki datang membawakannya satu bejana air. Ia buat air yang ada di bejana itu untuk membasuh tangan kanannya lalu tangan kirinya, setelah itu ia membasuhnya tiga kali, la basuh kedua telapak tangannya sebelum memasukkannya kedalam bejana, lalu tangan kanannya dimasukkan kedalam bejana untuk menciduk air dan memasukkannya ke dalam mulutnya, ia lalu berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung sebanyak tiga kali. Setelah itu tangannya kembali dimasukkan ke dalam bejana lalu membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, dan kedua lengannya sebanyak tiga kali. Kemudian ia mengusap kepalanya dengan kedua tangannya secara bersamaan, baik depan dan belakang, kemudian ia masukkan tangan kanannya dan menuangkan atas telapak kakinya yang kanan lalu membasuhnya. Kemudian ia masukkan tangannya di dalam bejana lalu mengeluarkannya dan membasuh telapak kaki kirinya. Setelah itu ia berkata, “Barangsiapa yang senang untuk melihat wudhunya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka (seperti) inilah wudhunya beliau.” 27 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1057: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir menceritakan kepada kami, dari Manshur, dari Abdul Malik bin Maisarah, dari An-Nazzal bin Sabrah, ia berkata, “Aku pernah shalat Ashar bersama Ali bin Abu Thalib-ridhwaanullaahi ‘alaihi, kemudian ia pergj ke satu majlis di mana di majlis itu ia duduk di halaman, la lalu duduk dan kami pun duduk di sekelilingnya hingga datang waktu shalat Ashar. Kemudian ia dibawakan satu bejana berisi air. la menciduk air dari bejana itu dengan telapak tangannya lalu berkumur, memasukkan air kedalam hidung, mengusap wajah dan kedua lengan tangannya, mengusap kepalanya dan kedua kakinya. Kemudian ia berdiri dan minum dengan sisa air yang ada di bejana tadi, lalu berkata: “Sesungguhnya aku diberi tahu bahwa ada orang-orang yang tidak senang apabila ada salah seorang dari mereka yang minum sambil berdiri. Dan sesungguhnya aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan apa yang aku lakukan tadi. Dan inilah wudhunya orang yang tidak mempunyai hadats. 28” 29 Shahih Ibnu Hibban 1058: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, bahwa Atha bin Yazid Al-Laitsi mengabarinya, bahwa Humran maula Utsman mengabarinya, bahwa Utsman bin Affan -ridhwaanullahi alaih - meminta air untuk berwudhu; dibasuhnya dua telapak tangannya tiga kali, berkumur-kumur, dan memasukkan air ke hidung, membasuh muka tiga kali, tangan kanan sampai dengan siku tiga kali, demikian pula tangan kiri, mengusap kepala, membasuh kaki kanan hingga dua mata kaki tiga kali, dan kaki kiri demikian pula; kemudian Utsman berkata: “Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu seperti wudhuku ini. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa (man30) yang berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian ia shalat sunah dua rakaat tanpa menyibukkan dirinya (dengan perkara-perkara lain) dalam melakukan dua rakaat tersebut, maka Allah SWT mengampuni dosa- dosanya yang telah lalu.”31 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1059: Hamid bin Muhammad bin Syu’aib mengabarkan kepada kami, ia berkata: Suraij bin Yunus menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ajian, dari Sa’id bin Abu Sa’id, dari Abu Salamah, ia berkata: Abdurrahman pernah berwudhu di sisi Aisyah, lalu ia beikala: “Wahai Abdurrahman, sempurnakanlah wudhu, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Celakalah orang yang tidak membasahi dua urat di atas tumit dari sengatan api neraka. “32 [2:62] Shahih Ibnu Hibban 1060: Muhammad bin Ubaidullah bin Al Fadhl Al Kala’i di Hamash mengabarkan kepada kami, ia berkata: Amar bin Utsman bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’aib bin Abu Hamzah menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, ia berkata: Atha bin Yazid mengabarkan kepadaku, dari Humran bin Aban maula Utsman, bahwasanya ia melihat Utsman bin Affan minta dibawakan sebuah bejana, lalu ia menuangkan air dari bejananya itu ke telapak tangannya dan mencuci keduanya tiga kali. Kemudian ia memasukkan tangan kanannya ke dalam tempat wudhu itu lali berkumur-kumur seraya memasukkan air ke hidung serta mengeluarkannya. Setelah itu ia membasuh mukannya tiga kali dan kedua tangannya hingga siku tiga kali. Selanjutnya ia mengusap kepalanya lalu membasuh setiap salah satu dari kedua kakinya tiga kali. Kemudian ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu sebagaimana wudhuku ini, lalu beliau bersabda, “Barangsiapa yang berwudhu sebagaimana wudhuku ini lalu ia shalat dua rakaat tanpa menyibukkan dirinya (dengan perkara- perkara lain) dalam melakukan dua rakaat tersebut, maka Allah SWT akan mengampuni baginya dosa-dosanya yang telah terdahulu."33 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1061: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail di Busta mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami (haddatsanaa*), dari Mu’awiyah bin Shalih, dari Abu Maryam, ia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah memasukkan tangannya ke dalam bejana hingga ia membasuhnya sebanyak tiga kali. Karena sesungguhnya salah seorang dari kalian tidak tahu di mana tangannya itu berkeliling (ketika ia tidur -ed).”** [2:43] Shahih Ibnu Hibban 1062: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka sungguh janganlah mencelupkan tangannya ke dalam bejana hingga ia membasuhnya sebanyak tiga kali. Karena sesungguhnya ia tidak tahu di mana tangannya itu bermalam” 36 [1:95] Shahih Ibnu Hibban 1063: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka hendaklah ia membasuh kedua tangannya sebelum ia memasukkannya (ke dalam bejana) untuk berwudhu. Karena sesungguhnya salah seorang dari kalian tidak tahu di mana tangannya itu bermalam. ”37 [1:55] Shahih Ibnu Hibban 1064: Al Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami, Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, Abdullah mengabarkan kepada kami, dari Khalid Al Hadzdza, dari Abdullah bin Syaqiq, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah mencelupkan tangannya ke dalam bejana hingga ia membasuhnya sebanyak tiga kali.”38 [1:55] Shahih Ibnu Hibban 1065: Al Husain bin Muhammad bin Mush’ab mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Al Walid Al Busri menceritakan kepada kami, Ghundar menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Khalid Al Hadzdza', dari Abdullah bin Syaqiq, dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah mencelupkan tangannya ke dalam bejana hingga ia membasuhnya sebanyak tiga kali. Karena sesungguhnya ia tidak tahu di mana tangannya itu bermalam dari (anggota badannya yang lain). ”39 [1:55] Shahih Ibnu Hibban 1066: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Imran bin Maisarah Al Adami menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Warits bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’aib bin Al Hubhab mengabarkan kepada kami, dari Anas bin Malik, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku adalah orang yang paling banyak dalam bersiwak daripada kalian.”40 [1:92] Shahih Ibnu Hibban 1067: Al Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami, Rauh bin Abdul Mukmin Al Muqri’ menceritakan kepada kami, Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, dari Abdurrahman bin Abu Atiq, saya mendengar ayah ku (berkata), aku mendengar Aisyah bercerita, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siwak itu dapat mensucikan mulut, (juga) mendapat keridha’an Tuhan.'41 [1:2] Abu Hatim berkata, “Abu ‘Atiq dalam sanad ini namanya adalah Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Bakar bin Abu Quhafah, ia melihat42 Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (maksudnya para shahabat Nabi SAW), empat orang ini ada di dalam satu susunan, yang semuanya melihat Nabi SAW: (yaitu) Abu Quhafah, anaknya Abu Quhafah (yakni) Abu Bakar Ash-Shiddiq, anaknya Abu Bakar Ash-Shiddiq (yakni) Abdurrahman, dan anaknya Abdurrahman (yakni) Abu Atiq. Dan hal ini tidak pernah ada kecuali pada mereka saja” 43 Shahih Ibnu Hibban 1068: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kani, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, cari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, ia berkiia: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Seandain tidak memberatkan umatku niscaya aku perintahkan kepada mereka untuk bersiwak setiap hendak melakukan shalat.”44 [3:34] Shahih Ibnu Hibban 1069: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, Ya’qub bin Humaid menceritakan kepada kami, Ismail bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ajian, dari Al Maqburi, dari Abu Salamah, dari Aisyah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya aku perintahkan kepada mereka bersamaan waktu berwudhu untuk bersiwak (bis-siwaak45j setiap hendak melakukan shalat. ” 46 [3;34] Shahih Ibnu Hibban 1070: Ibnu Zuhair di Tustar mengabarkan kepada kami, Abdul Qudus bin Muhammad bin Abdul Kabir menceritakan kepada kami, Hujjaj bin Minhal menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Ubaidullah bin Umar, dari Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian bersiwak Sesungguhnya siwak itu dapat mensucikan mulut, (juga) mendapat keridhaan Tuhan Azza Jalla.”47 [3:34] Shahih Ibnu Hibban 1071: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dan Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Amar bin Ali menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata: Qurrah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata: Humaid bin Hilal menceritakan kepadaku, ia berkata: Abu Burdah menceritakan kepadaku, dari Abu Musa, ia berkata, “Pernah aku datang menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan bersamaku ada dua lelaki dari suku Al Asy’ari, yang seorang berada di kananku, 48 sedang yang lain berada di kiriku, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika itu sedang bersiwak. Kedua lelaki itu meminta pekerjaan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku (Abu Musa) berkata, “Demi Zat yang mengutusmu dengan benar sebagai Nabi, sedikitpun aku tidak tahu, apa yang tersembunyi pada hati kedua lelaki ini, dan tidak aku kira bahwa keduanya minta pekerjaan.” Waktu itu aku lihat siwak beliau seolah- olah berada dibawah bibirnya yang mengatup. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya kami tidak -atau tidak akan- membantu49 memberikan pekerjaan kepada orang yang meminta pekerjaan, akan tetapi pergilah engkau." Kemudian beliau menyuruh orang itu ke Yaman. Dan orang itu diboncengkan oleh Mu’adz bin Jabal. 50 [4:11] Shahih Ibnu Hibban 1072: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Waki’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dari Manshur dan Hushain, dari Abu Wa’il, dari Hudzaifah, ia berkata: “Biasanya jika bangun dari tidur di malam hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggosok giginya dengan siwak.” 51 [5:1] Shahih Ibnu Hibban 1073: Umar bin Muhammad Al Hamdani dan Muhammad bin Ishaq mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Ahmad bin Abdah Adh-Dhabi menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Ghailan bin Jarir, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, ia berkata: “Pernah aku masuk kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang beliau dalam keadaan bersiwak dan ujung siwaknya berada pada ujung lidah, sampai beliau berkata, “’A’.. ‘A’ .. “ 52 [5:1] Shahih Ibnu Hibban 1074: Hajib bin Arkin di Damaskus mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, Ibnu Mahdi menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Al Miqdam bin Syuraih, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jika hendak masuk ke dalam rumahnya selalu memulai dengan bersiwak. 53 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 1075: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, Sufyan54 mengabarkan kepada kami, dari Manshur dan Hushain, dari Aba Wa’iL, dari Hudzaifah, ia berkata, “Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam jika bangun dari tidur di malam hari, maka beliau menggosok giginya.” 55 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 1076: AI Fadhl bin AI Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata Abu AI Walid menceritakan kepada kami, ia berkata Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan keada kami, dari Zaid bin Aslan, dari Atha bin Yasar, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu dengan satu kali-satu kali, dan beban menyatukan di antara berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam tudung, 56 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1077: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Abbas bin Al Walid menceritakan kepada kami, ia berkata: Wuhaib bin Khalid menceritakan kepada kami, dari Amru bin Yahya, dari ayahnya, ia berkata: “Aku pernah menyaksikan Amru bin Abu Hasan bertanya kepada Abdullah bin Zaid tentang sifat (cara) wudhu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau minta dibawakan sebuah bejana kecil berisi air. Ia menuangkan air ke tangannya dari bejana tersebut dan membasuh kedua tangannya sebanyak tiga kali, kemudian ia memasukkan ke dua tangannya ke dalam bejana lalu berkumur-kumur serta memasukkan air ke dalam hidung, ia melakukan itu sebanyak tiga kali dari tiga cidukan. Kemudian ia memasukkan tangannya ke dalam bejana lalu membasuh mukanya sebanyak tiga kali. Selanjutnya ia membasuh kedua lengannya sebanyak dua kali hingga siku, lalu memasukkan tangannya dan menyapu kepalanya, dia arahkan ke depan dan ke belakang. Kemudian memasukkan kedua tangannya ke dalam bejana lalu membasuh kedua kaki hingga mata kaki.” 57 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1078: Al Husain bin Muhammad bin Mush’ab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Sa'id Al Kindi menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Idris menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ajian, dari Zaid bin Aslam, dari Atha bin Yasar, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Aku pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu, maka beliau menciduk air dengan satu kali cidukan (lalu berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung. Kemudian beliau menciduk air dengan satu kali cidukan lalu membasuh wajahnya. Kemudian beliau menciduk air dengan satu kali cidukan) lalu membasuh tangan kanannya. Kemudian beliau menciduk air dengan satu kali cidukan lalu membasuh tangan kirinya. Kemudian beliau menciduk air dengan satu kali cidukan lalu mengusap kepalanya serta bagian dalam dan luar kedua telinganya, beliau memasukkan jari-jemarinya ke dalam kedua daun telinganya. Kemudian beliau menciduk air dengan satu kali cidukan58 lalu membasuh kaki kanannya. Kemudian beliau menciduk air dengan satu kali cidukan lalu membasuh kaki kirinya.” 59 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1079: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, ia berkata: Za'idah bin Qudamah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Khalid bin Alqamah Al Hamdani menceritakan kepada kami, ia berkata: Abd Khair menceritakan kepada kami, ia berkata: Ali -ridhwaanullaahi alihi- masuk ke suatu halaman ketika ia telah melaksanakan shalat Shubuh lalu ia duduk di halaman itu. setelah itu ia berkata kepada seorang anak laki-laki: “Bawakan untukku air untuk bersuci!” Kemudian anak laki-laki itu datang membawakannya satu bejana berisi air. Abd Khair berkata, “Dan kami saat itu sedang duduk-duduk menunggu Ali.'’ Ia berkata, “Ali lalu mengambil bejana itu dengan tangan kanannya lalu menuangkannya ke tangan kirinya. Setelah itu ia membasuh kedua telapak tangannya, lalu ia mengambil bejana dengan tangan kanannya dan menuangkan ke tangan kirinya- semua itu ia lakukan dengan tidak memasukkan air ke dalam bejana hingga ia membasuh kedua tapak tangannya tiga kali- kemudian ia memasukkan tangan kanannya, Abd Khair berkata, 'Lalu ia berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya (menyemprotkannya) dengan tangan kirinya- perbuatan ini ia lakukan sebanyak tiga kali- selanjutnya ia membasuh muka tiga kali, lalu membasuh tangan kanan hingga siku tiga kali, dan membasuh tangan kiri hingga siku tiga kali. Kemudian ia memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana hingga air di dalamnya luber, lalu ia angkat tangannya dengan membawa air dan membasuh tangan kirinya, mengusap kepalanya dengan kedua tangannya sebanyak satu kali. Kemudian ia menuangkan dengan tangan kanannya tiga kali atas telapak kaki kanannya, lalu ia membasuhnya dengan tangan kirinya. Kemudian ia menuangkan dengan tangan kanannya atas telapak kaki kirinya tiga kali, lalu ia membasuhnya dengan tangan kirinya. Kemudian ia memasukkan tangannya ke dalam bejana lalu menciduk dengan telapak tangannya lalu meminum air darinya. Kemudian ia berkata, 'Inilah cara bersuci Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Barangsiapa yang senang melihat cara bersucinya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka inilah cara beliau bersuci’.” 60 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1080: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ya’qub bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Ulayyah menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Thalhah bin Yazid bin Rukanah menceritakan kepada kami, dari Ubaidullah Al Khaulani, dari Ibnu Abbas, ia berkata : Ali suatu ketika masuk ke rumahku, dan ia buang air kecil lalu minta dibawakan air untuk berwudhu. Maka kami membawakannya gelas besar lalu ia memegangnya hingga ia letakkan gelas besar itu di hadapannya, kemudian ia berkata: “Maukah kamu aku tunjukkan cara berwudhu Rasulullah SAW?” Aku menjawab: ‘Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.” Ibnu Abbas berkata, “Ali lalu membasuh kedua tangannya kemudian berkumur-kumur, memasukkan air ke dalam hidung, dan menyemprotkannya. Selanjutnya ia mengambil air dengan tangan kanannya lalu menyemprotkan dengan air itu ke wajahnya hingga ia menyelesaikan wudhunya.” 61 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1081: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu62 Numair menceritakan kepada kami, ia berkata: Israil menceritakan kepada kami, dari Amir bin Syaqiq, dari Abu Wa’il, ia berkata: Aku pernah melihat Utsman -ridhwaanullaahi alaihi- berwudhu, ia menyela-nyelai jenggotnya sebanyak tiga kali, dan ia berkata: “Seperti inilah aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya.” 63 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1082: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata Syu’bah menceritakan kepada kami, ia berkata: Habib bin Zaid meigabarkan kepadaku, dari Abbad bin Tamim, dari pamannya, ia berkita, “Aku pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu dengan menggosak kedua lengannya." 64 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1083: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami, ia berkata : Abu Kuraib menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abu Za'idah menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Hubaib bin Zaid, dari Abbad bin Tamim, dari pamannya Abdullah bin Zaid, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dibawakan dua pertiga mud air, lalu beliau berwudhu dan menggosok kedua lengannya. 65 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1084: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik66, dari Amru bin Yahya, dari ayahnya, bahwa ia bertanya kepada Abdullah bin Zaid- dan ia adalah kakek Amar bin Yahya67- “Apakah kamu bisa memperlihatkan kepadaku bagaimana cara Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu?” Abdullah bin Zaid menjawab, “Iya.” Lalu ia dibawakan air untuk berwudhu, maka kemudian ia menuangkannya ke tangan kanan sebanyak tiga kali. Selanjutnya ia membasuh wajahnya tiga kali, lalu membasuh kedua tangannya dua kali-dua kali hingga ke siku. Kemudian ia mengusap kepalanya dengan kedua tangan yang ia arahkan ke depan dan ke belakang, di mulai dari kepala bagian depan hingga ke tengkuk, lalu ia mengulanginya hingga kembali ke tempat semula (bagian depan kepala). Kemudian ia membasuh kedua kakinya dan berkata, “Seperti inilah aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu.” 68 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1085: Ibnu Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dari Amar bin Al Harits, dari Hibban bin Wasi’, bahwa ayahnya menceritakannya, bahwa ia mendengar Abdullah bin Zaid bin Ashim Al Mazini bercerita: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu lalu berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam air dan membuangnya. Kemudian beliau membasuh wajahnya tiga kali, tangan kanannya tiga kali, dan tangan kirinya tiga kali. Lalu beliau mengusap kepalanya dengan air baru, bukan sisa air yang ada tangannya. Lalu beliau membasuh kedua kakinya hingga bersih. 69 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1086: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Idris menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ajian, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu, maka beliau menciduk air dengan satu kali cidukan lalu membasuh wajahnya. Kemudian beliau menciduk air dengan satu kali cidukan lalu membasuh tangan kanannya. Kemudian beliau menciduk air dengan satu kali cidukan lalu membasuh tangan kirinya. Kemudian beliau menciduk air dengan satu kali cidukan lalu mengusap kepalanya serta bagian dalam dan luar kedua telinganya, bagian dalamnya dengan kedua ibu jari beliau, sedangkan bagian dalamnya dengan kedua telunjuk beliau. Kemudian beliau menciduk air dengan satu kali cidukan lalu membasuh kaki kanannya. Kemudian beliau menciduk air dengan satu kali cidukan lalu membasuh kaki kirinya.70 Shahih Ibnu Hibban 1087: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Sulaim menceritakan kepada kami, dari Ismail bin Katsir, dari Ashim bin Laqith bin Shabirah, dari ayahnya, ia berkata: Aku berkata: Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berilah aku kabar tentang berwudhu. Beliau bersabda, “Sempurnakanlah wudhu, - sela-selakanlah di antara jari-jemari, dan mantapkanlah di dalam memasukkan air kedalam hidung, kecuali jika kamu dalam keadaan puasa. "71 [1:95] Shahih Ibnu Hibban 1088: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Bundar menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Ziyad, ia berkata: Abu Hurairah pernah mendatangi orang-orang yang saat itu kebetulan mereka sedang berwudhu di satu bejana (Al Mithharati72), lalu ia berkata kepada mereka: “Sempurnakanlah wudhu kalian, mudah-mudahan Allah SWT memberikan keberkahan pada kalian. Sesungguhnya aku pernah mendengar Abu Al Qasim shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Celakalah bagi orang yang tumit-tumitnya tidak basah saat wudhu dari api neraka.”73[1:95] Shahih Ibnu Hibban 1089: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’awiyah bin Shalih menceritakan kepadaku, dari Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, dari ayahnya, bahwa Abu Jubair Al Kindi datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau lalu memerintahkannya berwudhu seraya bersabda, “Berwudhulah wahai Abu Jubair.” Kemudian Abu Jubair memulai wudhunya dengan memasukkan air ke dalam mulutnya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Jangan kamu mulai dengan mulutmu. Karena sesungguhnya orang kafir memulai dengan mulutnya.” Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meminta air untuk berwudhu lalu membasuh kedua tangannya hingga bersih. Setelah itu beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Kemudian beliau membasuh wajahnya tiga kali. Lalu beliau membasuh tangan kanannya hingga siku tiga kali, dan tangan kirinya hingga siku tiga kali. Kemudian mengusap kepalanya dan membasuh kedua kakinya.” 74 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 1090: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Amru Al Bajali menceritakan kepada kami, Zuhair bin Mu’awiyah menceritakan kepada kami, Al A’masy menceritakan kepada kami, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian memakai pakaian dan berwudhu, maka mulailah dengan sebelah kanan.”75 [1/78] Shahih Ibnu Hibban 1091: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dan Umar bin Muhammad mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Muhammad bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, Khalid bin Al Hants menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami, Al Asy’ats bin Salim menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar ayahku bercerita, dari Masruq, dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam senang mendahulukan yang kanan sebisa mungkin: baik di dalam wudhunya, memakai sandal dan berjalannya.” 76 [5:47] Syu’bah berkata: Kemudian aku mendengar Al Asy'ats di Wasith berkata, “Beliau senang mendahulukan yang kanan- lalu Syu’bah menjelaskan semua keadaannya lalu berkata, 'Aku menyaksikan Al Asy’ats di Kufah berkata, 'Beliau senang mendahulukan yang kanan sebisa-bisanya”. Shahih Ibnu Hibban 1092: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Hibban menceritakan kepada kami, Abdullah mengabarkan kepada kami, Al Auza’I mengabarkan kepada kami, Al Muthallib bin Hanthab mengabarkan kepada kami, bahwa Abdullah bin Umar berwudhu dengan tiga kali - tiga kali, ia sandarkan perbuatan itu kepada Nabi SAW77. [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1093: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata : Shalih bin Malik Al Khuwarizmi menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Aziz bin Abdullah bin Abu Salamah menceritakan kepada kami, dari Amar bin Yahya, dari ayahnya, dari Abdullah bin Zaid, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berada disisi kami di rumah lalu beliau meminta air untuk berwudu. Kemudian kami membawakannya wadah dari tembaga berisi air. Beliau lalu berwudhu dan membasuh wajahnya tiga kali, membasuh kedua tangannya dua kali, dan mengusap kepalanya. Beliau mengarahkannya ke depan dan ke belakang, kemudian membasuh kedua kakinya.” 78 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1094: Ahmad bin Umair79 bin Yusuf bin Jausha Abu Al Hasan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibrahim bin Ya’qub menceritakan kepada kami, ia berkata: Zaid bin Al Hubab menceritakan kepada kami, dari Ibnu Tsauban, ia berkata: Abdullah bin Al Fudhla menceritakan kepadaku, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu dengan dua kali-dua kali. 80 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1095: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Amru bin Ali menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dari Sufyan, ia berkata: Zaid bin Aslam menceritakan kepadaku, dari Atha bin Y asar, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Aku adalah orang yang paling tahu mengenai wudhunya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau berwudhu dengan hanya satu kali-satu kali (basuhan).” 81 Shahih Ibnu Hibban 1096: Al Hasan bin Sufyan Asy-Syabani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami, dari Muhammad bin j Ishaq, ia mengabarkan kepada kami dengan berkata : Shadaqah bin Y asar menceritakan kepadaku, dari Uqail bin Jabir, dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk pergi perang Dzatur Riqa’, lalu ada seseorang dari kaum Muslimin yang menangkap istri seorang laki-laki kaum musyrikin. Maka tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah pergi, datanglah suami dari perempuan musyrik sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sudah tidak ada. Maka ketika ia diberi tahu (tentang kematian istrinya), ia bersumpah untuk tidak henti-hentinya membalas dendam hingga ia dapat membunuh para shahabat Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian ia pun keluar untuk mengikuti jejak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. (Di tengah peijalanannya) Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam singgah di suatu tempat lalu bertanya, “Malam hari ini, siapa yang akan menjaga kami?" Maka seorang laki-laki dari kaum Muhajirin (Ammar bin Yasir) dan seorang laki-laki dari kaum Anshar (Abad bin Bisyr) menyanggupinya. Keduanya berkata, “Kami (yang akan menjaga) wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Beliau lalu bersabda, “Hendaklah kalian berdua berjaga di mulut celah kedua bukit itu." Jabir berkata, “Maka tatkala keduanya keluar menuju mulut celah kedua bukit, orang laki-laki dari Anshar bertanya kepada orang laki- laki dari Muhajirin: “Bagian malam yang mana yang kamu suka untuk aku bergantian menjagamu, apakah permulaan malam ataukah akhir malam?” Orang laki-laki dari Muhajirin menjawab, “Jagalah aku pada permulaan malam.” Jabir berkata: “Kemudian orang laki-laki dari Muhajirin berbaring dan tidur. Sedangkan orang laki-laki dari Anshar terjaga sambil mengerjakan shalat. Lalu datanglah suami dari perempuan musyrik tadi. Tatkala ia melihat ada seorang laki-laki dan ia tahu bahwa orang itu adalah perintis (rabi‘ah1) pasukan, maka ia lepaskan anak panah ke arahnya dan tepat mengenai sasaran, namun lelaki dari Anshar itu mencabut anak panah yang mengenainya dan tetap melanjutkan shalatnya. Kemudian suami dari perempuan musyrik itu melepaskan anak panah yang kedua dan tepat mengenai sasaran, namun orang laki dari Anshar itu mencabut anak panah dan tetap melanjutkan shalatnya. Kemudian untuk ketiga kalinya, ia melepaskan anak panahnya dan tepat mengenai sasaran. Lelaki dari Anshar itu mencabut kembali anak panah yang mengenainya kemudian ia ruku’ dan sujud. Setelah itu ia membangunkan kawannya (orang laki-laki dari Muhajirin) dan berkata: “Duduklah, sekarang giliranmu menjaga.” Maka orang laki dari Muhajirin itu pun duduk. Maka tatkala orang musyrik itu tahu bahwa ia terlihat oleh keduanya, maka ia lari (haraba) 2. Pada waktu orang laki-laki dari Muhajirin melihat tubuh laki-laki dari Anshar itu bercucuran darah,3 ia lantas berkata, “Subhaanallaah, mengapa kamu tidak membangunkanku pada saat ia memanahmu yang pertama!”. Ia pun menjawab: “Saat itu aku sedang membaca suatu surat (Surat Al Kahfi) sementara aku tidak suka menghentikannya hingga aku menyelesaikannya. Ketika ia terus menghujamku dengan panah, maka aku ruku kemudian aku memanggilmu. Demi Allah, seandainya aku tidak menyia-nyiakan tapal batas yang telah diperintahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepadaku untuk menjaganya, niscaya ia (orang yang memanahnya) sudah memutuskannya sebelum ia memutuskan bacaanku (atau sebelum aku menyelesaikan bacaan surat)” 4 [4;50J Shahih Ibnu Hibban 1097: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Musa menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdushshamad bin Abdul Warits menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Husain Al Mu’allim menceritakan kepadaku, ia berkata: Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepada kami, bahwa (Ibnu) Amr Al Auza’i menceritakannya, bahwa Ya’isy bin Al Walid menceritakannya, bahwa Ma’dan bin Thalhah menceritakannya, bahwa Abu Ad-Darda menceritakannya, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pemah muntah lalu ia membatalkan puasanya. Kemudian aku bertemu Tsauban di masjid Damaskus dan aku ceritakan hal tersebut kepadanya. Ia lalu berkata: “Benar, aku sendiri yang menyiramkan air untuk wudhu beliau.” 5 [5:9] Shahih Ibnu Hibban 1098: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Amru bin Ali menceritakan kepada kami, Abu Ashim menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku bertanya kepada Atha: “Menurutmu waktu (hiin) 6 apakah yang paling bagus bagiku untuk shalat Isya’ baik ketika beijama’ah atau ketika sendirian?” Lalu ia menjawab: Aku mendengar Ibnu Abbas berkata: Pada suatu malam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan shalat isya sehingga orang-orang tertidur lalu bangun, kemudian tidur lagi lalu bangun. Kemudian Umar bin Khaththab berdiri dan berkata, “Shalat, shalat.” Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar, kali ini seolah-olah aku melihat kepala beliau meneteskan air. Beliau memegang kepalanya dengan kedua tangannya, lalu beliau bersabda, "Seandainya tidak menyulitkan umatku, tentulah aku akan memerintahkan mereka untuk mengerjakannya seperti ini.”7 [3.34] Shahih Ibnu Hibban 1099: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Rafi’ menceritakan kepada kami, Abdurrazaq menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, Nafi’ mengabarkan kepadaku, Ibnu Umar menceritakan kepada kami, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu malam disibukkan oleh sesuatu hingga mengakhirkan shalat Isya sampai-sampai kami ketiduran di dalam masjid. Kemudian kami terbangun, lalu kami ketiduran lagi, lalu bangun lagi. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dan bersabda, “Tidak seorangpun di muka bumi yang menanti shalat (pada saat ini) selain kalian"8. [3:34] Shahih Ibnu Hibban 1100: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Harun bin Ma’ruf menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dari Ashim, dari Zirr, ia berkata: Aku datang menemui Shafwan bin Assal Al Muradi. Ia lalu bertanya kepadaku, “Apa kebutuhanmu?”. Aku menjawab, “Mencari ilmu.” Ia berkata, “Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya untuk orang yang mencari ilmu karena mereka ridha dengan apa yang ia cari.” Aku berkata, “Ceritakanlah kepadaku mengenai mengusap dua Khuff (Sepatu kulit, yang dipakai pada musim dingin) setelah buang air besar dan buang air kecil, sementara kamu adalah salah seorang dari para shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka aku datang untuk bertanya kepadamu, Apakah kamu pernah mendengar sesuatu tentang hal tersebut dan Nabi SAW?”. Ia menjawab, “Iya pernah, beliau memerintahkan kami, bahwa apabila kami berada di perjalanan (fi safarin9) - atau apabila kami bepergian- jangan melepaskan khuff kami selama tiga hari tiga malam, kecuali karena junub, namun tetap boleh mengusap karena buang air besar, buang air kecil, dan tidur.” 10 [3:34] Abu Hatim berkata, ‘Tidur bagi seseorang mempunyai permulaan dan akhiran. Adapun permulaannya, bahwa seseorang apabila diajak bicara maka ia dapat mendengar, dan sekalipun ia bercerita, ia dapat mengetahuinya, namun saat itu ia dalam keadaan seperti melayang. Adapun akhirannya atau puncaknya adalah saat hilangnya akal. Keadaan orang tidur itu adalah jika ada orang lain yang bercerita pada saat itu maka ia tidak mengetahui ceritanya (tidak dapat berinteraksi karena hilangnya akal), jika ada yang berbicara maka ia tidak dapat memahami. Maka mengantuk itu tidak mewajibkannya wudhu, baik mengantuk ringan ataupun mengantuk berat. Sedangkan tidur dapat mewajibkan wudhu, walau dalam keadaan atau posisi apapun juga. Allah SWT membedakan antara mengantuk dan tidur di dalam firman-Nya, “Dia tidak mengantuk dan tidak tidur." (Qs. Al Baqarah [2]: 255) Dan tatkala nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengiringi pada hadits Shafwan di antara tidur, buang air besar, dan buang air kecil di dalam wajibnya berwudhu, padahal tidak ada perbedaan antara buang air kecil dan buang air besar, dimana masing-masing dari keduanya dapat mewajibkan seseorang untuk berwudhu baik buang airnya itu sedikit maupun banyak, Begitupun kepada orang yang buang air kecil sambil berdiri, atau duduk, atau ruku, atau sujud, maka dengan demikian semua orang yang tidur wajib atasnya untuk berwudhu, meski ia tidur dalam posisi apapun juga. Karena ilat (alasan hukumnya) adalah hilangnya akal, bukan pada perubahan keadaan. Sebagaimana ilat di dalam buang air kecil dan besar itu ada pada wujudnya, bukan pada perubahan keadaan-keadaan orang yang buang air kecil atau besar. 11 Shahih Ibnu Hibban 1101: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Abu An-Nadhr maula Umar bin Ubaidullah, dari Sulaiman bin Yasar, dari Al Miqdad bin Al Aswad, bahwasanya Ali bin Abu Thalib menyuruhnya bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang seorang laki-laki yang mendekati istrinya (lalu keluar madzi dari kemaluannya), apakah yang harus ia perbuat (mandi ataukah wudhu saja)? Karena istriku adalah putri beliau, sehingga aku merasa malu bertanya (langsung) kepada beliau. Al Miqdad berkata: Maka aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal tersebut. Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Apabila (salah seorang dari kalian) mendapatkan madzi tersebut, maka hendaklah ia mencuci kemaluannya, dan berwudhulah sebagaimana ia berwudhu untuk shalat.”12 [1:78] Abu Hatim berkata, “Al Miqdad bin Al Aswad wafat di Juruf pada tahun 33 H sedangkan Sulaiman bin Yasar wafat pada tahun 94H. 13 Dan itu berarti, Sulaiman bin Yasar sungguh mendengar dari Al Miqdad pada saat ia berumur di bawah 10 tahun. Shahih Ibnu Hibban 1102: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, Za’idah bin Qudamah menceritakan kepada kami, Ar-Rukain bin Ar- Rabi’ Al Fazari menceritakan kepadaku, dari Hushain bin Qabishah, 14 dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata, “Aku adalah seorang yang sering mengeluarkan madzi, lalu aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau kemudian bersabda: “Apabila kamu melihat (mengeluarkan) madzi maka basuhlah kemaluanmu. Dan apabila kamu melihat (mengeluarkan) mani maka mandilah.”15 [1:78] Abu Hatim berkata, “Ali bin Abu Thalib seakan-akan telah memerintahkan Al Miqdad untuk bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam prihal hukum ini (hukum keluar madzi) lalu Al Miqdad menanyakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau memberitahukannya. Kemudian Al Miqdad mengabarkan kepada Ali tentang jawaban Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam itu. Selanjutnya Ali juga bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang prihal yang sama yang ditanyakannya lewat perantara Al Miqdad. Sehingga kedua pertanyaan itu sepertinya terjadi di dua tempat yang berbeda. Adapun dalil yang menunjukkan bahwa kedua pertanyaan tersebut terjadi di dua tempat yang berbeda adalah, bahwa pada pertanyaan Ali kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau memerintahkan untuk mandi (junub) ketika keluar mani. Perintah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ini tidak ada pada khabar Al Miqdad. Sehingga dengan demikian, kedua hadits ini (Hadits tentang Ali menyuruh Al Miqdad untuk bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan hadits tentang pertanyaan Ali langsung kepada Nabi SAW) bukanlah suatu hal yang kontradiksi. 16 Shahih Ibnu Hibban 1103: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Ismail bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Sa’id bin Ubaid bin As-Sabaq menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Sahal bin Hunaif, ia berkata: Aku selalu keluar madzi, karena itu aku selalu mandi. Maka aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal tersebut. Beliau menjawab, “Sesungguhnya cukup bagimu berwudhu” Aku bertanya, “Bagaimanakah dengan madzi yang mengenai pakaianku?” Beliau menjawab, “Cukuplah kamu ambil air sepenuh telapak tanganmu, lalu kamu percikan pada bagian pakaian yang kamu ketahui terkena madzi. ” 17 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 1104: Umar bin Muhammad bin Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Utsman Al Ijli menceritakan kepada kami, ia berkata: Husain bin Ali menceritakan kepada kami, dari Za'idah, dari Abu Hushain, dari Abu Abdurrahman As-Sulami, dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata: Aku adalah seorang yang sering mengeluarkan madzi, lalu aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau kemudian bersabda, “Apabila kamu melihat (mengeluarkan) madzi maka basuhlah kemaluanmu dan wudhulah. Dan apabila kamu melihat (mengeluarkan) mani maka mandilah.” 18 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 1105: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Umayyah bin Bistham menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, ia berkata: Rauh bin Al Qasim menceritakan kepada kami, dari19 Ibnu Abu Najih, dari Atha, dari Iyas bin Khalifah, dari Rafi’ bin Khadij, bahwa Ali menyuruh Ammar20 untuk bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang madzi. Maka beliau menjawab, “Hendaknya ia membasuh kemaluannya kemudian berwudhu.”21 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 1106: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Abu An-Nadhr maula Umar bin Ubaidullah, dari Sulaiman bin Y asar, dari Al Miqdad bin Al Aswad, bahwa Ali bin Abu Thalib menyuruhnya bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang seseorang yang jika didatangi oleh istrinya maka ia keluar madzi, apakah yang harus ia perbuat (mandi ataukah wudhu saja)? Karena istriku adalah putri beliau, sehingga aku merasa malu bertanya (langsung) kepada beliau. Al Miqdad berkata, Maka aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal tersebut Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, "Apabila (salah seorang dari kalian) mendapatkan madzi tersebut, maka hendaklah ia mencuci kemaluannya, dan berwudhulah sebagaimana ia berwudhu untuk mengerjakan shalat.”22 [3:65] Abu Hatim RA berkata, “Sungguh ada sebagian orang yang mendengar hadits-hadits ini menduga, yakni orang yang tidak pernah menuntut ilmu dari tempat-tempat yang diduganya dan tidak memiliki kedalaman hadits, bahwa di antara hadits-hadits tersebut terjadi kontradiksi. Karena di dalam hadits Abu Abdurrahman As-Sulami tertulis: “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.” Di dalam hadits Iyas bin Khalifah tertulis bahwa Ali menyuruh Ammar untuk bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan di dalam hadits Sulaiman bin Yasar tertulis bahwa Ali menyuruh Al Miqdad untuk bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya di antara ketiga hadits tersebut tidak ada pertentangan. Karena hadits itu mengandung pengertian bahwa (pertama-tama) Ali menyuruh Ammar bertanya kepada Nabi, lalu ia pun menyampaikan pertanyaannya. Kemudian Ali menyuruh Al Miqdad bertanya kepada beliau, lalu ia menyampaikan pertanyaannya. Dan terakhir Ali sendiri yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalil yang melandasi argumen kami ini adalah, bahwa matan tiap-tiap hadits itu berbeda dengan matan hadits lainnya. Karena pada hadits Abdurrahman menggunakan lafazh, “Aku adalah seorang yang sering mengeluarkan madzi, lalu aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau kemudian bersabda, “Apabila kamu melihat (mengeluarkan) mani maka mandilah. ” Pada hadits Iyas bin Khalifah menggunakan lafazh, “Bahwa Ali menyuruh Ammar untuk bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang madzi. Maka beliau menjawab, “Hendaknya ia membasuh kemaluannya kemudian berwudhu. ”. Dan tidak ada pada hadits itu yang menyebut kata “mani” sebagaimana yang terdapat pada hadits Abu Abdurrahman. Sedangkan hadits Al Miqdad bin Al Aswad berisi pertanyaan baru yang tidak ada pada dua pertanyaan sebelumnya, karena haditsnya berbunyi, “Bahwa Ali bin Abu Thalib menyuruh Al Miqdad bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang seseorang yang jika didatangi oleh istrinya maka ia keluar madzi, apakah yang harus ia perbuat (mandi ataukah wudhu saja)?. Karena istriku adalah putri beliau.” Demikianlah yang kami sifatkan, bahwa pertanyan-pertanyaan tersebut saling menjelaskan di tempat-tempat yang berbeda, dan sama sekali tidak menunjukkan adanya kontradiksi di antara ketiga hadits tersebut. Shahih Ibnu Hibban 1107: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Mu’adz menceritakan kepada kami, ia berkata: Abidah bin Humaid Al Hadzdza menceritakan kepada kami, ia berkata: Ar-Rukain bin Ar-Rabi’ bin Amilah menceritakan kepada kami, dari Hushain bin Qabishah, dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata: Aku adalah seorang yang sering mengeluarkan madzi, maka aku selalu mandi, sehingga punggungku terasa mau pecah. Karena itu, hal tersebut aku sampaikan -atau disampaikan-, kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jangan kamu lakukan, apabila kamu melihat (mengeluarkan) madzi maka basuhlah kemaluanmu kemudian berwudhulah seperti wudhu untuk mengerjakan shalat. Dan apabila kamu mengeluarkan mani maka mandilah."23 [4:49] Shahih Ibnu Hibban 1108: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail mengabarkan kepada kami, ia berkata: Qutaibah bin S a’id menceritakan kepada kami, ia berkata: Al- Laits menceritakan kepada kami, dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari Aisyah, bahwa ia mengabarkannya, bahwa Aisyah pemah mandi bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam satu bejana.” 24 [5:10] Shahih Ibnu Hibban 1109: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, dari Amru bin Sulaim Az-Zuraqi, dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat dengan menggendong Umamah binti Zainab putri beliau. Maka saat berdiri beliau menggendongnya. Dan saat sujud beliau meletakkannya. 25 [5:10] Shahih Ibnu Hibban 1110: Al Fadhl mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, ia berkata: Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dari Sa’id bin Abu Sa’id Al Maqburi, dari Amru bin Sulaim Az-Zuraqi, 26 bahwa ia mendengar Abu Qatadah berkata: Ketika kami sedang duduk2 di pintu masjid, tiba-tiba Rasulullah S A W keluar kepada kami seraya menggendong Umamah binti Abu Al Ash bin Ar-Rabi’, ibunya adalah Zainab binti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika itu Umamah masih anak-anak. Beliau menggendongnya di atas pundaknya, lalu beliau mengerjakan shalat, sementara Umamah tetap di atas pundak. Apabila beliau ruku, diletakkannya. Apabila berdiri, beliau menggendongnya kembali. Beliau lakukan demikian itu sampai shalat beliau selesai. 28 Shahih Ibnu Hibban 1111: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Ath-Thahir menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, ia berkata: Aflah bin Hamid Al Anshari menceritakan kepadaku, bahwa ia mendengar Al Qasim bin Muhammad berkata: Aku mendengar Aisyah berkata: “Sesungguhnya aku mandi bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari satu bejana, dan tangan kami bergantian di dalamnya dan bersentuhan.” 29 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1112: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin Amru bin Hazam, bahwa ia mendengar Urwah bin Az-Zubair berkata: Aku pernah masuk menemui Marwan bin Al Hakam lalu kami menceritakan sesuatu perihal wudhu. Maka Marwan berkata: Busrah binti Shafwan mengabarkan kepada saya, bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Apabila salah seorang dari kalian menyentuh kemaluannya, maka hendaknya ia berwudhu."30. [1:23] Abu Hatim RA berkata, “Kami berlindung kepada Allah SWT dari mengambil dalil dengan hadits yang diriwayatkan oleh Marwan bin Al Hakam dan menempatkannya pada sesuatu di kitab-kitab kami. Karena kami tidak akan melepas suatu dalil dengan yang bukan shahih dari seluruh hadits-hadits, sekalipun hadits tersebut sejalan dengan madzhab kami. Dan kami tidak akan berpegang kepada suatu madzhab kecuali jika madzhab tersebut melepaskan diri dari hadits-hadits tersebut, sekalipun hal itu bertentangan dengan pendapat para imam kami. Adapun hadits Busrah yang telah kami sampaikan di atas, sesungguhnya. Urwah bin Az-Zubair mendengar hadits tersebut dari Marwan bin Al Hakam, dari Busrah. Lalu hal itu tidak membuatnya puas hingga Marwan mengutus Asy-Syurthi menemui Busrah dan bertanya kepadanya. Kemudian Marwan mendatangi mereka dan mengabari mereka dengan perkataan yang sama seperti yang dikatakan Busrah. Maka Urwah mendengarkan Marwan untuk kedua kalinya dari Asy-Syurthi, dari Busrah. Kemudian hal itu juga tidak membuat Urwah merasa puas hingga ia pergi menemui Busrah dan mendengar langsung darinya. Maka hadits dari Urwah, dari Busrah, sanadnya muttashil, bukan munqathi31 Sedangkan Marwan dan Asy-Syurthiy seakan-akan keduanya terputus dari sanad. Shahih Ibnu Hibban 1113: Ahmad bin Khalid bin Abdul Malik bin Ubaidullah bin Musarrah Al Harani Abu Badar di Samarghamartha di perkampungan Bani Mudhar mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’aib bin Ishaq menceritakan kepada kami, ia berkata: Hisyam bin Urwah menceritakan kepadaku, dari ayahnya, bahwa Marwan bin Al Hakam menceritakan kepadanya, dari Busrah binti Shafwan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian menyentuh kemaluannya, maka hendaknya ia berwudhu.” Marwan berkata: Kemudian Urwah memungkiri hal itu dan ia bertanya langsung kepada Busrah, kemudian Busrah membenarkannya. 32 [1:23] Shahih Ibnu Hibban 1114: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Rafi’ menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Abu Fudaik menceritakan kepada kami, ia berkata: Rabi’ah bin Utsman mengabarkan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Marwan, dari Busrah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah ia berwudhu.” Urwah berkata: Kemudian saya bertanya kepada Busrah, dan ia membenarkannya. 33 [1:23] Shahih Ibnu Hibban 1115: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muslim bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Ali bin Al Mubarak menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Busrah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah ia mengulang kembali wudhu”34 [1:23] Abu Hatim berkata, “Seandainya yang dimaksud di dalam hadits ini adalah membasuh kedua tangan sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidaklah bersabda: “Maka hendaklah ia mengulang kembali wudhunya. ” Karena mengulang disini bermakna mengulang berwudhu untuk mengerjakan shalat. Shahih Ibnu Hibban 1116: Abu Nu’aim Abdurrahman bin Quraisy mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Yazid Al Muqri' menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Al Walid Al Adani menceritakan kepada kami, dari Sufyan, ia berkata: Hisyam bin Urwah menceritakan kepada kami, dari ayahnya, dari Marwan, dari Busrah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah ia berwudhu seperti wudhu untuk mengerjakan shalat. ”35 [1:23] Shahih Ibnu Hibban 1117: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Ahmad bin Dzakwan Ad- Dimasyqi menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Namir Al Yahshubi menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Busrah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian menyentuh kemaluannya, maka hendaklah ia berwudhu. Sedangkan bagi perempuan (hukumnya) sama juga." 36[1:23] Shahih Ibnu Hibban 1118: Ali bin Al Husain bin Sulaiman Al Mu'addal di Fusthath dan Imran bin Fadhalah Asy-Sya’iri di Moshil (Irak utara, Gd) mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Ahmad bin Sa’id Al Hamdani menceritakan kepada kami, ia berkata: Ashbagh bin Al Faraj menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Al Qasim menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Abdul Malik dan Nah’ bin Abu Nu’aim Al Qari’ dari Al Maqburi, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “ Apab salah seorang dari kalian menyentuh kemaluannya dengan tangannya dan tidak ada tabir di antara keduanya dan juga tidak ada penghalang, maka hendaklah ia berwudhu.” 37 [1:23] Abu Hatim RA berkata, “Pengambilan hujjah kami pada hadits ini didasarkan pada Nafi’ bin Abu Nu’aim bukan Yazid bin Abdul Malik An-Naufali, karena Yazid bin Abdul Malik telah kami bebaskan dari kedhaifannya. di dalam kitab Adh-Dhu ’afa 38 Shahih Ibnu Hibban 1119: Al Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Nashr bin Ali bin Nashr menceritakan kepada kami, ia berkata: Mulazim bin Amru mengabarkan kepada kami, dari Abdullah bin Badar, dari Qais bin Thalq, dari ayahnya, ia berkata: Kami pernah keluar sebagai utusan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu seseorang datang dan bertanya: “Wahai Nabi Allah shallallahu 'alaihi wa sallam, apa menurut pendapat engkau tentang seseorang yang menyentuh kemaluannya setelah ia berwudhu?” Beliau balik bertanya, “Bukankah kemaluannya itu hanya sekerat daging dari orang tersebut? ”39 [1:23] Shahih Ibnu Hibban 1120: Ibnu Qutaibah di Asqalan mengabarkan kepada kami, Ibnu Abu As-Sari menceritakan kepada kami, Mulazim bin Amru mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Badar menceritakan kepadaku, ia berkata: Qais bin Thalq menceritakan kepadaku, ia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata: Kami sedang bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seorang Arab badui lalu berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya salah seorang dari kami sedang shalat lalu ia menggaruk dan tangannya mengenai kemaluannya.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda, “Bukankah kemaluan itu hanya sekerat daging dari tubuhmu? "40 [123] Shahih Ibnu Hibban 1121: Muhammad bin Ibrahim bin Al Mundzir An-Naisaburi di Mekkah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abdul Wahab Al Farra' menceritakan kepada kami, Husain bin Al Walid menceritakan kepada kami, dari Ikrimah bin Ammar, dari Qais bin Thalq, dari ayahnya, bahwa ia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang seseorang yang menyentuh kemaluannya sedangkan ia dalam keadaan sedang shalat. Beliau menjawab, “Tidak apa-apa (shalatnya tidak batal), sesungguhnya kemaluan itu merupakan sebagian dari jasadmu."41 [1:23] Shahih Ibnu Hibban 1122: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, ia berkata: Mulazim bin Amru menceritakan kepada kami, ia berkata: kakekku Abdullah bin Badar menceritakan kepada kami, dari Qais bin Thalq, dari ayahnya, ia berkata: Aku membangun Masjid Madinah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu saat itu beliau bersabda, “Serahkanlah urusan pengolahan tanah ini kepada orang Yamami, karena sesungguhnya ia adalah orang yang paling baik di antara kalian dalam mengolahnya.”42 [1:23] Abu Hatim RA berkata, “Hadits Thalq bin Ali yang telah kami sebutkan itu adalah hadits yang telah dihapus (mansukh), karena kedatangan Thalq bin Ali kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terjadi pada permulaan tahun hijriyah, ketika kaum muslimin membangun masjid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (Masjid Nabawi) di Madinah. Dan Abu Hurairah sungguh meriwayatkan mengenai wajibnya wudhu karena menyentuh kemaluan, seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya. Sedangkan Abu Hurairah masuk Islam pada tahun 7 Hijriyah. Maka dengan demikian menunjukkan bahwa hadits Abu Hurairah terjadi sekitar 7 tahun setelah hadits Thalq bin Ali. 43 Shahih Ibnu Hibban 1123: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami ia berkata: Musaddad menceritakan kepada kami, ia berkata: Mulazim bin Amru menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Badar Al Hanafi menceritakan kepada kami, dari Qais bin Thalq, dari ayahnya, ia berkata: Kami pernah datang bersama enam orang utusan menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lima orang berasal dari Bani Hanifah dan satu orang dari Bani Dhubai’ah bin Rabi’ah, hingga kami sampai di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah kami berbai’at kepada beliau, maka kami ikut shalat bersama beliau. Kemudian kami beri tahukan kepada beliau bahwa di desa kami ada sebuah biara. Kami mohon kepada beliau agar diberikan kepada kami sisa air wudhu beliau, kemudian meminta diambilkan satu bejana air. Setelah berwudhu dan berkumur-kumur, maka sisanya dimasukkan ke dalam idaawah (bejana kecil yang terbuat dari kulit) lalu beliau bersabda, “Pulanglah kalian dengan membawa air ini. Apabila telah sampai di negeri kalian, hancurkanlah biara kalian, kemudian siramlah tempatnya dengan air ini, lalu bangunlah di atasnya sebuah masjid.” Lalu kami berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Sesungguhnya negeri kami itu jauh dan udaranya sangat panas, karena itu kami takut bila air ini akan mengering”. Beliau bersabda, “Tambahkanlah air lain, sesungguhnya air itu akan menjadi jernih.” Kemudian kami pun segera pulang. (Namun) kami saling berebutan membawa idaawah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatur giliran untuk tiap-tiap orang dari kami sehari semalam. Lalu kami pulang dengan membawa idaawah hingga kami tiba di negeri kami. Setibanya, kami pun melakukan apa yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kami. Sementara ada seorang pendeta di desa kami yang berasal dari suku Thayyi'. Setelah itu kami mengumandangkan adzan. Sang pendeta berkata, “Sesungguhnya seruan ini adalah seruan kepada kebenaran.” Setelah itu ia pergi dan tidak pernah terlihat lagi.” 44 [1:23] Abu Hatim RA berkata, “Pada hadits ini terdapat keterangan yang sangat jelas bahwa Thalq bin Ali kembali ke negerinya setelah kedatangannya yang telah kami jelaskan waktunya. Kemudian setelah itu tidak ada yang mengetahui kembalinya Thalq ke Madinah. Maka barangsiapa yang berargumen tentang kembalinya ia ke Madinah, maka ia wajib untuk menunjukkan bukti tahun kedatangannya yang jelas, karena tidak ada jalan lain lagi selain itu untuk membuktikan pernyataannya.” Shahih Ibnu Hibban 1124: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Mu’adz Al Aqadi menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami, dari Utsman bin Abdullah bin Mauhab, dari Ja'far bin Abu Tsaur, dari Jabir bin Samurah, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah kami harus berwudhu setelah makan daging kambing?” Beliau menjawab: “Jika kamu mau, maka berwudhulah. Dan jika tidak, maka tidak usah berwudhu.” Orang itu bertanya kembali, “Apakah kami harus berwudhu setelah makan daging unta?”. Beliau menjawab, “Iya”. Orang itu bertanya, “Apakah kami boleh shalat di kandang unta?”. Beliau menjawab, “Tidak boleh."45 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 1125: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ubaidullah bin Musa menceritakan kepada kami, dari Israil, dari Asy’ats bin Abu Asy-Sya’tsa', dari Ja’far bin Abu Tsaur, dari Jabir bin Samurah, ia berkata, "‘Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami berwudhu karena makan daging unta. Dan beliau tidak memerintahkan kami berwudhu karena makan daging kambing.” 46 [1:100] Shahih Ibnu Hibban 1126: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim mengabarkan kepada kami, ia berkata: An-Nadhr bin Syumail mengabarkan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Simak, ia berkata: Aku mendengar Abu Tsaur bin47 Ikrimah bin Jabir bin Samurah, dari Jabir bin Samurah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau ditanya tentang shalat di kandang kambing, maka beliau meringankan (membolehkan) shalat di dalam kandang kambing. Beliau di tanya tentang shalat di kandang unta, beliau melarangnya. Beliau ditanya tentang wudhu karena makan daging kambing, maka beliau bersabda, “Jika kamu mau, maka berwudhulah. Dan jika kamu tidak mau, maka tidak usah berwudhu.,/i>”48 [1:100] Abu Hatim RA berkata, Abu Tsaur bin Ikrimah bin Jabir bin Samurah; namanya adalah Ja’far. Julukan ayahnya adalah Abu Tsaur. Ja’far bin Abu Tsaur adalah Abu Tsaur bin Ikrimah bin Jabir bin Samurah. la diriwayatkan oleh Utsman bin Abdullah bin Mauhab, Asy’ats bin Abu Asy-Sya’tsa', dan Simak bin Harb. Maka orang yang tidak memiliki kedalaman ilmu hadits akan menyangka bahwa keduanya adalah orang yang tidak dikenal. Maka dari itu perdalamlah ilmu kalian, mudah-mudahan Allah SWT mengasihi kalian, agar kalian tidak mengalami kekeliruan. Shahih Ibnu Hibban 1127: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Ubaidullah bin Musa mengabarkan kepada kami, dari Israil, dari Asy’ats bin Abu Asy-Sya’tsa’, dari Ja’far bin Abu Tsaur, dari Jabir biri Samurah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk berwudhu setelah makan daging unta. Dan beliau tidak memerintahkan kami berwudhu setelah makan daging kambing. Beliau memerintahkan (membolehkan) kami shalat di kandang kambing. Namun beliau tidak membolehkan kami shalat di kandang unta. 49 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1128: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrazaq mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ats- Tsauri mengabarkan kepada kami, dari Al A’masy, dari Abdullah bin Abdullah Ar-Razi, dari Abdurrahman bin Abu Laili, dari Al Barra', bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya: Apakah kami boleh shalat di kandang unta? Beliau menjawab: “Tidak boleh’ Beliau di tanya: Apakah kami boleh shalat di kandang kambing? Beliau menjawab, “Iya, boleh.’’ Beliau ditanya, “Apakah kami harus berwudhu setelah makan daging unta?" Beliau menjawab, “Iya.” Beliau ditanya: Apakah kami harus berwudhu setelah makan daging kambing? Beliau menjawab, “Tidak.', 50 [1:110] Abu Hatim RA berkata, “Di dalam pertanyaan tentang wudhu setelah makan daging unta, tentang shalat di kandang unta, dan pemisahan beliau, di antara dua jawaban: terdapat penjelasan bahwa beliau menghendaki melakukan wudhu seperti wudhu yang diwajibkan saat akan mengerjakan shalat, bukan hanya sekadar membasuh kedua tangan. Seandainya yang dimaksud adalah membasuh kedua tangan niscaya akan sama hukumnya antara makan daging unta dan kambing. 51 Dan dulu pernah diperbolehkan untuk tidak berwudhu setelah memakan makanan yang dimasak dengan api, dan umat Islam pun mengerjakannya dalam beberapa waktu, tetapi setelah itu hukum ini dinaskh, dan kini hanya daging unta yang dikecualikan untuk berwudhu setelah memakannya dari beberapa yang dibolehkan setelah pelarangan yang telah kami sebutkan sebelumnya.” 52 Shahih Ibnu Hibban 1129: Muhammad bin Ahmad bin Nadhr Al Khalqani di Marwa mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Manshur menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdu Ash-Shamad bin Abdul Warits menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata: Daud bin Abu Hind menceritakan kepada kami, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melewati sebuah periuk berisi daging. Beliau kemudian menggigit dagingnya lalu memakannya. Setelah itu beliau shalat dengan tidak berwudhu lagi. 53 [4:1] Abu Hatim berkata, “Perkataan Ibnu Abbas, ‘fa akalahu' maksudnya adalah daging yang menempel di tulang, bukan tulang itu sendiri’ Shahih Ibnu Hibban 1130: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrazaq mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Al Munkadir menceritakan kepadaku, ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah dihidangkan roti dan daging lalu beliau memakannya dan setelah itu meminta air untuk berwudhu, kemudian mengeijakan shalat Zhuhur. Setelah itu beliau meminta sisa makanannya tadi, lalu beliau memakannya. Kemudian beliau mengerjakan shalat ashar tanpa berwudhu. Selanjutnya aku (Jabir) masuk bersama Abu Bakar lalu ia bertanya, “Apakah masih ada sesuatu (makanan)?” Maka mereka tidak mendapatinya. Abu Bakar berkata, “Mana kambing kalian yang sudah besar?”. Lalu ia memerintahkanku dengan kambing tersebut Kemudian aku tahan kambing itu lalu aku perahkan susu untuknya. Setelah itu ia membuatkan kami makanan, lalu kami pun memakannya. Kemudian ia shalat tanpa berwudhu. Lalu aku masuk bersama Umar, kemudian aku meletakkan mangkuk besar yang berisi roti dan daging. Maka kami makan lalu kami shalat tanpa berwudhu lagi. 54 [4:1] Ibnu Juraij berkata, “Ma’mar menceritakan kepada kami, dari Ibnu55 Al Munkadiri, dari Jabir, dengan hadits yang sama.” Shahih Ibnu Hibban 1131: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ismail bin Ulayyah menceritakan kepada kami, dari Ayub, dari Wahb bin Kaisan, dari Muhammad bin Amru bin Atha, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah makan paha kambing- atau Ibnu Abbas berkata: Beliau menggigit dari tulang rusuk- kemudian beliau shalat dan tidak berwudhu.”56 [5 :20] Shahih Ibnu Hibban 1132: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah menceritakan kepada kami, dari Ma’mar, ia berkata: Muhammad bin Al Munkadir menceritakan kepada kami, dari Jabir, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memakan daging, dan bersama beliau terdapat Abu Bakar dan Umar. Kemudian mereka bangkit menuju shaf shalat tanpa berwudhu. Jabir berkata, “Kemudian aku pernah menyaksikan Abu Bakar memakan suatu makanan, lalu ia berdiri untuk mengerjakan shalat dan ia tidak berwudhu. Kemudian aku (juga) pernah menyaksikan Umar memakan suatu makanan dari mangkok besar, lalu ia berdiri mengerjakan shalat dan ia tidak berwudhu.”57 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1133: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun Ar-Rayyani”58 mengabarkan kepada kami, Abu Bisyr Bakar bin Khalaf menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, ia berkata: Hisyam bin Urwah menceritakan kepada kami, dari Wahb bin Kaisan, dari Muhammad bin Amru bin”59 Atha, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah makan paha kambing, kemudian beliau shalat dan tidak berwudhu.”60 [1:100] Shahih Ibnu Hibban 1134: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Musa bin Sahi61 Ar-Ramli menceritakan kepada kami, ia berkata: Ali bin Ayyasy62 menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’aib bin Abu Hamzah menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Al Munkadir, dari Jabir bin Abdullah, ia berkata : “Akhir kedua perkara ini adalah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak berwudhu lantaran makan sesuatu yang disentuh api.“ 63 [1:100] Abu Hatim RA berkata, “Hadits ini adalah ringkasan dari hadits yang matannya. panjang64. Syu’aib bin Abu Hamzah meringkasnya karena menduga pada dihapusnya kewajiban berwudhu karena memakan sesuatu yang disentuh api secara mutlak. Sesungguhnya hadits ini hanya menghapus hukum wajibnya berwudhu lantaran memakan sesuatu yang disentuh api, kecuali daging unta saja. Shahih Ibnu Hibban 1135: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Alqamah Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Abu Farwah Al Madini mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Al Munkadir menceritakan kepadaku, dari Jabir, ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakan makanan yang disentuh api, kemudian beliau shalat sebelum berwudhu. Lalu setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, aku juga pernah melihat (Abu Bakar) makan makanan yang disentuh api kemudian ia shalat sebelum berwudhu. Lalu setelah Abu Bakar, aku juga pernah melihat Umar makan makanan yang disentuh api kemudian ia shalat sebelum berwudhu. 65 [1:100] Shahih Ibnu Hibban 1136: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah menceritakan kepada kami, dari Ma'mar, ia berkata: Muhammad bin Al Munkadir menceritakan kepada kami, dari Jabir, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memakan daging, dan bersama beliau terdapat Abu Bakar dan Umar. Kemudian mereka bangkit menuju barisan shalat dengan tanpa berwudhu. Jabir berkata: “Kemudian aku pernah menyaksikan Abu Bakar memakan suatu makanan, lalu ia berdiri untuk mengerjakan shalat dan ia tidak berwudhu. Kemudian aku (juga) pernah menyaksikan Umar memakan suatu makanan dari mangkuk besar, lalu ia berdiri mengerjakan shalat dan ia tidak berwudhu’66 [5:20] Shahih Ibnu Hibban 1137: Umar67 bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Hasan bin Qaz’ah menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdurrahman Ath-Thufawi menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayyub menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Al Munkadiri, dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Seorang perempuan dari kaum Anshar menghidangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam daging kambing. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat lalu makan. Kemudian datang waktu shalat (Zhuhur). Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berwudhu kemudian kembali (dari shalat) ke sisa makanannya dan mereka pun (kembali) makan. Lalu waktu shalat Ashar tiba. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (kemudian shalat) tanpa berwudhu. 68 [1:100] Shahih Ibnu Hibban 1138: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Wahb bin Jarir mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Al Munkadir menceritakan kepadaku, dari Jabir, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang menemui seorang perempuan dari kaum Anshar. Jabir berkata: Perempuan itu lalu menggelar tempat duduk untuk beliau di bawah kerindangan pohon-pohon kurma dan menyiramkan air disekelilingnya serta menyembelih seekor kambing. Kemudian beliau makan dan kami ikut makan bersama beliau. Lalu beliau bersabda di bawah kerindangan pohon-pohon kurma. Maka tatkala beliau bangun dari tempatnya, beliau berwudhu lalu melaksanakan shalat zuhur. Perempuan itu kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, masih ada sisa makanan di sini, apakah engkau masih mau meneruskan makan?” Beliau menjawab, "Iya.” Lalu beliau makan dan kami ikut makan bersama beliau. Kemudian beliau shalat sebelum berwudhu.” 69 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1139: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Mu’adz Al Aqadi menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid bin Zurai’ menceritakan kepada kami, ia berkata: Rauh bin Al Qasim menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Al Munkadir, dari Jabir bin Abdullah, ia bericata: Seorang perempuan dari kaum Anshar pernah menghidangkan makanan untuk kami. Ia menyembelih seekor kambing dan membuat makanan. Ia menyiramkan air disekeliling kerindangan pohon kurma tempat kami duduk. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meminta air untuk berwudhu. Maka beliau berwudhu kemudian mengerjakan shalat. Setelah itu kami menghampiri sisa makanan lalu beliau memakannya. Setelah selesai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat dan beliau tidak berwudhu. Kami masuk bersama Abu Bakar lalu ia meminta makanan namun ia tidak mendapatinya. Ia lalu berkata: “Dimana kambing kalian yang habis melahirkan itu?” Perempuan itu berkata: “Ini (kambingnya).” Lalu ia meminta kambing itu kemudian ia memeras susunya dengan tangannya dan mereka membuatkan susu. Setelah itu ia makan lalu shalat dengan tanpa berwudhu. Pada sore harinya aku masuk bersama Umar. Ia dibawakan dua nampan, satu nampan diletakkan di hadapanya dan satu nampan di letakkan di hadapan orang-orang. Kemudian ia shalat dan ia tidak berwudhu.” 70 [4:1] Abu Hatim berkata, “Kata Ash-Shaur adalah sekumpulan pohon kunna.” Shahih Ibnu Hibban 1140: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, ia berkata! Abu Marwan Al Utsmani menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Musa bin Aqabah, dari Muhammad bin Amru bin Atha, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah makan paha kambing, kemudian beliau shalat dan tidak berwudhu.” 71 [5:20] Shahih Ibnu Hibban 1141: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ia berkata: Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari Ja’far bin Amru bin Umayyah Adh-Dhamri, dari ayahnya, ia berkata: Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memotong paha kambing lalu beliau memakannya. Kemudian seorang muadzin menyeru shalat, maka beliau meletakkan pisau dan shalat tanpa (mengulangi) wudhu. 72 [5:20] Ibnu Syihab berkata, “Ali bin Abdullah bin Abbas menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti hadits di atas.” Shahih Ibnu Hibban 1142: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aim mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Marwan Al Utsmani menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Zaid bin Aslam, dari Atha bin Yasar, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memakan paha kambing kemudian beliau berdiri untuk mengerjakan shalat. Maka beliau shalat tanpa (mengulang) wudhu dan tanpa berkumur-kumur. 210 [5:20] Shahih Ibnu Hibban 1143: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Zaid bin Aslam, dari Atha bin Y asar, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memakan paha kambing, kemudian beliau shalat dan tidak (mengulangi) wudhunya. 74 [1:100] Shahih Ibnu Hibban 1144: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Abu Bakar, dari Malik, dari Zaid bin Aslam, dari Atha bin Yasar, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memakan paha kambing, kemudian beliau shalat dan tidak (mengulangi) berwudhu. 75 [4:19] Shahih Ibnu Hibban 1145: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Syaiban bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Jarir bin Hazim menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Muhammad bin Al Munkadir, dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang menemui seorang perempuan dari kaum Anshar. Jabir berkata: Perempuan itu lalu menggelar tempat duduk untuk beliau di bawah kerindangan pohon-pohon kurma dan menyiramkan air di sekelilingnya serta menyembelih seekor kambing. Kemudian beliau makan dan kami ikut makan bersama beliau. Lalu beliau bersabda di bawah kerindangan pohon-pohon kurma. Maka tatkala beliau bangun dari tempatnya, beliau berwudhu lalu melaksanakan shalat Zhuhur. Perempuan itu kemudian bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, masih ada sisa makanan di sini, apakah engkau masih mau makan?” Beliau menjawab, “Iya. ” Lalu beliau makan dan kami ikut makan bersama beliau. Kemudian beliau shalat Ashar dan tidak (mengulangi) wudhu.” 76 [5:20] Shahih Ibnu Hibban 1146: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Ulayyah menceritakan kepada kami, dari Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari Umar bin Abdul Aziz, dari Ibrahim bin Abdullah bin Qarizh, bahwa Abu Hurairah pernah makan keju sapi lalu ia berwudhu. Kemudian ia berkata: apakah kalian tahu mengapa aku berwudhu? Sesungguhnya aku telah makan keju sapi. Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Berwudhulah setelah memakan makanan yang disentuh api." [5:12] Umar bin Abdul Aziz berwudhu setelah makan gula. 77 Shahih Ibnu Hibban 1147: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahb meceritakan kepada kami, ia berkata: Yunus dan Amru bin Al Harits mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, bahwa Umar bin Abdul Aziz menceritakannya, bahwa Abdullah bin Ibrahim bin Qarizh menceritakannya, bahwa ia menjumpai Abu Hurairah diluar masjid sedang berwudhu, kemudian ia bertanya kepadanya. Abu Hurairah menjawab: “Sesungguhnya aku berwudhu lantaran keju sapi yang kumakan. Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Berwudhulah setelah memakan makanan yang disentuh api.” 78 Abu Hatim RA berkata, “Demikianlah yang telah dikabarkan oleh Ibnu Qutaibah kepada kami, dan ia berkata : Abdullah bin Ibrahim bin Qarizh sesungguhnya adalah Ibrahim bin Abdullah bin Qarizh. 79 Shahih Ibnu Hibban 1148: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ubaidullah bin Mu’adz menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Abu Bakar bin Hafsh, dari Al Agharr Abu Muslim, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Berwudhulah setelah memakan makanan yang disentuh api (yang di masak dengan api). ”80 [1:100] Shahih Ibnu Hibban 1149: Al Husain81 bin Muhammad bin Ma’syar mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Wahb bin Abu Karimah menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Syurahbil bin Sa’ad Al Anshari, dari Abu Rafi’ maula Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dihadiahi seekor kambing, lalu dagingnya dipanggang kemudian beliau memakannya. Setelah itu beliau berdiri untuk mengerjakan shalat dan tidak berwudhu.” 82 Shahih Ibnu Hibban 1150: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail di Busta dan Al Hasan Al Khalil di Nasa mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, ia berkata: Hatim bin Ismail menceritakan kepada kami, ia berkata, “Musa bin Uqbah menceritakan kepada kami, dari Shalih bin Kaisan, dari Al Fadhl bin Amru bin Umayah Adh-Dhamri, dari Amru bin Umayyah, bahwa ia pemah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memotong urat paha kambing lalu beliau memakannya. Kemudian seorang muadzin menyeru shalat, maka beliau meletakkan urat paha kambing dan pisau itu dari tangannya (kemudian shalat) tanpa (mengulangi) wudhu.”83 [4:19] Ishaq berkata, “Dari Al Fadhl bin Amru bin Umayyah, dari ayahnya. Ia tidak menyebut Adh-Dhamri, dan berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang memotong urat paha kambing lalu datang seruan adzan untuk shalat” Dan ia berkata, “Dari tangannya dan beliau shalat dan tidak (mengulangi) wudhu.” Shahih Ibnu Hibban 1151: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Abdah Adh-Dhabi menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa ia panah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu setelah makan keju sapi. Kemudian ia juga pernah beliau memakan paha kambing lalu shalat tanpa (megulangi) wudhu.” 84 [1:100] Shahih Ibnu Hibban 1152: Al Husain bin Idris Al Anshari menceritakan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Abdah Adh-Dhabi menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad bin Zaid menceritakan kepada kami, dari Yahya bin Sa’id, dari Busyair bin Yasar, dari Suwaid bin An-Nu’man, ia berkata: Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hingga tatkala kami akan makan malam85 di Khaibar, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meminta makanan. Namun tidak ada makanan saat itu kecuali sawiq. Suwaid bin An-Nu’man berkata, “Kemudian kami memakannya. Lalu beliau meminta air kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkumur-kumur dan shalat tanpa berwudhu.” 86 [4:19] Shahih Ibnu Hibban 1153: Ahmad bin Khalid bin Abdul Malik Abu Badar87 di Harran mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’aib bin Ishaq menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari Wahb bin Kaisan, dari Muhammad bin Amru bin Atha, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memakan urat paha kambing lalu beliau shalat tanpa berkumur-kumur serta tanpa menyentuh air.” 88 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1154: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Mu’adz Al Aqadi menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami, dari Utsman bin Abdullah bin Mauhab, dari Ja’far bin Abu Tsaur, dari Jabir bin Samurah, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah kami harus berwudhu setelah makan daging kambing?” Beliau menjawab: “Jika kamu mau, maka berwudhulah. Dan jika kamu tidak mau, maka tidak usah berwudhu.” Orang itu bertanya, “Apakah kami harus berwudhu setelah makan daging unta?” Beliau menjawab, “Iya.” Orang itu bertanya, “Apakah kami boleh shalat di kandang unta?”. Beliau menjawab, “Tidak boleh. ” 89 [5:20] Shahih Ibnu Hibban 1155: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Yahya bin Sa'id, dari Busyair bin Yasar, bahwa Suwaid bin An-Nu’man mengabarkannya, bahwa ia pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada tahun perang Khaibar, hingga setelah mereka berada di suatu tempat yang bernama Shahba’- tempat yang berada sebelum Khaibar- Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tinggal sejenak kemudian shalat Ashar. Lalu beliau menyuruh untuk diambilkan bekal (makanan). Saat itu tidak ada yang dihadirkan ke hadapan beliau selain sawiq, maka beliaupun memerintahkan agar sawiq tersebut dibasahi. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam makan dan kami pun makan. Lalu beliau berdiri untuk shalat maghrib seraya berkumur-kumur dan kami pun turut berkumur- kumur. Setelah itu beliau shalat tanpa (mengulangi) wudhu90. [5:20] Shahih Ibnu Hibban 1156: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Bisyr bin Mu’adz Al Aqadi menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami, dari Utsman bin Abdullah bin Mauhab, dari Ja’far bin Abu Tsaur, dari Jabir bin Samurah, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, apakah kami harus berwudhu setelah makan daging kambing?“ Beliau menjawab, “Jika kamu mau, maka berwudhulah. Dan jika kamu tidak mau, maka tidak usah berwudhu.” Orang itu bertanya, “Apakah kami harus berwudhu setelah makan daging unta?“ Beliau menjawab, “Iya”. Orang itu bertanya, “Apakah kami boleh shalat di kandang unta?” Beliau menjawab, “Tidak boleh.”91 [1:100] Shahih Ibnu Hibban 1157: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Bundar menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, ia berkata: Za’idah dan Isra’il menceritakan kepada kami, dari Asy’ats bin Abu Asy-Sya’tsa’, dari Ja'far bin Abu Tsaur, dari Jabir bin Samurah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang wudhu setelah makan daging kambing. Beliau menjawab, “Berwudhulah jika kamu mau”.Beliau ditanya tentang kandang kambing. Beliau menjawab, “Shalatlah (di situ) jika kamu mau.” Beliau ditanya tentang wudhu setelah makan daging unta. Beliau menjawab : “Berwudhulah” Dan beliau ditanya tentang shalat di kandang unta. Beliau menjawab, “Jangan kamu shalat (di tempat itu).”92 [1:100] Shahih Ibnu Hibban 1158: Ibnu Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ia berkata: Amru bin Al Harits menceritakan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari Ubaidullah bin Abdullah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meminum susu, kemudian beliau meminta bejana air lalu berkumur-kumur dan bersabda, “Sesungguhnya ia mengandung lemak."93 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1159: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail mengabarkan kepada kami, ia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Al-Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dari Uqail, dari Ubaidullah, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meminum susu. Kemudian beliau meminta air lalu berkumur-kumur dan bersabda, “Sesungguhnya ia mengandung lemak.” 94 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1160: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata. Sa id bin Hafash paman An-Nufaili menceritakan kepada kami, ia berkata: Musa bin A’yan menceritakan kepada kami, dari Amru bin Al Harits, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, bahwa saat mereka sedang makan kurma yang di letakkan di atas perisai, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lewat lalu kami berkata, “Kemarilah”. Maka beliau pun datang lalu ikut makan kurma bersama kami dan (setelah itu) beliau tidak menyentuh air (tidak mengulangi wudhu)” 95 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1161: Al Hasan bin Sufyan dan Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang memandikan mayit, maka hendaklah ia mandi. Dan barangsiapa yang membawa mayit hendaklah ia berwudhu. “96 [1:55] Abu Hatim berkata, “Dalam khabar ini disembunyikan perkataan, 'Jika tidak terdapat penghalang pada keduanya.' Dan dalil bahwa itu adalah wudhu yang tidak sah shalat kecuali dengan wudhu tersebut, selain mencuci kedua tangan telah diserupakan dengan wudhu untuk mandi (janabat) dan keduanya merupakan dua hal yang sepadan." Shahih Ibnu Hibban 1162: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Khalaf bin Hisyam Al Bazzar menceritakan kepada kami» ia berkata: Abu97 Al Ahwash menceritakan kepada kami, dari Simak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah makan daging paha kambing, kemudian beliau membersihkan tangannya dengan kain permadani yang terbuat dari bulu yang berada di bawah beliau, lalu ia berdiri dan mengerjakan shalat.” 98 [4:19] Shahih Ibnu Hibban 1163: Ahmad bin Umair bin Yusuf mengabarkan kepada kami, ia berkata: Amru bin Utsman menceritakan kepada kami, ia berkata: Marwan bin Mu'awiyah menceritakan kepada kami, ia berkata: Hilal bin Maimun menceritakan kepada kami, ia berkata: Atha bin Yazid99 Al-Laitsi menceritakan kepada kami, dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melewati seorang anak-anak yang sedang menguliti kambing, maka beliau bersabda kepadanya, “Minggirlah, aku akan mempraktekkan kepadamu, sesungguhnya aku tidak melihatmu pandai menguliti kambing.” Abu Sa’id berkata, “Maka beliau memasukkan tangannya antara kulit dan daging kambing, lalu mengulitinya sampai tangan beliau masuk ke dalam ketiak kambing tersebut, kemudian beliau bersabda, “Beginilah caranya menguliti wahai bocah” Lalu beliau pergi dan mengerjakan shalat tanpa berwudhu terlebih dahulu dan tanpa menyentuh air.” 100 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1164: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdah bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, dari Sa’id, dari Qatadah, dari Anas, bahwa Ummu Sulaim bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang seorang perempuan yang bermimpi dalam tidurnya seperti mimpinya seorang laki-laki? Beliau menjawab, “Apabila seorang perempuan mengeluarkan mani (orgasme), maka hendaklah ia mandi. ” 101 [3:57] Shahih Ibnu Hibban 1165: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya102, dari Zainab binti Ummu Salamah, dari Ummu Salamah103, ia berkata: Telah datang Ummu Sulaim-istri Abu Thalhah- kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seraya berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya Allah SWT tidak malu terhadap kebenaran. Apakah wanita harus mandi jika bermimpi (senggama)?” Maka beliau menjawab, “Iya, jika ia melihat air (mani)”104 [3:57] Shahih Ibnu Hibban 1166: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Syihab, ia berkata: Urwah bin Az-Zubair menceritakan kepadaku, dari istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya Ummu Sulaim Al Anshari -Ibu Anas bin Malik- bertanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya Allah SWT tidak malu terhadap kebenaran. Apabila seorang perempuan bermimpi sebagaimana pria, apakah ia juga wajib mandi atau tidak?” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Hendaklah ia mandi." Maka istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Aku berpaling lalu berkata “UfF” apakah perempuan juga bermimpi seperti itu?” Istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berpaling kepadanya dan bersabda, "Kalau tidak, maka darimanakah si anak akan menyerupai ibunya? ”105 [1:65] Shahih Ibnu Hibban 1167: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata : Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Malik, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Zainab binti Ummu Salamah, dari Ummu Salamah, bahwa ia berkata: Ummu Salamah -ia adalah istri Abu Thalhah- pernah datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya : “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya Allah SWT tidak malu terhadap kebenaran. Apabila seorang perempuan bermimpi sebagaimana pria, apakah ia juga wajib mandi?.” Beliau menjawab, “Iya, jika ia melihat air (mani).”106 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 1168: Ibnu Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ia berkata: Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku, bahwa Ibnu Syihab menceritakannya, bahwa Abu Salamah bin Abdurrahman menceritakannya, dari Abu Sa’id Al Khudri, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda, “Air itu berasal dari air.”107 [3:57] Shahih Ibnu Hibban 1169: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Sa’id menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, ia berkata: Ayahku mengabarkan kepadaku, ia berkata: Abu Ayub menceritakan kepadaku, ia berkata: Ubay bin Ka’ab menceritakan kepadaku, ia berkata: "Aku hendak bertanya wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bagaimana (hukumnya) seseorang yang menyetubuhi istrinya namun ia tidak keluar mani?” Beliau menjawab, “(hendaklah) Ia membasuh sesuatu (kemaluan) yang menyentuh (kemaluan) istrinya, lalu ia berwudhu dan melaksanakan shalat.”108 [3:57] Shahih Ibnu Hibban 1170: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun Ar-Rayyani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdurabbihi menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdah bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Abu Ayub Al Anshari, dari Ubay bin Ka’ab, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku bertanya, “Bagaimanakah menurut engkau apabila ada seseorang dari kami yang menyetubuhi istrinya kemudian ia menghentikannya dalam keadaan belum keluar mani?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Hendaklah ia membasuh kemaluan dan biji dzakamya, setelah itu hendaklah ia berwudhu kemudian shalat.”109 [4:32] Shahih Ibnu Hibban 1171: Al Husain bin Muhammad bin Abu Mahsyar di Harran mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Wahb bin Abu Karimah menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Al Hakam bin Utaibah, dari Abu Shalih, ia berkata: Aku mendengar Abu Sa’id Al Khudri berkata, “Suatu hari kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hingga beliau melewati suatu rumah seseorang dari kaum Anshar. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya, “Di mana si fulan?”. Ia pun dipanggil kemudian keluar dalam keadaan terburu-buru, sedangkan rambutnya meneteskan air. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, “Barangkali kami membuatmu terburu-buru dari hajatmu?” Laki-laki itu lalu menjawab, “Iya, demi Allah SWT wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sungguh aku telah di buat terburu-buru.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian terburu-buru atau bersetubuh tanpa mengeluarkan mani, maka ia tidak (perlu) mandi. Ia hanya cukup berwudhu.”110 [3:57] Shahih Ibnu Hibban 1172: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Husain bin Isa Al Bisthami menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdushshamad bin Abdul Wants menceritakan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, ia berkata: Husain Al Mu’allim menceritakan kepada kami, ia berkata: Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepadaku, bahwa Abu Salamah menceritakannya, bahwa Atha bin Yasar menceritakannya, bahwa Zaid bin Khalid Al Juhani menceritakannya, bahwa ia bertanya kepada Utsman bin Affan tentang seseorang yang bersetubuh namun tidak mengeluarkan mani. Maka Utsman menjawab, “Ia tidak perlu mandi.” Kemudian Utsman berkata, “Aku pernah mendengar tentang hal itu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,” beliau bersabda, (dengan hal yang sama dengan yang kukatakan). Lalu aku bertanya setelah itu kepada Ali bin Abu Thalib, Az-Zubair bin Al Awwam, Thalhah bin Ubaidullah, dan Ubay bin Ka’ab. Maka mereka menjawab dengan jawaban yang sama.” Abu Salamah berkata, “Urwah bin Az-Zubair menceritakan kepadaku, bahwa ia bertanya kepada Abu Ayub. Kemudian Abu Ayub menjawab seperti jawaban dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.” 111 [4:33] Shahih Ibnu Hibban 1173: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Yunus bin Yazid mengabarkan kepada kami, dari Az-Zuhri, dari Sahi bin Sa’ad, dari Ubay bin Ka'ab, ia berkata: “Air itu berasal dari air asalnya adalah rukhshah (keringanan) pada awal Islam, kemudian hal itu dilarang. 112 [3:57] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini diriwayatkan oleh Ma’mar dari Az-Zuhri melalui hadits Ghundar, maka ia berkata, 'Sahi bin Sa’ad mengabarkan kepadaku. Dan hadits juga diriwayatkan oleh Amru bin Al Harits dari Az-Zuhri, ia berkata, 'Orang yang mencari kerelaan (man ardha) menceritakan kepadaku dari Sahi bin Sa’ad. Kemungkinan Az-Zuhri mendengar khabar dari Sahi bin Sa’ad sebagaimana yang dikatakan Ghundar. Dan ia mendengarnya dari sebagian orang yang mencari kerelaan darinya. Maka satu ketika ia meriwayatkan dari Sahi bin Sa’ad, dan satu ketika ia meriwayatkan dari orang yang mencari kerelaan.' Dan Bagaimanapun aku telah mengikuti berbagai jalur riwayat khabar ini, dan aku mendapati seseorang yang meriwayatkan dari Sahi bin Sa’ad. Maka selama di dunia aku tidak mendapati seorangpun kecuali Abu Hazim. Jadi kemungkinan seseorang yang Az-Zuhri katakan dengan, “Orang yang mencari kerelaan menceritakan kepadaku dari Sahi bin Sa’ad adalah Abu Hazim yang ia riwayatkan darinya.” 113 Shahih Ibnu Hibban 1174: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’adz bin Hisyam mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, dari Qatadah dan Mathar, dari Al Hasan, dari Abu Rafi*, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Jika seseorang duduk di antara keempat anggota tubuhnya (kedua tangan dan kedua kaki istrinya) kemudian mengarahkan semua kemampuan kepadanya (bersetubuh), maka ia wajib mandi.“114 Shahih Ibnu Hibban 1175: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Mahmud bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Katsir Al Qari’ Ad-Dimasyqi menceritakan kepada kami, dari Al Auza'i, ia berkata: Abdurrahman bin Al Qasim menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa ia ditanya tentang seseorang yang bersetubuh namun tidak mengeluarkan mani. Aisyah menjawab, “Aku pernah melakukan hal itu, aku dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian kami mandi darinya bersama-sama.” 115 [3:57] Shahih Ibnu Hibban 1176: Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dari Al Auza'i, ia berkata: Abdurrahman bin Al Qasim menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata, “Apabila khitan melewati khitan (bersetubuh), maka wajib mandi. Aku pernah melakukannya bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian kami pun mandi.” 116 [3:57] Shahih Ibnu Hibban 1177: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Hamad bin Salamah mengabarkan kepada kami, dari Tsabit, dari Abdullah bin Rabbah, dari Abdul Aziz bin An-Nu’man, dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila khitan melewati khitan (bersetubuh), maka telah wajib mandi.”117 [3:43] Shahih Ibnu Hibban 1178: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’adz bin Hisyam mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, dari Qatadah dan Mathar, dari Al Hasan, dari Abu Rafi’, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jika seseorang duduk di antara kedua paha (istrinya) kemudian bersetubuh dengannya, maka ia wajib mandi.“ Dan di dalam hadits Mathar, “Dan sekalipun ia tidak mengeluarkan mani.”118 [3:43] Shahih Ibnu Hibban 1179: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Mihran Al Jamal menceritakan kepada kami, ia berkata: Mubasyir bin Ismail menceritakan kepada kami, dari Muhammad bin Mathraf Abu Ghassan, 119 dari Abu Hazim, dari Sahi bin Sa’ad, ia berkata: Ubay menceritakan kepadaku, bahwa fatwa yang difatwakan adalah: Bahwasanya air itu berasal dari air asalnya adalah rukhshah (keringanan) yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada awal zaman, atau pada awal Islam, kemudian setelah itu beliau memerintahkannya.” 120 [4:32] Abu Hatim berkata, “Kemungkinan Ubay bin Ka’ab menaskh perbuatan ini atas sesuatu yang dikhabarkan oleh Sahi bin Sa’ad darinya, kemudian ia melupakannya. Dan ia memberi fatwa dengan perbuatan yang pertama yang telah dimansukh, atas sesuatu yang dikhabarkan oleh Zaid bin Khalid Al Juhani darinya.” 121 Shahih Ibnu Hibban 1180: Ali bin Al Husain mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibrahim bin Ya’qub Al Jawzajani menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Utsman bin Jabalah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Hamzah menceritakan kepada kami, ia berkata: Al Husain bin Imran122 menceritakan kepada kami, dari Az-Zuhri, ia berkata: Aku bertanya kepada Urwah tentang orang yang bersetubuh namun tidak mengeluarkan mani? Urwah menjawab, “Wajib atas manusia untuk menjadikan (hukum) yang terakhir (berlaku). Adapun yang terakhir itu adalah perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Aisyah menceritakan kepadaku, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan hal tersebut dan ia tidak mandi, hal itu terjadi sebelum Fathu Makkah. Kemudian setelah itu beliau mandi dari perkara tersebut dan memerintahkan kepada orang-orang untuk mandi (dari bersetubuh meskipun tidak keluar mani) 123. [4:32] Abu Hatim RA berkata, “Al Husain di sini adalah Al Husain bin Utsman bin Bisyr bin Al Muhtafiz, termasuk penduduk Bashrah yang tinggal di Marwa, ia termasuk tsiqah. 124 Shahih Ibnu Hibban 1181: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Mahmud bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Katsir menceritakan kepada kami, dari Al Auza’i, ia berkata: Abdurrahman bin Al Qasim menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa ia ditanya tentang seseorang yang bersetubuh namun tidak mengeluarkan mani. Aisyah menjawab, “Aku dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan hal itu, kemudian kami mandi darinya bersama-sama.”125 Shahih Ibnu Hibban 1182: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ismail bin Mas’ud Al Jahdari menceritakan kepada kami, ia berkata: Khalid bin Al Harits menceritakan kepada kami, ia berkata: Hisyam menceritakan kepada kami, ia berkata: Qatadah menceritakan kepada kami, dari Al Hasan, dari Abu Rafi’, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika seseorang duduk di antara keempat anggota tubuhnya (kedua tangan dan kedua kaki istrinya) kemudian bersetubuh dengannya, maka ia wajib mandi.”126 [4:32] Shahih Ibnu Hibban 1183: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Qudamah Ubaidullah bin Sa’id menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Abdullah Al Anshari menceritakan kepada kami, ia berkata: Hisyam bin Hassan menceritakan kepada kami, dari Hamid bin Hilal, dari Abu Burdah, dari127 Abu Musa, dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila dua khitan bertemu, maka telah wajib mandi.”128 [4:32] Shahih Ibnu Hibban 1184: Al Mufadhdhal bin Muhammad Al Janadi129 di Makkah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ali bin Ziyad Al Lahji130 menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Qurrah menceritakan kepada kami, dari Sufyan, dari Muhammad bin Amru, dari Abu Salamah, dari Aisyah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila khitan melewati khitan maka wajib mandi. ”131 [4:32] Shahih Ibnu Hibban 1185: Al Qaththan di Raqqah mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Walid bin Musim menceritakan kepada kami, dari Al Auza’i, Abdurrahman bin Al Qasim menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa ia di tanya tentang seseorang yang menyetubuhi pasangannya namun tidak mengeluarkan mani. Aisyah menjawab, “Aku pernah melakukan hal itu, aku dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian kami mandi darinya bersama-sama.”132 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1186: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Mahmud bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Katsir menceritakan kepada kami, dari Al Auza’i, ia berkata: Abdurrahman bin Al Qasim menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa ia ditanya tentang seseorang yang bersetubuh namun tidak mengeluarkan mani. Aisyah menjawab, “Aku dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan hal itu, kemudian kami semua mandi.” 133 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1187: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, ia berkata: Yunus mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Syihab, ia berkata: Ubaidullah bin Al Harits bin Naufal menceritakan kepadaku, bahwa ayahnya berkata, “Aku pernah bertanya dan aku sangat ingin menemukan seseorang yang dapat memberitahu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukukan shalat Dhuha, namun aku tidak menemukan seorang pun yang dapat memberitahukanku selain Ummu Hani’ binti Abu Thalib. Ia memberitahukanku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukan shalat dhuha setelah matahari terbit pada saat Fathu Makkah. Beliau memerintahkan untuk membuat tabir dengan pakaian, lalu beliau mandi kemudian berdiri untuk mengerjakan shalat sunah delapan raka'at. Aku tidak tahu apakah berdirinya yang lebih lama atau ruku’nya ataukah sujudnya. Semuanya hampir sama. Ummu Hani' berkata, "Kemudian aku tidak pernah melihat beliau shalat Dhuha baik sebelum Fathu Makkah maupun sesudahnya (hanya sekali itu saja).” 134 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1188: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami, dari Abu An-Nadhr maula Umar bin Ubaid135ullah, bahwa Abu Murrah maula Ummu Hani' binti Abu Thalib mengabarkannya, bahwa ia mendengar Ummu Hani binti Abu Thalib berkata: Aku pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada tahun Fathu Makkah dan aku menemukan beliau sedang mandi sedangkan Fathimah -putrinya- menutupi beliau dengan pakaian. Ummu Hani' berkata: Lalu aku mengucap salam dan beliau bertanya, “ Siapa ini?” Aku berkata, “Ummu Hani' binti Abu Thalib.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, "Selamat datang wahai Ummu Hani'” Maka tatkala beliau selesai dari mandinya, beliau berdiri lalu mengerjakan shalat sunah delapan raka'at dengan berselimut pada satu pakaian, kemudian beliau berpaling, lalu aku berkata kepadanya, “Wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Ibnu Ummi Ali bin Abu Thalib - ridhwanullahi alaihi- telah mengaku bahwa ia membunuh seseorang yang telah aku beri jaminan keamanan, orang itu adalah fulan bin Hubairah.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sungguh kami telah memberi jaminan keamanan kepada siapa yang kamu beri jaminan keamanan, wahai Ummu Hani. ” (Ummu Hani’ berkata) “Saat itu bertepatan dengan waktu dhuha.” 136 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1189: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrazaq menceritakan kepada kami, ia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Thawus, dari Al Muthallib bin Abdullah bin Hanthab, dari Ummu Hani', ia berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah singgah di puncak Mekkah, kemudian aku menghampiri beliau. Lalu Abu Dzar datang dengan membawa mangkuk besar berisi air. Ummu Hani' berkata, 'Sesungguhnya aku tidak melihat di dalamnya ada bekas adonan roti. Ummu Hani' berkata: Lalu Abu Dzar menutupi beliau, kemudian beliau pun mandi. Setelah itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menutupi Abu Dzar, kemudian Abu Dzar pun mandi. Setelah itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat delapan raka'at, dan saat itu bertepatan waktu dhuha.'137 [5:8] Abu Hatim RA berkata, “Kemungkinan Mushthafa shallallahu 'alaihi wa sallam mandi pada hari penaklukan kota Makkah ditutupi oleh Fathimah putrinya dan Abu Dzar bersama-sama dengan satu pakaian. Lalu Abu Murrah maula Ummu Hani' mengatakan pada haditsnya dengan hanya menyebut Fathimah saja. Dan Al Muthallib bin Hanthab hanya menyebut Abu Dzar saja dalam haditsnya. Hingga dengan demikian tidak ada pertentangan di antara dua khabar ini. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada hari itu hanya mandi satu kali. Kemudian tatkala Abu Dzar hendak mandi, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menutupinya, bukan Fathimah.” Shahih Ibnu Hibban 1190: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ali bin Hujr As-Sa’di menceritakan kepada kami, ia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dari Al A’masy, dari Salim bin Abu Al Ju’di, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas, ia berkata: Bibiku Maimunah menceritakan kepadaku, ia berkata: Aku pernah menaruh air untuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk mandi jinabat. Maimunah berkata: Kemudian beliau membasuh kedua telapak tangannya dua kali -atau tiga kali-, lalu beliau memasukkan telapak tangan kanannya ke dalam bejana kemudian menuangkannya ke kemaluannya lalu membasuhnya dengan tangan kiri beliau. Setelah itu beliau memukulkan dengan tangan kirinya ke lantai lalu menggosoknya dengan gosokan yang keras. Selanjutnya beliau berwudhu dengan wudhu untuk mengeijakan shalat. Kemudian beliau menuangkan air yang memenuhi kedua telapak tangannya di atas kepalanya dengan tiga kali usapan, lalu beliau berpindah tempat pada selain tempat basuhannya tersebut dan membasuh kedua kakinya. Setelah itu aku membawakan handuk namun beliau menolaknya.” 138 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1191: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Umar bin Ubaid Ath-Thanafisi mengabarkan kepada kami, dari Atha bin As-Sa’ib, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, ia berkata: Aisyah pernah menerangkan tentang cara Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mandi janabat. Aisyah berkata: “Biasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membasuh kedua tangannya tiga kali, lalu menuangkan air dengan tangan kanannya pada tangan kirinya. Kemudian beliau membersihkan kemaluannya dan apa saja yang ada di antara kedua pahanya. Setelah itu beliau berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung sebanyak tiga kali. Lalu membasuh wajah dan kedua tangannya tiga kali - tiga kali. Lalu menuangkan air ke kepalanya tiga kali. Setelah itu barulah beliau menyiramkan air keseluruh tubuhnya.” 139 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1192: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Imran bin Musa140 Al Qazzaz menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Wants bin Sa’id menceritakan kepada kami, dan Yazid Ar-Risyk, dan Mu’adzah Al Adawiyah, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Aisyah: Apakah boleh seorang istri mandi janabat bersama suaminya pada satu bejana bersama-sama? Aisyah menjawab, “Iya boleh, Air itu suci lagi tidak junub. Sungguh aku pernah mandi bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada satu bejana. Aku memulainya dengan menuangkan air ke kedua tangan beliau sebelum beliau menceburkan kedua tangannya ke dalam air141.”142 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1193: Imran bin Musa bin Mujasyi’ mengabarkan kepada kami, ia berkata: Utsman bin Ibnu Abu Syaibah menceritakan kepada kami, ia berkata: Husain bin Ali menceritakan kepada kami, dari Za’idah, dari Abdul Malik bin Abu Sulaiman, dari Atha, dari Aisyah, ia berkata: Aku dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mandi janabat pada satu wadah. Kami mandi di satu wadah itu bersama-sama.” 143 [3:50] Shahih Ibnu Hibban 1194: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepadaku, dari Malik, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa ia berkata: “Aku pernah mandi, aku dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada satu wadah. Kami menciduk dari wadah itu bersama-sama.” 144 [4:1] , Shahih Ibnu Hibban 1195: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Kamil Al Jahdari menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdul Wahid bin Ziyad menceritakan kepada kami, ia berkata: ‘Ashim Al Ahwal menceritakan kepada kami, dari Mu’adzah Al Adawiyah, Aisyah berkata: “Aku bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mandi dalam satu wadah. Beliau merebut lalu bersabda: "Sisakan (air itu) untukku, sisakan (air itu) untukku.”145 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1196: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila beliau mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua tangannya. Kemudian berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat, kemudian beliau memasukkan jari-jari tangannya ke dalam air, setelah itu menggosokkannya di sela-sela rambutnya. Kemudian ia menyiram kepalanya sebanyak tiga kali cidukan, setelah itu meratakan (menyiramkan) air ke seluruh tubuhnya.” 146 [5:3] Shahih Ibnu Hibban 1197: Muhammad bin Al Husain bin Mukram Al Bazzar di Bashrah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Amru bin Ali menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Ashim menceritakan kepada kami, ia berkata: Hanzhalah bin Abu Sufyan menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Al Qasim bin Muhammad berkata: Aku mendengar Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu mandi di hilab147 seperti ini -Abu Ashim mengisyaratkan dengan telapak tangannya- beliau menyiramkan air ke tubuh sebelah kanan, lalu mengambil air dengan tangannya kemudian menyiramkan ke seluruh tubuhnya.” 148 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1198: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Uyainah menceritakan kepada kami, dari Ayub bin Musa, dari Sa’id bin Abu Sa’id Al Maqburi, dari Abdullah bin Rafi’, dari Ummu Salamah, bahwa ia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang mengikat sanggul rambut (dhafra149) kepala, apakah aku harus melepaskannya karena mandi janabat?” Beliau lalu menjawab, "Cukuplah bagimu menuangkan air tiga kali ke atasnya, kemudian menuangkannya ke seluruh tubuhmu, maka dengan demikian berarti kamu telah suci..” 150 [4:3] Shahih Ibnu Hibban 1199: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Abdul Jabbar bin Al Ala menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Manshur bin Shafiyah151 menceritakan kepadaku, dari ibunya, dari Aisyah, bahwa ada seorang wanita152 datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya tentang mandi haidh. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun bidara, lalu mengambil kapas. Setelah itu berwudhu, maka hal itu dapat mensucikannya. Wanita itu kembali bertanya, “Bagaimanakah caranya aku bersuci dengan itu?” Beliau menjawab: “Pergunakanlah kapas itu untuk bersuci.” Wanita itu kembali bertanya, “Bagaimanakah caranya aku bersuci dengan itu?” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu menutup dengan tangannya dan bersabda, “Subhanallah, pergunakanlah kapas itu untuk bersuci. ” Aisyah berkata, “Maka aku menarik wanita itu lalu aku katakan, “Oleskanlah kapas itu pada bekas darah.” 153 [1:50] Shahih Ibnu Hibban 1200: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Humaid bin Mas’adah menceritakan kepada kami, Al Fudhail bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Manshur bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, ibuku mengabarkan kepadaku, bahwa ia mendengar Aisyah berkata: Sesungguhnya ada seorang wanita yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang haidh, bagaimana cara mandinya? Beliau menjawab: “Ambillah kapas yang diharumkan, kemudian kamu bersihkan bekas darah dengan kapas itu.” Wanita itu bertanya: Bagaimanakah caranya? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Kamu bersihkan bekas darah dengan kapas itu.” Wanita itu bertanya lagi: Bagaimanakah caranya? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Kamu bersihkan bekas darah dengan kapas itu.” Aisyah berkata, “Maka aku mengerti apa yang Rasulullah maksud, lalu aku tarik ia kemudian aku ajarkan ia.”'154 [1:50] Shahih Ibnu Hibban 1201: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami» ia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Urwah bin Az-Zubair, dari Aisyah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa mandi junub dengan air dari satu bejana, yaitu sebanyak satu faraq155. [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1202: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, ia berkata: Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami, dari Yazid bin Abu Habib, dari Irak bin Malik, bahwa Hafshah binti Abdurrahman bin Abu Bakar berada di bawah Al Mundzir bin Az-Zubair, dan bahwasanya Aisyah mengabarkannya, bahwa ia pernah mandi bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada satu wadah yang luasnya 3 mud, atau lebih kecil dari itu156. [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1203: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Khaitsamah mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, dari Syu’bah, dari Abdullah bin Abdullah bin Jabr bin Atik, ia berkata: Aku mendengar Anas berkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu dengan satu makkuk dan mandi junub dengan lima makkuk” 157 [5:8] Abu Khaitsamah berkata: Al Makkuk adalah Al Mud Shahih Ibnu Hibban 1204: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Bundar menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dari Abdullah bin Abdullah bin Jabar bin Atik, ia berkata: Saya pernah mendengar Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu dengan satu makkuk dan mandi junub dengan lima makkuk”158 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1205: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ali bin Mudrik, ia berkata, Aku mendengar Abu Zur’ah bin Amr menceritakan sebuah hadits dari Abdullah bin Nujay2 dari ayahnya, ia berkata, Aku mendengar Ali menceritakan sebuah hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Para Malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang didalamnya terdapat gambar, anjing, dan orang berjunub”3 [41: 3] Shahih Ibnu Hibban 1206: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad bin Musarhad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isma’il telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Humaid telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkeliling menyetubuhi istri- istrinya dalam satu malam dengan satu kali mandi (junub) ” 4 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1207: Muhammad bin Abdullah bin Ai Junaid telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Husyaim telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Humaid dari Anas bin Malik, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkeliling menyetubuhi semua istrinya pada satu malam. Kemudian Beliau mandi junub (hanya) satu kali.” 5 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1208: Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’adz bin Hisyam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Qatadah dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkeliling menyetubuhi istri-istrinya selama satu jam dari waktu siang atau malam hari. Mereka berjumlah 11 orang. Aku (Qatadah) bertanya kepada Anas bin Malik, Apakah Beliau kuat melakukan hal itu?”. Anas menjawab, “Kami saling berbagi cerita bahwa Beliau diberikan kekuatan 30 (kali lipat dari manusia biasa)”. 6 Shahih Ibnu Hibban 1209: Abu Hatim RA. telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Hasan bin Sufyan, telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abbas bin Al Walid An-Nursi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Anas, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkeliling menyetubuhi istri-istrinya dalam satu malam, dan saat itu Beliau memiliki 9 istri.” 7 Abu Hatim RA —saat mengomentari hadits Hisyam Ad- Dastuwa’i dari Qatadah yang berbunyi, “Mereka jumlahnya 11 orang”, sedangkan pada hadits Sa’id dari Qatadah tertera, “Dan saat itu Beliau memiliki 9 istri”— berkata, “Adapun hadits Hisyam, maka sesungguhnya Anas menceritakan perbuatan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tadi pada saat pertama kali beliau datang ke Madinah. Saat itu Beliau memiliki 11 istri. Sedangkan hadits Sa’id dari Qatadah diceritakan oleh Anas, hal itu terjadi pada saat terakhir kali beliau datang ke Madinah. Saat itu Beliau memiliki 9 orang istri. Karena perbuatan ini bersumber dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara berulang kali, bukan satu kali saja.” 8 Shahih Ibnu Hibban 1210: Hamid bin Muhammad bin Syu’aib telah mengabaikan kepada kami, ia berkata, Manshur bin Abu Mujahim telah ‘menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Ahwash telah [menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ashim bin Sulaiman [dari Abu Al Mutawakkil dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah satu dari kalian menyetubuhi isteri kalian, lalu ia ingin mengulanginya kembali, maka hendaklah ia berwudhu.”9 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 1211: Al Husain bin Muhammad As-Sinji10 di daerah Marwa telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ja’far bin Hasyim Al Askari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Muslim bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ashim Al Ahwal dari Abu Al Mutawakkil dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila salah satu dari kalian menyetubuhi isterinya, kemudian ia ingin mengulanginya kembali, maka hendaklah ia berwudhu. Karena hal itu lebih menyegarkan dalam persetubuhan ulang "11 [45:1] Abu Hatim RA berkata, “Lafazh terakhir dari hadits ini hanya terdapat pada riwayat Muslim bin Ibrahim.” 12 Shahih Ibnu Hibban 1212: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Abu Al Walid dan Al Haudhi telah menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata, “Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdullah bin Dinar, ia berkata, “Aku mendengar Ibnu Umar berkata, “Sesungguhnya Umar mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu dia bertanya, “Aku mengalami junub di malam hari, apa yang harus aku lakukan?”. Nabi menjawab, “Basuh zakarmu, lalu berwudhulah, kemudian tidurlah.” 13 [65: 3] Shahih Ibnu Hibban 1213: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar bahwa dia berkata, “Umar bin Khatthab menuturkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia mengalami junub di malam hari. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Berwudhulah, basuh zakarmu, lalu tidurlah”14 [49:1] Abu Hatim berkata, “Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Berwudhulah dan basuhlah zakarmu!” Merupakan perintah yang menunjukkan sunnah. 15 Sedangkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Lalu tidurlah” merupakan perintah yang menunjukkan mubah (boleh).”Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “dan basuhlah zakarmu!” bukanlah dalil yang menunjukkan bahwa air sperma itu najis. Karena perintah membasuh zakar muncul disebabkan karena laki-laki tak jarang zakarnya bersentuhan dengan hal-hal najis setelah bersetubuh. Jika ia tidak peduli dengan hal itu, maka ia nyaris akan selalu kencing sebelum mandi. Oleh karena seringnya zakar bersentuhan dengan najis, maka diperintahkanlah membasuh zakar. Ini tidak menunjukkan bahwa hukum air mani adalah najis. Karena Aisyah pernah menggosok air mani dari pakaian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau shalat dengan mengenakan pakaian tersebut Shahih Ibnu Hibban 1214: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami telah men£akarfcan kepada kami, ia berkata, “Yahya bin Ayyub Al Maqabin telah menceritakan kepada kami, ia berkata “Isma’il bin Ja’far telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abdullah bin Dinar telah mengabarkan kepadaku bahwa ia mendengar Ibnu Umar berkata, “Umar menuturkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia mengalami junub pada malam hari. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun menyuruhnya untuk berwudhu, membasuh zakar, kemudian tidur.” 16 [2:4] Shahih Ibnu Hibban 1215: Al Fadhl bin Al Hubbab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami, dia berkata, Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami, dia berkata, Laits bin Sa’ad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Umar bin Al Khaththab bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Bolehkah salah satu di antara kami tidur dalam keadaan berjunub?”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Boleh, jika ia berwudhu.” 17 [36:4] Shahih Ibnu Hibban 1216: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abdah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dan Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar dari Umar, Bahwa Umar bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Apakah salah seorang dari kami boleh tidur dalam keadaan junub?”. Beliau menjawab, “Boleh dan ia berwudhu jika berkehendak.”18 [26:4] Shahih Ibnu Hibban 1217: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mawhab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah dari Aisyah, “Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jika hendak tidur dalam keadaan junub, beliau melakukan wudhu seperti wudhu untuk shalat sebelum Beliau tidur.19” [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1218: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ash-Shabah Ad-Dulabi telah menceritakan kepada kami sejak dia berusia 80 tahun, ia berkata, Ibnu Mubarak telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yunus dari Az-Zuhri dari Abu Salamah dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, jika beliau hendak tidur dalam keadaan berjunub, beliau tidak pernah tidur sampai beliau berwudhu. Dan jika beliau hendak makan, beliau mencuci kedua tangannya dan makan.” 20 [8: 5] Shahih Ibnu Hibban 1219: Al Qaththan di Raqqah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Uqbah bin Mukram telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Adi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Dawud bin Abu Hind dari Abu Az-Zubair dari Jabir, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Wajib setiap muslim mandi pada setiap tujuh hari, yaitu mandi pada hari Jum ’at”.21 [1: 35] Shahih Ibnu Hibban 1220: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah Al Lakhmi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mawhab22 telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Mufadhdhal bin Fadhalah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ayyasy bin Abbas dari Bukair dari Abdullah bin Al Asyaj dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Hafshah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Wajib setiap orang yang telah mimpi bersetubuh berangkat Jum'at dan wajib atas orang yang berangkat Jum ‘at untuk mandi.”23 [18:1]. Abu Hatim berkata, Hadits ini mengandung hukum bahwa melaksanakan shalat Jum’at adalah wajib bagi setiap orang yang telah mengalami mimpi bersetubuh. Illat dalam hukum ini adalah bahwa mimpi jima konotasinya baligh. Jadi, ketika seorang anak sudah baligh dan mencapai usia dewasa, yaitu ketika ia mencapai usia 15 tahun, berarti ia telah baligh, meskipun ia belum pernah mimpi bersetubuh. Hal yang sama dengan ini adalah firman Allah SWT: {WA IDZAA BALAGHAL ATHFAALU MINKUMUL HULUMA FALYASTA'DZINUU KAMAS TA'DZANAL LADZIINA MIN QABLIHIM} (Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang yang sebelum mereka meminta izin) (Qs. An-Nuur [24]: 59). Pada ayat itu Allah -—jalla wa’ala— memerintahkan untuk meminta izin kepada orang yang telah mengalami mimpi bersetubuh, karena mimpi bersetubuh konotasinya baligh. Namun seorang anak terkadang telah baligh tanpa pernah mimpi jima?. Ia pun diperintahkan untuk meminta izin, sebagaimana ia diperintahkan meminta izin saat ia sudah mimpi jima'. Shahih Ibnu Hibban 1221: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Humaid bin Zanjuwaih telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Uwais telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Saudaraku telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sulaiman bin Bilal dari Muhammad bin Abdullah bin Abu Maryam dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya fithrah Islam itu mandi pada hari Jum 'at, menggosok gigi, mencukur kumis, dan memelihara jenggot Karena orang-orang Majusi memelihara kumis dan memotong jenggot mereka. Maka bedakanlah diri kalian dengan mereka. Cukurlah kumis dan peliharalah jenggot kalian.” 24 Shahih Ibnu Hibban 1222: Muhammad bin Zuhair Abu Ya’la di Ubullah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdul A'la telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Harun bin Mualim telah menceritakan kepada kami, penguasa daerah Hinna, ia berkata, Aban bin Yazid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yahya bin Abu Katsir dari Abdullah bin Abu Qatadah, ia berkata, “Abu Qatadah masuk ke dalam rumahku saat aku sedang mandi Jum’at. Lalu ia bertanya, Apakah mandimu ini karena berjunub’”. Aku menjawab, “Benar”. Ia berkata, “Ulangi lagi mandinya! Karena aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari Jum ’at, maka ia terus menerus suci sampai Jum 'at berikutnya.”25 [2:1] Abu Hatim berkata, “Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Maka ia terus menerus suci sampai Jum’at berikutnya” maksudnya adalah suci dari dosa. Karena orang yang menghadiri shalat Jum’at dengan memenuhi syarat-syaratnya, niscaya ia akan diampuni baginya dosa antara Jum 'at tersebut dengan Jum’at selanjutnya.” Shahih Ibnu Hibban 1223: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Ayyub Al Maqabiri telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isma’il bin Ja’far telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Dinar telah mengabarkan kepadaku bahwa ia mendengar Ibnu Umar berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian hendak datang shalat Jum’at, maka mandilah!” 26 [35:1] Shahih Ibnu Hibban 1224: Abdullah bin Musa di daerah Askar Mukram telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Marwan bin Mu’awiyah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Katsir Al Kahili telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang datang untuk shalat Jum’at, maka hendaklah dia mandi.”27 [35:1] Shahih Ibnu Hibban 1225: Yusuf bin Ya’qub Al Maqburi Al Khathib di daerah Wasith telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Khalid bin Abdullah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Husyaim telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ubaidillah bin Umar dan Yahya bin Sa’id Al Anshari dari Nafi’ dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berangkat (pagi) menuju (shalat) Jum’at, maka hendaklah ia mandi.”28 (35: 1). Shahih Ibnu Hibban 1226: Umar bin Sa’id bin Sinan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Sa’id Al Jauhari telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Zaid bin Al Hubbab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Waqid Al Umari telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Nafi’ dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang datang melakasanakan shalat Jum’at, baik laki-laki atau pun perempuan, maka hendaklah ia mandi.”29 [35:1] Shahih Ibnu Hibban 1227: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ubaidillah bin Umar Al Qawairi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Zaid bin Al Hubbab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Waqid Al Umari telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Nafi’ dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Mandi pada hari Jum’at wajib atas setiap laki-laki yang sudah mimpi bersenggama dan atas setiap wanita yang sudah baligh.” 30 [35:1]. Shahih Ibnu Hibban 1228: Al Husain bin Idris Al Anshari telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Shafwan bin Sulaim dari Atha bin Yasar dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Mandi pada hari Jum ’at wajib bagi setiap orang yang sudah mimpi jima’. ” 31 [35:1] Shahih Ibnu Hibban 1229: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abu Bakar Al Muqaddami telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Aziz bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Shafwan bin Sulaim telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Atha bin Yasar dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Mimpi pada hari Jum’at wajib atas setiap orang yang telah mimpi jima', (prakteknya) sama dengan mandi junub. ” 32 [35:1] Shahih Ibnu Hibban 1230: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yunus dari Ibnu Syihab telah mengabarkan kepada kami dari Salim bin Abdullah dari ayahnya (Abdullah bin Umar), Bahwa Umar bin Al Khathtab, di saat ia berkhutbah di hadapan manusia pada hari Jum’at, tiba-tiba masuklah seorang laki-laki33 dari sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Umar memanggil laki-laki itu seraya berkata, Hari apa ini?”. Laki-laki itu menjawab, Sungguh, hari ini aku sibuk, aku belum sempat kembali ke keluargaku hingga aku mendengar suara adzan. Tidak lebih, yang aku lakukan hanya berwudhu”. Umar berkata, Demikian pula wudhu. Kamu pun mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mandi.” 34 [35:1] Abu Hatim RA berkata, “Pada hadits ini terdapat dalil shahih yang menunjukkan tidak wajibnya mandi Jum’at bagi orang yang hendak menghadiri shalat Jum’at. Karena Umar bin Al Khaththab, sedang berkhutbah, tiba-tiba masuklah Utsman bin Affan ke dalam masjid. Utsman mengabarkan bahwa ia tidak lebih hanya melakukan wudhu (tanpa terlebih dahulu mandi), kemudian mendatangi masjid. Umar dan sahabat yang hadir di situ tidak menyuruhnya pulang ke rumah untuk melakukan mandi Jum’at, kemudian kembali lagi ke masjid. Kesepakatan (ijma’) mereka atas hukum yang kami uraikan merupakan dalil yang paling jelas bahwa perintah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melakukan mandi Jum’at adalah perintah sunnah, bukan wajib.” Shahih Ibnu Hibban 1231: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ya’qub bin Ibrahim Ad-Dauraqi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Mu’awiyah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Barangsiapa berwudhu pada hari Jum’at, lalu ia perbagus wudhunya, kemudian ia datang untuk shalat Jum'at, ia merendahkan diri, memperhatikan dan mendengarkan (khutbah), niscaya Allah ampuni baginya dosa antara saat Itu dengan Jum ’at berikutnya di tambah tiga hari” 35 [35.1] Shahih Ibnu Hibban 1232: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syahabah bin Sawwar telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Hisyam bin Al Ghaz dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya hak Allah atas setiap muslim adalah mandi satu hari pada setiap minggu. Maka jika ia memiliki wewangian, hendaklah ia memakainya”36 [35: 1] Shahih Ibnu Hibban 1233: Abdullah bin Muhammad bin Salam telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Al Harits telah mengabarkan kepadaku bahwa Sa’id bin Abu Hilal dan Bukair bin Al Asyaj telah menceritakan hadits ini kepadanya dari Abu Bakar Al Munkadir dari Amr bin Sulaim Az-Zarqi dari Abdurrahman bin Abu Sa’id Al Khudri dari ayahnya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Mandi pada hari Jum’at (dianjurkan) atas setiap orang yang sudah mimpi jima’, (demikian pula) bersiwak dan memakai wangi-wangian seukuran yang ia mampu.”37 [35:1] Shahih Ibnu Hibban 1234: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Habib bin Arabi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Rauh bin Ubadah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Amr bin Dinar meriwayatkan hadits dari Thawus dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Hak bagi setiap muslim mandi setiap tujuh hari dan memakai wangi-wangian jika ia menemukannya. ”38 [35:1] Shahih Ibnu Hibban 1235: Bakr bin Ahmad bin Sa’id di Bashrah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Nashr bin Ali bin Nashr telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Nuh bin Qais telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari saudaranya dari Qatadah dari Abu Burdah bin Abu Musa dari ayahnya, ia berkata, Aku melihat kami (para sahabat, penerj) sedang berada di samping Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam Seandainya kami terkena setetes air hujan39, niscaya kamu akan mencium dari kami bau domba.” 40 [35:1] Shahih Ibnu Hibban 1236: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ubaid bin Hisab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Amrah dari Aisyah, ia berkata, Dulu manusia menjadi pelayan diri sendiri41. Mereka berangkat menuju shalat Jum’at dengan kondisi masing-masing. Lalu dikatakan kepada mereka, “Seandainya kalian mandi.” 42 [35:1] Shahih Ibnu Hibban 1237: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Al Harits telah mengabarkan kepadaku dari Ubaidillah bin Abu Ja’far bahwa Muhammad bin Ja’far bin Az-Zubair meriwayatkan hadits kepadanya dari Urwah bin Az-Zubair dari Aisyah, bahwa ia berkata, Dahulu, manusia datang berduyun-duyun menghadiri43 Jum’at dari rumah-rumah mereka dari perkampungan Awali Mereka datang dalam kelelahan. 44 Mereka dipenuhi debu dan keringat. Dari tubuh mereka keluar bau tidak sedap. Seorang laki-laki dari mereka mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang sedang berada di sampingku. Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak bersuci untuk hari kalian ini?”.45 [35:1] Shahih Ibnu Hibban 1238: Abu Arubah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Salamah bin Syabib telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Umar dan Ubaidillah bin Umar telah memberitakan kepada kami sebuah hadits dari Sa’id Al Maqburi dari Abu Hurairah Bahwa Tsumamah Al Hanafi46 tertawan. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjenguknya, beliau bertanya, Apa pendapatmu wahai Tsumamah?”. Ia menjawab, Jika engkau membunuh (ku) berarti engkau membunuh orang yang diperhitungkan darahnya. Namun jika engkau memberikan anugerah (ampunan), berarti engkau telah memberikan anugerah kepada orang yang pandai berterima kasih. Jika engkau menginginkan harta, engkau akan diberi berapapun yang engkau inginkan.”Abu Hurairah berkata, Saat itu, para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menginginkan tebusan. Mereka berkata, Apa untungnya kita membunuh orang ini?”. Pada suatu hari, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berjalan melewati Tsumamah. Kemudian ia masuk Islam. Maka Nabi pun mengutus seseorang untuk membawanya ke rumah Abu Thalhah. Beliau menyuruhnya mandi. Lalu ia mandi dan melakukan shalat dua raka’at. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, telah bagus Islamnya sahabat kalian.”47 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 1239: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Isa bin Hammad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits telah mengabarkan kepada kami dari Sa’id Al Maqburi bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus tentara berkuda ke arah Najed. Pasukan itu datang dengan membawa seorang laki-laki dari Bani Hanifah bernama Tsumamah bin Utsal, pemimpin penduduk Yamamah. Kemudian mereka mengikatnya di salah satu tiang masjid. 48 Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dan menghampirinya. Beliau bertanya, “Apa pendapatmu wahai Tsumamah?”. Ia menjawab, “Pendapatku baik wahai Muhammad! Jika engkau membunuhku, berarti engkau membunuh orang yang diperhitungkan darahnya. Jika engkau memberikan anugerah, berarti engkau telah memberikan anugerah kepada orang yang pandai berterima kasih. Jika engkau menginginkan harta, maka mintalah. Engkau akan diberi berapapun yang engkau inginkan.”Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggalkannya sampai keesokan harinya. Kemudian beliau bertanya kepada Tsumamah, “Apa pendapatmu wahai Tsumamah?”. Tsumamah menjawab, “(pendapatku) apa yang telah aku katakan kepadamu, “Jika engkau memberikan anugerah, berarti engkau telah memberikan anugerah kepada orang yang pandai berterimakasih. Jika engkau membunuhku, berarti engkau membunuh orang yang diperhitungkan darahnya. Jika engkau menginginkan harta, maka mintalah. Engkau akan diberi berapapun yang engkau inginkan.”Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggalkannya sampai setelah keesokan hari. Kemudian beliau bertanya kepada Tsumamah, “Apa pendapatmu wahai Tsumamah? Tsumamah menjawab, “Pendapatku apa yang telah aku katakan kepadamu, “Jika engkau memberikan anugerah, berarti engkau telah memberikan anugerah kepada orang yang pandai berterimakasih. Jika engkau membunuhku, berarti engkau membunuh orang yang diperhitungkan darahnya. Jika engkau menginginkan harta, maka mintalah. Engkau akan diberi berapapun yang engkau inginkan.”Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Lepaskan Tsumamah”. Kemudian ia berjalan ke sebuah pohon kurma yang letaknya berdekatan dengan masjid. Ia mandi lalu masuk ke dalam masjid. Setelah itu ia berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah. Wahai Muhammad! Demi Alah, Tidak ada satupun wajah di atas bumi ini yang lebih aku benci selain wajahmu. Sungguh, wajahmu kini menjadi wajah yang paling aku cintai dari seluruh wajah manusia. Demi Allah! Tidak ada satupun agama yang lebih aku benci selain agamamu. Sungguh, agamamu kini menjadi agama yang paling aku cintai dari seluruh agama. Demi Allah! Tidak ada negeri yang lebih aku benci selain negerimu. Sungguh, negerimu kini menjadi negeri yang paling aku cintai dari seluruh negeri. Sungguh, tentara berkudamu telah menangkapku, padahal aku ingin umrah. Lalu apa pendapatmu?”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun memberikan kabar gembira kepadanya dan menyuruhnya untuk melakukan umrah. Ketika ia datang ke Makkah, seseorang bertanya kepadanya, “Apa kamu telah bersenang-senang?”. Ia menjawab, “Tidak, bahkan aku masuk Islam di hadapan Muhammad, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Demi Allah! Tidak akan datang kepada kalian satu biji gandum pun dari Yamamah sampai mendapat izin dari Rasulullah SAW” 49 [95:1] Abu Hatim RA. berkata, “Hadits ini mengandung dalil yang membolehkan berniaga ke negara-negara musuh bagi ahli takwa.” Shahih Ibnu Hibban 1240: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Amr bin Ali telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yahya Al Qaththan, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Agharr bin Ash- Shabah dari Khalifah bin Hushain dari Qais bin Ashim bahwa ia masuk Islam. Kemudian Nabi memerintahkan kepadanya agar mandi dengan air dan daun bidara.” 50 [95: 1] Shahih Ibnu Hibban 1241: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Ma’mar Al Qathi’i telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Ahwash telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Simak dari Ikrimah dari Ibnu Abbas dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, “Air tidak akan menjadi najis oleh sesuatu.”51 [36:3] Shahih Ibnu Hibban 1242: Al Hasan bin Sufyan telah mengabaikan kepada kami, ia berkata, Hibban bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Sufyan dari Simak bin Harb dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, Seorang wanita istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mandi karena berjunub. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang dan berwudhu dengan air sisa mandinya. Ia mengatakan kepada beliau52 (tentang air sisa mandi tadi), kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya air tidak menjadi najis oleh sesuatu.“53[36:3] Shahih Ibnu Hibban 1243: Al Fadhl bin Al Hubbab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari shafwan bin Sulaim dari Sa’id bin Salamah dari keluarga Bani Al Azraq bahwa Al Muthirah bin Abu Burdah —Ia berasal dari bani Abduddar— mengabarkan kepadanya bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata, Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata, Wahai Rasulullah! Sungguh, kami mengarungi lautan. Kami hanya mempunyai sedikit air saja. Jika kami berwudhu dengan air itu, niscaya kami kehausan. Apakah (boleh) kami berwudhu dengan air laut? Beliau menjawab, “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya ”54 [65: 3] Shahih Ibnu Hibban 1244: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Hanbal telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Qasim bin Abu Az-Zinad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Hazim telah mengabarkan kepadaku dari Ibnu Miqsam —maksudnya Ubaidillah (bin Miqsam)— dari Jabir, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang air laut. Beliau bersabda, “Ia (laut) itu suci airnya dan halal bangkainya.”55 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1245: Al Husain bin Muhammad bin Mush’ab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Musykan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Zaid bin Al Hubbab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Nafi’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Abu Najih telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Mujahid dari Ummu Hani’, Maimunah dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mandi pada sebuah bak yang didalamnya terdapat adonan roti. 56 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1246: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ziyad bin Yahya Al Hassani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Bisyr bin Al Mufadhdhal59 telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Ajian telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sa’id Al Maqburi dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila lalat jatuh ke dalam wadah (makanan atau minuman) salah satu di antara kalian, maka sesungguhnya pada salah satu dari dua sayapnya terdapat penyakit, dan pada sayap yang lain terdapat obat, dan sesungguhnya ia melindungi diri dengan sayap yang didalamnya terdapat penyakit60, maka hendaklah ia membenamkan lalat itu secara keseluruhan, kemudian hendaklah ia membuangnya."61 [43: 3] Shahih Ibnu Hibban 1247: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya Al Qaththan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Dzi’b telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id bin Khalid telah menceritakan kepadaku dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila lalat jatuh ke dalam wadah (makanan ataupun minuman) salah satu dari kalian, maka benamkanlah, karena pada salah satu dari kedua sayapnya terdapat penyakit, dan pada yang lain terdapat obat".62 [95: 1] Shahih Ibnu Hibban 1248: Umar bin Isma’il bin Abu Ghailan Ats-Tsaqafi di Baghdad telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Ahwash telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Simak bin Harb dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata, Salah satu istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mandi di sebuah bak besar. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang untuk mandi atau berwudhu disana. Istri Nabi itu berkata, “Wahai Rasulullah! Sungguh, tadi aku mandi junub (ditempat itu)”. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesunguhnya air tidak menjadi junub (dengan itu)”.63 Shahih Ibnu Hibban 1249: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Usamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Al Walid bin Katsir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Muhammad bin Ja’far bin Az-Zubair bahwa Abdullah bin Abdullah menceritakan kepada mereka bahwa ayahnya yang bernama Abdullah bin Umar menceritakan kepada mereka bahwa, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang air dan hewan yang bergantian meminumnya, baik hewan yang dipakai sebagai kendaraan ataupun binatang buas. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab “Apabila air tersebut dua qullah maka ia tidak menjadi najis oleh sesuatu.”64 [36: 3] Abu Hatim berkata, “Sabda Rasulullah : الْمَاءُ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ “(Air tidak menjadi najis oleh sesuatu) adalah lafazh yang diucapkan secara umum namun maknanya dipergunakan pada sebagian kondisi saja, yaitu pada air yang banyak yang tidak berpotensi najis. Maka air seperti itu suci. Lafazh yang diucapkan secara umum ini dibatasi oleh kedatangan sunnah, yaitu sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,‏ إِذَا كَانَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَيْءٌ“ Apabila air (mencapai) dua qullah, maka ia tidak menjadi najis oleh sesuatu. ” 65 Keumuman dua hadits di atas dibatasi oleh ijma‘ (Konsensus ulama) yang menetapkan bahwa air sedikit ataupun banyak, bila berubah rasa, warna dan baunya oleh najis yang jatuh ke dalamnya, maka air tersebut menjadi najis. Ini berdasarkan keputusan ijma’ yang membatasi keumuman lafazh muthlak yang telah kami sebutkan. Shahih Ibnu Hibban 1250: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mawhab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Az-Zubair dari Jabir dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang buang air kecil di air yang diam (tidak mengalir)”.66 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 1251: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Isa bin Yunus telah mengabarkan kepada kami dari Auf dari Muhammad dari Abu Hurairah dsari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jangan sekali-kali salah satu dari kalian buang air kecil di air yang diam kemudian berwudhu disana.”67 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 1252: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Amr bin Al Harits telah mengabarkan kepadaku dari Bukair bin Al Asyaj bahwa Abu As-Sa’ib, hamba sahaya Hisyam bin Zuhrah menceritakan kepadanya bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata,“ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah satu dari kalian mandi di air yang diam dalam keadaan junub.” Mereka bertanya, Apa yang harus kami lakukan wahai Abu Hurairah?. Abu Hurairah menjawab, “Hendaklah ia mengambilnya (dengan gayung).” 68 [3: 2] Shahih Ibnu Hibban 1253: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abu Usamah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Walid bin Katsir dari Muhammad bin Abbad bin Ja’far dari Ubaidillah bin Abdullah bin Umar dari ayahnya, “Nabi ditanya tentang air dan binatang buas serta binatang kendaraan yang bergantian meminumnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila air (mencapai) dua qullah, maka ia tidak menjadi najis oleh sesuatu.” 69 [3:2] Abu Hatim berkata, Lafazh ini adalah pemberitaan yang dimaksudkan untuk menjawab apa yang ditanyakan mereka. Maksudnya, Air tidak menjadi najis oleh sesuatu yang ia tanyakan kepadaku.” Shahih Ibnu Hibban 1254: Ibrahim bin Abu Umayyah di Tharasus telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hamid bin Yahya Al Balkhi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Az-Zinad dari Musa bin Abu Utsman dari ayahnya dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah satu dari kalian buang air kecil di air diam yang tidak mengalir, kemudian ia mandi di situ.”70 Abu Hatim berkata, "Aku mendengar Ibnu Abu Umayyah berkata, “Aku mendengar Hamid bin Yahya, ia berkata, “Aku mendengar Sufyan, ia berkata, “Aku mendengar Ibnu Abu Az-Zinad dari Musa bin Abu Usman empat hadits, dan aku lupa yang satunya.” Shahih Ibnu Hibban 1255: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hibban bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ma’mar dari Asy’ats dari Al Hasan dari Abdullah bin71 Al Mughaffal bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seseorang buang air kecil di tempat pemandiannya. Karena kebanyakan waswas bersumber dari situ.” 72 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 1256: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yunus bin Abdul A’la telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Anas bin Iyadh telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Hants bin Abdurrahman bin Abu Dzubab dari Atfaa bin Mina73 dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah satu dari kalian buang air kecil di air yang diam, kemudian wudhu atau minum dari air itu.”74 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 1257: Abu Ya’la telah mengabaikan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya Al Qaththan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Ajian dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Janganlah75 salah satu di antara kalian buang air kecil di air yang diam, dan janganlah mandi junub di air tersebut.”76 Shahih Ibnu Hibban 1258: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Asy-Syaibani dari Abu Burdah dari Hudzaifah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, jika bertemu seorang laki-laki dari sahabatnya, beliau mengusapnya dan berdoa untuknya.”Hudzaifah melanjutkan, “Pada suatu hari, di pagi hari, aku melihatnya. Namun aku menghindar darinya. Kemudian aku mendatanginya saat siang mulai merangkak. Beliau bersabda, “Sungguh, (tadi) aku melihatmu. Namun kamu menghindar dariku. "Aku menjawab,“Sesungguhnya tadi aku (dalam keadaan) junub. Aku khawatir engkau mengusapku.". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang muslim itu tidak najis.”77 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 1259: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il di daerah Bust telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Abdul Wants bin Ubaidillah Al Ataki78 telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Marwan bin Mu’awiyah Al Fazari79 telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Humaid Ath-Thawil dari Bakr bin Abdullah dari Abu Rafi’ dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menemuiku pada saat aku sedang junub. Lalu aku berjalan bersamanya sambil beliau memegang tanganku. Kemudian aku memisahkan diri darinya, berjalan sendiri dan mandi (junub). Kemudian aku kembali menemuinya dan duduk bersamanya. Beliau bertanya, “Kemana saja kamu wahai Abu Hurairah?”. Aku menjawab, “Engkau menemuiku, sedangkan aku beijunub. Aku merasa tidak enak duduk bersamamu.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Sesungguhnya seorang mu’min itu tidak najis.”80 81 Shahih Ibnu Hibban 1260: Ali bin Ahmad bin Bistham di Bashrah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Amr bin Ali bin Bahr telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Dawud telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu'bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ashim Al Ahwal, ia berkata, “Aku mendengar Abu Hajib menceritakan dari Al Hakam bin Amr Al Ghiffari bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang laki-laki berwudhu dengan bekas air wudhu wanita.” 82 [36:2] Abu Hatim berkata, “Abu Hajib; namanya adalah Siwadah bin Ashim Al Qaizi” 83. Shahih Ibnu Hibban 1261: Abdullah bin Muhammad bin Al Junaid telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abu Al Ahwash telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Simak dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Salah seorang istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mandi di sebuah bak besar. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hendak berwudhu di situ. Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku tadi (mandi) junub.”beliau menjawab, “Air itu tidak terkena junub.”84` Abu Hatim berkata, “Tidak ada yang mengatakan فِي جَفْنَةٍ kecuali Abu Al Ahwash. Karena sesungguhnya ia berkata, ‏ في جفنة . Lafazh ini menunjukkan tidak wajib berwudhu karena bersentuhan kulit (antara laki-laki dan perempuan) jika perempuannya merupakan mahramnya ” Shahih Ibnu Hibban 1262: Muhammad bin Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Muhammad bin Abdul A’la telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Khalid bin Al Harits telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Syu’bah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abdurrahman bin Al Qasim telah menceritakan kepadaku, ia berkata, “Aku mendengar Al Qasim meriwayatkan hadits dari Aisyah, ia berkata, “Dulu, aku dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mandi junub di dalam satu wadah (bak)”. 85 [36: 2] Shahih Ibnu Hibban 1263: Al Hasan bin Sufyan telah mengabaikan kepada kami, ia berkata, “Ashim bin An-Nadhr telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Mu’tamir bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ubaidullah bin Umar telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Nafi’ dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya ia melihat Nabi dan para sahabatnya, baik laki-laki atau pun perempuan, bersuci dalam satu wadah. Mereka semua bersuci dalam satu wadah tersebut.” 86 [36:2] Shahih Ibnu Hibban 1264: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdurrahman bin Al Qasim dari ayahnya dari Aisyah, ia berkata, “Dulu, aku dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mandi junub di dalam satu wadah (bak).” 87 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1265: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar berkata, “Sungguh, laki-laki dan perempuan pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu bersama-sama.” 88 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 1266: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Al Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang menjengukku, sedangkan aku sedang sakit dan tidak sadarkan diri. Lalu beliau berwudhu dan menyiramkan bekas air wudhunya kepadaku. Kemudian aku sadar, lalu bertanya, “Untuk siapa harta waris, bila seseorang menerima warisan dariku sedangkan aku tidak meninggalkan bapak dan anak (kalalah).Maka turunlah ayat fara’idh” 89.[8: 5] Abu Hatim RA berkata, “Prilaku Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyiramkan bekas air wudhunya ke tubuh Jabir merupakan penjelasan yang nyata bahwa air bekas digunakan berwudhu hukumnya suci. Ia tidak boleh bertayammum, karena ia mendapatkan air yang suci. Allah SWT hanya membolehkan tayammum ketika tidak ada air suci. Bagaimana mungkin tayammun dilakukan oleh orang yang menemukan air suci?” Shahih Ibnu Hibban 1267: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ubaidillah bin Umar Al Qawariri telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Hakam dari Dzarr dari Abdurrahman bin Abza dari ayahnya, ia berkata, “Seorang laki-laki bertanya kepada umar. la berkata, “Sungguh, aku beijunub. Namun aku tidak menemukan air.“ Umar menjawab, “Jangan shalat!“. Ammar berkata, “Apakah kamu tidak ingat, ketika aku dan kamu berada dalam satu pasukan di zaman Rasulullah SAW“. Kemudian diceritakanlah masalah itu kepada Rasulullah. Saat itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya engkau cukup menepukkan tanganmu seperti ini," sambil menepukkan tangannya ke tanah sebanyak satu tepukan, kemudian beliau meniup kedua telapak tangannya, lalu mengusap wajah dan kedua telapak tangannya.“ 90 [8: 5] Abu Hatim berkata, “Ajaran Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang serta cukupnya satu kali tepukan untuk wajah dan kedua telapak tangan dalam tayammum, merupakan dalil yang paling jelas bahwa benda yang digunakan untuk menunaikan fardhu sebanyak satu kali boleh digunakan untuk menunaikan fardhu berikutnya. Itu disebabkan karena orang yang difardhukan bertayammum wajib mentayamumi wajah dan kedua telapak tangannya secara keseluruhan. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan pelaksanaan tayammum fardhu untuk telapak tangan dengan sisa debu dari bekas mentayamumi wajah, maka bisa ditetapkan bahwa debu yang digunakan untuk mentayamumi satu anggota boleh digunakan untuk mentayamumi anggota yang lain. Jika hal ini bisa ditetapkan pada tayammum, maka keputusan yang sama juga bisa ditetapkan pada wudhu.” Shahih Ibnu Hibban 1268: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abu Amir Al Aqadi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Umar bin Abu Za'idah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Aun bin Abu Juhaifah dari ayahnya, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berada di kubah merah. Aku melihat Bilal mengeluarkan bekas air wudhu beliau. Aku melihat manusia bergegas-gegas menuju bekas air wudhu beliau seraya mengusapi tubuh mereka (dengan bekas air wudhu tadi). Abu Juhfah berkata lagi, “Kemudian Bilal mengeluarkan tombak kecil dan menancapkannya ke tanah. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Keluar denga memakai pakaian merah berupa kain bergaris. Beliau pun melaksanakan shalat dengan menghadap tombak tadi, sementara manusia dan hewan kendaraan melintas di hadapannya.” 91s [50:4] Shahih Ibnu Hibban 1269: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Qutaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abu Al Ahwash telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Simak dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abas, ia berkata, “Salah seorang istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mandi di sebuah bak kayu. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang seraya berwudhu —atau mandi— dari sisa airnya. Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Sungguh aku tadi mandi junub.’’Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya air tidak menjadi najis oleh sesuatu.”, 93 (50:4) Shahih Ibnu Hibban 1270: Muhammad bin Mundzir bin Sa’id telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Yusuf bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Hajjaj telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Juraij dari Abu Az-Zubair dari Jabir dari Abu Humaid As-Sa’idi, ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa susu -dan (saat itu) beliau berada di Naqi’94 yang wadahnya tidak ditutupi. Lalu beliau bersabda, “Cobalah tutupi wadah itu, walaupun dengan kayu yang kamu letakkan melintang diatasnya” Abu Humaid berkata, “Sungguh, yang diperintahkan kepada kita adalah menutupi wadah di malam hari dan mengunci pintu di malam hari.” 95 [83:1] Shahih Ibnu Hibban 1271: Abu Bakr Umar96 bin Sa’id Sinan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ahmad bin Abu Bakar telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Abu Az-Zubair Al Makki dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Kuncilah pintu, ikatlah ujung geriba, tutuplah wadah dan matikan lampu. Karena syetan tidak bisa membuka kunci, tidak bisa melepaskan ikatan, dan tidak bisa membuka wadah dan sesungguhnya tikus bisa membakar rumah manusia (hingga merugikan mereka).”97 Shahih Ibnu Hibban 1272: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Amr bin Ali telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Yahya Al Qaththan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Juraij, ia berkata, “Atha telah mengabarkan kepadaku dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kunci pintumu dan sebutlah nama Allah. Karena syetan tidak bisa membuka pintu yang terkunci. Matikan lampumu dan sebutlah nama Allah. Ikat geribamu dan sebutlah nama Allah Tutup wadah-wadahmu dan sebutlah nama Allah, meskipun dengan kayu yang kamu letakkan melintang diatasnya.”98 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 1273: Abdullah bin Ahmad bin Musa Abdan telah mengabaikan kepada kami, ia berkata, “Muhammad bin Ma’mar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abu Ashim telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Juraij dari Abu Az-Zubair dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah S A W memerintahkan kepada kami empat hal dan melarang kepada kami lima hal: jika kamu hendak tidur, kuncilah pintumu, ikatlah geribamu, tutuplah wadahmu, matikan lampumu, karena syetan tidak bisa membuka pintu, tidak bisa melepaskan ikatan dan tidak bisa membuka penutup. Sesungguhnya tikus bisa membakar rumah para penghuninya. Janganlah kamu makan dengan tangan kirimu. Janganlah kamu minum dengan tangan kirimu. Jangan berjalan dengan memakai satu sandal. Jangan menyelimuti seluruh tubuh dengan pakaian dan jangan duduk memeluk lutut di rumah dengan memakai satu pakaian (hingga kemaluannya terbuka).” 36 [95: 1] Shahih Ibnu Hibban 1274: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Al Hasan bin Ash-Shabbah Al Bazzar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Isma’il bin Abdul Karim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ibrahim bin Aqil bin Ma’qil telah mengabarkan kepadaku dari ayahnya dari Wahab bin Munabbih, ia berkata, “Jabir bin Abdullah telah mengabarkan kepadaku bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ikatlah ujung geriba (wadah air). Kuncilah pintu jika kamu hendak tidur malam. Tutuplah makanan dan minuman. Karena syetan akan datang. Jika ia menemukan pintu tidak terkunci, maka ia akan masuk. Jika ia menemukan geriba tidak diikat, ia akan meminum (air) nya. Jika ia menemukan pintu terkunci dan geriba (wadah air) terikat, ia tidak akan bisa melepas ikatan dan tidak akan bisa membuka pintu yang terkunci. Jika salah seorang dari kalian tidak menemukan sesuatu yang menutupi wadah tempat air minumnya, maka hendaklah ia meletakkan kayu yang melintang diatasnya.”100 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 1275: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Yusuf bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Fithr bin Khalifah dari Abu Az-Zubair dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami, “Kunci pintu-pintumu, ikat geriba-geribamu, tutup wadah-wadahmu dan matikan lampumu. Karena syetan tidak bisa membuka kunci, tidak bisa melepas ikatan dan tidak bisa membuka penutup. Dan sesungguhnya tikus terkadang membakar rumah penghuninya Laranglah binatang- binatang peliharaanmu101 dan keluargamu ketika matahari terbenam agar tidak bepergian ketika malam sangat gelap. ”102 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 1276: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ibrahim bin Al Hajjaj telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Habib Al Mu’allim dari Atha’ bin Abu Rabah dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Laranglah binatang-binatang (berkeliaran) hingga berlalunya Isya yang mencekam.104 Karena sesungguhnya ini adalah saat di mana syetan sedang terbakar (semangatnya). ” 105 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 1277: Abdul Qadir bin Umar Al Khithabi di Bashrah telah mengabarkan kepada kami dengan hadits yang gharib (tanpa didukung oleh periwayat lain), ia berkata, “Bisyr bin Ali Al Kirmani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Hassan bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Aban bin Taghlib telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Hakam bin Abdurrahman bin Abu Ya’la dari Abdullah bin Ukaim, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menulis surat kepada kami satu bulan sebelum meninggalnya, “Janganlah kalian memanfaatkan dari bangkai dengan (mengambil) kulit dan urat syarafnya.” 106 [106:2] Shahih Ibnu Hibban 1278: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “An-Nadhr bin Syumail telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Syu’bah telah menceritakan kepada kami ia berkata, “Al Hakam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Aku mendengar Abdurrahman bin Abu Laila menceritakan dari Abdullah bin Ukaim Al Juhani, ia berkata, “Dibacakan kepada kami surat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan kami sedang berada di bumi Juhainah, “ Janganlah kalian memanfaatkan dari bangkai dengan mengambil kulit dan urat sarafnya. ” 107 [106:2] Shahih Ibnu Hibban 1279: Al Husain bin Abdullah Al Qaththan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Shadaqah bin Khalid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Abu Maryam telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Qasim bin Mukhaimirah dari Al Hakam dari Abdurrahman bin Abu Laila dari Abdullah bin Ukaim, ia berkata,' Para syaikh kami telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Juhainah, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menulis surat kepada mereka yang isinya, Janganlah kalian mengambil manfaat sedikitpun dari bangkai.” [106:2] Abu Hatim RA berkata, “Lafazh حَدَّثَنَا مَشْيَخَةٌ لَنَا مِنْ جُهَيْنَةَ memberikan kesan kepada segenap manusia bahwa hadits ini tidak bersambung sanadnya. Ini termasuk yang sering kami ungkapkan di beberapa hadits kami, “Sesungguhnya seorang sahabat terkadang menyaksikan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan mendengar hadits dari beliau. Kemudian ia mendengar hadits yang sama dari orang yang lebih tinggi derajatnya109 yang mendengar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun dalam waktu yang lain, ia meriwayatkan apa yang ia dengar dari orang yang lebih tinggi derajatnya. Tidakkah anda perhatikan bahwa Ibnu Umar menyaksikan langsung pertanyaan Jibril kepada Rasulullah tentang keimanan, dan ia juga mendengar itu dari Umar bin Khaththab. Dalam hal ini, satu waktu ia mengabarkan apa yang ia saksikan bersama Nabi. Namun dalam waktu yang lain ia meriwayatkan dari ayahnya apa yang ia dengar. Demikian pula halnya dengan Abdullah bin Ukaim. Ia menyaksikan langsung tulisan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada saat tulisan itu dibacakan kepada mereka di Juhainah110, namun ia juga mendengar para syaikh (tokoh senior) Juhainah mengatakan isi tulisan itu. Maka ia pun pada satu waktu menyampaikan apa yang ia saksikan dan pada waktu yang lain menyampaikan apa yang ia dengar. Jadi tidak ada keterputusan sanad dalam hadits ini. Makna dari hadits Abdullah bin Ukaim yang berbunyi: أَنْ لاَ تَنْتَفِعُوا مِنَ الْمَيْتَةِ بِإِهَابٍ “Jangan memanfaatkan dari bangkai dengan mengambil kulit dan urat sarafnya bila belum disimak (dicuci dan dibersihkan). Dalil yang mendukung keshahihan makna di atas adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam أَيُّمَا إِهَابٍ دُبِغَ فَقَدْ طَهُرَ‏ artinya, “Kulit apa saja yang sudah disamak, maka (hukumnya) suci. ” Shahih Ibnu Hibban 1280: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Ahwash telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Simak dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata, Seekor domba milik istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mati. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang kepadanya. Kemudian ia memberitahukan (kematian dombanya) kepada beliau112. Beliau bersabda, “Mengapa kalian tidak manfaatkan kulitnya?”. Ia bertanya, “Wahai Rasulullah! Bukankah itu kulit bangkai?”. Ibnu Abbas berkata, “Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat قُلْ لاَ أَجِدُ فِيمَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً‏ Katakanlah,“Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai” (Qs. Al An’aam [6]: 145) —sampai akhir ayat—; Sungguh, kalian tidak memakannya (namun sekedar memanfaatkan kulitnya, penterj). Ibnu Abbas berkata, “Lalu aku mengutus orang ke sana. Istri Nabi pun menguliti bangkai itu, lalu ia mengolah kulitnya menjadi sebuah geriba (wadah air)”. Ibnu Abbas berkata, “Aku masih melihatnya setahun yang lalu.”113 [46:4] Shahih Ibnu Hibban 1281: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abu Bakar Al Muqaddami telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Awanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Simak bin Harb, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata, Seekor domba milik Saudah binti Zam’ah mati. Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Si fulanah —-maksudnya domba— telah mati". Beliau bersabda, “Mengapa kalian tidak mengambil kulitnya?". Ia bertanya, “(apa boleh) kami mengambil kulit domba yang sudah mati?”. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah hanya berfirman: —sampai akhir ayat— Tidak ada larangan bagi kalian untuk menyamaknya, lalu memanfaatkannya". Ibnu Abbas berkata, “Aku pun mengirim orang ke sana. Lalu ia (Saudah) menguliti kulit bangkai tadi dan membuat geriba darinya hingga geriba itu kemudian terbakar.”114 [46:4] Shahih Ibnu Hibban 1282: Abdullah bin Muhammad bin Salm.”115 telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Auza’i telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zuhri dari Ubaidullah bin Abdullah dari Ibnu Abbas, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewati seekor domba yang sudah jadi bangkai, beliau bersabda, 'Mengapa kalian tidak memanfaatkan kulitnya.”. Mereka berkata, 'Wahai Rasulullah! Sungguh domba itu telah menjadi bangkai.' Beliau bersabda, 'Sesungguhnya yang diharamkan hanyalah memakannya’.” .”116 [83: 1] Shahih Ibnu Hibban 1283: Muhammad bin Al Mundzir bin Sa’id telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yusuf bin Sa’id bin Muslim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hajjaj telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Juraij, ia berkata, Amr bin Dinar telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Atha bin Abu Rabah —sejak saat itu— telah mengabarkan kepadaku sebuah hadits dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Maimunah, istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menceritakan kepadaku bahwa domba milik mereka (mati). Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak menyamak kulitnya, lalu kalian manfaatkan (kulit)nya itu'.”.”117 (83:1) Shahih Ibnu Hibban 1284: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yunus telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Syihab, ia berkata, “Ubaidillah bin Abdullah telah menceritakan kepadaku dari Ibnu Abbas, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menemukan seekor domba mati yang dulunya diberikan oleh hamba sahaya Maimunah dari harta sedekah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Mengapa kalian tidak memanfaatkan kulitnya?". Mereka berkata, “Sesungguhnya domba itu telah menjadi bangkai."beliau bersabda, “Sungguh, yang diharamkan hanyalah memakannya.”.118 [106:2] Shahih Ibnu Hibban 1285: Abdurrahman bin Bahr Al Bazar telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Umar Al Adani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Az-Zuhri menceritakan dari Ubaidullah bin Abdullah dari Ibnu Abbas dari Maimunah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewati seekor domba dari harta sedekah yang sudah menjadi bangkai dan dulunya diberikan oleh hamba sahaya Maimunah. Beliau bersabda, “Mengapa mereka tidak mengambil kulitnya, lalu menyamaknya dan memanfaatkannya?”. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Sungguh, domba itu telah menjadi bangkai.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya yang diharamkan hanyalah memakannya.”119 [106: 2] Shahih Ibnu Hibban 1286: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Zuhair bin Abbad Ar-Rawasi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Malik telah mengabarkan kepada kami dari Yazid bin Abdullah bin Qusaith dari Muhammad bin Abdurrahman bin Tsauban dari ibunya120 dari Aisyah, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar kulit bangkai diambil manfaatnya bila telah disamak.” 121 [106:2] Shahih Ibnu Hibban 1287: Umar bin Sinan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Zaid bin Aslam dari Abdurrahman bin Wa’lah dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kulit apapun yang telah disamak, maka (hukumnya) suci.”122 [106:2] Shahih Ibnu Hibban 1288: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il di daerah Bust telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Umar Al Adani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan bin Uyainah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Zaid bin Aslam telah menceritakan kepadaku, ia berkata, aku mendengar Ibnu Wa’lah, ia berkata, aku mendengar Ibnu Abbas berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kulit apapun yang telah disamak, maka (hukumnya) suci”123.[106:2] Shahih Ibnu Hibban 1289: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan dari Az-Zuhri telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ubaidillah124 bin Abdullah dari125 Ibnu Abbas dari Maimunah, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melewati seekor domba yang telah jadi bangkai. Beliau bersabda, “Mengapa mereka tidak mengambil kulitnya, lalu mereka Simak dan mereka manfaatkan?”. Mereka berkata, “Sungguh, ia telah menjadi bangkai.” beliau bersabda, “Sesungguhnya yang diharamkan hanyalah memakannya..” [10:3] Shahih Ibnu Hibban 1290: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami dengan hadits gharib (diriwayatkan hanya oleh seorang periwayat saja), ia berkata, Ibrahim bin Ya’qub Al Juzajani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hasan bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syarik telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Umarah bin Umair dari Al Aswad dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “(Hasil) samakan kulit bangkai itu suci.”127 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1291: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Wahab, ia berkata, Amr bin Al Harits telah mengabarkan kepadaku sebuah hadits dari Katsir bin Farqad bahwa Abdullah bin Malik bin Hudzafah menceritakan kepadanya dari ibunya, Al Aliyah binti Subai’ bahwa ia berkata, Aku memiliki seekor kambing di Uhud, lalu kambing itu mati, kemudian aku masuk ke rumah Maimunah dan menceritakan kejadian ini kepadanya. Maimunah berkata kepadaku, “Seandainya saja kamu ambil kulitnya, lalu kamu manfaatkan.”Aku bertanya, “Apakah itu halal?”. Ia menjawab, “Iya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melewati sekelompok laki-laki dari Quraisy yang sedang menyeret domba milik mereka yang ukurannya seperti keledai. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada mereka, “Seandainya kalian mengambil kulitnya. "Mereka berkata, “Sungguh, ia telah menjadi bangkai.’’Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ia bisa dibersihkan dengan air dan daun akasia.”128 [46: 3] Shahih Ibnu Hibban 1292: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ibnu Abu As-Sari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ma’mar telah mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri dari Mahmud bin Ar-Rabi’, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyimpan air muntahan dari mulut yang beliau muntahkan dari sebuah timba di sumur yang berada di rumah mereka.” 129 [1: 4] Shahih Ibnu Hibban 1293: Imran bin Musa bin Musyaji’ telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Mis’ar dan Sufyan dari Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya dari Aisyah, ia berkata, “Aku menaruh mulutku pada sebuah tempat air, saat itu aku sedang haidh. Kemudian aku memberikannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Beliau pun menaruh mulutnya di tempat aku menaruh mulutku. Lalu aku mengambil tulang yang sebagian besar dagingnya telah dimakan. Saat itu aku sedang haidh. Kemudian aku memberikannya kepada beliau, lalu beliau menaruh mulutnya di tempat aku menaruh mulutku.” 130 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1294: Abdullah bin Ahmad bin Musa di Askar Mukram telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Uqbah bin Mukram Al Ammi131 telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yunus bin Bukair telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Hisyam bin Urwah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Az-Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila anjing menjilati wadah salah satu dari kalian, maka basuhlah ia sebanyak tujuh kali.”,132 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1295: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu As-Sari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Yang dapat mensucikan134 wadah salah satu dari kalian bila dijilat anjing, adalah dibasuh sebanyak tujuh kali”.135 [43 : 3] Shahih Ibnu Hibban 1296: Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isma’il bin Khalil telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ali bin Mushir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Abu Shalih dan Abu Razin dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,'Apabila anjing menjilati wadah salah satu di antara kalian, maka tumpahkanlah isinya, kemudian basuhlah wadah itu 136 sebanyak tujuh kali.” 137 [43: 3] Shahih Ibnu Hibban 1297: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isma’il bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Hisyam bin Hassan dari Muhammad bin Sirin dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Yang mensucikan wadah salah satu dari kalian jika dijilat anjing, adalah membasuhnya sebanyak tujuh kali. Basuhan pertamanya dengan debu”138 [43: 3] Shahih Ibnu Hibban 1298: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdul A’la telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid bin Al Harits telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syu’bah dari Abu At- Tayyah, ia berkata, Aku mendengar sebuah hadits dari Mutharrif bin Abdullah bin Asy-Syikhkhir dari Abdullah bin Mughaffal bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila anjing menjilati wadah, maka basuhlah wadah itu sebanyak tujuh kali. Dan lumuri dengan debu pada basuhan ke delapan.” 139 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1299: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dari Humaidah binti Ubaid140 bin Rifa’ah dari Kabsyah binti Ka’ab bin Malik, istri dari (Ibnu) 141 Abu Qatadah, Abu Qatadah masuk ke rumahnya. Lalu Kabsyah menuangkan air wudhu untuknya (ke dalam wadah). Maka datanglah seekor kucing yang ingin meminumnya. Lalu Abu Qatadah142 memiringkan wadah dan kucingpun meminumnya. Kabsyah berkata, “Abu Qatadah memandangiku saat aku memperhatikan (perbuatan) nya. Lalu ia bertanya, “Apakah kamu merasa aneh wahai putri saudaraku?”. Aku menjawab, “Ya.”Ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh ia (kucing) tidaklah najis. Ia termasuk makhluk laki-laki dan makhluk perempuan yang selalu mengelilingi kalian. ” 143 [66: 3] Shahih Ibnu Hibban 1300: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Abdurrahman bin Al Qasim dari ayahnya dari Aisyah bahwa ia berkata, “Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam salah satu perjalanan beliau. Hingga ketika kami berada didaerah Al Baida atau Dzat Al Jaisy, kalung milikku putus. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berhenti untuk mencarinya. Para sahabat pun ikut berhenti dan mencarinya bersama beliau. Saat itu mereka tidak membawa air dan tidak memiliki air sama sekali. Lalu mereka mendatangi Abu Bakar Ash-Shiddiq. Mereka berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang diperbuat Aisyah? Ia telah membuat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat berhenti, padahal mereka semua tidak memiliki air sedikit pun.”Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq datang saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang tidur dipangkuanku, ia berkata, "Engkau telah menahan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, padahal mereka sama sekali tidak memiliki air. Abu Bakar memarahiku dan mengatakan sesuatu yang telah Allah kehendaki untuk ia katakan, lalu memukul lambungku dengan tangannya. Aku tidak dapat bergerak karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di atas pahaku. Beliau tidur sampai pagi hari tanpa ada air sedikit pun. Kemudian Allah menurunkan ayat tayammum dan mereka pun bertayammum.”144. Kemudian mereka pun bertayammum." Sehubungan dengan kejadian itu, Usaid bin Hudhair —salah seorang pemimpin— berkata, “Itu bukanlah berkah yang pertama bagimu, wahai keluarga Abu Bakar.” Aisyah berkata, “Kemudian kami mencari unta yang aku kendarai sebelumnya dan kami menemukan kalung itu di bawahnya.” 145 [30: 1] Shahih Ibnu Hibban 1301: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ubaidillah bin Umar Al Qawariri telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya Al Qaththan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Auf telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Raja’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Imran bin Hushain telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Kami berada dalam perjalanan malam hari bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hingga ketika pada ujung malam, kami tidur, di mana tidak ada tidur di akhir malam yang lebih enak daripada dalam perjalanan, tidak ada yang membangunkan kami kecuali sinar matahari dan orang yang paling dahulu bangun adalah Fulan, kemudian Fulan, kemudian Fulan146 -Abu Raja' (periwayat hadits ini) menyebut nama-nama mereka, sedangkan Auf (murid Abu Raja') lupa terhadap nama-nama mereka —kemudian Umar bin Al Khaththab sebagai orang keempat yang bangun, sedangkan Nabi Muhammad saw apabila beliau tidur, maka kami tidak membangunkannya hingga beliau bangun sendiri, karena kami tidak mengetahui apa yang teijadi dengan beliau dalam tidurnya. Imran berkata, "Maka ketika Umar RA bangun dan melihat apa yang terjadi pada orang-orang disekelilingnya, sedangkan ia adalah seorang yang suaranya sangat keras147 dan kuat badannya, ia bertakbir dan mengeraskan suara takbirnya. Ia terus-menerus bertakbir dengan suara keras hingga Rasulullah saw terbangun karena suaranya. Setelah beliau bangun, mereka mengadukan kepada beliau tentang apa yang mereka alami. Beliau menjawab,' 'Tidak membahayakan148, lanjutkan perjalanan”. Lalu beliau berjalan tidak jauh. Kemudian beliau turun, meminta air dan berwudhu. Lalu dikumandangkan adzan shalat, dan beliau melaksanakan shalat bersama para sahabat. Ketika beliau berpaling dari shalat, tiba-tiba beliau mendapatkan seorang laki-laki yang sedang menyendiri dan tidak shalat bersama para sahabat. Beliau bertanya, “Wahai fulanl Apa yang menghalangimu melaksanakan shalat bersama manusia?”. Laki-laki itu menjawab, “Wahai Rasulullah! Aku terkena junub dan tidak mendapatkan air”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pergunakanlah debu (untuk tayammum), karena sesungguhnya hal itu cukup bagimu". Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan perjalanan. Para sahabat mengeluh kehausan kepada beliau. Lalu beliau turun dan memanggil si fulan —Abu Raja' menyebutkan namanya, namun Auf lupa— dan memanggil Ali RA. Beliau bersabda, “Pergilah kalian berdua dan carikan air untuk kami". Kemudian mereka berdua bertemu dengan seorang perempuan yang sedang berada di antara dua geriba (wadah air) besar149 atau dua sathihah yang memuat air dan ditaruh di atas unta miliknya. Mereka berdua bertanya kepadanya, “Dimanakah ada air?”. Ia lalu berkata, Tidak ada air sama sekali.” Kami bertanya, "Berapa jarak antara keluargamu dan air?" Ia menjawab, "Kemarin, aku berjanji untuk mendapatkan air saat ini, sedangkan orang-orang lelaki kami pergi dari kampung.” Keduanya berkata, "Kalau demikian, berangkatlah! Ia bertanya, "Kemana?". Keduanya menjawab, "Kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia menjawab, "Kepada orang yang dikatakan Ash-Shabi150 (keluar dari agamanya)?”. Dua orang itu menjawab, "Dialah orang yang kamu maksudkan, maka berangkatlah!". Lalu kedua sahabat tersebut membawanya kepada Rasulullah saw dan menceritakan pembicaraan itu kepada beliau. Imran melanjutkan perkataannya, "Kemudian mereka menurunkan wanita tadi dari untanya, dan Rasulullah membawa wadah air, kemudian beliau menuangkan air ke dalamnya dari mulut tempat air dan menegakkan mulut-mulutnya dan melepaskan lobang air (bagian bawahnya). Lalu beliau memanggil para sahabat agar mengambil air dan minum. Maka para sahabat pun minum dan mengambil air sepuasnya. Kemudian beliau memberikan wadah air kepada orang yang junub. Beliau bersabda, "Pergilah, dan isilah wadah air itu dengan air. "Wanita itu berdiri memperhatikan apa yang mereka lakukan dengan airnya. Demi Allah, Sungguh geriba itu telah terkuras airnya pada saat dipindahkan dari tempatnya. Namun sesungguhnya diperlihatkan kepada kami bahwa geriba itu kini airnya lebih penuh daripada saat pertama kali diisi. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kumpulkan makanan untuk wanita ini”. Mereka lalu mengumpulkan kurma (yang disimpan sebagai makanan), tepung, dan tepung gandum untuk wanita tadi, hingga terkumpullah makanan yang cukup banyak untuknya dan mereka mengikat makanan di dalam kain, memanggulnya keatas untanya, dan mereka letakkan kain itu di depannya. Beliau bersabda kepadanya, "Engkau tahu bahwa Demi Allah kami tidak mengurangi airmu sedikit pun, tetapi Allah-lah yang memberi kami minum. "Wanita itu lalu datang kepada keluarganya yang ia tinggal cukup lama. Mereka lalu bertanya, "Apakah yang membuatmu tertahan lama di dalam perjalanan, wahai Fulanah?". Wanita itu menjawab, "Kekaguman. Aku bertemu dua orang laki-laki, lalu mereka membawaku kepada seseorang yang oleh orang lain dikatakan sebagai orang yang telah pindah agama (Ash-Shabi), lalu ia berbuat begini dan begini. Sungguh, ia orang yang paling penyihir di antara ini dan ini.' Wanita itu berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuk, dengan mengangkatnya ke langit, yakni langit dan bumi. Atau sesungguhnya dia itu benar-benar utusan Allah (sebagaimana anggapan mereka). Imran melanjutkan perkataannya, “Setelah peristiwa itu, kaum muslimin melakukan penyerbuan kepada kaum musyrikin yang berada disekeliling (pemukiman) wanita tadi. Namun mereka tidak mau menyerang pemukiman151 dimana wanita tadi tinggal. Ia pun berkata kepada kaumnya, “Demi Allah! kaum muslimin sengaja membiarkan (tidak menyerang) kalian. Apakah kalian mau masuk Islam?”. Mereka pun menaatinya hingga mereka masuk Islam.” 152 [30:1] Shahih Ibnu Hibban 1302: Al Fadhl bin Al Hubbab, ia telah mengabarkan kepada kami berkata, Musaddad bin Musarhad telah menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, ia berkata, Auf telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Raja menceritakan kepadaku, ia berkata, Imran bin Hushain menceritakan kepadaku, ia berkata, Kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan. Hingga ketika pada ujung malam, kami tidur, di mana tidak ada tidur di akhir malam yang lebih enak daripada dalam perjalanan. Tidak ada yang membangunkan kami kecuali panasnya matahari.”Maka bangunlah si fulan dan sifulan - Abu Raja menyebutkan nama-nama mereka. Sedangkan Auf lupa nama-nama mereka193. Umar bin Al Khaththab sebagai orang keempat yang bangun, sedangkan Nabi Muhammad saw apabila beliau tidur, maka kami tidak membangunkannya hingga beliau bangun sendiri, karena kami tidak mengetahui apa yang terjadi dengan beliau dalam tidurnya. Imran melanjutkan perkataannya, "Maka ketika Umar RA. bangun dan melihat apa yang terjadi pada orang-orang disekelilingnya, sedangkan ia adalah seorang yang suaranya sangat keras dan kuat badannya, ia bertakbir dan mengeraskan suara takbirnya. Ia terus-menerus bertakbir dengan suara keras hingga Rasulullah saw terbangun karena suaranya. Setelah beliau bangun, mereka mengadukan kepada beliau tentang apa yang mereka alami. Beliau menjawab, “Tidak membahayakan, lanjutkan perjalanan.' Lalu beliau berjalan tidak jauh. Kemudian beliau turun, meminta air dan berwudhu. Lalu dikumandangkan adzan shalat, dan beliau melaksanakan shalat bersama para sahabat. Ketika beliau berpaling dari shalat, tiba-tiba beliau mendapatkan seorang laki-laki yang sedang menyendiri dan tidak shalat bersama para sahabat. Beliau bertanya, “Wahai fulan! Apa yang menghalangimu melaksanakan shalat bersama manusia?”. Laki-laki itu menjawab, 'Wahai Rasulullah! Aku dalam keadaan junub dan tidak mendapatkan air.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Pergunakanlah debu (untuk tayammum), karena sesungguhnya hal itu cukup bagimu. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melanjutkan perjalanan. Para sahabat mengeluh kehausan kepada beliau. Lalu beliau turun dan memanggil si fulan —Abu Raja' menyebutkan namanya, namun Auf lupa— dan memanggil Ali RA. Beliau bersabda, ‘Pergilah kalian berdua dan carikan air untuk kami.’. Kemudian mereka berdua bertemu dengan seorang perempuan yang sedang berada di antara dua geriba (wadah air) besar atau dua sathihah yang memuat air dan ditaruh di atas unta miliknya. Mereka berdua bertanya kepadanya, “Dimanakah air?”. Ia lalu berkata, "Tidak ada air sama sekali." Kami bertanya, "Berapa jarak antara (rumah) keluargamu dan air?" Ia menjawab, "Kemarin, aku beijanji untuk mendapatkan air saat ini, sedangkan orang-orang lelaki kami pergi dari kampung." Keduanya berkata, "Kalau demikian, berangkatlah!”Ia bertanya, "Kemana?". Keduanya menjawab, "Kepada Rasulullah SAW" Ia menjawab, "Kepada orang yang dikatakan Ash-Shabi (keluar dari agamanya)?”. Dua orang itu menjawab, "Dialah orang yang kamu maksudkan, maka berangkatlah!”. Lalu kedua sahabat tersebut membawanya kepada Rasulullah saw dan menceritakan pembicaraan itu kepada beliau. Kemudian mereka menurunkan wanita tadi dari untanya, dan Rasulullah membawa wadah air, kemudian beliau menuangkan air ke dalamnya dari mulut tempat air dan menegakkan mulut-mulutnya dan melepaskan lobang air (bagian bawahnya). Lalu beliau memanggil para sahabat agar mengambil air dan minum. Maka para sahabat pun minum dan mengambil air sepuasnya. Kemudian beliau memberikan wadah air kepada orang yang junub. Beliau bersabda, ”Pergilah, dan isilah wadah air itu dengan air. “Wanita itu berdiri memperhatikan apa yang mereka lakukan dengan airnya. Demi Allah, Sungguh geriba itu telah terkuras airnya pada saat dipindahkan dari tempatnya. Namun sesungguhnya diperlihatkan kepada kami bahwa geriba itu kini airnya lebih penuh daripada saat pertama kali diisi. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kumpulkan makanan untuk wanita ini!“. Mereka lalu mengumpulkan kurma (yang disimpan sebagai makanan), tepung, dan tepung gandum untuk wanita tadi, hingga terkumpullah makanan yang cukup banyak untuknya dan mereka mengikat makanan di dalam kain, memanggulnya keatas untanya, dan mereka letakkan kain itu di depannya. Beliau bersabda kepadanya, "Engkau tahu bahwa Demi Allah kami tidak mengurangi airmu sedikit pun, tetapi Allah-lah yang memberi kami minum.“Wanita itu lalu datang kepada keluarganya yang ia tinggal cukup lama. Mereka lalu bertanya, "Apakah yang membuatmu tertahan lama di dalam perjalanan, wahai Fulanah?". Wanita itu menjawab, ’’Kekaguman. Aku bertemu dua orang laki-laki, lalu mereka membawaku kepada seseorang yang oleh orang lain dikatakan sebagai orang yang telah pindah agama (Ash-Shabi), lalu ia berbuat begini dan begini. Sungguh, ia orang yang paling penyihir di antara ini dan ini.' Wanita itu berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuk, dengan mengangkatnya ke langit, yakni langit dan bumi. Atau sesungguhnya dia itu benar-benar utusan Allah (sebagaimana anggapan mereka). Setelah peristiwa itu, kaum muslimin melakukan penyerbuan kepada kaum musyrikin yang berada disekeliling (pemukiman) wanita tadi. Namun mereka tidak mau menyerang pemukiman dimana wanita tadi tinggal. Ia pun berkata kepada kaumnya, “Demi Allah! kaum muslimin sengaja membiarkan (tidak menyerang) kalian. Apakah kalian mau masuk Islam?”. Mereka pun menta’atinya hingga mereka masuk Islam.”1154 [2:5] Abu Hatim RA. Berkata, “Abu Raja Al Utharidi adalah Imran bin Taim, ia wafat pada usia 120 tahun". Shahih Ibnu Hibban 1303: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id bin Abu Arubah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Azrah dari Sa’id bin Abdurrahman bin Abza dari ayahnya dari Ammar bin Yasir, ia berkata, “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang tayammum. Maka beliau memerintahkan aku untuk mengusap wajah dan kedua telapak tangan dengan satu kali tepukan.” 155 [30:1] Shahih Ibnu Hibban 1304: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami, pemimpin Tsaqif, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Mu’awiyah dan Ya’la bin Ubaid telah menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata, Al A’masy telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syaqiq, ia berkata, Aku duduk bersama Abdullah dan Abu Musa. Abu Musa berkata, Wahai Abu Abdurrahman! Seorang laki-laki berjunub. Lalu ia tidak menemukan air, apakah ia wajib shalat?. Abu Musa berkata, Apakah kamu tidak ingat ucapan Ammar kepada Umar yang berbunyi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus aku dan kamu. Lalu aku berjunub dan aku mengguling-gulingkan tubuh ke dalam debu. Setelah itu aku mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan aku ceritakan hal ini kepadanya. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau cukup menepukkan tanganmu seperti ini”, sambil menepukkan kedua tangannya ke tanah. Lalu mengusap wajah dan kedua telapak tangannya. Abdullah berkata, “Aku tidak melihat Umar menerima ucapan tadi”. 156 Abu Musa berkata, “Apa sikapmu tentang ayat ‏فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا‏ Abdullah menjawab, “Jika kita membolehkan hal ini ( tayammum) kepada mereka, niscaya salah satu dari mereka —ketika menemukan dinginnya air—, ia akan bcrtayammum dengan debu.”Ya’la menambahkan, “Al A’masy berkata, “Aku berkata kepada Syaqiq, “Maka tidak boleh ini kecuali karena ini.157 [30:1] Shahih Ibnu Hibban 1305: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Bisyr bin Ma’ad Al Aqadi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Wahid bin Ziyad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sulaiman Al A’masy telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syaqiq bin Salamah, ia berkata, Abu Musa bertanya kepada Abdullah bin Mas’ud, Jika seorang yang berjunub tidak menemukan air selama satu bulan, apakah ia tidak wajib shalat?. Abdullah menjawab, Tidak (maksudnya, shalat wajib baginya, penerf). Abu Musa berkata, Apakah kamu tidak ingat ketika Ammar bin Yasir berkata kepada Umar, “Wahai Amir Al Mu 'minin! Ingat, takutlah kepada Allah! Apakah engkau tidak ingat ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus aku dan engkau dengan menaiki unta. Saat itu aku mengalami junub, lalu aku menguling-gulingkan tubuhku ke dalam debu (ke tanah). Ketika aku kembali kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, aku mengabarkan hal ini kepada beliau. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya engkau cukup menepukkan tanganmu seperti ini”, sambil menepukkan kedua tangannya ke tanah, lalu mengusap wajah dan kedua telapak tangannya.” Abdullah berkata, “Itu tidak salah. Namun aku tidak melihat Umar menerima hal itu (hadits yang dikemukakan Ammar, -penerj)”. Abu Musa menjawab, “Lalu bagaimana dengan ayat pada surah An- Nisaa' فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا‏ صَعِيدًا طَيِّبًا‏ Abdullah menjawab, “Sungguh, seandainya kita memberikan kemurahan kepada mereka untuk melakukan hal itu, pasti ketika air terasa dingin pada kulit mereka, mereka akan melakukan tayammum. Al A’masy berkata, “Aku bertanya kepada Syaqiq, “Apakah ada ucapan Abdullah selain itu?”. Syaqiq menjawab, “Tidak ada”. 158 [2:5] Shahih Ibnu Hibban 1306: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Hakam dari Darr dari Ibnu Abdurrahman bin Abzi dari ayahnya bahwa seorang laki-laki datang kepada Umar bin Al Khaththab. Ia berkata, Aku beijunub, lalu aku tidak menemukan air. Umar berkata, “Jangan shalat!”. Ammar berkata, “Apakah engkau tidak ingat wahai amir Al Mu’minin, ketika aku dan engkau berada dalam satu pasukan. Lalu kita berjunub, namun kita tidak menemukan air. Adapun engkau, tidak melaksanakan shalat. Sedangkan aku, aku mengguling-gulingkan tubuhku ke dalam debu, lalu aku shalat Ketika kita datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, aku ceritakan hal ini kepadanya Beliau bersabda, " Sesungguhnya engkau cukup menepukkan tanganmu seperti ini," sambil menepukkan tangannya ke tanah, kemudian beliau meniup kedua tangannya, lalu mengusap wajah dan kedua telapak tangannya.” 159 [42: 5] Shahih Ibnu Hibban 1307: Abu Ishaq bin Ibrahim di Bust telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Hasan bin Ali Al Hilwani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ya’la bin Ubaid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al A’masy telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syaqiq, ia berkata, Aku bersama Abdullah dan Abu Musa. Abu Musa bertanya, “Wahai Abu Abdurrahman! Seorang laki-laki berjunub, lalu ia tidak menemukan air. Apakah ia wajib shalat?”. Abdullah menjawab, “Pemahkan kamu mendengar ucapan Ammar bin Yasir kepada Umar, 'Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengutus kita, aku dan engkau, lalu aku berjunub. Maka aku mengguling-gulingkan tubuhku ditanah. Beliau bersabda, 'Sesungguhnya engkau cukup menepukkan tanganmu seperti ini', sambil mengusap wajah dan kedua talapak tangannya satu kedi. Abdullah berkata kembali, 'Aku sungguh tidak melihat Umar menerima hal itu (ucapan Ammar)'. Abu Musa bertanya, 'Lalu bagaimana kalian menyikapi ayat فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا‏ صَعِيدًا طَيِّبًا‏ Abdullah menjawab, “Jika kita memberikan kemurahan hukum kepada mereka tentang hal ini, niscaya salah satu di antara mereka, ketika menemukan air dingin, ia akan mengusap (wajah dan kedua telapak tangannya) dengan debu.”Al A’masy berkata, “Aku berkata kepada Syaqiq, “Ia tidak pernah kecewa kepadanya selain dalam hal ini.” 160 [42: 5] Shahih Ibnu Hibban 1308: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Azrah dari Sa’id bin Abdurrahman bin Abza dari ayahnya dari Ammar bin Yasir, ia berkata, “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang tayammum, kemudian beliau memerintahkanaku untuk mengusap wajah dan kedua telapak tangan dengan satu kali tepukan.” 161 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1309: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dan Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, mereka berdua berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Hakam dari Dzarr dari Abdurrahman bin Abza dari ayahnya, Seorang laki-laki datang kepada Umar bin Al Khaththab. Ia berkata, Aku berjunub, lalu aku tidak menemukan air.’Umar berkata, “Jangan shalat!”. Ammar berkata, “Apakah engkau tidak ingat wahai amir Al Mu’minin, ketika aku dan engkau berada dalam satu pasukan. Lalu kita berjunub, namun kita tidak menemukan air. Adapun engkau, tidak melaksanakan shalat. Sedangkan aku, aku mengguling- gulingkan tubuhku ke tanah, lalu aku shalat. Ketika kita datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, aku ceritakan hal ini kepadanya. Beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau cukup menepukkan tanganmu seperti ini”, sambil menepukkan tangannya ke tanah, kemudian meniup kedua tangannya. Lalu beliau mengusap wajah dan kedua telapak tangannya dengan kedua tangannya itu”. 162 [30:1] Abu Hatim berkata, “Lafazh hadits ini adalah riwayat Muhammad bin Ishaq rahimahullah” Shahih Ibnu Hibban 1310: Al Fadhl bin Al Hubbab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Muhammad bin Asma bin Akhi Juwairiyah telah menceritakan kepada kami bahwa ia berkata, Juwairiyah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik bin Anas dari Az-Zuhri dari Ubaidullah bin Abdullah dari ayahnya dari Ammar, ia berkata, “Kami bertayammum bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sampai bahu.” 163 [30:1] Abu Hatim berkata, “Praktik ini terjadi ketika ayat tayammum turun sebelum Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepada Ammar tentang cara tayammum. Kemudian beliau mengajarkan kepadanya satu kali tepukan untuk wajah dan kedua telapak tangan saat Ammar bertanya tentang tayammum kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.” Shahih Ibnu Hibban 1311: Syabab bin Shalih telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Wahab bin Baqiyah telah menceritakan kepada kami ia berkata, Khalid telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Khalid dari Abu Qilabah dari Amr bin Bujdan dari Abu Dzarr, ia berkata, Kambing-kambing kecil telah terkumpul di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Maka beliau bersabda, “Wahai Abu Dzarr! Gembalakan kambing-kambing ini di sisi lembah!" Abu Dzar melanjutkan, “Lalu aku menggembalakannya di Rabadzhah, kemudian aku terkena junub dan diam disana selama 5 atau 6 hari. Lalu aku masuk ke rumah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Wahai Dzarr!”. Aku pun terdiam kemudian beliau bersabda, “Wahai Abu Dzarr, apakah ibumu telah menyebabkan kematianmu?” Lalu aku pun mengabarkan hal yang terjadi padaku kepadanya. Beliau kemudian memanggil seorang hamba sahaya wanita berkulit hitam, kemudian ia datang dengan membawa bejana berisi air. Ia membuat penutup dariku dan aku membuat penutup dengah hewan kendaraan. Lalu aku mandi. Seolah hamba sahaya tadi telah membuang gunung dari tubuhku.”Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Debu yang baik adalah alat wudhu orang muslim, meskipun sampai sepuluh tahun. Maka jika kamu menemukan air, usapkan ia ke kulitmu. Karena itu sangat baik.”165 Shahih Ibnu Hibban 1312: Muhammad bin Ali Ash-Shairafi telah mengabarkan kepada kami, hamba sahaya dari Thalut bin Abbad di Bashrah, ia berkata, Al Fudhail bin Al Husain Al Jahdari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid Al Hadzdza telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Qilabah dari Amr bin Bujdan, ia berkata, Aku mendengar Abu Dzar berkata, Kambing-kambing zakat telah terkumpul di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda, “Gembalakan kambing-kambing ini ke sisi lembah wahai Abu Dzarrl”. Abu Dzarr melanjutkan perkataannya, “Kemudian aku gembalakan ke Rabadzah166. Lalu datanglah kepadaku waktu 5 atau 6 hari, dan selama itu aku beijunub. Aku pun merasakan gelisah hati. Lalu aku datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang sedang menyandarkan punggungnya di sebuah ruangan. Ketika melihatku, beliau bertanya, “Apa yang terjadi padamu wahai Abu Dzarr?”. Lantas aku duduk. Beliau kembali bertanya, “Apa yang terjadi padamu wahai Abu Dzarr? Apakah ibumu telah menyebabkan kematianmu?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah! Aku dalam keadaan junub.” Kemudian beliau menyuruh hamba sahaya perempuan berkulit hitam (untuk menyediakan air). Ia pun datang dengan membawa bejana besar berisi air. Lalu aku membuat penutup dengan unta dan baju. Kemudian aku mandi. Seolah-olah telah hilang dariku sebongkah gunung. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Mendekatlah! Karena sesungguhnya debu yang baik adalah alat berwudhu seorang muslim, meskipun (dilakukan) selama sepuluh tahun. Maka bila ia menemukan air, hendaklah ia usapkan air ke kulitnya. ” 167 [30:1] Shahih Ibnu Hibban 1313: Ahmad bin Isa bin As-Sukain di Wasith telah mengabarkan kepada kami —ia adalah penghafal hadits dan pengkaji (hukum-hukum) nya—, ia berkata, Abdul Hamid bin Muhammad bin Al Mistam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Makhlad168 bin Yazid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Suiyan Ats- Tsauri telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ayyub Sakhtiyani dan Khalid Al Hadzdza dari Abu Qilabah dari Amr bin Bujdan dari Abu Dzarr, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,'Debu yang baik adalah alat berwudhunya orang muslim, meskipun ia tidak menemukan air selama sepuluh tahun'. ” 169 [30:1] Shahih Ibnu Hibban 1314: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Umar bin Hafsh bin Ghiyats telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Ubaidillah bin Abu Rabah telah mengabarkan kepadaku bahwa Atha, pamannya, telah menceritakan kepadanya dari Ibnu Abbas, Seseorang laki-laki berjunub pada musim dingin, ia bertanya tentang hal ini, lalu ia diperintahkan mandi, kemudian ia meninggal. Peristiwa ini diceritakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau pun bersabda, “Mengapa mereka membunuhnya? Allah akan membunuh mereka —Beliau ucapkan 3 kali—. Sungguh, Allah telah menjadikan debu —atau tayammum— sebagai alat bersuci”. 10 Shahih Ibnu Hibban 1315: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Al Harits telah mengabarkan kepadaku dari Yazid bin Abu Habib dari Imran bin Abu Anas dari Abdurrahman bin Jubair dari Qais, hamba sahaya Amr bin Al Ash, Amr bin Al Ash berada dalam sebuah barisan tentara Saat itu mereka terserang cuaca sangat dingin yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Amr keluar untuk melaksanakan shalat Shubuh. Ia berkata, “Demi Allah! Kemarin aku sungguh-sungguh mimpi basah.” Lalu ia mencuci tempat tidurnya dan berwudhu seperti wudhu hendak shalat, kemudian ia melaksanakan shalat bersama mereka. Ketika orang-orang datang kepada Rasulullah, maka Rasulullah bertanya kepada para sahabatnya Beliau bersabda, “Bagaimana, kalian mendapatkan Amr dan para sahabatnya?". Mereka memuji (kepada Allah) tentang kabar baiknya Mereka berkata, “Wahai Rasulullah! Ia shalat bersama kami dalam keadaan junub.” Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim seseorang kepada Amr. (Setelah Amr datang), beliau bertanya kepadanya. Ia pun memberitahukan peristiwa ini dan rasa dingin yang ia rasakan, ia berkata, “Wahai Rasulullah! Sungguh, Allah telah berfirman وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ‏ “Dan janganlah kamu membunuh dirimu;”(Qs. An- Nisaa' [4]: 29). Jika aku mandi, aku akan mati.” Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun tertawa kepada Amr.” 172 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 1316: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada ia berkata, Abdullah bin Yahya telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Haywah bin Syuraih dari Yazid bin Al Had bahwa Nafi’ menceritakan kepadanya dari Ibnu Umar, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghadap ke tempat buang hajat. Beliau bertemu dengan seorang laki-laki di Bi’r Jamal. Lalu laki-laki itu mengucapkan salam kepadanya. Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menjawab salamnya sampai beliau menghadap ke sebuah tembok. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meletakkan tangannya di tembok. Kemudian beliau mengusap wajah dan kedua tangannya. Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salam laki-laki tersebut.” 174 [10: 5] Shahih Ibnu Hibban 1317: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha’i di Manbaj telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Abdurrahman bin Al Qasim dari ayahnya dari Aisyah bahwa ia berkata, Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam salah satu perjalanan beliau. Hingga ketika kami berada didaerah Al Baida atau Dzat Al Jaisy, kalung milikku putus. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berhenti untuk mencarinya. Para sahabat pun ikut berhenti dan mencarinya bersama beliau. Saat itu mereka tidak membawa air dan tidak memiliki air sama sekali. Lalu mereka mendatangi Abu Bakar Ash-Shiddiq. Mereka berkata, “Tidakkah engkau melihat apa yang diperbuat Aisyah? Ia telah membuat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat berhenti, padahal mereka semua tidak memiliki air sedikit pun.”Kemudian Abu Bakar Ash-Shiddiq memarahiku dan mengatakan sesuatu yang telah Allah kehendaki untuk ia katakan, lalu memukul lambungku dengan tangannya. Aku tidak dapat bergerak karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di atas pahaku. Beliau tidur sampai pagi hari tanpa ada air sedikit pun. Kemudian Allah menurunkan ayat tayammum dan mereka pun bertayammum.” Sehubungan dengan kejadian itu, Usaid bin Hudhair —salah seorang pemimpin— berkata, “Itu bukanlah berkah yang pertama bagimu, wahai keluarga Abu Bakar.” Aisyah berkata, “Kemudian kami mencari unta yang aku kendarai sebelumnya dan kami menemukan kalung itu di bawahnya.” 175 Shahih Ibnu Hibban 1318: Muhammad bin Ubaidillah bin Al Junaid di Busta telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Awanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Ya’fur, 177 ia berkata, Aku bertanya kepada Anas bin Malik tentang mengusap sepasang khujf. Ia menjawab, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengusap sepasang khuff ” 178 [3:4] Shahih Ibnu Hibban 1319: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Ashim bin Abu An-Najud dari Zirr bin Hubaisy, ia berkata, Aku datang kepada Shafwan bin Assal untuk menanyakan kepadanya tentang mengusap sepasang khuff. Ia bertanya, Apa maksud keberangkatanmu (ke sini)?”. Aku menjawab, “Mencari ilmu”. Ia berkata, Sungguh179 , aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya para Malaikat meletakkan sayap-sayapnya untuk pencari ilmu karena merasa rela atas apa yang ia lakukan.". Lalu aku bertanya kepadanya tentang mengusap sepasang khuff. Ia menjawab, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk mengusap (sepasang khuff) selama tiga hari, jika kami sedang bepergian dan satu hari jika kami sedang bermukim di rumah. Dan (memerintahkan) agar kami tidak melepaskan keduanya180 saat hendak buang air, kencing dan tidur. Namun bukan saat beijunub.” 181 Shahih Ibnu Hibban 1320: Abu Arubah di Harran telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Amr Al Bajali telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Zuhair bin Mu’awiyah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ashim dari Zirr bin Hubaisy, ia berkata, Aku datang kepada Shafwan bin Assal Al Muradi. Aku berkata, Sungguh, di dalam hatiku meresap keinginan untuk mengusap sepasang khuff. Apakah engkau mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan sesuatu tentang mengusap sepasang khuff?”. Ia menjawab, “Benar. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh kami, ketika kami sedang dalam peijalanan, atau menjadi musafir, agar kami tidak mencabut atau melepas khuff-khuff kami selama 3 hari 3 malam saat hendak buang air dan kencing, kecuali saat beijunub.” 182 [40: 4] Shahih Ibnu Hibban 1321: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harun bin Ma’ruf telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ashim dari Zirr, ia berkata, “Aku datang kepada Shafwan bin Assal Al Muradi. Ia bertanya, Apa maksud kedatanganmu?. Aku menjawab, Mencari ilmu. Ia berkata, “Sesungguhnya para Malaikat meletakkan sayapnya untuk pencari ilmu karena ridha terhadap apa yang ia cari.”Aku berkata, “Ada kesan di dalam hatiku untuk mengusap sepasang khuff setelah buang air besar dan kencing. Dan engkau adalah salah seorang dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, aku datang untuk bertanya kepadamu, “Apakah engkau mendengar sesuatu dari beliau tentang hal ini?”. Ia berkata, “Benar, Rasulullah memerintahkan kepada kami, jika kami berjalan jauh atau menjadi musafir, agar tidak melepas khuff-khuff kami selama tiga hari tiga malam, bukan di saat beijunub, tapi di saat buang air besar, kencing dan tidur.” 183 Aku bertanya kepadanya, “Apakah engkau mendengar beliau menyebutkan tentang cinta?”. Aku menjawab, “Benar! Ketika kami bersama beliau dalam sebuah perjalanan, seorang Baduy memanggil beliau dengan suara sangat keras, “Wahai Muhammad!”. Beliau pun menjawabnya sesuai dengan perkatannya. Ia berkata, “Ambillah”. Kami berkata, “Celaka kamu! Rendahkan suaramu, karena sesungguhnya kamu di larang melakukan itu (mengeraskan suara).” beliau bersabda, “Tahukah kamu tentang seorang laki-laki yang mencintai kaumnya namun tidak pernah bertemu mereka?” 183 . Beliau melanjutkan sabdanya, “(Laki-laki itu adalah) ia bersama 1 orang yang ia cintai pada hari kiamat nanti.” Kemudian beliau masih terus menyampaikan hadits kepada kami. Hingga beliau bersabda, “Sesungguhnya dari arah barat ada sebuah pintu yang Allah buka untuk bertaubat sepanjang 40 tahun perjalanan (di mulai) semenjak Allah menciptakan langit dan bumi. Pintu itu tidak akan Dia tutup sampai matahari terbit darinya185. ” 186 [71:1] Shahih Ibnu Hibban 1322: Ibrahim bin Muhammad bin Abbad Al Ghazzal di Bashrah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ziyad bin Ayyub telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Ghaniyyah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Hakam dari Al Qasim bin Mukhaimirah dari Syuraih bin Hani dari Ali, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan keringanan hukum kepada kita untuk mengusap sepasang khuff selama tiga hari bagi musafir dan satu hari satu malam bagi orang yang berada di rumah.” 187 [71: 1] Shahih Ibnu Hibban 1323: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ishacj Al Musayyabi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Nafi’ telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Daud bin Qais dari Zaid bin Aslam dari Atha bin Yasar dari Usamah bin Zaid, ia berkata, “Bilal dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke pasar. Beliau pergi untuk buang hajat. Kemudian beliau keluar. Usamah berkata, “Aku bertanya kepada Bilal tentang apa yang dilakukan oleh Rasulullah SAW?” Bilal menjawab, 'Beliau pergi untuk buang hajat. Kemudian beliau berwudhu. Beliau membasuh wajah dan kedua tangannya, lalu mengusap kepalanya dan mengusap sepasang khuffnya. Kemudian beliau melaksanakan shalat'.” 188 [35:4] Shahih Ibnu Hibban 1324: Al Khalil bin Muhammad bin Tamim bin Al Muntashar di Wasith telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Wahab Ats-Tsaqafi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Muhajir Abu Makhlad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdurrahman bin Abu Bakrah dari ayahnya dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau memberi keringanan bagi musafir selama tiga hari tiga malam dan bagi mukim selam asatu hari satu malam. Jika telah bersuci dan memakai sepasang khuff, maka hendaklah mengusap keduanya.” 189 [35:4] Shahih Ibnu Hibban 1325: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami dengan hadits gharib (hanya diriwayatkan oleh satu orang periwayat saja, tanpa ada yang menguatkannya, -penerj), ia berkata, Muhammad bin Yahya dan Muhamad bin Rafi’ telah menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata, Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Ashim dari Zirr, ia berkata, Aku datang kepada Shafwan bin Assal Al Muradi. Ia berkata, Apa yang membuatmu datang (ke sini)? Aku menjawab, Aku datang untuk mendalami ilmu. Ia berkata, Sungguh, aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah seorang keluar dari rumahnya (untuk) menuntut ilmu, kecuali para Malaikat meletakkan saya-sayap mereka untuknya karena merasa ridha dengan apa yang ia perbuat." Zirr berkata, “Aku datang untuk bertanya kepadamu tentang mengusap sepasang khuff. “Shafwan berkata, “Benar! Dulu kami berada dalam pasukan yang dikirim oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau menyuruh kami untuk mengusap sepasang khuff jika kami telah memasukkan keduanya dalam keadaan bersuci selama tiga hari saat kami sedang bepergian. Dan (Beliau menyuruh) agar kami tidak melepas keduanya190 saat buang air dan kencing.” [71:1] Shahih Ibnu Hibban 1326: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdul Jabbar bin Al Ala telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Zakaria dan yang lainnya dari Asy-Sya’bi dari Urwah bin Al Mughirah bin Syu’bah dari ayahnya, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu. Beliau membasuh wajah dan kedua tangannya, kemudian mengusap sepasang khuffnya. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah! Engkau mengusap sepasang khuffinu?” Beliau menjawab, “Sungguh,aku telah memasukkan (khuff) ke dalam kakiku dalam keadaan telah bersuci. ” 192 [28: 4] Shahih Ibnu Hibban 1327: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Shafwan bin Shalih telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Malik bin Humaid bin Abu Ghaniyyah193 telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Aku mendengar Al Hakam bin Utaibah menceritakan dari Al Qasim bin Mukhaimirah194 dari Syuraih bin Hani, ia berkata, Aku bertanya kepada Ali bin Abu Thalib tentang mengusap sepasang khuff, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah memberikan kemurahan hukum kepada kami dalam mengusap sepasang khuff selama satu hari satu malam di rumah dan tiga hari tiga malam bagi musafir.” 195 [35:4] Shahih Ibnu Hibban 1328: Al Qaththan di Raqqah telah mengabarkan kepada kami ia berkata, Umar bin Yazid As-Sayyari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Wahab Ats-Tsaqafi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Muhajir Abu Makhlad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdurrahman bin Abu Bakrah dari ayahnya, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menentukan batas waktu dalam mengusap sepasang khuff selama tiga hari tiga malam bagi musafir, dan bagi orang mukim satu hari satu malam.” 196 [2: 4] Shahih Ibnu Hibban 1329: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun Ar-Rayani di Busta telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Humaid bin Zanjawaih telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Nu’aim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari ayahnya dari Ibrahim At-Taimi dari Amr bin Maimun dari Abu Abdullah Al Jadali dari Khuzaimah bin Tsabit, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikan hukum mengusap khuff selama tiga hari bagi musafir dan satu hari satu malam bagi orang mukim. Dan seandainya orang yang bertanya melampaui pertanyaannya, niscaya beliau menjadikannya lima hari.” 197 [4: 4] Shahih Ibnu Hibban 1330: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid di Busta telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Awanah dari Sa’id bin Masruq dari Ibrahim At-Taimi (dari Amr bin Maimun) 198 dari Ubaidillah Al Jadali dari Khuzaimah bin Tsabit dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang mengusap sepasang khuff. Beliau bersabda, “Tiga hari bagi musafir dan bagi orang mukim satu hari”. 199 [71:1] Shahih Ibnu Hibban 1331: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Al Hakam dari Al Qasim bin Mukhaimirah dari Syuraih bin Hani dari Ali bin Abu Thalib dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mengusap sepasang khuff, beliau bersabda, “Bagi musafir tiga hari tiga malam. Dan bagi orang mukim satu hari satu malam.”200 [71:1] Abu Hatim berkata, “Hadits dari Syu’bah ini tidak ada yang menyatakan marfu’ (bersumber dari sabda Nabi secara langsung, bukan dari ucapan sahabat, penterj) kecuali Yahya Al Qaththan dan Abu Al Walid Ath-Thayalisi.” Shahih Ibnu Hibban 1332: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Manshur dari Ibrahim dari Amr bin Maimun dari Abu Abdullah Al Jadali dari Khuzaimah bin Tsabit, ia berkata, “Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan keringanan hukum kepada kami untuk mengusap (sepasang khuff) selama tiga (hari tiga malam). Seandainya kita meminta tambahan waktu, niscaya beliau akan menambahkan.” 201 [42:4] Shahih Ibnu Hibban 1333: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Kamil Al Jahdari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Awanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sa’id bin Masruq dari Ibrahim dari Amr bin Maimun dari Abdullah Al Jadali dari Khuzaimah bin Tsabit bahwa seorang Arab pedalaman bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang mengusap sepasang khuff, beliau bersabda, “Bagi musafir tiga hari serta malamnya dan bagi orang mukim satu hari satu malam.”202 [4: 4] Shahih Ibnu Hibban 1334: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Kamil Al Jahdari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Fudhail bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Musa bin Uqbah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Hazim dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya. Dikatakan, “Wahai Rasulullah! Bagaimana pendapatmu tentang seorang laki-laki203 yang berhadats, lalu ia berwudhu dan mengusap sepasang khufF, apakah ia boleh melaksanakan shalat?”. Beliau bersabda, “Tidak ada masalah dengan hal itu.”204 [28:4] Shahih Ibnu Hibban 1335: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami, pemimpin Tsaqif, ia berkata, Syu’aib bin Ayyub telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mush’ab bin Al Miqdam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Daud Ath-Tha’i telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Ibrahim dari Hammam bin Al Harits dari Jarir bin Abdullah, “Jarir bin Abdullah berwudhu dan mengusap sepasang khufif. Ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya.” 205 Shahih Ibnu Hibban 1336: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabaikan kepada kami, ia berkata, Ya’qub Ad-Dauraqi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hasyim bin Al Qasim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dan Al A’masy, ia berkata, Aku mendengar Ibrahim menceritakan dari Hammam bin Al Harits An-Nakha’i, ia berkata, Aku melihat Jarir bin Abdullah buang air kecil. Kemudian ia berwudhu, mengusapkan sepasang khuff, lalu berdiri dan melaksanakan shalat. Ia pun ditanya tentang hal itu. Ia menjawab, “Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan seperti ini.”[71:1] Ibrahim berkata, “Hadits ini membuat mereka takjub, karena Jarir termasuk orang yang terakhir masuk Islam.” 206 Shahih Ibnu Hibban 1337: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Fayadh bin Zuhair telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Ibrahim dari Hammam bin Al Harits, ia berkata, Jarir bin Abdullah buang air kecil, kemudian ia berwudhu dan mengusap sepasang khuff. Lalu ia ditanya, “Mengapa engkau melakukan ini?”. Ia menjawab, “Apa yang melarangku. Sedangkan aku sendiri melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya?” Ibrahim berkata, “Hadits Jarir ini membuat mereka takjub. Karena Jarir masuk Islam setelah turun surat Al Maa'idah”. 207 [4:4] Shahih Ibnu Hibban 1338: Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Rafi’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Zaid bin Al Hubbab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Qais Al Audi dari Huzail bin Syurahbil dari Al Mughirah bin Syu’bah, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu dan mengusap kedua kaus kaki dan kedua sandal.” 208 [35:4] Shahih Ibnu Hibban 1339: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hudbah bin Khalid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ya’la bin Atha telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Aus bin Abu Aus, ia berkata, Aku melihat ayahku209 berwudhu. Lalu ia mengusap kedua sandalnya. Aku pun mengingkarinya dalam praktek ini. Aku berkata, Mengapa engkau mengusap kedua sandal?. Ia menjawab, “Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap kedua sandalnya.” 210 [43: 5] Shahih Ibnu Hibban 1340: Ahmad bin Ali Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Manshur dari Abdul Malik bin Maisarah dari An-Nazzal bin Sabrah, ia berkata, Aku shalat Zhuhur bersama Ali RA. Kemudian ia berjalan menuju majlis yang ia duduki di Rahabah. Lalu ia duduk dan kami pun duduk mengelilinginya sampai datang waktu Ashar. Kemudian ia disodorkan wadah berisi air. Ia ambil wadah itu dengan telapak tangannya. Kemudian ia berkumur dan menghirup air dengan hidung. Ia basuh wajah dan kedua hasta tangannya, ia usap kepalanya dan kedua kakinya, kemudian ia berdiri dan meminum sisa air wudhunya. Setelah itu, ia berkata, “Sungguh, diceritakan bahwa laki-laki tidak mau minum sambil berdiri. Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan apa yang aku lakukan. Dan ini adalah wudhunya orang yang tidak memiliki hadats.” 211 [43: 5] Shahih Ibnu Hibban 1341: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Rafi’ telah menceritakan kepada kami, ia berkala, Husain bin Ali telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Za'idah dari Manshur dari Abdul Malik bin Maisarah, ia berkata, An-Nazzal bin Sabrah telah menceritakan kepadaku, ia berkala, Kami shalat Zhuhur bersama Ali RA. Kemudian kami keluar menuju Rahabah. Di sana ia meminta dibawakan sebuah wadah berisi air minum. (Setelah tersedia), ia mengambilnya, lalu berkumur, menghirup air dari mulut, mengusap wajahnya, kedua hasta tangannya, kepalanya, dan kedua telapak kakinya, kemudian ia meminum sisa airnya dengan posisi berdiri, lalu ia berkata, “Sungguh, manusia tidak suka minum sambil berdiri. Sesungguhnya Rasulullah melakukan apa yang aku lakukan. Dan ini adalah wudhunya orang yang tidak berhadats.” 212 [43:5] Shahih Ibnu Hibban 1342: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il di Bust telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdul Wants bin Ubaidllah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdullah, ia berkata, Auf dan Hisyam telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Muhammad bin Sirin, ia berkata, Amr bin Wahab Ats-Tsaqafi telah mengabarkan kepada kami bahwa Al Mughirah bin Syu’bah menceritakan kepadanya, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap ubun-ubunnya dan serban kepalanya. Kemudian beliau mengusap sepasang khuflhya.” 213 [35:4] Shahih Ibnu Hibban 1343: Abdullah bin Muhammad bin Salm di Bait Al Maqdis telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Auza’i dari Yahya bin Abu Katsir dari Abu Salamah, ia berkata, “Ja’far bin Amr bin Umayyah Adh-Dhamri telah menceritakan kepadaku dari ayahnya, “Ia (Ayah Ja’far) melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu dan mengusap serban kepala serta sepasang khuffhya.” 214 [35:4] Shahih Ibnu Hibban 1344: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Daud bin Abu Al Furat telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Muhammad bin Zaid dari Abu Syuraih dari Abu Muslim, hamba sahaya Zaid bin Shuhana, ia berkata, Aku bersama Salman Al Farisi. Ia melihat seorang laki-laki yang sedang berhadats. Laki-laki itu ingin melepas sepasang khuffiiya karena hendak berwudhu. Kemudian Salman berkata kepadanya, “Usaplah keduanya dan (usap pula) serban kepalamu. Karena sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap serbannya dan sepasang khuffiiya.” 215 [35:4]. Shahih Ibnu Hibban 1345: Abdullah bin Ahmad bin Musa di Askar Mukram telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Zaid bin Al Harisy Al Ahwazi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abdullah bin Az-Zubair bin Ma’bad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ayyub As-Sakhtiyani telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Daud bin Abu Al Furat dari Muhammad bin Zaid dari Abu Syuraih dari Abu Muslim dari Salman, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu dan mengusap sepasang khuff serta serban kepala.” 216 [35:4] Shahih Ibnu Hibban 1346: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad bin Musarhad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya Al Qaththan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari At-Taimi, ia berkata, Bakr bin Abdullah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Hasan dari Ibnu Al Mughirah bin Syu’bah dari Al Mughirah bin Syu’bah, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu, dan mengusap ubun-ubunya serta (mengusap) bagian luar serban kepala.” 217 [35:4] Bakr berkata, “Dan aku mendengar hadits ini dari Ibnu Al Mughirah.”[35:4] Abu Hatim berkata, “Lafezh وَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَفَوْقَ الْعِمَامَةِ (Beliau mengusap ubun-ubunya dan mengusap bagian luar serban kepala) memberikan kesan kepada orang yang tidak pandai dalam ilmu ini bahwa mengusap serban tanpa ubun-ubun tidak boleh. Ia menjadikan hadits Amr bin Umayyah mujmal (global), dan hadits Al Mughirah yang telah kami sebutkan tersebut berposisi sebagai penjelas bahwa praktek Nabi mengusap serban harus disertai dengan mengusap ubun- ubun, sementara mengusap ubun-ubun tidak harus mengusap serban, karena ubun-ubun ini termasuk kepala juga. Dengan memuji Allah dan atas nama anugerah-Nya, ternyata pengertiannya bukan demikian. Bahkan yang benar, praktek Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap kepala saat berwudhu, praktek mengusap serban tanpa mengusap ubun-ubun, mengusap ubun-ubun bersama serban sebanyak 3 kali dalam 3 tempat yang berbeda, semua itu merupakan sunnah Rasul yang harus dipraktekkan tanpa harus menilai bahwa salah satunya wajib sementara yang lain makruh.” Shahih Ibnu Hibban 1347: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdul A’la telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’tamar bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Humaid, ia berkata, Bakr bin Abdullah telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Hamzah bin Al Mughirah bin Syu’bah dari ayahnya, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tertinggal berjama’ah, begitu juga Al Mughirah bin Syu’bah. Setelah beliau menuntaskan hajatnya, beliau bertanya, “Apakah kamu punya air?". Aku (Al Mughirah) berkata, “Kemudian aku mendatangkan air di tempat bersuci (tempat wudhu, penerj). Kemudian beliau membasuh kedua telapak tangan dan wajahnya. Lalu beliau pergi untuk membuka kedua lengan hastanya. Jubah yang beliau pakai agak sempit, beliau pun mengeluarkan tangannya dari balik jubah. Kemudian beliau meletakkan jubah itu di atas pundaknya. Lalu beliau membasuh kedua lengan hastanya, serta mengusap sepasang khuff dan serban kepalanya Kemudian beliau naik kendaraan, dan aku pun naik bersamanya Beliau sampai ke arah manusia, mereka dipimpin oleh Abdurrahman bin Auf yang telah melaksanakan shalat satu raka’at. Ketika Abdurrahman merasakan kedatangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ia pun hendak melangkah mundur. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi isyarat kepadanya agar meneruskan shalatnya. Ketika Abdurrahman menyelesaikan shalatnya, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Al Mughirah berdiri. Mereka berdua menyempurnakan raka’at yang tertinggal.” 218 [35:4] Shahih Ibnu Hibban 1348: Ja’far bin Ahmad bin Sinan Al Qaththan dan Umar bin Muhammad telah mengabarkan kepada kami, mereka berdua berkata, Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Adi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Amr telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Syihab dari Urwah dari Aisyah bahwa Fathimah bin Abu Hubaisy mengeluarkan darah istihadhah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya darah haidh adalah darah hitam yang mudah dikenal. Jika (darahnya) seperti itu, maka berhentilah dari shalat. Jika (darahnya) itu lain, maka berwudhulah dan laksanakan shalat!" 219 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1349: Imran bin Musa bin Musyaji’ telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isma’il bin Ulayyah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Mu’adzah, Seorang perempuan bertanya kepada Aisyah. Ia berkata, “Apakah wanita haidh wajib meng-qadha shalat?”. Aisyah menjawab, “Apakah kamu orang Harura’? 221. Kami mengalami haidh di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Kami tidak meng-qadhaya. dan tidak diperintahkan untuk meng-qadha.” 222 Shahih Ibnu Hibban 1350: Al Fadhl bin Al Hubbab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah bahwa ia berkata, Fathimah binti Abu Hubaisy berkata, Wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku sedang tidak suci. Apakah aku boleh meninggalkan shalat?. Ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Itu hanyalah cairan, dan bukan (darah) Maka jika datang haidh, tinggalkanlah shalat. Lalu jika hilang darimu ukuran haidh, maka mandikan darah itu dan shalatlah'. ” 223 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1351: Yusuf bin Ya’qub Al Muqri’ di Wasith telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Khalid bin Abdullah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Sa’ad224 telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zuhri dari Amrah dari Aisyah, ia berkata, Ummu Habibah binti Jahsy datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Ia telah mengeluarkan darah istihadhah selama tujuh tahun. Lalu ia mengadukan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan meminta fatwa kepada beliau. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Ini bukan haidh. Namun hanya cairan. Maka mandilah, kemudian shalatlah! Aisyah berkata, “Maka Ummu Habibah selalu mandi setiap hendak shalat. Ia pun duduk di bak air225, hingga merahnya darah larut oleh air. Kemudian ia melaksanakan shalat.” 226 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1352: Abdullah bin Muhammad bin Salm di Bait Al Maqdis telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Al Harits telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Syihab dari Urwah dan Amrah dari Aisyah, “Umu Habibah binti Jahsy, istri Abdurrahman bin Auf, mengeluarkan darah istihadhah selama tujuh tahun. Lalu ia meminta fatwa kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal itu. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ini bukan darah namun hanya keringat. Maka mandi dan shalatlah!". Aisyah berkata, “Ia selalu mandi setiap kali hendak melaksanakan shalat di sebuah bak kamar milik saudara perempuannya, Zainab binti Jahsy, hingga merahnya darah larut oleh air.” 227 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1353: Al Husain bin Abdullah Al Qaththan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits dan Al Auza’i telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Syihab dari Urwah dan Amrah dari Aisyah bahwa ia berkata, “Ummu Habibah binti Jahsy228, ia adalah istri Abdurrahman bin Auf -saudara perempuannya adalah Zainab binti Jahsy- mengeluarkan darah istihadhah selama 7 tahun. Ia pun mengadukan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Beliau bersabda kepadanya, Ini bukan haidh, tapi hanya cairan. Maka mandilah dan kerjakan shalatl". Maka ia pun selalu mandi setiap kali hendak shalat. Ia duduk di bak milik saudarinya. Maka merahnya darah menjadi terangkat oleh air.” 229 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1354: Muhammad bin Ahmad bin An-Nadhar Al Khulqani230 telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ali bin Al Hasan bin Syaqiq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar ayahku berkata, Abu Hamzah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah bahwa Fathimah binti Abu Hubaisy datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata, “Wahai Rasulullah! Sungguh, aku megeluarkan darah selama satu atau dua bulan?”. Beliau menjawab, ‘Itu bukan haidh, tapi hanya cairan. Maka apabila datang haidh, tinggalkanlah shalat selama hari- hari kamu menjalani haidh. Apabila haidh telah selesai, maka mandi dan berwudhulah setiap kali hendak shalat.” 231 Shahih Ibnu Hibban 1355: Muhammad bin Ahmad bin An-Nadhar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits setelah mengemukakan hadits Abu Hamzah, ia berkata, Muhammad bin Ali bin Al Hasan bin Syaqiq telah menceritakan kepada kami, ia berkata Aku mendengar ayahku berkata, Abu Awanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah ditanya tentang wanita yang mengeluarkan darah istihadhah. Beliau bersabda, “Ia harus meninggalkan shalat pada hari-hari haidhnya. Kemudian ia mandi satu kali. Setelah itu ia berwudhu setiap kali hendak shalat.”232 [82:1] Shahih Ibnu Hibban 1356: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Za'idah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Isma’il As-Suddi dari Abdullah Al Bahiy, ia berkata, “Aisyah telah menceritakan sebuah hadits kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada seorang hamba sahaya wanita, “Ambil untukku sajadah!”. Beliau hendak menggelar sajadah itu lalu shalat diatasnya. Aku berkata, “Sesungguhnya ia sedang haidh.” beliau menjawab, “Sungguh, haidhnya bukan pada tangannya. ” 233 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1357: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’awiyah bin Hisyam telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sufyan Ats-Tsauri dari Al A’masy dari Tsabin bin Ubaid dari Al Qasim dari Aisyah, ia berkata, “Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,'Ambilkan untukku sajadah dari masjid!'. Aku berkata, “Sungguh aku sedang haidh.”Beliau menjawab, “Sesungguhnya haidhmu bukan pada tanganmu.”234 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1358: Muhammad bin Umar bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Bisyr bin Khalid telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ja’far telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Sulaiman dari Tsabit bin Ubaid dari Al Qasim bin Muhammad dari Aisyah, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku, Berikan untukku sajadah!', 'Maka aku pun menjawab, Sungguh, aku sedang haidh, beliau bersabda, 'Sesungguhnya haidh itu bukan pada tanganmu'. Kemudian aku memberikan sajadah untuknya.” 235 [5:4] Abu Hatim berkata, “Al A’masy mendengar Hadits ini dari Tsabit bin Ubaid dari Al Bahiy dan Al Qasim dari Aisyah.” Shahih Ibnu Hibban 1359: Umar hin Sa’id bin Sinan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakr telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah bahwa ia berkata “Aku mengeramasi kepala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan saat itu aku sedang haidh” 236 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 1360: Isma’il bin Ibrahim bin Isma’il di Bust telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Hasan bin Ali Al Hilwani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Harun telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mis’ar telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya dari Aisyah, ia berkata, “Sungguh, aku dibawakan sebuah wadah air saat aku sedang haidh. Aku pun meminumnya. Kemudian aku mengambil wadah itu, lalu beliau menaruh mulutnya di tempat aku menaruh mulutku, lalu beliau minum. Aku menggigit tulang yang sebagian besar dagingnya telah diambil. Saat itu aku sedang haidh, lalu beliau pun mengambilnya dan menaruh mulutnya di tempat aku menaruh mulutku.” 237 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1361: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Khallad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya Al Qaththan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mis’ar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Miqdam bin Syuraih bin Hani telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari ayahnya dari Aisyah, ia berkata, “Sungguh, dulu aku membawakan sebuah wadah untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Aku mengambilnya, lalu meminumnya. Kemudian beliau mengambilnya dan menaruh mulutnya di tempat aku menaruh mulutku. Sungguh, dulu aku mengambil sepotong tulang yang ada dagingnya, lalu aku memakannya. Kemudian beliau menaruh mulutnya di tempat aku menaruh mulutku. Beliau pun memakannya, dan saat itu aku sedang haidh.” 238 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1362: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Aban Al Wasithi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Tsabit Al Bunani dari Anas bin Malik, “Kaum Yahudi, jika seorang wanita dari kalangan mereka haidh, mereka akan mengeluarkannya239 dari rumah. Mereka tidak mau makan bersamanya, tidak mau minum dengannya, dan tidak mau bergaul dengannya240 dalam satu rumah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang hal ini. Maka Allah -Yang Maha Agung dan Luhur- menurunkan ayat : ‏وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ‏‏ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ Artinya, “ Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, “Haidh itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; (Qs. Al Baqarah (2): 222). Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “segala sesuatu kecuali nikah (bersetubuh)”. Orang-orang Yahudi berkata, “Kami tidak melihat laki-laki ini (Muhammad) membiarkan sesuatu dari urusan kami kecuali ia selalu menentang kami.”Lalu Usaid bin Hudhair dan Abbad bin Bisyr.”242 datang, mereka berdua berkata, “Orang Yahudi berkata ini dan ini. Apakah kita tidak boleh menyetubuhi mereka saat mereka sedang haidh?”. Anas berkata, “Maka wajah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun berubah hingga aku merasa bahwa beliau marah terhadap mereka berdua, lalu mereka berdua keluar. Kemudian beliau menerima sebuah hadiah berupa susu, beliau mengutus orang untuk memanggil keduanya. Maka kami pun merasa bahwa beliau tidak marah kepada mereka berdua, kemudian beliau mempersilahkan minum kepada mereka berdua.”243 [103:1] Shahih Ibnu Hibban 1363: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’adz bin Hisyam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepadaku dari Yahya bin Abu Katsir, ia berkata, Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Zainab binti Abu Salamah menceritakan kepadanya bahwa Ummu Salamah menceritakan kepadanya, ia berkata, “Saat itu aku berbaring bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah pakaian woll beludru. Aku menyelinap ke dalam pakaian tersebut. Lalu aku mengambil pakaian haidhku. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadaku, “Apakah kamu sedang haidh? Aku menjawab, “Ya”. Kemudian beliau mengajakku (untuk berbaring bersamanya di dalam pakaian woll beludru). Maka aku pun berbaring bersamanya di dalam pakaian woll beludru.” 244 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1364: Al Hasan bin Sufyan245 telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Kamil Al Jahdari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Awanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Manshur dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memerintahkan kepada salah seorang dari kami, apabila sedang haidh, hendaklah ia mengenakan kain. Kemudian beliau mencumbuinya.” 246 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1365: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mauhab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al-Laits telah menceritakan kepadaku dari Ibnu Syihab dari Habib, hamba sahaya Urwah, dari Nudbah, hamba sahaya Maimunah, dari Maimunah, istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencumbu salah seorang isterinya saat ia sedang haidh, dan ia mengenakan kain yang mencapai setengah paha atau lutut, hingga beliau terhalangi (untuk langsung bersetubuh, karena vaginanya tertutup -peneij).” 247 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1366: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Za'idah bin Qudamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Manshur bin Abdurrahman Al Qurasyi telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari ibunya, Shafiyyah, dari umm Al Mu 'minin Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca Al Qur'an sambil bersandar di tubuhku, saat itu aku sedang haidh." 248 [10:5] Shahih Ibnu Hibban 1367: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Kamii Al Jahdari telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Awmah telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Manshur dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada salah seorang dari kami apabila kami sedang haidh, agar kami mengenakan kain. Kemudian beliau mencumbuinya.” 249 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1368: Imran bin Musa bin Musyaji’ telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Mu’awiyah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Asy-Syaibani dari Abdullah bin Syaddad dari Aisyah, ia berkata, “Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ingin mencumbui sebagian istrinya yang sedang haidh, beliau menyuruhnya (mengenakan kain). Lalu sang istri pun memakai kain.” 250 [82:1] Shahih Ibnu Hibban 1369: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar Ash-Shufi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ubaidillah bin Umar Al Qawariri telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mis’ar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Washil telah menceritakan kepadaku dari Abu Wa'il dari Hudzaifah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menemuiku, saat itu aku sedang beijunub. Beliau mendekat ke arahku, aku pun berkata, Sungguh aku sedang beijunub.”beliau bersabda, “Sesungguhnya seorang Muslim tidaklah najis.” Shahih Ibnu Hibban 1370: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Asy-Syaibani dari Abu Burdah dari Hudzaifah, ia berkata, Saat (Rasulullah SAW) bertemu dengan seorang sahabatnya, beliau selalu mengusap dan mendoakannya. Hudzaifah berkata, Aku melihat beliau pada satu hari di pagi hari. Aku menghindar darinya, kemudian aku mendatanginya saat siang telah beranjak tinggi. Beliau bersabda, 'Sungguh, aku tadi melihatmu. Tapi kamu menghindar dariku’. Aku menjawab, “Sungguh, aku tadi sedang berjunub. Aku takut engkau menyentuh tubuhku.”Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang muslim tidak najis”.251 [10:3] Shahih Ibnu Hibban 1371: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdurrahman bin Sahm, ia berkata, Aku mendengar Abu Ishaq Al Fazari menceritakan sebuah hadits dari Hisyam bin Hasan dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melempar jumrah pada hari raya qurban. Kemudian beliau menyuruh menyembelih unta. Unta pun di sembelih -sementara tukang cukur duduk di samping beliau-. Pada saat itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merapihkan rambut dengan tangannya. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menggenggam sisi bagian kanan dari rambutnya. Lalu beliau bersabda ke arah tukang cukur, “Cukurlah!”. Maka tukang cukur pun mencukurnya. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membagi-bagikan rambutnya pada hari itu kepada manusia yang menyaksikan peristiwa itu -satu lembar atau dua lembar rambut-. Kemudian beliau menggenggam sisi bagian kiri dari rambutnya dengan tangannya. Setelah itu beliau memanggil Abu Thalhah Al Anshari. Beliau pun memberikan (rambut itu) kepadanya.” 253 [8:5] Abu Hatim berkata, “Perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang membagi- bagikan rambut kesegenap sahabatnya merupakan penjelasan yang paling nyata bahwa rambut manusia itu suci. Karena para sahabat mengambil rambut Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam semata-mata karena ingin mendapat berkah. Maka, dari balik tali pengikat celana atau kain, dari balik penahan ikat pinggang, dan dari balik celah kantung pakaian, mereka shalat dengan membawa rambut beliau. Mereka mencari rejeki untuk kebutuhan mereka dengan membawa rambut beliau yang selalu menyertai mereka. Bahkan kebanyakan dari mereka berwasiat agar rambut beliau disisipkan di dalam kain kafan mereka. Seandainya rambut dikatakan najis, niscaya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan membagi- bagikan benda najis, sementara beliau tahu bahwa mereka mengambil berkah dari rambut beliau seperti yang telah kami gambarkan tadi. Ketika hukum itu shahih dari Nabi, maka shahih pula untuk umatnya. Karena mustahil dari nabi sesuatu itu suci, sementara untuk umatnya, sesuatu itu najis.” 254 Shahih Ibnu Hibban 1372: Al Husain bin Muhammad bin Abu Masy’ar di Harran telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Zaid Al Khaththabi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Firyabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sufyan dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sering disodorkan bayi-bayi (untuk beliau mamahi). Maka beliau pun memamahi mereka. Suatu saat beliau disodorkan bayi, lalu bayi tersebut kencing di atas (pangkuan) beliau. Beliau pun memercikkan air di atasnya dan tidak mencucinya.” 255 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1373: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun Ar-Rayani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Umar256 Al Adani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah dari Ummu Qais binti Mihshan Al Asadiyyah, ia berkata, “Aku masuk dengan membawa anakku yang belum makan makanan apa-apa ke tempat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian ia (anakku) kencing di atas (pangkuan) beliau. Maka beliau meminta dibawakan air, lalu beliau percikkan air itu di atasnya.” 257 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1374: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Al Harits telah mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab dari Ubaidillah bin Abdullah bahwa Ummu Qais binti Mihshan Al Asadiyyah, saudari perempuan dari Ukasyah bin Mihshan, - ia adalah salah seorang dari wanita Muhajirin yang dibai’at oleh Rasulullah SAW- ia berkata, “Aku datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa anakku yang belum memakan makanan. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memegangnya dan mendudukannya di pangkuan beliau, lalu anak itu kencing di atas pakaian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil air, lalu memercikkannya, dan tidak membasuhnya.” 258 Ibnu Syihab berkata, “Maka berlakulah Sunnah Rasul bahwa pakaian tidak wajib dicuci karena terkena kencing anak bayi sampai ia sudah memakan makanan (selain ASI). Apabila ia telah memakan makanan, maka pakaian harus di cuci karena terkena kencingnya.” [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1375: Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Bundar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’adz bin Hisyam, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Abu Harb bin Abu Al Aswad dari ayahnya dari Ali bin Abu Thalib bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang air kencing bayi yang sedang menyusui, “Air kencing bayi laki-laki (cukup) dipercikkan air, sedangkan air kencing bayi perempuan (harus) dicuci.”259 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1376: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ashim telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Sufyan260 dari Al Hasan bin Ubaidillah dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah, ia berkata, “Aku sepertinya melihat kemilau minyak misik di tengah kepala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang saat itu sedang ihram.” 261 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1377: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Daud bin Mushahhah Al Asqalani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sulaiman bin Hayyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Muslim262 dari Masruq dan dari Ibrahim dari Al Aswad. (keduanya) dari Aisyah, ia berkata, “Sepertinya aku melihat kemilau minyak misik di tengah kepala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Saat itu beliau sedang membaca talbiyah.” 263 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1378: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Fayadh bin Zuhair telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Khulaid bin Ja’far, dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Misik adalah wewangian yang paling utama.”264 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1379: Syabab bin Shalih di Wasith telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Wahab bin Baqiyah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Khalid dari Abu Ma’syar dari Ibrahim dari Alqamah dan Al Aswad, Seorang laki-laki tinggal di rumah Aisyah, Umm Al Mu’minin. Lalu pada pagi harinya laki-laki itu mencuci pakaiannya. Aisyah berkata, “Sesungguhnya, cukup bagimu -jika kamu melihatnya (melihat air mani)- hendaklah mencuci tempat (yang terkena) air mani. Jika kamu tidak melihatnya, maka kamu harus memercikkan air di sekitarnya Sungguh, aku menggosok air mani dari pakaian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan satu kali gosokan, Kemudian beliau shalat dengan mengenakan pakaian tersebut” 265 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 1380: Muhammad bin Alan di Adzanah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Luwain telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Zaid dari Hisyam bin Hassan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Ma’syar dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah, ia berkata, “Sungguh, aku menggosok air mani dari pakaian Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam sekali gosok yang saat itu sedang melaksanakan shalat dengan mengenakan pakaian tersebut. ” 267 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 1381: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hibban bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari268 Amr bin Maimun Al Jazari dari Sulaiman bin Yasar dari Aisyah, ia berkata, Aku pernah mencuci junub (air mani) pada pakaian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Kemudian beliau keluar untuk shalat, sementara tetesan air masih melekat pada pakaiannya.” 269 [50:4] Abu Hatim berkata, “Aisyah RA mencuci air mani dari pakaian Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam jika air mani itu masih basah, karena mencuci air mani yang masih basah dapat menenteramkan hati. Ia pun hanya menggosok air mani bila bentuknya sudah kering. Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dengan mengenakan pakaian tadi. Oleh karena itu, ucapan dan pendapat yang kami pilih adalah, Sesungguhnya air mani yang masih basah dicuci agar hati menjadi tenteram, bukan karena ia najis. Sedangkan air mani yang kering cukup hanya dengan digosok sedikit, sebagai tindakan mengikuti Sunnah Nabi.” 270 Shahih Ibnu Hibban 1382: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il di Busta telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, —Qutaibah bin Sa’ad dan Al Hasan bin Ali Al Hilwani telah menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata, Yazid bin Harun telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Maimun bin Mihran telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sulaiman bin Yasar, ia berkata, Aku mendengar Aisyah berkata, “Aku pernah mencuci mani dari pakaian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Kemudian beliau keluar untuk shalat, dan sungguh masih terlihat bekas tetesan air pada pakaiannya.” 271 [50:4] Al Hulwani, di dalam haditsnya berkata, “Sulaiman272 bin Yasar telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Aisyah telah mengabarkan kepadaku'.” Shahih Ibnu Hibban 1383: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata. Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata. Amr bin Al Harits telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Sa'id bin Abu Hilal dari Nafi’ bin Jubair dai Ibnu Abbas, Seseorang yang bertanya kepada Umar bin Al Khalhthab, “Ceritakan kepada kami tentang masa-masa sulit.”Ia berkata, “Kami keluar menuju Tabuk pada saat cuaca sangat panas. Lalu kami tinggal di sebuat tempat. Di sana kami merasa sangat haus, hingga kami mengira bahwa leher kami akan putus. Hingga ketika seorang laki-laki berangkat mencari air, ia tidak kembali sampai kami mengira bahwa lehernya akan putus. Seorang laki-laki sampai menyembelih untanya lalu ia peras kotorannya, kemudian meminumya. Kemudian ia menaruh sisa di atas dadanya. Abu Bakr Ash-Shiddiq berkata. “Wahai Rasulullah! Sungguh, Allah telah menjadikanmu terbiasa memperoleh kebaikan dalam doa. Maka doakanlah kami!”. Beliau bertanya.“Apakah kamu menginginkan itu?". Ia menjawab, “Iya". Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya. Beliau tidak mengembalikan kedua tangan (pada posisi semula) sampai awan mulai mendung, lalu turunlah hujan. Maka mereka pun memenuhi apa-apa (wadah air) yang mereka miliki. Kemudian kami berangkat sambil melihat-lihat, ternyata kami tidak menemukan air hujan melewati batas (tanah yang didiami) para prajurit".273 Abu Hatim berkata, “Perbuatan kaum yang menaruh perasan kotoran unta di atas dada mereka, dan tidak ada perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk membasuh kotoran tadi dari badan mereka setelah peristiwa ini, merupakan dalil bahwa kotoran hewan yang halal di makan dagingnya itu suci.” 274 [35:2] Shahih Ibnu Hibban 1384: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il di Busta telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Suwaid bin Nashr telah menceritakan kami, ia berkata, Abdallah bin Al Mubarak telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Hisyam dari Ibnu Sirin dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian tidak menemukan (tempat) selain kandang kambing dan tempat menderumnya unta, maka shalatlah di kandang kambing. Dan janganlah shalat di tempat menderumnya unta”275 [39:4] Shahih Ibnu Hibban 1385: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir Al Abdi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Ath-Tayyah dari Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melaksanakan shalat di kandang kambing276.” [8:5] Abu At-Tayyah, ia bernama Yazid bin Humaid Ad-Dhuba’i. Shahih Ibnu Hibban 1386: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma’syar telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Wahab bin Abu Karimah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Abdurrahim dari Zaid bin Abu Anisah dari Thalhah bin Musharrif dari Yahya bin Sa’id Al Anshari dari Anas bin Malik, ia berkata, Beberapa orang Arab pedalaman dari Urainah277 datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Mereka tidak betah tinggal di Madinah karena terkena penyakit perut278. Lalu beliau menyuruh mereka untuk meminum air susu dan air kencing unta279. Mereka pun meminumnya hingga sembuh. Namun setelah itu mereka membunuh para penggembalanya dan mengambil air susu unta-unta tadi. Maka, Nabiyullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus orang untuk mencari mereka, kemudian mereka didatangkan. Lalu beliau memotong tangan-tangan dan kaki-kaki mereka, serta mencelaki mata mereka dengan paku yang dipanaskan.” 280 Abdul Malik281 bertanya kepada Anas -yang saat itu menceritakan hadits ini kepadanya-, “(Itu Nabi lakukan) apakah karena kekufuran mereka, ataukah karena dosa mereka?”, la menjawab, “Karena kekufuran mereka.” 282 [35:2] Shahih Ibnu Hibban 1387: Al Khalil bin Ahmad bin Binti Tamim bin Al Muntashar di Wasith telah mengabarkan kepada kami283, ia berkata, Abdul Hamid bin Bayan As-Sukkari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ishaq Al Azraq telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syarik dari Simak dari Mu’awiyah bin Qurrah dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang- orang Urainah agar mereka meminum air kencing unta dan air susunya.” 284 [40:4] Shahih Ibnu Hibban 1388: Al Husain bin Ahmad bin Bistham di Ubullah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Muhammad At- Taimi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya Al Qaththan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Anas, Para utusan dari Urainah datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Mereka tidak betah tinggal di Madinah karena terserang sakit pada perut mereka. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimkan seekor unta perahan285 kepada mereka. Beliau bersabda, “Minumlah susu dan air kencingnya!”. Mereka pun meminumnya hingga sembuh dan berbadan gemuk. Lalu mereka membunuh penggembala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil air susu unta-untanya dan murtad. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mengirim orang untuk mencari jejak mereka. Lalu mereka pun didatangkan ke hadapan beliau. Kemudian beliau memotong tangan-tangan dan kaki mereka, mencungkil mata mereka, dan membuang mereka di sebuah tanah yang panas oleh terik matahari.” 287 [40:4] Shahih Ibnu Hibban 1389: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ghassan bin Ar-Rabi’ telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Hammad bin Salamah dari Simak bin Harb dari Alqamah bin Wa'il dari Thariq bin Suwaid Al Hadhrami, ia berkata, Aku berkata, “Wahai Rasulullah! Sungguh, di bumi kami banyak anggur yang kami peras dan kami minum.’’ beliau bersabda, Jangan kau minum!'. Aku berkata, “Bukankah kami bisa menyembuhkan penyakit dengan perasan anggur itu?". Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Sungguh, itu adalah penyakit, bukan obat."288 [40:4] Shahih Ibnu Hibban 1390: Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Amir Al Aqadi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Simak bin Harb, ia berkata, Aku mendengar Alqamah bin Wa'il menceritakan dari ayahnya, Wa'il bin Hajar, bahwa Suwaid bin Thariq bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang khamr. Ia berkata, Sungguh, kami membuat khamr. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang hal itu. Ia berkata, Wahai Rasulullah! Sungguh, khamr itu obat.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Sungguh, ia bukan obat. Namun ia adalah penyakit'. 289 [35:2] Shahih Ibnu Hibban 1391: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Asy-Syaibani dari Hassan bin Mukhariq, ia berkata, Ummu Salamah berkata, “Puteriku menderita sakit. Aku pun membuatkannya perasan anggur di sebuah cangkir. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk saat cangkir itu mulai berbusa. Beliau bertanya, Apa itu?'. Aku menjawab290, “Sungguh, anakku sakit. Lalu aku membuatkannya perasan anggur ini.”Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak akan menjadikan obat bagi kalian pada sesuatu yang haram.”291 [35:2] Shahih Ibnu Hibban 1392: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah dari Ibnu Abbas dari Maimunah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang tikus yang mati di dalam mentega. Beliau bersabda; “Jika (mentega) itu keras, maka buanglah tikus itu dan benda yang berada di sekelilingnya. Lalu makanlah mentega tadi. Namun jika ia telah mencair, maka jangan kalian dekati.”292 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1393: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu As-Sari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang tikus yang jatuh ke dalam mentega. Beliau menjawab, “Apabila mentega itu keras, maka buanglah tikus serta benda di sekitarnya. Dan bila ia mengalir, maka jangan kalian dekati!”. Maksudnya, apabila ia mencair.” 293 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1394: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang tikus yang jatuh ke dalam mentega, lalu mati. Beliau bersabda, 'Apabila mentega itu keras, maka ia (harus) membuang tikus dan benda ia (boleh) memakan mentega itu. Namun apabila mentega itu mencair, maka ia tidak boleh mendekatinya'. 294 Abdurrazzaq295 berkata, “Abdurrahman bin Budzawaih telah mengabarkan kepadaku bahwa Ma’mar juga menuturkan hadits yang sama dari Az-Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah dari Ibnu Abbas dari Maimunah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.” [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1395: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Tsabit dari Adi bin Dinar, hamba sahaya Ummu Qais binti Mihshan dari Ummu Qais binti Mihshan, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tentang darah haidh yang mengenai baju. Beliau bersabda, ' Cucilah darah itu dengan air dan daun bidara Dan gosoklah ia dengan kayu'” 296 [50:1] Abu Hatim berkata, “Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Cucilah darah itu dengan air”, adalah perintah fardhu. Sedangkan perintah mencuci dengan daun bidara dan menggosok dengan kayu adalah perintah sunnah dan nasihat bijak. Shahih Ibnu Hibban 1396: Hamid bin Muhammad bin Syu’aib Al Balkhi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Syuraih bin Yunus telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Hisyam bin Urwah dari Fathimah binti Al Mundzir dari neneknya, Asma’, “Seorang wanita bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tentang darah haidh. Beliau bersabda, 'Hilangkan darah itu, lalu gosoklah dengan air kemudian siramlah Dan shalatlah dengan menggunakan pakaian itu'. 297 [51:4] Abu Hatim berkata, “Perintah menghilangkan darah dan menyiramnya dengan air adalah perintah sunah, bukan perintah wajib. Sedangkan perintah menggosok298 dengan air harus disertai dengan sebuah syarat, yaitu hilangnya benda najis. Jadi menghilangkan benda najis hukumnya fardhu. Sedangkan menggosok dengan air hukumnya sunnah jika ia mampu menghilangkan benda najis tanpa digosok. Dan perintah melaksanakan shalat dengan mengenakan pakaian tadi setelah dicuci adalah perintah boleh, bukan wajib.” Shahih Ibnu Hibban 1397: Ibnu Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Al Harits telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Hisyam bin Urwah dari Fathimah binti Al Mundzir dari Asma’ binti Abu Bakr bahwa ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang pakaian yang terkena darah haidh. Beliau bersabda, 'Ia harus menghilangkan darah haidh, lalu menggosoknya dengan air. Kemudian ia harus menyiramnya, lalu shalat dengan mengenakan pakaian itu'. ” 299 [51:1] Shahih Ibnu Hibban 1398: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Hisyam bin Urwah dari Fathimah binti Al Mundzir dari Asma binti Abu Bakar bahwa seorang wanita bertanya, “Wahai Rasulullah! Apa yang harus aku lakukan bila pakaianku terkena darah haidh?”. Beliau menjawab, ‘Hilangka darah itu, lalu gosoklah dengan air, dan siramlah bagian di sekitar darah tadi'. ” 300 [51:1] Shahih Ibnu Hibban 1399: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Umar bin Abdul Wahid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Auza’i dari Muhammad bin Al Walid Az-Zubaidi dari Az-Zuhri dari Ubaidillah bin Abdullah dari Abu Hurairah, ia berkata,“Seorang Arab badui berdiri di dalam masjid, lalu ia kencing. Kemudian orang-orang (para sahabat) menangkapnya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada mereka, ‘Biarkan ia dan siramkan satu ember air ke (tempat) kencingnya! Sungguh kalian diutus semata-mata untuk membawa kemudahan, dan tidak diutus untuk membawa kesukaran’” 301 [90:1] Shahih Ibnu Hibban 1400: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Ibnu Syihab, ia berkata, Ubaidillah bin Abdullah telah mengabarkan kepadaku, Sesungguhnya Abu Hurairah mengabarkan kepadanya (Ubaidillah bin Abdullah) bahwa seorang Arab pedalaman kencing di dalam masjid. Para sahabat marah dan hendak memukulnya, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Biarkanlah ia dan siramkan ke (tempat) kencingnya satu timba air atau satu timba penuh berisi air! Sungguh, kalian di utus semata-mata untuk membawa kemudahan dan tidak diutus untuk membawa kesukaran. "302 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1401: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ikrimah bin Ammar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari pamannya, Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk di dalam masjid. Tiba-tiba seorang Arab badui masuk, lalu duduk dan kencing. Para sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Berhenti, berhenti!”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jangan kalian hentikan kencingnya”303 kemudian beliau memanggilnya dan bersabda, “Sesungguhnya masjid ini tidak pantas sedikitpun (terkena) kotoran dan (dijadikan) kamar kecil.”Dan sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya masjid hanya untuk membaca Al Qur ’an atau berdzikir kepada Allah." Kemudian beliau meminta dibawakan satu timba air. Setelah itu beliau menyiramkannya ke tempat kencingnya.” 304 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1402: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim Al Handzali telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abd bin Sulaiman dan Fadhl bin Musa telah menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata, Muhammad bin Amr telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Salamah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Hurairah, ia berkata, Seorang Arab badui masuk ke dalam masjid, sementara Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk. Ia berdoa, “Ya Allah! Ampunilah aku dan Muhammad. Dan janganlah Engkau ampuni orang yang bersama kami, ’’Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda, “Sungguh, kamu telah menyempitkan luasnya (rahmat Allah)”. Kemudian orang Arab badui itu berjalan menepi, lalu ia kencing di sebuah sudut masjid. Orang Arab pedalaman itu, setelah memahami Islam, berkata, “Sesungguhnya Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku, “Sungguh, masjid ini semata-mata hanya untuk berdzikir kepada Allah dan melaksanakan shalat. Tidak boleh kencing didalamnya.". Kemudian beliau meminta satu ember berisi air. Lalu beliau siramkan air tersebut ke tempat kencingnya.” 305 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1403: Muhammad bin Al Hasan bin Khalil telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid telah menceritakan kepadaku Al Walid dari Al Auza’i dari Sa’id bin Abu Sa’id Al Maqburi dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jika salah seorang dari kalian menginjak kotoran dengan sandalnya, maka sesungguhnya debu dapat menjadi alat bersuci bagi sandalnya. ” 306 [66:3] Shahih Ibnu Hibban 1404: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Ibrahim Ad- Dauraqi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Auza’i dari Ibnu Ajian dari Sa’id bin Abu Sa’id dari ayahnya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jika salah seorang dari kalian menginjak kotoran dengan sepasang khuffitya, maka alat bersuci bagi sepasang khuff itu adalah debu.”308 [66:3] Shahih Ibnu Hibban 1405: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il di daerah Bust telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ubaid bin Adam bin Abi309 lyas telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepadaku, ia berkata, “Syarik telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk ke dalam kamar kecil (toilet). Aku mendatanginya dengan membawa air di dalam bejana kecil atau kendi. Beliau pun beristinja dengan air itu. Lalu beliau mengusapkan tangan kirinya ke tanah, setelah itu beliau membasuhnya. Kemudian aku mendatanginya dengan membawa salah satu wadah berisi air. Lalu beliau pun berwudhu.” 310 [2:5] Shahih Ibnu Hibban 1406: Muhammad bin Ishaq bin Sa'id As-Sa’di telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Khasyram telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syu’bah dari Qatadah dari Al Qasim Asy-Syaibani dari Zaid bin Arqam bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya tempat buang air (toilet) ini dihuni oleh syetan-syetan. Maka apabila salah seorang dari kalian hendak masuk (kedalamnya), maka hendaklah ia berdoa, ‘Aku berlindung kepada Allah dari syetan laki-laki dan syetan perempuan'. ” 312 [104:1] Abu Hatim RA. berkata, “Hadits ini masyhur dari Syu’bah dan Sa’id. Hadits dari jalur periwayatan Qatadah ini hanya ia satu-satunya periwayat yang meriwayatkannya.” Shahih Ibnu Hibban 1407: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Al Ja’d telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah bin Al Hajjaj, Hammad bin Salamah dan Husyaim bin Basyir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdul Aziz bin Shuhaib dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Ketika Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, hendak masuk ke dalam tempat buang hajat, beliau berdoa, “Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan-setan perempuan” 313 [12:5] Abu Hatim RA berkata, “ الْخَبَائِثِ ” dan الْخُبُثِ merupakan bentuk jama’ yang berarti setan-setan laki-laki dan setan-setan perempuan. Sedangkan bentuk tunggal dari setan laki-laki dibahasakan dengan “ خَبِيْثٌ ”, bentuk tatsniyah (menyatakan dua) adalah “ خَبِيْثَانِ ” dan bentuk tiga (Jama’) adalah “ خَبَائِثُ ”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, memohon perlindungan kepada Allah dari setan-setan laki-laki dan setan-setan perempuan dengan doa : اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْخُبُثِ وَالْخَبَائِثِ Artinya, “Ya Allah. Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan.” Shahih Ibnu Hibban 1408: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdul A’la telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid bin Al Harits telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syu’bah dari Qatadah, ia berkata, Aku mendengar An-Nadhr bin Anas menceritakan sebuah hadits dari Zaid bin Arqam dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya tempat buang air ini dihuni oleh syetan-syetan. Maka apabila salah satu dari kalian hendak memasukinya, hendaklah ia berdoa, “Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari syetan-syetan laki-laki dan syetan-syetan perempuan. ” 314 [104:1] Abu Hatim RA berkata, “Lafazh اَلخُبُثْ berbentuk jama’ yang artinya syetan-syetan laki-laki. Sedangkan اَلْخَبَائِثُ berbentuk jama' yang artinya syetan-syetan perempuan. Dikatakan خَبِيْثٌ خَبِيْثَانِ خُبُثٌ. Dan خَبِيْثَة خَبِيْثَتَانِ خَبَائِثُ. Shahih Ibnu Hibban 1409: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dan Umar bin Muhammad telah mengabarkan kepada kami, mereka berdua berkata, Nashr bin Ali Al Jahdhami telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ath-Thufawi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Urwah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari ayahnya dari Aisyah, ia berkata, Saudah binti Zam’ah adalah wanita berbadan gemuk, apabila ia keluar untuk buang hajat di malam hari, ia selalu berjalan lebih cepat daripada wanita lain. Suatu saat, Umar bin Al Khaththab melihatnya, ia berkata, Coba lihat bagaimana kamu keluar rumah. Demi Allah! Sesungguhnya kamu tidak akan samar lagi bagi kami jika kamu keluar rumah.’’Maka Saudah pun menceritakan hal ini kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang tangannya berkeringat, dan keringat itu tidak hilang dari tangannya sampai selesai turun wahyu. Kemudian beliau bersabda, 'Sesungguhnya Allah telah memberikan keringanan bagi kalian keluar rumah untuk buang hajat'. ” 317 [27:4] Shahih Ibnu Hibban 1410: Muhammad bin Abdullah bin Abdussalam Makhul di Beirut telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sulaiman bin Saif telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ashim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Tsaur bin Yazid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Hushain Al Humairi dari Abu Sa’ad Al Khair dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berisitinja, hendaklah ia melakukannya dengan hitungan ganjil. Barangsiapa melakukan itu, berarti ia telah melakukan hal baik. Barangsiapa yang datang ke tempat buang air, ia hendaklah membuat penutup. Jika ia tidak menemukannya selain gundukan pasir (maka jadikan itu sebagai penutup). Karena syetan selalu bermain pada bokong anak Adam.”319 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 1411: Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabbah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Zaid bin Harun telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mahdi bin Maimun telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Muhammad bin Abu Ya’qub dari Al Hasan bin Sa’ad321 dari Abdullah bin Ja’far, ia berkata, “Sesuatu yang paling disukai oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk dijadikan penutup adalah gundukan tanah yang tinggi atau pohon kurma yang lebat dan rimbun.” 322 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1412: Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdul Karim Al Abdi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Wahab bin Jarir telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Muhammad bin Abu Ya’qub menceritakan sebuah hadits dari Al Hasan bin Sa’ad dari Abdullah bin Ja’far, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengendarai Baghal (peranakan kuda dengan keledai) miliknya. Aku mengikutinya di belakangnya. Dan adalah Rasulullah, apabila hendak buang air besar, maka tempat buang air yang paling beliau sukai adalah gundukan tanah tinggi yang bisa beliau jadikan penutup, atau pohon kurma yang lebat. Abdullah bin Ja’far melanjutkan, “Lalu beliau masuk ke pagar milik seorang laki-laki dari golongan Anshar.” 323 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1413: Imran bin Musa bin Musyaji’ telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hudbah bin Khalid Al Qaisi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammam bin Yahya telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Juraij dari Az-Zuhri dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila memasuki tempat buang air, beliau meletakkan cincinnya.” 324 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1414: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Al Hasan At-Tirmidzi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Muhammad bin Abdullah Al Anshari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ayahku telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Tsumamah dari Anas bin Malik, ia berkata, “Ukiran pada cincin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ada tiga baris, Muhammad” satu baris, “Rasul” satu baris, dan “Allah” satu baris.”325 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1415: Muhammad bin Ishaq, pemimpin Tsaqif, telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Syuja’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isma’il bin Ja’far telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Ala bin Abdurrahman dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Hindarilah dua orang yang mendapat laknat!”. Mereka bertanya, “Siapakah dua orang yang mendapat laknat?”. Beliau menjawab, “Orang yang buang air di jalan-jalan (yang dilewati) manusia dan di halaman-halaman rumah mereka”.”326 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 1416: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu As-Sari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zuhri dari Atha bin Yazid dari Abu Ayyub Al Anshari bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian datang ke tempat buang air besar, maka janganlah ia menghadap ke kiblat dan jangan membelakanginya. Akan tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat (karena letak Madinah di sebelah utara Kabah, - pen).” Abu Ayyub berkata, “Ketika kami datang ke Syam, kami mendapati toilet-toilet dibangun menghadap ke kiblat.”327 Kami berpaling dan beristighfar (memohon ampun) kepada Allah SWT.” 328 [11:2] Shahih Ibnu Hibban 1417: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Hajjaj As-Sami telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Wuhaib telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ma’mar dari An-Nu’man bin Rasyid dari Az-Zuhri dari Atha bin Yazid dari Abu Ayyub Al Anshari bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian menghadap kiblat saat kencing dan buang air, dan jangan membelakanginya. Akan tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat (karena letak Madinah di sebelah utara Kabah, -penerf)." Abu Ayyub berkata, “Kami datang ke Syam. Ternyata kami mendapati toilet-toilet dibangung menghadap ke kiblat.” An-Nu’man berkata, “Ternyata, kamar-kamar mandinya dibangun menghadap ke kiblat.” Abu Ayyub berkata, “Kami berpaling dan beristighfar kepada Allah SWT.” .”329 [28:1] Abu Hatim RA. berkata, “Sabda beliau شَرِّقُوا أَوْ غَرِّبُوا adalah lafazh perintah yang dipergunakan secara umum pada sebagian kegiatan (maksudnya buang air dan kencing). Lafazh ini dibatasi keumumannya oleh hadits Ibnu Umar yang menjelaskan bahwa perintah ini dimaksud saat seseorang buang air di padang pasir (lapangan terbuka), bukan di jamban atau tempat-tempat tertutup. 330 Takshish pengkhususan kedua bersumber dari ijma ’ (kesepakatan ulama) yang menyatakan bahwa orang yang kiblatnya menghadap ke arah timur atau barat, ia tidak boleh menghadap atau membelakangi arah itu saat buang air atau kencing, karena arah itu adalah arah kiblatnya. Yang diperintahkan kepadanya adalah menghadap atau membelakangi lawan dari arah kiblatnya saat buang air besar. 331 Shahih Ibnu Hibban 1418: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Wuhaib telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yahya bin Sa’id Al Anshari, Isma’il bin Umayyah, dan Ubaidillah bin Umar dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari Pamannya Wasi’ bin Habban dari Ibnu Umar, ia berkata, “Aku naik ke atas rumah Hafshah. Dan ternyata aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang beijongkok buang air sambil menghadap kiblat dan membelakangi Syam.” 332 [28:1] Shahih Ibnu Hibban 1419: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ghauts333 bin Sulaiman bin Ziyad Al Mashri telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Kami masuk ke rumah Abdullah bin Al Harits bin Jaz’i Az- Zubaidi pada hari Jum’at. Saat itu ia minta dibawakan bejana. Ia berkata kepada hamba sahaya wanitanya, “Tutup (pintu jambanku).”Kemudian sang hamba sahaya menutupnya. Lalu ia kencing di dalamnya.”Setelah itu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, melarang salah seorang dari kalian kencing menghadap kiblat.” 334 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1420: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Amr bin Muhammad An-Naqid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ya’qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishaq, ia berkata, Aban bin Shalih telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Mujahid dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melarang kami menghadap kiblat atau membelakanginya dengan kemaluan kami apabila kami sedang buang air.’’Jabir berkata, “Kemudian aku melihat satu tahun sebelum wafatnya, beliau buang air kecil dengan menghadap kiblat.” 335 [11:2] Shahih Ibnu Hibban 1421: Umar bin Sa’id bin Sinan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ahmad bin Abu Bakr telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Yahya bin Sa’id dari Muhammad bin Habban dari pamannya, Wasi’ bin Hibban dari Ibnu Umar, ia berkata, “Sesungguhnya manusia berkata, “Apabila kamu beijongkok untuk buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat dan Baitul Maqdis”. Sungguh, aku naik ke atas rumah kami. Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sedang (berjongkok) di atas dua batu merah untuk buang hajat dengan menghadap kiblat.” [2:11] Shahih Ibnu Hibban 1422: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abu Bakr Al Muqaddami telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isma’il bin Sinan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ikrimah bin Ammar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Abu Katsir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Iyadh bin Hilal Anshari dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Dua orang laki-laki yang sedang berjongkok di atas tempat buang air, tidak boleh bercakap-cakap sambil masing-masing dari keduanya melihat aurat temannya. Karena sesungguhnya Allah murka dengan hal itu” 337 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 1423: Abu Jabir Zaid bin Abdul Aziz di Maushil telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Isma’il Al Jauhari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Musa Al Fara' telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Yusuf dari Ibnu Juraij dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda, “ Janganlah engkau buang air kecil sambil berdiri.” 338 [108:2] Abu Hatim berkata, “Aku khawatir Ibnu Juraij tidak pernah mendengar hadits ini dari Nafi’.” Shahih Ibnu Hibban 1424: Muhammad bin Umar bin Yusuf di daerah Nasa telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Bisyr bin Khalid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syu’bah dari Sulaiman Al A’masy dari Abu Wa'il dari Hudzaifah “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tiba disuatu tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu beliau buang air kecil sambil berdiri. Kemudian beliau berwudhu dan mengusap sepasang khuflnya.” 339 [108:2] Shahih Ibnu Hibban 1425: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid di Bust telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Awanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Abu Wa'il dari Hudzaifah, ia berkata, Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di suatu tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu beliau buang air kecil sambil berdiri. Kemudian beliau minta dibawakan air, lalu beliau pun berwudhu dan mengusap sepasang khuffhya.” 340 Abu Hatim berkata, “Faktor yang menyebabkan beliau melakukan ini karena kondisi yang tidak memungkinkan. Karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di suatu tempat pembuangan sampah, lalu beliau ingin buang air kecil, namun tidak ada keleluasaan, karena jika seseorang hendak jongkok buang air kecil di tempat yang agak tinggi, bisa jadi air kencingnya akan berceceran. Oleh karena kondisi tidak memungkinan untuk betjongkok saat membuang hajat, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun buang air kecil dalam keadaan berdiri.” Shahih Ibnu Hibban 1426: Abu Hatim RA telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar Ash-Shufi di Baghdad telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Ma’in telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hajjaj bin Muhammad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Juraij, ia berkata, Hukaimah binti Umaimah telah menceritakan kepadaku dari ibunya, Umaimah binti Ruqaiqah, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah buang air kecil di sebuah gelas yang terbuat dari kayu. Kemudian gelas itu diletakkan di bawah tempat tidurnya.” 341 Shahih Ibnu Hibban 1427: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad bin Musarhad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Wahid bin Ziyad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Abu Wa'il dari Hudzaifah, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba disuatu tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu beliau buang air kecil sambil berdiri. Aku pun mendekatinya hingga aku berada di dekat tumitnya. Aku menuangkan air untuknya. Maka beliau pun berwudhu dan mengusap sepasang khuffnya.” 342 [2:4] Shahih Ibnu Hibban 1428: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma’syar di Harran telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Amr Al Bajali telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Zuhair bin Mu’awiyah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al A’masy telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syaqiq dari Hudzaifah, ia berkata, Aku pemah berjalan bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hingga berakhir di sebuah tempat pembuangan sampah milik suatu kaum. Lalu beliau buang air kecil sambil berdiri. Aku pun menjauh, namun beliau memanggilku dan bersabda, “Mendekatlah! ”, maka aku mendekat hingga berdiri di dekat tumitnya. Kemudian beliau berwudhu dan mengusap sepasang khuffiiya.” 343 [2:4] Shahih Ibnu Hibban 1429: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Manshur dari Abu Wa'il, ia berkata, Abu Musa sangat keras dalam urusan air kencing, la berkata, Sungguh, orang-orang Bani Israil jika kulit salah seorang dari mereka terkena air kencing, ia akan memotongnya dengan gunting. Hudzaifah berkata, Aku ingin sahabat kalian tidak terlalu keras dalam hukum ini. Sungguh aku melihat diriku dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, berjalan. Lalu beliau tiba di tempat pembuangan sampah milik suatu kaum di belakang tembok. Beliau berdiri seperti berdirinya salah seorang dari kalian. Lalu beliau kencing.’’Hudzaifah kembali berkata, “Aku pun membuat penutup darinya. Lalu beliau memberi isyarat kepadaku. Aku pun datang dan berdiri di dekat tumitnya hingga selesai.” 344 [2:4] Shahih Ibnu Hibban 1430: Imran bin Musa bin Musyaji’ telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syarik telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya dari Aisyah, ia berkata, “Orang yang menceritakan kepadamu bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam buang air kecil sambil berdiri, harus kamu dustakan. Aku melihat beliau buang air kecil sambil beijongkok.” 345 [2:4] Abu Hatim RA, berkata, “Hadits ini terkadang membuat ragu orang yang tidak memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang hadits bahwa Hadits ini bertentangan dengan Hadits Hudzaifah yang telah kami sebutkan. Padahal tidak demikian. Karena Hudzaifah melihat Rasulullah S A W, buang air kecil sambil berdiri di samping tempat pembuangan sampah milik suatu kaum di belakang tembok. Tempat ini terletak di pelosok kota Madinah. Kami telah menjelaskan sebab musabab Nabi melakukan hal itu. Dan Aisyah tidak bersama beliau pada waktu itu. Ia hanya melihat beliau buang air kecil sambil berjongkok di rumah. Ia pun menceritakan apa yang ia lihat. Sedangkan Hudzaifah mengabarkan peristiwa yang terjadi di depan matanya. Ucapan Aisyah, “Maka harus kamu dustakan”, maksudnya, “Harus kamu anggap salah”. Karena orang Arab kerap membahasakan kesalahan dengan kata “dusta”. Shahih Ibnu Hibban 1431: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Wuhaib telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Ajian dari Al Qa’qa’ bin Hakim dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Sungguh, aku bagi kalian tak ubahnya seperti orang tua. Aku akan mengajarkan kalian; jika kalian datang ke tempat buang air, janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya. Janganlah salah seorang diantara kalian beristinja dengan tangan kanan'." Beliau menyuruh beristinja dengan tiga buah batu dan melarang beristinja dengan kotoran hewan dan tulang yang telah usang.” 346 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 1432: Muhammad bin Abdullah Al Hasyimi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Amr bin Zurarah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Za'idah telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Daud bin Abu Hind dari Asy-Sya’bi, ia berkata, Aku bertanya kepada Alqamah, Apakah Ibnu Mas’ud menyaksikan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tentang “malam jin?”. Alqamah menjawab, Aku bertanya kepada Ibnu Mas’ud. Aku berkata, Apakah salah satu dari kalian menyaksikan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, peristiwa “malam jin?”. Ia menjawab, “Tidak! Akan tetapi kami bersama rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu malam, tiba-tiba kami kehilangan beliau,, kami mencari beliau di lembah-lembah dan celah-celah bukit. Kami berkata, “Beliau dilarikan jin atau dibunuh secara diam-diam!”. 347 Ibnu Mas’ud melanjutkan, “Maka kami pun bermalam dengan melewati malam terburuk yang dialami oleh sekelompok kaum. Ketika datang waktu pagi, tiba-tiba beliau datang dari arah gua Hira Kami pun bertanya, “Wahai Rasulullah! Kami kehilanganmu. Kami mencarimu, namun tak jua menemukanmu. Kami bermalam dengan melewati malam terburuk yang dialami oleh sekelompok kaum.” beliau bersabda, “Aku didatangi oleh da’i dari kalangan jin. Aku berjalan bersamanya. Lalu aku membacakan Al Qur’an di hadapan mereka.” Ibnu Mas’ud melanjutkan, “Kemudian beliau berangkat membawa kami. Beliau memperlihatkan kepada kami kilatan api mereka. Lalu kami menanyakan kepada beliau tentang bekal makanan mereka. Beliau menjawab, “Setiap tulang yang disebut nama Allah (saat menyembelihnya) yang berada di tangan kalian niscaya dapat memenuhi apa yang menjadi daging mereka, dan setiap kotoran348 dari makanan hewan ternak milik kalian.’ ’Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda, “Kalian jangan beristinja’ dengan tulang dan kotoran hewan. Karena sesungguhnya ia menjadi bekal makanan saudara-saudara kalian dari kalangan jin ” 349 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 1433: Ishaq bin Muhammad Al Qaththan di Tinnis telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Isykab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mush’ab bin Al Miqdam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Az-Zubair dari Jabir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, melarang seorang laki-laki menyentuh kemaluannya dengan tangan kanan.” 350 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 1434: Ibnu Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Auza’i telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Abu Katsir telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Abdullah bin Abu Qatadah telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepadaku bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian kencing, maka janganlah ia menyentuh kemaluan dengan tangan kanannya. Dan janganlah ia beristinja’351 dengan tangan kanannya.”352 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 1435: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar Ash-Shufi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Syuja’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Haywah dan Al Laits telah mengabarkan kepadaku sebuah hadits dari Ibnu Ajian dari Al Qa’qa’ bin Hakim dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, “Sesungguhnya Rasulullah S A W, melarang beristinja dengan tangan kanan.” 353 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 1436: Al Fadhl bin Al Hubbab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir Al Abdi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan Ats-Tsauri telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Manshur dari Hilal bin Yisaf dari Salamah bin Qais Al Asyja’i, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Apabila kamu berwudhu, maka hiruplah air melalui hidung. Dan apabila kamu beristinja, maka lakukan dengan hitungan ganjil.354 (78:1) Shahih Ibnu Hibban 1437: Hasyim bin Yahya Abu As-Sari di Nashibin telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ma’mar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Rauh bin Ubadah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Amir Al Khazzaz telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Atha dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, “Apabila salah satu dari kalian beristinja dengan batu, maka hendaklah dilakukan dengan ganjil Karena sesungguhnya Allah Ta’ala ganjil dan sangat menyukai hitungan ganjil. Tidakkah kamu melihat langit ada tujuh, hari-hari ada tujuh, dan thawaf....?”. Lalu beliau menyebutkan banyak hal.” 355 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 1438: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yunus telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Syihab, ia berkata, Abu Idris Al Khulani telah menceritakan kepadaku sebuah hadits bahwa ia mendengar Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al Khudri berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Barangsiapa yang berwudhu, maka hendaklah ia menghirup air melalui hidung. Dan barangsiapa yang beristinja dengan batu, maka hendaklah ia lakukan dengan ganjil.”356 [52:1] Abu Hatim berkata, “ الاِسْتِنْثَارُ ” artinya mengeluarkan air melalui hidung. Sedangkan “ الاِسْتِنْشَاقُ” artinya memasukkan air ke dalam hidung. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam “ ‏ مَنْ تَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ ” maksudnya “ فَلْيَسْتَنْشِقْ” (maka hendaklah ia memasukkan air ke dalam hidung -dengan cara dihirup oleh hidung-). Jadi, beliau membahasakan proses awal, yaitu menghirup air dengan hidung, melalui kata yang menunjukkan proses akhir, yaitu mengeluarkan air melalui hidung. Karena mengeluarkan air melalui hidung tidak mungkin terwujud tanpa didahului oleh menghirupnya dengan hidung. Yang dimaksud لاِسْتِجْمَارُ adalah لاِسْتِطَابَةُ yang berarti meghilangkan najis dari lubang qubul dan dubur. Shahih Ibnu Hibban 1439: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Abu Az-Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian berwudhu, maka hendaklah ia menjadikan air ke dalam hidung. Kemudian hendaklah ia mengeluarkannya. Dan barangsiapa yang beristinja, maka hendaklah ia lakukan dengan hitungan ganjil.”357 Shahih Ibnu Hibban 1440: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhamad bin Yahya bin Sa’id Al Qaththan Abu Shalih telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Ibnu Ajian telah menceritakan kepadaku dari Al Qa’qa’ bin Hakim dari Abu Shalih dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Sungguh, aku bagi kalian tak ubahnya seperti orang tua. Aku akan mengajarkan kalian; jika kalian datang ke tempat buang air, janganlah kalian menghadap kiblat dan membelakanginya. Janganlah salah seorang diantara kalian beristinja dengan tangan kanan’. Beliau menyuruh beristinja dengan tiga buah batu dan melarang beristinja dengan kotoran hewan dan tulang yang telah usang.” 359 Shahih Ibnu Hibban 1441: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Thalhah Al Yarbu’i telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Ahwash telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Manshur dari Ibrahim dari Al Aswad dari Aisyah, ia berkata, “Aku sama sekali tidak melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam puasa pada 9 hari pertama Dzulhijjah. Dan aku tidak melihat beliau keluar dari kamar kecil kecuali menyentuh air.” 360 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1442: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Mu’adz -yaitu Atha bin Abu Maimunah-, ia berkata, “Aku mendengar Anas bin Malik berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari buang hajatnya, maka aku dan seorang hamba sahaya dari Anshar selalu mendatangkan wadah kecil berisi air. Lalu beliau beristinja dengan air itu." 361 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1443: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Awanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Mu’adzah dari Aisyah bahwa ia berkata, “Perintahkan suami-suami kalian agar berisitinja dengan air, karena sesungguhnya aku malu terhadap mereka karenanya. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, selalu melakukannya (beristinja dengan air).” 362 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1444: Imran bin Musa bin Musyaji’ telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Abu Bukair363 , ia berkata, lsra’il telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yusuf bin Abu Burdah, ia berkata, Aku mendengar ayahku berkata, Aku masuk ke rumah Aisyah. Aku mendengar ia berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari kamar kecil, beliau berdoa, '(Aku memohon) ampunan-Mu'. 364 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 1445: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Musa Khatt —ia sepertinya laki-laki terbaik— telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Daud telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah dari Salamah bin Kuhail telah memberitahukan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Kuraib menceritakan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata, “Aku bermalam di rumah bibiku (Maimunah). Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bangun, lalu buang air kecil, kemudian membasuh wajahnya. Setelah itu beliau tidur.” 365 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1446: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hanzhalah bin Abu Sufyan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar367 Ikrimah bin Khalid Al Makhzumi menceritakan, “Seorang laki-laki berkata kepada Abdullah bin Umar, 'Mengapa engkau tidak berperang (di jalan Allah)?' Ia menjawab368, Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Islam di bangun atas lima (perkara): bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan haji ke Baitullah'.”369 [66:3] Shahih Ibnu Hibban 1447: Ali bin Ahmad bin Imran Al Juijani di Halab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Nashr bin Ali bin Nashr telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Nuh bin Qais telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid bin Qais telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Anas Seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah! Berapa Allah fardhukan shalat kepada hamba-Nya?”. Beliau menjawab, 'Lima shalat'. Laki- laki itu kembali bertanya, “Apakah sebelum dan sesudahnya ada sesuatu (kefardhuan lain)?”. Beliau menjawab kembali, 'Allah memfardhukan kepada hamba-hamba-Nya lima shalat (saja)'. Anas berkata, 'Lalu laki-laki itu bersumpah dengan nama Allah untuk tidak menambah dan tidak370 mengurangi shalat yang lima'. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika ia benar (dalam sumpahnya), ia akan masuk surga” 371 [21:1] Abu Hatim RA. berkata, “Anas372 mendengar Hadits ini dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Ia mendengar kisah dengan teks yang lebih panjang dari Malik bin Sha’sha’ah. Ia juga mendengar sebagian kisahnya dari Abu Dzarr. Ketiga jalur periwayatan ini semuanya shahih.” Shahih Ibnu Hibban 1448: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mawhab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Syihab, Ibnu Syihab duduk di depan pintu Umar bin Abdul Aziz di sebuah istana gubernur di Madinah. Ia didampingi oleh Urwah. Saat itu Umar sedikit mengakhirkan shalat Ashar. Maka Urwah pun berkata kepada Umar, Ingat, sesungguhnya Jibril turun. Kemudian ia shalat di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Umar berkata, Jelaskan apa yang kamu katakan wahai Urwah!. Lalu Urwah berkata, Aku mendengar Basyir bin Abu Mas’ud berkata, Aku mendengar Abu Mas’ud berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda373, 'Jibril turun, lalu ia shalat. Aku pun shalat bersamanya. Kemudian aku shalat bersamanya. Kemudian aku shalat bersamanya. Kemudian aku shalat bersamanya. Kemudian aku shalat bersamanya', beliau menghitung dengan jari-jari tangannya sebanyak lima kali shalat. 374 [21:1] Shahih Ibnu Hibban 1449: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari kitabnya, ia berkata, Ar-Rabi’ bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Usamah bin Zaid telah mengabarkan kepadaku bahwa Ibnu Syihab mengabarkan kepadanya, Umar bin Abdul Aziz duduk di atas mimbar. Ia sedikit mengakhirkan shalat. Lalu Urwah bin Az-Zubair berkata, Ingatlah, bahwa Jibril telah mengabarkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tentang waktu shalat. Umar berkata kepadanya, “Jelaskan apa yang engkau katakan tadi!”. Urwah berkata, “Aku mendengar Basyir bin Abu Mas’ud berkata, Aku mendengar Abu Mas’ud Al Anshari berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Jibril turun. Ia mengabarkan kepadaku tentang waktu shalat. Lalu aku shalat bersamanya. Kemudian aku shalat bersamanya Kemudian aku shalat bersamanya. Kemudian aku shalat bersamanya. Kemudian aku shalat bersamanya'., beliau menghitung dengan jari-jari tangannya sebanyak lima kali shalat. Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat Zhuhur ketika tergelincir matahari. Terkadang beliau mengakhirkan shalatnya saat panas sangat menyengat. Dan aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat Ashr, sementara matahari masih tinggi dan berwarna putih sebelum di masuki wama kuning. Lalu laki-laki ini (Nabi SAW) pergi setelah melaksanakan shalat. Beliau sampai ke Dzu Al Hulaifah sebelum matahari terbenam. Beliau melaksanakan shalat Maghrib ketika matahari terbenam. Beliau melaksanakan shalat Isya saat ufuk mulai hitam (gelap). Terkadang beliau mengakhirkannya sampai manusia berkumpul. Dan beliau melaksanakan shalat Shubuh, sekali waktu pada penghujung malam yang masih gelap, dan pada waktu yang lain beliau melaksanakan shalat Shubuh saat matahari akan bersinar. Kemudian setelah itu, beliau melaksanakan shalat pada penghujung malam yang masih gelap. Hingga beliau shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, beliau tidak pernah mengulangi lagi (shalat Shubuh) pada saat matahari akan bersinar.” 375 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1450: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami ia berkata, Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Ibnu Syihab, Pada suatu hari, Umar bin Abdul Aziz mengakhirkan shalat di Istana Gubernur. Lalu masuklah Urwah bin Az-Zubair ke tempatnya. Urwah mengabarkan kepadaya bahwa pada suatu hari Mughirah bin Syu’bah mengakhirkan shalat, saat itu ia berada di Kuffah. Lalu Masuklah Abu Mas’ud Al Anshari ke tempatnya. Ia berkata, Wahai Mughirah! Apa-apan ini? bukankah kamu tahu bahwa Jibril -semoga rahmat Allah tercurah atasnya- turun dan melaksanakan shalat. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun shalat376. Kemudian ia shalat, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun shalat. Kemudian ia shalat, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun shalat Kemudian ia shalat, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun shalat. Kemudian ia shalat, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun shalat Kemudian ia shalat, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun shalat. Kemudian ia berkata, “Inilah yang diperintahkan kepadamu. ”Umar berkata, 'Jelaskan apa yang akan kamu ceritakan wahai Urwah, atau apakah Jibril melaksanakan shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada waktu shalat?*. Urwah berkata, “Demikianlah Basyir bin Abu Mas’ud menceritakan hadits dari ayahnya.” Urwah berkata, “Sungguh, Aisyah menceritakan kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat Ashar saat matahari masih berada di kamarnya (Aisyah) sebelum ia menampakkan diri.” 377 [2:5] Shahih Ibnu Hibban 1451: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mawhab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits bin Sa’ad telah menceritakan kepadaku dari Ibnu Syihab dari Abdullah378 bin Abu Bakr bin Abdurrahman dari Umayyah bin Abdullah bin Khalid bahwa ia berkata kepada Abdullah bin Umar, Sungguh, kami menemukan shalat Hadhar379 dan shalat khauf380 di dalam Al Qur'an. Namun kami tidak menemukan shalat safar381 di dalam Al Qur'an?. Abdullah berkata kepada Umayyah, “Wahai keponakanku! Sesungguhnya Allah mengutus Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kami dan kami tidak tahu apa- apa. Kami hanya mengerjakan apa yang kami lihat dari perbuatan." 382 [21:1] Shahih Ibnu Hibban 1452: Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Al Mutsanna telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Asy’ats bin Sulaim383 telah menceritakan kepadaku dari Al Aswad bin Hilal dari Tsa’labah dari Zahdam, ia berkata, Kami bersama Sa’id bin Al Ash384 di Thabaristan. Sa’id bertanya, Siapa di antara kalian yang pernah melaksanakan shalat Al Khauf bersama Rasulullah SAW?” Hudzaifah menjawab, “Aku!”. Tsa’labah berkata, “Kemudian Hudzaifah berdiri. Ia mengatur manusia dibelakangnya menjadi dua shaf (barisan):satu barisan berada di belakangnya, dan satu barisan menghadap musuh. Lalu ia shalat satu raka’at bersama orang-orang yang berada di belakangnya. Kemudian mereka pergi ke tempat orang-orang yang menghadap musuh. Lalu mereka (orang-orang yang tadi menghadap musuh) datang. Hudzaifah pun melaksanakan shalat satu raka’at bersama mereka. Dan mereka tidak wajib mengqadha shalat.” 385 Shahih Ibnu Hibban 1453: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir Al Abdi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan Ats-Tsauri lelah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Abu Sufyan dari Jabir, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Tidak ada (pembatas) antara seorang hamba dan kekufuran kecuali meninggalkan shalat.” 386 [25:3] Shahih Ibnu Hibban 1454: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aim telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Ammar Al Husain bin Huraits telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Fadhl bin Musa telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Husain bin Waqid dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Sesungguhnya perjanjian yang (terbentuk) antara kita dan mereka (orang-orang kafir) adalah shalat. Maka barangsiapa yang meninggalkannya berarti sungguh-sungguh ia telah kafir'. 387 “ [25:3] Shahih Ibnu Hibban 1455: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ayyub dan Musa bin Uqbah dari Nafi, ia berkata, Ibnu Umar diberitahu tentang sakit yang dialami istrinya di tengah perjalanan. Maka ia pun mengakhirkan shalat magrib. Ada orang berkata, “Shalatlah!”. Ia hanya terdiam. Ia mengakhirkan shalat magrib setelah hilangnya mega merah sampai berlalunya masa yang cukup lama dari waktu malam. Kemudian ia turun. Lalu ia melaksanakan shalat magrib dan Isya kemudian ia berkata, “Beginilah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan ini ketika mempercepat perjalanan atau ditimpa masalah yang berat.” 388 Shahih Ibnu Hibban 1456: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabaikan kepada kami, ia berkata, Sa’id bin Bahr Al Qarathisi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syababah bin Sawwar, ia berkata, Laits bin Sa’ad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dan Aqil bin Khalid dari Az-Zuhri dari Anas bin Malik, ia berkata, “Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendak menjama’ antara dua shalat dalam perjalanan, maka beliau mengakhirkan shalat Zhuhur sampai masuk awal waktu ashar. Kemudian beliau menjama’ keduanya.” 389 [25:3] Shahih Ibnu Hibban 1457: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hatim bin Isma’il telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya, ia berkata, Kami masuk ke tempat Jabir bin Abdullah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh untuk membawa kubah dari kain yang sedianya dibuatkan untuknya di Namirah390. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun berangkat, sementara orang-orang Quraisy tidak menyangka kecuali beliau akan melakukan wuquf di Masy’ar Al Haram, sebagaimana orang-orang Quraisy melakukannya pada zaman jahiliyah. 391Namun Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewati tempat itu hingga sampai ke Arafah. Lalu beliau menemukan kubah telah dibuatkan untuknya di Namirah. Beliau pun tinggal disana, hingga ketika matahari telah tergelincir, beliau memerintahkan Al Qashwa392, untuk melanjutkan perjalanan. Maka Al Qashwa pun beijalan membawa beliau hingga sampailah di perut lembah393. Disana beliau berkhutbah di hadapan manusia Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya darah dan harta kalian adalah haram atas kalian sebagaimana haramnya hari ini, bulan ini dan negeri ini. Ingatlah segala sesuatu tentang urusan jahiliyah di bawah kakiku telah dihapus. Darah jahiliyah pun telah dihapus. Dan sungguh, darah pertama dari darah kita yang aku hapus adalah darah putera dari Rabi ’ah bin Al Harits dulu ia disusui oleh orang-orang Bani Al Laits, lalu dibunuh oleh orang-orang Hudzail- maka takutlah kalian kepada Allah dalam hal wanita Karena sesungguhnya kalian membawa mereka dengan amanat Allah dan meminta kehalalan farji (kemaluan) mereka dengan kalimat Allah. Bagi kalian, mereka tidak boleh mengizinkan seseorang yang tidak kalian suka untuk masuk ke rumah kalian. 394 Jika mereka melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan. Dan kewajiban kalian menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Dan aku meninggalkan395 untuk kalian sesuatu yang bila kalian pegang niscaya kalian tidak akan tersesat setelahnya; yaitu Kitabullah. Kalian ditanyakan tentang aku, lalu apa yang hendak kalian katakan?” Mereka menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan (syari’at), menunaikan (risalah) dan memberikan nasihat.’’ Kemudian beliau bersabda sambil mengacungkan jari telunjuk ke arah langit, lalu mengarahkannya396 ke segenap manusia; “Ya Allah, saksikanlah", beliau mengucapkan kalimat ini tiga kali. Kemudian beliau mengumandangkan adzan, lalu iqamat, setelah itu beliau melaksanakan shalat Zhuhur. Kemudian beliau iqamat lagi, lalu beliau melaksanakan shalat Ashar. Beliau tidak melakukan shalat apapun di antara keduanya.” 397 [25:3] Abu Hatim berkata “Ketika mendahulukan shalat Ashar dari waktunya diperbolehkan, dan orang yang melakukannya tidak berhak dikatakan kafir, ini berarti bahwa orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya, kemudian ia melaksanakan shalat itusetelah waktunya, maka ia lebih tidak pantas lagi untuk dikatakan kafir.” Shahih Ibnu Hibban 1458: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits bin Sa’ad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu Ath-Thufail dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dalam menghadapi perang Tabuk. Apabila nabi berangkat sebelum matahari tergelincir, beliau mengakhirkan shalat Dzuhur, hingga beliau menjama’nya dengan shalat Ashar. Lalu beliau melaksanakan shalat Dzuhur dan Ashar dengan cara di jama’. Setelah itu beliau berangkat. Dan Nabi , ketika berangkat sebelum maghrib, maka beliau mengakhirkan shalat Maghrib, maka beliau mengakhirkan shalat Maghrib hingga beliau laksanakan bersama shalat Isya. Namun bila berangkat setelah Maghrib, beliau menyegerakan shalat Isya dan melaksanakannya bersama shalat Maghrib.” 398[25:3] Shahih Ibnu Hibban 1459: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Fudhail telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yazid bin Kaisan dari Abu Hazim dari Abu Hurairah, ia berkata, “Kami berhenti (di sebuah tempat peristirahatan musafir) bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu malam. Kami belum terbangun hingga matahari menyengat tubuh kami. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Hendaklah setiap laki-laki dari kalian mengambil kendaraan. Kemudian tinggalkan tempat ini! " Kemudian beliau minta dibawakan air. Setelah itu beliau berwudhu dan sujud sebanyak dua kali. Lalu shalat pun dilaksanakan'. 399 [25:3] Abu Hatim berkata, “Perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengakhirkan shalat dari waktu yang sudah ditetapkan hingga beliau keluar dari lembah menjadi dalil yang shahih bahwa orang yang meninggalkan shalat sampai keluar waktunya tidak dihukumi kafir. Karena jika dihukumi kafir, niscaya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada mereka agar segera menunaikan shalat saat mereka terbangun dari tidur, dan niscaya beliau tidak memerintahkan supaya mereka meninggalkan tempat di mana mereka tertidur pulas. Jadi shalat fardhu wajib mereka lakukan namun waktunya boleh (ditunda)” Shahih Ibnu Hibban 1460: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hibban bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata Abdullah telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Sulaiman bin Al Mughirah dari Tsabit dari Abdullah bin Rabah dari Abu Qatadah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Tidur bukan sebuah kelalaian.Kelalaian hanyalah pada orang yang tidak melaksanakan shalat hingga datang waktu shalat lainnya.”400 [25:3] Abu Hatim berkata, “Ungkapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang menyebut kelalaian untuk orang yang tidak melaksanakan shalat hingga masuk waktu shalat berikutnya merupakan keterangan yang jelas bahwa ia tidak menjadi kafir karena melakukan hal itu. Karena jika ia dihukumi kafir, niscaya beliau tidak akan menyebutnya sebagai orang yang mengakhirkan shalat dan orang yang lalai. Beliau akan menyebutnya kafir.” Shahih Ibnu Hibban 1461: Muhammad bin Ishaq telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Harun telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Al Hasan dari Imran bin Hushain, ia berkata, “Kami melakukan perjalanan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Ketika waktu sudah sampai pada penghujung malam, kami berhenti di sebuah peristirahatan. Mata kami dilanda rasa kantuk yang luar biasa (kami tertidur), dan tidak ada yang membangunkan kami kecuali terik matahari. Setiap laki-laki berdiri untuk wudhu dengan perasaan bingung. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk berwudhu. Mereka pun berwudhu. Kemudian beliau menyuruh Bilal untuk adzan, maka Bilal pun mengumandangkan Kemudian mereka melaksanakan shalat dua raka’at fajar (qabliyah shubuh). Setelah itu beliau memerintahkan Bilal untuk iqamat. Maka Bilal pun iqamat. Lalu beliau melaksanakan shalat Shubuh. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah kami harus mengulangi shalat pada waktunya besok?”. Beliau menjawab, “Tuhan kalian melarang kalian melakukan riba. Namun Dia menerima riba (menambah shalat) dari kalian. Sungguh, kelalaian hanya terjadi pada saat terjaga (tidak tidur). ” 401 [25:3] Shahih Ibnu Hibban 1462: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yusuf bin Musa Al Qaththan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Malik bin Isma'il An-Nahdi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Juwairiyah bin Asma telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Nafi dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berseru kepada mereka (balatentara Islam) saat balatentara musuh berpaling dari mereka, “Ingatlah! Jangan seorang pun melaksanakan shalat Zhuhur402 kecuali di (pemukiman) Bani Quraizhah! ”saat itu manusia datang terlambat. Mereka khawatir kehabisan waktu shalat. Maka mereka pun melaksanakan shalat (Zhuhur). Namun yang lain berkata, “Kita jangan melaksanakan shalat kecuali bila Rasulullah memerintahkan kepada kita, meskipun waktu (Zhuhur) sudah habis!”. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkari satu pun pendapat dua golongan tadi”. [25:3] Abu Hatim berkata, “Jika mengakhirkan shalat dari waktunya hingga masuk waktu shalat berikutnya menyebabkan seseorang dijuluki nama kafir, niscaya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan menyuruh ummatnya untuk melakukan sesuatu yang membuat mereka kafir, dan niscaya beliau mengingkari dengan keras orang yang melakukan hal itu. Ketika beliau tidak mengingkari pelakunya, berarti menunjukkan bahwa sang pelaku tidak dihukumi kafir yang derajatnya sama dengan murtad. 403 Shahih Ibnu Hibban 1463: Yahya bin Amr di Al Fusthath telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim bin Al Ala Az-Zubaidi404 telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Himyar405 telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Auza’i telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yahya bin Abu Katsir dari Abu Qilabah dari pamannya dari Buraidah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bersegeralah melaksanakan shalat (di awal waktu) pada hari mendung. Karena sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat, ia benar-benar telah kafir.”406 [25:3] Abu Hatim berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan kata kufur kepada orang yang meninggalkan shalat karena407 meninggalkan shalat merupakan awal dari kekufuran. Karena bila seseorang meninggalkan shalat dan membiasakan meninggalkan shalat, niscaya akan meningkat ke arah meninggalkan kefardhuan yang lain. Jika ia terbiasa meninggalkan kefardhuan, maka dapat mengakibatkan ia menjadi kufur. Jadi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan, “Proses akhir” yang merupakan ujung dari cabang kekufuran, kepada “proses pertama”yang merupakan awal dari cabang kekufuran. Proses pertama tersebut adalah meninggalkan shalat.” Shahih Ibnu Hibban 1464: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ubaid telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Amr telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Saling berbantah-bantahan dalam Al Qur’an adalah kufur.” 408 [25:3] Abu Hatim berkata, “Apabila seseorang berbantah-bantahan dalam Al Qur'an, niscaya perbuatan itu -jika Allah tidak menjaga keimanannya- akan membuatnya ragu tentang ayat-ayat mutasyabihat di dalam Al Qur'an. Jika ia merasa ragu dengan sebagian Al Qur'an, niscaya hal ini akan membuatnya ingkar terhadap Al Qur'an. Jadi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan kata kufur yang pengertiannya ingkar terhadap Al Qur'an kepada proses awal penyebabnya, yaitu berbantah-bantahan.” Shahih Ibnu Hibban 1465: Ahmad bin Umair bin Yusuf di Damaskus telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yunus bin Abdul A’la telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Bisyr bin Bakr telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Auza’i, ia berkata, Isma’il bin Ubaidillah telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Karimah binti Al Hashas Al Muzaniyyah telah menceritakan kepadaku, ia berkata, “Aku mendengar Abu Hurairah yang saat itu berada di rumah Ummu Ad-Darda berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tiga perkara yang termasuk kufur kepada Allah; merobek kerah baju, meratapi kematian dan mencela nasab seseorang.”409[25:3] Shahih Ibnu Hibban 1466: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Muqri telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Haywah bin Syuraih telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ja’far bin Rubai’ah telah menceritakan kepadaku bahwa Irak bin Malik mengabarkan kepadanya bahwa ia mendengar Abu Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Janganlah kalian membenci ayah-ayah kalian, karena sesungguhnya barangsiapa yang membenci ayahnya, berarti ia telah kufur’ 410 [26:3] Shahih Ibnu Hibban 1467: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Salamah bin Syabib telah mengabarkan kepada kami, ia beikata, Al Muqri’ telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sa’id bin Ayyub telah mengabarkan kepadaku, ia berkata, Ka’ab bin Alqamah telah mengabarkan kepadaku dari Isa bin Hilal Ash-Shadafi dari Abdullah bin Amr dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Pada suatu hari, beliau menjelaskan tentang shalat. Beliau bersabda, 'Barangsiapa memeliharanya, niscaya shalatnya itu akan menjadi cahaya, dalil, dan penyelamat baginya pada hari kiamat nanti. Dan barangsiapa tidak memeliharanya, niscaya ia tidak akan memiliki dalil, cahaya dan penyelamat. Pada hari kiamat nanti, ia bersama dengan qarun, Haman, Fir’aun dan Ubay bin '”411 [54:2] Shahih Ibnu Hibban 1468: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Amir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Abu Dzi’b dari Az-Zuhri dari Abu Bakr bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam dari Naufal bin Mu’awiyah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang tertinggal shalatnya, maka seolah-olah ia dirampas (kehilangan) keluarga dan hartanya.”412 [62:2] Shahih Ibnu Hibban 1469: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang tertinggal shalat Ashamya, maka seolah-olah ia telah dirampas (kehilangan) keluarga dan hartanya.”413 [62:2] Shahih Ibnu Hibban 1470: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami ja berkata, “Musaddad bin Musarhad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Daud dari Al Auza’i dari Yahya bin Abu Katsir dari Abu Qilabah dari Abu Al Muhajir dari Buraidah, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bersegeralah melaksanakan shalat Ashar (di awal waktu) pada hari mendung. Karena sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan shalat Ashar, maka sia-sialah amalnya. ”414 [54:2] Syaikh berkata, “Al Auza’i di dalam lembaran tulisannya dari Yahya bin Abu Katsir dari Abu Qilabah mengalami kekeliruan. Di sana ia berkata, 'Dari Abu Qilabah', padahal yang sebenarnya adalah Abu Al Muhallab. Abu Al Mahlab sendiri bernama Amr415 bin Mu’awiyah bin Zaid Al Jurmi." Shahih Ibnu Hibban 1471: Ahmad bin Makram bin Khalid Al Birtiy dan Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, mereka berdua berkata, Ali bin Al Madini telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ya'qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Ishaq, ia berkata, “Yazid bin Abu Habib telah menceritakan kepadaku dari Khair bin Nu’aim Al Hadhrami dari Abdullah bin Hubairah As-Saba’i dari Abu Tamim Al Jaisyani dari Abu Bashrah Al Ghifari, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat Ashar bersama kami. Ketika beliau hendak pergi, beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat ini diperintahkan kepada orang-orang sebelum kalian. Namun mereka menyia-nyiakan dan meninggalkannya. Maka barangsiapa di antara kalian yang melaksanakan shalat Ashar, maka ia akan memperoleh pahalanya dua kali lipat. Tidak ada shalat lagi setelahnya hingga terlihat Asy-Syahid” Asy-Syahid artinya bintang.” 416 [6:3] Shahih Ibnu Hibban 1472: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hibban bin Musa telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdullah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Husain bin Ali bin Husain telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Wahab bin Kaisan dari Jabir, ia berkata, (Malaikat) Jibril datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saat matahari tergelincir (ke arah Barat), seraya berkata, “Wahai Muhammad! Bangunlah, lalu laksanakan shalat Dzhuhur!”. Maka beliau bangun melaksanakan shalat Zhuhur. Kemudian ia datang (lagi) kepada beliau, saat bayangan segala sesuatu sama (panjangnya) dengannya, seraya berkata, “Bangunlah, lalu laksanakan shalat Ashar!”. Maka beliau pun bangun, lalu melaksanakan shalat Ashar. Kemudian ia datang (lagi) kepada beliau saat matahari terbenam, seraya berkata, “Bangunlah, lalu laksanakan shalat Maghrib!”. Maka beliau pun bangun, lalu melaksanakan shalat Maghrib. Kemudian beliau berdiam di tempat hingga sinar merah matahari setelah terbenam hilang. Kemudian ia datang (lagi) kepada beliau seraya berkata, “Bangunlah, dan laksanakan shalat Isya!. Maka beliau pun bangun lalu melaksanakan shalat Isya. Kemudian ia datang (lagi) kepada beliau saat fajar bersinar di waktu Shubuh, seraya berkata, “Wahai Muhamamad, Bangunlah lalu laksanakan shalat!”. Maka beliau pun bangun, lalu melaksanakan shalat Shubuh. Keesokan harinya ia datang lagi kepada beliau saat bayangan segala sesuatu sama (panjang) dengannya, seraya berkata, “Bangunlah, lalu laksanakan shalat Zhuhur!”. Maka beliau bangun, lalu melaksanakan shalat Zhuhur.”Kemudian ia datang lagi kepada beliau saat bayangan segala sesuatu dua kali lebih panjang darinya, seraya berkata, “Bangunlah, lalu laksanakan shalat Ashar!”. Maka beliau pun bangun, lalu melaksanakan shalat Ashar. Kemudian ia datang (lagi) kepada beliau saat matahari terbenam dalam waktu yang sama dan beliau masih di situ, seraya berkata, “Bangunlah, lalu laksanakan shalat Maghrib!”. Maka beliau pun bangun, lalu melaksanakan shalat Maghrib.”Kemudian ia datang lagi kepada beliau pada waktu Isya, saat sepertiga malam telah berlalu, seraya berkata, “Bangunlah, dan laksanakan shalat Isya’ Maka beliau pun bangun lalu melaksanakan shalat Isya. Kemudian ia datang lagi kepada beliau pada waktu pagi, saat cuaca sangat terang, seraya berkata, “Bangunlah, lalu laksanakan shalat Shubuh!”. Maka beliau pun bangun, lalu melaksanakan shalat Shubuh. Kemudian Jibril berkata, “Di antara dua waktu inilah seluruh waktu (shalat-shalat itu).” 417 [2:5] Shahih Ibnu Hibban 1473: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hudbah bin Khalid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammam telah menceritakan kepada k »mi, ia berkata, “Qatadah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Ayyub dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Waktu Zhuhur, apabila matahari tergelincir (ke arah Barat) dan bayangan seorang laki-laki sama panjangnya dengan dirinya, selagi waktu Ashar belum hadir. Waktu Ashar (berlangsung) selagi matahari belum menguning. Waktu Maghrib (berlangsung) selagi mega merah belum sirna. Waktu Isya (memanjang) sampai pertengahan malam atau paruh malam. Dan waktu fajar (Shubuh) selagi matahari belum terbit. ”419 Shahih Ibnu Hibban 1474: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Al Hasan bin Ubaidillah dari Abu Amr Asy-Syabani dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Amal apa yang paling utama?”. Beliau menjawab, 'Shalat pada awal waktunya”420 [8:4] Shahih Ibnu Hibban 1475: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari kitab aslinya, ia berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Umar telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Malik bin Mighwal telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Walid bin Aizar dari Abu Amr Asy-Syaibani dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Amal apa yang paling utama.”beliau menjawab, 'Shalat pada awal waktunya'. [8:4] Shahih Ibnu Hibban 1476: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Syaiban bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Aziz bin Muslim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ishaq telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Al Ahwash dari Abdullah (Ibnu Mas’ud), ia berkata, “Aku bertanya, Wahai Rasulullah! Amal apa yang paling disukai Allah?”. Beliau menjawab, 'Shalat pada awal Aku bertanya (kembali), Kemudian apalagi?. Beliau menjawab, ’Kemudian berbakti kepada ibu bapak'. Aku bertanya kembali, Kemudian apalagi?. Beliau menjawab, 'Kemudian berjihad.' Seandainya aku tambah (pertanyaanku), niscaya beliau akan menambah (jawabannya).” 422 [8:4] Shahih Ibnu Hibban 1477: Al Fadhl bin Al Hubbab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi, Muhammad bin Katsir Al Abdi, dan Hafsh bin Umar al Haudhi telah menceritakan kepada kami, mereka berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Al Aizar Telah mengabarkan kepadaku, ia berkata, Aku mendengar Abu Amr Asy-Syaibani berkata, Pemilik rumah ini telah menceritakan kepadaku -ia mengisyaratkan tangannya ke rumah Abdullah ibnu Mas’ud-bahwa ia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam “Amal apa yang paling disukai Allah?”. Beliau menjawab, 'Shalat pada awal '. Aku bertanya (kembali), Kemudian apalagi”. Beliau menjawab, 'Berbakti kepada ibu bapak!. Aku bertanya kembali, Kemudian apalagi?. Beliau menjawab, 'Berjihad'. Seandainya aku tambah (pertanyaaanku), niscaya beliau akan menambah (jawabannya).” 423 [2:1] Abu Hatim berkata, “Abu Amr Asy-Syaibani, ia termasuk mukhdarim. Dan seseorang bila hidup dalam kekufuran selama 60 tahun, dan dalam Islam selama 60 tahun, maka ia dinamakan mukhdarim.” 424 Shahih Ibnu Hibban 1478: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ali bin Mushir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Asy-Syaibani dari Al Walid bin Al Aizar dari Sa’ad425 bin Abu Iyas Abu Amr Asy-Syaibani dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Amal apa yang paling utama?“. Beliau menjawab, “Shalat pada awal waktunya.”426 [2:1 ] Shahih Ibnu Hibban 1479: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah, Umar bin Muhammad Al Hamdani dan Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, mereka berkata, Muhammad bin Basyar Bundar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Utsman bin Umar bin Faris telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik bin Mighwal dari Al Walid bin Al Aizar dari Abu Amr Asy-Syaibani dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Aku bertanya, Wahai Rasulullah! Amal apakah yang lebih utama?. Beliau menjawab, ’Shalat pada awal waktunya’.” 427 [2:1] Abu Hatim berkata, "الصَّلاَةُ فِيْ اَوَّلِ وَقْتِهَا" satu-satunya yang meriwayatkan lafazh ini adalah utsman bin Umar.”, 428 Shahih Ibnu Hibban 1480: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Basyar Ar-Ramadi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan sebuah hadits kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Umarah bin Umair dari Abu Ma’mar dari Khabbab, ia berkata, “Kami mengeluhkan panasnya terik matahari kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Namun beliau tidak mengindahkan keluhan kami.” 429 [2:1] Abu Hatim berkata, “Abu Ma’mar, ia bernama Abdullah bin Sakhbarah” Shahih Ibnu Hibban 1481: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Auza’i telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hassan bin Athiyah telah menceritakan kepadaku dari Abdurrahman bin Sabith dari Amr bin Maimun Al Audi, ia berkata, Mu’adz bin Jabal datang kepada kami di Yaman —ia diutus oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kami—. Aku mendengar suara takbirnya mengiringi shalat Fajar —ia adalah laki-laki yang suaranya paling mempesona—. Aku pun dianugerahi rasa suka kepadanya. Aku tidak pernah berpisah darinya hingga aku menguburkan (jenazah) nya di Syam. Kemudian sesudah ia wafat aku melihat kepada manusia yang paling pandai fiqihnya. Maka aku mendatangi Ibnu Mas’ud. Aku menemaninya (berguru kepadanya) hingga ia wafat. Ia berkata kepadaku, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku,'Bagaimana menurut kalian jika kalian diperintah oleh para pemimpin yang melaksanakan shalat bukan pada awal waktunya?’. Aku berkata, “Apa yang hendak engkau perintahkan kepadaku jika aku mendapatkan hal itu, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “ Laksanakan shalat pada awal waktunya. Dan jadikanlah shalatmu bersama mereka sebagai ibadah sunah.”430 [78:1] Abu Hatim berkata, “Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam وَاجْعَلْ صَلاَتَكَ مَعَهُمْ سُبْحَةً merupakan dalil yang paling kuat bagi bolehnya seorang ma’mum melaksanakan shalat sunah di belakang imam yang sedang menunaikan shalat fardhu. Kebalikan dari pendapat orang yang memerintahkan kebalikannya. Hadits ini menjadi dalil atas bolehnya shalat sunah dilangsungkan secara berjama’ah.” Shahih Ibnu Hibban 1482: Muhammad bin Umar bin Yusuf telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ayyub dari Abu Al Aliyah Al Barra dari Abdullah bin Ash-Shamit dari Abu Dzarr dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, Bagaimana (sikapmu) jika kamu berada di sebuah kaum yang selalu mengakhirkan shalat dari waktunya?” Abu Dzarr berkata, Bagaimana aku bersikap?. Beliau bersabda, “Laksanakan shalat pada waktunya Maka apabila kamu mendapatkan mereka belum melaksanakan shalat (lalu mereka melaksanakan shalat), maka shalatlah bersama mereka. Kamu jangan katakan, ’Sungguh, aku telah melaksanakan shalat. Maka aku tidak akan shalat (bersama kalian)’. ”431 [69:3] Shahih Ibnu Hibban 1483: Al Fadhl bin Al Hubbab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa telah mendapatkan satu raka’at dari shalat maka ia telah mendapatkan shalat.”433 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1484: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Amir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Zuhair bin Muhammad dari Zaid bin Aslam dari Abu Shalih Busr bin Sa’id dan Abdurrahman Al A’raj dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa melaksanakan satu raka’at dari (shalat) Subuh sebelum matahari terbit, maka shalatnya tidak tertinggal. Dan barangsiapa melaksanakan satu raka’at dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam,maka shalatnya tidak tertinggal.”434 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1485: Muhammad bin Amr bin Abbad di Busta telah mengabarkan kepada kami, Abu Sa’id Al Asyajju telah menceritakan kepada kami, Ibnu Idris telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ubaidillah bin Umar dari Az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka’at shalat, maka ia telah mendapatkan shalat seluruhnya” 435 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1486: Makhul di kota Bairut telah mengabarkan kepada kami; Muhammad bin Ghalib Al Anthaqi telah menceritakan kepada kami, Ghushnu bin Isma'il telah menceritakan kepada kami, Ibnu Tsauban telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ayahnya dari Az-Zuhri dan Makhul dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka’at dalam shalat (pada waktunya), maka ia telah mendapatkan shalat dan ia harus menyempurnakan raka’at yang kurang”436 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1487: Imran bin Musa bin Mujasyi’ Abu Kamil Al Jahdari telah mengabarkan kepada kami, Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik bin Anas dari Az-Zuhri dari Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda, “Barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka'at dalam shalat, maka ia telah mendapatkan shalat”.438 Mereka berkata, “ Dari sini dapat dikatakan bahwa barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka’at dalam shalat jum’at (dengan berjama'ah), maka ia harus mengerjakan (raka‘at) yang lainnya (yang kurang) ” 439 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1488: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, Seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya suamiku yang bernama Shafwan bin Al Mu’aththil440 memukulku jika aku telah selesai mengerjakan shalat, ia menyuruhku berbuka (tidak puasa) jika aku telah mengerjakan puasa, ia tidak mengerjakan shalat Subuh hingga terbit matahari. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata sedangkan Shafwan sedang berada di sampingnya, kemudian Rasulullah menanyakan hal tersebut kepada Shafwan tentang apa yang telah dikatakan oleh istrinya, kemudian Shafwan berkata, “Wahai Rasulullah, adapun ucapannya bahwa ia memukulku pada saat aku telah selesai mengerjakan shalat, hal itu karena ia membaca dua surat sedangkan aku telah melarangnya”. Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Jika hanya membaca satu surat saja, niscaya hal tersebut telah cukup bagi manusia”. Shafwan berkata, “Adapun ucapannya bahwa ia memenyuruhku untuk tidak berpuasa jika aku telah selesai puasa, karena dia merasa bebas kemudian dia puasa sedangkan aku masih berusia muda, dan aku tidak mampu menahan kesabaranku (untuk melakukan persetubuhan, penterj). Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika demikian, maka wanita tidak boleh berpuasa kecuali atas idzin suaminya.” Shafwan kembali berkata, “Adapun ucapannya bahwa aku tidak shalat hingga terbit matahari, karena kebiasaan anggota keluarga hampir tidak bangun tidur hingga terbit matahari”. Kemudian Rasulullah berkata, “Jika engkau telah bangun, maka shalatlah” 441.[78:1] Shahih Ibnu Hibban 1489: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa’id Al Qaththan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Ajian dari Ashim dari Umar bin Qatadah dari Mahmud bin Al Walid dari Rafi’ bin Khadiz dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Lakukanlah shalat Shubuh pada waktu masih benar-benar Shubuh karena setiap kali kalian mengerjakan shalat subuh pada waktu masih benar-benar Shubuh, maka hal itu lebih besar pahalanya bagi kalian atau lebih besar pahalanya ”442 [45:1] Abu Hatim berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Memerintahkan untuk mengerjakan shalat Shubuh pada waktu mendekati terbitnya matahari, karena faktor penyebab (Illat) perintah ini tersembunyi, hal itu karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya mengerjakan shalat Shubuh pada saat masih gelap dan malam hari sedang purnama. Jika seseorang ingin mengerjakan shalat Shubuh pada saat masih gelap, niscaya pada malam itu akan terus terang benderang, maka kemungkinan ia mengerjakan shalatnya pada malam hari. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Memerintahkan shalat Shubuh pada saat terang benderang seukuran yang dapat diyakini bahwa fajar telah terbit, dan Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya jika kalian telah berada pada pagi hari, dengan hal itu kalian menginginkan secara yakin fajar telah datang dan hal itu lebih besar pahalanya bagi kalian daripada mengerjakan shalat yang diliputi keraguan.” Shahih Ibnu Hibban 1490: Hamid bin Muhammad bin Syuaib telah mengabarkan kepada kami, Suraij bin Yunus telah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun dan Muhammad bin Yazid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Ishaq bin Ashim bin Umar bin Qatadah dari Mahmud bin Labid dari Rafi bin Khadij, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Lakukanlah (shalat) Fajar pada saat mendekati terbitnya matahari, karena sesungguhnya hal tersebut sangat besar pahalanya’. ” 443 [45:1] Shahih Ibnu Hibban 1491: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Umar Al Adani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Muhammad bin Ajian dari Ashim bin Umar bin Qatadah dari Mahmud bin Labid dari Rafi’ bin Khadij dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda, “Lakukanlah (shalat) Shubuh pada saat mendekati terbitnya matahari, karena sesungguhnya hal tersebut sangat besar pahalanya bagi kalian.” Atau ia berkata, “Sangat besar pahalanya bagi kalian"444 . [7:5] Abu Hatim RA berkata, “Maksud ucapan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kalian harus berada pada terang fajar yaitu pada malam purnama yang tidak akan jelas dan kelihatan datangnya fajar agar manusia tidak mengerjakan shalat Shubuh kecuali setelah yakin datangnya fajar dengan terangnya langit, karena jika mengerjakan shalat subuh pada waktu yang telah kami sebutkan niscaya pahalanya jauh lebih besar daripada orang yang mengerjakan shalat pada saat dirinya tidak yakin tentang terbitnya fajar.” 445 Shahih Ibnu Hibban 1492: Ahmad bin Yahya bin Zuhair Batustar telah mengabarkan kepada kami, Ya’qub bin Ibrahim Ad-Dauraqi telah menceritakan kepada kami, Ishaq Al Azraqi telah menceritakan kepada kami, Sufyan Ats-Tsauri telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Alqamah bin Martsad dari Sulaiman bin Buraidah dari Ayahnya, ia berkata, “Seorang lelaki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Kemudian ia bertanya tentang waktu shalat. Kemudian Nabi menjawab, 'Kerjakan shalat bersama kami dalam dua hari ini'. Maka, ketika matahari tergelincir, ia mengerjakan shalat Zhuhur kemudian mengerjakan shalat Ashar, saat itu matahari sangat tinggi, putih dan masih terang. Tak lama kemudian, Rasulullah mengerjakan shalat Maghrib ketika terbenam matahari. Kemudian beliau mengerjakan shalat Isya ketika awan-awan merah di langit menghilang. Lalu beliau mengerjakan shalat Shubuh pada saat hari masih gelap. Ketika keesokan harinya, beliau memerintahkan Bilal mengerjakan shalat Zhuhur pada saat hari mulai dingin (saat panas sudah sedikit mendingin dan tidak terlalu menyengat, penerj). Dan memerintahkan Bilal, kemudian Bilal mengerjakan shalat Ashar saat matahari meninggi, ia mengakhirkan shalat Ashar ini dari yang kemarin. Kemudian memerintahkan kembali, maka bilal mengerjakan shalat Maghrib sebelum awan merah di langit menghilang. Lalu memerintahkannya, maka Bilal mengerjakan shalat Isya' setelah hilang sepertiga malam, dan memerintahkannya, kemudian Bilal mengerjakan shalat Fajar pada saat mendekati terbitnya matahari. Lalu beliau bertanya, 'Mana orang yang bertanya tentang waktu shalat?’ lelaki itu menjawab, 'Aku wahai Rasulullah'. Kemudian beliau bersabda, 'Waktu shalat kalian adalah di antara (dua waktu) yang telah kalian lihat'. 446 [45:1] Shahih Ibnu Hibban 1493: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, Sa’id bin Yahya Al Umawi telah menceritakan kepada kami, Ayahku telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat Shubuh bersama kami pada saat hari masih gelap. Kemudian beliau mengerjakan shalat Shubuh (dihari berikutnya) pada saat mendekati terbitnya matahari. Kemudian beliau Nabi bertanya, "Mana orang yang bertanya tentang waktu shalat Shubuh? " yaitu waktu dua shalat (Shubuh) ku pada hari kemarin dan hari ini-. 447 [45:1] Shahih Ibnu Hibban 1494: Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, Ar- Rubai’ bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab telah mengabarkan kepada kami, Usamah bin Zaid telah mengabarkan kepadaku bahwa Ibnu Syihab telah mengabarkan kepadanya bahwa Umar bin Abdul Aziz pada saat ia duduk diatas mimbar, kemudian ia mengakhirkan shalat (shalat Ashar, ), lalu Urwah bin Az-Zubair berkata, “Apakah engkau tidak mengetahui bahwa Jibril telah mengabarkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam tentang waktu shalat?”. Umar berkata kepadanya, “Beritahukan kepadaku apa yang akan engkau katakan wahai Urwah." Kemudian Urwah berkata, Aku mendengar Basyir bin Abu Mas’ud berkata, Aku mendengar Abu Mas’ud Al Anshari berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Malaikat Jibril datang kemudian memberitahukan kepadaku tentang waktu shalat, lalu aku shalat bersamanya, kemudian aku shalat bersamanya, kemudian aku shalat bersamanya, kemudian aku shalat bersamanya, kemudian aku shalat bersamanya." Abu Mas’ud menghitung dengan jarinya lima kali shalat. Dan aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat Zhuhur pada saat matahari tergelincir (condong kearah barat), dan beberapa ksili ia mengakhirkan shalat Zhuhur pada saat panas sangat menyengat. Dan aku melihatnya mengerjakan shalat Ashar saat itu matahari sangat tinggi, putih dan masih terang sebelum matahari berwarna kuning (terbenam), setelah shalat, laki-laki mengerjakan perjalanan kembali dan sampai di kotab Dzul Hulaifah sebelum matahari terbenam dan ia mengerjakan shalat Maghrib pada saat matahari sudah hilang, la mengerjakan shalat Isya pada saat ufuk langit telah menghitam dan terkadang mengakhiri hingga manusia berkumpul. Ia mengerjakan shalat Shubuh pada saat hari masih gelap kemudian mengerjakan shalat sekali lagi yang lain kemudian mengerjakan shalat Shubuh pada saat mendekati terbitnya matahari, kemudian setelah itu, ia mengerjakan shalat pada saat hari masih gelap hingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal ia tidak lagi mengulangi shalat Shubuh hingga saat mendekati terbitnya matahari”. 448 [45:1] Shahih Ibnu Hibban 1495: Abu Ya la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sa id bin Yahya Al Umawi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Muhammad bin Amr telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Salamah dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat Shubuh bersama kami pada saat hari masih gelap. Kemudian Nabi mengeijakan shalat Shubuh (dihari berikutnya) pada saat mendekati terbitnya matahari. Kemudian beliau bertanya, "Mana orang yang bertanya tentang waktu shalat Shubuh? " yaitu waktu dua shalat (Shubuh) ku pada hari kemarin dan hari ini. ”449 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1496: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Awza’i telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Nahik bin Yarim450 telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Mughits bin Suma, ia berkata, Kami melaksanakan shalat Shubuh bersama Abdullah bin Az-Zubair pada saat hari masih gelap, kemudian aku menemui Ibnu Umar dan berkata kepadanya, “Shalat apa ini." Ia berkata, “Inilah shalat kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan Umar ridhwaanullahi. Pada saat Umar terbunuh, Utsman ridhwaanullahi mengerjakan shalat Shubuh pada saat mendekati terbitnya matahari." 451 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1497: Abdullah bin Qahthabah dikota Fam As-Shilhi452 telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Syujja’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Bisyri Al Abdi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id bin Abu Arubah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Anas bin Malik, ia berkata, Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit makan sahur bersama. Tatkala Nabi telah selesai sahur, beliau berdiri dan hendak pergi untuk mengerjakan shalat Shubuh. Kami bertanya kepada Anas, “Berapa lama antara selesai makan sahur dan mulai shalat?”. Anas berkata, “Lamanya sekitar bacaan seseorang sebanyak lima puluh ayat"453 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1498: Al Husain bin Idris Al Anshari telah mengabaikan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Yahya bin Sa’id dan Amrah dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat Shubuh (bersama wanita mukmin), kemudian para wanita dalam keadaan kepala mereka terselubung454 dalam kerudung dan mereka tidak mengenal satu sama lain karena masih gelap'455 Shahih Ibnu Hibban 1499: Yusuf bin Yaqub Al Muqri di kota Wasith telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Khalid bin Abdullah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Saad telah menceritakan kepada kami sebuah Hadits dari Az-Zuhri dari Urwah dari Aisyah, ia berkata, "Wanita-wanita mukmin shalat Shubuh bersama Rasulullah, kepala mereka terselubung dalam kerudung, kemudian mereka pulang ke rumah mereka masing-masing [ketika telah usai mengerjakan shalat Shubuh], dan mereka tidak mengenai satu sama lain karena masih gelap” 456. [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1500: Abdullah bin Mahmud bin Sulaiman As-Sa’di telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Hasan bin Ali Al Hulwani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Usamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Amr telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Az-Zuhri telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Urwah dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat Shubuh, kemudian para wanita mukmin keluar (setelah shalat Shubuh bersama Rasulullah), dengan kepala mereka terselubung dalam kerudung dan mereka tidak mengenal satu sama lain karena masih gelap.” 457 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1501: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Yahya bin Sa*id dari Amrah dari Aisyah, ia berkata, Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat Shubuh (bersama wanita mukmin), kemudian para wanita dalam keadaan kepala mereka terselubung dalam kerudung dan mereka tidak mengenal satu sama lain karena masih gelap.', 458 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1502: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu As-Sam telah menceritakan kepada kami ia berkata, Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Ma’mar dari Az-Zuhri dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar, kemudian mengerjakan shalat Zhuhur pada saat tergelincirnya matahari”. 459 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1503: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isma’il bin Ulayyah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Auf, ia berkata, Abu Al Minhal telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Aku dan Ayahku keluar menuju rumah Abu Barzah, pada saat kami masuk rumah Abu Barzah, Ayahku berkata kepadanya, “Ceritakanlah kepada kami bagaimana cara Rasulullah mengerjakan shalat fardhu?”. Abu Barzah berkata, “Nabi mengerjakan shalat Zhuhur yang (Al Hajiir Allatii) 460 Anda namakan dengan Al- Uula “ Shalat pertama” ialah ketika matahari tergelincir ke barat461. Ia shalat Ashar, kemudian462 salah seorang dari kami kembali dari perjalanannya ke ujung kota463, sedangkan matahari masih terasa panasnya. (Sayyar lupa ucapannya tentang shalat Maghrib). Nabi suka mengundurkan shalat Isya’ yang kamu namakan Atamah hingga sepertiga malam. Kemudian ia berkata, “Hingga separuh malam.’ ’Rasulullah tidak suka tidur sebelum shalat Isya dan tidak suka bercakap-cakap sesudahnya. Selesai shalat Shubuh ketika seseorang telah mengenal orang yang duduk di sampingnya. Sedangkan, Nabi membaca dalam shalat itu sebanyak 60 hingga 100 ayat” 464[27:1] Shahih Ibnu Hibban 1504: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, Al Qa’bani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Aziz bin Muhammad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Ala dari ayahnya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya panas menyengat adalah berasal dari hembusan api neraka Jahannam, maka tunaikanlah shalat sewaktu (matahari) lebih dingin”465. [8:4] Shahih Ibnu Hibban 1505: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Hanbal telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Yusuf Al Azraqi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syarik dari Bayan bin Bisyr dari Qais bin Abu Hazim dari Al Mughirah bin Syu’bah, ia berkata, Kami shalat Zhuhur bersama Rasulullah pada tengah hari setelah tergelincirnya matahari, kemudian beliau berkata kepada kami, "Tundalah shalat hingga udara dingin, karena panas yang menyengat adalah berasal dari hembusan api neraka Jahannam”466 [8:4] Shahih Ibnu Hibban 1506: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyab dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Jika panas menyengat, tundalah shalat hingga udara dingin, karena panas yang menyengat adalah berasal dari hembusan api neraka Jahannam”.467[8:4] Shahih Ibnu Hibban 1507: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mawhab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Ibnu Syihab dari Sa’id bin Musayab dan Abu Salamah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika panas menyengat, tundalah shalat hingga udara dingin, karena panas yang menyengat adalah berasal dari hembusan api neraka Jahannam”.468 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 1508: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Hanbal telah menceritakan kepada kami, ia berkata. Ishaq bin Yusuf telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syarik telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Bayan dari Qais bin Hazim dari Al Mughirah bin Syu’bah, ia berkata, Kami shalat Zhuhur bersama Rasulullah pada tengah hari setelah tergelincirnya matahari, kemudian ia berkata, “Tundalah shalat hingga udara dingin, karena panas yang menyengat adalah berasal dari hembusan api neraka Jahannam."469 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 1509: Al Fadhl Ibnu Hubbab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Hasan telah menceritakan kepadaku, ia berkata, “Aku mendengar Zaid bin Wahab berkata bahwa ia telah mendengar Abu Dzar berkata, Kami bersama Rasulullah dalam suatu perjalanan, lalu muadzin hendak mengumandangkan adzan untuk shalat Zhuhur. Lalu Nabi bersabda, "(Tunggulah hingga) dingin. Kemudian muadzin itu hendak mengumandangkan adzan kembali, lalu Nabi bersabda, "(Tunggulah hingga) dingin”. sebanyak dua atau tiga kali, sehingga kami melihat bayang-bayang tumpukan tanah atau pasir. Nabi bersabda, "Sesungguhnya panas yang amat sangat terik (menyengat) adalah berasal dari hembusan api neraka Jahannam. Maka Apabila panas sudah sangat menyengat, maka tundalah shalat hingga udara dingin ”470 [95:1] Abu Hatim RA berkata, “Abu Al Hasan adalah Ubaid bin Al Hasan471 Muhajir dari Kuffah. Shahih Ibnu Hibban 1510: Umar bin Sa’id bin Sinan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Abdullah bin Yazid hamba sahaya Aswad bin Sufyan dari Abu Salamah bin Abdurrahman dan Muhammad bin Abdurrahman bin Tsauban dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Jika cuaca sedang panas, tundalah shalat hingga udara dingin, karena panas yang menyengat adalah berasal dari hembusan api neraka Jahannam. Dan disebutkan bahwa neraka mengadu kepada Tuhannya seraya berkata, "Wahai Tuhanku, sebagianku memakan sebagian yang lain" Lalu Tuhan mengizinkannya dua napas, napas pada musim dingin dan napas pada musim panas. Yaitu, suhu yang kamu dapati sangat panas dan suhu yang kamu dapati sangat dingin” 472 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 1511: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Walid Ath-Thayalisi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ya’la bin Al Harits Al Muharibi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Iyas bin Salamah bin Al Akwa telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Ayahnya, ia berkata, “Kami mengerjakan shalat jum’at bersama Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pada waktu tembok tidak ada bayangan untuk berteduh." 473 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1512: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ya’la bin Al Harits Al Muharibi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Iyas bin Salamah bi Al Akwa telah menceritakan sebuah hadits dari ayahnya, ia berkata, “Kami berkumpul bersama Nabi pada saat matahari telah tergelincir (condong ke barat) kemudian kami pulang, beijalan sambil mencari tempat teduh." 474 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1513: Al Mufadhal bin Muhammad bin Ibrahim Al Janadi di kota Makkah telah mengabarkan kepada kami, Al Hasan bin Ali Al Hulwani telah menceritakan kepada kami, Yahya bin Adam telah menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Ayyasy telah menceritakan kepada kami, Ja’far bin Muhammad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ayahnya dari Jabir, ia berkata, “Kami melaksanakan shalat jumat bersama Nabi kemudian kami pulang dan memberi istirahat kepada unta-unta kami. Kemudian aku berkata, “Pada saat apa kita mengerjakan itu (shalat jum’at)?”. Ia menjawab, “Pada saat tergelincirnya matahari.”475 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1514: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Isma’il Al Bukhari telah menceritakan kepada kami, Ayyub bin Sulaiman bin Bilal telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Abu Uwais telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Sulaiman bin Bilal dari Amar bin Yahya Al Mazini dari Khallad bin Khallad Al Anshari, ia berkata, Pada suatu hari, kami shalat bersama Umar bin Abdul Aziz, kemudian kami masuk ke rumah Anas bin Malik dan menemukannya sedang melakukan shalat. Setelah ia selesai melaksanakan shalat, kami berkata kepadanya, “Wahai Abu Hamzah, shalat apa yang telak kamu lakukan tadi?”. Ia berkata, “Shalat Ashar." Kami berkata, “Baru saja kami selesai melaksanakan shalat Zhuhur bersama Umar bin Abdul Aziz”. Anas berkata, “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat seperti ini, maka aku tidak akan meninggalkannya selamanya.”476 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 1515: Abdullah bin Muhammad bin Salma telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid bin Muslim telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Auza’i telah menceritakan kepada kami, Abu Najasyi telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Aku mendengar Rafi bin Khadij berkata, Kami melakukan shalat Asar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian kami menyembelih unta dan kami membagi-bagi menjadi sepuluh bagian. Kemudian dimasak, lalu kami makan daging yang matang sebelum terbenam matahari. Dan kami melaksanakan shalat pada jaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian salah seorang di antara kami pergi untuk melihat tempat busur panahnya. ” 477 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 1516: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Yahya telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Amr bin Al Harits telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Yazid bin Abu Habib bahwa Musa bin Sa’ad Al Anshari telah menceritakan kepadanya sebuah hadits dari Hafsh bin Ubaidillah478 dari Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Shalat Ashar bersama kami. Ketika ia telah selesai, seorang laki-laki dari Bani Salimah datang kepadanya dan berkata, “Wahai Rasulullah, kami hendak menyembelih hewan sembelihan (unta), dan kami sangat ingin Anda menghadirinya”. Rasul berkata, “Ya”. Kemudian ia berangkat dan kita menemaninya dan kita menemukan bahwa unta belum disembelih. Lalu unta tersebut disembelih, dipotong-potong dan dimasak. Kemudian kami memakannya pada saat sebelum matahari terbenam”. 479 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 1517: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hibban bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Abu Bakar bin Utsman bin Sahal bin Hanif telah mengabarkan kepada kita, ia berkata, Aku mendengar Abu Umamah bin Sahal bin Hunaif berkata, Kami shalat Zhuhur bersama Umar bin Abdul Aziz. Kemudian kami pergi menuju rumah Anas bin MaliJc, kami mendapatinya sedang mengerjakan shalat Ashar. Aku bertanya kepadanya, “Wahai Paman, shalat apa yang engkau lakukan?”. Dia menjawab, “Ashar, dan ini adalah (waktu) shalat Rasulullah yang kami biasa lakukan dengannya.” 480 [7: 5] Abu Hatim RA berkata, “Hadits ini telah diriwayatkan oleh Amr bin Yahya Al Mazini dari Khalid bin Khallad seorang laki-laki dari Bani An-Najjar, ia berkata : “Aku mengerjakan shalat Zhuhur bersama Umar bin Abdul Aziz kemudian aku memasuki rumah Anas bin Malik dan aku menemuinya sedang mengerjakan shalat Ashar. Setelah ia mengerjakan shalat, aku bertanya kepadanya, “Shalat apakah yang telah engkau tunaikan?”. Ia berkata, Shalat Ashar”. Aku berkata, “Kemudian kami selesai mengerjakan shalat Ashar bersama Umar bin Abdul Aziz, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Mengerjakan shalat tersebut dan selamanya aku tidak akan meninggalkannya”. 481 Shahih Ibnu Hibban 1518: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ubaidillah bin Abdul Majid Al Hanafi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Ibnu Abu Dzibu telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik, Sesunggunya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Ashar ketika matahari masih berwarna putih menyilaukan. Maka, pergilah seseorang yang pergi (di antara kami) ke tempat-tempat tinggi, kemudian ia sampai ketempat yang tinggi dan matahari masih tinggi (belum sampai waktu Magrib).” 482 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1519: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, Yazid bin Mauhab telah menceritakan kepada kami, Al Laits telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Ibnu Syihab dari Anas, “Sesunggunya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Ashar ketika matahari masih tinggi dan menyilaukan. Maka, pergilah seseorang yang pergi (di antara kami) ke tempat-tempat tinggi, kemudian ia sampai ketempat yang tinggi dan matahari masih tinggi (belum sampai waktu Maghrib).” 483 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1520: Ibnu Salam telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hannalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Amr bin Al Harits telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik, “Sesungguhnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Ashar ketika matahari masih tinggi dan menyilaukan. Maka, pergilah seseorang yang pergi (di antara kami) ke tempat-tempat tinggi, kemudian ia sampai ketempat yang tinggi dan matahari masih tinggi (belum sampai waktu Maghrib).” 484 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1521: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yunus telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Syihab, ia berkata, Urwah telah mengabarkan kepada kami bahwa Aisyah telah mengabarkan kepadanya, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Ashar ketika sinar matahari masuk menerangi kamarnya (Aisyah) dan bayangannya belum hilang”. 485 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1522: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mawhab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Ibnu Syihab dari Anas bin Malik, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Ashar ketika matahari masih tinggi dan menyilaukan. Maka, pergilah seseorang yang pergi (di antara kami) ke tempat- tempat tinggi, kemudian ia sampai ketempat yang tinggi dan matahari masih tinggi (belum sampai waktu Magrib).” 486 [27:5] Shahih Ibnu Hibban 1523: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim pemimpin Tsaqif telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaiban bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hatim bin Isma’il telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yazid bin Abu Ubaid dari Salamah bin Al Al'akwa’, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan shalat Magrib ketika matahari terbenam dan (atau) bersembunyi di balik tirai (kiasan yang berarti terbenam,penerj)” 487 Shahih Ibnu Hibban 1524: Muhammad bin Abdullah bin Junaid telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Amr bin Dinar dari Jabir bin Abdullah, “Sesungguhnya Mu’adz bin Jabal melakukan shalat Maghrib bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian ia pergi menuju kaumnya dan menjadi Imam bagi mereka." 488 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 1525: Ahmad bin Yahya bin Zuhair Al Hafizh di kota Tustar telah mengabarkan kepada kami, Ya’qub bin Ibrahim Ad-Dauraqi telah menceritakan kepada kami, Ishaq Al Azraqi telah menceritakan kepada kami, Ats-Tsauri telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Alqamah bin Martsad dari Sulaiman bin Buraidah dari Ayahnya, ia berkata, Seorang lelaki datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam Kemudian ia bertanya tentang waktu shalat. Kemudian Nabi menjawab, Kerjakan shalat bersama kami dalam dua hari ini. Maka, ketika matahari tergelincir, ia mengerjakan shalat Zhuhur kemudian mengerjakan shalat Ashar, saat itu matahari sangat tinggi, putih dan masih terang. Tak lama kemudian, Rasulullah mengerjakan shalat Maghrib ketika terbenam matahari. Kemudian beliau mengerjakan shalat Isya ketika awan-awan merah di langit menghilang. Lalu beliau mengerjakan shalat Shubuh pada saat hari masih gelap. Ketika keesokan harinya, beliau memerintahkan Bilal mengerjakan shalat Zhuhur pada saat hari mulai dingin (saat panas sudah sedikit mendingin dan tidak terlalu menyengat, peneij). Dan memerintahkan Bilal, kemudian Bilal mengerjakan shalat Ashar saat matahari tinggi, ia mengakhirkan shalat Ashar ini dari yang kemarin. Kemudian memerintahkan kembali, maka bilal mengerjakan shalat Maghrib sebelum awan merah di langit menghilang. Lalu memerintahkannya, maka Bilal mengerjakan shalat Isya setelah hilang sepertiga malam, dan memerintahkannya, kemudian Bilal mengerjakan shalat Fajar pada saat mendekati terbitnya matahari. Lalu beliau bertanya, “Mana orang yang bertanya tentang waktu shalat?" lelaki itu menjawab, “Aku wahai Rasulullah.”Kemudian beliau bersabda, "Waktu shalat kalian adalah diantara (dua waktu) yang telah kalian lihat.”489 [42:5] Shahih Ibnu Hibban 1526: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Awwanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibrahim bin Muhammad bin Al Muntasyir dari Habib bin Salim dari An-Nu’man bin Basyir, ia berkata, Aku adalah manusia yang paling tahu tentang waktu shalat ini, yaitu shalat Isya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan shalat Isya ketika bulan telah turun pada sepertiga malam terakhir”. 490 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 1527: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Ahwash telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Simak dari Jabir, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunda shalat Isya hingga bagian waktu (malam) yang akhir.”492 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1528: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Al Madini telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya Al Qaththan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu'bah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’ad bin Ibrahim telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Muhammad bin Amr bin Hasan, ia berkata, Kami bertanya kepada Jabir bin Abdullah tentang shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Ia menjawab, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunaikan shalat Zhuhur di tengah siang hari, shalat Ashar saat matahari masih nampak bersinar terang, shalat Maghrib saat matahari telah terbenam, shalat Isya kadang di awal waktu dan kadang diakhirkan. Apabila beliau melihat para sahabat telah berkumpul, beliau segera melaksanakan shalat Isya dan bila melihat mereka terlambat (kumpul) beliau mengakhirkannya. Mereka menunaikan shalat Subuh pada saat masih gelap (dini hari)”. 493 [34:3] Shahih Ibnu Hibban 1529: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Khazim telah menceritakan kepada kami, Daud bin Abu Hind telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Nadhrah dari Jabir, ia berkata, Pada suatu malam hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar (menuju masjid), para sahabat sedang menunggu untuk dilaksanakannya shalat Isya. Beliau berkata, 'Orang-orang telah shalat, bahkan mereka telah tidur. Sedangkan kalian sedang menantikan shalat. Sesungguhnya kamu dianggap sedang melakukan shalat selama kamu menantikannya'. Kemudian beliau bersabda, 'Sekiranya orang yang lemah tidak lagi lemah, atau orang yang tua tidak lagi tua, niscaya aku akan mengakhirkan shalat ini hingga tengah malam'.495 [34:3] Shahih Ibnu Hibban 1530: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, Syafwan bin Shalih telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syaiban telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ashim bin Abu An-Najud dari Ziri bin Hubaisy dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Isya, kemudian beliau keluar menuju masjid dan para sahabat sedang menantikan shalat, beliau berkata, “Sesungguhnya495 tidak ada seorang pun pemeluk agama selain agama kalian yang mengingat Tuhan pada waktu ini“. Kemudian turunlah Ayat Al Qur'an, "Mereka itu tidak sama, di antara ahli kitab itu ada golongan yang Berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang).”(Qs. Ali Imraan (3): (113) 497 [27:4] Shahih Ibnu Hibban 1531: Al Husain bin Muhammad bin Abu Masy’ar telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya Al Qaththan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id Al Maqburi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia bersabda, 'Seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak serta wudhu (setiap kali akan shalat), dan aku akan mengakhirkan shalat Isya hingga sepertiga malam atau pertengahan malam'. 498 [60:3] Shahih Ibnu Hibban 1532: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Amr499 bin Ali telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ashim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Juraij telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Aku berkata kepada Atha, Waktu yang mana sangat engkau sukai? Apakah aku melaksanakan shalat Isya dengan Imam atau sendirian, ia berkata, “Aku mendengar Ibu Abbas berkata, “(Pada suatu malam) Rasulullah terlambat melakukan shalat Isya sehingga jamaah (yang menunggu beliau) tertidur, kemudian mereka bangun, tertidur dan bangun kembali. Maka, berdirilah Umar bin Al Khaththab, kemudian ia berkata, “Mari shalat”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar, seperti masih kelihatan olehku sekarang sedang kepala beliau meneteskan air, dan beliau meletakkan tangannya di atas kepalanya (mengusap kepala dari samping). Beliau bersabda, “Kalau hal ini tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk melakukan shalat Isya pada waktu sekarang ini”.500 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1533: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il di kota Bust telah mengabarkan kepada kami, Ibnu Abu Umar Al Adani telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Amr bin Dinar dari Atha bin Abu Rabah dari Ibnu Abbas, ia berkata. Pada suatu malam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terlambat melakukan shalat isya. Umar bin Al Khaththab datang dan berkata. “‘Wahai Rasulullah, mari kita shalat, para wanita dan anak-anak telah tidur". Kemudian Rasulullah keluar, waktu itu kepalanya masih meneteskan air dan beliau bersabda. “Kalau saja hal itu tidak memberatkan orang-orang mu'min niscaya aku perintahkan mereka untuk melakukan shalat ini (Isya pada waktu sekarang ini” 501 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1534: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Jabbar telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Ahwash telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Simak dari Jabir bin Samurah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengakhirkan shalat Isya pada bagian waktu (malam) yang akhir.’ 502 [8:4] Shahih Ibnu Hibban 1535: Ibnu Qutaibah Al Lakhmi telah mengabarkan kepada kami di kota Asqalan, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yunus telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Syihab, ia berkata, Urwah telah mengabarkan kepadaku bahwa Aisyah berkata, Pada suatu malam, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Isya yang dinamakan Atamah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam belum keluar (dari rumah untuk shalat Isya) sampai Umar bin Khathab berkata, “Para wanita dan anak-anak sudah tidur”. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar, kemudian beliau bersabda kepada para sahabat yang ada di masjid, “Tidak ada seorang503 pun di antara penghuni bumi ini yang menunggunya selain kalian, dan hal itu terjadi sebelum Islam tersiar di masyarakat". Ibnu Syihab berkata, “Mereka menjelaskan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah kalian bergegas504 (menunggu kedatangan) kepada Rasulullah untuk mengerjakan shalat (bersamanya) pada saat Umar bin Al Khaththab berteriak untuk menyerukan shalat.” 505 [8:4] Shahih Ibnu Hibban 1536: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Manshur bin Al Mu’tamir dari Al Hakam bin Utaibah dari Nafi’ dari Ibnu Umar, ia berkata, Suatu malam, kami menanti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk melakukan shalat Isya yang diakhirkan. Kemudian beliau datang kepada kami ketika sepertiga malam atau bahkan lebih. Ketika keluar, beliau bersabda, "Sesungguhnya kalian sedang menunggu suatu shalat yang tidak pernah ditunggu oleh orang-orang pemeluk agama selain kalian. Sekiranya hal itu tidak memberatkan umatku, niscaya aku akan ajak mereka shalat pada saat seperti ini.“ la berkata, “Lalu beliau memerintahkan Muazin mengiqamati lalu beliau shalat”. 506 [8:4] Shahih Ibnu Hibban 1537: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada lcami, ia berkata, Ibrahim bin Al Hafjaj As-Sami telah menceritakan kepada kami, ia Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Tsabit bahwa mereka bertanya kepada Anas bin Malik, “Apakah Rasulullah mengenakan cincin”. Ia berkata, “Pada suatu malam, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Isya hingga setengah malam. Kemudian beliau datang dan bersabda, “Sesungguhnya orang-orang telah shalat507, sementara kalian masih menunggu shalat Anas berkata, “Aku seolah-olah melihat cincin beliau yang terbuat dari perak begitu berkilat, ia berkata, “Beliau mengangkat jari kelingking kirinya”. 508 [8:4] Shahih Ibnu Hibban 1538: Abu Arabah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya Al Qaththan telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Ubaidillah bin Umar dari Sa’id Al Maqburi dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kalau tidak akan memberatkan umatku, niscaya aku akan mengakhirkan shalat Isya hingga sepertiga malam".509 [7:5] Shahih Ibnu Hibban 1539: Abu Arubah di kota Harran telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ubaidillah bin Umar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id bin Abu Sa’id Al Maqburi telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kalaulah tidak memberatkan umatku, niscaya aku akan mengakhirkan shalat Isya hingga sepertiga malam atau pertengahan malam”510 [8:4] Shahih Ibnu Hibban 1540: Al Qaththan di kota Raqqah telah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abdullah bin Sabur Ar-Rumi telah menceritakan kepada kami, Daud bin Abdurrahman Al Athari telah menceritakan kepada kami, Ubaidillah bin Umar Al Amri telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sa’id Al Maqburi dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Kalaulah tidak memberatkan umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka untuk berswak serta berwudhu dan aku akan mengakhirkan shalat hingga sepertiga malam atau pertengahan malam."511 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 1541: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Khalad Al Bahili telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Labid telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Abu Salamah dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Janganlah orang- orang Arab dusun mengalahkan kamu atas penamaan shalat Isyamu dengan nama Atamah karena kegelapan (kebodohan) unta. ” 512 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 1542: Muhammad bin Ahmad Asy-Syathawi513 telah mengabarkan kepada kami ketika berada di Baghdad, ia berkata, Abu Salamah Yahya bin Al Mughirah Al Makhzumi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Fudaik telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Adh-Dhahhak bin Utsman dari Al Maqbury dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Shafwan bin Al Muaththal telah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata, Wahai Nabiyullah, sungguh aku bertanya kepadamu tentang sebuah perkara yang engkau ketahui dan aku tidak mengetahuinya”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Perkara apakah itu?, ia berkata, “Apakah di kala malam dan siang hari, terdapat waktu-waktu tertentu yang dibenci untuk melakukan shalat pada waktu-waktu tersebut?, beliau menjawab, "Betul, yaitu jika engkau telah selesai shalat subuh, maka janganlah engkau melakukan shalat lagi sesudahnya, hingga matahari terbit dari kedua tanduk syetan, kemudian shalatlah, dan shalat akan diterima hingga matahari sejajar dengan kepalamu, lurus seperti tombak Maka jika matahari tepat sejajar di atas kepalamu seperti tombak, maka jangan melakukan shalat, itulah saat di mana neraka Jahannam sedang dinyalakan, dan semua sudutnya akan mengepulkan asap514, hingga matahari mulai condong, maka pada saat itu shalat diperbolehkan dan akan diterima, hingga datang waktu engkau menunaikan shalat ashar. Setelah ashar janganlah engkau menunaikan shalat, hingga matahari terbenam"515. [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1543: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Malik dari Muhammad bin Yahya bin Habban telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’raj dari Abu Hurairah RA, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang melaksanakan shalat setelah Ashar sampai matahari terbenam dan melarang melaksanakan shalat setelah Shubuh sampai matahari terbit”. 516.[4:13] Shahih Ibnu Hibban 1544: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, Al Qa nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dan Malik dari Muhammad bin Habban dari Al A’raj dari Abu Hurairah RA, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang melaksanakan shalat setelah Ashar sampai matahari terbenam dan melarang melaksanakan shalat setelah Shubuh sampai matahari terbit." 517 [2:8] Shahih Ibnu Hibban 1545: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdah bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Urwah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari ayahnya dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Apabila pinggiran matahari telah kelihatan, maka tangguhkanlah shalat sampai bersinar terang, kemudian shalatlah kalian. Dan apabila pinggiran matahari mulai terbenam, maka tangguhkanlah shalat sampai terbenam, kemudian shalatlah kalian. Dan janganlah kalian mengambil waktu untuk melaksanakan shalat pada saat matahari sedang terbit atau tenggelam, sesungguhnya ia terbit di antara dua tanduk syetan ”518 [13:4] Shahih Ibnu Hibban 1546: Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sa’ad bin Yazid Al Fara' telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Musa bin Ali bin Rabah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari ayahnya dari Uqbah bin Amir, ia berkata, "Ada tiga waktu di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kita melakukan shalat dan melarang untuk menguburkan jenazah, yaitu ketika matahari mulai terbit hingga ia meninggi, tatkala tengah hari hingga matahari agak mulai condong, dan ketika matahari turun terbenam ”519 [13:4] Shahih Ibnu Hibban 1547: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan dan Syu’bah, keduanya telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Manshur dari Hilal bin Yisaf dari Wahab bin Al Ajda’ dari Ali bin Abu Thalib RA dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Janganlah kalian melakukan shalat setelah Ashar kecuali jika ketika kalian shalat, matahari masih meninggi ”520 [13:4] Shahih Ibnu Hibban 1548: Umar bin Sa’id bin Sinan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian menunggu>”521 untuk melakukan shalat ketika matahari terbit dan ketika matahari terbenam“.522 [13:4] Shahih Ibnu Hibban 1549: Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Manshur bin Abu Muzahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Sa’ad telah menceritakan kepada sebuah hadits dari ayahnya dari Mu’adz At-Taimi523 dari Sa’ad bin Abu Waqqash dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Ada dua shalat yang setelaknya tidak ada shalat524 lagi: yaitu shalat Ashar sampai matahari terbenam, dan shalat Shubuh sampai matahari terbit” 525 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1550: Ahmad bin Ali Al Mutsanna 526 telah mengabarkan kepada kami. ia berkata. Ahmad bin Isa Al Mishri telah menceritakan kepada kami, ia berkala. Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Iyadh bin Abdullah Al Qurasyi dari Sa'id bin Abu Sa’id dari Abu Hurairah RA sesungguhnya ada seseorang yang menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia bertanya, “Wahai Rasulullah kapankah waktunya pada malam dan siang hari bahwa engkau memerintahkan kepadaku pada waktu tersebut untuk tidak mengerjakan shalat? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Jika telah menunaikan shalat Shubuh. maka janganlah shalat hingga matahari meninggi, karena ia terbit di antara dua tanduk syetan. Jika matahari sudah meninggi maka boleh melakukan shalat dan akan diterima sampai siang mulai terik. Jika siang sudah sangat terik maka janganlah engkau sampai matahari mulai condong sebab di saat siang sangat terik neraka Jahannam sedang dinyalakan, dan teriknya matahari adalah dari hembusan neraka Jahannam. Jika matahari mulai menggelincir maka shalat diperbolehkan dan akan diterima sampai datangnya waktu Ashar. Jika engkau telah menunaikan shalat Ashar, maka jangan engkau shalat sampai matahari terbenam, karena ia terbenam di antara dua tanduk syetan. Setelah itu shalat kembali diperbolehkan dan akan diterima sampai kembali datang waktu Shubuh”527 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1551: Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sa’ad bin Yazid Al Fara' Abu Al Hasan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Musa bin Ali bin Rabah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari ayahnya528 dari Uqbah bin Amir, ia berkata, “Tiga waktu dimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang kami melakukan shalat dan menguburkan mayit, yaitu ketika matahari terbit hingga meninggi, ketika tengah hari hingga matahari condong ke barat, dan ketika matahari mulai turun529 (hampir) terbenam. 530” [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1552: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dan Umar bin Muhammad bin Bujair telah mengabarkan kepada kami, keduanya berkata, Abdul Jabbar bin Al Ala’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan dari Abu Az-Zubair telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdullah bin Babahu dari Jubair bin Muth’im dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Wahai bani Abdul Muththalib jika dihadapkan kepada kalian suatu urusan, maka aku tidak mengetahui ada salah seorang di antara mereka yang melarang orang melaksanakan shalat di Baitullah ini pada waktu kapan saja, baik malam maupun siang. "531 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1553: Abdullah bin Muhammad bin Salin telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah berkata kepada kami, ia berkata, Amru bin Al Harits telah mengabarkan kepadaku bahwa Abu Az-Zubair telah menceritakan kepadanya yang berasal dari Ibnu Babahu, bahwa sesungguhnya ia telah mendengar Jubair bin Muth’im berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Wahai Bani Abdu Manaf, janganlah engkau melarang seseorang melakukan thawaf di Baitullah ini dan melakukan shalat pada waktu kapan saja, baik malam maupun siang'. "532 [2-19] Shahih Ibnu Hibban 1554: Abu Ya’la di Maushil telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harun bin Ma’ruf dan Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Az-Zubair dari Abdullah bin, babahu dari Jubair bin Muth’im, ia menyebutkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau telah bersabda, “Wahai Bani Abdu Manaf, janganlah engkau melarang seseorang melakukan thawaf di Baitullah ini dan melakukan shalat pada waktu kapan saja, baik malam maupun siang.”533 [13:4] Shahih Ibnu Hibban 1555: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Khalaf bin Hisyam Al Bazzar dan Abdul Wahid bin Ghiyats keduanya telah menceritakan kepada kami, mereka berkata, Abu Awanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Anas dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Barangsiapa yang lupa melaksanakan shalat, maka hendaklah ia shalat ketika ia ingat.”534 [13:4] Shahih Ibnu Hibban 1556: Al Husain bin Ishaq Al Khallal di Al Karaj telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Al Furat telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Daud telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, 'Barangsiapa yang lupa melaksanakan shalat atau ia tertidur, maka hendaklah ia shalat ketika ia ingat”. 535 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1557: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Malik dan Zaid bin Aslam dari Atha bin Yasar dan536 dari Busr bin Sa’id, dan537 dari Al A’raj, mereka berkata kepadanya tentang sebuah hadits dari Abu Hurairah RA. Bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda, "Barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka 'at shalat Shubuh sebelum matahari terbit, maka ia telah mendapatkan shalat Shubuh. Dan barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka’at shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka ia telah mendapatkan shalat Ashar.”[2:7] Shahih Ibnu Hibban 1558: Muhammad bin Ishaq bin Sa’id As-Sa’di mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Khasyram telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dan Al A’masy dari Ibrahim dari Al Aswad dari Abdullah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya kelak akan muncul para pemimpin yang buruk shalatnya, mereka mencekik539 shalatnya sampai waktunya sangat sempit (seperti sempitnya jarak antara tersekatnya air liur dengan dicabutnya nyawa). Maka barangsiapa di antara kalian menemukan kondisi ini, maka laksanakanlah shalat pada awal waktunya, dan shalatnya yang dikerjakan bersama mereka dijadikan sebagai ibadah sunah”540. [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1559: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hibban bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Kahmas bin Al Hasan dari Abdullah bin Buraidah dari Abdullah bin Mughaffal dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Di antara setiap dua adzan (yakni antara azan dan iqamah) terdapat shalat, di antara dua adzan terdapat shalat bagi siapa yang menginginkannya”. Ibnu Buraidah mengerjakan shalat dua raka’at sebelum Maghrib. ” 541 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1560: Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ayyub bin Muhammad Al Wazzan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ismail bin Ulayyah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id Al Jurairi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdullah bin Buraidah dari Abdullah bin Mughaffal, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Di antara setiap dua adzan (yakni antara azan dan iqamah) terdapat shalat bagi siapa yang menginginkannya”542 [37:4] Shahih Ibnu Hibban 1561: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, Ibnu Abu As-Sari telah menceritakan kepada kami, Al Mu’tamar bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, Kahmas bin Al Hasan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdullah bin Buraidah dari Abdullah bin Al Mughaffal, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, 'Di antara setiap dua adzan terdapat shalat bagi siapa yang menginginkannya' Beliau mengulangi ucapannya tersebut sebanyak tiga kali ” 543 [38:3] Shahih Ibnu Hibban 1562: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ya’qub Ad-Dauraqi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Manshur dari Hilal bin Yisaf dari Wahab bin Ajda’ dari Ali bin Abu Thalib, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak diperbolehkan shalat setelah Ashar, kecuali jika matahari masih tinggi”544 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1563: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dan Washif bin Abdullah Al Hafiz keduanya mengabarkan kepada kami ketika di Anthakiyah, keduanya berkata, Asad bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits bin Sa’ad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari ayahnya dari kakeknya yang bernama Qais bin Qahd545 bahwa dia shalat Shubuh bersama dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan dia belum melakukan shalat sunnah fajar. Lalu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah salam, dia kembali berdiri melakukan shalat sunnah fajar, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat apa yang dilakukannya, namun beliau tidak memberikan penolakan atas apa yang telah dikerjakannya” 546 [8:2J Shahih Ibnu Hibban 1564: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muslim bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ya’la bin Atha telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Jabir bin Yazid bin Al Aswad dari ayahnya, ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat. Setelah beliau selesai shalat, beliau menemukan dua orang di belakang barisan jama’ah tidak ikut shalat. Beliau memanggil kedua orang itu, lalu keduanya dihadapkan dengan tubuh gemetaran. Beliau bertanya kepada mereka, “Apa yang menghalangimu sehingga tidak ikut shalat bersama kami ?” Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, kami telah mengerjakan shalat dalam perjalanan kami”. Beliau bersabda, "Janganlah kalian berdua berbuat demikian, bila kalian berdua telah mengerjakan shalat di perjalanan, kemudian kalian masih bisa menemukan shalat (karena waktu shalat yang telah dikerjakan masih ada, penerj), maka shalatlah kalian berdua, karena hal itu menjadi sunah bagi kalian berdua.”547 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1565: Ahmad bin Ali bin Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Shabah Ad-Dulabi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Husyaim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ya’la bin Atha telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Jabir bin Yazid bin Al Aswad Al Amiri dari ayahnya, ia berkata, “Aku telah menyaksikan hajinya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan aku mengerjakan shalat Shubuh bersama beliau di Masjid Al Khaif di Mina. Pada saat beliau telah selesai shalat, beliau mendapatkan dua orang di belakang barisan jama’ah tidak ikut shalat. Beliau memanggil kedua orang itu, lalu keduanya dihadapkan dengan tubuh gemetaran. Beliau bertanya kepada mereka, "Apa yang menghalangimu sehingga tidak ikut shalat bersama kami?". Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, kami telah mengerjakan shalat dalam peijalanan kami”. Beliau bersabda, "Janganlah kalian berdua berbuat demikian, bila kalian berdua telah mengerjakan shalat di perjalanan, kemudian kalian berdua mendatangi masjid yang sedang dilaksanakan shalat berjamaah, maka shalatlah kalian berdua bersama mereka, karena hal itu menjadi sunnah bagi kalian berdua”548 [8:2] Asy-Syaikh berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian berdua berbuat demikian”, adalah lafazh sanggahan namun bertujuan perintah. Shahih Ibnu Hibban 1566: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda, “Janganlah seorang di antara kalian memilih waktu hingga akhirnya shalat pada saat matahari terbit atau ketika matahari sedang terbenam” 549 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1567: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Bundar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Urwah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Apabila pinggiran matahari telah kelihatan, maka tangguhkanlah shalat sampai matahari naik sejajar. Dan apabila pinggiran matahari mulai terbenam, maka tangguhkanlah shalat sampai terbenam'. 550 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1568: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Miqdam bin Syuraih dari ayahnya, ia berkata, Aku bertanya kepada Aisyah mengenai shalat setelah Ashar, ia menjawab, “Shalatlah, sesungguhnya shalat yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah hanya shalat yang dilakukan ketika matahari terbit” 551 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1569: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Amru bin Ali bin Bahr telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Hisyam bin Urwah, ia berkata, 'Ayahku telah mengabarkan kepadaku sebuah hadits dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, “Janganlah kalian memilih waktu hingga akhirnya shalat pada saat matahari terbit atau ketika matahari sedang terbenam, sebab matahari terbenam di antara dua tanduk syetan'. ” 552 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1570: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syu’bah dari Abu Ishaq dari Al Aswad dan Masruq, keduanya berkata, “Kami bersaksi bahwa Aisyah telah berkata, 'Tidak ada hari yang dilalui oleh Rasulullah kecuali beliau mengerjakan shalat dua raka 'at setelah shalat Ashar".553 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1571: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Muhammad bin Khallad Al Bahili Abu Bakar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Bahz bin Asad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ishaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku telah mendengar sebuah hadits dari Aswad dan Masruq, keduanya berkata, Kami bersaksi bahwa sesungguhnya Aisyah telah berkata, “Tidak ada hari yang dilalui oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersamanya, kecuali beliau mengerjakan shalat dua raka'at setelah Ashar ”. 554 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1572: Ahmad bin Yahya bin Zuhair telah mengabarkan kepada kami di Tustar, ia berkata, Ishaq bin Abu Imran telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Khalid bin Abdullah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Mughirah dari Ibrahim dari Aswad dari Aisyah bahwa ia telah berkata, "Betulkah kedua raka’at itu dikerjakan?!”. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menemuiku, kecuali pasti beliau telah mengerjakan dua raka’at tersebut” 555 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1573: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Shafwan bin Shalih Ad-Dimasyqi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Marwan bin Muawiyah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Urwah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari ayahnya dari Aisyah, ia berkata, “Rasu;ullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan shalat dua raka’at setelah Ashar di rumahku, hingga beliau wafat. "556 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1574: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Thalhah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku telah mendengar Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah dari Ummu Salamah berkata, "Tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sibuk dan tidak sempat mengerjakan shalat dua raka’at setelah Zhuhur, maka beliau mengerjakannya setelah Ashar”557 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1575: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Asy-Sya’tsa' Ali bin Hasan bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Humaid bin Abdurrahman telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari ayahnya dari Atha bin As-Sa'ib dan Said bin Jubair dari Ibnu Abbas, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam setelah shalat Zhuhur kedatangan barang-barang (harta benda atau dana yang harus beliau bagikan, -penerf), lalu beliau mendistribusikannya, sampai datang waktu Ashar. Kemudian beliau masuk rumah Aisyah dan mengerjakan shalat dua raka’at setelah shalat Ashar, dan beliau bersabda, "Urusan harta ini telah menyibukkan aku dari melaksanakan shalat dua raka’at setelah Zhuhur, dan tadi aku belum mengerjakannya, hingga sekarang ini aku baru bisa mengerjakannya”558 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1576: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amru bin Al Harits telah menyampaikan kabar kepadaku sebuah hadits dari Bukair bin Al Asyajju dari Kuraib hamba sahaya Ibnu Abbas, Ibnu Abbas, Abdurrahman bin Azhar, dan Miswar bin Makhramah mengirimnya supaya pergi ke tempat Aisyah. Mereka berkata, “Sampaikanlah salam kami kepadanya dan tanyakanlah kepadanya perihal dua raka’at sesudah shalat Ashar. Katakanlah kepadanya bahwa kami semua telah diberi kabar559 oleh seseorang bahwa engkau (Aisyah) juga mengerjakan shalat sunnah dua raka’at sesudah Ashar itu560. Padahal, engkau telah mendapatkan berita dari Nabi bahwa beliau melarang melakukan shalat sunnah itu.” Ibnu Abbas berkata,“Aku pernah memukul orang yang bersama dengan Umar ibn Al Khaththab karena mengerjakan shalat sunah dua raka’at sesudah mengerjakan shalat Ashar itu. "Kemudian Kuraib berkata, “Lalu aku memasuki tempat Aisyah. Aku menyampaikan apa yang diperintahkan oleh ketiga orang itu. ’’Maka, Aisyah berkata, “Bertanyalah kepada Ummu Salamah. “ Kemudian Kuraib keluar dari tempat Aisyah dan menuju kepada tiga orang yang mengutusnya tadi. Lalu, ia memberitahukan kepada mereka apa yang dikatakan Aisyah itu. Kemudian mereka menyuruhnya kembali kepada Ummu Salamah dengan maksud sebagaimana ketika mereka menyuruhnya ke tempat Aisyah. Ummu Salamah berkata, Aku mendengar Nabi melarang shalat setelah Ashar. Kemudian aku melihat beliau melakukan shalat itu, adapun waktu beliau melaksanakannya adalah pada saat beliau telah melaksanakan shalat Ashar, Kemudian beliau masuk dan di tempat aku ada beberapa wanita Anshar dari Bani Haram, lalu aku mengutus seorang wanita kepada beliau. Aku katakan kepadanya, Berdirilah di samping beliau, katakan olehmu kepada beliau, “Ummu Salamah bertanya kepada engkau, Wahai Rasulullah, aku mendengar engkau melarang shalat dua raka’at sesudah shalat Ashar ini, tetapi engkau melakukannya?". Jika beliau mengisyaratkan dengan tangan supaya engkau mundur, maka mundurlah dari beliau. Lalu anak wanita itu melakukannya. Nabi mengisyaratkan dengan tangan, kemudian aku mundur dari beliau. Ketika beliau berpaling, beliau bersabda, “Wahai putri Abu Umayyah, engkau menanyakan tentang dua raka’at sesudah shalat Ashar. Sesungguhnya orang-orang dari Abdul Qais datang kepadaku dan menyampaikan keislaman kaumnya, lalu mereka menyibukkan aku (sehingga aku ketinggalan) dari dua raka’at sesudah Zhuhur561. Maka, kedua raka’at yang kukerjakan setelah shalat Ashar itulah sebagai gantinya’’. 562 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 1577: Abdullah bin Muhammad Al Harwi dan Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, keduanya berkata, Ali bin Hajar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ismail bin Ja’far telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abu Harmalah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Salamah, “Abu Salamah bertanya kepada Aisyah RA tentang shalat dua sujud (dua raka’at, - penerj) yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sesudah shalat Ashar di rumah Aisyah. Aisyah menjawab, “Biasanya beliau melakukan dua raka’at tersebut setelah Zhuhur, kemudian karena ia sibuk (atau lupa), maka ia melakukannya setelah shalat Ashar. Lalu beliau menetapkannya. Kebiasaan beliau adalah jika melakukan shalat tertentu (sunnah), beliau menetapkannya." 563 [8:2] Abu Hatim RA berkata, Abdullah bin Muhammad bin Hajik adalah seorang hamba sahaya. Shahih Ibnu Hibban 1578: Ibnu Salm565 telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Awza’i telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Abu Katsir telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Salamah bin Abdurrahman telah berkata kepadaku, ia berkata, Aisyah telah berkata kepadaku bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda, "Kerjakanlah amalan menurut kemampuan kalian, karena Allah tidak pernah merasa bosan (terhadap amal kebaikan kalian, -penerj) hingga kalian sendiri yang bosan". Dan, shalat (sunnah) yang paling dicintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah yang dilakukan secara kontinyu, meskipun hanya sedikit. Apabila beliau melakukan suatu shalat (sunnah), maka beliau melakukannya secara kontinu.” Abu Salamah berkata, “Allah SWT berfirman, 'Yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya'. ”(Qs. Al Ma’aarij (70) :23) [8:2] Abu Hatim berkata, “Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Allah tidak pernah merasa bosan, hingga kalian sendiri yang merasa bosan"termasuk dari jenis lafaz yang maksudnya tidak bisa dipahami oleh pengetahuan audien, kecuali dengan hal ini." 567 Shahih Ibnu Hibban 1579: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibrahim bin Said Al Jauhari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Fudhail telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hushain bin Abdurrahman telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdullah bin Abu Qatadah dari ayahnya, ia berkata, Kami berjalan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu sebagian kaum berkata, “Alangkah nikmatnya seandainya kita beristirahat dahulu wahai Rasulullah”. Beliau bersabda, “Aku khawatir kalian tertidur dari shalat” Bilal berkata, “Aku akan membangunkan kalian." Bilal menyandarkan punggungnya ke kendaraannya (kemudian kedua matanya mengantuk, dan ia tertidur, -penerj). Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bangun pada saat matahari telah terbit, lalu beliau bersabda, “Wahai Bilal, mana yang kamu katakan?“. Ia menjawab,' “Aku tertidur nyenyak sekali, belum pernah aku mengalami tidur seperti ini”. Beliau bersabda, “Hai Bilal, berdirilah dan berazdanlah untuk memanggil orang-orang untuk mengerjakan shalat. 568 “ Ketika, matahari naik dan putih, beliau berdiri lalu melakukan shalat bersama para sahabat.” 569 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1580: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Abu Syaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Husain bin Ali Al Ju’fi telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Za'idah dari Simak dari Al Qasim bin Abdurrahman dari ayahnya dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Pada suatu malam, kami berjalan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu kami berkata, “Wahai Rasulullah, alangkah nimatnya seandainya kita berbaring570di tanah ini, tidur melepas lelah dan mengistirahatkan hewan tunggangan kita.”Beliau berkata, “Lalu siapa yang akan menjaga kita?” Abdullah bin Mas’ud berkata, “Aku”. Kemudian aku tertidur dan bangun pada saat matahari telah terbit, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga tidak bangun kecuali oleh bisingnya ucapan kami. Ia berkata, “Kemudian Rasulullah memerintahkan Bilal, lalu Bilal mengumandangkan adzan dan beliau shalat bersama kami” 571 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1581: Ahmad bin Yahya bin Zuhair telah mengabarkan kepada kami di Tustar, Zaid bin Akhzam telah menceritakan kepada kami, Abdushshamad bin Abdul Warits telah bercerita kepada kami, Hammam telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Nadhar bin Anas dari Basyir bin Nahik dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka'at sebelum matahari terbit, lalu setelah itu matahari terbit, maka ia harus meneruskan shalatnya dan melengkapi satu raka’at lainnya"572. [78:1] Shahih Ibnu Hibban 1582: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami, Ma’mar telah mengabarkan. kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Ibnu Abbas dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka'at dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka ia telah mendapatkan shalat Ashar. Dan barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka’at dari shalat Shubuh sebelum matahari terbit, dan satu raka' at berikutnya setelah matahari terbit, maka ia telah mendapatkan shalat Shubuh” 573 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 1583: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, Al Qa’nabi telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Zaid bin Aslam dari Atha bin Yasar dari Busr bin Sa’id dari Al A’raj dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda, "Barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka’at shalat Shubuh sebelum matahari terbit, maka ia telah mendapatkan shalat Shubuh tersebut. Dan barangsiapa yang mendapatkan satu raka’at shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka ia telah mendapatkan shalat Ashar tersebut. 574 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1584: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, Yunus telah mengabarkan kepadaku sebuah hadits dari Ibnu Syihab bahwa sesungguhnya Urwah bin Az-Zubair telah menceritakan kepadanya sebuah hadits dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang telah mendapatkan satu sujud dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, atau satu sujud shalat Shubuh sebelum matahari terbit, maka ia telah mendapatkan shalat tersebut.”575 Makna sujud disini adalah raka’at. 576 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1585: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim telah mengabarkan kepada kami, Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu577 Thawus dari Ayahnya dari Ibnu Abbas dari Abu Hurirah RA. dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka’at dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka ia telah mendapatkan shalat Ashar dan barangsiapa yang telah mendapatkan satu raka’at dari shalat Fajar sebelum matahari terbit dan satu raka’at setelah matahari terbit, maka ia telah mendapatkan shalat Fajar".578 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1586: Abu Ya’la telah mengabarkan579 kepada kami, Abu580 Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, Husain bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, Syaiban telah menceritakan581 kepada kami sebuah hadits dari Yahya dari Abu Salamah, bahwa Abu Hurairah telah menceritakan kepadanya, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Apabila salah seorang di antara kalian telah mendapatkan satu sujud (satu raka ’at) dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka hendaklah ia menyempurnakan shalatnya. Dan apabila ia mendapatkan satu sujud (satu raka’at) dari shalat shalat Shubuh sebelum matahari terbit, maka hendaklah ia menyempurnakan shalatnya'"582 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 1587: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar As-Sufi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Ma’in telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Gundar telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syu’bah dari Zaid bin Muhammad, ia berkata, Aku telah mendengar Nafi’ menceritakan sebuah hadits dari Ibnu Umar dari Hafsah, ia berkata, “Jika fajar telah terbit, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak shalat kecuali dua raka’at fajar.” 583 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1588: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, Abdul Warits bin Abdushshamad bin Abdul Wants telah menceritakan kepada kami, Ayahku telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Husain Al Mu’allim telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdullah bin Buraidah, ia berkata, Abdullah Al Muzani telah bercerita kepadanya, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dua raka’at sebelum Maghrib. Kemudian beliau bersabda, “Shalatlah kalian dua raka’at sebelum Maghrib” 584. Kemudian beliau bersabda pada yang ketiga kalinya, "Bagi siapa yang mau.’’Karena beliau takut585 orang-orang akan menjadikannya sebagai amalan sunah.” 586 [38:3] Shahih Ibnu Hibban 1589: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku telah mendengar Amr bin Amir berkata, Aku telah mendengar Anas bin Malik berkata, Ketika mu’adzin telah selesai mengumandangkan adzan, para sahabat bergegas menuju pilar-pilar tiang masjid sampai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar. Kemudian mereka shalat dua raka’at sebelum shalat Maghrib, sedangkan antara adzan dan iqamat tidak diselingi oleh apapun”. 587 [38:3] Shahih Ibnu Hibban 1590: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muslim bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Qurrah bin Khalid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Az-Zubair dari Jabir, “Rasulullah menjama' antara shalat Zhuhur dan Ashar, dan menjama' antara Maghrib dan Isya apabila berada di dalam perjalanan.” 588 [47:4] Shahih Ibnu Hibban 1591: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Nadhar bin Syumail dan Abu Amir Al Aqdi telah mengabarkan kepada kami, mereka berdua berkata, Qurrah bin Khalid As-Suwaidi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Az- Zubair telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Thufail telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’adz bin Jabal telah menceritakan kepada kami, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjama’ antara shalat Zhuhur dan Ashar dan antara shalat Maghrib dan Isya dalam perjalanan beliau, yaitu ketika dalam peperangan. Aku bertanya kepadanya, “Untuk apa beliau berbuat begitu?”. Ia menjawab, “Beliau bermaksud agar tidak menyulitkan ummatnya” 589 [47:4] Shahih Ibnu Hibban 1592: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mauhab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Mufaddhal bin Fadhalah telah mengabarkan kepada kami sebuah hadhs dari Aqil dari Ibnu Syihab bahwa ia telah menceritakan kepadanya dari Anas bin Malik, ia berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berangkat sebelum matahari condong ke barat (sebelum Zhuhur), maka beliau mengakhirkan shalat Zhuhur hingga waktu Ashar, kemudian beliau turun dan menjama ’ keduanya. Apabila matahari telah condong sebelum berangkat, beliau shalat Zhuhur lebih dahulu, sesudah itu barulah beliau melakukan perjalanan."590 [47:4] Shahih Ibnu Hibban 1593: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim pemimpin kaum Tsaqip telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits bin Sa’ad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu Thufail dari Mu’adz bin Jabal, Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada perang tabuk, apabila beliau berangkat sebelum matahari condong ke barat, maka beliau mengakhirkan shalat Zhuhur ke waktu shalat Ashar, lalu beliau shalat Zhuhur dan Ashar dengan cara menjama’. Dan apabila beliau berangkat setelah matahari congong ke barat, beliau mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar (pada waktu Zhuhur) dengan cara menjama’, kemudian barulah beliau berangkat. Apabila beliau berangkat sebelum datangnya waktu Maghrib, beliau mengakhirkan shalat Maghrib hingga melaksanakan shalat Maghrib bersama Isya. Dan apabila berangkat sesudah waktu Maghrib, beliau mendahulukan shalat Isya (dari waktunya), dan melaksanakan shalat Isya bersama shalat Maghrib.” 591 [47:4] Aku telah mendengar Muhammad bin Ishaq Ast-Tsaqafi berkata, Aku telah mendengar Qutaibah bin Said berkata, Ia telah diakui oleh enam orang hafizh yang telah menulis hadits ini dariku. Mereka itu adalah Ahmad bin Hambal, Yahya bin Mu’in, Al Humaidi, Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Abu Khaitsumah.” Hingga ia menyebutkan hafizh yang ketujuh. Shahih Ibnu Hibban 1594: Al Husain bin Idris Al Anshari telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Musa bin Uqbah dari Kuraib —hamba sahaya Ibnu Abbas— dari Usamah bin Zaid bahwa ia telah mendengarnya berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan perjalanan pada hari Arafah. Setibanya di daerah Syi’b, 592 beliau berhenti untuk buang air kecil, lalu berwudhu tetapi tidak menyempurnakannya. Aku bertanya kepada beliau, “Apakah Engkau hendak mengerjakan shalat?”, beliau menjawab, “Kita akan mengerjakannya di depan”. Kemudian beliau pun melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di Muzdalifah593, beliau berhenti, lalu berwudhu secara sempurna. Setelah dikumandangkan iqamat shalat, beliau pun menunaikan shalat Maghrib. Setelah itu, setiap orang memasukkan unta mereka ke dalam kandang, kemudian dikumandangkankan kembali iqamat shalat, beliaupun menunaikan shalat dan tidak shalat di antara keduanya.” 594 [47:4] Shahih Ibnu Hibban 1595: Umar bin Sa’id bin Sinan telah mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Abu Az-Zubair dari Abu Thufail, Sesungguhnya Mu’adz bin Jabal telah mengabarkan kepadanya, Sesungguhnya mereka (sahabat) pergi bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam perang Tabuk595. Ketika itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjama’ shalat Zhuhur dengan Ashar serta menjama’ Maghrib dengan Isya, ia lalu melanjutkan perkataanya, “Pada satu hari, beliau mengakhirkan shalat, lalu pergi, dan menjama’ shalat Zhuhur dengan Ashar. Setelah itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang dan pergi lagi, lalu menjama’ shalat Maghrib dengan Isya. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Jika Allah SWT. menghendaki, tengah hari besok, kalian semua akan sampai ke sumber mata air Tabuk. Maka barangsiapa yang sampai terlebih dahulu, jangan menyentuh air dari tempat itu sampai aku datang.’’Sesampainya di sana, ternyata sudah ada dua orang yang sampai telebih dahulu, sumber mata air itu terlihat seperti syirak (tali sandal) mengalir darinya air. Kemudian Rasul bertanya kepada kedua lelaki tersebut, “Apakah engkau berdua menyentuh air dari tempat ini?”. Kedua lelaki itu menjawab, ’’Betul”, Rasulpun memarahinya dan berkata kepada keduanya, “Masya Allah”. Kemudian pada sahabat mengambil air dengan telapak tangan mereka sedikit demi sedikit, sampai terkumpul dalam sebuah wadah. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membasuh wajah dan kedua tangan beliau di wadah itu dan mengembalikan air yang tersisa ke sumber mata air, sumber mata airpun langsung mengalir dengan deras. Orang-orang pun mengambil air minum darinya. Lalu Rasulullah berkata, "Wahai Mu’adz andai engkau berumur panjang, suatu saat nanti, engkau akan melihat tempat ini telah berubah menjadi taman-taman” 596 [5:3] Shahih Ibnu Hibban 1596: Umar bin Sa’id bin Sinan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Abu Az-Zubair dari Sa’id bin Az- Zubair bahwa Ibnu Abbas telah berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menjama’ shalat Zhuhur dengan shalat Ashar, shalat Maghrib dengan shalat Isya bukan pada saat cemas (perang) atau dalam peijalanan”. Malik berkata, “Menurut pendapatku kemungkinan bahwa hal tersebut pada saat hujan." 597 Imam Malik berpendapat, “Aku mengira, 598 bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjama’ shalat-shalat tersebut lantaran adanya hujan.” [47:4] Shahih Ibnu Hibban 1597: Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ubaid bin Hisab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Amr bin Dinar dari Jabir bin Zaid dari Ibnu Abbas, “Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat di Madinah tujuh Raka’at (dengan cara menjama', -penerj) dan delapan Raka’at jama', yaitu Zhuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya.” 599 [47:4] Shahih Ibnu Hibban 1598: Abu Arubah telah mengabarkan kepada kami, Ia berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Abu Adi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Syu’bah dari Sulaiman dari Ibrahim At-Tamimi dari Ayahnya dari Abu Dzar, ia berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama600 dibangun di muka bumi ini?”. Rasulullah menjawab, “Masjidil Haram kemudian Masjidil Aqsha”. Lalu aku bertanya, “Berapakah jarak waktu antara keduanya?”. Beliau pun menjawab, “Empat puluh tahun, di mana saja datang waktu shalat, maka shalatlah, karena di situ termasuk juga masjid ”601 [39:4] Shahih Ibnu Hibban 1599: Fadhl bin Al Hubbab bin Amr Al Qurasyi di Bashrah telah mengabarkan kepada kami, Abu Al Walid Ath-Thayalisi telah menceritakan kepada kami, Jarir bin Abdul Hamid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Atha bin As-Sa’ib dari Muharib bin Datstsar dari Ibnu Umar, Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Tempat apakah yang paling buruk di dunia?”. Beliau menjawab, “Aku tidak tahu, akan aku tanyakan terlebih dahulu kepada Jibril ”, kemudian beliau bertanya kepada Jibril. Jibril pun menjawab, “Akupun tidak tahu, akan aku tanyakan kepada Mika'il” Beliaupun datang dan Menjawab “Tempat yang paling mulia adalah masjid, dan tempat yang paling buruk adalah pasar.”602 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1600: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, Harun bin Sa’id bin Al Haitsam telah menceritakan kepada kami, Anas bin Iyadh telah menceritakan kepada kami, Harits bin Abdurrahman bin Abu Dzubab telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdurrahman bin Mihran -hamba sahaya Abu Hurairah- dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Tempat paling dicintai oleh Allah adalah Masjid, dan tempat paling dibenci Allah SWT. adalah pasar"603 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1601: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Sa'ad bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Pamanku telah menceritakan kepada kami, Ayahku telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Shalih604 bin Kaisan bin Nafi’ dari Ibnu Umar bahwa ia telah diberitahu bahwa, Masjid pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dibangun dengan batu bata, atapnya dengan pelepah kurma, dan tiangnya dengan batang pohon kurma. Abu Bakar RA tidak menambahnya sedikit pun. Umar RA menambahnya dan membangun masjid seperti bangunan di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan batu bata dan pelepah kurma, dan mengganti tiangnya dengan kayu. Selanjutnya, Utsman RA mengubahnya dan melakukan penambahan yang banyak. Ia membangun dindingnya dengan batu yang diukir dan dibuat pola tertentu. Ia menjadikan tiangnya dari batu yang diukir dan atapnya dari kayu jati”. 605 [46:5] Shahih Ibnu Hibban 1602: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musadad bin Musarhad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mulazim bin Amr telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Badar telah menceritakan kepadaku dari Qais bin Thalq dari Ayahnya, ia berkata, Kami berenam sebagai utusan pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lima orang dari kami berasal dari Bani Hanifah dan yang satu lagi adalah seorang lelaki yang berasal dari keluarga Dhab’ah bin Rabi’ah. Ketika bertemu dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kami langsung melakukan bai’at dan shalat bersama beliau. Kami pun telah mengabarkan kepada beliau bahwa di daerah kami terdapat sebuah bangunan gereja dan gereja tersebut telah kami beli dengan uang dari hasil bumi. Kemudian beliau mengambil air, berwudhu dan berkumur, lalu memuntahkannya dalam sebuah wadah untuk kami, kemudian beliau berkata, "Pulanglah dengan membawa air ini, dan jika kalian telah sampai ke tempat kalian, maka robohkan gereja kalian kemudian siramkan air ini ke tanah bekas gereja lalu bangunlah diatasnya sebuah masjid" Lalu kami bertanya, “Wahai Rasulullah, tempat kami sangatlah jauh, dan air ini akan habis karena kering” kemudian beliau berkata, “Kalau begitu tambahkan air lagi, karena air tersebut tidak bertambah kecuali dengan bertambahnya keberkahan.'" Kami berselisih siapa di antara kami yang pantas membawa air tersebut pulang, akhirnya Rasul turun tangan dan memberi tugas kepada setiap orang untuk membawanya sehari semalam secara bergantian. Akhirnya kami pergi dengan membawa air tersebut Sesampainya di tempat kami, kami langsung melakukan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kebetulan pendeta yang ada berasal dari Thayyi’. Ketika kami mengajaknya shalat, pendeta itu menjawab, “Sebuah ajakan kebenaran.”, kemudian ia pergi dan tidak kembali lagi. 606 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 1603: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il di Busta telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Husain bin Mahdi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Juraij telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Amr bin Dinar telah mengabarkan kepadaku, bahwa ia telah mendengar Jabir bin Abdullah berkata, Ketika Ka’bah sedang dibangun, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beserta Abbas pergi memindahkan bebatuan. Abbas memberi saran kepada Nabi, “Baginda, bawalah batu itu dengan menggunakan kain diatas pundak Baginda”, beliaupun melakukannya, namun beliau malah tersungkur ke tanah, lalu menengadahkan pandangannya ke langit, lalu beliau bangun dan berkata, “Sarungku, sarungku.” 607. Lalu ia menguatkan ikatan sarungnya. 608 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1604: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, Waki’ telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Rabi’ah bin Utsman. Imran bin Abu Anas Telah menceritakan kepadaku dari Sahal bin Sa’ad, ia berkata, Dua orang lelaki saling berdebat tentang maksud dari masjid yang dibangun di atas ketakwaan. Salah seorang dari mereka berkata, “Yang dimaksud adalah Masjid Nabawi”, yang satu lain menyanggah, ”Bukan, tapi Masjid Quba” Lalu mereka datang untuk bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal tersebut. Beliaupun menjawab, “Itu adalah Masjidku ini.”609 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1605: Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Rabi'ah bin Utsman telah menceritakan kepada kami, 610 ia berkata, Imran bin Abu Anas telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sahal bin Sa’ad, ia berkata, Dua orang lelaki saling berdebat seputar masjid yang dibangun dengan pondasi takwa. Salah seorang dari mereka berkata, Yang dimaksud adalah Masjid Nabawi,' yang satu lagi menyanggah, "Bukan, tetapi Masjid Quba. Lalu mereka berdua datang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliaupun menjawab, “Yang dimaksud adalah Masjidku ini.”611 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 1606: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, Yazid bin Mawhab telah menceritakan kepada kami, Al-Laits bin Sa’ad menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Imran bin Abu Anas dari Ibnu Abu Sa’id Al Khudri dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa ia telah berkata, Dua orang lelaki saling berselisih seputar masjid yang dibangun dengan pondasi takwa. Salah seorang dari mereka berkata, 'Yang dimaksud adalah Masjid Quba'. yang satu lagi menyanggah, 'Bukan, tapi Masjid Rasulullah SAW’. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Yang dimaksud adalah Masjidku ini.”612 [65:3] Abu Hatim RA berkata “Kedua jalur periwayatan ini terjaga” Shahih Ibnu Hibban 1607: Abdullah Inn Muhammad telah mengabarkan kepada kami, Ishaq Inn Ibrahim telah menceritakan kepada kamiJ Utsman bin Umar telah mengabarkan kepada kami, Ibnu Abu Dzi'b telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sa’id Al Maqburi dari Sa’id bin Yasar dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seseorang tidaklah meramaikan masjid dengan shalat atau berdzikir kepada Allah SWT kecuali Allah SWT akan menyambutnya dengan penuh kebahagiaan sebagaimana sebuah keluarga yang menyambut kedatangan anggota keluarga mereka yang hilang.” 613[2:1] Abu Hatim berkata, “Orang Arab jika ingin membandingkan dua hal yang berbeda, maka mereka akan menyebutkan kedua-duanya dengan salah satu ciri utama yang satunya. Walaupun pada kenyataanya, kedua-duanya adalah berbeda, seperti ucapan Abu Hurairah, “Makanan kami pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah dua makanan yang berwarna hitam, yaitu kurma dan air.” 614 Mereka menyebutkan kedua-duanya dengan menyebutkan ciri utama salah satu bandingannya. Ini seperti sebuah ungkapan “Keadilan dua orang yang bernama Umar, ’’Keduanya disebut dengan lafazh yang satunya”. Begitu juga dengan ungkapan yang terdapat dalam hadits “Niscaya Allah akan bangga kepada hamba-Nya yang datang meramaikan masjid dengan shalat dan amal kebajikan, yaitu dengan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.” Ungkapan ini seperti yang yang sering terdapat dalam sebuah hadits qudsi, “Barangsiapa yang mendekatiku sejengkal, niscaya Aku akan mendekat kepadanya sedepa615.”Maksudnya adalah, “Barangsiapa yang medekatiku sejengkal dengan ketaatan dan berbagai amal kebajikan, maka Aku akan mendekatinya sedepa dengan penuh kasih sayang dan rahmat.” Ada banyak sekali contoh yang akan kami sebutkan nanti dalam kitab ini, mudah-mudahan Allah SWT. memberikan kemudahan kepada kita". Shahih Ibnu Hibban 1608: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada k«mi Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, Yunus bin Muhammad telah menceritakan kepada kami, Al Laits bin Sa’ad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yazid bin Abdullah bin Usamah dari Walid bin Abu Al Walid dari Utsman bin Abdullah bin Suraqah dari Umar bin Khaththab, bahwa ia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membangun sebuah masjid yang didalamnya digemakan Asma Allah, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di surga”,616 Shahih Ibnu Hibban 1609: Abdullah biu Muhammad bin Salm Al Maqdisi617 telah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, Ihmi Wahab telah menceritakan kepada kami, Amr bin Ai Harits telah mengabarkan kepadaku, bahwa Bukair telah menceritakan kepadanya, bahwa Ashim bin Umar bin Qatadah telah menceritakan kepadanya, ia telah mendengar Ubaidillah Al Khaulani berkata, ia telah mendengar Utsman bin Affan berkata, "Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang membangun sebuah masjid maka Allah akan membangun bangunan untuknya bangunan sejenis di surga"618, Bukair berkata. "Aku kira ia619 berkata, “Karena mengharap keridhaan Allah”. [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1610: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, Yahya bin Adam telah menceritakan kepada kami, Qutbah bin Abdul Aziz telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Ibrahim At-Taimi dari Ayahnya dari Abu Dzar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membangun untuk Allah sebuah masjid (mushala) walaupun sebesar kandang unggas (rumah gubuk), maka Allah akan membangun untuknya rumah di surga".620 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1611: Al Khalil bin Muhammad Al Bazzar cucu Tamim Al Muntashar di Washit telah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Harb An-Nasyai telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ubaid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dan saudaranya Ya’la bin Ubaid dari Al A’masy dari fbrahim At-Taimi dari Ayahnya dari Abu Dzar, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang membangun untuk Allah sebuah masjid (mushala) walaupun sebesar kandang unggas (rumah gubuk), maka Allah akan membangun untuknya rumah di surga.621 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1612: Umar bin sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakar telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Ibnu Syihab dari Mahmud bin Ar-Rabi’ Al Anshari, bahwa Itban bin Malik pernah mengunjungi kaumnya, padahal ia seorang tuna netra, dan ia berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Dunia ini sungguh gelap, sering turun hujan dan banjir, dan aku adalah orang yang tuna netra (buta). Karenanya, berkenanlah Engkau wahai Rasulullah untuk mengerjakan shalat di rumahku, di satu tempat yang biasanya aku pakai sebagai tempat shalat. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi rumahnya dan bersabda, “Di tempat manakah engkau menginginkan aku mengerjakan shalat?”lalu ia menunjukan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam suatu tempat di dalam rumahnya, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat di tempat itu.622 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1613: Muhammad bin Ishaq Ats-Tsaqafl telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Yahya Muhammad bin Abdurrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Affan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Salamah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, “Ayyub telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Qilabah dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang bermegah-megahan dalam membangun masjid” 623 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 1614: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Muawiyah Al Jumahi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak akan terjadi hari kiamat hingga manusia saling bermegah-megahan dalam membangun masjid” 624 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 1615: Abdullah bin Qahthabah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ash-Shabbah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan bin Uyainah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sufyan Ats-Tsauri dari Abu Fazarah dari Yazid bin Al Asham dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku tidak diperintahkan untuk meninggikan dan memanjangkan bangunan masjid." Ibnu Abbas berkata, “Niscaya kalian akan menghiasi masjid-masjid kalian seperti yang dilakukan oleh kaum Yahudi dan Nasrani.” 625 [43:2] Abu Fazarah adalah Rasyid bin Kaisan, periwayat dari kufah yang terpercaya dan paling tsabat . Shahih Ibnu Hibban 1616: Umar626 bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, Isa bin Hammad telah menceritakan kepada kami, Al Laits bin Sa’ad telah mengabarkan kepada kami, Abu Az-Zubair telah menceritakan kepadaku dari Jabir bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya tempat yang paling baik dikunjungi oleh orang yang sedang bepergian adalah Masjidku ini, dan Baitul Atieq.”,627 [32:3] Shahih Ibnu Hibban 1617: Al Fadhal bin Al Hubbab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Bayar Ar-Ramadi telah menceritakan kepada kami, Sufyan telah menceritakan kepada kami, Abdul Malik bin Umair telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Qaza’ah berkata, Aku mendengar Abu Sa’id Al Khudri berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah bersusah payah dalam bepergian kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjidil Aqsha, dan masjidku ini (Masjid Nabawi).”628 [32:3] Shahih Ibnu Hibban 1618: Umar bin Sa id bin Sinan telah mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar meceritakan kepada kami sebuah hadits dan Malik dan Abdullah bin Dinar dari Umar, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi masjid Quba dengan berkendaraan dan berjalan kaki” 629 [323] Shahih Ibnu Hibban 1619: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abu As-Sari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdurrazzaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ma’mar telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyib dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Janganlah bersusah payah dalam bepergian kecuali ke tiga masjid, yaitu Masjidil Haram, masjidku (masjid Nabawi) ini , dan Masjidil Aqsha630 Shahih Ibnu Hibban 1620: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Ubaid bin Hisab telah menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Habib Al Mu’allim dari Atha bin Abu Rabah dari Abdullah bin Az- Zubair bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Shalat di masjidku ini lebih utama dari seribu shalat di masjid-masjid lainnya, kecuali masjidil Haram, dan shalat di masjidil Haram lebih utama dari seratus shalat di masjidku ini, yaitu masjid Madinah (Nabawi)”631 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1621: Muhammad bin Ubaidillah bin Al Fadhal Kala’i di Hamash telah mengabarkan kepada kami, Katsir bin Ubaid Al Madzhiji telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Harb dari Az-Zubaidi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Az- Zuhri dari Abu Salamah dan Abu Abdullah Al Aghar bahwa keduanya telah mendengar Abu Hurairah berkata, “Shalat di Masjid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lebih utama dari seribu shalat di masjid-masjid lainnya, kecuali Masjidil Haram. Karena sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Nabi terakhir, dan masjid beliau adalah masjid yang paling terakhir.” Abu Salamah dan Abu Ubaid berkata, “Kita tidak meragukan bahwa Abu Hurairah pernah berkata tentang hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, kita tidak meneliti lagi keshahihan hadits tersebut, sampai ketika Abu Hurairah meninggal dunia, barulah kami sadar akan hal itu dan kamipun saling menyalahkan satu sama lain, kenapa kami tidak pernah bertanya langsung kepada Abu Hurairah tentang penisbatan hadits tersebut kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam andai ia betul-betul pernah mendengarkannya langsung dari Rasul. Kami baru mengetahui penisbatan hadits tersebut, ketika bercerita dengan Abdullah bin Ibrahim bin Qarizh. Kami menuturkan hadits tersebut, serta apa yang kami tidak ketahui dari hadits Abu Hurairah. Lalu Abdullah bin Ibrahim berkata kepada kami, “Aku bersumpah, bahwa aku pernah mendengar Abu Hurairah berkata, 'Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya aku adalah Nabi, dan masjidku adalah masjid yang terakhir” 632 [42:3] Abu Hatim berkata, “Maksud dari sabda beliau "Sesungguhnya masjidku adalah masjid terakhir,"adalah masjid terakhir yang dibangun oleh para Nabi, dan bukan berarti bahwa masjid nabawi adalah masjid terakhir yang dibangun di atas muka bumi. 633 Shahih Ibnu Hibban 1622: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa’id dan Yazid bin Harun telah menceritakan kepada kami, Mereka berdua berkata, “Ibnu Abu Dzi'b telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Al Aswad bin Al Ala bin Jariyah dari Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda, 'Sejak salah seorang dari kalian keluar dari rumahnya menuju masjidku ini, niscaya dengan kakinya ia akan mendapatkan kebaikan dan dengan kakinya pula akan dihapus dosa sampai ia kembali. "634 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1623: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Isma’ilal Ath-Thaliqani telah menceritakan kepala kami, Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Mughirah dari Ibrahim dari Saham bin Minjab dari Qaza’ah dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengantar seorang lelaki yang hendak pergi. Beliau bertanya, ‘Hendak kemana engkau pergi?’. Lelaki tersebut menjawab ‘Aku mau pergi ke Bait Al Maqdis’. Lalu beliau bersabda, “Shalat di Masjidku ini lebih utama dari seratus shalat di tempat lainnya, kecuali Masjidil Haram,”635 Shahih Ibnu Hibban 1624: Imran bin Musa bin Mujasyi’ telah mengabarkan kepada kami, Utsman bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Mughirah dari Ibrahim dari Saham bin Minjab dari Qaza’ah dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengantar seorang lelaki yang hendak pergi. Lalu beliau bertanya kepadanya, “Hendak kemana engkau pergi?. Lelaki tersebut menjawab, “Aku mau pergi ke Bait Al Maqdis”, kemudian beliau bersabda, “Shalat di Masjid ini (Masjid Nabawi) lebih utama (pahalanya) dari seratus shalat di tempat lainnya, kecuali Masjidil Haram.”636 Utsman berkata, “Ahmad bin Hanbal bertanya kepadaku perihal itu.” [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1625: Umar bin Sa’id bin Sinan dan Al Hasan bin Idris Al Anshari telah mengabarkan kepada kami, Mereka berdua berkata, Ahmad bin Abu Bakar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Zaid bin Rabah dan Ubaidillah bin Abu Abdullah Al Aghar dari Abu Abdullah Al Aghar dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Shalat di masjidku ini lebih utama dari seribu shalat di masjid-masjid lainnya, kecuali masjidil Haram"637 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1626: Abu Yala telah mengabarkan ke[ada kami, Abu Haitsamah menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa’id telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Unais bin Abu Yahya, Ayahku telah menceritakan kepadaku bahwa ia pernah mendengar Abu Sa’id Al Khudri berkata “Seorang lelaki dari keluarga Amrbin Auf dan seorang lelaki dari keluarga Khudrah saling berbeda pendapat tentang maksud dari “Masjid yang dibangun di atas dasar ketakwaan”. Lelaki yang berasal dari keluarga Khudrah berpendapat ‘Yang dimaksud adalah Masjid Rasulullah SAW’ Yang satu lagi menyanggah, ‘Bukan, tapi Masjid Quba’. Lalu mereka berdua datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan bertanya tentang masalah yang mereka debatkan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Maksudnya adalah masjid ini, Masjid Rasulullah dan di sana (Quba) terdapat banyak pula kebajikan.”638 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1627: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi telah menceritakan kepada kami, Syababah telah menceritakan kepada kami, Ashim bin Suwaid telah menceritakan kepada kami, Daud bin Isma’il Al Anshari telah menceritakan kepadaku dari Ibnu Umar, 'la (Ibnu Umar) menyaksikan usungan jenazah di daerah Ausath tepatnya di rumah Sa’ad bin Ubadah, ia lalu berjalan kaki menuju perkampungan Amr bin Auf menuju halaman rumah keluarga Al Harits bin Al Khazraj, lalu ia ditanya, “Hendak kemana engkau pergi wahai Abu Abdurrahman?”. Ia menjawab, “Aku akan pergi ke masjid ini, yang berada dekat dengan rumah keluarga Amr bin Auf, karena aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa shalat di dalamnya, maka ia akan mendapatkan pahala Umrah.”639 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1628: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun Ar-Rayyani telah mengabaikan kepada kami, Ahmad bin Mani’ telah menceritakan kepada kami, Isma’il bin Ulayyah telah menceritakan kepada kami, Ayyub telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Nafi’ dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi masjid Quba dengan berjalan kaki dan berkendaraan. 640 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1629: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabaikan kepada kami, ia berkata, Ali bin Al Ja’ad telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Al Hasan641 bin Shalih bin Hay telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi masjid Quba dengan berkendaraan dan berjalan kaki” 642 [26:5] Shahih Ibnu Hibban 1630: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Ayyub Al Maqabiri telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isma’il bin Ja’far telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Dinar telah mengabarkan kepadaku, bahwa ia mendengar Ibnu Umar berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi masjid Quba dengan berjalan kaki dan berkendaraan.” 643 [26:5] Shahih Ibnu Hibban 1631: Muhammad bin Ubaidillah bin Fadh Al Kala’i di Hamash telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Katsir bin Ubaid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Harb telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zubaidi dari Az- Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyab dan Abu Salamah bahwa Abu Hurairah berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Sesungguhnya perjalanan itu hanya dilakukan ke tiga masjid; Masjidil Haram, Masjid kalian yang ini -Masjid Nabawi-, dan Masjid Iliya'. ”644 [26:5] Shahih Ibnu Hibban 1632: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami bikhobarin garib, ia berkata, Hisyam bin Umar telah menceritakan kepada kami, Sufyan bin Uyainah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdullah bin Dinar dari Ibnu Umar, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengunjungi masjid Quba pada tiap hari Sabtu."645 [32:3] Shahih Ibnu Hibban 1633: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim telah menceritakan kepada kami, Al Auza’i telah menceritakan kepada kami, Rabi’ah bin Yazid telah menceritakan kepadaku dari Abdullah bin Ad-Dailami dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Nabi Sulaiman bin Daud memohon tiga perkara kepada Allah SWT. Allah telah megabulkan dua hal, dan semoga Allah SWT. telah mengabulkan permohonan beliau yang ke tiga. Beliau memohon agar diberikan kerajaan yang tidak diberikan kepada makhluk sesudahnya, Allah pun mengabulkannya. Permohonan yang kedua bahwa beliau memohon kepada Allah SWT. agar bisa menerapkan hukum sesuai dengan perintah-Nya, dan Allah pun mengabulkannya. Yang terakhir, beliau memohon agar setiap orang yang datang ke masjid ini -Bait Al Maqdis- tidak memiliki maksud dan tujuan apapun, kecuali untuk mengerjakan shalat, agar (pada saat ia) keluar -dengan diampuni dosa- seperti Orang yang baru dilahirkan oleh ibunya. Dan Aku berharap semoga Allah SWT. telah mengabulkan permohonan beliau yang ke tiga.”646 Shahih Ibnu Hibban 1634: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami, Al Husain bin Ali telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Za'idah dari Hisyam bin Urwah dari Ayahnya dari Aisyah, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk membangun masjid-masjid di daerah-daerah dan agar masjid-masjid itu dipelihara kebersihan dan keharumannya.”647 Shahih Ibnu Hibban 1635: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id dan Abdulwahid bin Giyats telah menceritakan kepada kami, Mereka berdua berkata, Abu Awanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Anas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Membuang dahak di dalam masjid adalah perbuatan dosa dan kafarat penebusnya adalah menimbunnya”.648 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1636: Abdul lah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Al Harits telah menceritakan kepadaku bahwa Bakar bin Sawadah Al Judzami telah menceritakan kepadanya dari Shalih bin Khaiwan dari As-Sa’ib bin Khallad, “Seorang laki-laki mengimami shalat lalu ia meludah di mihrab, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat kepadanya. Ketika ia telah selesai mengimami shalat, Rasulullah berkata, “la jangan pernah mengimami shalat lagi.“ Selang beberapa waktu setelah kejadian itu, ia berniat mengimami shalat, namun jama’ah menolaknya dan telah mengabarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepadanya. Ia pun mengadu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam perihal perlakuan jama’ah. lalu beliau menjawab, “Ya (tidak boleh mengimami)”. Kira-kira sabda beliau adalah, “Engkau telah menyakiti Allah”649 [109:2] Shahih Ibnu Hibban 1637: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami650, ia berkata, Musaddad bin Musarhad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Awanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Anas bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Meludah di dalam masjid adalah perbuatan dosa dan kaffaratnya adalah menimbunnya.”651 [66:3] Shahih Ibnu Hibban 1638: Abdurrahman bin Ziyad Al Kinani di Ubullah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Hasan bin Muhammad bin As-Shabah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syababah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ashim bin Muhammad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Muhammad bin Suqah dari Nafi’ dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang meludah di kiblat masjid akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan muka penuh' ” 652 [109:2] Shahih Ibnu Hibban 1639: Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yusuf bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Ishaq Asy-Syaibani dari Adiy bin Tsabit dari Zirr bin Hubaisy dari Hudzaifah bin Al Yaman, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meludah ke arah kiblat, maka pada hari kiamat nanti ludahnya akan berada diantara kedua matanya."653 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 1640: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il di kota Busta telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abdul A’la telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’tamar bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, aku mendengar sebuah hadits dari Hisyam655 dari Washil hamba sahaya Abu Uyainah dari Yahya bin Uqail dari Yahya bin Ya’mar656 dari Abu Al Aswad dari Abu Dzarr dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Aku diperlihatkan amal-amal perbuatan ummatku, baik itu amal yang baik maupun yang buruk Aku melihat bentuk amal baik mereka yaitu menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan, dan bentuk amal buruknya yaitu berdahak di dalam masjid kemudian tidak ditimbun (dibersihkan)” 657 [2:109] Shahih Ibnu Hibban 1641: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Muhammad bin Asma telah menceritakan kepada kami, Mahdi bin Maimun telah menceritakan kepada kami, Washil hamba sahaya Abu Uyainah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yahya bin Uqail dari Yahya bin Ya’mar dari Abu Al Aswad dari Abu Dzarr berkata. “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Aku diperlihatkan amal-amal baik dan buruk ummatku. Aku menemukan bentuk amal baik mereka yaitu menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan. Dan aku menemukan bentuk amal buruknya yaitu berdahak di dalam masjid kemudian tidak ditimbun (dibersihkan)’” 658 [3:3] Shahih Ibnu Hibban 1642: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Ali bin Al Hasan bin Syaqiq telah menceritakan kepada kami, ia berkata. Aku mendengar ayahku berkata, Al Husein bin Waqid telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Manusia memiliki 360 ruas tulang (sendi). Setiap ruas tulang manusia harus disedekahi’. Para sahabat bertanya, “Siapa yang mampu melakukan hal itu wahai Rasulullah?“. Rasulullah menjawab, “Dahak yang kamu lihat di dalam masjid, kemudian kamu menimbunnya, atau kamu menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan. Jika kamu tidak mendapatkan hal tersebut, maka shalat Dhuha dua raka’at itu cukup bagimu (sebagai sedekah)“ 659 [1:2] Abu Hatim Ra, berkata, “Sunnah ini dikhususkan untuk penduduk Marwa dan Bashrah. Shahih Ibnu Hibban 1643: Abdullah bin Muhammad Al Uzdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Asy- Syaibani dari Adiy bin Tsabit dari Zirr bin Hubaisy dari Hudzaifah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang makan sayur-sayuran yang jelek ini,maka janganlah ia memasuki masjid kami tiga kali”661 Shahih Ibnu Hibban 1644: AI Husain bin Abdullah Al Qaththan di Ar-Raqqah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata. Uqbah bin Makram telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Al Qaththan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Juray telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Atha telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Jabir bin Abdullah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa yang makan dari jenis sayur-sayuran ini, yaitu bawang putih, bawang merah dan bawang bakung, maka janganlah ia mendatangi kami di masjid kami Maka sesungguhnya para malaikat akan merasa sakit (karena baunya) seperti halnya manusia.”662 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 1645: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah bin Abdurrazaq telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Mu’ammar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zuhri dari Sa’id Al Musayyib dari Abu Hurairah RA. dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa makan tanaman ini, maka janganlah sampai mengganggu kami dalam majelis kami”. Yang dimaksud adalah bawang putih.“ 663 [2:46] Shahih Ibnu Hibban 1646: Muhammad bin Ishaq Ats-Tsaqafi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Mufaddhal bin Fadhalah telah menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij dari Abu Az-Zubair dari Jabir berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang memakan bawang bakung, namun mereka tidak menghindarinya. Kemudian ketika mereka sangat butuh hingga harus memakannya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendapatkan baunya, kemudian beliau bersabda, “Bukankah aku telah melarang kalian memakan sayur-sayuran yang jelek ini dan berbau busuk?, Barangsiapa yang memakannya, maka janganlah ia mendekati masjid (majelis-majelis) kami. Sesungguhnya para malaikat akan merasa sakit (karena baunya) seperti halnya manusia."665 [2:46] Shahih Ibnu Hibban 1647: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata Abu Khutsaimah telah menceritakan kepada kami, ia berkata Sufyan telah menceritakan kepada kami, ia berkata ‘Aku berkata kepada Amr bin Dinar, “Wahai Abu Muhammad apakah kamu tidak mendengar Jabir berkata, Rasulullah bersabda kepada seseorang yang membawa panah melewati masjid. “Pegang mata panahnya (jangan sampai melukai muslim lain”, ia menjawab “ Ya (akan aku lakukan)” 666 [1:95] Shahih Ibnu Hibban 1648: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah, telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Mauhab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Laits bin Sa’ad telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Abu Az-Zubair dari Jabir dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan seseorang berbuat baik dengan anak panahnya (selalu hati-hati dalam memegang mata panah agar tidak melukai orang lain) di dalam masjid, hendaknya ia tidak melewati masjid dengan membawa anak panahnya kecuali jika ia memegang mata panahnya” 667 [1:95] Shahih Ibnu Hibban 1649: Ahmad bin Khalid bin Abdul Malik bin Abdullah bin Masrah di Harran telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Pamanku Al Walid bin Abdul Mulk telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Buraid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Abu Burdah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Musa berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian melewati pasar kami atau masjid kami dengan membawa panah, maka peganglah mata panahnya, jangan sampai ada sesuatu darinya yang menimpa salah seorang muslim.”668 [1:95] Shahih Ibnu Hibban 1650: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli telah menceritakan kepada kami, ia berkata, An-Nufaili telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ad-Darawardi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Khushaifah669 telah mengabarkan kepadaku sebuah hadits dari Muhammad bin Abdurrahman bin Tsauban dari Abu Hurairah RA. berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Apabila kalian melihat orang yang sedang melakukan jual beli di dalam masjid, maka katakanlah, 'Allah tidak akan memberikan keuntungan dalam daganganmu',” 670 [2:28] Shahih Ibnu Hibban 1651: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Muqri’i telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Haiwah bin Syuraih telah mengabarkan kepadaku, ia berkata, Aku mendengar Muhammad bin Abdurrahman berkata, Abu Abdullah hamba sahaya Syaddad bin Al Had telah menceritakan kepadaku sebuah hadits bahwa ia mendengar Abu Hurairah RA. berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mendengar seseorang yang mencari-cari sesuatu yang hilang di dalam masjid, maka katakanlah, “Allah tidak akan memberikan keinginanmu, sesungguhnya didirikannya masjid bukan untuk hal seperti ini”672 [2:28] Shahih Ibnu Hibban 1652: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Bassyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’ammal bin Isma’il telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Alqamah bin Martsad dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam suatu saat sedang shalat, tiba- tiba ada seorang yang berteriak 'Siapa di antara kalian yang menemukan barang berharga milikku? 673, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kamu tidak akan menemukannya, karena didirikannya masjid sesuai dengan tujuan utamanya (yaitu untuk ibadah, dzikir, belajar dan halpositif lainnya)674."[2:28] Abu Hatim berkata, “Terdapat makna tersembunyi, yaitu Kamu tidak akan menemukannya, dan jika kamu mengulangi kembali perbuatan ini setelah aku melarangnya, maka enyahlah kamu darinya. Shahih Ibnu Hibban 1653: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Bassyar Ar-Ramadi telah menceritakan kepada kami, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Az-Zuhri dari Sa’id bin Al Musayyib dari Abu Hurairah RA., Umar pernah lewat di hadapan Hassan ketika ia sedang melantunkan syair di dalam masjid. Lalu Umar memperhatikan (menegur) kepadanya sehingga Hassan berkata, “Aku pernah melantunkan syair di dalam masjid ketika di dalamnya terdapat orang yang lebih baik dari kamu (Rasulullah). Kemudian dia menoleh ke arah Abu Hurairah dan berkata, Demi Allah, apakah Anda pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Balaslah untuk membelaku! Ya Allah, kuatkanlah dia dengan Roh Kudus!”. Abu Hurairah RA menjawab, “Ya”. >675 [1:65] Abu Hatim berkata, “Perintah melakukan pembelaan terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan suatu perintah yang dikeluarkan secara khusus, maksud disini adalah Hassan bin Tsabit. Hal ini merupakan suatu bentuk kewajiban bagi tiap orang yang mempunyai sarana untuk membela Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari kebohongan dan dusta serta segala sesuatu yang dapat mencemarkan dirinya. Hal ini merupakan bentuk kebangkitan Islam, dan bentuk larangan agama terhadap pencemaran nama baik." Shahih Ibnu Hibban 1654: Al Husain bin Abdullah Al Qaththan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Ammar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Mu’ammal bin Ismail telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Tsauri telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdul Malik bin Umair dari Abu Salamah dari Abu Hurairah RA. berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menemui para sahabat, ketika itu mereka sedang duduk membentuk lingkaran di dalam masjid. Beliau bersabda, "Aku tidak melihat kalian sebagai kelompok yang berbeda-beda?".>676 [2:62] Shahih Ibnu Hibban 1655: Umar bin Muhammad Al Hamdani telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ubaid bin Isma’il Al Hibari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Usamah telah menceritakan kepada kami, berkata, Hisyam bin Urwah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari ayahnya dari Aisyah RA. ia berkata, Seorang hamba sahaya perempuan hitam milik suatu perkampungan Arab yang sudah mereka merdekakan, tetapi masih suka bersama mereka, berkata, Seorang anak perempuan kecil yang mengenakan selendang merah (Wisyah) >677 terbuat dari kulit yang dihiasi dengan permata, keluar kepada mereka. Diletakkannya>678 atau jatuh darinya dan lewatlah seekor burung rajawali (Hudayyah) >679 dan burung itu mengira selendang yang jatuh itu sebagai daging, lantas dipungutnya. Mereka mencari selendang itu, namun tidak ditemukan, lalu mereka menuduhku. Mereka mencarinya sehingga mereka mencari>680 di kemaluanku. Demi Allah, sungguh aku berdiri bersama mereka (sedang aku masih dalam kesedihan), tiba-tiba burung rajawali>681 itu lewat (hingga sejajar dengan kepala kami) lantas menjatuhkan selendang itu. Selendang itu jatuh di antara mereka (lalu mereka mengambilnya). Aku berkata, “Itulah selendang yang kamu tuduh aku mengambilnya, padahal aku sama sekali tidak mengambilnya. Inilah dia!”, Perempuan itu mengatakan bahwa ia datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan masuk Islam. Aisyah RA. berkata, Perempuan itu mempunyai kemah atau bilik dari tumbuh- tumbuhan di masjid. Perempuan itu datang dan bercerita kepadaku. Tidaklah dia duduk di tempatku melainkan ia berkata, Hari selendang adalah sebagian dari keajaiban>682 Tuhan kita. Ketahuilah, bahwasanya Tuhan menyelamatkan aku dari negara kafir. Aku bertanya kepada perempuan itu, “Mengapakah>683 ketika kamu duduk bersamaku mesti kamu ucapkan kalimat ini?”. Perempuan itu lalu menceritakan cerita- cerita ini.” >684 [4:50] Shahih Ibnu Hibban 1656: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata Yunus telah mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab berkata, Hamzah bin Abdullah bin Umar telah mengabarkan kepadaku berkata, “Ibnu Umar berkata, “Aku bermalam di dalam masjid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika itu aku seorang pemuda yang masih membujang, tiba-tiba ada beberapa ekor anjing kencing, dan anjing-anjing itu menghadap dan membelakangi masjid. Mereka sedikit pun tidak memercikkan air untuk hal itu. >685 [4:50] Abu Hatim berkata, “Ucapan Ibnu Umar yang berbunyi 'Anjing-anjing tersebut kencing' yang dimaksud disini adalah ketika itu ia sedang berada diluar masjid. Anjing-anjing itu juga mendekati dan membelakangi masjid, mereka yang melewatinya tidak menyiraminya apa pun.686 Shahih Ibnu Hibban 1657: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Al Harits telah mengabarkan kepadaku, ia berkata, Sulaiman bin Ziyad Al Hadhrami telah menceritakan kepada kami, bahwa ia mendengar Abdullah bin Al Harits bin Jaz’ berkata, “Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kami makan roti dan daging di dalam masjid, kemudian kami shalat dan tidak berwudhu”. >687 [4:50] Shahih Ibnu Hibban 1658: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad bin Musarhad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Isma’il bin Ibrahim dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Malik bin Al Huwairits berkata, Kami mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, waktu itu kami adalah para pemuda yang seusia. Kami menetap bersamanya selama 20 malam. Sungguh kami sangat rindu kepada keluarga kami, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menanyakan kepada kami siapa yang kami tinggalkan dalam keluarga kami, dan kami telah mengabarkan kepadanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sosok yang penyayang dan bersikap lemah lembut (rafiq)-, beliau bersabda, “Kembalilah kalian kepada keluarga kalian, ajarkanlah mereka, perintahkanlah mereka dan shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat. Apabila waktu shalat telah tiba, maka salah seorang dari kalian kumandangkanlah adzan, dan yang lebih tua dari kalian untuk menjadi imam.">689 Abu Hatim RA berkata, “Ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” merupakan sebuah kalimat yang mencakup segala gerakan dan ucapan yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam melaksanakan shalat. Adapun shalat ataupun gerakan-gerakannya yang hukumnya sunah berdasarkan Ijma’ dan Khabar, maka seseorang boleh meninggalkannya. Sebaliknya, jika Ijma’ dan khabar tidak menjadikan bahwa hal itu sunah, maka ia merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam secara keseluruhan, dan tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apa pun. Shahih Ibnu Hibban 1659: Umar bin Sa’id bin Sinan di Manbaj, Ahmad bin Abu Bakr telah mengabarkan kepada kami dari Malik dari Suma dari Abu Shalih dari Abu Hurairah RA, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Seandainya manusia mengetahui pahala azan dan saf pertama kemudian mereka tidak mendapatkannya kecuali dengan undian niscaya mereka melakukan undian itu. Seandainya mereka mengetahui pahala bersegera pergi menunaikan shalat, niscaya mereka berlomba-lomba kepadanya. Dan seandainya mereka mengetahui pahala shalat Isya dan Shubuh, niscaya mereka mendatanginya meskipun dengan merangkak". 690 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1660: Ibnu Salam telah mengabarkan kepada kami, berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Amr bin Al Harits telah mengabarkan kepadaku dari Abu Usysyanah dari Uqbah bin Amir berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tuhanmu senang kepada seorang penggembala kambing yang tinggal di puncak pegunungan, tetapi ia mengumandangkan adzan untuk shalat. Maka Allah akan berkata, “Kalian lihatlah hamba-KU ini yang mengumandangkan adzan dan melaksanakan shalat karena takut kepada-Ku, maka Aku mengampuni dosa hamba-Ku, dan Aku masukkan ia ke dalam surga"691 [3:67] Shahih Ibnu Hibban 1661: Al Fadhl bin Al Hubbab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami. Al Qana’bi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Sha’sha’ah dari ayahnya, ia telah mengabarkan kepadanya bahwa Abu Sa’id Al Khudri berkata, “Kulihat Anda menyukai kambing dan dusun kecilmu. Karena itu, apabila Anda sedang berada di dekat kambing-kambingmu atau di dusunmu, dan Anda hendak azan buat shalat, maka keraskanlah suara azanmu itu. Bahwa sejauh jarak suara."692 adzan itu terdengar oleh jin, manusia dan sesuatu lainnya."693, melainkan mereka akan menjadi saksi baginya di hari kiamat nanti."694. Abu Sa’id Al Khudri berkata, “Begitulah yang kudengar dari Rasulullah.”[1:2] Shahih Ibnu Hibban 1662: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Yahya bin Abu Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah RA dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Apabila muadzin mengumandangkan adzan (panggilan shalat), maka syetan membelakangi sambil kentut. Apabila adzan itu telah selesai, maka ia datang lagi. Sehingga, apabila diiqamati untuk shalat, maka ia membelakangi lagi sambil kentut. Apabila iqamah itu telah selesai, maka ia datang. Sehingga, ia melintaskan pikiran antara seseorang dan dirinya. Sehingga, orang itu tidak mengetahui berapa raka’at ia shalat. Maka, apabila seseorang dari kalian menunaikan shalat, kemudian mendapatkan keraguan itu (atas gangguan syetan), maka hendaklah ia sujud dua kali sambil duduk” 695 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1663: Ibnu Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, Ibnu Abu Al Sariyyi telah menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Hammam bin Munabbih dari Abu Hurairah RA berkata, “Rasulullah S A W bersabda, Apabila adzan untuk shalat telah dikumandangkan, syetan membelakanginya sambil mengeluarkan kentut sehingga adzan itu tidak terdengar olehnya. Apabila adzan itu telah selesai, maka ia datang lagi. Sehingga, apabila diiqamati untuk shalat, maka ia membelakangi lagi. Apabila iqamat itu telah selesai, maka ia datang. Sehingga, ia melintaskan pikiran antara seseorang dan dirinya. Ia berkata, “Ingatlah ini, ingatlah ini!”. Yaitu, ia mengingatkan kepada orang itu sesuatu yang tidak diingatnya (lalu dikacaukan pikirannya). Sehingga, orang itu tidak mengetahui berapa raka’at ia shalat.”696 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1664: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna di Al Maushil telah mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, Jarir telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al A’masy dari Abu Sufyan dari Jabir, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya syetan ketika mendengar panggilan iqamat untuk didirikannya shalat, syetan itu pergi ke suatu tempat yang bernama Ar-Rauha. Sulaiman697 berkata, 'Aku menanyakan tentang Ar-Rauha itu, beliau menjawab, "Kota itu dari Madinah berjarak 37698 mil. 699 [1:2j Shahih Ibnu Hibban 1665: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, Husain bin Muadz bin Khulaif telah menceritakan kepada kami, Abdul A’la bin Abdul A’la telah menceritakan kepada kami, Humaid Ath-Thawil telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Anas bin Malik berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar seorang laki-laki dalam perjalanan mengucapkan kepadanya, “Allahu akbar, Allahu Akbar”. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Di atas kesucian. Laki-laki tersebut kemudian membaca syahadat “Asyhadu an la ilaha illallahu”, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ia tidak akan disentuh api neraka”. Kemudian kami bergegas mendatanginya, ternyata ia adalah hanya seorang penggembala yang mengetahui tibanya waktu shalat, kemudian ia mengumandangkan adzan untuk shalat. 700 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1666: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, Abu Al Walid Ath-Thayalisi telah menceritakan kepada kami, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Musa bin Abu Utsman, aku mendengar Abu Yahya berkata, Aku mendengar Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Muadzin diampuni dosanya sejauh jarak suara adzannya. Segala sesuatu baik yang basah maupun yang kering akan menjadi saksi baginya. Orang yang menjadi saksi shalat akan memberikan 25 kebaikan kepadanya, dan dosanya akan dihapus diantara keduanya."701 [1:2] Abu Hatim RA berkata, “Abu Yahya ini bernama Sam’an hamba sahaya Aslam berasal dari Madinah, ia adalah ayah dari Unais dan Muhammad, keduanya adalah anak Abu Yahya Al Aslami dari generasi tabi’in yang terhormat dan mulia”. Musa bin Abu Utsman adalah salah satu dari kalangan pemimpin penduduk Kuffah dan salah seorang ahli ibadah dari kalangan mereka. Ayahnya bernama Imran. Shahih Ibnu Hibban 1667: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Bukair bin Abdullah bin Al Asyajj dari Ali bin Khalid Ad-Du'ali, bahwa An-Nadhr bin Sufyan Ad-Du'ali telah menceritakan kepadanya, bahwa ia mendengar Abu Hurairah RA berkata, Suatu ketika kami sedang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam digundukan pohon Kurma. Kemudian Bilal berdiri mengumandangkan adzan, ketika Bilal selesai adzan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan sebagaimana yang diucapkannya (Bilal) dengan penuh keyakinan, maka akan masuk surga”. 702 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1668: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Khazim telah menceritakan kepada kami, Al A’masy telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Amr Asy-Syaibani dari Abu Mas’ud Al Anshari berkata, Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan berkata, "Wahai Rasulullah aku terhenti dari hewan tungganganku, maka bawalah aku." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, "Aku tidak mempunyai (hewan tunggangan)." Orang itu berkata, “Aku akan menunjukkan siapa orang yang membawanya.” Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menunjukkan suatu kebaikan, maka ia akan memperoleh pahala seperti orang yang melakukannya."703 [1:2] Abu Hatim menjelaskan maksud dari ucapan “ أُبْدِعَ بي ”adalah aku terhenti dari hewan tunggangan, karena hewan tungganganku lelah dan berjalan pincang. Shahih Ibnu Hibban 1669: Muhammad bin Umar bin Yusuf Abu Hamzah di Nasa' telah mengabarkan kepada kami. Bundar telah menceritakan kepada kami. Abu Amir telah mengabarkan kepada kami, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Thalhah bin Yahya dari Isa bin Thalhah, aku mendengar Mu’awiyah bin Abu Sufyan berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya para muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat.” 704 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1670: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabaikan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq telah mengabarkan kepada kami, Ma’mar telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Manshur dari Abbad bin Unais dari Abu Hurairah RA dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya para muadzin adalah orang yang paling panjang lehernya pada hari kiamat."705 [1:2] Abu Hatim berkata, “Dalam Bahasa Arab, orang yang banyak mendermakan hartanya disebut dengan panjang tangan. Dan orang yang banyak pengharapan disebut dengan lehernya yang panjang. Maka ucapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ‏ أَسْرَعُكُنَّ بِي لُحُوقًا أَطْوَلُكُنَّ يَدًا فَكَانَتْ سَوْدَةُ أَوَّلَ نِسَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَحِقَتْ بِهِ، وَكَانَتْ أَكْثَرَهُنَّ صَدَقَةً الْمُؤَذِّنِينَ هُمْ أَكْثَرُ النَّاسِ تَأَمُّلاً لِلثَّوَابِ فِي الْقِيَامَةِ dimaksud أطولهم (paling panjang) lehernya adalah pengharapan terhadap pahala706 sebagaimana hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam kepada istri-istrinya, “Diantara kalian yang lebih cepat mengikutiku (segala perbuatan) adalah yang terpanjang tangannya (kiasan)”. Saudah adalah istri Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang pertama mengikuti beliau, karena ia lebih banyak mengeluarkan sedekah.707 Yang dimaksud dari perkataan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ini, bukanlah para muadzin yang lebih banyak mengharapkan pahala pada hari Kiamat nanti, dan ini yang kami katakan dalam buku-buku kami. Rasulullah ketika mengatakan “ أَطْوَلِ النَّاسِ أَعْنَاقًا ” yang dimaksud adalah “Dari sekian manusia yang terpanjang tangannya”. Terdapat lafadz من yang dibuang dari redaksi hadits tersebut, seperti halnya dalam hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang lainnya, ‏ أَحَبُّ عِبَادِي إِلَيَّ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا artinya, “Diantara hambaku yang lebih aku cinta adalah yang lebih dahulu ifthamya (berbuka puasa)”708 yaitu diantara kaum yang aku cinta, dan mereka adalah bagian darinya. Pembahasan ini sangat panjang, dan dengan izin Allah akan dibahas pada bagian ketiga dari bagian hadits-hadits dalam buku ini. Shahih Ibnu Hibban 1671: Al Hasan bin Suiyan telah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Salamah Al Muradi telah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Haiwah bin Syuraih dari Nafi’ bin Sulaiman, bahwa Muhammad bin Abu Shalih telah mengabarkannya dari ayahnya, bahwa ia mendengar Aisyah RA, berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Imam itu orang yang bertanggungjawab, Muadzin adalah orang yang dipercaya. Maka Allah memberi petunjuk709 kepada para imam, dan memberi ampunan kepada muadzin. "710 [1:2] Abu Hatim berkata, “Abu Shalih As-Saman mendengar khabar ini dari Aisyah RA. Seperti khabar yang telah kami sebutkan tadi. Ia juga mendengarnya dari Abu Hurairah RA sebagai hadits Marfu’terkadang sebuah hadits telah diceritakan dari Aisyah RA, dan yang lainnya dari Abu Hurairah RA. Hadits ini juga terkadang derajatnya adalah hadits Mauquf hanya sampai kepadanya (Abu Hurairah RA) tidak menjadi Marfu' (sampai kepada Rasulullah SAW). Adapun Al A’masy mendengarnya dari Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah RA. hadits Marfu’. Terdapat keraguan dalam memasukkan periwayatan antara Suhail dan ayahnya yang di dalamnya terdapat Al A’masy, karena Al A’masy mendengarnya dari Suhail, bukan Suhail yang mendengarnya dari Al A’masy. 711 Shahih Ibnu Hibban 1672: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim hamba sahaya Tsaqif telah mengabarkan kepada kami, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Abdul Azis bin Muhammad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya, dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Imam itu orang bertanggungjawab, Muadzin itu adalah orang yang dipercaya. Maka Allah memberi petunjuk kepada para imam, dan memberi ampunan kepada para muadzin”.712 [ 1:2] Abu Hatim berkata, “terdapat perbedaan antara lafadz Al Afwu dengan Al Ghufran. Al Afwu (yang mempunyai arti maaf) diberikan Allah Jalla wa ‘Alaa kepada hamba-hamba-Nya yang berhak masuk dalam siksa api neraka, Al Afwu ini diberikan sebelum mereka disiksa dalam api neraka -kita berlindung daripadanya- terkadang juga diberikannya setelah mereka menjalani sedikit proses siksaan api neraka kemudian atas karunia Allah Jalla wa ‘Alaa kepada mereka, maka diberikan Al Afwu, baik itu atas kehendak-Nya sendiri atau melalui perantara syafa’at Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam Sedangkan Al Ghufran itu adalah ridha Allah semata, ini diberikan kepada hamba- hamba-Nya yang akan mendapat siksa neraka. Tetapi atas karunia dari-Nya kepada mereka Allah memberikannya berupa pembebasan mereka dari siksa neraka dengan kuasa-Nya (Al Hail). 713 Shahih Ibnu Hibban 1673: Al Fadhl bin Al Hubbab telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad bin Musarhad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Yahya bin Al Qaththan dari Ibnu Abu Dzi’b dari Az-Zuhri dari As-Sa’ib bin Yazid, ia berkata, Adzan ketika pada masa Rasulullah S A W, Abu Bakr dan Umar bin Khaththab itu dua kali-dua kali. Dan pada masa Utsman bin Affan ketika orang sudah mulai banyak, maka Utsman memerintahkan muadzin untuk adzan di atas Az-Zaura’ 714 [4:50] Shahih Ibnu Hibban 1674: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, berkata, Aku mendengar Abu Ja’far telah menceritakan dari Muslim Abu Al Mutsanna dari Ibnu Umar, berkata, Adzan pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dua kali (dalam pengulangan bacaannya), dan untuk iqamat satu kali (dalam bacaannya), namun di dalam iqamat ditambah dengan lafadz, Qad Qamat Ash-Shalah, Qad Qamat Ash-Shalah. Jika kami telah mendengar iqamat kami beranjak wudhu’, kemudian kami datang untuk shalat. 715 [4:50] Shahih Ibnu Hibban 1675: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Katsir Al Abdi, ia berkata, Syu’bah telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Ayyub dari Abu Qilabah dari Anas, berkata, Bilal diperintahkan untuk menggenapkan bacaan adzan, dan mengganjilkan bacaan iqamat. 716 [1:94] Abu Hatim Ra, berkata, “Para periwayat yang terdapat didalam hadits Ibnu Katsir dari Syu’bah adalah para periwayat yang terpercaya selain Muhammad bin Ayyub Ar-Razi dan Abu Khalifah”. Shahih Ibnu Hibban 1676: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Khalid Al Hadzza’ dari Qilabah dari Anas, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Bilal agar menggenapkan bacaan adzan dan mengganjilkan bacaan iqamat”27 [1:94] Shahih Ibnu Hibban 1677: Muhammad bin Mahmud bin Adi di Nasa telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Isma'il Al Ju’fi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Adam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ja’far telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Abu Al Mutsanna berkata, “Aku mendengar Ibnu Umar berkata, “Adzan pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bacaannya dibaca dua kali, dan bacaan iqamat hanya satu kali dibacanya, hanya saja ada tambahan dalam bacaannya yaitu bacaan Qad Qamat AshShalah, Qad Qamat Ash-Shalah dibaca dua kali." 718 [1:94] Abu Hatim berkata, “Abu Ja’far ini adalah Imam Masjid Al Anshar di Kuffah, ia mempunyai nama Muhammad bin Muslim bin Mahran bin Al Mutsanna719, dan Abu Al Mutsanna mempunyai nama Muslim bin Al Mutsanna.720 Shahih Ibnu Hibban 1678: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkala, Muhammad bin Abdul A’la telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mu’tamar bin Sulaiman telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Aku mendengar Khalid Al Hadzza’ dari Abu Qilabah dari Anas telah menceritakannya, Mereka memohon sesuatu untuk dikumandangkan adzan sebagai tanda waktunya shalat. Maka Bilal diperintahkan untuk menggenapkan bacaan adzan dan mengganjilkan bacaan iqamat. 721 [1:94] Shahih Ibnu Hibban 1679: Ahmad bin Ali bin Al Mitsani telah mengabarkan kepada kami, Amr bin Muhammad An-Naqid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ya'qub bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepada sebuah Hadits dari Ibnu Ishaq, ia berkata, Muhammad bin Ibrahim At-Taimi menceritakan kepada kami sebuah Hadits dari Muhammad bin Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbih, ia berkata, Ayahku yaitu Abdullah bin Zaid telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Pada saat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepada para sahabat untuk memukul lonceng agar berkumpul melaksanakan shalat. Ketika aku sedang tidur, aku bermimpi bahwa seorang laki-laki mengelilingiku, ia memakai baju berwarna hijau dan memegang lonceng, aku berkata kepadanya, Wahai hamba Allah, apakah engkau akan menjual lonceng tersebut?, ia berkata, Apa yang akan engkau lakukan dengan lonceng mi? Aku berkata, Lonceng ini akan aku gunakan untuk panggilan shalat. Ia berkata, Apakah engkau ingin jika aku menunjukkan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari itu”. Aku berkata, ‘Tentu saja”. Ia berkata, Jika engkau ingin mengumandangkan adzan (mengumpulkan manusia untuk shalat), maka engkau harus berkata, Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Asyhadu An Laa Haaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu An Laa Haaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Hayya Ala Ash Shalaah (marilah kita shalat), Hayya Ala AshShalaah (marilah kita shalat), Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan), Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Laa Haaha Illallahi (tiada Tuhan selain Allah). Kemudian ia mundur tidak seberapa jauh, lalu berkata, “Apabila engkau hendak melaksanakan shalat, maka engkau harus berkata, “ Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Asyhadu An Laa Uaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Hayya Ala Shalaah (marilah kita shalat), Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan), Qad Qaamatish shalaah (shalat akan didirikan), Qad Qaamatish shalaah (shalat akan didirikan), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Laa Ilaaha Illallahi (tiada Tuhan selain Allah). Pada saat Shubuh, aku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian aku memberitahukan mimpiku tersebut, kemudian ia berkata, “Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, Insya Allah. Bangkitlah bersama bilal dan ajarkan kepadanya apa yang engkau mimpikan agar diadzankannya (Diserukannya), karena suaranya lebih lantang dari mu Maka aku bangkit bersama bilal lalu aku ajarkan kepadanya dan ia mengumandangkan adzan dengan lafazd tersebut Hal tersebut terdengar oleh Umar Umar bin Al Khaththab ketika ia berada dirumahnya, kemudian ia keluar dengan selendangnya yang menjuntai dan berkata, “Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya”. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh, segala puji hanya milik Allah”.722 [94:1] Shahih Ibnu Hibban 1680: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Bakar telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ibnu Juraij telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdul Aziz bin Abdul Malik bin Abi Mahdzurah telah mengabarkan kepadaku bahwa Abdullah bin Muhairiz telah mengabarkan kepadanya —dia merupakan anak yatim dibawah pengasuhan Abu Mahdzurah pada saat dia bersiap-siap hendak melakukan perjalanan ke Syam—, ia berkata, Aku hendah pergi menuju Syam dan aku hendak bertanya tentang adzan engkau, kemudian ia mengabarkan kepadaku, ia berkata, Aku keluar melakukan perjalanan, pada saat kami ditengah perjalanan dikota Hunain, kami menemukan kunci Rasulullah dari Hunain, kemudian kami bertemu dengan Rasulullah di tengah perjalanan, lalu seorang muadzin yang berada disamping Rasulullah mengumandangkan adzan untuk shalat, kami mendengar suara tersebut dan kami terjatuh dari perjalanan, kami berteriak, saling mengejek dan menceritakan kejadian tadi, kemudian kami mendengar suara. Ia berkata, Adakah diantara kalian yang mengetahui suara apa yang telah aku dengar barusan?. Ia berkata, “Kami terkejut dan kami berhenti. Kemudian ia berkata, Adakah salah seorang diantara kalian yang memiliki suara seperti itu?. Ia berkata, “Kemudian semua orang-orang memberi isyarat kepada diriku, ia berkata, Maka ia memerintahkannya kepada mereka dan aku ditangkap sedangkan tidak ada sesuatu kebencian apapun hingga Rasulullah memerintahkan aku untuk mengumandangkan adzan. Rasulullah sendiri mengajarkan kepadaku kalimat adzan, beliau berkata, Katakanlah Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu An Laa llaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Kemudian beliau berkata723, Ulangi, panjangkan dan keraskan suaramu. Beliau berkata, Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Hayya Ala Ash-Shalaah (marilah kita shalat), Hayya Ala Ash-Shalaah (marilah kita shalat), Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan), Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Laa Ilaaha illallahi (tiada Tuhan selain Allah). Setelah beliau selesai adzan, 724 beliau memanggilku dan memberikan kepadaku pundi-pundi yang terbuat dari perak dan beliau berkata, Wahai Tuhan kami, berkahilah dirinya dan berkahi orang-orang yang bersamanya”. Ia berkata, Aku berkata, Wahai Rasulullah, perintahkan kepadaku untuk mengumandangkan adzan, beliau berkata, “Aku telah memerintahkanmu untuk adzan”. Ia berkata, Kemudian terdapat kebencian di hati karena aku lebih dipilih oleh Rasulullah, aku melebihi Uttab bin Usaid pekerja Rasulullah dan aku mengumandangkan adzan di Makkah atas perintah Rasulullah SAW725 Ibnu Juraiz berkata dan beberapa orang dari keluargaku telah mengabarkan kepadaku tentang hadits Ibnu Muhairiz ini dari Abu Mahdzurah. Shahih Ibnu Hibban 1681: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Affan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammam telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Amir Al Ahwal bahwa Makhul telah menceritakan kepadanya bahwa Abdullah bin Muhairiz telah menceritakan kepadanya bahwa Abu mahdzurah telah menceritakan kepadanya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepadaku lafazh adzan sebanyak 19 kalimat dan Iqamat sebanyak 17 kalimat. Lafazh adzan adalah “Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Hayya Ala Ash-Shalaah (marilah kita shalat), Hayya Ala Ash-Shalaah (marilah kita shalat), Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan), Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Laa Ilaaha Illallahi (tiada Tuhan selain Allah). Dan lafazh Iqamat adalah “ Allahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu Anna Muhammadarf Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Hayya Ala Ash-Shalaah (marilah kita shalat), Hayya Ala Ash-Shalaah (marilah kita shalat), Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan), Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan), Qad Qaamati shshalaah (shalat akan didirikan), Qad Qaamatish shalaah (shalat akan didirikan), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (allah Maha Besar), Laa Ilaaha Illallahi (tiada Tuhan selain Allah)” 726 [94:1] Shahih Ibnu Hibban 1682: Al Fadhl bin Al Hubbab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad bin Masarhad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Harits bin Ubaid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Muhammad bin Abdul Malik bin Abu Mahdzurah dari Ayahnya dari Kakeknya, ia berkata, Aku berkata, Wahai Rasulullah, ajarkan kepadaku lafazh adzan. Ia berkata, Kemudian Rasulullah mengusap kepala bagian depan dan beliau berkata, Engkau harus berkata, “Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), dan beliau meninggikan suaranya. Kemudian engkau harus berkata, “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah(Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), rendahkanlah suaramu pada lafazh tersebut, kemudian engkau harus meninggikan suaramu pada saat mengucapkan lafazh syahadat “Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah) sebanyak dua kali, dan Hayya Ala Ash-Shalaah (marilah kita shalat), Ala Ash-Shalaah (marilah kita shalat), Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan), Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan). Jika adzan pada saat shalat Shubuh, engkau harus mengucapkan, Ash- Shalaatu Khairun Minannaum (shalat itu lebih baik daripada tidur), Ash-Shalaatu Khairun Minannaum (shalat itu lebih baik daripada tidur), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Laa Ilaaha Illallahi (tiada Tuhan selain Allah)”. 727 Shahih Ibnu Hibban 1683: Al Hasan bin Suiftan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sahal bin Utsman Al Askari telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hafsh bin Ghiyats telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam bin Urwah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ayahnya dari Aisyah, ia berkata, Rasulullah jika mendengar muadzin, maka beliau berkata, “Dan aku dan aku”. 728 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 1684: Abdullah bin Muhammad bin Salm telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abdurrahman bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Walid telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Al Auza’I telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Abu Katsir telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Muhammad bin Ibrahim telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Isa bin Thalhah telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Pada saat kami bersama Muawiyah, terdengar suara orang yang memanggil (muadzin) berkata, Allahu Akbar (Allah Maha Besar), Allahu Akbar (Allah Maha Besar), maka Muawiyah berkata, Allahu Akbar (Allah Maha Besar), ketika Muadzin berkata, Asyhadu An Laa Ilaaha Ulallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Muawiyah berkata, Dan Aku telah bersaksi, ketika muadzin berkata, Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Muawiyah berkataa, Dan aku telah bersaksi”, kemudia ia berkata, “Itulah yang aku dengar dari ucapan Rasulullah SAW” 729 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 1685: Muhammad bin Yazid Az-Zarqa di Bharsus dan Ibnu Bujair730 dan Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, mereka berkata, “Al Abbas bin Abdul Azhim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Muhammad bin Jahdham telah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Isma’il bin Ja’far telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Imarah bin Ghaziah dari Khubaib bin Abdurrahman dari Hafsh bin Ashim dari Ayahnya dari Kakeknya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila muadzin mengucapkan Allahu Akbar (Allah Maha Besar), Allahu Akbar(Allah Maha Besar), maka hendaklah salah seorang dari kalian mengucapkan juga Allahu Akbar(Allah Maha Besar), Allahu Akbar(Allah Maha Besar), kemudian apabila muadzin mengucapkan Asyhadu alla ilaha illallah (Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah), maka hendaklah dia mengucapkan asyhadu alla ilaha illallah (Aku bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah). Kemudian Apabila muadzin mengucapkan Asyhadu anna Muhammadarrasulullah (Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah), maka hendaklah dia mengucapkan asyhadu anna Muhammadarrasulullah (Aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah). Kemudian Apabila muadzin mengucapkan hayya 'alashshalah (Mari kita Shalat), maka hendaklah dia mengucapkan la haula wala quwwata illa billah (Tiada daya dan Kekuatan selain dari Allah). Kemudian Apabila muadzin mengucapkan hayya 'alal falah (Mari kita menuju Kemenangan), maka hendaklah dia mengatakan la haula wala quwwata illa billah (Tiada daya dan Kekuatan selain dari Allah). Kemudian Apabila muadizn mengucapkan Allahu akbar Allahu akbar (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar), maka hendaklah dia mengucapkan Allahu Akbar Allahu akbar(Allah Maha Besar, Allah Maha Besar). Kemudian apabila muadizn mengucapkan la ilaha illallah (Tiada Tuhan Selain Allah), maka hendaklah dia mengucapkan la ilaha illallah (Tiada Tuhan Selain Allah), niscaya dia akan masuk surga." 731 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1686: Abu Khalifah telah mengabaikan kepada kami» Al Qa’nabi telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Ibnu Syihab dari Atha bin Yazid dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian mendengar muadzin (mengumandangkan adzan), maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan muadzin itu. ” 732 [25:1] Shahih Ibnu Hibban 1687: Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Bundar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Sa’id Al Qaththan telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Amr telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepadaku sebuah hadits dari Kakekku, ia berkata, Pada saat aku bersama Muawiyah, muadzin (mengumandangkan adzan) berkata, Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), maka Muawiyah berkata, Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), kemudian Muadzin berkata, Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), Muawiyah berkata, Asyhadu An Laa Ilaaha Illallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), lalu muadzin berkata, Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), Muawiyah berkata, Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), kemudian muadzin berkata, Hayya Ala Ash-Shalaah (marilah kita shalat), dan Muawiyah mengucapkan, Laa Hawla wa Laa Quwwata lila Billaah (Tiada daya dan kekuatan kecuali milik Allah). Kemudian muadzin mengucapkan, Hayya Ala Al Falaah (mari menuju kemenangan), dan Muawiyah mengucapkan, Laa Hawla wa Laa Quwwata Illa Billaah (Tiada daya dan kekuatan kecuali milik Allah). Kemudian muadzin berkata, Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Laa Ilaaha Illallahi (tiada Tuhan selain Allah), maka Muawiyah berkata, Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Laa Ilaaha Illallahi (tiada Tuhan selain Allah). Lalu Muawiyah berkata, “Seperti inilah yang diucapkan Rasulullah SAW”. 733 [25:1] Shahih Ibnu Hibban 1688: Muhammad bin Ali Ash-Shairafi di kota Bashrah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Habib bin Arabi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Hanin telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Mujamma’ bin Yahya telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Aku duduk disamping Abu Umamah bin Sahal,kemudian muadzin datang lalu (mengumandangkan adzan) berkata, Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), Allaahu Akbar (Allah Maha Besar), kemudian Abu Umamah berkata seperti ucapan muadzin tersebut. Lalu muadzin berkata, Asyhadu An Laa Ilaaha Ulallahi (Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah), kemudian Abu Umamah berkata seperti ucapan muadzin tersebut. Lalu muadzin berkata, Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah (Aku Bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), kemudian Abu Umamah berkata seperti ucapan muadzin tersebut. Kemudian ia menoleh dan memandang kepadaku dan berkata, “Itulah yang diceritakan oleh Muawiyah kepadaku dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." 734 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 1689: Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Yahya telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ali bin Ayyas telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’aib bin Abu Hamzah telah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ali Al Munkadir, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berdo’a saat mendengar kumandang adzan, “Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini dan (pemilik) shalat yang hendak didirikan! Berikan kepada Muhammad Al Wasilah dan keutamaan. Bangkitkanlah ia pada maqam (kedudukan) yang Engkau janjikan. ”, maka pastilah ia akan mendapatkan syafa’at pada hari kiamat. "735 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1690: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Haywah bin Syuraih telah menceritakan kepadaku, ia berkata, Ka’ab bin Alqamah telah menceritakan kepadaku bahwa ia mendengar Abdurrahman bin Jubair bin Nufair dari Abdullah bin Amr bahwa ia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya, kemudian bershalawatlah kepadaku, karena barangsiapa yang bershalawat sekali kepadaku, maka Allah membalasnya sepuluh kali kepadanya, kemudian mintalah kepada Allah untukku Al Washilah, karena sungguh ia adalah kedudukan yang tinggi di syurga yang tidak patut (diraih) kecuali oleh seorang hamba dan kalangan hamba- hamba Allah. Dan aku berharap akulah orangnya. Maka barangsiapa yang memohon Al Washilah kepada Allah untukku, niscaya ia berhak mendapatkan syafa’at” 736 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1691: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna, ia berkata, Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi telah mengabaikan kepada kami- ia berkata, Al Muqri telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Sa’id bin Abi Ayydb telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ka’ab bin Alqamah telah menceritakan kepada, kami dari Abdurrahman bin Jubair dari Abdullah bin Amr, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya kemudian bershalawatlah kepadaku, karena tidak ada seorangpun yang bershalawat sekali kepadaku, kecuali Allah akan membalasnya sepuluh kali lipat kepadanya, kemudian mintalah kepada Allah untukku Al Washilah, karena sungguh ia adalah kedudukan yang tinggi di syurga yang tidak patut (diraih) kecuali oleh seorang hamba dan kalangan hamba-hamba Allah Dan aku berharap akulah orangnya. Maka barangsiapa yang memohon Al Washilah kepada Allah untukku, niscaya ia berhak mendapatkan syafa'atku pada hari qiyamat.”737 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1692: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata Al-Muqri telah menceritakan kepada kami, ia berkata Haywah bin Syuraih telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ka’ab bin Alqamah telah mengabarkan kepadaku bahwa ia mendengar Abdurrahman bin Jubair bin Nufair bahwa ia mendengar Abdullah bin Amr bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Apabila kalian mendengar muadzin, maka ucapkanlah seperti yang diucapkannya. kemudian bershalawatlah kepadaku, karena barangsiapa yang bershalawat sekali kepadaku, maka Allah akan membalasnya sepuluh kali lipat kepadanya, kemudian mintalah kepada Allah untukku Al Washilah, karena sungguh ia adalah kedudukan yang tinggi di syurga yang tidak patut (diraih) kecuali oleh seorang hamba dan kalangan hamba-hamba Allah Dan aku berharap akulah orangnya Maka barangsiapa yang memohon Al Washilah kepada Allah untukku, niscaya ia berhak mendapatkan syafa'at"738. [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1693: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid di kota Busta telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Al Laits telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Hukaim bin Abdullah bin Qais dari Amir bin Sa’ad bin Abu Waqqash dari Ayahnya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa ketika mendengar muadzin ia mengucapkan, Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang pantas disembah kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu seorang hamba dan Rasul-Nya dan aku (bersaksi) ridha bahwa Allah sebagai Tuhan, Islam adalah agama yang benar dan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seorang Rasul, maka diampuni dosanya yang telah lalu. "739 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1694: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Qutaibah bin Sa’id telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Al Laits telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Ibnu Al Had dari Muhammad bin Ibrahim dari Amir bin Sa’ad dari Al Abbas bin Abdul Muthallib bahwa ia telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Manisnya iman (akan dapat dirasakan) bagi orang yang ridha bahwa Allah sebagai Tuhan, Islam adalah agama yang benar dan Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seorang Nabi”.740 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1695: Ishaq bin Ibrahim bin Isma’il di Bust telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Ath-Thahir bin As-Sarah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Huyay bin Abdullah dari Abu Abdurrahman Al Hubuli dari Abdullah bin Amr bahwa seorang laki-laki berkata, Wahai Rasulullah, sungguh para muadzin memiliki keutamaan melebihi kita (yang bukan muadzin). Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, “Ucapkan seperti yang ia ucapkan, bila telah selesai memohonlah kepada Allah niscaya Dia akan mengabulkan permohonanmu.”741 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1696: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isra’il telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Ishaq dari Buraid bin Abu Maryam As-Saluli dari Anas bin Malik, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Do’a antara adzan dan iqamat akan dikabulkan. Maka berdo’alah."742 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1697: Al Fadhl bin Al Bubab Al Jumahi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Musaddad bin Musarhad telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Awanah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Malik Al Asyja’i dari Rib’i dari Hudzaifah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kita lebih diistimewakan dari manusia lain dalam tiga (perkara), Bumi seluruhnya (bisa) dijadikan sebagai masjid sementara debunya (bisa) dijadikan alat bersuci untuk kita, shaf-shaf (shalat) kita dijadikan seperti shaf-shaf malaikat, dan aku dianugerahi ayat-ayat akhir Arasy yangtidak pernah diberikan kepada seorang pun manusia sebelumku dan tidak pernah diberikan kepada seorang pun manusia selelahku."743 [29:3] Shahih Ibnu Hibban 1698: Abdullah bin Ahmad bin Musa Abdan mengabarkan kepada kami, ia berkata, Sahal bin Utsman Al Askari dan Abu Musa Az-Zamin telah menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata, “Hafsh bin Ghiyats telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Asy’ats dari Al Hasan dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang melaksanakan shalat di antara tanah pekuburan." 745 [29:3] Shahih Ibnu Hibban 1699: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Bisyr bin Mu’adz Al Aqadi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdul Wahid bin Ziyad, ia berkata, Amr bin Yahya Al Anshari telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari ayahnya dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bumi seluruhnya adalah masjid kecuali kamar mandi dan pekuburan.” 746 [29:3] Shahih Ibnu Hibban 1700: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abu Bakr Al Muqaddami, ia berkata, Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hisyam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Jika kalian tidak menemukan (tempat lain) selain kandang kambing dan kandang unta, maka shalatlah di kandang kambing. Dan janganlah melaksanakan shalat di kandang unta."747 (29:3) Shahih Ibnu Hibban 1701: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Abu Bakr Al Muqaddami telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yazid bin Zurai’, ia berkata, Hisyam telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau bersabda, “Jika kalian tidak menemukan (tempat lain) selain kandang kambing dan tempat menderumnya (kandang) unta, maka shalatlah di kandang kambing. Dan janganlah shalat di kandang unta."748 [35:2] Shahih Ibnu Hibban 1702: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Husyaim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yunus bin Ubaid telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Al Hasan dari Abdullah bin Mughaffal, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian di kandang kambing, tapi janganlah kalian shalat dikandang unta, karena sesungguhnya unta diciptakan dari syetan"749 [35:2] Abu Hatim berkata, “Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam فَإِنَّهَا خُلِقَتْ مِنَ الشَّيَاطِينِ (karena sesungguhnya unta diciptakan dari setan). Maksudnya, adalah unta selalu disertai setan. ”Demikian pula sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam فَلْيَدْرَأْهُ مَا اسْتَطَاعَ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ، فَإِنَّهُ شَيْطَانٌ “Maka Maka hendaknya ia menolaknya sebisa mungkin. Jika ia membangkang, maka hendaknya ia membunuhnya Karena sesungguhnya ia (selalu disertai) setan.” Kemudian beliau bersabda -dalam hadits yang menjelaskan sedekah (zakat) Ibnu Yasar yang diriwayatkan Ibnu Umar-: فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِينَ‏ Shahih Ibnu Hibban 1703: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Harmalah bin Yahya telah menceritakan kepada kami ia berkata, Ibnu Wahab telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Usamah bin Zaid telah mengabarkan kepada kami bahwa Muhammad bin Hamzah bin Umar Al Aslami telah menceritakan kepadanya bahwa ayahnya750 , Hamzah, telah menceritakan kepadanya, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Di atas punggung setup unta terdapat setan. Maka apabila menaikinya, bacalah bismillah dan jangan melalaikan kebutuhan-kebutuhan kalian”751 [35:2] Shahih Ibnu Hibban 1704: Al Husain bin Idris Al Anshari telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ahmad bin Abu Bakr telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Abu Bakr bin Umar bin Abdurrahman bin Umar bin Al Khaththab dari Sa’id bin Y asar bahwa ia berkata, Aku berjalan bersama Abdullah bin Umar melewati jalan Makkah. Ketika aku khawatir waktu Shubuh (akan tiba), aku pun turun lalu melaksanakan shalat witir. Kemudian ia berkata, Apakah pada diri Rasulullah tidak ada teladan yang baik untukmu?". Aku menjawab, Demi Allah! Iya.” Ia berkata, “Sungguh, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat witir di atas unta." 752 [35:2] Abu Hatim RA berkata, Seandainya larangan shalat di kandang unta semata-mata karena unta diciptakan dari setan, niscaya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan melaksanakan shalat di atas unta. Karena mustahil dikatakan, Shalat tidak boleh dilakukan di tempat-tempat yang menjadi hunian setan. Kemudian dikatakan, Shalat boleh dilakukan di atas tubuh setan. Bahkan makna dari sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam إِنَّهَا خُلِقَتْ مِنَ الشَّيَاطِينِ adalah, “Sesungguhnya unta selalu didampingi setan dalam posisi yang sangat dekat dan akrab.”753 Shahih Ibnu Hibban 1705: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ali bin Al Ja’d telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah, ia berkata, Aku mendengar Abu Al Malih menceritakan dari ayahnya bahwa ia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Allah tidak akan menerima shalat (yang dilakukan) tanpa bersuci dan tidak akan menerima sedekah dari hasil korupsi (pengkhianatan).754[1:4] Shahih Ibnu Hibban 1706: Ahmad bin Ali Al Mutsanna telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Mujahid bin Musa telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Yahya bin Adam telah menceritakan kepada ia berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Alqamah bin Martsad dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya755, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu dan mengusap sepasang khuffhya. Lalu Beliau melaksanakan shalat seluruhnya dengan satu kali wudhu." 756 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1707: Al Hasan bin Sufyan telah mengabaikan kepada kami, ia berkata, Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sufyan dari Maharib bin Ditsar dari Ibnu Buraidah dari ayahnya, ia berkata, Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudhu untuk setiap shalat Ketika terjadi penaklukan kota Makkah, beliau melaksanakan shalat seluruhnya dengan satu wudhu.” 757 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1708: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Qudaid Ubaidillah bin Fadhalah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Muhammad bin Yusuf dan Qabishah bin Uqbah telah menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata, Sufyan telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Alqamah bin Martsad dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaksanakan shalat seluruhnya pada hari penaklukkan Makkah dengan satu wudhu dan beliau mengusap sepasang khuffnya (saat wudhu). Lalu Umar berkata kepada beliau, Sungguh, pada hari ini aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah engkau lakukan sebelum hari ini. Beliau bersabda, “Sengaja aku melakukan ini wahai Umar!"758. (1:4) Shahih Ibnu Hibban 1709: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Kuraib telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Usamah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah bahwa Aisyah meminjam kalung kepada Asma, lalu kalung itu hilang. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus sejumlah orang dari sahabatnya untuk mencari kalung tersebut. Saat kewajiban shalat menjumpai mereka, mereka pun melaksanakan shalat tanpa wudhu. Ketika mereka datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka mengadukan hal itu kepadanya. Saat itu turunlah ayat tayammum. Usaid bin Hudhair berkata (kepada Aisyah), “Mudah- mudahan Allah memberi balasan yang baik kepadamu. Demi Allah, tidaklah terjadi padamu sesuatu yang sama sekali tidak engkau sukai, melainkan Allah menjadikan untukmu (jalan keluar darinya), dan (menjadikan) padanya keberkahan bagi kaum muslimin." 759 Shahih Ibnu Hibban 1710: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma’syar telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim Ash-Shawaf telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Ashim telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Sufyan dari Abu Az- Zinad dari Zur’ah bin Abdurrahman dari kakeknya, Jarhad, Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lewat di depannya pada saat pahanya sedang terbuka. Beliau pun bersabda, “Tutup paha itu, karena sesungguhnya paha itu (termasuk) aurat."760 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 1711: Abu Khalifah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Hammad bin Salamah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Qatadah dari Ibnu Sirin dari Shafiyah binti Al Harits dair Aisyah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Allah tidak menerima shalatnya (wanita) yang telah haidh (telah baligh) kecuali dengan memakai kerudung."761 Shahih Ibnu Hibban 1712: Ibnu Khuzaimah telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Bundar telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abu Al Walid Ath-Thayalisi telah menceritakan kepada kami dengan sanad yang sama. Beliau bersabda, “Allah tidak menerima shalatnya wanita yang telah haidh (telah baligh) kecuali dengan memakai kerudung”762 [2:2] Shahih Ibnu Hibban 1713: Al Hasan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ubaidillah763 bin Mu’adz telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayahku telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Syu’bah telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Taubah Al Anbari, ia mendengar dari Nafi dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian hendak melaksanakan shalat, maka hendaklah ia mengenakan kain dan jubah."764 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 1714: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Isma’il bin Ulayyah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Ayyub dari Muhammad telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abu Hurairah, ia berkata, Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Bolehkan salah seorang di antara kami shalat dengan mengenakan satu helai pakaian?". Beliau bersabda765, Apabila Allah telah meluaskan (rejeki) atas kalian, maka luaskanlah diri kalian. Laki-laki (hendaknya) mengumpulkan pakaian pada dirinya Laki-laki melaksanakan shalat dengan memakai kain dan gamis, celana panjang dan jubah, celana pendek dan gamis, serta celana pendek dan pakaian luar. Abu Hurairah berkata766, Aku mengira bahwa ia berkata, Celana pendek dan jubah." 767 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 1715: Umar bin Sa’id bin Sinan telah mengabarkan kepada kami768, ia berkata, Muhammad bin Abu Bakr telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Malik dari Abdullah bin Dinar bahwa Ibnu Umar berkata, Pada waktu orang-orang sedang melakukan shalat Shubuh di Quba, tiba-tiba mereka didatangi seseorang (untuk menyampaikan berita). Orang itu berkata, Sesungguhnya, malam tadi telah diturunkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Al Qur’an (yakni wahyu). Beliau diperintahkan shalat menghadap ke Ka’bah. Maka ingatlah, menghadaplah kalian ke Kabah!” Mereka lalu menghadap ke Ka’bah, padahal waktu itu wajah mereka sedang menghadap ke Syam. Mereka lalu berputar menghadapkan wajahnya ke Ka’bah." 769 [99:1] Shahih Ibnu Hibban 1716: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Bakr bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Isra’il dari Abu Ishaq dari Al Barra, ia berkata, Saat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke Madinah, beliau shalat dengan menghadap ke arah Bait Al Maqdis selama 16 bulan atau 17 bulan. Beliau sangat mendambakan Ka’bah dijadikan arah kiblat Maka Allah jalla wa menurunkan ayat, “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai, palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram."Lalu seorang laki- laki lewat 770 dihadapan kaum Anshar yang sedang ruku’. Lalu ia pun bersaksi bahwa ia telah melaksanakan shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan (ia bersaksi) bahwa beliau menghadap ke arah Ka’bah." 771 [99:1] Abu Hatim berkata, “Kaum muslimin melakukan shalat dengan kiblat Bait Al Maqdis selama 17 bulan 13 hari setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke Madinah. Hal itu karena datangnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ke Madinah pada hari Senin, malam tanggal 12 bulan Rabi’ al Awwal. Dan Allah Jalla wa Ala memerintahkan Beliau berkiblat ke arah Ka’bah pada hari selasa pertengahan bulan Sya’ban. Ini merupakan gambaran yang menunjukkan sahihnya pendapat yang aku sebutkan tadi” 772 Shahih Ibnu Hibban 1717: Abu Ya’la telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Khaitsamah telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Waki’ telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Isra’il dari Simak dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata, Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diperintahkan menghadap ke arah Ka’bah, mereka bertanya, Bagaimana dengan saudara-saudara kita yang telah meninggal dunia, sementara mereka selama ini melaksanakan shalat dengan menghadap ke arah Bait Al Maqdis?’ Maka Allah Jalla wa menurunkan ayat, “Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian.”773 Shahih Ibnu Hibban 1718: Al Hasan bin Sufyan telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Hibban telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Abdullah telah mengabarkan kepada kami sebuah hadits dari Syu’bah dari Abu Imran Al Jauni dari Abdullah bin Ash-Shamit dari Abu Dzarr, ia berkata, “Kekasihku (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, -penerj) mewasiatkan kepadaku tiga hal, Dengar dan taatlah kamu, meskipun terhadap seorang hamba sahaya yang anggota tubuhnya terpotong! Jika kamu membuat sayur, maka perbanyak air (kuah) nya. Kemudian lihatlah ke arah tetanggamu. Berikanlah air kuah itu kepada mereka dengan santunan! Dan laksanakanlah shalat pada awal waktunya. Kemudian, jika kamu mendapatkan imam telah melaksanakan shalat, maka berarti kamu telah memelihara shalatmu. Namun jika tidak, berarti shalatmu adalah sunnah.”774 [69:3] Shahih Ibnu Hibban 1719: Abdullah bin Muhammad Al Azdi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Ishaq bin Ibrahim telah menceritakan kepada kami, ia berkata, Marhum bin Abdul Aziz al Qurasyi telah mengabarkan kepada kami, ia berkata, Abu Imran Al Jauni telah menceritakan kepada kami sebuah hadits dari Abdullah bin Ash- Shamit dari Abu Dzarr, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku, “Laksanakanlah shalat pada awal waktunya Kemudian jika kamu datang kepada sekelompok kaum dan mereka telah melaksanakan shalat, maka berarti kamu telah memelihara shalatmu Namun jika mereka belum melaksanakan shalat, maka shalatlah (kembali) bersama mereka. Dan shalat (yang kedua) menjadi shalat sunnah bagimu.”, 775 Shahih Ibnu Hibban 1720: Ahmad bin Muhammad bin Al Fadhl As-Sijistani mengabarkan kepada kami di Damaskus, dia berkata: Muhammad bin Ismail Al Bukhari menceritakan kepada kami, Abu Al Mundzir Ismail bin Umar menceritakan kepada kami dari Malik, dari Abu Hazim, dari Sahi bin Sa’d, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua waktu yang di dalamnya pintu-pintu langit terbuka, yaitu ketika masuk waktu shalat dan ketika berada dalam shaf dijalan Allah”1 [3:1] Shahih Ibnu Hibban 1721: Abdullah bin Muhammmad bin Salin mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits mengabarkan kepada kami dari Darraj, dari Abu Al Haitsam, dari Abu Sa’id Al Khudri, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila kalian melihat orang yang senantiasa (biasa) pergi ke masjid, bersaksilah atasnya dengan keimanan (nyatakanlah bahwa dia orang beriman). Allah Jalla wa 'Ala berfirman, 'Hanyalah yang memakmurkan masjid- masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian’” 2 (Qs. At-Taubah [9]: 18) [2:1] Abu Hatim berkata, “Darraj di sini adalah orang Mesir. Namanya Abdurrahman bin As-Samh dan kunyah-nya Abu As-Samh." 3 Abu Al Haitsam namanya adalah Sulaiman bin Amr Al Utwari. Dia perawi yang tsiqah dari Palestina. 4 Redaksi hadits "alaihi" (atasnya) artinya adalah lahu (untuknya). 5 Shahih Ibnu Hibban 1722: Umar bin Muhammad bin Bujair Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Abu Ath-Thahir Ibnu As-Sarh menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada lrami, Huyay bin Abdullah mengabaikan kepadaku dari Abu Abdurrahman Al Hubuli, dari Abdullah bin Amr, bahwa seorang laki-laki menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya kepada beliau tentang amalan yang paling utama. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu menjawab,"Shalat” Dia bertanya lagi, “Lalu apa lagi?”Nabi menjawab, “Kemudian shalat” Dia bertanya lagi, “Lalu apa lagi?" Nabi menjawab, “Kemudian shalat." sebanyak tiga kali. Dia bertanya lagi, “Lalu apa lagi?” Nabi menjawab, “Kemudian Jihad di jalan Allah.” Dia kemudian berkata, “Sesungguhnya aku memiliki kedua orang tua.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Kuperintahkan engkau agar berbakti kepada kedua orang tuamu.” Dia lalu berkata, “Demi Dzat yang mengutusmu sebagai Nabi, sungguh aku akan berjihad dan meninggalkan keduanya." 6 Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, ‘Kalau begitu kamu lebih mengetahui." 7 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1723: Imran bin Musa bin Mujasyi As-Sikhtiyani mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada Irami Hari Abdullah bin Utsman bin Khutsaim, dari Abdurrahman bin Sabith, dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Ka’b bin Ujrah, aku memintakan perlindungan kepada Allah untukmu dari pemimpin-pemimpin yang bodoh. Sesungguhnya akan ada pemimpin-pemimpin yang seperti itu, dan barangsiapa masuk menjadi bagian mereka lalu membantu kezhaliman mereka dan membenarkan kedustaan mereka, maka dia tidak termasuk golonganku dan aku bukan bagian darinya, sehingga dia tidak akan sampai ke telagaku. Sedangkan barangsiapa tidak menjadi bagian mereka dan tidak membantu kezhaliman mereka, serta tidak membenarkan kedustaan mereka, maka dia termasuk golonganku dan aku pun merupakan bagian darinya, sehingga dia akan sampai ke telagaku. Wahai Ka’ab bin Ujrah, shalat itu adalah Kurban (ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah), puasa adalah perisai, dan sedekah dapat menghilangkan dosa seperti air yang dapat memadamkan api. Manusia bepergian pada pagi hari (untuk beraktivitas); ada yang menjual dirinya, ada yang memerdekakan budaknya dan ada yang merusak sedekah tersebut. Wahai Ka ’b bin Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang berasal dari harta haram." 8 [2:1] Abu Hatim RA berkata: Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam “maka dia tidak termasuk golonganku dan aku bukan bagian darinya” maksudnya adalah “dia tidak sepertiku dan aku pun tidak sepertinya dalam perbuatannya”. Kata ini digunakan oleh penduduk Hijaz. Sedangkan sabda beliau “ tidak akan masuk surga daging yang berasal dari harta haram” maksudnya adalah surga tertentu, karena surga itu banyak. Hal ini seperti sabda Nabi “tidak akan masuk surga anak zina, tidak akan masuk surga orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dan tidak akan masuk surga orang yang suka mengungkit-ungkit pemberian"9 Maksudnya adalah surga tertentu. Ini merupakan bab panjang yang akan kami uraikan nanti. Shahih Ibnu Hibban 1724: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha'i mengabarkan kepada kami di Manbaj, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari pamannya Abu Suhail bin Malik, dari ayahnya, bahwa dia mendengar Thalhah bin Ubaidillah berkata: Seorang laki- laki dari penduduk Najed menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kepalanya acak- acakan, gema suaranya terdengar, tetapi perkataannya tidak dapat dipahami. Setelah dekat dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia bertanya tentang Islam, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Shalat lima waktu dalam sehari semalam.”, Dia bertanya lagi “Apakah aku wajib menunaikan yang lain?” Nabi menjawab, "Tidak kecuali engkau menunaikan (shalat) sunah." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Juga berpuasa pada bulan Ramadhan.” Laki-laki tersebut bertanya lagi, Apakah aku wajib menunaikan yang lain?” Nabi menjawab, "kecuali engkau menunaikan (puasa) sunah." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian memberitahukan lelaki tersebut tentang zakat. Laki-laki itu bertanya lagi, “Apakah aku wajib menunaikan yang lain?” Nabi menjawab, “Tidak, kecuali engkau menunaikan yang sunah." Laki-laki tersebut kemudian berlalu, seraya berkata, ‘Demi Allah, aku tidak akan menambahnya atau menguranginya sedikit pun.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Dia beruntung jika benar."10 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1725: Muhammad bin Mahmud bin Adi mengabarkan kepada kami, Humaid bin Zanjuwaih menceritakan kepada kami, Ya’la bin Ubaid menceritakan kepada kami, Al A’masy menceritakan kepada kami dari Abu Sufyan, dari Jabir, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan shalat fardhu adalah seperti sungai yang (airnya) mengalir di depan pintu salah seorang dari kalian, dan dia mandi di sungai tersebut sebanyak lima kali dalam sehari.”11 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1726: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami di Tustar, Qutaibah menceritakan kepada kami, Bakar bin Mudhar menceritakan kepada kami dari Ibnu Al Hadi, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bagaimana pendapat kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah seseorang dari kalian, dan dia mandi di dalamnya sebanyak lima kali dalam sehari? Apakah masih tersisa kotoran dalam dirinya ?”Mereka menjawab, ‘Tidak tersisa kotoran pada dirinya sedikit pun.” Nabi bersabda, “Begitulah perumpamaan shalat lima waktu, Allah akan menghapus dosa-dosa karena shalat tersebut.”12 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1727: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Walid menceritakan kepada kami, Al Auza’i menceritakan kepada kami, Syaddad Abu Ammar menceritakan kepadaku, Watsilah bin Al Asqa menceritakan kepadaku, dia berkata : Seorang laki-laki menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah melanggar suatu hadd, maka adililah aku.” Nabi berpaling darinya. Laki-laki tersebut lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah melanggar suatu hadd, maka adililah aku.” Akan tetapi Nabi tetap berpaling darinya, dan shalat pun dilaksanakan. Seusai salam, laki-laki tersebut berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah melanggar suatu hadd, maka adililah aku.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bertanya kepadanya, “Apakah kamu telah berwudhu ketika kamu datang ?” Laki-laki itu menjawab, “Sudah.” Nabi bertanya lagi, “Apakah kamu telah mendirikan shalat bersama kami?” Laki-laki itu menjawab, “Ya" Beliau lalu bersabda, “Pergilah, sesungguhnya Allah telah mengampunimu”13 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1728: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Abu Awanah menceritakan kepada kami dari Simak, dari Ibrahim An-Nakha’i, dari Alqamah dan Al Aswad, dari Ibnu Mas’ud, dia berkata: Seorang laki-laki menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah bertemu seorang perempuan di kebun, lalu aku melakukan segala sesuatu padanya, hanya saja aku tidak menikahinya, maka lakukanlah sesuatu kepadaku sesukamu!" Nabi tidak mengatakan apa-apa. Beliau lalu memanggilnya dan membacakan ayat “Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”14 (Qs. Huud [11]: 114) [2:1] Abu Hatim RA berkata, “Orang-orang Arab menyebut sesuatu apabila namanya mengandung bagian-bagian dan cabang-cabang. Oleh karena itu, mereka menyebut bagian dari bagian-bagian tersebut dengan nama sesuatu itu sendiri. Mengingat seluruh larangan merupakan sesuatu yang dilarang seseorang untuk dilakukan, dan semua yang terkandung di dalamnya dinamakan maksiat, sedangkan zina merupakan perbuatan yang menyebabkan pelakunya dihukum had dan memiliki sebab-sebab yang menjadikan terpeleset ke dalamnya, maka nama keseluruhannya disebut dengan nama yang merupakan sebabnya, yaitu mencium dan meraba yang bukan bersetubuh.” Shahih Ibnu Hibban 1729: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami di Ash-Shughd, 15 Muhammad bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, Mu’tamir menceritakan kepada kami dari ayahnya, Abu Utsman menceritakan kepada kami dari Ibnu Mas’ud, bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu menceritakan kepada beliau bahwa dia telah mencium seorang perempuan. Seakan-akan laki-laki tersebut menanyakan tentang kafaratnya. Allah lalu menurunkan ayat, “Dan laksanakanlah shalat itu pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah).” (Qs. Huud [11]: 114) Laki-laki tersebut lalu bertanya, “Apakah ini hanya berlaku untukku?” Nabi menjawab, “Dia berlaku untuk siapa saja yang melakukannya dari kalangan umatku.”16 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1730: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabaikan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Waki mengabarkan kepada kami, Israil menceritakan kepada kami dari Simak bin Harb, dari Ibrahim, dari Alqamah dan Al Aswad, dari Abdullah, dia berkata, “Seorang laki-laki berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku bertemu perempuan di kebun, lalu aku memeluknya, menciumnya, dan mencumbunya. Aku melakukan segala sesuatu terhadapnya, hanya saja aku tidak menyetubuhinya.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hanya terdiam. Allah lalu menurunkan ayat, “Dan laksanakanlah shalat itu pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah)." (Qs. Huud [11]: 114). Rasulullah pun memanggilnya lalu membacakan ayat tersebut. Umar kemudian bertanya, “Apakah ayat ini hanya berlaku untuknya?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Justru untuk seluruh manusia.”17 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1731: Ja’far bin Ahmad bin Sinan Al Qaththan mengabarkan kepada kami di Wasith, ayahku menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada, kami, Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Yahya bin Habban, dari Ibnu Muhairiz, dari Al Mukhdaji18 —-yaitu Abu Rufai—, bahwa dia berkata kepada Ubadah bin Ash-Shamit, “Wahai Abu Al Walid, sesungguhnya Abu Muhammad —seorang laki-laki Anshar yang merupakan sahabat Nabi— mengklaim bahwa witir hukumnya wajib.” Ubadah bin Ash-Shamit lalu berkata, “Abu Muhammad bohong, karena aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa menunaikan shalat lima waktu dengan menyempurnakannya tanpa mengurangi haknya sedikit pun, maka Allah berjanji tidak akan menyiksanya. Barangsiapa menunaikannya tapi mengurangi haknya, maka Allah tidak berjanji kepadanya, jika Dia mau maka Dia akan merahmatinya(mengampuninya),dan jika Dia mau maka Dia akan menyiksanya” 19 [2:1] Abu Hatim berkata, “Abu Muhammad di sini namanya adalah Mas’ud bin Zaid bin Subai Al Anshari, salah seorang bani Dinar bin An-Najjar. Dia seorang sahabat yang tinggal di Syam.” Shahih Ibnu Hibban 1732: Abdulluh bin Quhthabah bin Marzuq mengabarkan kepada kami di Fam Ash-Shilh, Ahmad bin Mani menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa’id mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Yahya bin Mabban Al Anshari mengabarkan kepada kami dari Ibnu Muhairiz, dia berkata: Seorang laki-laki menemui Ubadah bin Ash-Shamit dan berkata, “Wahai Abu Al Walid, sesungguhnya aku mendengar Abu Muhammad Al Anshari berkata, ‘Witir itu wajib’.“ Ubadah lalu berkata, “Abu Muhammad bohong, karena aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Ada lima shalat diwajibkan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Barangsiapa menunaikannya secara sempurna tanpa menguranginya karena meremehkan kewajiban tersebut, maka Allah berjanji akan memasukkannya ke dalam surga. Barangsiapa menunaikannya tapi mengurangi kewajibannya, maka Allah tidak berjanji kepadanya, Jika Dia mau maka Dia akan menyiksanya, dan jika Dia mau maka Dia akan merahmatinya20” [2:1] Abu Hatim berkata, “Perkataan Ubadah, ‘Abu Muhammad bohong’ maksudnya adalah dia salah. Begitu pula perkataan Aisyah ketika dia berkata kepada Abu Hurairah. Kata ini biasa digunakan oleh penduduk Hijaz. Apabila salah seorang dari mereka salah, maka dikatakan kepadanya, ‘Dia dusta’.’’ 21 Allah membersihkan martabat para sahabat dari sesuatu yang membuat mereka tercela. Dia berfirman, “ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya, sedang cahaya mereka.... ” (Qs. At-Tahriim [66]: 8) Orang yang dikabarkan Allah tidak akan dikecewakan pada Hari Kiamat, maka di dunia lebih patut untuk tidak dianggap kecewa. Laki-laki yang bertanya kepada Ubadah adalah Abu Rufai Al Mukhdaji. Shahih Ibnu Hibban 1733: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, Ismail bin Ja’far menceritakan kepada kami dari Al Ala dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Di antara shalat lima waktu dan Jum’at sampai Jum ’at (berikutnya) adalah sebagai pelebur dosa, selama dia tidak melakukan dosa-dosa besar.”48 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1734: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Muawiyah bin Shalih menceritakan dari Al Ala bin Al Harits, dari Zaid bin Artha‘ah, dari Jubair bin Nufair, bahwa Abdullah bin Umar23 melihat seorang pemuda sedang shalat dengan lamanya dan berlebih-lebihan, maka dia bertanya, “Siapakah yang kenal dengan orang ini?" Seorang laki-laki berkata, “Aku." Abdullah bin Umar pun berkata, “Seandainya aku mengenalnya, tentu kusuruh dia memperlama ruku dan sujudnya, karena aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba apabila berdiri shalat, dosa-dosanya didatangkan lalu diletakkan di atas kepalanya atau bahunya. Setiap kali dia ruku atau sujud, dosa-dosanya berjatuhan (hilang) darinya’”24 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1735: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Walid menceritakan kepada kami, Al Auza’i menceritakan kepada kami, Al Walid bin Hisyam Al Mu’aithi menceritakan kepada kami, Ma’dan bin Abi Thalhah Al Ya’mari menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku bertemu Tsauban —maula Rasulullah SAW— lalu kukatakan kepadanya, “Beritahukan kepadaku suatu hadits, mudah-mudahan Allah memberiku manfaat dengannya.” Tsauban berkata, “Hendaklah engkau sujud, karena aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidaklah seorang hamba bersujud kepada Allah satu kali kecuali Allah akan mengangkatnya satu derajat dan menghilangkan darinya satu dosa’” Ma’dan berkata, “Aku lalu bertemu Abu Ad-Darda, lalu kutanyakan kepadanya, dan dia mengatakan hal yang sama.” 25 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1736: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Abbas bin Abdul Azhim Al Anbari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Malaikat malam dan malaikat siang saling bergiliran di tengah- tengah kalian. Mereka berkumpul pada saat shalat fajar dan shalat Ashar, lalu mereka yang menginap pada malam harinya kembali naik untuk menghadap Tuhannya. Tuhan mereka lalu bertanya kepada mereka, dan Dia lebih mengetahui tentang keadaan mereka (hamba- hamba-Nya), ‘Bagaimana kalian meninggalkan hamba-hamba-Ku?’ Mereka menjawab, ‘Kami meninggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami mendatangi mereka dalam keadaan shalat’. ” 26 [66:3] Shahih Ibnu Hibban 1737: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha‘i Al Faqih mengabaikan kepada kami di Manbaj, Ahmad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Malaikat malam dan malaikat siang saling bergiliran berada di tengah-tengah kalian. Mereka berkumpul pada shalat fajar dan shalat Ashar. Lalu yang menginap pada malam harinya naik (ke langit) bertemu Tuhannya, kemudian Tuhan menanyakan kepada mereka dan Dia lebih mengetahui keadaan mereka (hamba-hamba-Nya), ‘Bagaimana kalian meninggalkan hamba-hamba-Ku? ’ Mereka menjawab, ‘Kami meninggalkan mereka dalam keadaan shalat dan kami mendatangi mereka dalam keadaan shalat’.” 27 [2:1] Abu Hatim berkata, “Khabar ini menjelaskan secara gamblang bahwa malaikat malam hanya turun ketika orang-orang sedang menunaikan shalat Ashar. Ketika itu malaikat siang naik (ke langit). Hal ini berlawanan dengan pendapat yang mengklaim bahwa malaikat malam turun setelah matahari terbenam.” Shahih Ibnu Hibban 1738: Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan mengabarkan kepada kami di Raqqah, Abdurrahman bin Khalid Al Qaththan menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Mis’ar bin Kidam mengabarkan kepada kami dari Abu Bakar bin Umarah, 28 dari ayahnya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk neraka orang yang mendirikan shalat sebelum matahari terbit dan sebelum matahari terbenam” 29 [2:1] Abu Hatim berkata, “Abu Bakar di sini adalah Ibnu Umarah bin Ruwaibah Ats-Tsaqafi. Ayahnya seorang sahabat. Nama Abu Bakar merupakan kunyah-nya.” Shahih Ibnu Hibban 1739: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, Hammam bin Yahya menceritakan kepada kami, Abu Jamrah Adh-Dhuba’i menceritakan kepada kami dari Abu Bakar bin Umarah, 30 dari ayahnya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menunaikan shalat Al Bardain, maka dia akan masuk surga” 31 [1:2] Abu Hatim berkata, “Abu Jamrah32 di sini adalah perawi tsiqah dari Bashrah. Namanya adalah Nashr bin Imran Adh- Dhuba’i.” 33 Abu Hamzah adalah salah seorang pakar pada masanya. Namanya adalah Imran bin Abu Atha. 34 Keduanya sama-sama mendengar dari Ibnu Abbas, dan Syu’bah mendengar dari keduanya. Keduanya hidup pada satu masa. Shahih Ibnu Hibban 1740: Abdullah bin Muhammad As-Sa’di mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abdul Aziz bin Abi Rimzah menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Yazid bin Mardanibah35 menceritakan kepada kami, Raqabah menceritakan kepada kami dari Abu Bakar bin Umarah bin Ruwaibah, dari ayahnya, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk neraka orang yang menunaikan shalat sebelum matahari terbit dan sebelum matahari terbenam.” Seorang laki-laki dari kaum tersebut lalu bertanya, “Apakah engkau mendengar hadits ini dari Rasulullah SAW?” Dia menjawab, “Ya.” 36 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1741: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Zakariya bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami dari Daud bin Abi Hindun, dari Abu Haib bin Abu Al Aswad, dari Fadhalah bin Abdullah37 Al-Laitsi, dia berkata: Aku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian aku masuk Islam. Beliau kemudian mengajariku shalat lima waktu pada waktunya. Abu Harb berkata: Aku berkata kepada beliau, “Sesungguhnya pada waktu-waktu tersebut aku sedang sibuk, maka suruhlah aku melakukan kumpulan waktu-waktu tersebut" Nabi bersabda, “Jika kamu sibuk, janganlah kamu melalaikan Al Ashrain” Aku pun bertanya, “Apakah Al Ashrain itu?" Nabi menjawab, “Shalat Subuh dan shalat Ashar.” [17:1] Shahih Ibnu Hibban 1742: Abdullah bin Qahthabah mengabarkan kepada kami di Fam Ash-Shilh, dia berkata: Ishaq bin Syahin menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid bin Abdullah menceritakan kepada kami dari Daud bin Abi Hindun, dari Abdullah bin Fadhalah, dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajari kami, dan di antara yang beliau ajarkan kepada kami adalah, “Peliharalah shalat (lima waktu) dan peliharalah shalat Al Ashrain.” Aku lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah shalat Al Ashrain itu?” Beliau menjawab, “Shalat sebelum matahari terbit dan shalat sebelum matahari terbenam.” 39 [17:1] Abu Hatim berkata, “Daud bin Abi Hindun mendengar khabar ini dari Abu Harb bin Abu Al Aswad dan dari Abdullah bin Fadhalah, dari Fadhalah. Dia menyebutkan masing-masing khabar dengan redaksi matannya. Kedua jalur ini sama-sama dihafal.” Dalam kebiasaan Orang-orang Arab, terdapat beberapa ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang sebentar ataupun lama. Kata الْقَبْلُ (Sebelum) menunjukkan waktu yang sebentar, waktu yang lama, dan waktu yang besar, seperti sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Akan terjadi fitnah-fitnah sebelum Hari Kiamat...." Fitnah tersebut terjadi pada tahun-tahun dahulu. Ini menunjukkan bahwa kata “sebelum” berlaku untuk sesuatu yang telah kami sebutkan. Kata “sebelum” secara bahasa maksudnya bukan sesuatu yang berbarengan dengan sesuatu (yang sesudahnya), sehingga seseorang tidak shalat Subuh kecuali sebelum matahari terbit dan tidak shalat Ashar kecuali sebelum matahari terbenam. Oleh karena itu, maksud kata “sebelum” bukanlah demikian. Shahih Ibnu Hibban 1743: Ibrahim bin Ishaq Al Anmathi mengabarkan kepada kami, Humaid bin Mas’adah menceritakan kepada kami, Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Daud bin Abi Hindun, dari Al Hasan, dari Jundub, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menunaikan shalat Shubuh, maka dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu, bertakwalah, wahai anak Adam, (jangan sampai) Allah meminta kepadamu sesuatu dari- jaminan-Nya.” 40 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1744: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Ali bin Al Madini menceritakan kepada kami, Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’d menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, Yazid bin Abi Habib menceritakan kepadaku dari Khair bin Nu’aim Al Hadhrami, dari Abdullah bin Hubairah As-Saba‘i, dari Abu Tamim Al Jaisyani, dari Abu Bahsrah Al Ghifari, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Ashar mengimami kami, lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya shalat ini ditawarkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu mereka bermalas-malasan di dalamnya dan meninggalkannya. Jadi, barangsiapa di antara mereka menunaikannya, maka pahalanya akan dilipatgandakan dua kali, dan tidak ada shalat lagi setelah itu sampai syahid-nya terlihat." Syahid adalah an-najm (bintang). 41 [2:1] Abu Hatim berkata, “Orang-orang Arab menamakan bintang Kartika sebagai An-Najm (bintang). Maksud Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya bukanlah bahwa waktu shalat Maghrib tidak masuk sampai bintang kartika kelihatan, karena bintang kartika tidak kelihatan kecuali ketika ufuk telah hitam (gelap) dan terjadi perubahan udara. Arti yang dimaksud menurutku adalah, syahid merupakan satelit bintang kartika yang pertama kali muncul, karena satelit-satelit bintang kartika adalah Al Kaff Al Khadhib, Al Kaff Al Jadzma', Al Ma ‘bidh,,Al Mi’sham, Al Mirfaq, Ibrat Al Mirfaq, Al Ayyuq, Rijl Al Ayyuq, Al A’lam, Adh-Dhaiqah, dan Al Qilash. Di antara bintang- bintang ini tidak ada yang bersinar kecuali Al Ayyuq, karena dia merupakan bintang merah yang bersinar sendirian di sebelah utara di tengah-tengah bintang kartika yang muncul ketika matahari terbenam. Orang yang penglihatannya tajam dapat melihat Al Ayyuq ketika matahari terbenam. Dialah syahid yang menjadi pembuka shalat Maghrib ketika telah muncul.” Shahih Ibnu Hibban 1745: Ibrahim bin Ali bin Abdul Aziz Al Umari mengabarkan kepada kami di Mosul, Mu’alla bin Mahdi menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ashim, dari Zirr, dari Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda saat Perang Khandaq, “Mereka menyibukkan kita dari shalat Al Wustha (sehingga terlambat menunaikannya), semoga Allah memenuhi rumah-rumah mereka dan perut-perut mereka dengan api.” Maksudnya adalah shalat Ashar. 42 [10:3] Shahih Ibnu Hibban 1746: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Janah bin Makhlad menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Ashim menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammam menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Muwarriq, dari Abu Al Ahwash, dari Abdullah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Shalat Al Wustha adalah shalat Ashar.”43 [66:3] Shahih Ibnu Hibban 1747: Abdullah bin Muhammad mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Abu Amir menceritakan kepada kami, Fulaih bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Hilal bin Ali, dari Abdurrahman bin Abi Amrah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, dan berpuasa ramadhan, maka wajib bagi Allah memasukkannya ke dalam surga, baik dia berhijrah di jalan Allah maupun duduk di tempat dia dilahirkan ibunya” 44 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1748: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami di Baitul Maqdis, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku, bahwa Ibnu Abi Hilal menceritakan kepadanya dari Nu’aim bin Al Mujmir, bahwa Shuhaib —maula Al Utwariyyin— menceritakan kepadanya, bahwa dia mendengar Abu Hurairah dan Abu Sa’id Al Khudri mengabarkan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau duduk di atas mimbar lalu bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya —tiga kali—.” Beliau lalu diam, sehingga masing-masing dari kami menangis tersedu-sedu karena sumpah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau lalu bersabda, “Tidak ada seorang pun dari hamba yang menunaikan shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, dan menjauhi tujuh dosa besar, kecuali akan dibukakan untuknya delapan pintu surga pada Hari Kiamat, sampai pintu-pintu tersebut saling bersahutan (suaranya)” Nabi lalu membaca ayat, “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan- kesalahanmu (dosa-dosamu yang kedi).” (Qs. An-Nisaa' [4]: 31) 45 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1749: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Abu Muawiyah menceritakan kepada kami, Hilal bin Maimun menceritakan kepada, kami dari Atha bin Yazid, dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Shalatnya seseorang secara berjamaah adalah melebihi shalatnya secara sendirian (dalam pahala) dengan (perbandingan) dua puluh lima derajat. Jika dia shalat di tanah tandus dengan menyempurnakan wudhunya, rukunya, dan sujudnya, maka pahalanya akan dicatat lima puluh derajat.” 47 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1750: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami. Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, Hammmad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Tsabit, dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunda shalat Isya. Pada tengah malam beliau datang lalu bersabda, “Sesungguhnya orang-orang telah shalat dan kemudian tidur, sedangkan kalian senantiasa dalam (pahala) shalat selama kalian menunggunya”. Anas berkata, “Seakan-akan aku melihat kilatan cincin beliau.” 48 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1751: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, Qutaibah menceritakan kepada kami, Bakr bin Mudhar menceritakan kepada kami dari Ayyasy bin Uqbah, bahwa Yahya bin Maimun menceritakan kepadanya, dia berkata: Aku mendengar Sahi bin Sa’d As-Sa’idi berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa berada dalam masjid untuk menunggu shalat, maka dia (seperti) dalam shalat.”49 [ 1:2] Shahih Ibnu Hibban 1752: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Zaid50 bin Al Hubab menceritakan kepada kami dari Ayyasy bin Uqbah, Yahya bin Maimun Qadhi Mesir mengabarkan kepadaku, Sahi bin Sa’d As-Sa’idi menceritakan kepadaku, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menunggu shalat maka dia (seperti) dalam shalat selama dia tidak terkena hadats.”51 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1753: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya para malaikat mendoakan salah seorang dari kalian selama dia berada di tempat shalatnya yang digunakan untuk shalat, selama dia tidak terkena hadats, ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, berilah rahmat kepadanya’.“ 52 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1754: Al Fadhl bin Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila adzan berkumandang, syetan berlari sambil kentut agar tidak mendengar suara adzan, dan apabila adzan telah selesai, 54 syetan datang lagi. Kemudian bila qamat dikumandangkan, syetan berlari lagi, dan setelah iqamat selesai syetan datang lagi. Kemudian dia membisikkan dalam hati orang yang shalat. ‘ Ingatlah ini ingatlah apa yang belum kamu ingati !’ hingga orang tersebut tidak tahu jumlah rakaat yang telah dia shalat. "55 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 1755: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Salm bin Junadah menceritakan kepada kami, Waki menceritakan kepada kami, Ali bin Al Mubarak menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila qamat telah dikumandangkan, janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku, dan tetaplah kalian tenang”56 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 1756: Ibnu Khuzairnah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Abu Ashim menceritakan kepada kami, Ja’far bin Yahya menceritakan kepada kami, pamanku, Umarah bin Tsauban, menceritakan kepada kami dari Atha bin Abi Rabah, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,“Sebaik-baik kalian adalah yang paling lentur bahunya58 ketika shalat.” 59 [9:3] Shahih Ibnu Hibban 1757: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Kuraib menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Abdurrahman Al Arhabi menceritakan kepada kami dari Ubaidah bin Al Aswad, dari Al Qasim bin Al Walid, dari Al Minhai bin Amr, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga golongan manusia yang shalatnya tidak diterima oleh Allah, yaitu pemimpin suatu kaum yang dibenci oleh kaumnya, istri yang tidak tidur semalaman sementara suaminya marah kepadanya, dan dua saudara yang saling bertengkar “60 [54:2] Shahih Ibnu Hibban 1758: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Katsir Al Abdi menceritakan kepada kami, Sufyan Ats-Tsauri mengabarkan kepada kami dari Al A’masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dia berkata: Seorang laki-laki menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, shalat apakah yang paling utama?” Beliau menjawab, “Shalat yang qunut-nya (berdirinya) lama”61 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1759: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, dia berkata:Ismail bin Ja’far menceritakan kepada kami, dia berkata: Humaid mengabarkan kepadaku dari Anas bin Malik, dia berkata, “Aku tidak pernah shalat bersama orang yang shalatnya lebih ringkas dan lebih sempurna dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” 62 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 1760: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang dari kalian shalat mengimami orang-orang, hendaklah dia meringankannya, karena di antara mereka ada yang sakit, lemah, dan tua-renta. Akan tetapi bila seseorang dari kalian shalat sendirian, dia boleh memperlama shalatnya sekehendaknya”63 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 1761: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Sallam Al Jumahi menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Qatadah, Tsabit, dan Humaid menceritakan kepada kami dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat mengimami mereka. Lalu datanglah seorang laki-laki dengan napas terengah-engah, kemudian dia membaca, “AIhamdulillahi hamdan katsiran thayyiban mubarakan fih” (segala puji bagi Allah, aku memuji-Mu dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh keberkahan). Seusai shalat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, “Siapakah yang mengucapkan kata-kata tadi?” Semua orang terdiam. Beliau bertanya lagi, “Siapakah yang mengucapkan kata-kata tadi? Sungguh, dia tidak mengucapkan kata-kata yang berdosa” Seorang laki-laki lalu beikata, “Aku, wahai Rasulullah. Aku datang dengan napas terengah-engah lalu mengucapkan kata-kata tersebut” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Aku melihat dua belas malaikat saling berebutan membawa naik kalimat tersebut (ke langit)” 64 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1762: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar Az-Zuhri mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Abu Hazim menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Sahi bin Sa’d As-Sa’idi, dia beikata, “Jarak antara tempat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendirikan shalat dengan tembok adalah seperti tempat jalannya kambing betina” 65 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1763: Umar bin Muhammad Al Hamdani dan Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Ahmad bin Abdat menceritakan kepada kami, dia berkata: Mughirah bin Abdurrahman Al Hizami menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Abu Ubaid menceritakan kepadaku, bahwa dia menunaikan shalat Dhuha bersama Salamah bin Al Akwa, dia (Salamah bin Al Akwa) berjalan menuju tiang dekat66 tempat mushaf Utsman, lalu shalat di dekatnya. Aku pun berkata kepadanya, ‘Tidakkah kamu shalat67 di sana?” Aku menunjuk ke sebagian sudut masjid. Dia lalu berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sering shalat di tempat ini.” 68 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1764: Abdurrahman bin Abdul Mu‘min mengabarkan kepada kami di Jurjan, dia berkata: Muammal bin Ihab menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayyub bin Suwaid menceritakan kepada kami, dia berkata: Malik menceritakan kepada, kami dari Abu Hazim, dari Sahi bin Sa’d, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Ada dua waktu yang doa tidak akan ditolak di dalamnya, yaitu ketika shalat akan dilaksanakan dan ketika berada dalam shaf (berdiri dalam peperangan) di jalan Allah."69 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 1765: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Khallad Al Bahili menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu’adz bin Hisyam menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Ikrimah, dia berkata: Aku berkata kepada Ibnu Abbas, “Aku heran dengan shalatnya seorang syaikh yang mengimami kami shalat Zhuhur, dia takbir sebanyak dua puluh dua kali.” Ibnu Abbas lalu berkata, “Itu adalah Sunnah yang dilakukan Abu Al Qasim shallallahu 'alaihi wa sallam.” 70 [5:27] Shahih Ibnu Hibban 1766: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Ibn Syihab, dan Abu Salamah, bahwa Abu Hurairah RA shalat mengimami mereka. Dia bertakbir setiap kali turun dan bangkit. Setelah selesai, dia berkata, “Sungguh, akulah orang yang paling mirip shalatnya dengan shalat Rasulullah SAW” 71 [27:5] Shahih Ibnu Hibban 1767: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yunus bin Yazid mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, bahwa Abu Hurairah RA setelah dilantik oleh Marwan menjadi Gubernur Madinah, apabila dia hendak menunaikan shalat fardhu, dia bertakbir, lalu bertakbir lagi ketika akan ruku. Ketika mengangkat kepalanya dari ruku, dia membaca, “Sami’allahu liman hamidah, rabbana walakal hamdu” (semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya. Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala puji). Kemudian dia bertakbir ketika turun hendak sujud, lalu bertakbir lagi ketika bangun dari rakaat kedua setelah tasyahud. Kemudian dia melakukan hal serupa sampai shalatnya selesai. Setelah selesai shalat dan salam, dia menghadap kepada orang-orang yang berada di masjid, lalu berkata, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. ” 72 [27:5] Salim berkata, “Ibnu Umar juga melalukan hal serupa. Hanya saja, dia membaca takbir dengan suara lirih.” Shahih Ibnu Hibban 1768: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, dia berkata: Husain Al Mu’allim73 mengabarkan kepada kami dari Budail bin Maisarah, 74 dari Abu Al Jauza, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memulai shalat dengan takbir dan memulai bacaan dengan “Alhamdulillahi rabbil alamin.” (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam). Apabila beliau ruku, beliau tidak mengangkat kepalanya dan tidak pula menundukkannya (menurunkannya), akan tetapi pertengahan antara keduanya. Apabila beliau mengangkat kepalanya dari ruku, beliau tidak sujud sampai beliau berdiri tegak. Bila beliau mengangkat kepalanya dari sujud, beliau tidak sujud lagi sampai beliau duduk tegak. Beliau menekuk kaki kirinya dan meluruskan kaki kanannya. Beliau membaca tahiyyat setiap dua rakaat. Beliau melarang duduk di atas tumit yang ditegakkan dan melarang meletakkan kedua siku seperti binatang buas. Beliau lalu mengakhiri shalat dengan salam. 75 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 1769: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Sa’id Al Asyaj menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Al Yaman menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Dzi‘b, dari Sa’id bin Sam’an, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merenggangkan jari-jemarinya dalam shalat76 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 1770: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Al Harits mengabarkan kepada kami bahwa dia mendengar Atha bin Abi Rabah menceritakan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kami, para nabi, disuruh mengakhirkan sahur dan menyegerakan buka, serta meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri ketika shalat”77.[3:68] Abu Hatim RA berkata, “Ibnu Wahb mendengar khabar ini dari Amr bin Al Harits dan Thalhah bin Amr, 78 dari Atha bin Abi Rabah. Shahih Ibnu Hibban 1771: Muhammad bin Al Mundzir bin Sa’id mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yusuf bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Hajjjaj bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dia berkata: Musa bin Uqbah mengabarkan kepadaku dari Abdullah bin Al Fadhl, dari Abdurrahman Al A’raj, dari Ubaidillah bin Abi Rafi, dari Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila memulai shalat fardhu, maka beliau membaca, “Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamawati wal ardha hanifan musliman wama ana minal musyrikin. Inna shalati wanusuki wamahyaya wa mamati lillahi rabbil alamin. La syarika laku wabidzalika umirtu wa ana minal muslimin. Allahumma antal maliku la ilaha illa anta subhanaka wabihamdika, anta rabbi wa ana abduka, zhalamtu nafsi wa’taraftu bidzanbi, faghfirli dzunubi jami’an innahu la yaghfirudz-dzunuba illa anta, wahdini liahsanil akhlaqi la yahdini liahsaniha illa anta, washrif anni sayyiaha la yashrifu anni sayyiaha illa anta, labbaik wasa'daik walkhairu walmahdiyyu man hadait, ana bika wa ilaik, tabarakta wata ’alait, astaghfiruka wa atubu ilaik” (Aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan memegang agama yang lurus, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, serta hidup dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan itulah aku diperintah, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Ya Allah, Engkau adalah raja. Tidak ada tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, aku memuji-Mu. Engkau adalah Tuhanku dan aku hamba- Mu. Aku telah menganiaya diriku sendiri dan mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah seluruh dosaku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Tunjukkanlah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang menunjukkan kepadanya kecuali Engkau. Jauhkan aku dari akhlak yang buruk, tidak ada yang bisa menjauhkan darinya kecuali Engkau. Aku penuhi panggilan-Mu dengan penuh kegembiraan. Kebaikan ada di Tangan-Mu. Orang yang mendapat petunjuk adalah yang telah Engkau beri petunjuk. Aku hidup dengan pertolongan dan Rahmat-Mu, dan kepada-Mu (aku kembali). Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu). 79 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1772: Ibrahim bin Ishaq Al Anmathi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Hajjaj bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dia berkata: Musa bin Uqbah mengabarkan kepadaku dari Abdullah bin Al Fadhl, dari Abdurrahman Al A’raj, dari Ubaidillah bin Abi Rafi, dari Ali bin Abi Thalib RA, 80 bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila memulai shalat fardhu, maka beliau membaca, “Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamawati ardha hanifan musliman wama ana minal musyrikin. Inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin. La syarika laku wabidzatika umirtu wa ana awwalul muslimin. Allahumma antal matiku la ilaha ilia anta subhanaka wabihamdika, anta rabbi wa ana abduka, zhalamtu naf si wa ’taraftu bidzanbi, faghfirli dzunubi jami’an, innahu la yaghfirudz-dzunuba ilia anta, wahdini liahsanil akhlaqi la yahdi liahsaniha illa anta, washrif anni sayyiaha la yashrifu anni sayyiaha illa anta, labbaik wasa 'daik walkhairu fi yadaik, walmahdiyyu man hadait, ana bika wa alaik tabarakta wata’alait, astaghfiruka wa atubu ilaik." (Aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan memegang agama yang lurus, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan itulah aku diperintah, dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri. Ya Allah, Engkau adalah raja. Tidak ada tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, aku memuji-Mu. Engkau adalah Tuhanku dan aku hamba-Mu. Aku telah menganiaya diriku sendiri dan mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah seluruh dosaku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Tunjukkanlah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang menunjukkan kepadanya kecuali Engkau. Jauhkan aku dari akhlak yang buruk, tidak ada yang bisa menjauhkan darinya kecuali Engkau. Aku penuhi panggilan-Mu dengan penuh kegembiraan. Kebaikan ada di Tangan-Mu. Orang yang mendapat petunjuk adalah yang telah Engkau beri petunjuk. Aku hidup dengan pertolongan dan Rahmat-Mu, dan kepada-Mu [aku kembali]. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu). 81 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1773: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu An-Nadhr Hasyim82 bin Al Qasim mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Abdullah bin Abi Salamah mengabarkan kepada kami dari pamannya, Al Majisyun bin Abu Salamah, dari Al A’raj, dari Ubaidillah bin Abi Rafi, dari Ali bin Ain Thalib RA, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila memulai shalat, bertakbir lalu membaca, “Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamawati wal ardha hanifan musliman wama ana minal musyrikin. Inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin. La syarika lahu wabidzalika umirtu wa ana awwalul muslimin. Allahumma antal maliku la ilaha illa anta subhanaka wabihamdika, anta rabbi wa ana abduka, zhalamtu nafsi wa’taraftu bidzanbi, faghfirli dzunubi jami’an la yaghfirudz-dzunuba illa anta, labbaik wasa’daik walkhairu fi yadaik, wasysyarru laisa ilaik, ana bika wa Ilaik, tabarakta wata’alait, astaghfiruka wa atubu Ilaik.” (Aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan memegang agama yang lurus, dan aku tidak termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, serta hidup dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan itulah aku diperintah, dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri. Ya Allah, Engkau adalah raja. Tidak ada tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, aku memuji-Mu. Engkau adalah Tuhanku dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku sendiri dan mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah seluruh dosaku, tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Aku penuhi panggilan-Mu dengan penuh kegembiraan. Seluruh kebaikan ada di Tangan-Mu dan keburukan tidak (dinisbatkan) kepada-Mu. Aku hidup dengan pertolongan dan Rahmat-Mu, dan kepada-Mu (aku kembali). Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu). 83 [5:12] Abu Hatim RA berkata, “Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam 'keburukan tidak (dinisbatkan) kepada-Mu’ maksudnya adalah ‘keburukan bukan sesuatu yang dijadikan sarana untuk mendekatkan diri kepada-Mu’, Jadi, redaksi ‘sesuatu yang dijadikan sarana untuk mendekatkan diri' disembunyikan.” 84 Shahih Ibnu Hibban 1774: Ibrahim bin Ishaq Al Anmathi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Hajjaj bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dia berkata: Musa bin Uqbah mengabarkan kepadaku dari Abdullah bin Al Fadhl, dari Abdurrahman Al A’raj, dari Ubaidillah bin Abi Rafi, dari Ali, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam apabila memulai shalat fardhu, beliau membaca, “Wajjahtu wajhiya lilladzi fatharassamawati wal ardha hanifan wama ana minal musyrikin. Inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin. La syarika laku wabidzalika umirtu wa ana minal muslimin. Allahumma lakal hamdu la ilaha illa anta subhanaka wabihamdika, anta rabbi wa ana abduka, zhalamtu nafsi wa’taraftu bidzanbi, faghfirli dzunubi jami’an, la yaghfirudz-dzunuba ilia anta. wahdini liahsanil akhlaqi la yahdi liahsaniha illa anta, washrif anni sayyiaha la yashrifu anni sayyiaha illa anta, labbaik wa sa 'daik walkhairu biyadaik walmahdiyyu man hadait, ana bika wa Ilaik, tabarakta wa ta‘alait, astaghfiruka wa atubuilaik.” (Aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan memegang agama yang lurus, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, serta hidup dan matiku, hanyalah untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan itulah aku diperintah, dan aku termasuk orang yang berserah diri. Ya Allah, bagi-Mu segala puji, tidak ada tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, aku memuji-Mu. Engkau adalah Tuhanku, dan aku hamba-Mu, aku telah menganiaya diriku sendiri dan mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah seluruh dosaku, tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Tunjukkanlah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang menunjukkan kepadanya kecuali Engkau. Jauhkan aku dari akhlak yang buruk, tidak ada yang bisa menjauhkan darinya kecuali Engkau. Aku penuhi panggilan-Mu dengan penuh kegembiraan. Kebaikan ada di Tangan-Mu. Orang yang mendapat petunjuk adalah yang telah Engkau beri petunjuk. Aku hidup dengan pertolongan dan Rahmat-Mu, dan kepada-Mu (aku kembali). Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Aku memohon ampun dan bertobat kepada-Mu)”. 85 [5:33] Shahih Ibnu Hibban 1775: Ahmad bin Muhammad bin Al Mutsanna Al Bustani mengabarkan kepada kami di Damaskus, Ali bin Khasyram menceritakan kepada kami, Ibnu Fudhail mengabarkan kepada kami dari Umarah bin Al Qa’qa’, dari Abu Zur’ah, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila takbir, maka beliau diam antara takbir dan membaca (Al Faatihah). Aku pun bertanya, “Demi ayah dan ibuku, aku melihat engkau diam antara takbir dan membaca (Al Faatihah), kabarkanlah kepadaku apa yang engkau ucapkan saat itu?” Beliau menjawab, “Allahumma ba’id baini baina khathayaya kama ba ’adta baina al masyriqi wa al maghribi. Allahumma naqqini min khathayaya kama yunaqqa ats-tsaub al abyadh mina ad-danas. allahummaghsilni min khathayaya bi al ma'i wa ats-tsalji wa al barad." (Ya Allah, jauhkanlah antara aku dengan kesalahan- kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara Timur dan Barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju, dan es)”.86 [5:33] Shahih Ibnu Hibban 1776: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir mengabarkan kepada kami dari Umarah bin Al Qa’qa, dari Abu Zur’ah, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila telah takbir dalam shalat, maka beliau diam sejenak sebelum membaca (Al Faatihah). Aku pun bertanya, “Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, kulihat engkau diam antara takbir dan membaca (Al Faatihah), apakah yang engkau baca?” Beliau menjawab, “Aku membaca, 'Allahumma ba’id baini wa baina khathayaya kama ba’adta baina al masyriqi wa al maghribi. Allahumma naqqini min al khathaya kama yunaqqa ats-tsaub al abyadh mina ad-danas. allahummaghsilni min khathayaya bi al ma 'i wa ats-tsalji wa al barad'." (Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara Timur dan Barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan- kesalahan, sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju, dan es).“88 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1777: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Amir Al Aqadi menceritakan kepada kami, dia berkata, Ibnu Abi Dzi’b menceritakan kepada kami dari Sa’id bin Sam’an — maula Az-Zuraqiyyin—, dia berkata: Abu Hurairah masuk menemui kami di masjid, lalu berkata, “Ada tiga hal yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tapi ditinggalkan oleh manusia. Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, beliau mengangkat kedua tangannya dengan membentangkannnya, beliau berdiri sebentar (dengan diam) sebelum membaca (Al Faatihah) untuk meminta karunia Allah, dan beliau takbir setiap kali ruku dan sujud." 89 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1778: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami dari Umarah bin Al Qa’qa, dari Abu Zur’ah, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila takbir dalam shalat, maka beliau diam sejenak sebelum membaca (Al Faatihah). Aku pun bertanya, “Demi ayah dan ibuku, aku melihat engkau diam antara takbir dan membaca (Al Faatihah), apakah yang engkau baca?” Beliau menjawab, “Allahumma ba'id baini wa baina khathayaya kama ba’adta baina al masyriqi wa al maghribi. Allahumma naqqini min al khathaya yunaqqa ats-tsaub al abyadh min ad-danas. allahummaghsilni min khathayaya bi ats-tsalji wa al ma’i wa al barad." (Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara Timur dan Barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan- kesalahan sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan es.)” 90 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1779: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Amr bin Murrah, dari Ashim Al Anazi, 91 dari Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, dia berkata: Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila memulai shalat, maka beliau mengucapkan, “Allaahumma innii a ’uudzu bika minasy syaithaan: min hamzihi wa nafkhih [wa naftsih]. (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari syetan, dari godaan dan tiupannya [serta bisikannya]).”92 [5:12] Amr berkata, “Godaannya adalah gila, tiupannya adalah sombong, dan bisikannya adalah syair.” Shahih Ibnu Hibban 1780: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Mahdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Amr bin Murrah, dari Ashim Al Anazi93, dari Ibnu Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila menunaikan shalat, membaca ”Allahu akbar kabiiran walhamdu lillaahi katsiiran -tsalatsan- subhaanallaahi bukratan ashiila -tsalatsan- a’uudzubillaahi minasy syaithaanir rajiim: min nafkhihi wa hamzihi wa naftsih." (Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak —tiga kali. Maha Suci Allah pada waktu pagi dan sore —tiga kali—. Aku berlindung kepada Allah dari syetan yang terkutuk, dari tiupannya, godaannya, dan bisikannya).”94 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1781: Khalid bin An-Nadhr bin Amr Al Qurasyi Abu Yazid Al Adi mengabarkan kepada kami di Bashrah, dia berkata: Abdul Wahid bin Ghiyats menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami dari Raqabah bin Massalah, dari Atha, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Setiap shalat ada bacaannya. Apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan keras kepada kami, maka kami pun membacanya dengan suara keras kepada kalian, dan apa yang dibaca beliau dengan suara lirih (tidak diperdengarkan) kepada kami, maka kami pun membacanya dengan suara lirih kepada kalian.” 95 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1782: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Uyainah menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Mahmud bin Ar-Rabi', dari Ubadah bin Ash-Shamit, telah sampai kepadanya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak (sah) shalat orang yang tidak membaca surah Al Faatihah."96 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1783: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi As-Sarri menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang dari kalian berdiri hendak shalat, janganlah meludah ke depannya, karena dia sedang bermunajat kepada Tuhannya selama dalam shalatnya. Juga tidak boleh (meludah) ke sebelah kanannya, karena di sebelah kanannya ada malaikat. Akan tetapi hendaklah dia meludah ke sebelah kiri atau di bawah kakinya, lalu memendamnya” 97 [1:21] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini berisi penjelasan bahwa makmum wajib membaca surah Al Faatihah dalam shalatnya, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengabarkan bahwa orang yang shalat sedang bermunajat kepada Tuhannya, dan munajat itu tidak dilakukan kecuali dengan membaca (Al Qur'an), bukan tasbih, takbir, dan diam.” Shahih Ibnu Hibban 1784: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar Az-Zuhri mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Al Ala bin Abdurrahman, bahwa dia mendengar Abu As-Sa'ib —maula Hisyam bin Zuhrah— berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Barangsiapa shalat tanpa membaca surah Al Faatihah maka shalatnya kurang dan tidak sempurna’ Aku pun berkata, “Wahai Abu Hurairah, terkadang aku berada di belakang imam.” Abu Hurairah lalu memegang lenganku dan berkata, “Wahai Farisi, bacalah surah Al Faatihah dalam hatimu, karena aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Allah SWT berfirman, "Aku membagi shalat (surah Al Faatihah) menjadi dua bagian: untuk-Ku dan untuk hamba-Ku, sebagiannya untuk-Ku dan sebagian lagi untuk hamba- Ku, dan untuk hamba-Ku apa yang dia minta". Bacalah! Jika seorang hamba mengucapkan, "Alhamdulillahi rabbil alamin" (segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam) maka Allah berfirman, "Hamba-Ku memuji-Ku". Jika seorang hamba mengucapkan, "Ar-rahmanirrahim" (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) maka Allah berfirman, "Hamba-Ku menyanjung-Ku". Jika seorang hamba mengucapkan, "Yang menguasai Hari Pembalasan ", maka Allah berfirman, "Hamba-Ku mengagungkan-Ku. Ayat ini adalah antara Aku dan hamba-Ku ” Jika seorang hamba mengucapkan, “Iyyyaka na'budu wa iyyaka nasta’in" (hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan) ”, maka Allah berfirman, "Ayat ini adalah antara Aku dan hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta ”. Jika seorang hamba mengucapkan, “Ihdinash shirathal mustaqim, shirathalladzina an’amta alaihim ghairil maghdhubi alaihim waladh-dhallin" (tunjukilah kami jalan yang lurus, [yaitu] jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan [jalan] mereka yang dimurkai dan bukan [pula jalan] mereka yang sesat" Maka Allah berfirman "Itu untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.” 98 [1:21 ] Shahih Ibnu Hibban 1785: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Muammil bin Hisyam Al Yasykuri menceritakan kepada kami, Ismail bin Ulayyah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, Makhul menceritakan kepadaku dari Mahmud bin Ar-Rabi —tinggal di Dia— dari Ubadah bin Ash-Shamit, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Subuh mengimami kami, dan rupanya bacaan kami memberatkannya. Setelah selesai, beliau pun bersabda, “Benarkah yang kulihat ini, bahwa kalian membaca di belakang mengikuti imam?” Mereka berkata, “Memang benar, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “Jangan lakukan seperti itu kecuali ketika membaca Ummul Kitab (Al Faatihah), karena tidak sah shalatnya orang yang tidak membacanya.”99 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1786: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi As-Sarri menceritakan kepada kami, dia beikata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Mahmud bin Ar-Rabi, dari Ubadah bin Ash-Shamit, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah shalatnya seseorang yang tidak membaca Ummul Qur'an atau lebih.”100 [1:21] Abu Hatim RA berkata, “Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam khabar riwayat Makhul, 'Jangan lakukan seperti itu, kecuali ketika membaca Ummul Kitab (Al Faatihah)' adalah suatu larangan yang maksudnya101 adalah memulai lagi suatu perkara yang telah dimulai.” Redaksi “atau lebih” diriwayatkan secara sendiri oleh Ma’mar dari Az-Zuhri, sedangkan sahabat-sahabatnya yang lain tidak meriwayatkannya. 102 Shahih Ibnu Hibban 1787: Ja’far bin Ahmad bin Sinan Al Qaththan mengabarkan kepada kami di Wasith, dia berkata: Ayahku dan Bundar menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dari Ali bin Yahya bin Khallad, dari ayahnya, dari pamannya, Rifa’ah bin Rafi, Ja’far mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amru mengabarkan kepada kami dari Ali bin Yahya bin Khallad Az-Zuraqi, saya menduga (Ali bin Yahya bin Khallad Az-Zuraqi) meriwayatkan dari ayahnya, dari Rifa’ah bin Rafi Az-Zuraqi, salah seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berkata: Seorang laki-laki datang, dan saat itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang berada di masjid, maka dia shalat di dekat beliau. Setelah shalatnya selesai, dia menghampiri beliau, lalu mengucapkan salam kepada beliau. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda kepadanya, "Ulangilah shalatmu, karena sesungguhnya kamu belum shalat" —Rifa’ah berkata— Dia pun kembali ke tempatnya dan mengulangi shalatnya seperti yang pertama. Setelah itu dia menghampiri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau lalu bersabda kepadanya, "Ulangilah shalatmu, karena sesungguhnya kamu belum shalat!” Dia pun bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana yang seharusnya aku lakukan?“ Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu menjawab, “Apabila kamu telah menghadap kiblat, bertakbirlah, lalu bacalah Ummul Qur'an, kemudian bacalah apa yang kamu suka (dari surah-surah Al Qur'an). Apabila kamu ruku, letakkanlah kedua telapak tanganmu pada lututmu, lalu bungkukkan punggungmu. Kemudian apabila kamu mengangkat kepalamu, luruskan tulang belakangmu hingga tulangnya kembali ke persendiannya Kemudian apabila kamu bersujud, tetapkanlah sujudmu (tempelkan kepalamu ke tanah). Apabila kamu telah mengangkat kepalamu, duduklah di atas paha kirimu Lakukan yang demikian itu pada setiap rakaat.”103 Ja’far berkata, “Redaksi khabar (hadits) ini merupakan riwayat Muhammad bin Amru." [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1788: Abu Quraisy Muhammad bin Jum'ah Al Asham Al Haflzh mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Sa'id Al Kindi menceritakan kepada kami, dia berkata: Uqbah bin Khalid menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’d bin Sa’id menceritakan kepada kami dari Al Ala' bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Setiap shalat yang tidak membaca surah Al Faatihah di dalamnya, maka shalatnya menjadi kurang. Setiap shalat yang tidak membaca surah Al Faatihah di dalamnya, maka shalatnya menjadi kurang. Setiap shalat yang tidak membaca surah Al Faatihah di dalamnya, maka shalatnya menjadi kurang.”104 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1789: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli menceritakan kepada kami, dia berkata: Wahb bin Jarir menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Al Ala bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, Tidak shalat yang tidak membaca surah Al Faatihah di dalamnya” Aku lalu bertanya, “Meskipun aku berada di belakang imam?” Abu Hurairah lalu berkata, "Beliau memegang tanganku, lalu bersabda, 'Bacalah dalam hatimu'” 105 [21:1] Abu Hadm RA berkata, “Khabar riwayat Al Ala ini, yang redaksinya 'tidak sah shalat, tidak ada yang meriwayatkannya kecuali Syu’bah, dan tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Wahb bin Jarir dan Muhammad bin Katsir." Dan Abu Hatim RA berkata lagi, “Khabar-khabar ini termasuk yang telah kami uraikan dalam Syaraith Al Akhbar. Sesungguhnya pesan Al Qur'an terkadang independen dengan sendirinya dalam kondisi tertentu, sehingga dia digunakan berdasarkan keumuman pesan tersebut Terkadang pula dia tidak independen dalam sebagian kondisi, sehingga digunakan berdasarkan kata mujmal (global), yang merupakan pesan Al Qur'an yang bersifat mutlak, tanpa dijelaskan oleh Sunnah. Sunnah-Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seluruhnya bersifat independen dengan sendirinya, tidak memerlukan penjelasan dari Al Qur'an. Dia menjelaskan kata-kata dalam Al Qur'an yang bersifat mujmal (global) dan menguraikan yang samar padanya. Allah SWT berfirman, 'Dan Kami turunkan Az-Zikr (Al Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka'. (Qs. An-Nahl (16): 44) Allah memberitahukan bahwa yang menafsirkan adalah firman-Nya, 'Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat'. (Qs. Al Baqarah (2): 43) Juga kata-kata lainnya yang bersifat mujmal dalam Al Qur'an, yang menjelaskannya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mustahil bila sesuatu yang menafsirkan, membutuhkan sesuatu yang bersifat mujmal (yang belum ditafsirkan). Justru yang mujmal itulah yang membutuhkan sesuatu yang menafsirkan. Hal ini berlawanan dengan pendapat yang mengklaim bahwa Sunnah-Sunnah harus dipadankan dengan Al-Qur'an, sehingga dia mendatangkan sesuatu yang tidak sesuai dengan khabar, dan pendapatnya menolak kebenarannya." Shahih Ibnu Hibban 1790: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdush Shamad bin Abdul Warits menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami, Qatadah menceritakan kepada kami dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh kita membaca surah Al Faatihah dan surah-surah yang mudah (ringan)." 106 [46:1] Abu Hatim berkata, “Perintah membaca surah Al Faatihah dalam shalat adalah perintah yang menunjukkan wajib. Terdapat khabar-khabar lain yang menguatkan kebenaran hukum wajibnya. Kami telah menyebutkannya pada beberapa tempat dalam kitab-kitab kami. Sedangkan perintah membaca surah-surah yang ringan hukumnya tidak wajib, berdasarkan dalil Ijma107 yang menjelaskannya." Shahih Ibnu Hibban 1791: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami, Ja’far bin Maimun menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Abu Utsman An-Nahdi berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Keluarlah dan umumkan kepada orang-orang, 'Tidak sah shalat kecuali dengan membaca surah Al Faatihah dan tambahannya (surah lainnya)'." 109 [10:3] Shahih Ibnu Hibban 1792: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, ayahku dan111 Yazid bin Harun menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishaq, dari Makhul, dari Mahmud bin Ar-Rabi, dari Ubadah bin Ash-Shamit, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat fajar mengimami kami, dan rupanya bacaan kami mengganggunya, maka setelah salam beliau bertanya, “Apakah kalian membaca di belakangku'?” Kami menjawab, “Ya.” Beliau lalu bersabda, “Jangan lakukan itu kecuali ketika membaca Ummul Kitab (Al Faatihah), karena tidak sah shalatnya orang yang tidak membacanya”112 [10:3] Shahih Ibnu Hibban 1793: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Mahmud bin Ar-Rabi, dari Ubadah bin Ash-Shamit, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca Ummul Qur'an dan seterusnya (tambahannya yaitu surah-surah lainnya)."113 [2:81] Shahih Ibnu Hibban 1794: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli menceritakan kepada kami, dia berkata: Wahb bin Jarir menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Al Ala bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah shalat yang tidak membaca surah Al Faatihah di dalamnya”. Aku lalu bertanya, “Meskipun aku berada di belakang imam?” Abu Hurairah berkata, “Beliau memegang tanganku, lalu bersabda, 'Bacalah dalam hatimu'." 114 [92:2] Shahih Ibnu Hibban 1795: Al Fadhl bin Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Al Ala dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa shalat tanpa membaca Ummul Qur'an (surah Al Faatihah), maka shalatnya kurang dan tidak sempurna,” Aku pun berkata, “Wahai Abu Hurairah, terkadang aku berada di belakang imam." Abu Hurairah lalu memegang lenganku dan berkata, “Wahai putra Al Farisi, bacalah surah Al Faatihah dalam hatimu, karena aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Allah SWT berfirman, 'Aku membagi shalat (surah Al Faatihah) menjadi dua bagian: untuk-Ku dan untuk hamba-Ku, separuhnya untuk-Ku dan separuhnya lagi untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia mau“. Jika seorang hamba berdiri lalu mengucapkan “Alhamdulillaahi rabbil ’aalamin" (segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam) maka Allah berfirman, “Hamba-Ku memuji-Ku Jika seorang hambamengucapkan,“Ar-rahmaanirrahiim" (Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) maka Allah berfirman, “Hamba-Ku menyanjung-Ku”. Jika seorang hamba mengucapkan, Maliki Yaumuddin “Yang menguasai Hari Pembalasan”, maka Allah berfirman, “Hamba-Ku mengagungkan-Ku, Ayat ini adalah antara Aku dan hamba-Ku ”, Jika seorang hamba mengucapkan, “Iyyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta’iin" (hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan) sampai akhir surah, maka Allah berfirman, "Ayat-ayat ini adalah untuk hamba-Ku, dan bagi hamba-Ku apa yang dia minta.”115 [23:3] Shahih Ibnu Hibban 1796: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Ya’qub Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami, Abu Bisyr mengabarkan kepada kami dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, tentang firman Allah, “Dan janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalat dan janganlah (pula) merendahkannya." (Qs. Al Israa' [17]: 110), dia berkata: Ayat ini turun ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masih sembunyi- sembunyi116 (dalam berdakwah) di Makkah. Apabila beliau shalat mengimami para sahabatnya, beliau membaca Al Qur'an dengan suara keras, sehingga orang-orang musyrik yang mendengarnya mencaci-maki Al Qur'an, yang menurunkannya dan yang membawanya. Allah lalu berfirman kepada Nabi-Nya, “Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu.” Maksudnya adalah, bacaanmu, sehingga orang-orang musyrik mendengarnya, yang menyebabkan mereka mencela Al Qur'an. “ Dan janganlah pula merendahkannya” dari sahabat-sahabatmu sehingga mereka tidak mendengarnya, (akan tetapi) “Carilah jalan tengah di antara kedua itu”. (Qs. Al Israa'. [17]:110) 117 [23:3] Shahih Ibnu Hibban 1797: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Haiwah mengabarkan kepadaku, dia berkata: Khalid bin Yazid mengabarkan kepadaku dari Sa’id bin Abi Hilal, dari Nu’aim Al Mujmir, dia berkata: Aku shalat di belakang Abu Hurairah. Dia mengucapkan (dengan suara keras) bismillahirrahmanirrahim, lalu membaca Ummul Kitab (Al Faatihah). Ketika telah sampai ayat “ghairil maghdhuubi alaihim waladh dhaalliin”, dia mengucapkan " amin", dan orang-orang ikut mengucapkan “amin" Ketika ruku dia membaca “allahu akbar*'. Ketika mengangkat kepalanya dia mengucapkan “sami’allaahu liman hamidah", lalu mengucapkan “Allahu akbar”, lalu bersujud. Ketika mengangkat kepalanya, dia mengucapkan “Allahu Akbar”. Ketika sujud (lagi) dia mengucapkan “Allahu akbar”. Ketika mengangkat kepalanya dia mengucapkan “Allahu akbar”. Kemudian dia bangun dengan menghadap kiblat seraya membaca takbir. Ketika bangun dari dua rakaat dia mengucapkan “Allahu akbar”. Setelah salam, dia berkata, “Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-nya, sungguh aku adalah orang yang shalatnya paling mirip dengan shalat Rasulullah SAW”. 118 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1798: Muhammad bin Al Mu’afa mengabarkan kepada kami di Shaida, dia berkata: Muhammad bin Hisyam bin Abu Khiyarah menceritakan kepada kami, dia berkata: lbnu Abi Adi menceritakan kepada kami, dia berkata: Humaid dan Sa'id menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, . dan Utsman RA memulai bacaan dengan (membaca) "alhamdu lillaahi rabbil aalamin" (segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam).” 119 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 1799: Umar bin Ismail bin Abi Ghailan Ats-Tsaqafi, Ash- Shufi, dan selain keduanya120 mengabarkan kepada kami, mereka berkata: Ali bin Al Ja’d menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah dan Syaiban mengabarkan kepada kami dari Qatadah, dia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik berkata: Aku pemah shalat di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman RA, akan tetapi aku tidak pernah mendengar seorang pun dari mereka membaca bismillaahirrahmaanirrahiim dengan suara keras. 121 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 1800: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Daud bin Syabib menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Qatadah, Tsabit, dan Humaid, dari Anas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar, dan Utsman RA memulai bacaan dengan (membaca) “alhamdu lillaahi rabbil ’aalamin” 122 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 1801: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku dan Syu’aib bin Al- Laits menceritakan kepada kami, keduanya berkata: [Al-Laits mengabarkan kepada kami], Khalid bin Yazid menceritakan kepada kami dari Sa’id bin Abi Hilal, dari Nu’aim Al Mujmir, dia berkata: Aku shalat di belakang Abu Hurairah. Dia membaca bismillahirrahmanirrahim (dengan suara keras). Kemudian dia membaca Ummul Qur'an (Al Faatihah). Ketika sampai ayat “waladh- dhallin”, dia mengucapkan “amin” dan orang-orang ikut mengucapkan “amin”. Setiap kali sujud dia mengucapkan “Allahu akbar”, dan setiap kali bangkit dari duduk dia mengucapkan “Allahu akbar”. Setelah salam dia berkata, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku adalah orang yang shalatnya paling mirip dengan shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.”123 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 1802: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harun bin Abdullah Al Hammal menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Adam menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Khalid Al Hadzdza, dari Abu Qilabah, dari Anas, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan Umar RA tidak membaca “Bismillaahirrahmaanirrahiim” dengan suara keras. 124 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 1803: Abdullah bin Qahthabah mengabaikan kepada kami di Famish-Shalh, dia berkata: Al Abbas bin Abdullah Al-Tarqufi menceritakan kepada kami, dia beskaia: Muhammad bin Yusuf menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Sa’id bin Abi Arubah, dari Qatadah, dari Anas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan Umar RA tidak membaca “bismillaahirrahmaanirrahiim " dengan suara keras. Akan tetapi mereka membaca “alhamdu lillaahi rabbil aalamiin” dengan suara keras. 125 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 1804: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Sa’id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila imam mengucapkan 'ghairil maghdhuubi alaihim waladh dhaalliin' maka ucapkanlah 'amin’ karena para malaikat akan mengucapkan ‘amin' dan imam juga mengucapkan 'amin'. Barangsiapa ucapan amin-nya bersamaan dengan ucapan 'amin' para malaikat, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni”126 [2:1] Abu Hatim RA berkata, “Arti sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Barangsiapa ucapan amin-nya bersamaan dengan ucapan amin para malaikat' adalah, para malaikat mengucapkan amin tanpa alasan tertentu, baik riya, sum’ah, maupun ujub, akan tetapi benar-benar ikhlas karena Allah. Bila seseorang mengucapkan amin tanpa alasan tertentu, maka ucapan amin-nya dalam keikhlasan, sesuai dengan ucapan amin malaikat, sehingga dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” 127 Shahih Ibnu Hibban 1805: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Wahb bin Jarir dan Abdush Shamad mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Salamah bin Kuhail, dia berkata: Aku mendengar Hujr Abu Al Anbas berkata: Alqamah bin Wail menceritakan kepadaku dari Wail bin Hujr, bahwa dia shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. Setelah membaca “waladh-dhallin', beliau mengucapkan “amin”, lalu salam (dengan menengok) ke arah kanan dan kiri. 128 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1806: Yahya bin Muhammad bin Amru mengabarkan kepada kami di Fusthath, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim bin Al Ala Az-Zubaidi menceritakan kepada kami, dia berkata: Amru bin Al Hants menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Salim menceritakan kepada kami dari Az-Zubaidi, dia berkata: Muhammad bin Muslim130 mengabarkan kepadaku dari Sa’id bin Al Musayyab dan Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selesai membaca surah Al Faatihah, beliau membaca 'amin' dengan suara keras." 131 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1807: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul A’la menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Al Hasan, dari Samurah bin Jundub, dia berkata, “Ada dua jenis diam (sejenak) yang aku ketahui dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Aku (Al Hasan) lalu memberitahukan hal ini kepada Imran bin Hushain, dan dia berkata, "Sepengetahuan kami, hanya ada satu jenis diam." Kami kemudian menulis surat kepada Ubay bin Ka’b di Madinah. Dia lalu membalas suratku dengan mengatakan bahwa Samurah telah mengetahuinya. Sa’id berkata: Kami bertanya kepada Qatadah, “Apakah dua jenis diam tersebut?” Qatadah menjawab, “Diam (sejenak) ketika masuk dalam shalatnya dan ketika selesai membaca (Al Faatihah)." 132 [5:4] Abu Hatim RA berkata, “Al Hasan tidak mendengar apa pun dari Samurah. 133 Dia mendengar khabar ini dari Imran bin Hushain. Riwayat yang menjadi pegangan kami adalah riwayatnya dari Imran, 134 bukan dari Samurah." 135 Shahih Ibnu Hibban 1808: Al Fadhl bin Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Mis’ar bin Kidam dan Yazid Abu Khalid, dari Ibrahim bin Ismail136 As-Saksaki, dari Ibnu Abi Aufa, bahwa seorang laki-laki berkata, “Wahai Rasulullah, ajarilah aku bacaan yang dapat menggantikan (bacaan) Al Qur'an." Beliau lalu bersabda, “Bacalah, 'Subhanallaah, walhamdulillaah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar'." Sufyan berkata, “Aku melihatnya mengucapkan, Walaa haula walaa quwwata illaa billaah'." 137 [65:3] Abu Hatim berkata, “Yazid Abu Khalid adalah Yazid bin138 Abdurrahman Ad-Dalani, Abu Khalid." Shahih Ibnu Hibban 1809: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abu Bakar Al Muqaddami menceritakan kepada kami, dia berkata: Umar bin Ali menceritakan kepada kami dan Mis’ar, dari Ibrahim As-Saksaki, dari Ibnu Abi Aufa, dia berkata: Seorang laki-laki datang menghadap Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu berkata, “Aku tidak bisa membaca Al Qur'an. Ajarilah aku bacaan yang bisa menggantikannya." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Bacalah, 'Subhanallah, walhamdu lillah, wa la ilaha illallah, wallahu akbar." Laki-laki tersebut bertanya lagi, 'Itu untuk Tuhanku, lalu apa untukku?” Nabi bersabda, “Bacalah, 'Allahummaghfirli warhmani warzuqni wa afini’. (Ya Allah, ampunilah aku, berilah rahmat kepadaku, berilah aku rezeki, selamatkanlah aku (tubuh yang sehat dan keluarga yang terhindar dari musibah)."139 [104:1] Shahih Ibnu Hibban 1810: Al Husain bin Ishaq Al Ashfahani mengabarkan kepada kami di Karkh, dia berkata: Abu Umayyah menceritakan kepada kami, dia berkata : Al Fadhl bin Muwaffaq menceritakan kepada kami dari Thalhah bin Musharrif, dari Ibnu Abi Aufa, dia berkata : Seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh aku tidak bisa mempelajari140 Al Qur'an. Ajarilah aku bacaan yang bisa menggantikan Al Qur'an." Nabi bersabda, “Ucapkanlah, 'Subhanallah, walhamdu lillah, wa la ilaha illallah, wallahu akbar, wa la haula wa la quwwata illa billah'. (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada tahan selain Allah, Allah Maha Besar. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah”. Laki-laki tersebut lalu berkata, “Itu untuk Allah, lalu apa bacaan untukku?” Nabi bersabda, “Ucapkanlah, 'Rabbighfir li wahdini wahdini wa afini warzuqni'. (Ya Tuhan, ampunilah aku, kasihanilah aku [berilah aku rahmat], selamatkanlah aku [tubuh yang sehat dan keluarga yang terhindar dari musibah], serta berilah aku rezeki)". 141 [104:1] Shahih Ibnu Hibban 1811: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Hilal bin Bisaf, dari Ar-Rabi bin Umailah, dari Samurah bin Jundub, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya ada empat perkataan yang paling disukai oleh Allah SWT, yaitu subhanallah (Maha Suci Allah), walhamdulillah (segala puji bagi Allah), la ilaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah), dan wallahu akbar (Allah Maha Besar)."142 Shahih Ibnu Hibban 1812: Muhammad bin Sulaiman bin Faris mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ali bin Al Hasan bin Syaqiq menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Abu Hamzah mengabarkan kepada kami dari Al A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Kata-kata (doa) terbaik ada empat, tidak masalah engkau memulai dengan salah satunya, yaitu subhanallah (Maha Suci Allah), walhamdulillah (segala puji bagi Allah), la ilaha illallah (tidak ada tuhan selain Allah), wallahu akbar (Allah Maha Besar),”143 Shahih Ibnu Hibban 1813: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabaikan kepada kami, dia berkata: Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ghundar menceritakan kepada kami dari Syu’bah, dia berkata: Amru bin Murrah menceritakan kepada kami, bahwa dia mendengar Abu Wail menceritakan, bahwa seorang laki-laki datang menemui Ibnu Mas’ud, lalu berkata, “Malam ini aku telah membaca seluruh surah Al Mufashshal dalam satu rakaat." Abdullah (Ibnu Mas’ud) lalu berkata, “Mengapa cepat sekali seperti bacaan syair? Sungguh, aku mengetahui surah-surah sepadan yang biasa digabungkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Dia lalu menyebutkan dua puluh surah Al Mufashshal, dua surah pada setiap satu rakaat."144 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1814: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Ziyad bin Haqah, dia berkata: Aku mendengar pamanku mengatakan bahwa dia shalat Subuh bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu pada salah satu rakaat Rasulullah membaca ayat, “Wan-nakhla baasiqaatin lahaa thal’un nadhiid." [Qaaf [50]:10]. Syu’bah berkata, “Aku bertanya kepadanya pada kesempatan lain, lalu dia menjawab, 'Aku mendengarnya membaca surah Qaaf."145 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1815: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam menceritakan kepada kami, dia berkata: Hajjaj menceritakan kepada kami dia berkata: Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Muhammad bin Abbad bin Ja’far berkata: Abu Salamah bin Sufyan, Abdullah bin Amru bin Al Ash,146 dan Abdullah bin Al Musayyab Al Abidi mengabaikan kepadaku dari Abdullah bin As-Sa'ib, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Subuh mengimami kami di Makkah, dan beliau memulai dengan membaca surah Al Mu‘minuun. Ketika sampai pada ayat yang menceritakan tentang Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS, atau tentang Nabi Isa AS —Muhammad bin Abbad ragu-ragu— beliau batuk, lalu beliau ruku. "147 Muhammad bin Abbad bin Ja'far berkata, “Ibnu As-Sa‘ib saat itu hadir pada peristiwa tersebut." [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1816: Al Fadhl bin Hubab mengabaikan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, dia berkata: Zaidah bin Qudamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Simak bin Harb menceritakan kepada kami dari Jabir bin Samurah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca “qaaf, wal qur’aanil majiid' dalam shalat Subuh. Shalatnya setelah itu diringankan.148 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1817: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amru bin Muhammad An-Naqid menceritakan kepada kami, dia beikata: Syababah dan Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, keduanya beikata: Ibnu Abi Dzi'b menceritakan kepada kami dari Al Harits bin Abdurrahman, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, dia beikata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami kami shalat Subuh dengan (membaca) surah Ash-Shaffaat."149 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1818: Muhammad bin Al Mu’afa Al Abid mengabarkan kepada kami di Shaida, dia berkata: Harun bin Zaid bin Abu Az-Zarqa menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Muawiyah bin Shalih, dari Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, dari ayahnya, dari Uqbah bin Amir, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami mereka shalat Subuh dengan (membaca) Al Mu ’awwidzatain.”150 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1819: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhriz bin Aun menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalaf bin Khalifah menceritakan kepada kami dari Al Walid bin Sari, dari Amru bin Huraits, dia berkata: Aku shalat fajar di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu aku mendengar beliau membaca “Afalaa uqsimu bil khunnas,a l jawaaril kunnas” (Qs. At-Takwir (81): 15-16). Seseorang151 dari kami tidak membungkukkan punggungnya sampai beliau sujud dengan sempurna.152 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1820: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkala: Hudbah bin Khalid menceritakan kq>ada kami, dia berkata: Hammam153 menceritakan kepada kami, dia berkata: Qatadah menceritakan kepada kami dari Azrah, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika shalat Subuh pada hari Jum’at membaca, “Alif Laam Miim, tanziilun,” dan “Hal ataa alal Insaani”154 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1821: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami dari Mukhawwal bin Rasyid, dari Muslim Al Bathin, dari Sa’id bin Jubair, pari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika shalat fajar pada hari Jum’at membaca “Alif Laam Miim, tanziilun ” (As-Sajdah) dan "Hal ataa alal insaani”.155 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1822: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari ayahnya, dia berkata: Abu Al Minhal menceritakan kepadaku dari Abu Barzah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca 60—100 ayat dalam shalat Subuh.156 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1823: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ya’qub Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalaf bin Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Israil menceritakan kepada kami dari Simak, dari Jabir bin Samurah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat seperti shalat kalian. Beliau meringankan shalatnya, dan ketika shalat fajar beliau membaca surah Al Waqi’aah dan surah-surah lainnya yang sepadan."157 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1824: Abdullah bin Qahthabah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ma'mar menceritakan kepada kami, dia berkata: Rauh bin Ubadah menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Qatariah,158 Tsabit, dan Humaid, dari Anas, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa mereka mendengar beliau membaca, “Sabbihisma rabbikal a'laa ” dan “Hal ataaka hadiitsul ghaasyiyah"159 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1825: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami dari Manshur bin Zadzan, dari Al Walid bin Abu Bisyr, dari Abu Ash- Shiddiq, dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berdiri menunaikan shalat Zhuhur pada dua rakaat pertama, lamanya seperti membaca tiga puluh ayat dalam setiap rakaatnya, dan pada dua rakaat terakhir, seperti lamanya membaca lima belas ayat pada setiap rakaatnya. Ketika beliau berdiri menunaikan shalat Ashar, dalam dua rakaat pertama, lamanya seperti membaca lima belas ayat pada setiap rakaatnya, dan pada dua rakaat terakhir, lamanya seperti membaca separuhnya pada setiap rakaatnya."160 [5:27] Shahih Ibnu Hibban 1826: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahid bin Ziyad menceritakan kepada kami, dia berkata: Al A’masy menceritakan kepada kami dari Umarah bin Umair, dari Abu Ma’mar, dia berkata: Kami bertanya kepada Khabbab, “Apakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca (surah) dalam shalat Zhuhur dan Ashar?” Dia menjawab, “Ya." Kami bertanya lagi, “Bagaimana kalian mengetahuinya?” Dia menjawab, “Dengan gerak jenggotnya."161 [5:27] Shahih Ibnu Hibban 1827: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Daud menceritakan kepada kami dari Hammad bin Salamah, dari Simak, dari Jabir bin Samurah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika shalat Zhuhur dan Ashar membaca “wassamaa'i wath thaariq (Ath-Thaariq)” dan “wassamaa 'i dzaatil buruuj (Al Buruuj)”.162[5:34] Shahih Ibnu Hibban 1828: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami, dia berkata: Manshur bin Zadzan mengabarkan kepada kami dari Al Walid bin Muslim, dari Abu Ash- Shiddiq, dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata: Kami mengukur lama berdirinya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam shalat Zhuhur pada dua rakaat pertama, yaitu lamanya sekitar membaca tiga puluh ayat, pada setiap rakaat lamanya seperti membaca "Alif Laam Miim, tanziilun” surah As-Sajdah, [dan pada dua rakaat terakhir seperti membaca separahnya].163 Kami juga mengukur lamanya bacaan beliau pada dua rakaat pertama shalat Ashar, yaitu seperti lamanya bacaan pada dua rakaat terakhir shalat Zhuhur. Kami juga mengukur lamanya berdiri beliau pada dua rakaat terakhir shalat Ashar, yaitu seperti membaca separuhnya.”,164 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1829: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Rafi dan Ya’qub Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammam dan Aban mengabarkan kepada kami, semuanya dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surah Al Faatihah serta surah (lainnya) pada dua rakaat pertama shalat Zhuhur dan Ashar, dan terkadang beliau memperdengarkan ayatnya kepada kami. Sedangkan pada dua rakaat terakhir beliau membaca surah Al Faatihah."165 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1830: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami, dia berkata: Al A’masy menceritakan kepada kami dari Umarah bin Umair, dari Abu Ma’mar, dia berkata: Aku bertanya kepada Khabbab, “Dengan apa kalian bisa mengetahui bacaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada shalat Zhuhur dan Ashar?” Khabbab menjawab, “Dengan gerak jenggotnya.”166 Abu Ma’mar adalah Abdullah bin Sakhbarah. Shahih Ibnu Hibban 1831: Abdullah bin Muhammad bin Saim mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza’i menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abi Katsir, dia berkata: Abdullah bin Abi Qatadah menceritakan kepadaku dari ayahnya, dia berkata, “Rasulullah S AW membaca surah Al Faatihah dan dua surah setelahnya pada dua rakaat pertama shalat Zhuhur dan Ashar. Terkadang beliau memperdengarkan ayatnya kepada kami. Beliau memperlama rakaat pertama shalat Zhuhur.”167 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1832: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha‘i mengabarkan kepada kami di Manbaj, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar Az-Zuhri mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Ubaidillah bin Abdullah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ummu Al Fadhl binti Al Harits mendengarnya membaca “Wal mursalaati urfan (Al Mursalaat), ” maka dia berkata, “Wahai Abdullah, surah yang kamu baca ini mengingatkanku, ini adalah surah terakhir yang aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau membacanya pada shalat Maghrib." 168 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1833: Muhammad bin Al Husain bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits menceritakan kepada kami dari Uqail, dari Ibnu Syihab, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surah Ath-Thuur pada shalat Maghrib. 169 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1834: Ja’far bin Ahmad bin Sinan Al Qaththan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Amru mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im, dari ayahnya, dia berkata: Aku datang untuk menebus orang-orang (yang tertawan) dalam Perang Badar, dan saat Rasulullah mengimami orang-orang shalat Maghrib, beliau membaca, “Wath-thuur, wa kitabin masthuur (Ath-Thuur)." 170 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1835: Muhammad bin Ahmad bin Abi ’Aun mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Husain bin Huraits menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Muawiyah menceritakan kepada kami dari Ubaidillah bin Umar, dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami mereka pada shalat Maghrib dengan membaca, “Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Allah menghapus segala amal mereka"171 (Qs. Muhammad [47]: 1) [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1836: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku dari Muhammad bin Abdurrahman, bahwa dia mendengar Urwah bin Az-Zubair menceritakan dari Zaid bin Tsabit, bahwa dia mendengar Marwan membaca, “Qui huwallaahu ahad (Al Ikhlaash) " dan “Innaa a’thainaa kal kautsar (Al Kautsar). " Zaid lalu berkata, “Aku bersumpah dengan nama Allah, (seraya mengatakan), sungguh aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca di dalamnya (shalat Maghrib) surah paling panjang dari dua surah panjang (Alif Laam Miim Shaad)." 173 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1837: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar Al Hanafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Adh-Dhahhak bin Utsman menceritakan kepada kami, dia berkata: Bukair bin Abdullah bin Al Asyaj menceritakan kepadaku, dia berkata: Sulaiman bin Yasar menceritakan kepada kami, bahwa dia mendengar Abu Hurairah berkata: Aku tidak melihat orang yang shalatnya paling mirip dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam daripada si fulan —seorang amir di Madinah— Sulaiman berkata, “Maka aku pun shalat di belakangnya. Dia memperlama dua rakaat pertama shalat Zhuhur dan memperpendek dua rakaat terakhirnya. Dan dia meringankan shalat Ashar, membaca surah-surah Al Mufashshal yang pendek pada dua rakaat pertama shalat Maghrib, surah-surah Al Mufashshal yang pertengahan pada shalat Isya dan surah-surah Al Mufashshal yang panjang pada shalat Subuh”. 174 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1838: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dia berkata: Adi bin Tsabit mengabarkan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Al Barra bin Azib menceritakan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau ketika dalam perjalanan melaksanakan shalat Isya, dan pada salah satu dari dua rakaatnya beliau membaca “Wat-Ttini Waz-Zaituun (surah At-Tiin)” 175 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1839: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Abu Az-Zubair, dan Jabir, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh Mu’adz membaca dalam shalat Isya. “Wasy-syamsi dhuhaahaa (Asy-Syams)” “ Wallaili idzaa yahghsyaa (Al-Lail)” “Sabbihisama rabbikal a ‘laa (Al A’laa),” “Wadh-dhuhaa (Adh-Dhuhaa),” dan surah-surah lainnya. 174 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1840: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Basysyar Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, dia beikata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Amru bin Dinar dan Abu Az-Zubair, keduanya mendengar dari Jabir bin Abdullah, salah satunya saling melengkapi, dia berkata: Mu’adz shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian dia kembali kepada kaumnya, lalu shalat mengimami mereka. Pada suatu malam Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menunda shalatnya, maka Mu’adz pulang lalu mengimami mereka dengan membaca surah Al Baqarah. Ketika salah seorang laki-laki melihatnya, dia menyingkir ke pojok masjid lalu shalat sendirian, maka orang-orang berkata, “Apakah kamu telah menjadi seorang yang munafik?” Dia menjawab, ‘Tidak, tapi aku akan menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memberitahukannya.” Dia pun menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu berkata, “Mu’adz shalat bersama engkau, lalu dia pulang dan mengimami kami. Kemarin, saat engkau menunda shalat, dia datang mengimami kami dengan membaca surah Al Baqarah. Aku terlambat mengikutinya dan aku shalat sendirian. Wahai Rasulullah, kami adalah orang-orang yang memiliki onta pembajak sawah dan kami bekerja dengan tangan kami.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “ Mu’adz, apakah kamu akan membuat suatu fitnah (bencana)? Bila kamu mengimami mereka, bacalah ‘wal-laili idzaa yaghsyaa (Al-Lail)’, ‘sabbihisma rabbikal a’laa (Al A’laa)’, dan 'wassama"i dzaatil (Al Buruuj)'.” 177 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1841: Ya’qub bin Yusuf bin Ashim mengabarkan kepada kami di Bukhara, Abu Qilabah Abdul Malik bin Muhammad bin Abdullah Ar-Raqasyi menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, Sa’id bin Simak bin Harb menceritakan kepadaku, ayahku, Simak bin Harb menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku tidak mengetahui selain Jabir bin Samurah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika shalat Maghrib pada malam Jum'at membaca ‘qul yaa ayyuhal kaafiruun (Al Kaafiruun)’ dan 'qul huwallaahu ahad’ (Al Ikhlaash) Lalu pada shalat Isya akhir malam Jum’at beliau membaca surah Al Jumu’ah dan Al Munaafiquun.”178 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1842: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku, Ibnu Salm menyebut nama lain bersamanya, dari Yazid bin Abi Habib, dari Aslam bin Imran, bahwa dia mendengar Uqbah bin Amir berkata: Aku mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau sedang mengendarai kendaraannya. Lalu tanganku kuletakkan pada telapak kakinya. Kemudian aku berkata, “Wahai Rasulullah, bacakanlah kepadaku surah Huud dan Yuusuf.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Uqbah bin Amir, sesungguhnya engkau tidak akan membaca surah yang paling dicintai Allah dan paling kuat di sisi-Nya daripada ‘qul a’uudzu birabbil falaq (Al Faalq)’. Jika engkau mampu untuk tidak melewatkannya dalam shalatmu, maka lakukanlah!” 179 [1:2] Abu Hatim RA berkata, “Aslam bin Imran nya adalah Abu Imran. Dia warga Mesir dan termasuk golongan tabiin.” Shahih Ibnu Hibban 1843: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits menceritakan kepadaku dari Ibnu Syihab, dari Ibnu Ukaimah, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami kami shalat dan membaca dengan suara keras. Setelah selesai shalat, beliau menghadap ke arah makmum seraya bertanya, “Apakah tadi ada yang ikut membaca?” Mereka menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “>i>Mengapa kalian menggangu konsentrasi bacaan Al Qur'anku? 180 [2:2] Shahih Ibnu Hibban 1844: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Makhlad bin Abi Zumail menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Amm menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shaiat mengimami para sahabatnya. Seusai shaiat beliau menghadapkan wajahnya kepada mereka seraya bertanya, “Apakah kalian membaca di belakang imam ketika imam sedang membaca dalam shalat ?” Mereka diam. Setelah beliau bertanya sampai tiga kali, ada seseorang atau beberapa orang yang menjawab, “Kami memang melakukannya.” Beliau lalu bersabda, “Jangan lakukan itu! Hendaklah setiap kalian membaca Al Faatihah dalam hatinya.” 181 [2:2] Shahih Ibnu Hibban 1845: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Imran bin Hushain, bahwa seorang laki-laki membaca di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada shalat Zhuhur atau Ashar, maka beliau bertanya, “Siapakah tadi membaca ‘sabbihisma rabbikal a’la?’ Seorang laki-laki menjawab, “Aku.” Beliau bersabda, “Aku tahu sebagian kalian ada yang mengganggu konsentrasi bacaanku." 183 [2:78] Shahih Ibnu Hibban 1846: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Khalaf bin Hiayam Al Bazzar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Imran bin Hushain, dia berkata: Seorang laki-laki membaca di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada shalat Zhuhur atau Ashar -- Abu Awanah ragu-ragu—. Beliau lalu bertanya, “Siapakah di antara kalian yang membaca 'sabbihisma rabbikal a’laa ? Salah seorang laki-laki yang hadir menjawab, ‘Aku’. Beliau lalu bersabda, “Aku tahu bahwa sebagian kalian ada yang mengganggu konsentrasi bacaanku”184 [2:78] Shahih Ibnu Hibban 1847: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah Muhammad menceritakan kepada kami dari Qatadah, dia berkata: Aku mendengar Zurarah bin Aufa menceritakan dari Imran bin Hushain, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Zhuhur, lalu ada seorang laki-laki di belakang beliau yang membaca ‘sabbihisma rabbikal a 'laa’. Setelah selesai, beliau bertanya, “Siapakah di antara kalian yang membacanya ?” Atau, “Siapakah orang yang membacanya ?<.i>” Seorang laki-laki lalu menjawab, “Aku, wahai Rasulullah.” Beliau kemudian bersabda, “Aku tahu bahwa sebagian kalian ada yang mengganggu konsentrasi bacaanku” 185 [2:78] Shahih Ibnu Hibban 1848: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Fadhl bin Ya'qub Al Jazari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul A’la menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Makhul menceritakan kepadaku dari Mahmud bin Ar-Rabi —dia tinggal di Iliya'— dari Ubadah bin Ash-Shamit, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Subuh mengimami kami, dan rupanya bacaan kami mengganggunya, maka setelah selesai beliau bertanya, “Benarkah yang kulihat, bahwa kalian membaca di belakang imam?” Kami menjawab, “Memang benar, wahai Rasulullah, dengan bacaan yang cepat.” Beliau lalu bersabda, “Jangan lakukan hal tersebut, kecuali ketika kalian membaca Ummul Kitab (Al Faatihah), karena tidak sah shalatnya orang yang tidak membacanya.”186 [2:78] Abu Hatim berkata, “Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ‘Jangan lakukan hal tersebuti' adalah larangan yang maksudnya memulai sesuatu yang telah dimulai (memulai untuk kedua kalinya), karena orang-orang Arab apabila hendak memulai sesuatu dengan cara yang meyakinkan,maka didahului dengan kata larangan, lalu diiringi dengan sesuatu yang diinginkan ” Shahih Ibnu Hibban 1849: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Ibnu Ukaimah Al-Laitsi, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam setelah selesai dari shalat yang keras bacaannya, beliau bertanya, “Apakah tadi salah seorang dari kalian ada yang membaca?”Seorang laki-laki menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku katakan, ‘Mengapa kamu mengganggu konsentrasi bacaan Al Qur'anku’?” Orang-orang pun berhenti membaca (dengan suara keras) dalam shalat yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membacanya dengan suara keras ketika mereka mendengarnya dari beliau. 187 [1:21] Abu Hatim RA berkata, “Nama Ibnu Ukaimah adalah Amru188 bin Muslim bin Ammar bin Ukaimah. Keduanya bersaudara, yaitu Amru bin Muslim dan Umar bin Muslim. Amru bin Muslim adalah seorang tabi'in. Dia mendengar dari Abu Hurairah, dan Az-Zuhri mendengar darinya. Sedangkan Umar189 bin Muslim adalah tabi’ut tabi'in. Dia mendengar dari Sa’id bin Al Musayyab, dan yang meriwayatkan darinya adalah Malik serta Muhammad bin Amru. Keduanya perawi yang tsiqah.” Shahih Ibnu Hibban 1850: Muhammad bin Al Husain bin Yunus bin Abi [Ma’syar] Asy-Syaikh mengabarkan kepada kami di Kafritutsa, 190 salah satu perkampungan Rabi’ah, dia berkata: Ishaq bin Zuraiq Ar-Ras’ani191 menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Firyabi menceritakan kepada kami dari Al Auza’i, dia berkata: Az-Zuhri menceritakan kepada kami dari Sa’id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dan membaca di dalamnya dengan suara keras, lalu orang-orang ikut membaca bersamanya. Seusai salam, beliau bertanya, “Apakah tadi ada yang ikut membacai” Mereka menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau lalu bersabda, “Aku katakan, “Mengapa kalian mengganggu konsentrasi bacaan Al Qur'anku’l” Dia (Az-Zuhri) berkata, “Kaum muslim mengambil pelajaran darinya. Mereka tidak lagi membaca (dengan suara keras).” 192 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1851: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza’i menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari orang yang mendengar dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat mengimami kami dan membaca dengan suara keras. Setelah salam, beliau bertanya, “Adakah salah seorang dari kalian yang tadi membaca bersamaku?" Mereka menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Aku katakan, 'Mengapa kalian mengganggu konsentrasi bacaan Al Qur'anku’?” Az-Zuhri berkata, “Orang-orang pun berhenti melakukannya. Mereka tidak lagi membaca (dengan suara keras) bersamanya.” [1:21] Abu Hatim RA berkata, “Ini merupakan khabar yang masyhur dari Az-Zuhri, yang merupakan riwayat sahabat-sahabatnya, dari Ibnu Ukaimah, dari Abu Hurairah. Al Auza’i melakukan kekeliruan —karena kuda yang larinya cepat juga bisa tergelincir (maksudnya, seorang ulama besar juga bisa salah)—. Al Auza’i berkata, Dari Az- Zuhri, dari Sa’id bin Al Musayyab'. Al Walid bin Muslim mengetahui bahwa dia keliru, dia berkata, Dari orang yang mendengar, dari Abu Hurairah', tanpa menyebut nama Sa’id. Sedangkan perkataan Az- Zuhri, Maka orang-orang berhenti membaca (dengan suara keras)', maksudnya adalah membaca dengan suara keras di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena menaati larangan beliau yang melarang membaca dengan suara keras ketika imam membaca dengan suara keras, yaitu sabda beliau, 'Mengapa kalian mengganggu konsentrasi bacaan Al Qur'anku ?” Shahih Ibnu Hibban 1852: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Farah bin Rawahah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Amru Ar-Raqqi menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat mengimami para sahabatnya. Seusai shalat, beliau menghadapkan wajahnya kepada mereka seraya bertanya, “Apakah kalian membaca di belakang imam ketika sedang shalat sewaktu imam sedang membaca?' Mereka diam. Beliau lalu menanyakan hal itu hingga tiga kali. Seorang laki-laki atau beberapa orang lalu menjawab, “Kami memang melakukannya.” Beliau lalu bersabda, “Jangan lakukan itu! hendaknya setiap kalian membaca surah Al Faatihah dalam hatinya”194 [1:21] Abu Hatim RA berkata, “Abu Qilabah mendengar Khabar ini dari Muhammad bin Abi Aisyah, dari sebagian sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Anas bin Malik. Jadi, dua jalur ini sama-sama mahfuzh.” 195 Shahih Ibnu Hibban 1853: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Jabbar bin Al Ala menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dia berkata: Aku mendengar Atha berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata, "Setiap shalat ada bacaannya, apa yang dibaca dengan suara keras oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kami, kami baca dengan suara keras kepada kalian, dan apa yang dibaca dengan suara lirih oleh beliau kepada kami, kami baca dengan suara lirih kepada kalian." 196 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1854: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, dia berkata: Zaid bin Al Hubab menceritakan kepada kami dari Muawiyah bin Shalih, dari Rabi’ah bin Yazid, dari Qaz’ah, dia berkata: Aku bertanya kepada Abu Sa’id Al Khudri tentang shalat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu dia menjawab, “Tidak ada baiknya untukmu dalam hal ini. Ketika shalat telah dilaksanakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, salah seorang dari kami keluar menuju Al Baqi’ untuk menunaikan hajatnya. Lalu dia datang dan berwudhu, dan dia menemukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masih dalam rakaat pertama pada shalat Zhuhur." 197 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1855: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Kuraib menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Ma’mar, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memperlama dua rakaat pertama pada shalat fajar dan Zhuhur. Menurut kami, beliau melakukannya agar orang-orang bisa mengikuti shalatnya." 198 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1856: Al Mufadhdhal bin Muhammad Al Janadi mengabarkan kepada kami di Makkah, dia berkata: Ali bin Ziyad Al-Lahji menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Quzzah menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Yahya bin Sa’id Al Anshari, dari Anas bin Malik, dia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling ringan shalatnya, akan tetapi tetap sempurna." 199 Maksudnya adalah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam orang yang paling ringan shalatnya menurut kebiasaan manusia pada saat itu, sesuai dengan kebiasaan beliau dalam setiap shalatnya. Khabar riwayat Abu Sa’id Al Khudri200 yang menyebutkan bahwa dia berkata, “Salah seorang dari kami keluar menuju Al Baqi’ untuk menunaikan hajatnya. Lalu dia datang dan berwudhu, dan dia menemukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masih dalam rakaat pertama pada shalat Zhuhur," maksudnya adalah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya agar orang-orang bisa mengikuti shalat bersamanya. Beliau tidak melakukannya pada setiap rakaat, tapi hanya pada rakaat pertama. Hadits ini seperti dalil bahwa orang yang mendapati ruku sama seperti orang yang mendapati takbir pertama. [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1857: Al Husain bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Ulayyah menceritakan kepada kami dari Hisyam Ad- Dastuwa'i, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengimami kami shalat Zhuhur dan membaca surah pada dua rakaat pertamanya. Beliau memperlama rakaat pertama dan memperpendek rakaat kedua."201 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1858: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami, dia berkata: Manshur bin Zadzan menceritakan kepada kami dari Al Walid bin Mualim, dari Abu Ash Shiddiq, dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata, “Kami pernah mengukur lama berdirinya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam shaiat Zhuhur dan Ashar. Setelah kami ukur, ternyata lama berdirinya beliau pada dua rakaat pertama sekitar lamanya membaca tiga puluh ayat- Dan kami juga mengukur lama berdirinya beliau pada dua rakaat terakhir, yaitu sekitar lamanya membaca separuhnya. Kami juga mengukur lama berdirinya beliau pada dua rakaat pertama shalat Asar, yaitu sekitar lamanya membaca pada dua rakaat terakhir shalat Zuhur, Dan kami mengukur lama berdirinya beliau pada dua rakaat terakhir shalat Ashar, yaitu seperti lamanya membaca separuhnya.“ 202 [4:1] Abu Hatim RA berkata, “Perkataan Abu Sa’id, ’Setelah kami ukur, ternyata lama berdirinya beliau pada dua rakaat pertama yaitu sekitar lamanya membaca tiga puluh ayat’ secara zhahir bertentangan dengan perkataan Abu Qatadah, ’Beliau memperlama rakaat pertama dan memperpendek rakaat kedua'. Padahal sebenarnya tidak demikian, karena pada rakaat pertama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca tiga puluh ayat secara tartil, perlahan-lahan, dan berulang-ulang. Sedangkan pada rakaat kedua beliau membaca seperti bacaan pada rakaat pertama tanpa tartil, perlahan-lahan, dan berulang-ulang. Jadi, dua bacaannya sama, tapi yang pertama lebih lama dari yang kedua." Shahih Ibnu Hibban 1859: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir bin Abdul Hamid mengabarkan kepada kami, dia beikata: Abdul Malik bin Umair menceritakan kepada kami dari Jabir bin Samurah, dia berkata: Ketika aku sedang duduk bersama Umar bin Khattab RA, datanglah serombongan orang dari Kufah untuk mengadukan Sa’d, bahwa Sa'd tidak benar shalatnya. Umar lalu berkata, “Sepengetahuanku, dia shalatnya benar.” Dia (Umar) lalu memanggilnya (Sa’d), lalu Sa’d menjelaskan kepadanya, “Shalatku adalah shalat yang pernah dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan aku telah mengimami mereka dengan shalat tersebut. Pada dua rakaat pertama aku memperlama bacaan dan pada dua rakaat terakhir aku mempercepat." Umar berkata, “Itulah dugaan kami terhadapmu, wahai Abu Ishaq.” Umar lalu mengutus seseorang bersamanya (Sa'd) kepada yang akan menanyakan tentang perihalnya (Sa'd) di Kufah. Orang tersebut lalu berkeliling di masjid-masjid Kufah, dan tidak ada yang berkomentar tentang Sa'd kecuali komentar yang baik. Hingga akhirnya dia tiba di masjid bani Abas, dan di sana dia bertemu seorang laki-laki bernama Abu Sa’dah. Laki-laki tersebut berkata, “Dia adalah orang yang tidak ikut bersama sariyyah (detasemen militer), tidak berlaku dengan adil, dan tidak adil dalam menjatuhkan hukuman." Mendengar itu Sa'd pun marah, dia berkata, “Ya Allah, jika dia berdusta maka panjangkanlah umurnya, perberatlah kemiskinannya, dan timpakanlah bencana-bencana kepadanya.” Jarir berkata, ”Ibnu Umair menduga dia pernah melihatnya (Abu Sa’dah) dalam kondisi kedua alisnya rontok karena sangat miskinnya. Dia banyak mengalami bencana dan tidak memiliki apa-apa. Bila dia ditanya, 'Bagaimana kabarmu, wahai Abu Sa’dah?' dia menjawab, 'Aku adalah orang tua yang terkena bencana serta kutukan doa Sa’d'."203 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1860: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami., dia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, dia berkata: Zaidah bin Qudamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ashim bin Kulaib menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, bahwa Wail bin Hujr Al Hadhrami mengabarkan kepadanya, dia berkata: Aku berkata, “Aku akan melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bagaimana beliau shalat. Aku melihat saat beliau berdiri. Beliau bertakbir dengan mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan kedua telinganya. Kemudian beliau meletakkan tangan kanannya di atas bagian luar telapak tangan kirinya, pergelangan tangan, dan lengan bawahnya. Ketika hendak ruku beliau mengangkat kedua tangannya seperti ketika takbir (takbiratul ihram), lalu meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya, lalu mengangkat kepalanya dan mengangkat kedua tangannya seperti ketika takbir dan ruku. Beliau lalu sujud dengan meletakkan kedua telapak tangan sejajar dengan kedua telinganya. Lalu beliau duduk dengan membentangkan paha kirinya [dan meletakkan tangan kirinya di atas paha serta lutut kirinya], sedangkan pergelangan siku kanannya diletakkan di atas paha kanannya. Beliau menggabungkan dua jarinya dan membentuknya seperti lingkaran, lalu mengangkat jarinya (jari telunjuk), dan kulihat beliau menggerakkannya untuk berdoa dengannya. Kemudian aku datang lagi setelah itu pada musim dingin. Kulihat orang-orang memakai pakaian besar, dan tangan-tangan mereka bergerak di bawahnya." 204 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1861: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, Abdullah bin Al Mubarak mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Salim, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila memulai shalat maka beliau mengangkat kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya. Apabila beliau takbir ketika hendak ruku dan mengangkat kepala darinya, beliau mengangkat kedua tangannya seperti demikian seraya mengucapkan, “Sami'allaahu liman hamidah rabbanaa walaka al hamdu." (Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya. Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala pujian). Akan tetapi beliau tidak melakukannya ketika sujud. 205 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1862: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Warits menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Juhadah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Jabbar bin Wail bin Hujr menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku masih kecil dan tidak tahu cara shalat ayahku, maka Wail bin Alqamah menceritakan kepadaku dari Wail bin Hujr, dia berkata, "Aku shalat di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila beliau masuk shaf, beliau mengangkat kedua tangannya dan takbir, lalu beliau mengenakan selimutnya dan memasukkan tangannya ke dalam pakaiannya. Beliau meraih sebelah kiri dengan tangan kanannya. Bila beliau hendak ruku maka beliau mengeluarkan kedua tangannya lalu takbir dan ruku. Bila mengangkat kepalanya dari ruku, beliau mengangkat kedua tangannya lalu takbir, kemudian sujud. Lalu beliau meletakkan wajahnya di antara dua telapak tangannya." Ibnu Juhadah berkata, "Aku pun menuturkan hal tersebut kepada Al Hasan bin Abi Al Hasan. Dia kemudian berkata, 'Itu adalah shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ada yang melakukannya dan ada yang meninggalkannya." 206 [5:4] Abu Hatim RA berkata, “Muhammad bin Juhadah termasuk perawi tsiqah yang bagus (haditsnya) dan memiliki keistimewaan dalam agamanya. Hanya saja, dia keliru dalam menyebutkan nama laki-laki ini. Kuda yang larinya cepat juga bisa tergelincir (seorang ulama besar juga bisa salah). Dia mengatakan 'Wail bin Alqamah', padahal (yang benar) adalah Alqamah bin Wail." 207 Shahih Ibnu Hibban 1863: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata; Sulaiman bin Harb menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Nashr bin Ashim, dari Malik bin Al Huwairits, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bila hendak memulai shalat maka beliau membaca takbir dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua telinga. Beliau juga melakukan demikian ketika ruku dan ketika mengangkat kepala dari ruku. 208 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1864: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Numair dan Abu Ar-Rabi Az- Zahrani menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari S alim, dari ayahnya, dia berkata: Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bila memulai shalat, mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu. (Beliau juga melakukannya) ketika209 hendak ruku dan setelah mengangkat kepala dari ruku. Tapi beliau tidak mengangkatnya di antara dua sujud. 210 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1865: Ibrahim bin Ali Al Hazari mengabarkan kepada kami di Sariyah,211 dia berkata: Amru bin Al Fallas menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa’id Al Qathtban menceritakan kepada kami dari Abdul Hamid bin Ja’far, dia berkata: Muhammad bin Amru bin Atha menceritakan kepadaku dari Abu Humaid, dia berkata: Aku mendengarnya sedang bernama sepuluh orang sahabat Nabi S A W, dan salah satunya adalah Abu Qatadah. Dia (Abu Humaid) berkata,212 "Aku adalah orang yang paling mengetahui shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam," Mereka berkata, "Kamu bukanlah sahabat yang paling terdahulu di antara kami dan bukan orang yang paling banyak mengikuti213 Sunnah beliau." Dia berkata, "Memang benar.” Mereka berkata, "Kalau begitu, perlihatkanlah kepada kami!” Dia berkata, "Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri hendak mendirikan shalat, beliau menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu. Kemudian beliau mengucapkan, 'Allahu akbar’. Apabila hendak ruku, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangan, lalu meluruskan tulang belakang tanpa menundukkan (menurunkan) kepala214, dan tidak pula mengangkatnya. Beliau lalu mengangkat kepala seraya mengucapkan, 'Sami’allahu liman hamidah’ dengan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu. Kemudian beliau berdiri tegak (i’tidal ), kemudian sujud dengan menghadapkan ujung-ujung kedua kakinya ke kiblat. Beliau lalu mengangkat kepala seraya mengucapkan, 'Allahu akbar’. Beliau melipat kaki kiri dan duduk tegak hingga setiap tulang kembali ke tempatnya, lalu mengucapkan, 'Allahu akbar’. Bila hendak bangun dari dua rakaat, beliau takbir lalu bangun. Pada rakaat terakhir beliau menyilangkan kaki kiri ke bagian bawah kaki kanan dan duduk di atas kaki dengan bersandar pada pangkal paha. Beliau lalu mengucapkan salam." 215 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1866: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim —maula Tsaqif— mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Syuja As- Sakuni menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Hasan bin Al Hurr menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Abdullah bin Malik menceritakan kepadaku dari Muhammad bin Amru bin Atha, salah seorang bani Malik dari Abbas bin Sahi bin Sa’d As-Sa'idi, bahwa dia berada di majelis yang di dalamnya terdapat ayahnya —salah seorang sahabat Nabi SAW— dan di majelis tersebut juga terdapat Abu Hurairah, Abu Usaid, serta Abu Humaid As-Sa’idi dari kalangan Anshar. Mereka sedang membahas tentang shalat. Abu Humaid berkata, “Aku adalah orang yang paling mengetahui shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Mereka berkata, “Perlihatkanlah kepada kami!” Dia pun berdiri untuk shalat, sementara mereka melihatnya. Dia mulai takbir dan mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahu. Kemudian takbir untuk ruku dengan mengangkat kedua tangan. Dia menekankan kedua tangan pada 217 kedua lutut tanpa menundukkannya dan tidak pula mengangkatnya. 218. Dia lalu mengangkat kepalanya, seraya mengucapkan, “Sami'allahu liman hamidah, allahumma rabbana lakal hamdu.” Kemudian dia mengangkat kedua tangannya, seraya mengucapkan, “Allahu akbar.” Lalu sujud dengan tegak di atas kedua telapak tangan, kedua lutut, dan ujung kedua telapak kaki. Dia lalu takbir, lalu duduk tawarruk di atas salah satu kakinya dan meluruskan (menegakkan) telapak kaki yang lain. Lalu dia takbir dan sujud lagi, kemudian takbir dan berdiri tanpa duduk tawarruk. Kemudian dia mengulangi lagi dan ruku pada rakaat yang lain, lalu takbir seperti sebelumnya. Kemudian dia duduk setelah dua rakaat. Ketika bangun hendak berdiri, dia takbir, lalu ruku pada dua rakaat terakhir. Ketika salam, dia mengucapkan ke sebelah kanan, “Salamun alaikum wa rahmatullah” Lalu ke sebelah kiri, “Salamun alaikum wa rahmatullah.” Al Hasan bin Al Hurr berkata: Isa menceritakan kepadaku, bahwa di antara yang juga diceritakannya di majelis tersebut adalah tentang tasyahhud, “Agar seseorang meletakkan tangan kiri di atas paha kiri, dan meletakkan tangan kanan di atas paha kanan, kemudian menunjuk dengan satu jari ketika berdoa.” 219 [5:4] Abu Hatim RA berkata, “Muhammad bin Amru bin Atha mendengar khabar ini dari Abu Humaid As-Sa’idi, dia mendengarnya dari Abbas bin Sahi bin Sa’d As-SaMdi, dari ayahnya. Dua jalur ini sama-sama mahfuzh Shahih Ibnu Hibban 1867: Ahmad bin Yahya bin Zuhair Al Hafizh mengabarkan kepada kami di Tustar —dia adalah orang paling mulia220 yang pernah kulihat—, dia berkata: Muhammad bin Basysyar221 menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ashim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Hamid bin Ja’far menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Amru bin Atha menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Abu Humaid As-Sa’idi sedang bersama sepuluh orang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, diantaranya Abu Qatadah. Abu Humaid berkata, “Aku adalah orang yang paling mengetahui shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Mereka lalu berkata, “Mengapa demikian? Demi Allah, kamu bukanlah orang yang paling banyak mengikuti Sunnah di antara kami, dan bukan sahabat beliau yang paling terdahulu." Dia berkata, “Memang benar.” Mereka lalu berkata, ‘Tunjukkanlah kepada kami!” Dia berkata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berdiri hendak mendirikan shalat, beliau takbir, lalu mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu, hingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Kemudian beliau membaca (surah Al Faatihah dan surah lainnya). Lalu beliau mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu, kemudian ruku dan meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua lutut dalam kondisi lurus, tidak mengangkat kepala dan tidak pula menundukkan kepala (menurunkannya). Beliau lalu mengucapkan, “Sami'allahu liman hamidah,” seraya mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu, hingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Kemudian beliau turun ke tanah dan merenggangkan kedua tangan dari kedua lambung. Kemudian beliau mengangkat kepala dan melipat kaki, lalu duduk di atasnya. Beliau menekuk222 jari-jari kaki bila sujud, kemudian takbir dan duduk di atas kaki kiri hingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Kemudian beliau berdiri dan melakukan seperti demikian pada rakaat lainnya. Bila beliau hendak bangun dari dua rakaat, beliau mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu, seperti yang dilakukan ketika memulai shalat. Beliau melakukan yang demikian pada seluruh shalatnya. Pada sujud yang setelah itu salam, beliau mengeluarkan kedua kaki dan duduk di atas kaki kiri dengan ber-tawarruk (duduk di atas pangkal paha).” Mereka lalu berkata, “Kamu benar, itulah shalat yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. 223 [1:21] Abu Hatim RA berkata, “Dalam empat rakaat terdapat 600 Sunnah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Kami telah mengeluarkannya dengan pasal-pasalnya dalam Shifat Ash-Shalat, sehingga tidak perlu lagi menguraikan hal tersebut dalam kitab ini." Abu Hatim RA berkata, “Abdul Hamid RA adalah perawi tsiqah yang telah aku teliti khabar-khabamya. Aku tidak menemukannya meriwayatkan hadits munkar secara gharib. Fulaih bin Sulaiman dan Isa bin Abdullah bin Malik, dari Muhammad bin Amru bin Atha, dari Abu ,Humaid sesuai riwayat Abdul Hamid bin Ja’far telah sepakat dalam khabar ini." Shahih Ibnu Hibban 1868: Abu Arubah mengabarkan kepada kami di Harran, Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, Ubaidillah bin Umar menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari S alim, dari ayahnya, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa bila memulai shalat beliau mengangkat kedua tangan ketika ruku dan ketika mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” Lalu ketika bangun dari dua rakaat, beliau mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu. 224 [5:44] Shahih Ibnu Hibban 1869: Al Husain bin Muhammad bin Mush’ab mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Muhamamad bin Amru Al Ghazzi menceritakan kepada kami, Yahya bin Bukair menceritakan kepada kami, Al-Laits menceritakan kepadaku dari Yazid bin Muhammad Al Qurasyi, dari Yazid bin Abu Hubaib, dari Muhammad bin Amru bin Halhalah, dari Muhammad bin Amru bin Atha, bahwa dia duduk bersama beberapa orang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu Abu Humaid As-Sa’idi berkata, “Aku adalah orang yang paling hafal shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Aku melihatnya bila takbir maka mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahu. Bila ruku beliau menekankan kedua tangan pada kedua lutut, kemudian meratakan punggung. Bila mengangkat kepala, beliau berdiri tegak. Bila sujud, beliau meletakkan kedua tangan dengan tidak mencengkeram dan tidak pula mengepalkan jari-jari, serta menghadapkan ujung jari-jari kaki ke arah kiblat Bila duduk pada rakaat terakhir, beliau mendahulukan kaki kiri dan duduk di atasnya." 225 Shahih Ibnu Hibban 1870: Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad mengabarkan kepada kami, Amru bin Abdullah Al Audi menceritakan kepada kami, Abu Usamah menceritakan kepada kami, Abdul Hamid bin Ja’far menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amru bin Atha menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Abu Humaid As-Sa’idi berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bila berdiri untuk menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahu. Beliau lalu mengucapkan, “Allahu akbar." Bila ruku, beliau mengangkat kedua tangan, lalu meluruskan tulang belakang tanpa menundukkan kepala dan tidak pula mengangkat kepala. Kemudian beliau mengucapkan, “Sami’allahu liman hamidah” dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu. Beliau lalu i’tidal (berdiri tegak) hingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Beliau lalu turun ke bawah, seraya mengucapkan, “Allahu akbar ." Beliau lalu sujud dengan merenggangkan kedua lengan atas dan kedua rusuk seraya menghadapkan jari-jari kedua kaki ke kiblat. Kemudian beliau mengangkat kepala seraya mengucapkan, “Allahu akbar. Lalu melipat kaki kiri dan duduk di atasnya dengan tegak, hingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Kemudian beliau mengucapkan, “Allahu akbar,” lalu sujud lagi. Kemudian mengangkat kepala seraya mengucapkan, “ Allahu akbar." Kemudian beliau melipat kaki kin dan duduk di atasnya hingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Kemudian beliau berdiri dan melakukan seperti demikian pada rakaat selanjutnya. Ketika bangun dari dua rakaat, beliau takbir dan melakukan seperti yang dilakukan ketika memulai shalat. Pada sujud yang merupakan akhir shalat, beliau mengangkat kepala dan mengakhirkan kaki, lalu duduk tawarruk di atas kakinya. 226 [5:44] Shahih Ibnu Hibban 1871: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kami, dia berkala: Muhammad bin Basysyar menceritakan kami, dia berkata: Abu Amir Al Aqadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Fulaih bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Abbas bin Sahl 227 bin Sa’d As-Sa’idi menceritakan kepadaku, dia berkata: Abu Humaid As-Sa’idi, Abu Usaid As-Sa’idi, Sahi bin Sa’d, dan Muhammad bin Maslamah berkumpul. Mereka membahas tentang shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Humaid berkata, “Aku adalah orang yang paling mengetahui shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau berdiri untuk shalat, lalu takbir dengan mengangkat kedua tangan. Ketika akan ruku beliau takbir, lalu ruku dengan meletakkan kedua tangan pada kedua lutut, seperti menggenggamnya. Beliau menekankan kedua tangan dan merenggangkannya dari kedua rusuk tanpa menundukkan kepala dan tidak pula mengangkatnya. Kemudian beliau berdiri seraya mengangkat kedua tangan dan tegak, hingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Kemudian beliau sujud dengan menekankan hidung dan dahi seraya merenggangkan kedua tangan dari kedua rusuk. Beliau meletakkan kedua telapak tangan sejajar df«gan kedua bahu. Lalu beliau mengangkat kepala hingga setiap tulang kembali ke tempatnya sampai selesai. Kemudian beliau duduk di atas kaki kiri yang dibentangkan, lalu menghadapkan pangkal kaki kanan ke kiblat. Beliau meletakkan telapak tangan kanan di atas lutut kanan dan telapak tangan kiri di atas lutut kiri, kemudian menunjuk dengan jari telunjuk.” 228 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1872: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami dari Ismail bin Ulayyah, dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Malik bin Al Huwairits, dia berkata: Kami mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam saat kami masih muda, tidak beda jauh antara satu dengan yang lain. Lalu kami tinggal bersamanya selama dua puluh malam. Sampai akhirnya beliau menduga kami telah merindukan keluarga kami. Beliau menanyakan kepada kami tentang keluarga kami yang ditinggalkan. Kami pun memberitahukannya. —Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang penyayang dan lembut—. Beliau bersabda, “Kembalilah kepada keluarga kalian, lalu ajarkan kepada mereka dan perintahkanlah mereka. Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat. Bila (waktu) shalat telah tiba, hendaklah salah seorang di antara kalian mengumandangkan adzan, dan hendaklah yang menjadi imam adalah orang yang paling tua di antara kalian." 229 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1873: Syabab bin Shalih mengabarkan kepada kami di Wasith, dia berkata: Wahb bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid mengabarkan kepada kami dari Khalid, dari Abu Qilabah, bahwa dia melihat Malik bin Al Huwairits apabila shalat membaca takbir lalu mengangkat kedua tangan. Bila dia hendak ruku, dia mengangkat kedua tangan, dan bila bangun dari ruku dia mengangkat kedua tangan. Dia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan hal itu.” 230 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1874: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al A’masy menceritakan kepada kami dari Ibrahim, dari Al Aswad, dia berkata: Aku dan Alqamah menemui Ibnu Mas’ud, lalu dia berkata kepada kami, “Apakah mereka telah shalat?” Kami menjawab, “Belum” Dia berkata, “Berdirilah kalian dan shalatlah!” Kami pun maju untuk berdiri di belakangnya. Dia lalu memosisikan salah seorang dari kami di sebelah kanannya, sedangkan yang lain di sebelah kirinya. Dia shalat tanpa adzan dan iqamat. Bila ruku dia menjalin jari-jemarinya dan meletakkannya di antara kedua lututnya. Setelah selesai shalat dia berkata, “Beginilah aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendirikan shalat. Beliau bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya akan ada di tengah-tengah kalian, pemimpin-pemimpin jahat yang mengakhirkan shalat sampai mendekati kematian. Barangsiapa di antara kalian mendapatinya, hendaklah dia shalat pada waktunya dan menjadikan shalatnya bersama mereka sebagai Sunnah” 232Abu Hatim RA berkata, “Ibnu Mas’ud Rahimahullah termasuk sahabat yang menjalin kedua tangannya ketika ruku. Dia menyatakan bahwa dia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya. Padahal umat Islam sejak zaman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sampai sekarang sepakat bahwa hal tersebut hanya dilakukan pada masa awal Islam, lalu hukumnya di-nasakh dengan meletakkan kedua tangan ketika ruku. Ibnu Mas’ud adalah seorang sahabat yang kapasitas ilmu dan wara-nya, serta kebiasaannya mempelajari hukum-hukum agama dan kebiasaannya shalat di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, telah diakui, karena dia termasuk sahabat yang pandai. Bila orang seperti dia saja bisa tidak mengetahui masalah ini yang sudah masyhur di kalangan umat Islam, bahwa dia telah di-nasakh menurut ijma’ umat Islam, atau bisa jadi dia melihatnya lalu lupa, maka masalah mengangkat kedua tangan yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika ruku dan ketika mengangkat kepala darinya, seperti menjalin kedua tangan dalam ruku, bisa saja dia tidak mengetahuinya atau lupa setelah melihatnya.” 233 Shahih Ibnu Hibban 1875: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami, Al A’masy menceritakan kepada kami dari Ibrahim, dari Al Aswad, dia berkata: Aku dan Alqamah menemui Ibnu Mas’ud. Lalu dia berkata kepadaku, “Berdirilah dan shalatlah kalian!" Kami pun maju untuk berdiri di belakangnya. Dia memosisikan salah seorang dari kami di sebelah kanannya, sedangkan yang lain di sebelah kirinya. Lalu dia shalat mengimami kami tanpa adzan dan iqamah. Bila ruku dia menjalin jari- jemarinya dan meletakkannya di antara kedua lututnya. Setelah selesai shalat dia berkata, "Beginilah aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya (dalam shalat).” 234 [1:99] Shahih Ibnu Hibban 1876: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim —maula Tsaqif— mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya Al Azdi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ashim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Hamid bin Ja far mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Amru bin Atha menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Abu Humaid As-Sa’idi bersama sepuluh orang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, salah satunya adalah Abu Qatadah. Abu Humaid berkata, “Aku adalah orang yang paling mengetahui shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Mereka berkata kepadanya, “Mengapa demikian? Demi Allah, kamu bukanlah orang yang paling banyak mengikuti Sunnah di antara kami dan bukan sahabat yang paling terdahulu di antara kami.” Dia berkata, “Memang benar”. Mereka lalu berkata, “Kalau begitu perlihatkanlah kepada kami!” Dia lalu berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, beliau takbir dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu, hingga setiap tulang menempati tempatnya. Lalu beliau membaca surah, kemudian takbir dengan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu. Lalu beliau ruku dan meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua lutut dalam posisi lurus tanpa menundukkan (menurunkan) kepala dan tidak pula mengangkatnya. Kemudian beliau mengangkat kepala seraya mengucapkan, ‘Sami’allahu liman hamidah' dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu. Lalu beliau takbir, kemudian turun ke bawah (tanah) dengan merenggangkan kedua tangan dari kedua rusuk. Lalu beliau mengangkat kepala dan melipat (menyilangkan) kaki kiri dan duduk di atasnya dengan merenggangkan jari-jemari, kemudian beliau sujud lagi, lalu mengangkat kepala seraya mengucapkan, “Allahu akbar*' dan melipat kaki kiri, lalu duduk di atasnya hingga setiap tulang kembali ke tempatnya. Kemudian beliau melakukan seperti demikian pada rakaat yang lain. Bila bangun dari dua rakaat, beliau takbir dan mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahu, seperti yang dilakukan ketika memulai shalat. Kemudian beliau melakukan seperti demikian pada seluruh shalatnya. Pada duduk setelah sujud, yang di dalamnya diucapkan salam, beliau menyilangkan kaki kiri dan duduk dengan ber-tawarruk di atas sebelah kirinya.” Mereka semua lalu berkata, “Begitulah shalat yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” 235 [5:2] Shahih Ibnu Hibban 1877: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah, Umar bin Muhammad bin Bujair, dan Muhammad bin Ishaq Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami, mereka berkata: Muhammad bin Abdul A'la Ash-Shan'ani menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu’tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Ubaidillah bin Umar menceritakan kepada kami dari Ibnu Syihab, dari Salim, dari Ibnu Umar, dari ‘Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau mengangkat kedua tangan bila memulai shalat, ketika hendak ruku, ketika mengangkat kepala dari ruku, dan ketika bangun dari dua rakaat. Pada semua posisi tersebut beliau mengangkat kedua sejajar dengan kedua bahu. 236 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1878: Abu Arubah Al Husain bin Muhammad bin Maudud mengabarkan kepada kami di Harran, dia berkata: Abdurrahman bin Amru Al Bajali menceritakan kepada kami, dia berkata: Zuhair bin Muawiyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Al A’masy menceritakan kepada kami dari Al Musayyab bin Rafi, dari Tamim bin Tharafah, dari Jabir bin Samurah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk menemui kami ketika orang-orang sedang mengangkat237 kedua tangan dalam shalat. Beliau lalu bersabda, “Mengapa kulihat kalian mengangkat kedua tangan seperti ekor kuda liar?! Tenanglah dalam shalat kalian!” 238 [1:24] Shahih Ibnu Hibban 1879: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Khalid Al Askari menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami dari Syu’bah, dari Sulaiman, dia berkata: Aku mendengar Al Musayyab bin Rafi (menceritakan) dari Tamim bin Tharafah, dari Jabir bin Samurah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau masuk masjid dan melihat orang-orang sedang mengangkat kedua tangan mereka. Beliau pun bersabda, “Mereka mengangkatnya seperti ekor kuda liar. Tenanglah dalam shalat kalian!” 239 [1:24] Shahih Ibnu Hibban 1880: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dan Muhammad bin Ishaq bin Sa’id As-Sa’di mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Ali bin Khasyram menceritakan kepada kami, dia berkata Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami dari Mis’ar, dari Ubaidillah bin Al Qibthiyyah, dari Jabir bin Samurah, dia berkata: Bila kami shalat di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kami mengucapkan (dengan menunjuk) dengan tangan kami, “Assalamu ’alaikum” sebelah kanan dan sebelah kiri. Beliau lalu bersabda, “ Mengapa kulihat tangan kalian seperti ekor kuda liar?! Sesungguhnya salah seorang dari kalian cukup meletakkan kedua tangan di atas paha, lalu salam (dengan menengok) ke sebelah kanan dan kiri.”240 [1:24] Shahih Ibnu Hibban 1881: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Bisyr mengabarkan kepada kami, dia berkata: Mis’ar bin Kidam menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Al Qibthiyyah menceritakan kepadaku dari Jabir bin Samurah, dia berkata: Saat kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, salah seorang dari kami mengangkat tangan ke kanan dan ke kiri, maka Rasulullah bersabda, “Mengapa kulihat kalian mengangkat tangan seperti ekor kuda liar? Bukankah cukup bagi kalian meletakkan tangan di atas paha lalu mengucapkan salam ke sebelah kanan dan kiri?”241 [1:24] Shahih Ibnu Hibban 1882: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Abu Ya’fur, dia berkata: Aku mendengar Mush’ab bin Sa'd bin Abi Waqqash berkata: Aku shalat di samping ayahku dengan menjalin kedua telapak tanganku, lalu kuletakkan di antara kedua pahaku. Tetapi dia melarangku demikian, dia berkata, “Sebelumnya kami melakukan ini, tapi kemudian kami dilarang melakukannya, lalu kami disuruh meletakkannya di atas lutut.”242 [1:99] Shahih Ibnu Hibban 1883: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ismail Ath-Thalqani menceritakan kepada kami, Waki menceritakan kepada kami dari Ismail bin Abi Khalid, dari Az-Zubair bin Adi, dari Mush’ab bin Sa’d bin Abi Waqqash, dia berkata, “Bila aku shalat, aku menjalin jari-jemariku dan meletakkan kedua tangan di antara kedua lutut. Ayahku, Sa’d, melihatku, lalu dia berkata, “Sebelumnya kami melakukan ini, namun kami lalu dilarang melakukannya, kemudian kami disuruh meletakkannya di atas lutut.”243 [1:99] Shahih Ibnu Hibban 1884: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata. Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Al Hakam, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Al Barra bin Azib, dia berkata, “Ruku yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mengangkat kepala setelah ruku, sujudnya dan duduk di antara dua sujud, hampir sama (lama waktunya).” 244 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1885: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ar-Rabi Az-Zahrani menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Tsabit, dia berkata: Anas bin Malik berkata kepada kami, “Sesungguhnya aku tidak akan mengurangi shalat apabila mengimami kalian, sebagaimana aku melihat Rasulullah shalat ” Tsabit lalu berkata, “Aku melihat Anas bin Malik melakukan sesuatu yang menurutku kalian tidak perlu melakukannya. Bila dia mengangkat kepalanya dari ruku, dia berdiri hingga ada orang yang berkata, ‘Dia telah lupa’. Bila dia mengangkat kepala dari sujud pertama, maka dia duduk hingga ada orang yang berkata, ‘Dia telah lupa’.”245 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1886: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Syarik bin Abi Namir, bahwa dia mendengar Anas bin Malik berkata, “Aku tidak pernah shalat di belakang orang yang shalatnya lebih ringan dan lebih sempurna dari shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila beliau mendengar tangis bayi di belakangnya, beliau meringankan (mempercepat) shalatnya karena takut ibunya akan terganggu.”246 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 1887: Al Husain bin Muhammad bin Mush’ab As-Sinji mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Umar bin Al Hayyaj247 menceritakan kepada kami, Yahya bin Abdurrahman Al Arhabi248 menceritakan kepada kami, Ubaidah bin Al Aswad menceritakan kepadaku dari Al Qasim bin Al Walid, dari Sinan bin Al Harits bin Musharrif, dari Thalhah bin Musharrif, dari Mujahid, dari Ibnu Umar, dia berkata: Seorang laki-laki Anshar datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, ada beberapa masalah yang ingin kutanyakan” Nabi bersabda, "Duduklah!” Lalu datanglah seorang laki-laki Tsaqif dan berkata, “Wahai Rasulullah, ada beberapa masalah yang ingin kutanyakan.” Beliau bersabda, "Kamu telah didahului oleh orang Anshar.” Orang Anshar berkata, “Sesungguhnya dia orang asing dan orang asing memiliki hak. Mulailah dengannya.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun mendekati orang Tsaqif itu lalu bersabda, “Jika kamu mau, aku akan menjawab apa yang kamu tanyakan, dan jika kamu mau, kamu bisa bertanya kepadaku dan akan kuberitahu.” Orang Tsaqif itu lalu berkata, “Wahai Rasulullah, jawablah apa yang kutanyakan kepada engkau.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kamu datang untuk bertanya kepadaku tentang ruku, sujud, shalat, dan puasa.” Orang Tsaqif itu lalu berkata, “Demi Dzat yang mengutus engkau dengan benar (haq), dugaan engkau tidak salah pada diriku.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda, “Bila kamu ruku, letakkanlah kedua telapak tangan di atas kedua lutut, kemudian renggangkan jari-jemarimu, lalu diamlah sebentar hingga setiap anggota tubuh kembali ke tempatnya. Bila kamu sujud, tekankan dahimu (pada tanah) dan jangan cepat- cepat. Shalatlah pada awal hari dan akhirnya.” Orang Tsaqif itu lalu berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku shalat di antara keduanya?” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Kamu tetap orang yang melakukan shalat. 249 Selain itu, berpuasalah pada tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas pada setiap bulan.” Orang Tsaqif tersebut lalu berdiri (pergi). Beliau lalu mendekati orang Anshar dan bersabda, “Jika kamu mau, aku akan memberitahukanmu apa yang kamu tanyakan, dan jika kamu bertanya (lagi), maka akan kuberitahu.” Orang Anshar itu berkata, “Wahai Nabi Allah, beritahukanlah kepadaku apa yang tadi kutanyakan.” Nabi bersabda, “Kamu datang untuk bertanya kepadaku tentang orang yang menunaikan haji, apa yang akan dia peroleh ketika keluar dari rumahnya? Apa yang akan dia peroleh ketika wuquf di Arafah? Apa yang akan dia peroleh ketika mencukur rambut kepalanya? Apa yang akan dia peroleh ketika menunaikan thawaf terakhir di Baitullah?" Orang Tsaqif itu berkata, “Wahai Nabi Allah, Demi Dzat yang mengutus engkau dengan benar (haq), dugaan engkau tidak salah pada diriku.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Bila dia keluar dari rumahnya, maka setiap langkah untanya akan dicatat -satu kebaikan untuknya, atau dilebur darinya satu dosa. Bila dia wukuf di Arafah, Allah akan turun ke langit dunia lalu berfirman, ‘Lihatlah hamba-hamba-Ku yang rambutnya acak-acakan dan berdebu, saksikanlah bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka meskipun seperti sejumlah tetes hujan di langit dan sebanyak pasir halus. Bila dia melempar jumrah, tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yang didapatkannya sampai Allah memberikannya pada Hari Kiamat. Bila dia mencukur rambut kepalanya, setiap rambut yang jatuh akan menjadi cahaya baginya pada Hari Kiamat. Apabila dia menunaikan thawaf terakhir di Baitullah dosa-dosanya akan keluar (hilang) seperti ketika baru dilahirkan oleh ibunya.:”250 [3:43] Shahih Ibnu Hibban 1888: Al Qaththan mengabarkan kepada kami di Raqqah, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Hamid bin Abu Al Isyrin menceritakan kepada kami dari Al Auza’i, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pencuri yang paling jahat adalah orang yang mencuri dalam shalatnya” Dia bertanya, “Bagaimana seseorang mencuri dalam shalatnya?” Beliau menjawab, “Orang yang tidak menyempurnakan ruku dan sujudnya.”251 [2:92] Shahih Ibnu Hibban 1889: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Umar Al Qawariri menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami dari Ubaidillah bin Umar, dia berkata: Sa'id Al Maqburi menceritakan kepadaku dari Umar bin Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, [dari ayahnya], 252 bahwa Ammar bin Yasir menunaikan shalat dua rakaat dengan meringankannya. Abdurrahman bin Al Harits lalu bertanya kepadanya, “Wahai Abu Al Yaqzhan, kulihat engkau meringankan shalatmu?” Dia berkata, “Aku terburu-buru dikarenakan gelisah, sebab aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya seseorang ketika menunaikan shalat, barangkali dia tidak memperoleh sesuatu kecuali sepersepuluhnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, atau seperenamnya...’ hingga beliau sampai pada suatu bilangan.” 253 [1:85] Abu Hatim RA berkata, “ Sanad ini bisa menimbulkan persepsi keliru bagi orang yang bukan ulama, bahwa dia terpisah dan tidak bersambung. Padahal tidak demikian, karena Umar bin Abu Bakar mendengar khabar ini dari kakeknya, Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, 254 dari Ammar bin Yasir, sesuai dengan yang disebutkan Ubaidillah bin Umar, karena Umar bin Abu Bakar tidak mendengarnya dari Ammar secara zhahimya.” Shahih Ibnu Hibban 1890: Al Husain bin Muhammad bin Abi Ma’syar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa’id menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Umar menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id bin Abu Sa’id menceritakan kepadaku dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah masuk masjid, kemudian seorang laki-laki masuk lalu shalat, lalu dia menghampiri beliau, kemudian duduk. Beliau kemudian bersabda kepadanya, “Kembalilah dan ulangilah shalatmu! karena kamu belum shalat.” Beliau mengatakan demikian sampai tiga kali. Laki-laki itu pun berkata, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, aku tidak mengetahui selain ini. Ajarkanlah kepadaku.” Rasulullah bersabda, “Bila kamu hendak mengerjakan shalat, bertakbirlah, lalu bacalah (ayat) Al Qur‘an yang mudah bagimu. Kemudian ruku hingga kamu tenang dalam ruku, kemudian bangun dari ruku hingga kamu tegak berdiri, lalu sujud hingga kamu tenang dalam sujud, kemudian bangunlah dari sujud hingga kamu tenang dalam duduk Lakukanlah hal serupa dalam seluruh shalatmu!” 255 [1:85] Abu Hatim RA berkata, “Sabda Nabi , 'Bacalah (ayat) Al Qur'an yang mudah bagimu’ maksudnya adalah surah Al Faatihah. 256 Sedangkan perkataan, ‘Kembalilah dan ulangi shalatmu’, karena kamu belum shalat’ maksudnya bukannya dia belum shalat, melainkan meniadakan shalat darinya karena kekurangannya dalam menunaikannya sesuai yang seharusnya dilakukan, karena yang dilakukannya kurang sempurna, maka peniadaannya dilakukan dengan menyebut nama keseluruhannya. Shahih Ibnu Hibban 1891: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami dari Mulazim bin Amru, dari Abdullah bin Badr, dari Abdurrahman bin Ali bin Syaiban Al Hanafi, dari ayahnya, salah seorang duta dari yang enam orang, dia berkata: Kami datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu shalat bersamanya. Beliau memberi isyarat dengan ujung matanya kepada seorang laki-laki yang tidak meluruskan punggungnya dalam ruku dan sujud. Beliau bersabda, “Tidak shalatnya orang yang tidak meluruskan punggungnya.”257 [2:86] Shahih Ibnu Hibban 1892: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Waki dan Abu Muawiyah menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Al A’masy menceritakan kepada kami dari Umarah bin Umair, dari Abu Ma’mar, dari Abu Mas’ud, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Tidak sah shalatnya orang yang tidak meluruskan tulang belakangnya (punggungnya) saat ruku dan sujud.”258 [5:10] Shahih Ibnu Hibban 1893: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Khalid menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami dari Syu’bah, dia berkata: Aku mendengar Sulaiman berkata: Aku mendengar Umarah bin Umair (menceritakan) dari Abu Ma’mar, dari Abu Mas’ud, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Tidak sah shalatnya orang yang tidak meluruskan tulang belakangnya dalam ruku dan sujud.” 259[2:92] Shahih Ibnu Hibban 1894: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amru bin Ali menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Mahdi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Al A’masy, dari Zaid bin Wahb, dia berkata: Hudzaifah melihat seorang laki-laki di pintu-pintu Kindah sedang sujud dengan sangat cepat, maka dia bertanya, “Sudah berapa lama kamu shalat seperti ini?” Laki-laki itu menjawab, “Empat puluh tahun.” Dia berkata, “Seandainya kamu mati, maka kamu akan mati260 tidak sesuai fitrah yang telah Muhammad contohkan menurut fitrah tersebut. Sesungguhnya orang yang shalat harus meringankan dan menyempurnakan ruku serta sujudnya.” 261 [2:92] Shahih Ibnu Hibban 1895: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Ibrahim bin Abdullah bin Hunain menceritakan kepadaku, ayahnya menceritakan kepadanya, bahwa dia mendengar Ali bin Abi Thalib RA berkata, “Rasulullah melarangku membaca (Al Qur‘an) ketika ruku dan sujud.” 262 [2:19] Shahih Ibnu Hibban 1896: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim —maula Tsaqif— mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Sulaiman bin Suhaim, dari Ibrahim bin Abdullah bin Ma’bad, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah membuka tabir ketika orang-orang sedang berbaris di belakang Abu Bakar. Beliau lalu bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya tidak ada yang tersisa dari berita gembira kenabian kecuali mimpi baik yang dialami seorang muslim atau yang diperlihatkan kepadanya.” Beliau lalu bersabda, “Ketahuilah, aku dilarang membaca (Al Qur’an) ketika sedang ruku dan sujud. Adapun ketika ruku, agungkanlah Tuhan di dalamnya, dan ketika sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena besar harapan doa kalian akan dikabulkan”263 [2:75] Shahih Ibnu Hibban 1897: Al Husain bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Numair dan Abu Muawiyah menceritakan kepada kami dari Al A’masy, dari Sa’d bin Ubaidah, dari Al Mustaurid bin Ahnaf, dari Shilah bin Zufar, dari Hudzaifah, dia berkata: Aku shalat di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika ruku, beliau mengucapkan, “Subhaana rabbiyal azhiim.” (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Agung). Beliau lalu sujud dengan mengucapkan, “Subhana rabbiyal a'laa." (Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi). 264 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1898: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah menceritakan kepada kami, dia berkata: Musa bin Ayyub Al Ghafiqi mengabarkan kepada kami dari pamannya, dari Uqbah bin Amir, dia berkata, “Ketika turun ayat, ‘Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar’ [Rasulullah bersabda, ‘Bacalah dia dalam ruku kalian’. Lalu ketika turun ayat, ‘Sucikunlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi’ (Al A’laa)], beliau bersabda, ‘Bacalah dia dalam sujud kalian’.”265 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 1899: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Bisyr menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Mutharrif bin Abdullah bin Asy-Syikhkhir, bahwa Aisyah memberitahukan kepadanya, “Rasulullah membaca dalam ruku dan sujudnya, ‘Subbuuhun qudduusun rabbul malaaikati war ruuh” (Engkau Tuhan Yang Maha Suci [dari kekurangan dan hal yang tidak layak bagi kebesaran-Mu], Tuhan para malaikat dan Jibril). 266 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1900: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Sulaiman bin Suhaim, dari Ibrahim bin Abdullah bin Ma’bad, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuka tabir ketika orang-orang sedang berbaris di belakang Abu Bakar, lalu bersabda, “Wahai kalian semua, sesungguhnya tidak ada yang tersisa dari berita gembira kenabian kecuali mimpi baik yang dialami seorang muslim atau yang diperlihatkan kepadanya.” Beliau lalu bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya aku dilarang membaca (Al Qur'an) ketika sedang ruku' dan sujud. Adapun ketika ruku', agungkanlah Tuhan di dalamnya. Sedangkan ketika sujud, bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, maka doa kalian akan dikabulkan.” 267 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 1901: Ibrahim bin Ishaq Al Anmathi mengabarkan kepada kami, dia berkata Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata:Hajjaj menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dia berkata: Musa bin Uqbah mengabarkan kepadaku dari Abdullah bin Al Fadhl, dari Abdurrahman Al A’raj, dari Ubidillah bin Abi Rafi, dari Ali bin Abi Thalib, bahwa Nabi apabila ruku mengucapkan, “Allahumma laka raka’tu wabika amantu walaka aslamtu anta rabbi khasya’a sam’i wa bashari wa mukhkhi wa azhmi wa ashabi wamas taqallat bi qadami lillahi rabbil alamin” (Ya Allah, untuk-Mu aku ruku, kepada-Mu aku beriman, dan kepada-Mu aku berserah diri. Engkau adalah Tuhanku, pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulangku, sarafku, dan apa yang berdiri di atas telapak kakiku, telah menunduk khusyu kepada Allah, Tuhan semesta alam) 268 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1902: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja’far menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Tsabit Al Bannani, dia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik menjelaskan kepada kami shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Beliau berdiri, lalu shalat. Bila beliau mengangkat kepala dari ruku, kami berkata, 'Beliau lupa karena lamanya berdiri’.”269 [2:92] Shahih Ibnu Hibban 1903: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu An-Nadhr Hasyim bin Al Qasim mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Abdullah bin Abi Salamah menceritakan kepada kami dari pamannya, Al Majisyun bin Abu Salamah, dari Al A’raj, dari Ubaidillah bin Abi Rafi, dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata: Nabi bila ruku mengucapkan, “Allahumma laka raka’tu wabika amantu walaka aslamtu, anta rabbi, khasya’a sam’i wa bashari wa mukhkhi wa azhmi wa ashabi. ” (Ya Allah, untuk-Mu aku ruku, kepada-Mu aku beriman, dan kepada-Mu aku berserah diri. Engkau adalah Tuhanku. Pendengaranku, penglihatanku, otakku, tulangku, dan sarafku, telah menunduk khusyu kepada-Mu). 270 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1904: Ibrahim bin Ishaq Al Anmathi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Hajjaj meceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dia berkata: Musa bin Uqbah mengabarkan kepadaku dari Abdullah bin Al Fadhl Abdurrahman Al A’raj, dari Ubaidillah bin Abi Rafi, dari Ali bin Abi Thalib RA, bahwa bila Nabi mengangkat kepala dari ruku ketika shalat, maka mengucapkan, “Allaahumma rabbanaa lakal hamdu mil'as samaawwati wa mil’al ardhi wa mil’a maa syi‘ta min sya‘in ba’du.” (Ya Allah Tuhan kami, bagi-Mu segala puji. (Aku memuji-Mu dengan) pujian sepenuh langit dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu. 271 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1905: Ja’far bin Ahmad bin Ashim Al Anshari mengabarkan kepada kami di Damaskus, dia berkata: Ahmad bin Abi Al Hawari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Mushir menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa’id bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami dari Athiyyah bin Qais, dari Qaza’ah bin Yahya, dari Abu Sa’id Al Khudri, bahwa Rasulullah bila mengucapkan, “sami’allahu liman hamidah,” maka beliau membaca, “Rabbanaa walakal hamdu mil'as samaawaati wa mil'al ardhi mil'a ma syi'ta min syai-in ba’du, ahlats tsanaai wal majdi ahaqqu maa qaalal abdu wa kullunaa laka abdun, laa maani’a limaa a'thaita, wa laa mu’thiya lima mana 'ta walaa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu." (Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala puji. [Aku memuji-Mu dengan] pujian sepenuh langit dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu. Wahai Tuhan yang layak dipuji dan diagungkan, yang paling berhak dikatakan seorang hamba dan kami semua adalah hamba-Mu, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi apa yang telah Engkau halangi. Tidak bermanfaat kekayaan bagi orang yang memilikinya [kecuali iman dan amal shalihnya], dan hanya dari-Mu kekayaan itu). 272 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1906: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Aba Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata- Husyaim menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Hassan mengabarkan kepada kami dari Qais bin Sa'd, dari Atha, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi bila mengangkat kepalanya dari ruku, beliau mengucapkan, “Allaahumma rabbana wa lakal hamdu mil’as samaawaati wa mil’al ardhi wa mil'a ma syi’ta min syai-in ba’du ahlats tsanaai wal majdi, laa maani’a limaa a 'thaita, wa laa mu’thiya lima mana’ta walaa yanfa'u dzal jaddi minkal jaddu." (Ya Allah Tuhan kami, bagi-Mu segala puji. [Aku memuji-Mu dengan] pujian sepenuh langit dan sepenuh bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu. Wahai Tuhan yang layak dipuji dan diagungkan, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi. Tidak bermanfaat kekayaan bagi orang yang memilikinya [kecuali iman dan amal shalihnya], dan hanya dari-Mu kekayaan itu). 273 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1907: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Sumay, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Bila imam mengucapkan, Sami’allaahu liman hamidah', ucapkanlah, 'Allaahumma rabbanaa lakal hamdu'. (Ya Allah Tuhan kami, bagi-Mu segala puji). Sesungguhnya apabila ucapannya ini berbarengan dengan ucapan malaikat, maka dosa- dosanya yang terdahulu akan diampuni." 274 [1:94] Shahih Ibnu Hibban 1908: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Anas, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Bila imam mengucapkan, 'Sami’allaahu liman hamidah', ucapkanlah, 'Rabbanaa lakal hamdu’ 275 [1:94] Shahih Ibnu Hibban 1909: Abdullah bin Muhammad mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Muhammad mengabarkan kepada kami dari Suhail, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda, "Bila imam mengucapkan, 'Sami’allaahliman hamidah' (semoga Allah mendengar pujian orang yang memuji-Nya) ucapkanlah, 'Rabbanaa lakal hamdu’” (ya Tuhan kami, bagi-Mu segala pujian). 276 [1:94] Shahih Ibnu Hibban 1910: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Nu’aim Al Mujmir, dari Ali bin Yahya Az-Zuraqi, dari ayahnya, dari Rifa’ah bin Rafi Az-Zuraqi, dia berkata: Pada suatu hari kami shalat di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika beliau mengangkat kepala dari satu rakaat (ruku) dan mengucapkan, “sami’allahu liman hamidah,” seorang laki-laki di belakang beliau mengucapkan, “Rabbanaa walakal hamdu hamdan katsiran thayyiban mubaarakan fiihi." (Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala pujian. Aku memuji-Mu dengan pujian yang banyak, yang baik, dan penuh dengan keberkahan). Setelah selesai shalat, Rasulullah lalu bertanya, “Siapakah yang tadi mengucapkan demikian?”. Seorang laki-laki menjawab, “Aku, wahai Rasulullah." Rasulullah lalu bersabda, “Sungguh, aku melihat tiga puluh lebih malaikat berlomba-lomba untuk menulisnya pertama kali."277 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1911: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Sumay, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Bila imam mengucapkan, 'Sami ’allaahu liman hamidah’ maka ucapkanlah, ‘Allaahumma rabbanaa wa lakal hamdu', karena barangsiapa ucapannya ini bertepatan (berbarengan) dengan ucapan para malaikat, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.',278 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1912: Muhammad bin Ishaq Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Hasan bin Ali Al Hulwani menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, dia beikata: Syarik menceritakan kepada kami dari Ashim bin Kulaib, dari ayahnya, dari Wa'il bin Hujr, dia berkata: Aku melihat Nabi bila sujud meletakkan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Sedangkan bila bangun dari sujud beliau mengangkat kedua tangan sebelum kedua lutut.279 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1913: Ahmad bin Muhammad bin Yahya Asy-Syahham mengabarkan kepada kami di Rey, Muhammad bin Muslim bin Warah menceritakan kepada kami, Ar-Rabi bin Rauh menceritakan kepada kami, Muhammad bin Harb menceritakan kepada kami dari Az- Zubaidi, dari Adi bin Abdurrahman, dari Daud bin Abi Hindun, dari Abu Shalih —maula keluarga Thalhah bin Ubaidillah— dia berkata: Ketika aku sedang bersama Ummu Salamah (istri Nabi SAW), datanglah seorang kerabatnya, yaitu seorang pemuda yang rambutnya menjuntai sampai ke bahu. Dia menunaikan shalat, lalu ketika akan sujud dia meniup tanah yang ada di bawah. Ummu Salamah pun berkata, “Jangan lakukan itu, karena Rasulullah pernah bersabda kepada seorang pembantu kami yang berkulit hitam, ‘Wahai Rabah, tempelkanlah wajahmu pada tanah'”280 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 1914: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Sa’d bin Ibrahim Az-Zuhri menceritakan kepada kami, ayahku dan pamanku menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Ayahku menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishaq, Mis’ar bin Kidam menceritakan kepadaku dari Adam bin Ali Al Bakri, dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Bila kamu shalat janganlah membentangkan kedua lenganmu seperti binatang bersandarlah di atas kedua telapak tanganmu (tempelkan pada tanah), dan renggangkan kedua ketiakmu, karena bila kamu melakukannya maka setiap anggota telah sujud bersamamu.281 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 1915: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam menceritakan kepada kami, dia berkata: Ali bin Husain bin Waqid menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, dia berkata: Abu Ishaq menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Al Barra berkata, “Nabi sujud di atas ujung kedua telapak tangan.” 282 [3:4] Shahih Ibnu Hibban 1916: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, Abu Al Wali d Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, Ubaidillah bin Iyad bin Laqith menceritakan kepada kami dari Iyad bin Laqith, dari Al Barra, bahwa Rasulullah bersabda, “Bila kamu sujud, letakkanlah kedua telapak tangan dan angkatlah kedua sikumu, serta tegaklah (dalam sujud)"285 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 1917: Muhammad bin Abdullah bin Abdussalam mengabarkan kepada kami di Beirut, Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Hakam menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Al-Laits bin Sa’d, dari Darraj, dari Ibnu Hujairah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Bila seseorang dari kalian sujud, janganlah meletakkan kedua lengan pada tanah seperti binatang buas, dan hendaklah merapatkan kedua pahanya284 [1:78] Abu Hatim berkata, “Al-Laits tidak mendengar dari Darraj selain hadits ini." Shahih Ibnu Hibban 1918: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dari Sumay, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata, ‘Para sahabat Rasulullah mengeluhkan tentang susahnya sujud, maka beliau bersabda, 'Bantulah dengan lutut (dengan meletakkan kedua siku pada lutut)’."285 [2:28] Shahih Ibnu Hibban 1919: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Sahi bin Askar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Al Aswad An-Nadhr bin Abdul Jabbar menceritakan kepada kami, dia berkata: Bakr bin Mudhar menceritakan kepada kami dari Ja’far bin Rabi’ah, dari Abdurrahman bin Hurmuz Al A’raj, dari Ibnu Buhainah, dia berkata, “Nabi bila sujud merenggangkan kedua tangan hingga terlihat putih kedua ketiaknya." 286 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1920: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Harits bin Abdullah Al Hamdani menceritakan kepada kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami dari Ashim bin Kulaib, dari Alqamah bin Wail, dari ayahnya, bahwa Nabi apabila ruku, merenggangkan jari-jemarinya, dan bila sujud merapatkan jari-jemarinya.287 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1921: Muhammad bin Abdullah bin AI Junaid mengabarkan kepudn kami di Bust, Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Bakr bin Mudhar menceritakan kepada kami dari ibnu Al Hadi, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Amir bin Sa'd bin Abi Waqqash, dari AI Abbas bin Abdul Muththalib, bahwa dia mendengar Rasulullah bersabda, "Bila seseorang sujud, dia harus bersujud dengan tujuh anggota badan : wajahnya, kedua lututnya, kedua telapak tangannya, dan kedua telapak kakinya” 288 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1922: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnti Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Haiwah mengabarkan kepada kami dari Ibnu Al Hadi, dari Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, dari Amir bin Sa’d bin Abi Waqqash, dari Al Abbas bin Abdul Muththalib, bahwa Rasulullah bersabda, “Bila seseorang sujud, ada tujuh anggota tubuh yang harus ikut sujud bersamanya: wajahnya, kedua telapak tangannya,kedua kututnya, dan kedua telapak kakinya.289 [3:66] Shahih Ibnu Hibban 1923: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Ash-Shabbah Al Aththar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Sawa menceritakan kepada kami, Syu'bah dan Rauh bin Al Qasim menceritakan kepada kami dari Amr bin Dinar, dari Thawus, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi bersabda, “Aku diperintahkan untuk bersujud di atas tujuh tulang (anggota) dan aku tidak menahan rambut serta kain (saat sujud)"290 [3:7] Shahih Ibnu Hibban 1924: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Basysyar menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Ibrahim bin Maisarah, dari Thawus, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh tulang dan tidak menahan rambut serta pakaian (saat sujud)." 291 [5:7] Shahih Ibnu Hibban 1925: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, Wuhaib menceritakan kepada kami dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi bersabda, “Aku diperintahkan sujud di atas tujuh tulang: dahi (seraya menunjuk dengan tangannya ke hidungnya), kedua tangan, kedua lutut, dan kedua telapak kaki, serta tidak menahan pakaian dan rambut (saat sujud)."290 [5:7] Shahih Ibnu Hibban 1926: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Ubaidillah bin Mu’adz Al Anbari, ayahku menceritakan kepada kami, dari Qatadah, dia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik berkata, Rasulullah bersabda “Luruslah kalian ketika sujud dan janganlah seseorang dari kalian meletakkan kedua lengan di tanah seperti anjing” 293[1:78] Shahih Ibnu Hibban 1927: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Kamil bin Thalhah Al Jahdari menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas bin Malik bahwa Nabi bersabda “Luruslah kalian ketika sujud dan janganlah seseorang dari kalian membentangkan kedua lengan (ke tanah) seperti anjing”294 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 1928: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Isa Ai Mishri meceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku dari Umarah bin Ghaziyyah, dari Sumay, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya posisi paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika dia sedang sujud, maka perbanyaklah doa di dalamnya.295 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 1929: Abdullah bin Muhammad bin Mahmud As-Sa’di mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musa bin Bahr menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir bin Abdul Hamid menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Abu Ishaq, dari Masruq, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah dalam ruku dan sujudnya banyak membaca “Subhanakallaumma rabbana wa bihamdika, allahummaghfir lii (Maha Suci Engkau Ya Allah, Wahai Tuhan kami, bagi-Mu segala pujian. Ya Allah ampunilah dosaku)”. Beliau melaksanakan apa yang diperintahkan di dalam Al Qur’an 296 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1930: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Shafwan bin Shalih menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Syaiban297 bin Abdurrahman menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Abu Adh-Dhuha, dari Masruq, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah dalam sujudnya banyak membaca, 'Subhaanaka rabbanaa wa bihamdika, allaahummaghfir lii." Dia (Aisyah) berkata, “Beliau menafsirkan Al Qur'an (melaksanakan apa yang diperintahkan di dalamnya298 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1931: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yunus bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub menceritakan kepadaku dari Umarah bin Ghaziyyah, dari Sumay, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah berdoa dalam sujudnya, “Allahummaghfir lii dzanbii kullahu, diqqahu wa jillahu, wa awwalahu wa akhirahu, wa alaaniyyatahu wa sirrahu (Ya Allah, ampunilah seluruh dosaku yang kecil dan yang besar, yang awal dan yang akhir, yang tampak dan yang tersembunyi). ”299 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1932: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Usamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Umar menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Yahya bin Hibban, dari Al A’raj, dari Abu Hurairah, dari Aisyah, dia berkata, “Aku pernah kehilangan Rasulullah dari tempat tidur pada suatu malam, maka kucari beliau. Akhirnya tanganku menyentuh bagian dalam telapak kakinya yang sedang tegak (dalam sujud). Saat itu beliau sedang berada di dalam masjid. Beliau mengucapkan, 'Allaahumma innii a ’uudzu biridhaaka sakhathika bimu’aafaatika min uquubatika, wa a’uudzu bika minka laa uhshii tsanaa'an alaika anta kamaa atsnaita ala nafsik'." (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dengan keridhaan-Mu [agar selamat] dari kebencian-Mu, dan dengan keselamatan-Mu [agar terhindar] dari siksa-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari ancaman- Mu. Aku tidak membatasi pujian kepada-Mu. Engkau [dengan kebesaran dan keagungan-Mu] adalah sebagaimana pujian-Mu kepada diri-Mu). ”300 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1933: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: [Ahmad bin Abdullah bin Abdurrahim Al Barqi dan Ismail bin Ishaq Al Kufi —tinggal di Al Fusthath— menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Ibnu Abi Maryam menceritakan kepada kami], Yahya bin Ayyub mengabarkan kepada kami, dia berkata: Umarah bin Ghaziyyah menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Abu An-Nadhr berkata: Aku mendengar Urwah bin Az- Zubair berkata: Aisyah berkata, “Aku pernah kehilangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebelumnya beliau bersamaku di tempat tidurku. Lalu kutemukan beliau sedang sujud dengan menekankan kedua tumit seraya menghadapkan ujung jari-jemari ke kiblat Kudengar beliau mengucapkan, 'Allaahumma innii a ’uudzu bi ridhaaka sakhathika wa bi’afwika min uquubatika wa bika minka utsnii alaika laa ablughu kulla maa fiika'. Setelah selesai, beliau bertanya, “Wahai Aisyah, apakah syetanmu mengganggumu”. Aku menjawab, 'Apakah aku mempunyai301 syetan?' Nabi bersabda, 'Tidak seorang pun manusia kecuali dia mempunyai syetan'. Aku lalu bertanya, Termasuk engkau, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, 'Termasuk aku. Hanya saja aku berdoa kepada Allah, sehingga dia masuk Islam'." 302 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1934: Muhammad bin Ahmad bin Abi Aun Ar-Rayani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami: dari Khalid Al Hadzdza dari Abu Qilabah, dari Malik bin Al Huwsiirits, bahwa dia melihat Rasulullah shalat Pada rakaat ganjil beliau tidak langsung berdiri sebelum duduk dengan tegak terlebih dahulu. 303 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1935: Imran bin Musa bin Mujasyi As-Sakhtiyani mengabarkan, kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami dari Khalid Al Hadzdza, dari Abu Qilabah, dari Malik bin Al Huwairits, dia berkata: Dia masuk ke masjid kami, lalu berkata: “Aku akan shalat. Tapi sebenarnya aku tidak berniat shalat, melainkan ingin mengajarkan kepada kalian cara shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Dia lalu menyebut nama Allah (takbir) ketika mengangkat kepala dari sujud pada rakaat pertama. Lalu dia duduk tegak, kemudian berdiri seraya bersandar pada tanah. 304 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1936: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Aslam Ath-Thusi menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Abdul Wahid bin Ziyad dari Umrah bin Al Qa’qa, dari Abu Zur’ah bin Amr bin Jarir, dari Abu Hurairah, dia berkata “Rasulullah apabila bangun dari rakaat kedua, maka beliau langsung memulai bacaan dengan tidak diam terlebih dahulu” 305 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1937: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah mengabarkan kepada kami dari Abu Aun Ats-Tsaqafi, dari Jabir bin Samurah, dia berkata: Umar berkata kepada Sa’d, “Penduduk Kufah mengeluhkan engkau dalam segala hal, sampai dalam masalah shalat.” Sa’d lalu berkata, “Aku memperlama dua rakaat pertama dan meringankan dua rakaat terakhir. Aku tidak mengurangi shalat yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Umar lalu berkata, “Itulah dugaanku terhadapmu.” 346 [5:27] Shahih Ibnu Hibban 1938: Muhammad bin Al Hasan bin Qurtaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits bin Sa'd Menceritakan kepadaku dari Ibnu Syihab, dari Abdurrahman bin Hurmuz. Al A'raj, dari Abdullah bin Buhainah Al Asadi, sekutu bani Abdul Muththalib, bahwa Rasulullah berdiri pada shalat Zhuhur, padahal seharusnya beliau duduk. Setelah shalatnya selesai, beliau sujud dua kali dalam posisi duduk sebelum salam, dan orang-orang ikut sujud bersamanya untuk menggantikan posisi duduk yang lupa dilakukan,"307 [1:2] Abu Hatim RA berkata, ‘Tentang berdirinya orang-orang di belakang Nabi ketika beliau berdiri dari posisi duduknya yang pertama, tanpa diingkari oleh beliau, adalah penjelasan yang paling terang bahwa duduk pertama dalam shalat tidaklah fardhu." Shahih Ibnu Hibban 1939: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata Al-Laits bin Sa’d mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab , dari Abdurrahman bin Hurmuz Al A’raj, dari Abdullah bin Buhainah Al Asadi, sekutu bani Abdul Muththalib, bahwa Rasulullah berdiri pada shalat Dzuhur, padahal seharusnya beliau duduk. Setelah shalatnya selesai, beliau sujud dua kali dalam posisi duduk sebelum salam, dan orang-orang ikut sujud (bersamanya) untuk menggantikan posisi duduk yang lupa dilakukan“308 [1:34] Shahih Ibnu Hibban 1940: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Bakr bin Mudhar menceritakan kepada kami dari Yazid bin Abi Habib, dari Abdurrahman bin Syimasah, dia berkata: Uqbah bin Amir shalat mengimami kami. Pada posisi yang semestinya dia duduk, ternyata dia berdiri, maka orang-orang di belakangnya mengucapkan “subhanallah”. Akan tetapi dia tidak duduk kembali. Setelah selesai shalat dia sujud dua kali dalam posisi duduk. Lalu dia berkata, “Aku mendengar kalian mengucapkan “subhanallah agar aku duduk. Tapi itu bukan sunah, dan yang kulakukan tadi adalah sunah”. 309 [5:18] Shahih Ibnu Hibban 1941: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami dia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits bin Sa’d mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dari Abdurrahman bin Hurmuz Al A’raj, dari Abdullah bin Buhainah Al Asadi, sekutu bani Abdul Muththalib, bahwa Rasulullah berdiri pada shalat Zhuhur pada posisi yang seharusnya beliau duduk. Setelah shalatnya selesai, beliau sujud dua kali dalam posisi duduk sebelum salam. Lalu orang-orang ikut sujud bersamanya untuk menggantikan posisi duduk yang tadi lupa dilakukan."310 Shahih Ibnu Hibban 1942: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Muslim bin Abi Maryam, dari Ali bin Abdurrahman Al Mu’awi,311 dia berkata: Ibnu Umar pernah melihatku bermain-main dengan kerikil saat shalat. Setelah shalatnya selesai, dia melarangku dan berkata, “Lakukanlah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Bila beliau duduk dalam shalat, beliau meletakkan telapak tangan kanan di atas paha kanan, seraya menggenggam seluruh jari, dan menunjuk dengan jari di samping ibu jari (yakni jari telunjuk). Beliau meletakkan telapak tangan kiri di atas paha kiri.” 312 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1943: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dari Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, dari ayahnya, dia berkata, “Rasulullah bila duduk pada rakaat kedua, maka beliau duduk di atas kaki kiri dan meluruskan yang kanan, meletakkan ibu jarinya di atas jari tengah dan menunjuk dengan jari telunjuk, meletakkan telapak tangan kiri di atas paha kiri, dan menutup lutut dengan telapak tangan kiri.” 313 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1944: Umar bin Muhammad Al Hamadani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amr bin Ali menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Ajlan menceritakan kepada kami dari Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, dari ayahnya, bahwa Nabi apabila tasyahhud, meletakkan tangan kiri di atas paha kiri dan meletakkan tangan kanan di atas paha kanan. Beliau juga menunjuk dengan jari telunjuknya, dan pandangan beliau tidak melewatinya. 314 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1945: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Salm bin Junadah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Idris menceritakan kepada kami dari Ashim bin Kulaib, dari ayahnya, dari Wa'il bin Hujr, dia berkata: Kami tiba di Madinah dan mereka mengibaskan tangan mereka dari balik pakaian, maka aku berkata, “Aku akan melihat shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." (Setelah dia melihatnya) Kemudian dia berkata, “Beliau takbir untuk memulai shalat. Dan beliau mengangkat kedua tangannya hingga kulihat kedua ibu jarinya berada dekat dengan kedua telinganya. Kemudian beliau memegang tangan kiri dengan tangan kanannya. Ketika ruku beliau mengangkat kedua tangannya, dan ketika mengangkat kepalanya beliau mengucapkan "Sami’allaahu liman hamidah” kemudian beliau takbir dan mengangkat kedua tangannya. Lalu beliau sujud dengan meletakkan kepalanya di antara kedua tangannya yang berada pada posisi wajahnya. Ketika duduk beliau membentangkan kedua telapak kakinya, meletakkan siku kanannya di atas paha kanannya, menggenggam jari kelingking dan jari sebelahnya dan menggabungkan antara ibu jari dengan jari tengahnya lalu mengangkat jari yang di sebelahnya (jari telunjuk) untuk berdoa dengannya”. 315 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1946: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Mujahid bin Musa Al Mukharrimi316 menceritakan kepada kami, Syu’aib bin Harb Al Mada'ini menceritakan kepada kami, Isham bin Qudamah Al Jadali menceritakan kepada kami, Malik bin Numair Al Khuza’i mengabarkan kepada kami, bahwa ayahnya menceritakan kepadanya, bahwa dia melihat Rasulullah ketika shalat meletakkan tangan kanan di atas paha kanan dan mengangkat jari telunjuk dengan melengkungkannya sedikit ketika sedang berdoa. 317 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1947: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Hujr menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ja’far menceritakan kepada kami, dia berkata: Muslim bin Abi Maryam menceritakan kepada kami dari Ali bin Abdurrahman Al Mu’awi, dari Ibnu Umar, bahwa dia melihat seorang laki-laki menggerakkan kerikil dengan tangannya ketika sedang shalat. Setelah shalatnya selesai, dia berkata kepada laki-laki tersebut, “Janganlah kamu menggerakkan kerikil ketika sedang shalat, karena hal tersebut merupakan perbuatan syetan. Akan tetapi lakukanlah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Dia (Ilmu Umar) lalu meletakkan tangan kanannya di atas pahanya, lalu menunjuk dengan jarinya yang berdekatan dengan ibu jari (yakni jari telunjuk) ke arah kiblat, dan dia mengarahkan pandangannya ke jari tersebut atau di sekitarnya. Kemudian dia berkata, "Beginilah aku melihat Rasulullah melakukannya." 318 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 1948: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata Husyaim menceritakan kepada kami, dia berkata: Hushain bin Abdurrahman, Al Mughirah dan Al A’masy mengabarkan kepada kami dari Abu Wail, dari Abdullah, dia berkata: Saat kami duduk di belakang Rasulullah ketika shalat, kami mengucapkan “Assalaamu alallah, assalaamu ala Jibril, assalaamu ala mikail, assalaamu ala fulan, assalaamu ala fulan”» Nabi lalu menoleh kepada kami dan bersabda, “Sesungguhnya Allah adalah As-Salam (Maha Sejahtera), maka bacalah ‘At-tahiyyatul lillaah wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu alaika319 ayyuhan nabiyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, as-aalaamu alainaa alaa wa alaa ibaadillaahish-shaalihiin. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh'. Sesungguhnya bila kalian melakukannya maka kalian telah mengucapkan salam kepada seluruh hamba yang shalih di langit dan di bumi."[Saya katakan, “Diriwayatkan dalam M Abdirrazzaq (3070) dari Ibnu Juraij, dari Atha, dia berkata: Aku mendengar Ibnu Ayyasy dan Ibnu Az-Zubair dalam tasyahhud ketika shalat mengucapkan, “320 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1949: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Al Ja’d menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah mengabarkan kepada kami dari Hammad, dari Abu Wa'il, dari Abdullah, dia berkata: Mulanya kami mengucapkan, “As-salaamu alallaah." Namun Nabi bersabda, “Jangan ucapkan, 'As-salaamu alallaah', karena Allah adalah As-Salaam (Maha Sejahtera)'." Beliau lalu menyuruh mereka membaca , “At-tahiyyaatu lillaah wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, as-salaamu alainaa wa alaa ibaadillaahish shaalihiin. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh." (Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat dan keberkahan-Nya. Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya).331 [1:94] Shahih Ibnu Hibban 1950: Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad Ad-Daghuli mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ats-Tsauri mengabarkan kepada kami dari Manshur, Al A’masy, dan Abu Hasyim, dari Abu Wa'il, dari Abu Ishaq, dari Al Aswad dan Abu Al Ahwash, dari Abdullah, dia berkata: Kami tidak mengetahui apa yang harus kami baca dalam shalat. Mulanya kami mengucapkan, “As-salaamu ala jibril, as-salaamu ala mikail." Namun Nabi bersabda, “Sesungguhnya Allah adalah As-Salaam (Maha Sejahtera). Bila kalian duduk dalam rakaat kedua, bacalah, At-tahiyyaatu lillaah wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, as-salaamu alainaa wa alaa ibaadillaahish shaalihiin —Abu Wa'il berkata dalam haditsnya dari Abdullah, “Bila engkau membacanya, maka bacaan tersebut akan sampai kepada semua malaikat yang didekatkan, Nabi yang diutus, dan hamba yang shalih”—. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh’.”322 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1951: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid dan Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Syu’bah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ishaq mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Ahwash mengabarkan kepada kami dari Abdullah, dia berkata, “Kami tidak tahu apa yang harus kami baca pada setiap dua rakaat, kecuali bertasbih, bertakbir, dan memuji Tuhan kami. Nabi Muhammad lalu diajari pembuka-pembuka kebaikan dan penutup-penutupnya, atau kumpulan-kumpulan dari kebaikan tersebut. Beliau bersabda kepada kami, “Bila kalian duduk pada setiap dua rakaat, bacalah, At-tahiyyaatu lillaah wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, as-salaamu alainaa wa alaa ibaadillaahish shaalihiin. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh'. (Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala keagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat dan keberkahan-Nya. Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya). Kemudian dia boleh memilih doa yang disukainya, lalu berdoa kepada Tuhannya."323 [1:20] Abu Hatim RA berkata, ‘Perintah duduk pada setiap dua rakaat adalah perkara wajib. Tapi praktek yang beliau terapkan, yang tidak mengingkari orang yang di belakangnya, menunjukkan bahwa duduk pertama adalah sunah, sementara duduk yang lain fardhu (wajib)." Shahih Ibnu Hibban 1952: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami» Kamil bin Thalhah menceritakan kepada kami, Al-Laits bin Sa’d menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Az-Zubair menceritakan kepadaku dari Sa'id bin Jubair dan Thawus, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah mengajarkan tasyahhud kepada kami sebagaimana mengajarkan surah Al Qur'an, “At-tahiyyatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. as-salaamu alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wa barakaatuh, salaamun alainaa wa ala ibaadillaahish shaalihin,asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah." (Segala penghormatan, keberkahan, keagungan, dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat dan berkah-Nya. Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).324 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1953: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami dari kitabnya, dia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits bin Sa’d mengabarkan kepadaku dari Abu Az- Zubair, dari Sa’id bin Jubair dan Thawus, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah mengajarkan doa tasyahhud kepada kami sebagaimana mengajarkan surah Al Qur'an. Beliau membaca, “At-tahiyyatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. as-salaamu alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wa barakaatuh, salaamun alainaa wa ala ibaadillaahish shaalihin,asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah.” (Segala penghormatan, keberkahan, keagungan, dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat dan keberkahan-Nya. Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).325 [1:94] Abu Hatim RA berkata, “Abu Az-Zubair meriwayatkan hadits ini secara gharib." Shahih Ibnu Hibban 1954: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim —maula Tsaqif— mengabarkan kepada kami, Qutaibah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Al-Laits menceritakan kepada kami dari Abu Az-Zubair, dari Sa'id bin Jubair dan Thawus, dari Ibnu Abbaa, dia berkata: Rasulullah mengajarkan doa tasyahhud kepada kami sebagaimana mengajarkan surah Al Qur'an. Beliau membaca, At-tahiyyatul mubaarakaatush shalawaatuth thayyibaatu lillaah. as-salaamu alaika ayyuhan nabiyyu warahmatullaahi wa barakaatuh, salaamun alainaa wa ala ibaadillaahish shaalihin,asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah, (Segala penghormatan, keberkahan, keagungan, dan kebaikan hanya milik Allah. Semoga keaqjahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat dan keberkahan-Nya. Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah).326[5:34] Shahih Ibnu Hibban 1955: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al A’masy menceritakan kepada kami dari Syaqiq bin Salamah, dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata: Mulanya ketika kami duduk di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kami membaca, "Assalaamu alallaah qabla ibaadih, assalaamu ala Jibril, assalaamu ala mikail, assalaamu ala fulan wa fulan." Setelah Rasulullah selesai shalat, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah adalah As-Salam (Maha Sejahtera). Bila seseorang dari kalian duduk dalam shalat, hendaklah yang pertama kali dia baca adalah, 'At-tahiyyatu lillaah wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, as-salaamu alainaa wa alaa ibaadillaahish shaalihiin. —Bila dia mengucapkannya maka akan sampai kepada seluruh hamba shalih di langit dan di bumi-—. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh’. Kemudian dia bisa memilih doa yang disukainya."327 [1:20] Shahih Ibnu Hibban 1956: Ahmad bin Al Husain Al Jaradi mengabarkan kepada kami di Mosul, dia berkata: Ishaq bin Zuraiq Ar-Ras’ani menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Khalid Ash-Shan’ani menceritakan kepada kami, dia berkata: Ats-Tsauri menceritakan kepada kami dari Al A’masy, Manshur, Hushain, Abu Hasyim, dan Hammad bin Abu Sulaiman, dari Abu Wa'il dan Abu Ishaq, dari Abu Al Ahwash dan Al Aswad, dari Abdullah, dia berkata: Mulanya kami tidak tahu apa yang harus kami baca dalam shalat. Kami membaca, "Assalaamu alallaah, assalaamu ala Jibril, assalaamu ala mikail” Nabi lalu mengajarkan kami, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah adalah As-Salam (Maha Sejahtera). Bila kalian duduk pada dua rakaat dalam shalat, bacalah, ‘At-tahiyyaatu lillaah wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, as-salaamu alainaa wa alaa ibaadillaahish shaalihiin —Abu Wa'il berkata dalam haditsnya, dari Abdullah, dari Nabi , ''Bila kamu membacanya, maka bacaan ini akan sampai kepada semua hamba shalih yang ada di langit dan di bumi” Abu Ishaq berkata dalam haditsnya, dari Abdullah, "Bila kamu membacanya, maka bacaan ini akan tertuju kepada seluruh hamba yang didekatkan kepada Allah, Nabi yang diutus, atau hamba yang shalih”—. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh’.”328 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1957: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami dari Mis'ar, dari Al Hakam, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Ka’b bin Ujrah, dia berkata: Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui ucapan salam untuk engkau, lalu bagaimanakah bacaan shalawat untuk engkau?” Beliau bersabda, “Bacalah's ‘Allahumma shalli alaa muhammadin wa alaa aali muhammadin, kamaa shallaita alaa ibrahima wa aali ibrahima, innaka majiid. wa baarik alaa muhammadin wa alaa aali muhammadin, kamaa baarakta alaa ibrahima wa aali ibrahima, innaka hamiidun majiid” (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung. Berilah berkah kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung).329 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1958: Umar bin Sa’id bin Sinan Ath-Tha'i mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Nu’aim bin Abdullah Al Mujmir, bahwa Muhammad bin Abdullah bin Zaid Al Anshari, dari Abu Mas’ud Al Anshari, dia berkata: Rasulullah mendatangi kami ketika kami sedang berada di majelis Sa’d bin Ubadah. Basyir bin Sa’d lalu berkata, “Wahai Rasulullah, Allah SWT menyuruh kami membaca shalawat kepadamu, bagaimana kami membaca shalawat kepadamu?” Rasulullah diam, hingga kami berharap dia (Basyir bin Sa’d) tidak bertanya kepada beliau. Beliau lalu bersabda, “ ‘Bacalah Allaahumma shalli alaa muhammadin wa alaa aali muhammadin, kamaa shallaita alaa ibrahima. Wa baarik alaa muhammadin wa alaa aali muhammadin, kamaa baarakta alaa aali ibrahima, fil aalamiina innaka hamiidun majiid’. (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada Ibrahim. Berikanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau memberi keberkahan kepada keluarga Ibrahim. Di seluruh alam ini Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung). Sedangkan bacaan salam adalah sebagaimana yang telah kalian ketahui."330 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1959: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dan aku menulisnya dari kitab asli Muhammad bin lshaq bin Khuzaimah, dia berkata: Abu Al Azhar Ahmad bin Al Azhar menceritakan kepada kami, dan aku menulisnya dari kitab asli Abu Al Azhar Ahmad bin Al Azhar, dia berkata: Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’d menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dia berkata: Muhammad bin Ibrahim At-Taimi menceritakan kepadaku —tentang bacaan shalawat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena seorang muslim disyariatkan membaca shalawat kepada beliau dalam shalatnya— dari Muhammad bin Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbih, dari Abu Mas’ud, dia berkata: Seorang laki-laki datang lalu duduk di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Saat itu kami sedang bersama beliau. Dia berkata, “Wahai Rasulullah, bacaan salam untukmu sudah kami ketahui. Lalu, bagaimanakah kami membaca shalawat untukmu?” Rasulullah diam, hingga kami berharap laki-laki tersebut tidak bertanya kepada beliau. Beliau kemudian bersabda, “Bila kalian membaca shalawat untukku, bacalah, ‘Allaahumma shalli alaa muhammadin an-nabiyyil ummiyyi wa alaa aali muhammadin, kamaa shallaita alaa ibrahima wa alaa aali ibrahima. Wa baarik alaa muhammadin an-nabiyyil ummiyyi wa ala aali muhammadin, kamaa baarakta alaa ibrahima wa alaa aali ibrahima, innaka hamiidun majiid'.” (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad, Nabi yang Ummi [tidak bisa membaca] dan kepada keluarganya, sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada Ibrahim dan keluarganya. Berikanlah keberkahan kepada Muhammad, Nabi yang Ummi, dan juga kepada keluarganya, sebagaimana Engkau memberikan keberkahan kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung).331 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1960: Muhammad bin Ishaq Maula Tsaqif mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yusuf bin Musa Al Qaththan menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Muqri menceritakan kepada kami, dia berkata: Haiwah bin Syuraih menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Hani Humaid bin Hani menceritakan kepadaku, bahwa Abu Ali Amr bin Malik Al Janbi menceritakan kepadanya, bahwa dia mendengar Fadhalah bin Ubaid berkata: Rasulullah mendengar seorang laki-laki berdoa dalam shalatnya tanpa memuji Allah dan tidak bershalawat kepadanya (Nabi SAW), maka beliau bersabda, "Orang Ini tergesa-gesa." Beliau lalu memanggilnya dan bersabda kepadanya, “Bila seseorang dari kalian shalat, mulailah dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian membaca shalawat kepada Nabi , lalu berdoa dengan doa yang disukainya.” 332 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1961: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Amr Al Bajali menceritakan kepada kami, dia berkata: Zuhair bin Muawiyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Hasan bin Al Hurr menceritakan kepadaku dari Al Qasim bin Mukhaimarah, dia berkata: Alqamah memegang tanganku lalu menceritakan kepadaku, bahwa Abdullah memegang tangan beliau, dan beliau memegang tangan Abdullah, lalu mengajarkan kepadanya tasyahhud dalam shalat, “At-tahiyyaatu lillaah wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, as-salaamu alainaa wa alaa ibaadillaahish shaalihiin.” Zuhair berkata, “Aku paham ketika menulisnya dari Al Hasan, lalu orang yang menghafalnya dari Al Hasan menceritakan kepadaku bacaan selanjutnya, ‘Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh’.” Zuhair berkata, “Kemudian aku mengulang hafalanku. Dia (Ibnu Mas’ud) berkata, 'Bila kamu membaca ini, maka kamu telah menyelesaikan shalat Bila kamu ingin berdiri, berdirilah, dan bila kamu ingin duduk, duduklah’!”333 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1962: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ghassan bin Ar-Rabi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Tsauban menceritakan kepada kami dari Al Hasan bin Al Hurr, dari Al Qasim bin Mukhaimirah, dia berkata: Alqamah memegang tanganku, Ibnu Mas'ud memegang tangan Alqamah, dan Nabi memegang tangan Ibnu Mas'ud, lalu mengajarkan tasyahhud kepadanya, “At-tahiyyaatu lillaah wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, as-saalamu alaina wa alaa ibaadillaahish shaalihin. Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuuluh” (Segala penghormatan hanya milik Allah. juga segala pangagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu. wahai Nabi begitu juga rahmat dan keberkahan-Nya. Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selam Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya) Abdullah bin Mas'ud berkata. "Bila kamu selesai (membaca) ini. maka kamu telah selesai shalat. Jika kamu mau. kamu bisa tetap di tempatmu, dan jika kamu mau. kamu bisa beranjak dari tempatmu.” 335 [1:21] Shahih Ibnu Hibban 1963: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada berkata: Husain bin Ali Al Ju’fi mengabarkan kepada kami dari Al Hasan bin Al Hurr, dari Al Qasim bin Mukhaimirah, dia berkata: Alqamah bin Qais memegang tanganku, dia berkata: Abdullah bin Mas’ud memegang tanganku, dia berkata: Rasulullah memegang tanganku lalu mengajarkan (bacaan) tasyahhud kepadaku, “At-tahiyyaatu lillaah wash-shalawaatu wath-thayyibaat, as-salaamu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi barakaatuh, as-salaamu alaina wa alaa ibaadillaahish shaalihin. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna muhammadan abduhu wa rasuuluh” (Segala penghormatan hanya milik Allah, juga segala pengagungan dan kebaikan. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat dan keberkahan-Nya. Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada kita dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yans berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba serta utusan-Nya)”336 Al Hasan bin Al Hurr berkata. “Muhammad bin Aban menambahkan kepadaku dengan sanad ini, Dia berkata, ‘Apabila kamu telah membaca ini, jika kamu mau , kamu bisa berdiri’.” [1:21] Abu Hatim RA berkata, “Muhammad bin Aban adalah perawi yang dha'if. Kami telah menjelaskan masalah ini dalam Al Majruhin” 337 Shahih Ibnu Hibban 1964: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim —maula Tsaqif— mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami, dia berkata: Mis'ar dan Syu’bah menceritakan kepada kami dari Al Hakam, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Ka’b bin Ujrah, dia bertanya, “Maukah kalian kuberi hadiah?” Kami menjawab, “Mau.” Dia berkata, “Aku pernah bertanya (kepada Rasulullah), ‘Wahai Rasulullah, kami telah mengetahui bacaan salam untuk engkau, lalu bagaimanakah bacaan shalawat untuk engkau?’ Beliau bersabda, “Bacalah, "Allaahumma shalli alaa muhammadin alaa aali muhammadin, kamaa shallaita ala ibrahima, innaka hamiidun majiid Allaahumma baarik alaa muhammadin wa alaa aali muhammadin, kamaa baarakta alaa aali ibrahima, innaka hamiidun majiid ’’ (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung. Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau memberi keberkahan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung).338 [1:94] Shahih Ibnu Hibban 1965: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata Ahmad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami dari Malik, dari Nu'aim bin Abdullah Al Mujmir, bahwa Muhammad bin Abdullah bin Zaid Al Anshari mengabarkan kepadanya dari Abu Mas'ud Al Anshari, dia berkata: Rasulullah mendatangi kami ketika kami sedang berada di majelis Sa’d bin Ubadah, maka Basyir bin Sa'd berkata, “Wahai Rasulullah, Allah SWT menyuruh kami membaca shalawat kepadamu, maka bagaimana cara kami membaca shalawat kepadamu?“ Rasulullah diam, hingga kami berharap dia (Basyir bin Sa’d) tidak bertanya kepada beliau. Beliau kemudian bersabda, “Bacalah,‘Allaahumma shalli alaa muhammadin wa alaa aali muhammadin, kamaa shallaita alaa ibrahima. Wa baarik alaa muhammadin wa alaa aali muhammadin, kamaa baarakta alaa aali ibrahima, fil aalamiina innaka hamiidun majiid’ (Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada Ibrahim. Berilah berkah kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau memberi berkah kepada keluarga Ibrahim. Di seluruh alam ini Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung). Sedangkan bacaan salam adalah sebagaimana yang telah kalian ketahui.”339 [41:9] Shahih Ibnu Hibban 1966: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bahr bin Nadir bin Sabiq menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Hassan menceritakan kepada kami, dia berkata: Yusuf bin Ya'qub Al Majisyun menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Al A’raj, dari Ubaidillah bin Abi Rafi, dari Ali RA, bahwa Rasulullah berdoa di akhir shalatnya antara tasyahhud dan salam, “Allaahummaghfir lii maa qaddamtu wa maa akhkhartu, wamaa asrartu wa maa a’lantu, wa maa asraftu wa maa anta a’lamu bihi minnii, antal muqaddimu wa antal muakhkhiru, laa ilaaha illaa anta.” (Ya Allah, ampunilah aku akan [dosaku] yang telah lalu dan yang akan datang, apa yang aku rahasiakan dan yang kutampakkan, dan yang aku lakukan secara berlebihan, serta apa saja yang Engkau lebih mengetahui daripada diriku. Engkaulah yang mendahulukan dan yang mengakhirkan segala sesuatu, tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau).340 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1967: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza’i menceritakan kepada kami, Hassan bin Athiyyah menceritakan kepadaku, dia berkata: Muhammad bin Abu Aisyah menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda, “Bila seseorang dari kalian selesai membaca tasyahhud akhir, hendaklah dia memohon perlindungan kepada Allah dari empat hal, yaitu dari siksa Jahanam, dari siksa kubur, dari fitnah hidup dan mati, serta dari kejahatan Al Masih Ad-Dajjal341 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 1968: Muhammad bin Ubaidillah bin Al Fadhl Al Kala'i mengabarkan kepada kami di Himsh, dia berkata: Amr bin Utsman bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'aib bin Abu Hamzah menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, bahwa Rasulullah berdoa dalam shalatnya, “Allahuma innii a'uudzu bika min adzaabin naar, waa'uudzu bika min adzaabil qabri, wa a'uudzu bika min fitnatil masiihid dajjaal, wa a'uudzu bika min fitnatil mahyaa wal mamaat. Allaahumma innii a'uudzu bika minal ma'tsam wal maghram. ” (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka. Aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur. Aku berlindung kepada-Mu dari fitnah Dajjal. Aku berlindung kepada-Mu dari fitnah hidup dan mati. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan utang). Seorang laki- laki lalu berkata, “Wahai Rasulullah, alangkah seringnya engkau memohon perlindungan (kepada Allah) dari utang.” Nabi bersabda, “Sesungguhnya seseorang apabila berutang, maka dia akan berdusta bila berbicara dan akan ingkar bila berjanji.” [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1969: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Ketika Rasulullah bangun dari rakaat terakhir pada shalat Subuh, beliau berdoa, “Ya Allah, selamatkanlah Al Walld bin Al Walid, Salamah bin Hisyam dan Ayyasy bin Abi Rabi'ah. Ya Allah, perberatlah siksaan-Mu terhadap Mudhar, dan tlmpakanlah kekeringan pada mereka seperti kekeringan yang pernah terjadi pada zaman Nabi Yusuf AS.“343 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1970: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Ashim bin Bahdalah, dari Zirr bin Hubaisy, bahwa Ibnu344 Mas'ud berdiri dalam shalat Ketika dia telah sampai pada ayat seratus lebih dari surah An-Nisaa', dia berdoa. Rasulullah lalu bersabda, “Mintalah, maka kamu akan diberi {akan dikabulkan)," sebanyak tiga kali. Dia pun berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar diberi iman yang tidak akan menjadi murtad, nikmat yang tidak akan habis, dan bersahabat dengan Muhammad di Surga Khuldi yang tertinggi.”345 [1:2]  Shahih Ibnu Hibban 1971: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad346 bin Abdat menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Atha bin As-Sa'ib, dari ayahnya, dia berkata: Ketika kami sedang duduk di masjid, masuklah Ammar bin Yasir. Dia kemudian mendirikan shalat dengan waktu yang singkat Dia lalu melewati kami, maka dia ditanya, “Wahai Abu Al Yaqzhan, kamu shalat dengan waktu yang singkat (sebentar)?” Dia balik bertanya, “Apakah menurut kalian shalatku sebentar?” Kami menjawab, “Ya.” Dia berkata, “Sesungguhnya dalam shalat tadi aku telah membaca doa yang pernah aku dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” Setelah selesai, seorang laki-laki dari kaum tersebut mengikutinya. Atha berkata, “Ayahku lalu mengikutinya —tapi dia tidak suka mengatakan “aku mengikutinya”— dan menanyakan kepadanya tentang doa tersebut. Dia lalu kembali dan mengabarkan kepada mereka tentang doanya, “Allaahumma bi'ilmikal ghaiba wa qudratika alal khalqi, ahyinii ma alimtal hayata khairan lii, wa tawaffanii idzaa kanatil wafatu khairan lii. Allaahumma inni as'aluka khasy-yataka fil ghaibi wasy-syahaadati wa kalimatal adli wal haqqi fil ghadhabi war- ridhaa, wa as'alukal qashda fil faqri walghina, wa as'aluka na’iiman laa yabiidu wa qurrata ainin la tanqathi'u, wa as'alukar ridha ba’dal qadhaa'i wa as'aluka bardal aisyi ba’dal mauti, wa as'aluka ladzdzatan nazhari ilaa wajhika, wa as 'alukasy syauqa ilaa liqaa 'ika fi ghairi dharraa'a mudhirratin wa laa fitnatin mudhillatin, allaahumma zayyinna biziinatil imani waj’alnaa hudaatan muhtadiin’.” (Ya Allah, dengan ilmu-Mu yang gaib dan kekuasaan- Mu atas seluruh makhluk, perpanjanglah umur hidupku bila Engkau mengetahui bahwa kehidupan selanjutnya lebih baik bagiku, dan matikanlah aku bila kematian itu lebih baik bagiku. Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar aku selalu takut kepada- Mu dalam keadaan sembunyi [sepi] atau ramai. Aku memohon kepada-Mu agar dapat berpegang dengan kalimat hak (kebenaran) ketika marah atau ridha dengan sesuatu. Aku memohon kepada-Mu agar aku bisa selalu sederhana, baik ketika miskin maupun kaya. Aku memohon kepada-Mu agar aku diberi nikmat yang tidak akan habis dan penyejuk mata yang tidak akan terputus. Aku memohon kepada- Mu agar aku dapat ridha dengan segala qadha-Mu. Aku mohon kepada-Mu [agar diberi] kehidupan yang menyenangkan setelah mati, dan Aku memohon kepada-Mu kenikmatan menatap wajah-Mu [di surga]. Aku memohon kepada-Mu [agar] rindu bertemu dengan-Mu tanpa penderitaan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan keimanan dan jadikanlah kami sebagai penunjuk jalan (lurus) yang memperoleh bimbingan dari-Mu)347 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1972: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab, dia berkata: Sa’id bin Al Musayyab dan Abu Salamah mengabarkan kepadaku, bahwa keduanya mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah berdoa pada shalat Subuh setelah selesai membaca (Al Faatihah), lalu takbir untuk ruku dan mengangkat kepala (seraya mengucapkan), “Sami'allaahu liman hamidah”. Beliau berdoa dalam posisi berdiri, “Ya Allah, selamatkanlah Al Walid bin Al Walid, Salamah bin Hisyam, Ayyasy bin Abi Rabi'ah, dan orang-orang beriman yang lemah. Ya Allah, perberatlah siksaan-Mu terhadap Mudhar, dan timpahkanlah kekeringan pada mereka seperti kekeringan yang pernah terjadi pada zaman Nabi Yusuf AS. Ya Allah, laknatlah Lihyan, Ri’l, Dzakwan, dan Ushayyah, yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.Kemudian kami mendapat khabar bahwa beliau meninggalkannya setelah turun ayat, “itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengadzabnya, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang zhalim.”(QS. Aali ‘Imraan [3]: 128) 348 [5:10] Shahih Ibnu Hibban 1973: Muhammad bin Al Husain bin Mukram Al Bazzar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amr bin Ali meneceritakan kepada kami, dia berkata Yazid bin Zurai dan Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Suaiman At-Taimi menceritakan kepada kami dari Abu Mijlaz, dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah pernah melakukan qunut selama satu bulan setelah ruku untuk mendoakan kebinasaan bagi sebagian bangsa Arab, Ri’l, dan Dzakwan. Beliau bersabda, “Ushayyah telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya.” 349 Abu Mijlaz namanya adalah Lahiq bin Humaid. [4:1] Shahih Ibnu Hibban 1974: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Kamil bin Thalhah menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Sa'id Al Jurairi, dari Abu Al Ala, dari Syaddad bin Aus, bahwa Rasulullah berdoa dalam shalatnya, “Allaahumma innii as'alukat tsabata fil amri wa azimatar rusydi wa syukra ni'matika wa husna ibadatika, wa as’aluka qalban saliiman, wa as'aluka min khairi ma ta'lam, wa a’udzu bika min syarri ma ta'lam, wa astaghfiruka li ma ta'lam." (Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar diberi ketetapan hati dalam menjalankan perintah [ajaran agama] dan keteguhan hati dalam melaksanakan petunjuk, mensyukuri nikmat-Mu, serta beribadah dengan baik kepada-Mu. Aku memohon kepada kepada-Mu [agar diberi] hati yang lapang. Aku memohon kepada-Mu segala kebaikan yang Engkau ketahui. Aku berlindung kepada-Mu dari segala keburukan yang Engkau ketahui. Aku memohon ampunan kepada-Mu atas dosa-dosa yang Engkau ketahui). 350 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1975: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim Al Marwazi menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Al Mughirah menceritakan kepada kami dari Tsabit, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Shuhaib, dia beikata: Rasulullah membisikkan sesuatu yang tidak kami pahami. Beliau lalu bertanya, “Apakah kalian memahamiku?” Kami menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku teringat dengan seorang nabi yang diberi bala tentara dari kaumnya. Nabi tersebut lalu bertanya (dengan keangkuhannya karena merasa jumlah umatnya telah sangat banyak-ed) kepada Allah, 'Siapakah yang mampu mengalahkan mereka?' Allah kemudian memberikan -wahyu kepadanya (guna menegurnya atas keangkuhannya-ed), 'Pilihlah tiga hal untuk umatmu; mereka dikuasai musuh, diberi kelaparan, atau ditimpa kematian'. Dia lalu meminta pendapat kaumnya dalam masalah ini. Mereka berkata, 'Engkau adalah nabi Allah, kami serahkan sepenuhnya kepadamu, berilah pilihan untuk kami'. Dia lalu menunaikan shalat —mereka biasa menunaikan shalat bila sedang takut atau gelisah—. Setelah itu dia berkata, 'Wahai Tuhan, janganlah mereka dikuasai musuh atau ditimpa kelaparan, tapi kematian saja yang ditimpakan pada mereka'. Allah pun menimpakan kematian kepada mereka selama tiga hari, sehingga terjadilah kematian massal sebanyak 70.000 jiwa. Adapun bisikan yang kalian lihat aku mengucapkannya adalah, 'Ya Allah, karena-Mu aku berperang dan karena-Mu aku menyerang, tidak ada daya serta kekuatan kecuali dengan (pertolongan)Allah'"352 [3:5] Abu Hatim berkata, “Shuhaib wafat pada bulan Rajab tahun 38 H., pada masa pemerintahan Ali RA. Sedangkan Abdurrahman bin Abi Laila lahir pada masa pemerintahan Umar RA, yaitu dua tahun setelah masa pemerintahannya berjalan." Shahih Ibnu Hibban 1976: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, dia berkata: Laits bin Sa’d menceritakan kepada kami dari Yazid bin Abi Habib, dari Abu Al Khair, dari Abdullah bin Amr, dari Abu Bakar Ash- Shiddiq RA, bahwa dia berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, “Ajarkanlah aku doa yang bisa kubaca dalam shalatku." Nabi bersabda, “Bacalah, ‘Allahumma inni zhalumtu nafsii zhulman katsiiran wa laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta, faghfir lii maghfiratan min indika, warhamnii innaka antal ghafuurur rahiim’” (Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak menzhalimi diriku, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Engkau, maka ampunilah dosa-dosaku dan berilah rahmat kepadaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang). 353 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 1977: Abdullah bin Muhammad mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Hasyim bin Al Qasim mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Abdullah bin Abi Salamah menceritakan kepada kami dari pamannya, 354 Al Majisyun, dari Al A’raj, dari Ubaidillah355 bin Abi Rafi, dari Ali RA, dia berkata, “Rasulullah saat sujud membaca, 'Allahumma laka sajdtu wa bika aamantu wa laka aslamtu. Sajada wajhiya lilladzii khalaqahu wa shawwaraku fa ahsana shuwarahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu, fa tabaarakallaahu ahsanul khaaliqiin’.” (Ya Allah, untuk-Mu-lah aku sujud, kepada-Mu-lah aku beriman, dan kepada-Mu-lah aku menyerahkan diri. Wajahku sujud kepada Tuhan yang menciptakannya, yang membentuk rupanya dengan baik, serta yang memberikan pendengaran dan penglihatan. Maha Suci Allah, sebaik-baik pencipta). 356 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1978: Muhammad bin Al Mundzir bin Sa'id mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yusuf bin Sa'id bin Musallam357 menceritakan kepada kami, dia berkata: Hajjaj bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dia berkata: Musa bin Uqbah mengabarkan kepadaku dari Abdullah bin Al Fadhl, dari Abdurrahman Al A’raj, dari Ubaidillah bin Abi Rafi, dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Nabi apabila sujud dalam shalat fardhu membaca, 'Allaahumma laka sajadtu wa bika aamantu wa laka aslamtu, anta rabbi, sejada wajhiya lilladzi khalaqahu wa syaqqa sam'ahu wa basharahu, Tabaarakallaahu ahsanul khaaliqiin'." (Ya Allah, untuk-Mu-lah aku sujud, kepada-Mu-lah aku beriman, dan kepadaMu-lah aku menyerahkan diri. Engkau adalah Tuhanku. Wajahku sujud kepada Tuhan yang menciptakannya serta yang memberikan pendengaran dan penglihatan. Maha Suci Allah, sebaik- baik pencipta). 358 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 1979: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Muawiyah bin Shalih menceritakan kepadaku dari Rabi'ah bin Yazid, dari Abu Idris Al Khaulani, dari Abu Ad-Darda, dia berkata, “Rasulullah berdiri dalam shalat. Lalu aku mendengar beliau mengucapkan, 'Aku berlindung kepada Allah darimu’,” Beliau lalu mengucapkan, “Aku mengutukmu dengan kutukan Allah” —sebanyak tiga kali—. Kemudian beliau membentangkan tangannya seakan-akan meraih sesuatu. Setelah shalat selesai, dia berkata, “Wahai Rasulullah, ketika dalam shalat tadi kami mendengar engkau mengucapkan sesuatu yang belum pernah kami dengar sebelumnya, dan kami melihat engkau membentangkan tangan." Nabi lalu bersabda, “Sesungguhnya musuh Allah adalah iblis, dia datang dengan membawa obor api untuk didekatkan ke wajahku, maka aku berdoa, Aku berlindung kepada Allah darimu'. Akan tetapi rupanya dia tidak kapok, maka kuucapkan lagi doa tersebut. Namun dia tetap tidak kapok, maka kuucapkan lagi doa tersebut. Dia tetap saja tidak kapok maka aku hendak mencekiknya. Kalau saja bukan karena doa saudaraku, Sulaiman AS, pastilah pada pagi harinya dia akan diikat dan dijadikan mainan anak-anak Madinah.” 359 [3:65] Shahih Ibnu Hibban 1980: Ahmad bin Yahya bin Zuhair AI Hafizh mengabarkan kepada kami di Tustar, dia berkata: Ubaidillah bin Muhammad Al Haritsi Abu Ar-Rabi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami dari Sufyan dan Syuhah, dari Amr bin Murrah, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Al Barra bin Azib, bahwa Nabi melakukan qunut pada shalat fajar dan Maghrib. 360 [5:16] Shahih Ibnu Hibban 1981: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muammal bin Hisyam menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ulayyah menceritakan kepada kami dari Hisyam Ad-Dastuwa'i, dari Yahya bin Abi Katsir, dia berkata: Abu Salamah menceritakan kepada kami dari Abu Hurairah, dia berkata, “Demi Allah, aku adalah orang yang paling mirip shalatnya dengan shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Abu Hurairah lalu melakukan qunut pada shalat Zhuhur, Isya, dan Subuh setelah membaca, “Sami'allaahu liman hamidah". Dia mendoakan orang-orang beriman dan melaknat orang-orang kafir.361 [5:16] Shahih Ibnu Hibban 1982: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Musaddad menceritakan kepada kami dari Yahya Al Qaththan, dari Hisyam Ad- Dastuwa'i, dari Qatadah, dari Anas, dia berkata, ‘‘Rasulullah melakukan qunut setiap setelah ruku selama satu bulan. Beliau mendoakan kebinasan bagi sebagian bangsa Arab. Namun beliau lalu meninggalkan hal tersebut." 362 [5:15] Shahih Ibnu Hibban 1983: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami» dia berkata: Al Azraq bin Abu Al Jahm menceritakan kepada kami, dia berkata: Hassan bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus bin Yazid menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dia berkata: Sa’id bin Al Musayyab dan Aba Salamah menceritakan kepadaku, bahwa keduanya mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah berdoa ketika shaiat fajar pada rakaat kedua setelah mengangkat kepalanya dari ruku, dan setelah mengucapkan, "Samiallaahu liman hamidah, rabbana lakal hamduu” Lalu beliau mengucapkan, “Ya Allah, selamatkanlah Al Walid bin Al Walid, Salamah bin Hisyam, Ayyasy bin Rabi’ah, dan orang-orang beriman yang lemah. Ya Allah, perberatlah siksa-Mu terhadap Mudhar dan timpakanlah kekeringan (paceklik) pada mereka seperti kekeringan yang pernah terjadi pada zaman Nabi Yusuf AS." 363 [5:16] Shahih Ibnu Hibban 1984: Ja'far bin Ahmad bin Sinan Al Qaththan mengabarkan kepada kami di Wasith, dia berkata: Ayahku menceritakan kami, dia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami dia berkata: Muhammad bin Amr mengabarkan kepada kami dari Khalid bin Abdullah bin Hannalah, dari Al Harits bin Khufaf bin Rahadhah Al Ghifari, dari ayahnya, Khufaf; dia berkata: Rasulullah ruku dalam shalat, lalu mengangkat kepalanya, kemudian berdoa, “Ghifar semoga Allah mengampuninya, Aslam, semoga Allah menyelamatkannya. Ushayyah, dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kutuklah bani Lihyan. Ya Allah, kutuklah Ri’l dan Dzakwan” Belian lalu takbir, lalu sujud. Beliau mengutuk orang-orang kafir disebabkan yang demikian itu.” 364 [5:16] Shahih Ibnu Hibban 1985: Al Fahdl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami dari Yahya, dari Hisyam, dari Qatadah dari Anas bin Malik, dia berkata “Rasulullah melakukan qunut setiap setelah ruku selama satu bulan untuk mengutuk sebagian bangsa Arab. Namun beliau lalu meninggalkan hal tersebut” 365 [5:16] Shahih Ibnu Hibban 1986: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Abi Katsir menceritakan kepadaku, dia berkata: Abu Salamah menceritakan kepadaku dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah melakukan qunut dalam shalat Isya selama satu bulan. Beliau berdoa dalam qunutnya, “Allah, selamatkanlah Al Walid bin Al Walid. Ya Allah, selamatkanlah Salamah bin Hisyam. Ya Allah, selamatkanlah Ayyasy bin Abi Rabi'ah dan orang-orang beriman yang lemah. Ya Allah, perberatlah siksaan-Mu terhadap Mudhar, dan timpakanlah kekeringan pada mereka seperti kekeringan yang pernah terjadi pada zaman Nabi Yusuf AS" Abu Hurairah berkata, “Pada suatu pagi Rasulullah tidak lagi mendoakan mereka, maka kutanyakan kepada beliau, dan beliau menjawab, 'Tidakkah kamu lihat bahwa mereka (Orang-orang yang didoakan oleh Nabi SAW) telah datang?! 366 [5:16] Abu Hatim RA berkata, “Khabar tersebut merupakan dalil yang jelas bahwa qunut hanya dilakukan ketika terjadi suatu kasus, seperti datangnya musuh-musuh Allah terhadap kaum muslim, atau adanya kezhaliman yang menimpa seseorang, atau ada kaum yang ingin didoakan, atau ada sebagian kaum muslim yang ditawan oleh kaum musyrik dan ingin mendoakan mereka agar lepas dari orang- orang musyrik tersebut, atau sebagainya. Bila sebagian dari yang telah kami sebutkan ada, maka seseorang boleh melakukan qunut dalam satu shalat atau seluruh shalat, atau sebagian shalat, yaitu setelah dia mengangkat kepala dari ruku pada rakaat terakhir dari shalatnya, guna mendoakan kebinasaan bagi orang yang dikehendakinya dengan menyebut namanya, atau mendoakan keselamatan orang yang disukainya dengan menyebut namanya. Tapi apabila kondisi-kondisi yang telah disebutkan tadi sudah tidak ada, maka tidak perlu lagi melakukan qunut dalam shalat, karena Nabi pernah melakukan qunut untuk mendoakan kebinasaan bagi kaum musyrik dan mendoakan keselamatan bagi kaum muslim, kemudian pada suatu pagi beliau meninggalkan qunut tersebut. Lalu Abu Hurairah menanyakan hal tersebut kepada beliau, dan beliau bersabda, "Tidakkah kamu lihat bahwa mereka telah datang?" Ini merupakan dalil paling jelas tentang kebenaran yang kami ungkapkan. Shahih Ibnu Hibban 1987: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi As-Sarri menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Salim, dari Ibnu Umar, bahwa dia mendengar Nabi membaca dalam shalat fajar, ketika mengangkat kepala dari ruku pada rakaat terakhir, “Rabbana walakal hamdu." Kemudian beliau berdoa, “Ya Allah, kutuklah si fulan dan si fulan." Beliau mendoakan kebinasaan bagi sebagian kaum munafik. Lalu turunlah firman-Nya, “Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengadzabnya, karena sesungguhnya mereka orang-orang yang zhalim. ” (Qs. Aali Imraan [3]: 128) 367 [5:16] Shahih Ibnu Hibban 1988: Ahmad bin Yahya bin Zuhair Al Hafizh mengabarkan kepada kami di Tustar, dia berkata: Yahya bin Habib bin Arabi menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid bin Al Harits menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa Nabi mendoakan kebinasaan bagi beberapa kaum dalam qunutnya. Allah lalu menurunkan firman-Nya (Aali Imraan ayat 128), "Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengadzabnya, karena sesungguhnya mereka orang-orang yang zhalim.” 368 [5:16] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini terkadang bisa menimbulkan persepsi keliru bagi orang yang tidak meneliti redaksi- redaksi hadits dan tidak memahami atsar-atsar yang shahih bahwa qunut dalam shalat dihapus. Padahal tidak demikian, karena khabar Ibnu Umar yang telah kami uraikan menjelaskan bahwa Nabi mengutuk si fulan dan si fulan. Allah lalu menurunkan ayat, Tak ada sedikit pun campur tanganmu dalam urusan mereka itu'. Ini merupakan keterangan jelas bagi orang yang diberi petunjuk oleh Allah kepada kebenaran, bahwa mengutuk orang-orang kafir dan orang-orang munafik dalam shalat tidaklah dihapus, dan begitu pula mendoakan orang-orang Islam. Dalil tentang kebenaran hal ini adalah sabda Nabi dalam khabar riwayat Abu Hurairah, ‘Tidakkah kamu lihat bahwa mereka telah datang?” Kata ini merupakan penjelasan bahwa seandainya mereka tidak datang dan diselamatkan Allah dari tangan orang-orang kafir, tentulah Nabi akan tetap melakukan qunut secara rutin. Mengenai firman Allah, 'Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengadzabnya, karena sesungguhnya mereka orang-orang yang zhalim', bukanlah penjelasan bahwa mengutuk orang-orang kafir dihapus, tapi hanya memberitahukan bahwa melakukan qunut untuk mengutuk orang kafir tidak bisa menghapus ketetapan terhadap mereka atau siksa terhadap mereka. Maksud ayat ini adalah, Dengan Islam Allah akan menerima tobat mereka, atau akan menyiksa mereka bila mereka tetap dalam kesyirikan'. Jadi, yang dimaksud bukanlah qunut dihapus dengan ayat yang telah disebutkan tadi." 369 Shahih Ibnu Hibban 1989: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, Khalaf bin Khalifah menceritakan kepada kami dari Abu Malik Al Asyja'i, dari ayahnya, dia berkata, “Aku shalat di belakang Nabi , dan beliau tidak melakukan qunut. Aku shalat di belakang Abu Bakar, dan dia tidak melakukan qunut. Aku shalat di belakang Umar, dan dia tidak melakukan qunut. Aku shalat di belakang Utsman, dan dia tidak melakukan qunut. Aku lalu shalat di belakang Ali, dan dia juga tidak melakukan qunut." Kemudian dia (ayahnya) berkata, “Wahai Putraku, sesungguhnya itu adalah bid’ah." 370 [5:15] Shahih Ibnu Hibban 1990: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada dia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada dia berkata: Umar bin Ubaid menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Abu Al Ahwash, dari Abdullah, dia berkata, “Rasulullah mengucapkan salam, 'Assalamualaikum' ke sebelah kanannya hingga kelihatan pipinya yang putih, dan juga ke sebelah kirinya." 371 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 1991: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Abbas bin Al Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Abu Al Ahwash, dari Abdullah, dia berkata, “Rasulullah mengucapkan salam, 'Assalamu alaikum wa rahmatullah, assalamu alaikum wa rahmatullah' ke sebelah kanan dan kirinya, hingga kelihatan pipinya yang putih."372 [5:27] Shahih Ibnu Hibban 1992: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Mush'ab bin Tsabit mengabarkan kepada kami dari Ismail bin Muhammad, dari Amir bin Sa'd bin Abi Waqqash, dari ayahnya, dia berkata, “Aku melihat Rasulullah mengucapkan salam ke sebelah kanan dan kirinya, hingga kelihatan pipinya yang putih.” 373 [5:34] Az-Zuhri berkata, “Khabar ini tidak didengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Ismail lalu bertanya, “Apakah kamu mendengar semua hadits Nabi SAW?“ Dia menjawab, “Tidak.“ Ismail bertanya lagi, “Dua pertiganya?“ Dia menjawab, “Tidak “ Ismail bertanya lagi, “Separuhnya?“ Dia menjawab, “Tidak.“ Dia (Ismail) berkata, “Hadits ini termasuk separuh yang tidak kamu dengar." Shahih Ibnu Hibban 1993: Al FadhI bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkala' Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, dia berkala: Sofyan mengabarkan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Abu Al Ahwash, dari AbdnOah, bahwa Nabi mengucapkan salam, “Assalamu alaikum wa rahmatullah, assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh,” ke sebelah kanan dan kirinya, hingga ketihsttan pipinya yang putih. 374 [5:24] Shahih Ibnu Hibban 1994: Muhammad bin Al Husain bin Mukram mengabarkan kepada kami, dia berkata: Manshur bin Abu Muzahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Muslim bin Wadhdhah menceritakan kepada kami dari Zakariya, dari Asy-Sya’bi, dari Masruq, dari Abdullah, dia berkata, “Aku tidak melupakan sesuatu. Aku tidak lupa salam yang diucapkan Rasulullah dalam shalat ketika beliau menengok ke sebelah kanan dan kirinya, beliau mengucapkan, “Assalamualaikum wa rahmatullah, assalamu alaikum wa rahmatullahi.” Dia lalu berkata, “Seakan-akan aku melihat kedua pipi beliau yang putih.376 [5:34] Abu Hatim berkata, “Dikatakan (bahwa namanya adalah) Muhammad bin Muslim bin Abi Wadhdhah." Shahih Ibnu Hibban 1995: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Abi Salamah menceritakan kepada kami dari Znhair bin Muhammad, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa Nabi mengucapkan satu salam ke sebelah kanannya dengan mengarahkan wajahnya ke arah kiblat. 377 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1996: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Katsir Al Abdi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari As-Suddi, dia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik berkata, “Sesungguhnya Nabi bangkit (setelah selesai shalat) dari arah sebelah kanannya." 378 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1997: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abi379 Adi menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Sulaiman, dari Umarah bin Umair, dari Al Aswad bin Yazid, dia berkata Abdullah berkata, “Janganlah seseorang dari kalian menjadikan syetan sebagai bagian dari dirinya, yang meyakini bahwa yang wajib baginya adalah tidak boleh bangkit dari shalat kecuali dari arah sebelah kanannya, karena aku melihat Rasulullah paling sering bangkit dari shalatnya dari arah sebelah kirinya." 380 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1998: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami, dia berkata: Simak memberitahukan kepadaku dari Qabishah bin Hulb —orang Thayyi— dari ayahnya, bahwa dia shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bangkit dari dua arah sekaligus (di sebelah kanan dan sebelah kirinya). 381 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 1999: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Isa bin Hammad menceritakan kepada kami, Al-Laits bin Sa'd menceritakan kepada kami dari Yazid bin Abi Habib, dari Ibnu Ishaq, bahwa Abdurrahman bin Al Aswad menceritakan kepadanya, bahwa ayahnya Al Aswad menceritakan kepadanya: Ibnu Mas’ud menceritakan kepadanya, bahwa Rasulullah biasa bangkit setelah selesai shalat dari arah sebelah kirinya untuk menuju kamar-kamarnya” 382 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 2000: Al Husain bin Abdullah bin Yazid Ai Qaththan mengabarkan kepada kami di Raqqah, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Marwan bin Mu'awiyah menceritakan kepada kami dari Ashitn Al Ahwal, dari Abdullah bin Al Harits Al Anshari, dari Aisyah, dia berkata, "'Rasulullah tidak duduk setelah salam kecuali sekadar membaca, 'Alaahumma antas salaam wa minkas salam tabaarakta ya dzal jalaali wal ikraam’." (Ya Allah, Engkaulah pemberi keselamatan dan dari-Mu keselamatan itu. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Mulia). 383 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2001: Syabab bin Shalih mengabarkan kepada kami di Wasith, dia berkata: Wahb bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid mengabarkan kepada kami dari Khalid, dari Abdullah bin Al Harits, dari Aisyah, dia berkata, “Rasulullah setelah salam membaca, 'Alaahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarakta ya dzal jalaali wal ikraam'." (Ya Allah, Engkaulah pemberi keselamatan dan dari-Mu keselamatan itu. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Mulia).384 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2002: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ash-Shabbah Ad-Dulabi menceritakan kepada kami sejak 80 tahun lalu, dia berkata: Ismail bin Zakariya menceritakan kepada kami dari Ashim Al Ahwal, dari Ausajah bin Ar-Rammah, dari Abdullah bin Abi Al HudzaiL, dari Ibnu Mas’ud, dia berkata, “Rasulullah tidak duduk setelah salam kecuali sekadar membaca, 'Alaahumma antassalaam wa minkas salaam tabaarakta ya dzal jalaali wal ikraam" (Ya Allah, Engkaulah pemberi keselamatan dan dari-Mu keselamatan itu. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Mulia). 385 [5:12] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini didengar oleh Ashim Al Ahwal dari Abdullah bin Al Harits, dari Aisyah. Dia mendengarnya dari Ausajah bin Ar-Rammah, dari Ibnu Abi Al Hudzail, dari Ibnu Mas'ud. Kedua jalur ini sama-sama mahfuzh (validitasnya terjaga)." Shahih Ibnu Hibban 2003: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami di Baitul Maqdis, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid dan Umar —yaitu Ibnu Abdul Wahid— menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Al Auza'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Syaddad Abu Ammar386 menceritakan kepadaku, dia berkata: Abu Asma' Ar-Rahabi menceritakan kepadaku, dia berkata: Tsauban menceritakan kepadaku, dia berkata, “Rasulullah apabila hendak bangkit setelah mendirikan shalat, membaca istighfar sebanyak tiga kali, kemudian membaca, 'Alaahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarakta ya dzal jalaali wal ikraam'.” (Ya Allah, Engkaulah pemberi keselamatan dan dari-Mu keselamatan. Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Maha Agung lagi Maha Mulia). 387 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2004: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Al-Laits bin Sa'd, dari Hunain bin Abu Hakim, dari Ulay bin Rabah, dari Uqbah bin Amir, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Bacalah Al Mu’awwidzaat setelah selesai shalat," 388 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 2005: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Muawiyah menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Al Musayyab bin Rafi, dari Warrad, dia berkata: Muawiyah menulis surat (untuk bertanya) kepada Al Mughirah, “Apakah yang dibaca Rasulullah seusai shalat?” Dia membalas (dengan mengatakan), “Rasulullah seusai shalat membaca, “La ilaha illallahu wahdahula syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ala kulli syai'in qadiir, allaahumma laa maani'a limaa athaita, wa laa mu'thiya lima mana'ta walaayanfa'u dzaljaddi minkal jaddu'. (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan bagi- Nya segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi. Tidak bermanfaat kekayaan bagi orang yang memilikinya [kecuali iman dan amal shalihnya], dan hanya dari-Mu kekayaan tersebut)."389 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2006: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami di Tustar, dia berkata: Abdullah bin Muhammad bin Yahya bin Abi Bukair Al Kirmani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Abi Bukair menceritakan kepada kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami, dia berkata: Daud bin Abi Hindun dan lain-lainnya mengabarkan kepada kami dari Asy-Syabi, dia berkata: Warrad mengabarkan kepadaku bahwa Muawiyah menulis surat kepada Al Mughirah, “Tulislah untukku sesuatu yang pernah kamu dengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Dia lalu menulis surat kepadanya, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah setelah selesai shalat membaca, 'La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ala kulli syai’in qadiir, allaahumma laa maani’a limaa athaita, wa laa mu'thiya lima mana’ta wa laa yanfa'u dzal jaddi minkal jaddu'." (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi. Tidak bermanfaat kekayaan bagi orang yang memilikinya [kecuali iman dan amal shalihnya], dan hanya dari-Mu kekayaan itu berasal). 390” [5:12] Abu Hatim RA berkata, “Ahmad bin Yahya bin Zuhair berkata kepada kami, “Daud bin Abi Hindun dan Mujalid (meriwayatkan) dari Asy-Sya’bi.” Saya katakan, “Juga selain dia, karena tentang Mujalid kami berlepas diri dari kebiasaannya, yang kami sebutkan dalam Al Majruhin.” 391 Shahih Ibnu Hibban 2007: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Mu’adz bin Mu'adz Al Anbari menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Abdul Malik bin Umair, dia berkata: Aku mendengar Warrad, sekretaris Al Mughirah, menceritakan: Al Mughirah bin Syu'bah menulis surat kepada Muawiyah (yang menyebutkan) bahwa Rasulullah bila selesai shalat mengucapkan salam, lalu membaca, “La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lakul mulku wa lahul hamdu wa huwa ala kulli syai'in qadiir. Allaahumma laa maani’a limaa a’thaita, wa laa mu'thiya lima mana'ta walaayanfa'u dzaljaddi minkal jaddu." (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi. Tidak bermanfaat kekayaan bagi orang yang memilikinya (kecuali iman dan amal shalihnya), dan hanya dari-Mu kekayaan itu berasal. 392 Al Hasan mengabarkan kepada kami setelahnya, dia berkata: Ubaidillah bin Mu'adz menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Syubah menceritakan kepada kami dari Al Hakam, dari Al Qasim bin Mukhaimirah, dari Warrad, dari Al Mughirah, dari Nabi , dengan redaksi serupa. 393 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2008: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdat bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari Abu Az-Zubair Al Makki, dia diceritakan sebuah hadits: Bahwa Abdullah bin Az-Zubair setiap selesai shalat membaca, “Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa alaa kulli syai'in qadiir, laa haula wa laa quwwata illaa billaah, laa na'budu illaa iyyaahu, lahul mannu wa lahun ni'matu, wa lahul fadhlu wats-tsanaa'ul hasanu, laa ilaaha illallaahu mukhlishiina lahud diina wa lau karihal kaafiruun." (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan [pertolongan] Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya karunia, nikmat, anugerah, dan sanjungan yang baik. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, sekalipun orang- orang kafir membencinya). Rasulullah membaca doa ini setiap selesai shalat. 394 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2009: Ahmad bin Al Hasan Al Madaini mengabarkan kepada kami di Mesir, dia berkata: Muhammad bin Ashbagh bin Al Faraj menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Mundzir bin Abdullah menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari Abu Az-Zubair Al Makki, dia menceritakan kepadanya: Abdullah bin Az-Zubair setiap selesai shalat membaca, “Laa ilaaha illallaahu wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa alaa kulli 'in qadiir, laa haula walaa quwwata illaa billaah, laa na'budu illaa iyyaahu, lahul mannu wa lahun ni’matu,wa lahul fadhlu wats-tsanaa'ul hasanu, laa ilaaha illallaahu mukhlishiina lahud diina wa lau karihal kaafiruun." (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan [pertolongan] Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya karunia dan nikmat serta anugerah dan sanjungan yang baik. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, sekalipun orang- orang kafir membencinya). Rasulullah membaca doa ini setiap selesai shalat (setelah salam). 396 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2010: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ya'qub Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ulayyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Hajjaj bin Abu Utsman menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Az-Zubair mengabarkan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Abdullah bin Az-Zubair berkhutbah di atas mimbar, “Rasulullah seusai salam setiap selesai shalat membaca, 'Laa ilaaha illallaahu, laa na'budu illaa iyyaahu, ahlan ni'mati wa al fadhli wats-tsanaa 'il hasani, laa ilaaha illallaahu mukhlishiina lahuddiina wa lau karihal kaafiruun’. (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya, pemilik nikmat dan karunia serta sanjungan yang baik. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, sekalipun orang- orang kafir membencinya).” 397 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2011: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Aban menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami, dia berkata: Dcrimah bin Ammar menceritakan kepada kami dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah, dari Anas bin Malik, dia berkata, “Ummu Sulaim datang menghadap Nabi lalu berkata, “Wahai Rasulullah, ajarilah aku kalimat-kalimat (doa-doa) yang bisa kubaca dalam shalatku (setelah selesai shalat)." Nabi lalu bersabda, “Bertasbihlah kepada Allah sebanyak sepuluh kali (membaca subhanallah), bertahmidlah kepada Allah sebanyak sepuluh kali (membaca alhamdulillah), dan bertakbirlah kepada Allah sebanyak sepuluh kali (membaca allahu akbar), lalu mintalah kepada-Nya apa yang kamu butuhkan.”398 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 2012: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir dan Ibnu Ulayyah menceritakan kepada kami dari Atha bin As-Sa'ib, dari ayahnya, dari Abdullah bin Amr, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Ada dua perkara yang seorang muslim tidak mengamalkannya secara rutin, kecuali dia akan masuk Surga. Keduanya mudah, akan tetapi yang mengamalkannya sedikit, yaitu bertasbih kepada Allah setiap selesai shalat sebanyak sepuluh kali, bertahmid sebanyak sepuluh kali dan bertakbir sebanyak sepuluh kali ”, Aku melihat Rasulullah menghitungnya dengan tangannya (jari-jemarinya). Dia melanjutkan perkataannya, “Beliau lalu bersabda, '150 dengan lidah, 1500 dalam timbangan'. Bila beliau hendak pergi ke tempat tidurnya, maka beliau membaca tasbih, tahmid, dan takbir sebanyak 100 kali. Itulah 100 di lidah dan (mendapat) 1000 di timbangan. Rasulullah pernah bertanya, Adakah di antara kalian yang melakukan dalam satu hari 2500 keburukan?” Amr bertanya, “Bagaimana dia tidak bisa mengamalkannya secara rutin?” Rasulullah menjawab, “Syetan mendatangi seseorang dari kalian ketika dia sedang shalat, lalu berkata, "Ingatlah ini dan itu, ” Sampai membuatnya sibuk dan bahkan tidak paham lagi (lalai akan shalatnya). Lalu syetan mendatanginya lagi di tempat tidurnya dan terus menidurkannya hingga dia tidur”.399 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 2013: Muhammad bin Ubaidillah bin Al Fadhl Al Kala’i mengabarkan kepada kami di Himsh, dia berkata: Imran bin Bakkar dan Muhammad bin Al Mushaffa menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Yahya bin Shalih Al Wuhazhi menceritakan kepada kami, dia berkata: Malik menceritakan kepada kami dari Abu Ubaid, pengawal Sulaiman bin Abdul Malik, dari Atha bin Yazid Al-Laitsi, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang membaca tasbih sebanyak 33 kali seusai shalat, membaca tahmid sebanyak 33 kali dan membaca takbir sebanyak 33 kali, lalu pada hitungan keseratus mengakhirinya dengan bacaan, 'La ilaha illallahu wahdahula syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ala kulli syai’in qadiir', maka dosa-dosanya akan diampuni walaupun sebanyak buih di lautan” 400 (1:104) Abu Hatim RA berkata, “Yahya bin Shalih meriwayatkannya secara marfu'dari Malik secara menyendiri.” 401 Shahih Ibnu Hibban 2014: Umar bin Muhammad Al Hamdani dan Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Muhammad bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu'tamir menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Ubaidillah bin Umar (meriwayatkan) dari Sumay, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Orang-orang miskin menemui Rasulullah lalu berkata, “Orang kaya pergi dengan membawa derajat tinggi dan nikmat yang tetap. Mereka shalat seperti shalat kita dan berpuasa seperti kita. Mereka juga memiliki kelebihan harta yang mereka gunakan untuk menunaikan haji dan umrah, beijihad dan bersedekah." Rasulullah lalu bersabda, “Maukah kutunjukkan sesuatu yang bila kalian amalkan dapat membuat kalian menyusul orang-orang yang telah mendahului kalian dan tidak ada yang bisa menyusul kalian dari kalangan orang-orang sesudah kalian, dan kalian merupakan orang-orang terbaik di kalangan mereka, kecuali bagi yang melakukan seperti yang kalian lakukan? (Yaitu) membaca tasbih, tahmid, dan takbir setiap selesai shalat sebanyak 33 kali.”402 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2015: Ibnu Salam mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza'i menceritakan kepada kami, Hassan bin Athiyyah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abi Aisyah menceritakan kepadaku, dia berkata: Abu Hurairah menceritakan kepadaku, dia berkata, <(Abu Dzar berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya pergi dengan membawa pahala. Mereka shalat seperti shalat kita dan berpuasa seperti puasa kita. Mereka juga memiliki kelebihan harta yang digunakan untuk bersedekah." Rasulullah lalu bersabda, "Wahai Abu Dzar, maukah kuajari kalimat-kalimat yang dapat membuatmu melampaui orang-orang yang telah mendahuluimu, dan kamu tidak bisa dilampaui oleh orang-orang setelahmu, kecuali bagi yang melakukannya seperti yang kamu lakukan?” Abu Dzar berkata, “Mau, wahai Rasulullah." Rasulullah lalu bersabda, “'." 403 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2016: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Wahb bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid bin Abdullah mengabarkan kepada kami dari Suhail bin Abi Shalih, dari Abu Ubaid, dari Atha bin Yazid, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang membaca tasbih setelah selesai shalat sebanyak 33 kali, membaca tahmid sebanyak 33 kali, dan membaca takbir sebanyak 33 kali, maka jumlah semua itu adalah sembilan puluh sembilan, lalu pada hitungan keseratus dia membaca, 'La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ala kulli syai'in qadiir’, maka dosa-dosanya akan diampuni meski sebanyak buih di lautan."404 [1:2] Abu Hatim RA berkata, “Abu Ubaid405 adalah pengawal Sulaiman bin Abdul Malik. Malik bin Anas meriwayatkan darinya." Shahih Ibnu Hibban 2017: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Qudamah Ubaidillah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Umar menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Hassan menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Sirin, dari Katsir bin Aflah, dari Zaid bin Tsabit, dia berkata, “Kami diperintahkan untuk membaca tasbih setelah selesai shalat sebanyak 33 kali, membaca tahmid sebanyak 33 kali, dan membaca takbir sebanyak 33 kali." Lalu ada seorang laki-laki bermimpi didatangi seseorang yang bertanya kepadanya, “Apakah Nabi Muhammad memerintahkan kalian membaca tasbih setelah selesai shalat sebanyak 33 kali, membaca tahmid sebanyak 33 kali, dan membaca takbir sebanyak 34 kali?” Laki-laki tersebut menjawab, “Ya.” Orang tersebut lalu berkata, “Bacalah masing-masing 25 kali beserta bacaan tahlil (sehingga genap menjadi 100 kali). Pada pagi harinya orang yang bermimpi tersebut menemui Rasulullah dan memberitahu beliau. Beliau lalu bersabda, “Lakukanlah?'407 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2018: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Abdul Wahhab Al Hajabi menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, dia berkata: Atha bin As-Sa'ib menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abdullah bin Amr, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Ada dua perkara yang seorang muslim pun tidak mengamalkannya secara rutin, kecuali apabila dia mengamalkannya secara rutin maka dia akan masuk surga. Keduanya mudah akan tetapi yang mengamalkannya sedikit, yaitu membaca tasbih setelah selesai shalat sebanyak kali, membaca tahmid sebanyak 10 kali, dan membaca takbir sebanyak 10 kali. Itu adalah 150 dengan lidah dan 1500 dalam timbangan. Bila dia hendak pergi ke tempat tidurnya dengan membaca tasbih sebanyak 33 kali, membaca tahmid sebanyak 33 kali, dan membaca takbir sebanyak 34 kali, maka itu adalah 100 di lidah dan (mendapat) 1000 di timbangan. Adakah di antara kalian yang melakukan 2500 keburukan dalam satu hari?” 408 Abdullah bin Amr berkata, “Aku melihat Rasulullah menghitungnya dengan tangannya." Beliau lalu ditanya, “Bagaimana dia tidak bisa mengamalkannya secara rutin?” Nabi menjawab, “Syetan mendatangi seseorang dari kalian ketika dia sedang shalat lalu berkata, 'Ingatlah ini dan itu', sampai membuatnya sibuk, bahkan hingga lalai akan shalatnya. Syetan lalu mendatanginya lagi di tempat tidurnya dan terus menidurkannya hingga dia tertidur."409 [1:2] Hammad bin Zaid berkata, “Ayyub menceritakan kepada kami dari Atha bin As-Sa'ib, dengan hadits ini. Ketika Atha tiba di Bashrah, Ayyub berkata kepada kami, Telah datang orang yang meriwayatkan hadits tentang tasbih. Temuilah dia dan dengarkanlah darinya’.” Shahih Ibnu Hibban 2019: Abdullah bin Qahthabah mengabarkan kepada kami di Famish-Shalh, dia berkata: Muhammad bin Hassan Al Azraq menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'aib bin Harb menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah, Hamzah Az-Zayyat, dan Malik bin Mighwal menceritakan kepada kami dari Al Hakam, dari Ibnu Abi Laila, dari Ka'b bin Ujrah, dari Nabi , beliau bersabda, “Ada dzikir yang dibaca berulang-ulang yang pembacanya tidak akan gagal (dalam meraih pahala dan surga), yaitu membaca tasbih setelah selesai shalat sebanyak 33 kali, membaca tahmid sebanyak 33 kali, dan membaca takbir sebanyak 34 kali."410 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2020: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Muqri mengabarkan kepada kami, Haiwah bin Syuraih menceritakan kepada kami: Aku mendengar Uqbah bin Muslim At- Tujaibi berkata: Abu Abdurrahman Al Hubuli menceritakan kepadaku dari Ash-Shunabihi, dari Mu'adz bin Jabal, bahwa Rasulullah memegang tangan Mu'adz lalu berkata, ' Mu'adz, demi Allah, aku sungguh menyukaimu." Mu'adz berkata, "Demi ayah dan ibuku, demi Allah, aku menyukai engkau." Rasulullah lalu bersabda, “Wahai Mu'adz, aku berwasiat kepadamu agar setiap selesai shalat jangan meninggalkan bacaan ini, 'Allaahumma a’innii ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatik'." (Ya Allah, bantulah aku agar selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu). 411 [1:2] Dia (Haiwah bin Syuraih) berkata, “Mu'adz juga berwasiat demikian kepada Ash-Shunabihi. Ash-Shunabihi juga berwasiat demikian kepada Abu Abdurrahman. Abu Abdurrahman juga berwasiat demikian kepada Uqbah bin Muslim." Shahih Ibnu Hibban 2021: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Muqri mengabarkan kepada kami, dia berkata: Haiwah menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Uqbah bin Muslim At-Tujaibi berkata: Abu Abdurrahman Al Hubuli menceritakan kepadaku dari Ash-Shunabihi, dari Mu'adz bin Jabal, bahwa Rasulullah pada suatu hari memegang tangannya seraya bersabda, “Wahai Mu'adz, demi Allah aku menyukaimu”, Mu'adz berkata, ‘Demi ayah dan ibuku, wahai Rasulullah, demi Allah, aku juga menyukai engkau.” Beliau lalu bersabda, “Wahai Mu'adz, aku berwasiat kepadamu, janganlah kamu meninggalkan bacaan ini setiap selesai shalat, 'Allaahumma a‘inni ala dzikrika wa syukrika wa husni ibadatik'." (Ya Allah, bantulah aku agar selalu mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu).412 Mu'adz bin Jabal berwasiat demikian kepada Ash-Shunabihi, Ash-Shunabihi berwasiat demikian kepada Abu Abdurrahman, dan Abu Abdurrahman berwasiat demikian kepada Uqbah bin Muslim. Shahih Ibnu Hibban 2022: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Daud bin Rusyaid menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami dari Abdurrahman bin Hassan Al Kinani, dari Muslim bin Al Harits bin Muslim At-Tamimi, dari ayahnya, dia berkata, “Rasulullah mengirim kami dalam sariyyah (detasemen). Setelah kami sampai di target penyerangan, aku menghentak kudaku sehingga aku mendahului teman-temanku. Aku lalu bertemu dengan orang-orang kampung (yang hendak diserang) dengan teriakan keras mereka. Aku lalu berkata, “Ucapkanlah, ilaha illallah', maka kalian akan dijaga (aman)” Mereka pun mengucapkannya. Teman-temanku kemudian mencelaku dan berkata, “Kita tidak jadi mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) yang hampir kita dapatkan." Setelah kami sampai di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka memberitahu beliau tentang peristiwa tersebut. Beliau lalu memanggilku dan menganggap baik perbuatanku. Beliau kemudian bersabda, “Sesungguhnya Allah telah mencatat (pahala) untukmu, yaitu untuk setiap orangnya ini dan .itu" Abdurrahman berkata, “Aku lupa pahalanya.” Dia (ayahnya) melanjutkan perkataannya, “Kemudian beliau bersabda kepadaku, 'Aku akan menulis untukmu sebuah surat yang menjadi wasiatku bagi Imam-Imam kaum muslim yang datang sesudahku'. Beliau pun menulis surat tersebut untukku dan memberinya stempel, lalu menyerahkannya kepadaku, kemudian bersabda, 'Bila kamu telah (selesai) shalat Maghrib, bacalah doa ini sebanyak 7 kali sebelum kamu berbicara dengan seseorang, "Allaahumma ajirnii minan-naar(Ya Allah, selamatkanlah aku dari neraka). Apabila kamu telah (selesai) shalat Subuh, bacalah doa ini sebanyak 7 kali sebelum kamu berbicara dengan seseorang, "Allaahumma ajirnii minan-naar". (Ya Allah, selamatkanlah aku dari neraka). Apabila kamu meninggal pada hari itu, Allah akan memberimu pahala bebas dari neraka'. Setelah Rasulullah wafat, aku mendatangi Abu Bakar dan menyerahkan surat tersebut kepadanya. Dia lalu membukanya dan membacanya. Setelah itu dia menyuruh memberikanku hadiah, kemudian memberi stempel pada surat tersebut. Aku lalu membawa surat tersebut kepada Umar. Dia pun membacanya, lalu menyuruh memberikan hadiah kepadaku. Kemudian dia memberi stempel pada surat tersebut. Aku lalu menemui Utsman dengan membawa surat tersebut. Dia pun melakukan hal yang sama (seperti yang dilakukan Abu Bakar dan Umar)." Muslim bin Al Harits berkata, “Al Harits bin Muslim wafat pada masa pemerintahan Utsman, dan dia meninggalkan surat tersebut kepada kami. Surat tersebut tetap ada pada kami, sampai Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada gubernur di wilayah kami, yang menyuruhnya memerintahkan kami menghadapnya dengan membawa surat tersebut. Aku pun menghadap kepadanya. Dia membuka surat tersebut, kemudian menyuruh memberikan hadiah untukku. Setelah itu dia memberi stempel pada surat tersebut, lalu berkata, 'Sebenarnya kalau aku mau, hadiah tersebut akan sampai ke rumahmu saat kamu sedang berada di rumahmu. Tapi aku ingin kamu menceritakan kepadaku tentang hadits tersebut sesuai aslinya". Muslim bin Al Harits berkata, “Aku pun menceritakan hadits tersebut kepadanya." Shahih Ibnu Hibban 2023: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Al Madini menceritakan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishaq, dia berkata: Yazid bin Yazid bin Jabir menceritakan kepadaku dari Al Qasim bin Mukhaimirah, dari Abdullah bin Ya'isy, dari Abu Ayyub, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Siapa yang pada pagi hari (setelah shalat Subuh) membaca, 'La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wahuwa ala kulli syai’in qadiir'. (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu) sebanyak 10 kali akan mendapat pahala 10 kebaikan, dilebur darinya 10 keburukan, diangkat derajatnya 10 derajat, mendapat pahala yang sebanding dengan memerdekakan empat budak, dan dijaga dari syetan hingga sore hari. Siapa saja yang membacanya setelah shalat Maghrib, akan mendapat pahala demikian sampai pagi. "414 Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami setelah menyebutkannya, Ali bin Al Madini menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishaq, dia berkata: Yazid bin Yazid bin Jabir menceritakan kepadaku dari Makhul, dari Abdullah bin Ya’isy, dari Abu Ayyub, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang setelah selesai shalat membaca, 'La ilaha illallahu wahdahu la syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ala kulli syai’in qadiir' sebanyak 10 kali, akan mendapat pahala 10 kebaikan dan dilebur darinya 10 keburukan, kemudian diangkat derajatnya 10 derajat, dan mendapat pahala yang sebanding dengan memerdekakan sepuluh budak dan akan dijaga dari syetan hingga sore hari. Siapa saja yang membacanya pada sore hari, akan mendapat pahala yang demikian sampai pagi."415 [1:2] Abu Hatim RA berkata, “Yazid bin Yazid bin Jabir mendengar Khabar ini dari Makhul dan Al Qasim bin Mukhaimirah sekaligus. Dua jalur ini sama-sama mahfuzh (terjaga validitasnya)." Shahih Ibnu Hibban 2024: Muhammad bin lshaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata; Muhammad bin Utsman Al Ijli menceritakan kepada kami, dia berkata Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami dari Syaiban, dari Abdul Malik bin Umair, dari Mush'ab bin Sa'id dan Amr bin Maimun Al Audi, 416 keduanya berkata; Sa'd mengajarkan doa ini kepada putra-putranya sebagaimana sekolah mengajarkan kepada anak-anak: Sesungguhnya Rasulullah setelah selesai shalat memohon perlindungan kepada Allah dari sesuatu dengan berdoa, "Allahumma inni a’uddzu bika minal bukhli wa a’uudzu bika minal jubni, wa a’uudzu bika min an uradda ila ardzalil umri, wa a’uudzu bika min fitnatil dunyaa, wa a’uudzu bika min adzaabil qabri” (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari sifat bakhil, aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikannya ke usia yang terhina, dan aku berlindung kepuda-Mu dari fitnah dunia dan siksa kubur), 417 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2025: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Hasyim bin Al Qasim mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Abdullah bin Abi Salamah menceritakan kepada kami dari pamannya, Al Majisyun bin Abi Salamah, dari Al A'raj, dari Ubaidillah bin Abi Rafi, dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata, “Rasulullah apabila telah selesai shalat dan salam, maka membaca, 'Allaahummaghfir lii maa qaddamtu wa maa akhkhartu wa maa asrartu wa maa a'lantu wa maa asraftu wa maa anta a'lamu bihi minnii, antal muqaddimu wa antal muakhkhiru, laa ilaaha illaa anta'." (Ya Allah, ampunilah [dosaku] yang terdahulu dan yang akan datang, apa yang aku rahasiakan dan yang kuperlihatkan, yang aku lakukan secara berlebihan, serta apa yang Engkau lebih mengetahui daripada diriku. Engkau yang mendahulukan dan mengakhirkan segala sesuatu. Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Engkau). 418 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2026: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Dibacakan kepada Hafsh bin Maisarah, dia berkata: Aku mendengarkan: Musa bin Uqbah menceritakan kepadaku dari Atha bin Abu Marwan, dari ayahnya: Bahwa Ka’b bersumpah dengan Dzat yang membelah lautan untuk Nabi Musa, “Sungguh, kami mendapati dalam Al Kitab bahwa Nabi Daud AS setelah selesai shalat membaca, “Allaahummashlih lii diiniilladzii ja'altahu lii ishmata amrii, wa ashlih lii dunyaayallatii ja'alta fiihaa ma’asyii, allaahumma innii a'uudzu bika bi ridhaaka min sakhathika wa bi’afwika min naqmatikat wa afuudzu bika minka. Allaahumma laa maani’a limaa a’thaita, wa laa mu'thiya lima mana'ta walaa yanfa'u dzal jaddi minkal jaddu." (Ya Allah, perbaikilah agamaku yang Engkau jadikan sebagai pelindung urusanku, perbaikilah duniaku yang Engkau jadikan sebagai [sumber] kehidupanku. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dengan keridhaan-Mu [agar selamat] dari kebencian-Mu, dan dengan ampunan-Mu [agar terhindar] dari siksaan- Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari ancaman-Mu. Ya Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi. Tidak bermanfaat kekayaan bagi orang yang memilikinya [kecuali iman dan amal shalihnya], dan hanya dari-Mu kekayaan itu. Ka'b menceritakan kepadaku, bahwa Shuhaib menceritakan kepadanya, bahwa Rasulullah membaca doa ini setelah selesai shalat. 419 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2027: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Tsabit Al Bannani, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Shuhaib, bahwa Rasulullah ketika Perang Khaibar menggerakkan kedua bibirnya —membaca sesuatu— setelah shalat fajar. Beliau lalu ditanya, “Wahai Rasulullah, engkau menggerakkan kedua bibir, padahal sebelumnya engkau tidak melakukannya, apakah yang engkau baca?” Rasulullah bersabda, "Aku membaca, ‘Allaahum bika uhaawilu wa bika uqaatilu wa bika ushaawilu'." (Ya Allah, dengan pertolongan-Mu aku mencoba [untuk memperdaya musuh], dengan pertolongan-Mu aku memerangi musuh, dan dengan pertolongan-Mu aku menyergap [musuh]). 420 [5:12] Shahih Ibnu Hibban 2028: Hamid bin Muhammad bin Syu'aib mengabarkan kepada kami, Manshur bin Abi Muzahim menceritakan kepada kami, Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami dari Simak, dari Jabir bin Samurah, ia berkata, “Rasulullah apabila telah selesai shalat fajar, duduk di tempatnya (yang digunakan untuk shalat) sampai matahari terbit." 421 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 2029: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami dari Simak, dari Jabir bin Samurah, ia berkata, “Rasulullah apabila telah selesai shalat fajar, duduk di tempat shalatnya sampai matahari terbit"422 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 2030: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: lshaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Abdurrazzaq mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Tsabit, dari Anas bin Malik, bahwa Usaid bin Khudhair dan seorang laki-laki Anshar berbincang-bincang bersama Rasulullah pada suatu malam yang sangat gelap sampai menghabiskan satu jam. Kemudian keduanya keluar untuk pulang, dan masing-masing dari keduanya memegang tongkat. Tongkat salah satunya menyala, sehingga keduanya berjalan dengan cahaya tersebut. Ketika keduanya akan berpisah di jalan, tongkat yang satunya lagi menyala, sehingga masing-masing berjalan dengan cahayanya hingga sampai kepada keluarganya.423 [2:3] Shahih Ibnu Hibban 2031: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammam menceritakan kepada kami dari Atha bin As-Sa'ib, dari Abu Wa'il, dari Ibnu Mas’ud, ia beikata, “Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencela424 kami yang berbincang pada malam hari425 usai shalat Isya.” 426 [2:3] Shahih Ibnu Hibban 2032: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, ia berkata: Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Tsabit, dari Anas bin Malik, bahwa Abbad bin Bisyr dan Usaid bin Khudhair keluar dari hadapan Nabi pada malam yang sangat gelap. Dan masing-masing dari keduanya memegang tongkat. Tongkat salah satunya menyala sangat terang, dan ketika keduanya berpisah, tongkat masing-masing dari keduanya menyala. 427 [2:30] Shahih Ibnu Hibban 2033: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin Ash-Shabbah Al Aththar menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Ali Al Hanafi menceritakan kepada kami, ia berkata: Qurrah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata, “Kami menunggu Al Hasan. Dia terlambat menemui kami. Setelah dekat waktu kedatangannya, dia datang dan berkata, ‘Tadi kami diundang tetangga kami." Dia lalu berkata: Anas bin Malik berkata, “Kami pernah menunggu Nabi pada suatu malam hingga tengah malam. Beliau lalu datang dan shalat mengimami kami. Kemudian beliau berkhutbah, 'Sesungguhnya orang-orang telah shalat dan telah tidur,tapi kalian tetap (dianggap) dalam shalat selama kalian menunggu shalat. Sesungguhnya orang-orang senantiasa dalam kebaikan selama mereka menunggu kebaikan."428 [2:30] Shahih Ibnu Hibban 2034: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu Muawiyah menceritakan kepada kami dari Al A’masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Umar bin Khattab, ia berkata, '“Rasulullah senantiasa berbincang-bincang dengan Abu Bakar pada malam hari guna membahas urusan kaum muslim. Beliau juga pemah berbincang-bincang dengannya (Abu Bakar) saat aku bersamanya.” 429 [3:30] Shahih Ibnu Hibban 2035: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada Kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami, dia berkata: Humaid menceritakan kekepada kami dari Anas bin Malik, dia berkata, “Iqamah dikumandangkan pada auatu hari. Lalu ada seorang laki-laki menemui Rasulullah dan berbicara dengan beliau dalam suatu masalah hingga larut malam, sampai sebagian orang mengantuk.” 430 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 2036: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Amir menceritakan kepada kami, dia berkata: Daud bin Qais menceritakan kepada kami dari Sa'd431 bin Ishaq, dia berkata: Abu Tsumamah Al Hannath menceritakan kepadaku, 432 bahwa Ka’b bin Ujrah mendapatinya (Abu Tsumamah) ketika dia hendak pergi ke masjid. Dia (Sa'd bin Ishaq) berkata lagi, “Dia mendapatiku sedang menjalinkan salah satu tanganku pada tangan lainnya, maka dia melepaskan kedua tanganku yang terjalin dan melarangku melakukannya. Lalu dia (Ka’b bin Ujrah) berkata, “Sesungguhnya Rasulullah bersabda, “Bila seseorang dari kalian berwudhu dengan baik kemudian pergi menuju masjid, janganlah dia menjalinkan tangannya, karena dia sedang dalam shalat” 433 [2:37] Shahih Ibnu Hibban 2037: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Abdat bin Abdullah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Ahmad bin Mutharrif mengabarkan kepada kami dari Zaid bin Aslam, dari Atha bin Yasar, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang berangkat pada pagi hari ke masjid atau pada sore hari, maka Allah akan menyiapkan untuknya istana-istana di surga setiap kali dia berangkat pada pagi atau sore hari.” 434 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2038: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami,Hannalah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Amr bin Al Hants mengabarkan kepadaku, bahwa Abu Usysyanah menceritakan kepadanya: Dia mendengar Uqbah bin Amir menceritakan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Orang yang duduk (dalam rangka menunggu) shalat adalah seperti orang yang beribadah. Dia akan dicatat (mendapat pahala) termasuk orang yang shalat, sejak keluar dari rumahnya sampai kembali pulang.”435 [1:2] Abu Hatim berkata, “Abu Usysyanah namanya adalah Hayyu bin Yu‘min Al Ma’afiri, salah seorang perawi tsiqah dari Mesir.“ Shahih Ibnu Hibban 2039: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Huyay bin Abdullah Al Ma'afiri menceritakan kepadaku dari Abu Abdurrahman Al Hubuli, dari Abdullah bin Amr, dia berkata: Nabi bersabda, “Siapa saja yang berangkat pada sore hari menuju masjid jamaah (masjid yang digunakan untuk shalat jamaah), maka dengan kedua langkahnya, setiap langkah akan menghapus keburukan (dosa) dan langkah satunya lagi menulis kebaikan, baik ketika berangkat maupun pulangnya” 436 [1:2] Abu Hatim berkata, “Orang-orang Arab menyandarkan perbuatan pada perintah sebagaimana menyandarkan pada pelakunya. Terkadang juga menyandarkan perbuatan pada perbuatan itu sendiri sebagaimana menyandarkan kepada perintah. Riwayat Ibnu Amr, bahwa Nabi mencukur rambut kepalanya pada haji Wada', maksudnya adalah tukang cukur yang melakukannya, bukan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi, perbuatan disandarkan pada perintah sebagaimana disandarkan pada pelaku. Dalam riwayat Abdullah bin Amr yang telah kami sebutkan, “Setiap langkah akan menghapus keburukan (dosa)”, perbuatan disandarkan pada perbuatan. Jadi, bukannya langkah itu sendiri yang menghapus keburukan, akan tetapi Allahlah yang memberi karunia kepada hamba-Nya akibat perbuatan tersebut.” Shahih Ibnu Hibban 2040: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari At-Taimi, dari Abu Utsman, dari Ubay bin Ka’b, dia berkata, “Ada seorang laki-laki, yang sejauh pengetahuanku tidak ada orang Madinah yang shalat menghadap kiblat bernama Nabi yang rumahnya lebih jauh dari masjid daripada orang tersebut. Dia ditanya, ‘Mengapa kamu tidak membeli keledai untuk kamu kendarai di tengah padang pasir menyengat (pada waktu siang hari) atau di kegelapan malam?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak suka bila rumahku dekat masjid'. Hal tersebut lalu disampaikan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, “Semoga Allah memberimu semua itu, atau akan memberikan kepadamu apa yang kamu harapkan (berupa pahala dan kebaikan)’.” 431 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 2041: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan kepada kami dari Sulaiman At-Taimi, dari Abu Utsman, dari Ubay bin Ka'b, dia berkata, “Ada seorang laki-laki, kami tidak mengetahui ada orang Madinah yang shalat menghadap kiblat yang rumahnya lebih jauh dari masjid daripada orang tersebut. Aku berkata kepadanya, "Mengapa kamu tidak membeli keledai yang bisa kamu kendarai pada waktu malam gelap atau pada waktu padang pasir sangat panas (siang hari)?’ Hal tersebut lalu sampai kepada Nabi , maka beliau bertanya kepadanya, dan dia menjawab, ‘Wahai Nabi Allah, aku ingin keberangkatanku menuju masjid dan kepulanganku darinya mendapatkan pahala”. Nabi lalu bersabda, ‘Semoga Allah memberimu semua itu, semoga Allah memberikan kepadamu (pahala) yang kamu harapkan seluruhnya’.”438 [3:9] Shahih Ibnu Hibban 2042: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Hibban menceritakan kepada kami, Abdullah menceritakan kepada kami, Al Jurairi mengabarkan kepada kami dari Abu Nadhrah, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, “Kami ingin pindah ke masjid karena tanah di sekitar masjid kosong. Rupanya rencana kami ini terdengar oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau pun mendatangi kami di rumah kami. Beliau bersabda, “Wahai bani Salimah, aku dengar kalian hendak pindah ke masjid?’ Orang-orang berkata, “Wahai Rasulullah, letak masjid jauh dari rumah kami, sementara tanah di sekitar masjid kosong’. Beliau bersabda, ‘Wahai bani Salimah, tetaplah tinggal di rumah kalian, maka jejak- jejak kalian akan dicatat (sebagai pahala)’.” Jabir berkata, “Oleh karena itu, kami tidak lagi suka tinggal di dekat masjid sejak Rasulullah bersabda demikian.”439 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2043: Abu Khalifah Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, Musaddad bin Musarhad bin Musarbal bin Mugharbal menceritakan kepada kami, Abu Muawiyah menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Shalatnya seseorang secara berjamaah lebih utama 25 derajat daripada shalatnya di rumahnya dan di pasar, yaitu bila salah seorang dari mereka berwudhu dengan baik lalu berangkat ke masjid dengan niat untuk shalat, tidak satu langkah pun kecuali Allah akan mengangkatnya satu derajat dan akan dilebur darinya satu dosa sampai dia masuk masjid. Bila dia telah masuk masjid, maka dia (seperti) dalam shalat selama shalat tersebut yang membuatnya tetap berada di masjid.”440 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2044: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, Abdul Jabbar bin Ashim menceritakan kepada kami, Ubaidillah bin Amr Ar-Raqqi menceritakan kepada kami dari Zaid bin Abi Unaisah, dari Adi bin Tsabit, dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah, dia berkata : Rasulullah bersabda “Siapa saja yang bersuci di rumahnya, lalu berjalan menuju salah satu rumah Allah (masjid) untuk menunaikan salah satu kewajiban yang diwajibkan oleh Allah, maka salah satu langkahnya akan melebur dosa dan langkah yang satunya lagi akan mengangkat derajatnya” 441 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2045: Abduliah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku: Abu Usysyanah menceritakan kepadanya, bahwa dia mendengar Uqbah bin Amir menceritakan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila seseorang bersuci, kemudian berangkat menuju masjid untuk menunaikan shalat, maka kedua malaikat pencatat (amal) nya akan mencatat setiap langkahnya menuju masjid dengan sepuluh kebaikan."442 [1:2] Abu Hatim berkata, “Nama Abu Usysyanah adalah Hayyu bin Yu’min, salah seorang perawi tsiqah yang berasal dari Fustat, Mesir.” Shahih Ibnu Hibban 2046: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma'syar Abu Arubah mengabarkan kepada kami di Harran, Ishaq bin Zaid Al Khaththabi dan Ayyub bin Muhammad Al Wazzan menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abdullah bin Ja'far mencitakan kepada kami, Ubaidillah bin Amr menceritakan kepada kami dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Junadah bin Abu Umayyah, dari Makhul, dari Abu Idris Al Khaulani, dari Abu Ad-Darda, di Nabi , beliau bersabda, “Siapa saja yang berjalan dalam kegelapan malam menuju masjid, maka Allah akan memberinya cahaya pada Hari Kiamat” 443 [1:2],br>Abu Hatim berkata, “Demikianlah Abu Arubah menceritakan kepada kami. Dia berkata, 'Junadah bin Abu Umayyah'. Padahal, yang benar adalah Junadah bin Abu Khalid. Junadah bin Abu Umayyah444 termasuk tabiin, lebih dahulu daripada Makhul, sedangkan Junadah bin Abu Khalid termasuk pengikut tabiin. 445 Keduanya merupakan perawi kota Syam yang tsiqah." Shahih Ibnu Hibban 2047: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Abu Bakar Al Hanafi mengabarkan kepada kami, Adh-Dhahhak bin Utsman menceritakan kepada kami dari Sa’id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Apabila seseorang dari kalian masuk masjid, ucapkanlah salam kepada Nabi , lalu bacalah, 'Allaahummaftah lii abwaaba rahmatik'. (Ya Allah, bukalah untukku pintu-pintu rahmat-Mu). Apabila dia keluar, ucapkanlah salam kepada Nabi , lalu bacalah, 'Allaahumma ajirnii minasy syaithaanir rajiim'." (Ya Allah, lindungilah aku dari syetan yang terkutuk). 446 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2048: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami dari Bisyr bin Al Mufadhdhal, dia berkata: Umarah bin Ghaziyyah menceritakan kepada kami dari Rabi'ah bin Abu Abdurrahman, dia berkata: Abdul Malik bin Sa'id bin Suwaid Al Anshari menceritakan kepada kami dari Abu Humaid atau Abu Usaid As-Sa'idi, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Apabila seseorang dari kalian masuk masjid, maka ucapkanlah salam, lalu bacalah, Allahummaftah lii abwaaba rahmatik” (Ya Allah, bukalah untukku pintu-pintu rahmat-Mu). Lalu apabila keluar bacalah, 'Allaahumma inni as'aluka min fadhlik'. (Ya Allah, sesungguhnya aku minta kepada-Mu sebagian dari karunia- Mu). 441 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 2049: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Amir Al Aqadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami dari Rabi'ah, dari Abdul Malik bin Sa'id bin Suwaid, dia berkata: Aku mendengar Abu Humaid dan Abu Usaid berkata: Rasulullah bersabda, “Apabila seseorang dari kalian telah tiba di masjid (dan hendak masuk), bacalah 'Allaahummaftah lii abwaaba rahmatik'. (Ya Allah, bukalah untukku pintu-pintu rahmat-Mu). Lalu apabila keluar, bacalah, 'Allaahumma inni as'aluka min fadhlik’." (Ya Allah, sesungguhnya aku minta kepada-Mu sebagian karunia-Mu). 448 [104:1] Shahih Ibnu Hibban 2050: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bundar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar Al Hanafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Adh-Dhahhak bin Utsman menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa'id Al Maqburi menceritakan kepadaku dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Apabila seseorang dari kalian masuk masjid, ucapkanlah salam kepada Nabi , lalu bacalah 'Allaahummaftah lii abwaaba rahmatik'. (Ya Allah, bukalah untukku pintu-pintu rahmat-Mu). Lalu apabila dia keluar, ucapkanlah salam kepada Nabi , lalu bacalah, Allaahumma ajirnii minasy syaithaanir rajam”. (Ya Allah, lindungilah aku dari syetan yang terkutuk”449 [1:104] Shahih Ibnu Hibban 2051: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, Abdurrazaaq menceritakan kepada kami, Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Keutamaan shalat jamaah daripada shalat sendirian adalah 25450 derajat."451 [1:2] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini masuk dalam penjelasan yang telah kami uraikan dalam kitab-kitab kami, bahwa orang Arab biasa menyebutkan sesuatu dengan bilangan tertentu yang terbatas, tapi maksudnya bukan menghilangkan bilangan yang selanjutnya. Redaksi hadits ini maksudnya yaitu, bukanlah orang yang shalat tidak akan memperoleh pahala yang lebih besar dari apa yang telah disebutkan dalam khabar Abu Hurairah ini." Shahih Ibnu Hibban 2052: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, Ahmad, bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Nafi, dari Ibnu Umar, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Shalat jamaah lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian."452 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2053: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Shalat jamaah lebih (utama) 25 derajat daripada shalat sendirian."453 [3:32] Shahih Ibnu Hibban 2054: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Aba Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Nafi, dari Ihnu Umar, bahwa Rasulullah bersabda, “Shalat jamaah lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian"454 [3:32] Shahih Ibnu Hibban 2055: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Abu Muawiyah menceritakan kepada kami dari Hilal bin Maimun, dari Atha bin Yazid Al-Laitsi, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Shalat yang dilakukan seseorang secara berjamaah lebih (utama) 25 derajat daripada shalatnya sendirian. Apabila dia shalat (sendirian) di tanah kering yang kosong (padang pasir luas) dengan menyempurnakan ruku dan sujudnya, maka shalatnya akan mencapai 50 derajat.”455 [3:32] Shahih Ibnu Hibban 2056: Aba Khalifah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, Syu’bah mengabarkan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Abdullah bin Abu Bashir, dari Ubay bin Ka’b, dia berkata, “Rasulullah shalat Subuh mengimami kami, lalu beliau bertanya, “Apakah si fulan hadir?” Mereka menjawab, ‘Tidak'. Beliau bertanya lagi, 'Apakah fulan hadir?' Mereka menjawab, ‘Tidak’. Beliau bersabda, 'Sesungguhnya dua shalat ini paling berat bagi orang-orang munafik. Andaikata mereka mengetahui keutamaan keduanya, pasti mereka mendatanginya meskipun dengan merangkak Sesungguhnya shaf pertama adalah seperti shaf malaikat. Seandainya mereka mengetahui keutamaannya, maka mereka pasti berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Shalatnya seseorang dengan dua orang lebih baik daripada shalatnya bersama satu orang, dan setiap kali bertambah banyak maka itu lebih disukai Allah."456 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2057: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami setelah menyebutkan hadits ini, Abdullah bin Abdul Wahhab Al Hajabi menceritakan kepada kami dari Khalid bin Al Harits, dari Syuhah, dari Abu Ishaq, bahwa dia mengabarkan kepada mereka dari Abdullah bin Abu Bashir, dari ayahnya. Syu’bah berkata: Abu Ishaq berkata, “Aku mendengarnya457 darinya dan dari ayahnya." Dia lalu menyebutkan hadits tersebut. 458 Shahih Ibnu Hibban 2058: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Muammal bin Ismail menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Utsman bin Hakim, dari Abdurrahman bin Abu Amrah, dari Utsman bin Affan, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Siapa saja yang menunaikan shalat Isya dan shalat Subuh secara berjamaah, sama seperti menunaikan qiyamullail (ibadah malam).459 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2059: Muhammad bin Mahmud bin Adi mengabarkan kepada kami di Nasa, Humaid bin Zanjuwaih menceritakan kepada kami, Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Utsman bin Hakim, dari Abdurrahman bin Abu Amrah, dari Utsman bin Affan, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang menunaikan shalat Isya dan shalat fajar berjamaah, sama seperti menunaikan ibadah semalam suntuk (qiyamullail semalaman)”460 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2060: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Mughirah bin Salamah Al Makhzumi mengabarkan kepada kami, Abdul Wahid bin Ziyad menceritakan kepada kami, Utsman bin Hakim menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Abu Amrah menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Affan memasuki masjid setelah shalat maghrib, lalu dia duduk sendirian. Kemudian aku duduk menghadap kepadanya. Dia lalu berkata, “Wahai putra saudaraku, aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Siapa saja yang menunaikan shalat Isya berjamaah, maka dia seperti beribadah setengah malam. Selain itu, siapa saja yang menunaikan shalat Subuh berjamaah, maka dia seperti shalat semalam suntuk."461 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2061: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami. Jarir menceritakan kepada kami dari Al A’masy. dari Abu Shalih. dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Para malaikat saling bergantian berada di tengah-tengah kalian. Pada waktu shalat fajar, para mulaikat siang turun dan ikut shalat bersama kalian semua, sedangkan para malaikat malam naik dan para malaikat siang menetap bersama kalian. Tuhan lalu bertanya kepada mereka, dan Dia lebih mengetahui, 'Apa yang dilakukan hamba-hamba-Ku ketika kalian tinggalkan? Mereka menjawab, 'Kami datang saat mereka sedang shalat, dan kami meninggalkan mereka saat mereka sedang shalat'. [Pada shalat Ashar para malaikat malam turun lalu ikut shalat bersama kalian semua, kemudian para malaikat siang naik sementara para malaikat malam tetap bersama kalian462. Lalu Tuhan mereka bertanya kepada mereka, dan Dia lebih mengetahui, 'Apa yang dilakukan hamba-hamba-Ku ketika kalian meninggalkan mereka?' Mereka menjawab, 'Kami meninggalkan mereka saat mereka sedang shalat']. 463 Aku pun menduga mereka berdoa, 'Ampunilah mereka pada Hari Kiamat.”, 464 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2062: Hamid bin Muhammad bin Syu'aib mengabarkan kepada kami, dia berkata: Suraij bin Yunus menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Hafsh Al Abar menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Juhadah, dari Abu Shalih, dia berkata: Abu Hurairah melihat seorang laki-laki keluar dari masjid setelah muadzin mengumandangkan adzan, maka dia berkata, “Orang ini telah mendurhakai Abu Al Qasim shallallahu 'alaihi wa sallam." 465 [2:24] Abu Hatim berkata, “Dalam Khabar ini tersimpan dua hal: Pertama, muadzin telah adzan, sedangkan dia telah berwudhu, Kedua, dia tidak menunaikan kewajibannya.” Abu Shalih di sini adalah orang Bashrah. Namanya Mizan. Dia perawi yang tsiqah. Shahih Ibnu Hibban 2063: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ar-Rabi Az-Zahrani menceritakan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Abdullah Al Qummi menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Jariyah menceritakan kepada kami dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Ibnu Ummi Maktum menemui Nabi dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku orang yang buta dan rumahku jauh." Dia lalu meminta kepada beliau agar diberi keringanan untuk shalat di rumahnya. Nabi lalu bertanya kepadanya, “Apakah kamu mendengar adzan?” Dia menjawab, “Ya.” Beliau pun bersabda, “Datangilah, walaupun dengan merangkak."466 [1:6] Abu Hatim RA berkata, “Permohonan Ibnu Ummi Maktum kepada Nabi agar diberi keringanan untuk meninggalkan shalat jamaah, dan sabda beliau kepadanya, 'Datangilah, walaupun dengan merangkak?, merupakan dalil terbesar yang menunjukkan wajibnya shalat beijamaah, bukan sunah, 467 karena jika menunaikan shalat jamaah bagi orang yang mendengar adzan tidak wajib, maka Nabi pasti memberitahukan tentang keringanannya, sebab ini merupakan jawaban atas pertanyaan yang diajukan, dan mustahil sesuatu yang tidak wajib tidak ada keringanannya. Shahih Ibnu Hibban 2064: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada, kami, dia berkata: Zakariya bin Yahya dan Abdnl Hamid bin Bayan As-Sukkari menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Husyaim menceritakan kepada kami dari Syu’bah, dari Adi bin Tsabit, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang mendengar adzan, tetapi tidak mendatanginya, maka shalatnya tidak sah, kecuali berhalangan."468 [1:6] Abu Hatim RA berkata: Khabar ini merupakan dalil bahwa perintah Nabi menunaikan shalat berjamaah adalah wajib, bukan sunah, karena apabila maksud sabda beliau “maka tidak sah shalatnya, kecuali berhalangan” adalah keutamaannya, maka orang yang berhalangan bila shalat sendirian akan mendapatkan keutamaan jamaah. Adapun halangan yang menyebabkan seseorang boleh meninggalkan shalat jamaah, saya telah menelitinya dalam seluruh Sunnah, dan saya temukan 10 halangan tersebut: (disebutkan dalam hadits-hadits berikut ini—ed). Shahih Ibnu Hibban 2065: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ja'far bin Mihran As-Sabbak menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Warits bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Shuhaib menceritakan kepada kami dari Anas, dia berkata, “Rasulullah tidak keluar untuk mengimami kami shalat sampai tiga kali, hingga pada suatu kesempatan ketika iqamah dikumandangkan, Abu Bakar maju ke depan. Rasulullah lalu membuka tabir, maka kami melihat wajah beliau yang putih (pucat karena sakit), yang sama sekali belum pernah kami melihat pemandangan yang lebih kami kagumi daripada wajah beliau ketika menampakkan diri pada kami. Nabi lalu memberi isyarat kepada Abu Bakar agar maju ke depan. Beliau lalu menutup kembali tabirnya, dan sejak saat itu beliau tidak sanggup lagi (mengimami jamaah) sampai beliau wafat.” 469 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2066: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Al Harita mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi bersabda, “Apabila makan malam telah dihidangkan, sedangkan waktu shalat telah tiba, mulailah dengan makan terlebih dahulu sebelum shalat Maghrib, dan jangan terburu- buru ketika makan malam.”,470 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2067: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Bakr mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, dia berkata: Nafi mengabarkan kepadaku, dia berkata: Apabila matahari terbenam dan malam tiba, Ibnu Umar terkadang mendahulukan makan malamnya bila berpuasa, yaitu saat muadzin mengumandangkan adzan dan iqamah. Dia hanya mendengarkan dan tidak meninggalkan makan malamnya, serta tidak terburu-buru sampai makannya selesai. Setelah selesai barulah dia keluar, lalu shalat. Dia berkata, "Rasulullah bersabda, 'Jangan terburu-buru ketika makan malam (telah) dihidangkan pada kalian'. 471 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2068: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Abbas bin Abi Thalib menceritakan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abdul Malik bin Waqid menceritakan kepada kami, dia berkata: Musa bin A'yun menceritakan kepada kami dari Amr bin Al Harits, dari Ibnu Syihab, dari Anas, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Apabila iqamah dikumandangkan, sedangkan seseorang dari kalian berpuasa, maka makanlah terlebih dahulu sebelum shalat Maghrib, dan jangan terburu-buru ketika sedang makan."472 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2069: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah dan Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah, bahwa ketika Rasulullah pulang dari Perang Hunain, pada malam hari, beliau mengantuk, maka beliau berhenti untuk beristirahat dan bersabda kepada Bilal, “Berjagalah malam ini." Bilal pun shalat, sementara Rasulullah dan para sahabatnya tidur. Ketika waktu Subuh hampir tiba, Bilal menyandarkan dirinya pada untanya untuk menyambut fajar, tetapi rupanya dia tertidur. Rasulullah pun tidak bangun, begitu pula Bilal dan para sahabat, hingga sinar matahari menerpa mereka. Orang yang pertama bangun adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau kaget, maka beliau bertanya, “Di mana Bilal" Bilal menjawab, “Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku, aku ketiduran sebagaimana engkau tidur. "Beliau lalu bersabda, “Tuntunlah unta-unta kalian!” Beliau kemudian berwudhu dan menyuruh Bilal untuk iqamah, lalu beliau bersabda, “Siapa saja yang lupa menunaikan shalat atau ketiduran, shalatlah ketika dia mengingatnya, karena Allah berfirman —Thaahaa ayat 14—, 'Dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku'"473 [1:6] Yunus berkata, “Ibnu Syihab membacanya ‘lidzdzikraa’” 474 Abu Hatim RA berkata, "ibnu Outaibah mengabarkan hal ini kepada kami, dia berkata, ‘Khaibar’ padahal Abu Hurairah tidak mengkuti Perang Khaibar, 475 Dia masuk islam dan datang ke Madinah ketika Nabi sedang berada di Khaibar, Saat itu Madinah dipimpin Siba bin bin Urfathah. Apabila benar penyebutan khaibar476 dalam kbabar ini, berarti Abu Hurairah mendengarnya dari sahabat yang lain secara mursal, sebagaimana sering dilakukan oleh para sahabat. Apabila yang benar adalah Hunain dan bukan Khaibar, maka Abu Hurairah mengikutinya, dan pemaparannya mengenai kisah ini memang benar. Saya pribadi cenderung berpendapat bahwa yang benar adalah Hunain.” 477 Shahih Ibnu Hibban 2070: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Al Ja'd menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah478 mengabarkan kepada kami dari Anas bin Sirin, dia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik berkata, Seorang laki-laki Anshar berkata —dia adalah orang yang sangat gemuk— kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku tidak bisa shalat bersama engkau. Andai saja engkau mau datang ke rumahku lalu shalat di sana, kemudian aku menjadi makmum." Lalu dia menyiapkan makanan untuk beliau dan mengundangnya ke rumahnya. Dia membentangkan tikar untuk orang-orang. Beliau lalu shalat di atas tikar sebanyak dua rakaat. Ibnu Sirin berkata, “Fulan bin Al Jarud bertanya kepada Anas, 'Apakah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Dhuha?' Anas menjawab, 'Aku tidak melihat beliau melakukannya pada selain hari itu’." 479 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2071: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, bahwa Abdullah bin Al Arqam biasa mengimami para sahabatnya. Pada suatu hari, ketika waktu shalat telah tiba, dia pergi untuk keperluannya (buang hajat), lalu kembali lagi. Lalu dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Apabila seseorang dari kalian ingin membuang hajat, lakukanlah sebelum dia menunaikan shalat”.480 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2072: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ar-Rabi Az-Zahrani menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Syihab —yaitu Abdu Rabbih bin Nafi— menceritakan kepada kami dari Idris bin Yazid Al Audi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Janganlah seseorang dari kalian shalat dengan menahan dua kotoran (buang air kecil dan buang air besar).481 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2073: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ath-Thahir bin As-Saih menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub mengabarkan kepadaku dari Ya'qub bin Mujahid, dari Al Qasim bin Muhammad dan Abdullah bin Muhammad, keduanya menceritakan bahwa Aisyah menceritakan kepada mereka berdua, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Janganlah seseorang dari kalian berdiri untuk menunaikan shalat, sedangkan makanan ada di hadapannya. Jangan pula menunaikan shalat dengan menahan dua kotoran: buang air besar dan buang air kecil." 482 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2074: Al Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Hasan bin Sahl Al Jafari menceritakan kepada kami, dia berkata: Husain bin Ali menceritakan kepada kami dari Abu Hazrah Al Madini, dari Al Qasim bin Muhammad, dia berkata: Antara Aisyah dan sebagian putra saudaranya ada suatu masalah, maka orang tersebut menemuinya. Ketika dia duduk, makanan dihidangkan kepadanya, namun dia justru bangkit hendak ke masjid, maka Aisyah berkata, “Duduklah, karena aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Janganlah seseorang dari kalian pergi untuk menunaikan shalat ketika makanan telah dihidangkan kepadanya, dan jangan pula shalat dengan menahan dua kotoran (buang air besar dan buang air kecil)'." 483 [2:47] Abu Hatim berkata, “Seseorang dilarang shalat ketika484 dia ingin buang air kecil dan buang air besar. Alasan tersembunyi dari larangan ini adalah agar dapat konsentrasi ketika shalat dan tidak membayangkan hal itu. Dalil atas hal ini adalah pernyataan 'dan jangan pula shalat dengan menahan dua kotoran'. Dalam redaksi ini tidak dikatakan 'dan tidak pula dia menemukan dua kotoran’485. Penggabungan dua kotoran maksudnya adalah karena keduanya sering ada bersamaan, dan bila cuma salah satunya maka yang lainnya tidak ada. Maksudnya bukanlah bila keduanya bergabung maka yang keluar salah satunya. Adapun tentang Abu Hazrah, dia adalah Ya'qub bin Mujahid." Shahih Ibnu Hibban 2075: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab: Mahmud bin Ar-Rabi Al Anshari menceritakan kepadanya, bahwa Itban bin Malik, salah seorang sahabat Anshar yang ikut Perang Badar, menemui Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya penglihatanku telah lemah dan aku biasa menjadi imam shalat bagi kaumku. Tapi bila hujan turun, lembah yang menghalangi antara rumahku dengan rumah-rumah mereka terdapat air yang mengalir, sehingga aku tidak bisa mendatangi masjid mereka untuk shalat mengimami mereka. Wahai Rasulullah, aku ingin sekali engkau datang lalu shalat di rumahku, agar aku menjadikannya sebagai tempat shalat." Rasulullah lalu bersabda, “Aku akan melakukannya." Rasulullah pun berangkat pada pagi hari bersama Abu Bakar ketika hari mulai merangkak naik. Lalu beliau minta izin, dan dia mengizinkannya. Beliau tidak duduk ketika masuk rumah. Beliau bertanya, “Di mana tempat yang kamu inginkan agar aku shalat di rumahmu?" Dia pun menunjuk salah satu sudut rumah. Beliau lalu berdiri dan takbir, sedangkan mereka berdiri di belakang beliau. Beliau shalat dua rakaat, lalu salam.” Itban berkata, “Kami menahan beliau (agar tetap di rumah kami) dengan menyuguhkan kepadanya sup daging yang telah kami siapkan untuknya." 486 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2076: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa As-Sulami menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah —yaitu Ibnu Al Mubarak— mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musa bin Uqbah mengabarkan kepada kami dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa pada suatu malam yang sangat dingin menusuk tulang, muadzin mengumandangkan adzan, lalu orang-orang shalat di tenda-tenda mereka. Dia lalu berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah melakukan hal seperti ini. Beliau memerintahkan orang-orang untuk shalat di tenda-tenda mereka." 487 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2077: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, Sulaiman bin Harb menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Nafi, bahwa Jbnu Umur beristirahat di Dhajnan pada suatu malam yang sangat dingin. Lalu dia menyuruh mereka shalat di tenda-tenda mereka. Dia menceritakan kepada kami bahwa jika Rasulullah beristirahat di suatu tempat pada malam yang sangat dingin, maka beliau menyuruh orang-orang untuk shalat di tenda-tenda mereka. 488 [1:7] Shahih Ibnu Hibban 2078: Al Husain bin Idris mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar Az-Zuhri menceritakan kepada kami dari Malik, dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa dia mengumandangkan adzan pada malam yang sangat dingin dan berangin. Dia berkata, “Shalatlah di tenda-tenda kalian.” Dia lalu berkata, “Sesungguhnya Rasulullah pernah menyuruh muadzin untuk adzan pada malam yang dingin dan turun hujan, lalu beliau bersabda, 'Shalatlah di tenda- tenda kalian'"489 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2079: Syabab bin Shalih mengabarkan kepada kami, Wahb bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, Khalid mengabarkan kepada kami dari Khalid, dari Abu Qilabah, dari Abu Al Malih, dari ayahnya, dia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah pada saat perjanjian Hudaibiyyah. Lalu turun hujan yang tidak sampai membasahi sandal-sandal kami, maka juru bicara Rasulullah mengumumkan, “Shalatlah di tenda-tenda kalian." 490 [1:7] Shahih Ibnu Hibban 2080: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdat bin Sulaiman mengabarkan kepada kami dari Ubaidillah bin Umar, dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa dia mengumandangkan adzan di Dhajnan pada malam yang dingin. Lalu dia berkata kepada para sahabatnya, “Shalatlah di tenda-tenda kalian! karena Rasulullah memerintahkan muadzin mengumandangkan adzan pada malam hari saat turun hujan atau cuaca dingin, dan beliau bersabda, “Shalatlah di tenda-tenda kalian!” 491 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2081: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami. Dia berkata Ali bin Al Ja’d menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Abu Al Malih, dari ayahnya, dia berkata : Kami kehujanan ketika berada di Hunain, maka juru bicara Rasulullah berkata “Shalatlah di tenda-tenda kalian” 492 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2082: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, setelah menyebutkan hadita tadi, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Zuhair bin Muawiyah menceritakan kepada kami dari Abu Ax-Zubair, dari Jabir, dia berkata: Kami pernah bersama Rasulullah dalam perjalanan, kemudian turun hujan, maka beliau bersabda, "Bagi siapa saja yang ingin menunaikan shalat, maka dia bisa menunaikannya di dalam tendanya,"493 [1:6] Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata; Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, dia berkata: Zuhair bin Muawiyah menceritakan kepada kami. 494 Shahih Ibnu Hibban 2083: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami dari Syu'bah, dari Qatadah, dari Abu Al Malih, dari ayahnya, dia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah pada waktu perjanjian Hudaibiyyah. Lalu turun hujan yang tidak sampai membasahi bagian bawah alas kaki kami, lalu Rasulullah menyuruh juru bicaranya agar mengumumkan, “Shalatlah di tenda-tenda kalian!” 495 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2084: Abu Ya’la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami dari Yahya bin Said Al Anshari, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Ibnu Umar, dia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah dalam perjalanan. Bila malam gelap atau turun hujan, muadzin Rasulullah mengumandangkan adzan, atau juru bicara mengumumkan, 'Shalatlah di tenda-tenda kalian'." 496 [1-6] Shahih Ibnu Hibban 2085: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia beikata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku dari Bakr bin Sawadah, bahwa Abu An-Najib —maula Abdullah bin Sa'd— menceritakan kepadanya: Abu Sa'id Al Khudri menceritakan kepadanya: Pernah dijelaskan di hadapan Rasulullah tentang bawang putih dan bawang merah. Beliau lalu ditanya, “Wahai Rasulullah, yang paling menyengat baunya adalah bawang putih, apakah kita harus mengharamkannya?” Rasulullah bersabda, “Makanlah! Siapa saja di antara kalian memakannya, janganlah dia mendekati masjid sampai baunya hilang”. 497 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2086: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Wahb bin Jarir mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hisyam Ad-Dastuwa'i menceritakan kepada kami dari Abu Az- Zubair, dari Jabir, dia berkata, “Kami tidak makan bawang merah dan bawang bakung. Kemudian ketika kami amat membutuhkannya kami memakannya. Rasulullah bersabda, 'Siapa saja yang makan buah dari pohon yang bau ini, janganlah mendekati masjid kami, karena para malaikat merasa terganggu, sebagaimana manusia merasa terganggu dengannya” 498 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2087: Ahmad bin Muhammad bin Sa'id Al Marwazi mengabarkan kepada kami khabar gharib di Bashrah, dia berkata: Muhammad bin Ismail Al Hassani menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami dari Daud bin Abi Hindun, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, bahwa Nabi melarang makan bawang bakung dan bawang merah. 499 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2088: Abu Ya’la dan Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Abbas bin Al Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, dia berkata Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Umar menceritakan kepada kami, dia berkata Nafi mengabarkan kepadaku dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang memakan buah dari pohon ini, maka dia tidak boleh mendatangi masjid”500 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2089: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami, dia berkata: Atha mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Jabir bin Abdullah berkata: Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang memakan sayur-sayuran ini, janganlah menginjak masjid-masjid kami."501 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2090: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata Wahb bin Jarir mengabarkan kepada kami, dia berkata Hisyam Ad-Dastuwa’i menceritakan kepada kami dari Abu Az Zubair dari Jabir dia berkata: Rasulullah bersabda Siapa saja yang memakan buah dari pohon bau ini, janganlah mendekati masjid kami, karena para malaikat merasa terganggu sebagaimana manusia merasa terganggu (dengan baunya)” 502 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2091: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Ibrahim An-Nukri503 —yaitu Ad-Dauraqi— menceritakan kepada kami, dia berkata: Syababah bin Sawwar menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Salim bin Abu Al Ja'd, dari Ma'dan bin Abi Thalhah Al Ya’mari, dia berkata: Umar bin Khattab berkhutbah, “Aku melihat seakan-akan ayam jago merah mematukku satu kali atau dua kali patukan. Aku tidak melihat pertanda ini kecuali ajalku telah dekat. Bila aku wafat terlebih dahulu, Syura aku serahkan kepada enam orang sahabat yang diridhai Rasulullah saat beliau wafat. Aku tahu nanti akan ada orang-orang yang mencela dan menuduhku, bahwa aku memerangi mereka dengan tanganku ini atas nama Islam. Bila mereka melakukannya, maka mereka adalah musuh-musuh Allah, orang-orang kafir yang sesat. Aku telah menyatakan kepada gubernur-gubernur di berbagai wilayah, bahwa aku mengirim mereka untuk mengajarkan kepada manusia urusan agama mereka dan Sunnah nabi mereka, serta membagi harta rampasan perang mereka. Rasulullah tidak pernah begitu keras terhadapku dalam suatu masalah atau dalam sesuatu yang diturunkan kepadanya seperti halnya kerasnya beliau dalam masalah ayat Al Kalalah (orang yang meninggal dunia dan tidak mempunyai orang tua dan anak). Sampai-sampai menepuk dadaku dan bersabda “Cukuplah bagimu ayat Ash-Shaif yang diturunkan pada akhir surat An-Nisa’, “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah ‘Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah’. Aku akan memutuskan dengan keputusan yang dapat diketahui oleh orang yang dapat membaca (dan yang tidak dapat membaca), yaitu orang yang wafat yang tidak meninggalkan ayah (itulah pengertian yang kuketahui berdasarkan pendapatku). Wahai kalian semua, ketahuilah bahwa kalian memakan dua pohon ini – yang menurut kalian pohon tersebut mempunyai bau yang tidak enak -- bawang putih dan bawang merah. Sesungguhnya Rasulullah memerintahkan orang yang berbau bawang merah dan bawang putih agar dikeluarkan dari masjid lalu di bawa ke al Baqi’. Barangsiapa memakannya, hendaklah menghilangkan baunya dengan dimasak terlebih dahulu” 504 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2092: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku dari Bakr bin Sawadah: Sufyan bin Wahb menceritakan kepadanya dari Abu Ayyub Al Anshari, bahwa Rasulullah mengirim makanan untuknya dan sayur-mayur bercampur bawang merah atau bawang bakung. Dia tidak melihat bekas Rasulullah SAW505 sehingga tidak mau memakannya. Beliau lalu bertanya kepadanya, “Mengapa kamu tidak mau makan?” Dia menjawab, “Aku tidak melihat bekas engkau pada makanan ini.” Beliau bersabda, “Aku malu kepada para malaikat Allah. Akan tetapi, makanan ini tidak haram." [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2093: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Qudamah Ubaidillah bin Sa’id menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Ubaidillah bin Abu Yazid menceritakan kepada kami dari Ummu Ayyub, dia berkata. 507'“Rasulullah beristirahat di rumah kami, maka kami menyediakan makanan yang berisi sayur-mayur (bawang putih dan lain-lain) untuk beliau. Beliau pun bersabda kepada para sahabatnya, “Makanlah, sesungguhnya aku tidak seperti kalian. Aku takut akan menyakiti para sahabatku.” 508 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2094: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Fadhl bin Syumail mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Simak bin Harb, dari Jabir bin Samurah, bahwa Rasulullah diberi semangkuk bubur yang terdapat bawang putih padanya. Ternyata beliau tidak mau memakannya. Beliau lalu mengirim bubur tersebut kepada Abu Ayyub, Abu Ayyub biasa meletakkan tangannya pada bekas tangan Rasulullah yang terlihat pada makanan, maka ketika dia tidak melihat bekas tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia tidak mau memakannya. Dia kemudian menemui beliau dan berkata, “Aku tidak melihat bekas tangan engkau pada makanan ini.” Rasulullah lalu bersabda, “Di dalamnya ada bau bawang putih, sedangkan aku bersama seorang malaikat.”509 [1:6] Shahih Ibnu Hibban 2095: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami, dia berkata: Sulaiman bin Al Mughirah menceritakan kepada kami dari Humaid bin Hilal Al Adwi, dari Abu Burdah, dari Al Mughirah bin Syu'bah, dia berkata, “Setelah aku makan bawang putih, aku mendatangi mushalla Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ternyata kudapati beliau telah mendahuluiku satu rakaat, dan pada saat aku bangun untuk menyempurnakan rakaat yang tertinggal, beliau mencium bau bawang putih, maka beliau bersabda, “Siapa saja yang memakan sayuran ini, janganlah mendekati masjid kami sampai baunya hilang” Al Mughirah berkata, “Setelah selesai shalat, aku mendatangi beliau dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku berhalangan. Ulurkanlah tangan engkau kepadaku. Beliau lalu mengulurkan tangannya kepadaku, dan kudapati lunak. Kemudian aku memasukkannya ke saku bajuku hingga ke dadaku, dan beliau mendapati dadaku diperban, maka beliau bersabda, ‘Kamu memiliki udzur (berhalangan)’ 510 [1:6] Abu Hatim RA berkata, "Hal-hal yang telah kami uraikan tadi merupakan udzur yang511 menurut khabar dari Ibnu Abbas, bahwa orang yang tidak menghadiri shalat jamaah dalam kondisi demikian tidak apa-apa, tetapi dia mendapat dosa karena meninggalkan jamaah, sebab ada dua kewajiban di sini, yaitu kewajiban jamaah512 dan menunaikan shalat fardhu. Barangsiapa513 menunaikan shalat fardhu saat mendengar adzan, maka kewajiban menunaikan shalat fardhu telah gugur padanya, tapi dia mendapat dosa karena meninggalkan jamaah. Adapun tentang sabda Nabi , 'Siapa saja yang mendengar adzan tapi tidak mendatanginya, maka shalatnya tidak sah, kecuali bagi yang berhalangan,”514 maksudnya adalah tidak berlaku shalatnya tanpa dosa yang dilakukannya karena meninggalkan jamaah bila tujuannya memang melanggar larangan. Maksud hadits ini bukannya shalat tersebut tidak sah, meskipun dia tidak dimaafkan bila tidak menjawab seruan Allah, seperti sabda Nabi “ Siapa saja melakukan perbuatan yang sia-sia, maka tidak ada shalat Jum'at baginya.” 515 Maksudnya adalah shalat Jum'atnya tidak sah tanpa dosa yang dilakukan karena perbuatan sia-sia." Shahih Ibnu Hibban 2096: Umar bin Sa‘id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Demi yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh aku berkeinginan memerintahkan orang-orang mengumpulkan kayu bakar hingga terkumpul, kemudian aku memerintahkan mengumandangkan adzan untuk shalat, lalu aku menyuruh seseorang menjadi imam shalat, kemudian aku mendatangi orang-orang (yang tidak menghadiri shalat jamaah), lalu kubakar rumah-rumah mereka. Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, seandainya seseorang dari mereka tahu bahwa dia akan mendapatkan tulang berdaging gemuk atau tulang paha yang baik, niscaya dia akan menghadiri shalat Isya (berjamaah)”516 [3:34] Shahih Ibnu Hibban 2097: Abu Arubah mengabarkan kepada kami di Harran, Bisyr bin Khalid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami dari Syubah, dari Sulaiman, dari Dzakwan, dari Abu Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda, “Sungguh, aku ingin sekali memerintahkan seseorang untuk shalat mengimami orang-orang, lalu aku mendatangi orang-orang yang tidak menghadiri shalat jamaah, kemudian kubakar rumah-rumah mereka.” Maksudnya adalah pada shalat Isya dan shalat Subuh. 517 [3:34] Shahih Ibnu Hibban 2098: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Salm bin Junadah menceritakan kepada kami, Abu Muawiyah menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya dan shalat Fajar. Seandainya mereka tahu apa yang ada pada kedua shalat ini, pasti mereka mendatanginya, meski dengan merangkak Sungguh, aku ingin sekali memerintahkan agar shalat dilaksanakan, lalu kuperintahkan seseorang menjadi imamnya, kemudian aku pergi bersama orang-orang dengan membawa seikat kayu bakar untuk menemui orang-orang yang tidak mengikuti shalat ini, kemudian kubakar rumah-rumah mereka.”518 [3:34] Shahih Ibnu Hibban 2099: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Jabbar bin Al Ala menceritakan kepada kami, dia berkata: Marwan bin Muawiyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Nafi menceritakan kepadaku dari Ibnu Umar, dia berkata, “Apabila kami kehilangan seseorang pada shalat Subuh atau shalat Isya, maka kami akan berburuk sangka terhadapnya.” 519 [3:50] Shahih Ibnu Hibban 2100: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami dia berkata: Muhammad bin Bisyr menceritakan kepada kami, dia berkata: Zakariya bin Abi Zaidah menceritakan kepada kami dari Abdul Malik bin Umair, dari Abu Al Ahwash, dia berkata: Abdullah berkata, “Kami telah mengetahui bahwa tidak ada yang meninggalkan shalat jamaah kecuali orang munafik yang telah diketahui kemunafikannya, atau orang yang sakit Apabila seseorang sakit, maka dia akan berjalan di antara dua orang laki-laki (yakni dipapah agar tidak jatuh) sampai dia menunaikan shalat Sesungguhnya Rasulullah mengajarkan kita Sunnah-Sunnah petunjuk (jalan-jalan petunjuk dan kebenaran), diantaranya shalat di masjid yang dikumandangkan adzan di dalamnya.” 520 [3:50] Shahih Ibnu Hibban 2101: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Bakkar bin Ar-Rayyan Al Baghdadi menceritakan kepada kami, Marwan bin Muawiyah menceritakan kepada kami dari Zaidah bin Qudamah, dari As-Sa'ib bin Hubaisy, dari Ma'dan bin Abi Thalhah, dia berkata: Abu Ad-Darda bertanya kepadaku, “Di mana rumahmu?” Aku menjawab, “Di desa sebelum Himsh.” Dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah bersabda, ‘Apabila orang yang tinggal di desa atau di pedalaman tidak menunaikan shalat (jamaah), maka syetan akan menguasai mereka. Oleh karena itu, tetaplah kalian dalam jamaah, karena srigala hanya memakan binatang yang berpisah dari gerombolannya ’ .” 521 Shahih Ibnu Hibban 2102: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami dia berkata: Abu Khaitsamah dan Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Anas, dia berkata, “Rasulullah jatuh dari kuda dan pinggang kanan beliau terluka, maka setelah waktu shaiat tiba, beliau shalat mengimami kami dengan duduk. Seusai shalat, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Bila dia takbir, takbirlah kalian. Bila dia ruku, rukulah kalian. Bila dia bangun, bangunlah kalian. Bila dia mengucapkan, ‘Sami'allaahu liman hamidah’ ucapkanlah, ‘Rabbana lakal hamdu’. Bila dia shalat dengan duduk, shalatlah kalian semua dengan duduk’." 522 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2103: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Muhammad bin Asma menceritakan kepada kami, dia berkata: Juwairiyyah bin Asma menceritakan kepada kami dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Anas, bahwa Rasulullah naik kuda, lalu beliau teijatuh —sehingga pinggang kanan beliau terluka— maka beliau shalat dengan duduk, dan kami pun shalat di belakang beliau dengan duduk. Seusai shalat, beliau bersabda, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Apabila dia shalat berdiri, shalatlah kalian dengan berdiri. Bila dia ruku, rukulah kalian. Bila dia bangun, bangunlah kalian Bila dia mengucapkan, ‘Sami'allaahu liman hamidah’, ucapkanlah, ‘Rabbanaa walakal hamduBila dia shalat dengan duduk, shalatlah kalian semua dengan duduk’.” 523 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2104: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata, “Rasulullah shalat di rumahnya ketika sedang sakit. Beliau shalat dengan duduk, sementara orang-orang yang di belakang beliau shalat dengan berdiri, maka beliau memberi isyarat kepada mereka agar duduk. Seusai shalat, beliau bersabda, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti; bila dia ruku, rukulah kalian. Bila dia bangun, bangunlah kalian. Bila dia duduk, shalatlah kalian dengan duduk.”524 [1:5] Abu Hatim RA berkata, “Sunnah ini diriwayatkan dari Nabi oleh Anas bin Malik525, Aisyah, Abu Hurairah, 526 Jabir bin Abdullah, 527 Abdullah bin Umar bin Khattab, 528 dan Abu Umamah Al Bahili.” Pendapat itulah yang dinyatakan oleh Usaid bin Khudhair, 529 Qais bin Qahd, 530 Jabir bin Abdullah, 531 dan Abu Hurairah. 532 Inilah yang dinyatakan oleh Jabir bin Zaid, A1 Auza'i, Malik bin Anas, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Ibrahim, Abu Ayyub Sulaiman bin Daud Al Hasyimi, Abu Khaitsamah, Ibnu Abi Syaibah, Muhammad bin Ismail, dan para pengikut mereka dari kalangan Ashabul Hadits, seperti Muhammad bin Nashr dan Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah. Shahih Ibnu Hibban 2105: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ma’maar mengabarkan kepada kami dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Biarkanlah apa yang kutinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya umat-umat sebelum kalian menjadi hancur disebabkan mereka banyak bertanya dan sering berselisih dengan nabi-nabi mereka. Apabila aku melarang kalian melakukan sesuatu, maka jauhilah (tinggalkanlah); dan bila aku memerintahkan kalian melakukan sesuatu, maka lakukanlah semampu kalian.533 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2106: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Malik bin Syu'aib bin Al-Laits bin Sa'd menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku dari kakekku, dari Muhammad bin Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Biarkanlah apa yang kutinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya umat-umat sebelum kalian hancur disebabkan mereka banyak bertanya dan berselisih dengan nabi-nabi mereka. Apa yang kuperintahkan, lakukanlah semampu kalian, dan apa yang kularang, jauhilah!”534 Ibnu Ajian berkata: Zaid bin Aslam menceritakan kepadaku dari Abu Shalih As-Samman, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Di dalamnya ditambahkan, “Apa yang kuberitahukan kepada kalian dari Allah, itulah yang tidak ada keraguan di dalamnya."525 [1:5] Abu Hatim RA berkata: Khabar ini merupakan uraian yang jelas, bahwa larangan-larangan dari Nabi semuanya menunjukkan wajib (untuk dijauhi) sampai ada dalil yang menunjukkan Sunnahnya. Selain itu, perintah-perintahnya yang dilaksanakan sesuai kemampuan menunjukkan wajib (untuk dilaksanakan) sampai ada dalil yang menunjukkan Sunnahnya. Allah SWT berfirman, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (Qs. Al Hasyr [59]: 7) Allah lalu meniadakan iman pada orang-orang yang tidak menjadikan beliau sebagai hakim dalam perkara yang mereka perdebatkan, lalu hati mereka tidak merasa keberatan atas putusan yang beliau berikan dan mereka menerima sepenuhnya keputusan yang diberikan Allah dan Rasul-Nya dengan meninggalkan pendapat pribadi dan analogi yang menyimpang. Allah SWT berfirman, “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”(Qs. An-Nisaa' [4]: 75) Shahih Ibnu Hibban 2107: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Abu Az-Zinad, dari Al A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk dikuti. Oleh karena itu, janganlah kalian menyelisihinya. Apabila dia takbir, takbirlah. Apabila dia ruku, rukulah. Apabila dia mengucapkan, ‘Sami’allaahu liman hamidah ’, ucapkanlah, 'Allaahumma rabbanaa lakal hamdu’ Apabila dia shalat dengan duduk, shalatlah kalian semua dengan duduk”536 [1:5] Abu Hatim RA berkata, “Dalam khabar ini Rasulullah melarang para makmum menyelisihi imam mereka apabila dia shalat dengan duduk. Ini termasuk bagian yang telah saya uraikan dalam kitab-kitab kami, bahwa Nabi terkadang melarang sesuatu dengan kata-kata umum, lalu mengecualikan sebagian sesuatu yang dilarang tersebut dengan membolehkannya karena suatu alasan yang diketahui. Contoh: Beliau melarang muzabanah537 dengan kata-kata umum, lalu mengecualikan sebagiannya, yaitu ariyyah538 Beliau membolehkannya dengan syarat yang diketahui dan alasan yang diketahui. Beliau juga memerintahkan melakukan sesuatu dengan kata-kata umum lalu mengecualikan sebagian kata yang umum tersebut dengan melarangnya karena alasan yang diketahui. Seperti halnya beliau menyuruh para makmum dan para imam shalat dengan berdiri kecuali ketika tidak mampu, kemudian beliau mengecualikan sebagian keumuman tersebut, yaitu bila imam shalat dengan duduk. Beliau melarang mereka melakukannya (shalat dengan berdiri) yang merupakan pengecualian dari perintah yang bersifat umum. Hal-hal yang semisal dengan ini banyak sekali ditemukan dalam Sunnah. Kami akan menguraikannya dalam kitab ini pada pembahasannya. Shahih Ibnu Hibban 2108: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amr bin Utsman bin Sa'id menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'aib bin Abi Hamzah menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dia berkata: Anas bin Malik mengabarkan kepadaku, bahwa Rasulullah naik kuda, lalu jatuh, sehingga pinggang kanan beliau terluka. Beliau pun shalat mengimami kami dengan duduk, dan kami shalat di belakang beliau dengan duduk. Seusai salam, beliau bersabda, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Apabila dia shalat berdiri, shalatlah kalian dengan berdiri. Apabila dia ruku, rukulah kalian. Apabila dia bangun (dari ruku), bangunlah. Apabila dia sujud, sujudlah. Apabila dia mengucapkan, ‘Sami’allaahu liman hamidah' ucapkanlah, ‘Rabbanaa walakal hamdu’. Apabila dia shalat dengan duduk, shalatlah kalian semua dengan duduk.” 539 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2109: Abu Yala mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hautsarah bin Asyras Al Adawi menceritakan kepada kami, dia berkata: Uqbah bin Abi Ash-Shahba menceritakan kepada kami dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya, bahwa ketika Rasulullah sedang bersama beberapa orang sahabatnya, beliau bertanya, "Bukankah kalian mengetahui bahwa aku ini utusan Allah?” Mereka menjawab, “Ya, kami bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.” Beliau bertanya lagi, “Bukankah kalian mengetahui bahwa siapa saja yang menaatiku berarti telah menaati Allah, dan di antara ketaatan kepada Allah adalah dengan menaatiku?" Mereka menjawab, “Ya, kami bersaksi bahwa siapa saja yang menaati engkau berarti telah taat kepada Allah, dan di antara ketaatan kepada Allah adalah dengan mentaati engkau.540” Beliau lalu bersabda, “Sesungguhnya di antara ketaatan kepada Allah adalah dengan menaatiku, dan di antara ketaatan kepadaku adalah taat kepada para pemimpin kalian. Apabila mereka shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian dengan duduk.” 541 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2110: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hautsarah menceritakan kepada kami dengan sanad yang sama. Hanya saja, di dalamnya disebutkan bahwa Nabi bersabda, "Dan di antara ketaatan kepadaku adalah taat kepada para imam kalian kalian.”542 Abu Ya'la Al Maushili mengabarkan hadits ini kepada kami, dia berkata: Aku bertanya kepada Yahya bin Ma'in tentang Uqbah bin Abi Ash-Shahba, lalu dia menjawab, “Dia perawi yang tsiqah.” Abu Hatim RA berkata: Khabar ini merupakan penjelasan bahwa shalatnya makmum dengan duduk bila imam shalat dengan duduk merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah yang telah Dia perintahkan kepada para hamba-Nya. Menurutku ini merupakan bagian dari ijma' yang telah disepakati kebolehannya, karena di antara para sahabat Nabi ada empat orang yang berfatwa seperti ini, yaitu Jabir bin Abdullah, Abu Hurairah, Usaid bin Hudhair, dan Qais bin Qahd. Ijma'menurut kami adalah ijma-nya para sahabat yang menyaksikan turunnya wahyu dan dilindungi dari penyimpangan, sehingga Allah menjaga agama ini melalui mereka hingga sampai kepada umat Islam (sampai sekarang), dan Allahlah yang menjaga agama ini dari rekayasa orang-orang tercela. Tidak ada satu pun riwayat dari para sahabat yang menunjukkan bahwa mereka berselisih pendapat dengan empat sahabat ini dalam masalah tersebut, baik dengan sanad yang muttashil maupun munqathi’. Seakan-akan para sahabat sepakat bahwa bila imam shalat dengan duduk, maka makmum juga harus shalat dengan duduk. Adapun dari kalangan tabiin yang berfatwa seperti ini adalah Jabir bin Zaid Abu Asy- Sya'tsa'. Tidak ada satu pun riwayat dari seorang tabiin yang menyebutkan bahwa dia berselisih pendapat dengannya dalam masalah ini, baik dengan sanad shahih maupun lemah, dan seakan- akan para tabiin sepakat bahwa hal tersebut diperbolehkan. Orang yang pertama kali membantah pendapat ini dari kalangan umat Islam —yaitu tentang shalatnya makmum dengan duduk bila imam shalat dengan duduk— adalah Al Mughirah bin Miqsam, 543 sahabat An-Nakha'i. Kemudian pendapatnya ini diambil oleh Hammad bin Abi Salamah, kemudian oleh Abu Hanifah. Lalu pendapatnya (Abu Hanifab) ini diambil oleh para pengikutnya yang datang sesudahnya. Dalil paling tinggi yang mereka jadikan landasan hukum dalam masalah ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir Al Ju'fi dari Asy-Sya'bi: Rasulullah bersabda, “Janganlah seseorang sesudahku menjadi imam dengan duduk.” Seandainya pun hadits ini sanadnya sah, maka dia mursal. Khabar mursal menurut kami tidak bisa dijadikan landasan hukum, karena jika kita menerima mursal-nya seorang tabiin meskipun dia tsiqah berdasarkan husnuzhzhan, maka hal ini mengharuskan kita menerima riwayat serupa dari tabi'ut tab'in, dan bila kita menerima ini, maka kita diharuskan menerima riwayat serupa dari pengikut tabi'ut tabi'in, dan bila kita menerima ini, maka kita diharuskan menerima riwayat serupa dari pengikut mereka, dan bila kita menerima ini, maka kita diharuskan menerima riwayat serupa dari setiap orang yang mengatakan “Rasulullah bersabda”. Tentu saja hal ini akan merusak syariat. Sesuatu yang mengherankan adalah, ada orang yang berhujjah dengan hadits mursal ini, padahal pemimpin mereka telah menilai kurang bagus orang yang meriwayatkannya, berdasarkan yang dikabarkan kepada kami oleh Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan di Raqqah, dia berkata: Ahmad bin Abu Al Hawari menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Abu Yahya Al Himmani berkata: Aku mendengar Abu Hanifah berkata, “Aku tidak pernah bertemu dengan orang yang lebih baik dari Atha, dan aku tidak pernah bertemu dengan orang yang lebih dusta dari Jabir Al Ju'fi. Apabila aku mengungkapkan pendapat, pasti dia membawakan sebuah hadits. Dia mengklaim memiliki 1000 hadits Nabi yang belum diucapkannya.” Inilah Abu Hanifah yang mea-jarh Jabir Al Ju'fi dan mendustakannya. Dia bertentangan dengan pendapat kalangan pengikutnya yang menganut madzhabnya. Dia mengklaim bahwa perkataan para Imam kami dalam kitab-kitab mereka “fulan dha'if' merupakan ghibah. Kemudian ketika dalam kondisi terjepit dia terpaksa berhujjah dengan orang yang telah didustakan oleh gurunya guna membela Sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Mengenai Jabir Al Ju'fi, kami telah menampilkan biografinya dalam Al Majruhin min Al Muhadditsin. 545 Kami telah menguraikan berbagai pendapat dan pernyataan tegas yang kebenarannya tidak akan samar lagi bagi orang-orang berakal, sehingga tidak perlu lagi dijelaskan di sini. Shahih Ibnu Hibban 2111: Umar bin Muhammad bin Bujair Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: -Muhammad bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid bin Al Harits menceritakan kepada kami, dia berkata: Humaid menceritakan kepada kami dari Anas, bahwa Nabi didatangi orang-orang ketika waktu shalat telah tiba, maka beliau shalat mengimami mereka dengan duduk, sementara mereka berdiri. Pada waktu shalat yang lain, mereka berdiri, maka beliau bersabda, “Ikutilah imam kalian! Apabila dia shalat dengan duduk, shalatlah dengan duduk, dan apabila dia shalat dengan berdiri, shalatlah dengan berdiri!” 546 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2112: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dia berkata, “Rasulullah menaiki kuda di Madinah, lalu terjatuh dan terkena pelepah kurma, sehingga telapak kaki beliau terluka. Kami pun menjenguknya, kami menemukannya di kamar Aisyah sedang shalat sunah dengan duduk. Ketika kami berdiri di belakangnya, beliau menjauh dari kami. Kami lalu mendatanginya lagi dan kami temukan beliau sedang shalat fardhu, maka kami berdiri di belakang beliau, lalu beliau memberi isyarat kepada kami agar duduk, maka kami pun duduk. Seusai shalat, beliau bersabda, “Apabila imam shalat dengan duduk, shalatlah kalian dengan duduk, dan apabila imam shalat berdiri, shalatlah kalian dengan berdiri. Janganlah melakukan seperti yang biasa dilakukan orang-orang Persia terhadap pembesar-pembesamya.”547 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2113: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits bin Sa'd menceritakan kepadaku dari Ibnu Syihab, dari Anas bin Malik, dia berkata, “Rasulullah terjatuh dari kuda, sehingga terluka. Beliau lalu shalat mengimami kami dengan duduk dan kami ikut duduk bersamanya. Seusai salam, beliau bersabda, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Apabila dia takbir, takbirlah kalian. Apabila dia ruku, rukulah kalian. Apabila dia bangun (dari ruku), bangunlah kalian. Apabila dia mengucapkan, ’Sami'allaahu liman hamidah’ ucapkanlah, ‘Rabbanaa walakal hamdu’ Apabila dia sujud, sujudlah kalian. Apabila dia shalat dengan duduk, shalatlah kalian semua dengan duduk’.” 548 [1:5] Abu Hatim RA berkata: Sebagian orang Irak yang menganut madzhab warga Kufah mengklaim bahwa sabda Nabi , “Bila imam shalat dengan duduk, maka shalatlah kalian semua dengan duduk,” maksudnya adalah, apabila imam duduk membaca duduklah kalian semua untuk membaca tasyahhud. Mereka merubah arti khabar ini dari arti yang umum tanpa landasan hukum yang kuat. Shahih Ibnu Hibban 2114: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami, dia berkata: Al A'masy menceritakan kepada kami dari Abu Sufyan, dari Jabir, dia berkata, “Rasulullah terjatuh dari kudanya dan terkena pelepah kurma, sehingga telapak kakinya terluka. Lalu kami menemuinya untuk menjenguknya. Kami menemukannya di kamar Aisyah sedang shalat (sunah) dengan duduk, maka kami shalat mengikuti beliau dengan berdiri. Kemudian kami menemuinya lagi pada waktu yang lain, dan kami temukan beliau sedang shalat dengan duduk, maka kami shalat mengikuti beliau dengan berdiri. Beliau lalu memberi isyarat kepada kami agar duduk. Seusai shalat, beliau bersabda, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Apabila dia shalat berdiri, berdirilah kalian. Apabila dia shalat dengan duduk, duduklah kalian. Janganlah kalian berdiri sementara imam duduk, seperti yang biasa dilakukan orang-orang Persia terhadap pembesar-pembesarnya.” [1:5] Abu Hatim RA berkata: Perkataan Jabir, “Lalu kami shalat mengikutinya dengan berdiri” adalah uraian yang jelas dan membantah pendapat orang yang penafsirannya keliru tersebut, karena orang-orang tidak bertasyahhud di belakang Rasulullah dengan berdiri. Begitu pula perkataannya dalam shalat yang lain, “Kami pun shalat mengikuti beliau dengan berdiri,” lalu Nabi memberi isyarat agar duduk. Maksudnya, berdiri yang merupakan fardhu shalat, bukan tasyahhud. Shahih Ibnu Hibban 2115: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami di Baitul Maqdis, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku dari Abu Yunus, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk dikuti. Apabila dia takbir, takbirlah. Apabila dia ruku, rukulah. Apabila dia bangun (dari ruku), bangunlah. Apabila dia mengucapkan, ‘Sami'allaahu liman hamidah ’, ucapkanlah, ‘Allaahumma rabbanaa lakui hamdu’ Apabila dia shalat berdiri, shalatlah dengan berdiri. Apabila dia shalat dengan duduk, shalatlah dengan duduk550 [1:5] Abu Hatim RA berkata, “Penetapan Nabi bahwa makmum harus shalat berdiri bila imam shalat berdiri, dan makmum harus duduk bila imam shalat dengan duduk, adalah uraian paling jelas, bahwa maksud beliau bukanlah tasyahhud dalam kedua hal tersebut, melainkan berdiri yang merupakan fardhu shalat, agar melakukan seperti yang dilakukan imam." Shahih Ibnu Hibban 2116: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Husain bin Ali menceritakan kepada kami dari Zaidah, dari Yahya bin Abu Aisyah, dari Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah, dia berkata: Aku masuk menemui Aisyah, lalu kukatakan kepadanya, “Maukah engkau menceritakan kepadaku tentang sakit Rasulullah SAW?” Dia berkata, “Baiklah, ketika Rasulullah sakit parah, beliau bertanya, 'Apakah orang-orang sudah shalat?’ Aku menjawab, ‘Belum, mereka menunggumu, wahai Rasulullah’. Beliau bersabda, 'Letakkanlah air di bejana!' Kami pun melakukannya. Lalu beliau mandi, kemudian pergi untuk shalat. Akan tetapi, tiba-tiba beliau pingsan. Setelah siuman, beliau bertanya, 'Apakah orang-orang sudah shalat?’ Aku menjawab, ‘Belum, mereka sedang menunggumu, wahai Rasulullah. Orang-orang sedang duduk tenang di masjid guna menunggu engkau untuk shalat Isya’. Rasulullah lalu mengirim utusan untuk menemui Abu Bakar Ash-Shiddiq guna memerintahkannya untuk shalat mengimami orang-orang. Utusan tersebut menemui Abu Bakar dan berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah menyuruhmu untuk shalat mengimami orang-orang’. Abu Bakar lalu berkata —dia adalah orang yang lembut—, 'Wahai Umar, jadilah imam shalat!’ Umar berkata kepadanya, 'Kamulah yang lebih berhak’. Abu Bakar pun shalat mengimami orang-orang pada hari itu. Saat Rasulullah merasakan dirinya membaik, beliau keluar untuk menunaikan shalat Zhuhur dengan dipapah dua orang laki-laki. Saat itu Abu Bakar sedang shalat mengimami orang-orang. Ketika Abu Bakar melihat Nabi , dia mundur ke belakang, namun beliau memberi isyarat kepadanya agar tetap di tempatnya. Beliau lalu berkata kepada dua orang yang memapahnya, 'Dudukkanlah aku di sampingnyai’ Keduanya lalu mendudukkan beliau di samping Abu Bakar. Abu Bakar tetap shalat dengan berdiri mengikuti shalat Nabi , sementara orang-orang shalat mengikuti shalat Abu Bakar, dan Nabi tetap duduk.” Ubaidillah berkata, “Aku masuk menemui Abdullah bin Abbas, dan kukatakan kepadanya, 'Maukah kuceritakan kepadamu tentang hadits yang diceritakan oleh Aisyah tentang sakit Nabi SAW?’ Dia berkata, 'Boleh’. Aku lalu menceritakan kepadanya tentang hadits yang dituturkan oleh Aisyah. Ternyata dia tidak mengingkarinya sedikit pun.” 551 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2117: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Badal bin Al Muhabbar menceritakan kepada kami, dia berkata: Syubah menceritakan kepada kami dari Musa bin Abi Aisyah, dari Ubaidillah bin Abdullah, dari Aisyah, bahwa Abu Bakar shalat mengimami orang-orang, sementara Rasulullah berada pada shaf di belakangnya. 552 [1:5] Abu Hatim RA berkata: Syubah bin Al Hajjaj berbeda dengan Zaidah bin Qudamah tentang redaksi khabar ini dari Musa bin Abu Aisyah. Syubah menganggap Nabi menjadi makmum dan shalat dengan duduk, sementara orang-orang berdiri. Sementara Zaidah menganggap Nabi sebagai imam dengan shalat dalam posisi duduk, sedangkan orang-orang 'berdiri. Keduanya adalah dua perawi yang sama-sama bagus dan hafizh. Bagaimana bisa salah satu dari dua riwayat yang secara zhahir kelihatan bertentangan dalam satu perbuatan dijadikan sebagai nasikh (penghapus) perintah yang bersifat mutlak yang telah diuraikan sebelumnya?! Siapa saja yang menjadikan salah satu dari dua khabar tersebut sebaga nasikh (penghapus) perintah Nabi yang telah diuraikan sebelumnya, lalu membiarkan khabar yang satunya tanpa adanya dalil yang sah, maka dia telah membiarkan lawannya mengambil apa yang ditinggalkan dalam dua khabar tersebut dan meninggalkan apa yang telah diambil dari keduanya. Khabar yang semisal dengan ini adalah khabar riwayat Ibnu Abbas, bahwa Nabi menikahi Maimunah dalam keadaan ihram” dan khabar riwayat Abu Rafi, bahwa Nabi menikahinya dalam kondisi keduanya yang halal (tidak ihram). Secara zhahir kedua khabar ini saling bertentangan dalam satu perbuatan, padahal menurut kami keduanya tidak bertentangan. Segolongan Ashabul Hadits menganggap bahwa dua Khabar yang meriwayatkan tentang pernikahan Maimunah ini bertentangan. Mereka merujuk pada khabar riwayat Utsman bin Affan dari Nabi , beliau bersabda, “Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah dan tidak boleh dinikahkan.” Khabar inilah yang mereka pegang, karena dia sesuai dengan salah satu dari dua khabar yang meriwayatkan tentang pernikahan Maimunah. Mereka meninggalkan khabar riwayat Ibnu Abbas, bahwa Nabi menikahinya ketika sedang ihram. Siapa saja yang melakukan ini, diharuskan berpendapat tentang adanya kontradiksi pada dua khabar yang meriwayatkan tentang shalat Nabi ketika beliau sakit, sesuai yang kami uraikan sebelumnya. Oleh karena itu, kita wajib meyakini khabar yang menyebutkan tentang perintah Nabi agar makmum shalat dengan duduk apabila imam shalat dengan duduk, lalu kita mengambil khabar ini, karena inilah yang sesuai dengan salah satu dari dua riwayat yang menyebutkan tentang shalat Nabi ketika beliau sedang sakit. Kemudian kita harus meninggalkan khabar yang berbeda dengan khabar tersebut, seperti yang diterapkan pada khabar tentang pernikahan Maimunah. Menurut kami, tidak ada kontradiksi pada khabar-khabar ini, serta tidak ada nasikh dan mansukh-nya, akan tetapi yang ada adalah yang disebutkan secara ringkas dan panjang lebar, mujmal dan mufassar. Apabila sebagiannya digabungkan pada sebagian lainnya, maka tidak akan ada kontradiksi di antara keduanya. Masing-masing khabar dapat digunakan di tempatnya, sesuai dengan yang akan kami jelaskan nanti. Shahih Ibnu Hibban 2118: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim —maula Tsaqif— mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah Al Absi menceritakan kepada kami, dia berkata: Husain bin Ali menceritakan kepada kami dari Zaidah, dari Ashim, dari Syaqiq, dari Masruq, dari Aisyah, dia berkata, “Rasulullah pingsan, kemudian setelah sadar beliau bertanya, “Apakah orang-orang sudah shalat?" Kami menjawab “Belum.” Beliau bersabda, “Perintahkalah Abu Bakar untuk shalat mengimami orang-orang." Aku (Aisyah) lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar seorang laki- laki yang lembut. Bila dia menggantikanmu, dia tidak akan bisa mengimami orang-orang.” —Ashim berkata, “Lembut di sini adalah perasa (sensitif)—. Nabi tetap bersabda, “Perintahkan Abu Bakar shalat mengimami orang-orang.” Beliau bersabda demikian —sampai tiga kali— dan aku (Aisyah) tetap menolaknya. Abu Bakar lalu shalat mengimami orang-orang. Ketika Nabi merasa dirinya membaik, beliau keluar dengan dipapah oleh Barirah dan Nubah. 556 Aku melihat kedua terompah beliau melewati kerikil-kerikil, dan aku juga melihat bagian dalam kedua telapak kaki beliau. Kemudian beliau bersabda kepada keduanya, “Dudukkanlah aku di samping Abu Bakar.” Ketika Abu Bakar melihat beliau, dia bermaksud untuk mundur, namun beliau memberi isyarat kepada Abu Bakar agar tetap di tempatnya. Keduanya lalu mendudukkan beliau di samping Abu Bakar Rasulullah lalu shalat dengan duduk, sementara Abu Bakar shalat dengan berdiri mengikuti shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sementara orang-orang mengikuti shalatnya Abu Bakar.”557 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2119: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia beikata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Syababah menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Nu'aim bin Abi Hindun, dari Abu Wa'il, dari Masruq, dari Aisyah, dia berkata, “Rasulullah ketika sakit yang menyebabkan kematian belaiu, shalat di belakang Abu Bakar dengan duduk.” 558 [1:5] Abu Hatim RA berkata, ‘‘Nu'aim bin Abi Hindun berbeda dengan Ashim bin Abi An-Najud dalam redaksi khabar ini. Menurut Ashim, Abu Bakar menjadi makmum, sementara menurut Nu'aim bin Abi Hindun, Abu Bakar menjadi imam. Keduanya sama-sama perawi yang tsiqah hafizh, dan orang yang bagus haditsnya (teliti). Bagaimana bisa khabar salah satu dari keduanya dijadikan sebagai nasikh (penghapus) perintah yang telah diuraikan sebelumnya, padahal secara jelas ada hadits serupa yang bertentangan dengannya? Sesungguhnya khabar-khabar ini semuanya shahih dan antara satu sama lainnya tidak saling bertentangan. Hanya saja, Nabi ketika sakit menunaikan shalat sebanyak dua kali di masjid secara beijamaah, bukan satu kali. Pada shalat yang satunya beliau menjadi makmum, dan pada shalat yang satunya lagi beliau menjadi imam. 559 Dalil yang menunjukkan bahwa shalat yang dilakukan dua kali dan bukan satu kali adalah khabar riwayat Ubaidillah bin Abdullah dari Aisyah, bahwa Nabi keluar dengan dipapah dua orang laki-laki —yaitu Al Abbas dan Ali—. Kemudian dalam khabar riwayat Masruq dari Aisyah disebutkan bahwa Nabi shalat dengan dipapah Barirah dan Nubah. Ini menunjukkan bahwa shalat yang dilakukan beliau (ketika sakit) adalah dua kali, bukan satu kali.” Shahih Ibnu Hibban 2120: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah dan Umar bin Muhammad bin Bujair mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Salm bin Junadah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Ibrahim, dari Al Aswad, dari Aisyah, dia berkata, "Ketika Nabi sakit yang menyebabkan kematian beliau, Bilal menemuinya untuk memberitahukan waktu shalat kepada beliau, maka beliau bersabda, "Suruhlah Abu Bakar untuk shalat mengimami orang-orang.” Kami lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar laki-laki yang sensitif. Bila dia berdiri di tempatmu, dia akan menangis, maka lebih baik engkau menyuruh Umar untuk shalat mengimami orang-orang.” Beliau bersabda, “Suruhlah Abu Bakar untuk shalat mengimami orang-orang —sampai tiga kali—. Kalian adalah (seperti) wanita-wanita penggoda Yusuf AS.” Kami pun mengutus seseorang untuk menemui Abu Bakar, agar dia shalat mengimami orang-orang. Ketika Nabi merasa keadaannya membaik, beliau keluar dengan dipapah dua orang laki-laki, dan kedua kakinya tetap menapak pada tanah, ketika Abu Bakar merasakan (kehadiran Nabi SAW), dia berniat mundur, namun Nabi memberi isyarat kepadanya agar tetap di tempatnya. Nabi lalu duduk di samping Abu Bakar. Abu Bakar makmum kepada Nabi , sementara orang-orang mengikuti shalatnya Abu Bakar. 560 [1:5] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini ringkas dan mujmal. Dikatakan ringkas karena di dalamnya tidak disebutkan tempat Rasulullah duduk, di sebelah kanan Abu Bakar atau di sebelah kiri Abu Bakar?” Shahih Ibnu Hibban 2121: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Muawiyah menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Ibrahim, dari Al Aswad, dari Aisyah, dia berkata, “Ketika Rasulullah merasa keadaannya membaik, beliau datang, lalu duduk di sebelah kiri Abu Bakar. Beliau shalat mengimami orang-orang dengan duduk, sementara Abu Bakar berdiri.”561 [1:5] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini bersifat mujmal, karena Aisyah menceritakan shalat ini sampai posisi ini. Sedangkan akhir kisahnya diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah, karena Nabi juga menyuruh mereka duduk dalam shalat ini, sebagaimana beliau menyuruh mereka duduk ketika teijatuh dari kudanya, sesuai yang telah kami uraikan sebelumnya.” Shahih Ibnu Hibban 2122: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits bin Sa'd menceritakan kepadaku dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, dia berkata, “Rasulullah sakit, lalu kami shalat di belakang beliau, sedangkan beliau dalam posisi duduk, sementara Abu Bakar memperdengarkan takbir beliau kepada orang- orang (para makmum). Beliau lalu menoleh kepada kami dan melihat kami berdiri, maka beliau memberi isyarat agar kami duduk, sehingga kami shalat dengan duduk. Seusai salam, beliau bersabda, “Kalian hampir saja melakukan seperti yang biasa dilakukan orang-orang Persia dan orang-orang Romawi. Mereka berdiri ketika menghadap raja-raja mereka, sementara para raja tersebut duduk. Jangan lakukan itu! Ikutilah imam kalian, apabila imam shalat berdiri, shalatlah dengan berdiri, dan apabila imam duduk, shalatlah dengan duduk”562 [1:5] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini merupakan penjelasan bahwa ketika Nabi duduk di sebelah kiri Abu Bakar, dan Abu Bakar menjadi makmum beliau, dengan membaca takbir untuk memperdengarkan kepada orang-orang, supaya mereka mengikuti shalatnya. Beliau memerintahkan mereka duduk saat melihat mereka berdiri. Setelah selesai shalat, beliau juga menyuruh mereka duduk apabila imam shalat dengan duduk. Jabir bin Abdullah menyaksikan shalat beliau saat beliau jatuh dari kudanya yang menyebabkan pinggang kanan beliau terluka. Jatuhnya beliau dari kuda terjadi pada bulan Dzulhijjah, akhir tahun kelima H. Dia menyaksikan langsung shalat tersebut saat beliau sakit sehingga dia dapat menyampaikan khabarnya secara lengkap. Tidakkah Anda lihat bahwa dia menuturkan tentang shalat ini, bahwa Abu Bakar membaca takbir dengan suara keras supaya orang-orang mengikutinya? Shalat tersebut dilakukan Nabi di rumahnya ketika beliau terjatuh dari kudanya. Tentu saja dalam shalat ini Abu Bakar tidak perlu membaca takbir dengan suara keras supaya orang-orang mendengarnya, karena kamar Aisyah kecil. Dia membaca takbir dengan suara keras di masjid Nabawi saat Rasulullah shalat di dalamnya, ketika sakit. Mengingat apa yang telah kami uraikan adalah benar, maka sebagian khabar ini tidak boleh dijadikan nasikh (penghapus) khabar-khabar yang telah kami uraikan.” 563 Shahih Ibnu Hibban 2123: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Hasan bin Sahl Al-Ja’fari menceritakan kepada kami, dia berkata: Humaid bin Abdurrahman bin Humaid Abu Auf Ar-Ruwwasi menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, dia berkata, “Rasulullah shalat Dzuhur mengimami kami dengan duduk, sementara Abu Bakar si belakangnya. Bila beliau takbir, Abu Bakar ikut takbir untuk memperdengarkannya kepada kami. Saat beliau melihat kami berdiri, beliau bersabda, 'Duduklah kalian —dengan memberi isyarat agar duduk— maka kami pun duduk. Seusai shalat, beliau bersabda, ‘Kalian hampir saja melakukan seperti yang dilakukan orang-orang Persia dan orang-orang Romawi terhadap para pembesar mereka. Ikutilah imam kalian! Apabila dia shalat dengan duduk, shalatlah dengan duduk, dan apabila dia shalat dengan berdiri, shalatlah dengan berdiri”564 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2124: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkala: Ubaidillah bin Mu'adz bin Mu'adz menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Mutamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari ayahnya, dia berkata: Nu'aim bin Abi Hindun menceritakan kepada kami dari Abu Wa'il, saya menduganya dia adalah Masruq, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah pingsan, dan setelah sadar beliau bertanya, “Apakah adzan sudah dikumandangkan?" Kami menjawab, “Belum.” Nabi lalu bersabda, “Suruhlah Bilal agar segera mengumandangkan adzan dan suruhlah Abu Bakar untuk menjadi imam shalat" Aku lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar orang yang sensitif, dia tidak bisa berdiri di tempat engkau.” Beliau memandangku setelah selesai bicara, lalu pingsan lagi. Setelah siuman beliau bertanya, "Apakah adzan sudah dikumandangkan?" Aku menjawab, “Belum.” Nabi bersabda lagi, “Suruhlah Bilal agar mengumandangkan adzan, dan suruhlah Abu Bakar menjadi imam shalat.” Aku lalu memberi isyarat kepada Haishah, maka dia berkata, “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya Abu Bakar orang yang lembut (sensitif), kalau dia membaca Al Qur'an pasti menangis.” Abu Wa'il berkata, “Nabi memandangnya setelah Hafshah selesai bicara, kemudian pingsan lagi. Setelah siuman, beliau bertanya, ‘Apakah adzan sudah dikumandangkan?' Aisyah menjawab, ‘Belum’. Nabi lalu bersabda, ‘Suruhlah Bilal mengumandangkan adzan lalu suruhlah Abu Bakar mengimami orang-orang shalat. Sesungguhnya kalian adalah (seperti) wanita-wanita yang menggoda Nabi Yusuf AS’. Beliau lalu pingsan lagi.” Aisyah berkata, “Bilal membaca iqamah, lalu Abu Bakar mengimami orang-orang shalat. Setelah Rasulullah sadar, Nubah dan Barirah datang, lalu memapahnya. Seakan-akan aku melihat jari-jari telapak kaki beliau menapak tanah. Ketika Abu Bakar merasakan kedatangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia hendak mundur, namun beliau memberi isyarat kepadanya agar tetap di tempatnya. Beliau lalu dipapah dan dibawa ke belakang Abu Bakar di shaf.” [1:5] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini bisa menimbulkan persepsi keliru pada orang yang bukan ahli hadits dan tidak memahami atsar-atsar yang shahih, bahwa ini bertentangan dengan seluruh khabar yang telah kami uraikan. Padahal, khabar-khabar Nabi antara satu sama lainnya tidak saling bertentangan, tidak saling mendustakan, serta tidak menasakh Al Qur'an, melainkan menafsirkan dan menjelaskan ayat-ayat Al Qur'an yang mujmal dan menerangkan ayat-ayat yang ringkas dan sulit. Telah kami uraikan sebelumnya bahwa khabar-khabar tersebut menjelaskan tentang dua shalat yang dilakukan beliau, bukan satu shalat. Adapun pada shalat yang pertama, Nabi keluar dengan dipapah dua orang laki-laki, dan beliau bertindak sebagai imam serta shalat dengan duduk. Beliau menyuruh mereka duduk dalam shalat tersebut. Sedangkan pada shalat ini, Nabi keluar dengan dipapah Barirah dan Nubah. Beliau menjadi makmum dan shalat dengan duduk di shaf di belakang Abu Bakar.” Shahih Ibnu Hibban 2125: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim bin Suwaid Ar-Ramli menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayyub bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abu Uwais menceritakan kepadaku dari Sulaiman bin Bilal, dari Humaid Ath- Thawil, dari Tsabit Al Bannani, dari Anas bin Malik, dia berkata, “Shalat terakhir yang dilakukan Rasulullah bersama orang-orang adalah memakai satu kain yang digunakan untuk selimut, dan beliau duduk di belakang Abu Bakar.”566 [1:5] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini meniadakan keraguan dalam hati bahwa salah satu dari khabar-khabar ini bertentangan secara zhahir dengan khabar lainnya. Jangan sampai ada yang salah persepsi pada saat penggabungan kami terhadap khabar-khabar ini, yang merupakan salah satu dari jenis-jenis Sunnah yang bertentangan dengan perkataan Asy-Syafi'i Rahimahullah, karena segala yang kami bicarakan dalam kitab-kitab kami atau cabang yang kami keluarkan dari sunnah-sunnah dalam karya-karya kami, semuanya merupakan perkataan imam Syafi'i. Beliau biasa menarik pendapat-pendapatnya yang terdapat dalam kitab-kitabnya meskipun pendapat tersebut sudah terkenal. Hal ini dikarenakan aku mendengar Ibnu Khuzaimah berkata: aku mendengar Al Muzani berkata: Aku mendengar Syafi'i berkata, “Apabila kalian mendapati hadits shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ambillah hadits tersebut dan tinggalkan pendapatku”. 567 Asy-Syafi'i adalah orang yang sangat peduli dengan masalah Sunnah (hadits), mengumpulkannya dan memahaminya dengan baik. Dia membantah orang yang menentang dan menyelisihinya. Dia (Asy- Syafi'i) mengatakan bahwa bila suatu khabar sah dan bertentangan dengan perkataanya, maka dia akan mengatakannya lalu menarik perkataannya yang terdapat dalam kitab-kitabnya. Inilah yang telah kami uraikan dalam kitab yang jelas, 568 bahwa Asy-Syafi'i memiliki tiga perkataan yang tidak seorang pun generasi sebelumnya dalam Islam maupun generasi sesudahnya yang mengatakannya kecuali dia akan mengambil rujukan darinya: Pertama, yang telah kami uraikan. Kedua,Muhammad bin Al Mundzir bin Sa'id mengabarkan kepadaku dari Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabbah Az-Za'farani, dia berkata: Aku mendengar Asy-Syafi'i berkata, “Aku tidak pernah berdiskusi dengan seorang pun lalu aku suka bila dia salah.” Ketiga, aku mendengar Musa bin Muhammad Ad-Dailami berkata di Anthakiyah (Antakya): Aku mendengar Ar-Rabi bin Sulaiman berkata: Aku mendengar Asy-Syafi'i berkata, “Aku ingin sekali orang-orang mempelajari kitab-kitab ini dan tidak menisbatkannya kepadaku.” Shahih Ibnu Hibban 2126: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Abu Ammar menceritakan kepada kami, Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami dari Abdul Hamid bin Ja'far, dari Sa'id Al Maqburi, dari Atha —maula Abu Ahmad— dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah mengirim beberapa orang (tiga sampai sepuluh orang). Lalu beliau memanggil mereka dan bertanya, “Berapa surah Al Qur'an yang kalian hafal?” Beliau lalu meminta mereka agar membacanya. Ketika beliau sampai pada seseorang dari mereka yang merupakan paling muda, beliau bertanya, “Berapa surah Al Qur'an yang kamu hafal?” Dia menjawab, “Aku hafal surah ini dan surah ini, serta surah Al Baqarah.” Beliau bertanya lagi, "Kamu hafal surah Al Baqarah?” Dia menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “Pergilah! kamu adalah pemimpin mereka.” Seseorang dari mereka yang paling terhormat lalu berkata, “Wahai Rasulullah, demi Dzat yang telah menciptakan makhluk, tidak ada yang menghalangiku belajar Al Qur'an kecuali aku takut tidak bisa mengamalkannya.” Rasulullah lalu bersabda, “Pelajarilah Al Qur'an, bacalah dan tidurlah, karena perumpamaan Al Qur'an bagi yang mempelajarinya, membacanya, dan mengamalkannya, adalah seperti kantong yang diisi minyak kesturi yang aromanya menebar ke semua tempat. Sedangkan bagi yang mempelajarinya lalu tidur dan hanya berada dalam perutnya, adalah seperti kantong diikatkan pada minyak kesturi” 569 Shahih Ibnu Hibban 2127: Muhammad bin Ubaidillah Al Hasyimi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Umar bin Maimun bin Ar- Rammah570 menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Muawiyah menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Ismail bin Raja, dari Aus bin Dham'aj, dari Abu Mas'ud Al Anshari, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Seseorang yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling pandai membaca Al Qur'an. Apabila bacaan mereka sama, maka yang paling mengerti Sunnah. Apabila dalam Sunnah mereka sama, maka yang paling dahulu berhijrah. Apabila dalam hijrah mereka sama, maka yang paling tua. Janganlah seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya, dan janganlah dia duduk di rumahnya di tempat kehormatannya kecuali dengan seizinnya.”571 [2:3] Shahih Ibnu Hibban 2128: Syabab bin Shalih Al Mu'addil mengabarkan kepada kami di Wasith, dia berkata: Wahb bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid bin Abdullah mengabarkan kepada kami dari Khalid Al Hadzdza, dari Abu Qilabah, dari Malik bin Al Huwairits, dia berkata, “Aku menemui Nabi bersama temanku. Beliau lalu bersabda, “Apabila kalian berdua shalat, adzan dan qamatlah. Hendaklah yang menjadi imam adalah yang paling tua di antara kalian berdua.” Abu Qilabah berkata, “Usia keduanya sepadan.”572 [1:14] Abu Hatim RA berkata, “Sabda Nabi , ‘Adzanlah dan qamatlah!’ maksudnya adalah, seseorang dari keduanya dan bukan keduanya bersamaan.” Shahih Ibnu Hibban 2129: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami dari Ismail bin Ibrahim, dia berkata: Khalid Al Hadzdza menceritakan kepada kami dari Abu Qilabah, dari Malik bin Al Huwairits, bahwa Rasulullah bersabda kepadanya dan temannya, “Apabila waktu shalat telah tiba, adzanlah kalian berdua, lalu qamatlah! Hendaklah yang menjadi imam adalah yang paling tua”573 Khalid berkata: Aku bertanya kepada Abu Qilabah, “Bagaimana dengan bacaannya?” Dia menjawab, “Usia keduanya sepadan.” 574 [1:14] Shahih Ibnu Hibban 2130: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ash-Shabbah Ad-Dulabi menceritakan kepada kami sejak 80 tahun yang lalu, dia berkata: Ismail bin Ibrahim menceritakan kepada kami dari Khalid Al Hadzdza, dari Abu Qilabah, dari Malik bin Al Huwairits, dia berkata: Nabi bersabda kepadaku dan temanku, “Apabila kalian berdua keluar, adzanlah seseorang dari kalian berdua dan qamatlahl Hendaklah yang menjadi imam adalah yang paling tua.,/i>"575 [1:14] Shahih Ibnu Hibban 2131: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami dari Ismail bin Ibrahim, dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Malik bin Al Huwairits, dia berkata, Kami mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam saat masih muda dengan usia yang tidak beda jauh satu sama lain. Lalu kami tinggal bersama beliau selama 20 malam. Sampai akhirnya beliau menduga kami telah merindukan keluarga kami. Beliau bertanya tentang keluarga kami yang ditinggalkan. Lalu kami pun memberitahukannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang penyayang dan lembut. Beliau bersabda, 'Kembalilah kepada keluarga kalian, kemudian ajarkan kepada mereka dan suruhlah mereka. Shalatlah kalian sebagaimana melihatku shalat. Apabila (waktu) shalat telah tiba, hendaklah seseorang di antara kalian mengumandangkan adzan, dan yang menjadi imam adalah yang paling tua.”576 Abu Hatim RA berkata, “Sabda Nabi , 'Shalatlah kalian sebagaimana melihatku shalat adalah perintah yang mencakup segala hal yang digunakan Nabi dalam shalatnya. Apabila ada yang dikhususkan oleh ijma' atau khabar melalui riwayat, maka orang yang meninggalkannya dalam shalatnya tidak berdosa. Sedangkan yang tidak dikhususkan oleh ijma ’ atau khabar melalui riwayat, merupakan perintah yang bersifat wajib bagi semua orang, yang tidak boleh ditinggalkan." Shahih Ibnu Hibban 2132: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah dan Hisyam menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Apabila kalian berjumlah tiga orang dalam perjalanan, hendaklah seseorang dari kalian menjadi imam, dan yang paling berhak menjadi imam adalah yang paling pandai membaca Al Qur’an”577 [1:14] Shahih Ibnu Hibban 2133: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Abu Khalid Al Abmar menceritakan kepada kami dari Al A’masy, dari Ismail bin Rsga, dari Aus bin Dham'aj, dari Abu Mas’ud, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Orang yang mengimami orang lain adalah yang paling pandai membaca Kitab Allah. Apabila bacaan mereka sama, maka yang paling mengerti Sunnah. Apabila dalam Sunnah mereka sama, maka yang paling dahulu berhijrah. Apabila dalam hijrah mereka578 sama, maka yang paling tua di antara kalian. Janganlah seseorang mengimami orang lain di tempat kekuasaannya, dan janganlah dia duduk di rumahnya, di tempat kehormatannya, kecuali dengan seizinnya.”579[3:10] Shahih Ibnu Hibban 2134: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Umayyah bin Bistham menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai menceritakan kepada kami, dia berkata: Habib Al Mu’allim menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa Nabi menunjuk Ibnu Ummi Maktum sebagai penggantinya untuk mengimami orang-orang di Madinah.581 [5:10] Shahih Ibnu Hibban 2135: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Umayyah bin Bistham menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai menceritakan kepada kami, dia berkata : Habib Al Mu’allim menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya dari Aisyah, bahwa Nabi menunjuk ibnu Ummi Maktum sebagai penggantinya untuk mengimami orang-orang di Madinah.582 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 2136: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepaada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Abu Salamah mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda, “Apabila seseorang dari kalian shalat mengimami orang-orang, percepatlah, karena di antara para makmum ada yang lemah, sakit, atau mempunyai urusan.” [1:95] Shahih Ibnu Hibban 2137: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami dari Ismail bin Abu Khalid, dari Qais bin Abi Hazim, dari Abu Mas'ud, dia berkata, “Seorang laki-laki menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku terlambat dalam menunaikan shalat Subuh ketika si fulan memperlama dalam mengimami shalat.” Rasulullah lalu berdiri dan berkhutbah dengan nada marah. Tidak pernah kulihat beliau lebih marah dari hari itu. Beliau bersabda, 'Wahai kalian semua, sesungguhnya di antara kalian ada orang-orang yang membuat orang lain menjadi lari. Siapa saja di antara kalian shalat, hendaklah meringankannya, karena di antara mereka ada orang yang lemah, tua-renta, dan memiliki keperluan'584 [1:95] Shahih Ibnu Hibban 2138: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Wahd menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza'i menceritakan kepada kami dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Thalhah, bahwa dia mendengar Anas bin Malik berkata, “Aku tidak pernah shalat di belakang orang yang shalatnya lebih ringan dan lebih sempurna daripada shalatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.” 515 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 2139: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa'id menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Aku menunaikan shalat dan ingin memperlamanya, akan tetapi aku mendengar ada suara tangis bayi, maka kuringankan shalatku karena aku tahu ibunya pasti sangat kasihan dengannya."586 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 2140: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Abu Aun, dari Jabir bin Samurah, dia berkata: Umar berkata kepada Sa'd, “Warga Kufah mengeluhkan tentangmu dalam segala hal, sampai dalam masalah shalat.” Sa'd lalu berkata, “Aku memperlama dua rakaat pertama dan mempercepat dua rakaat terakhir. Aku tidak mengurangi shalat yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Umar berkata, “Itulah dugaan kami terhadapmu." 587 Shahih Ibnu Hibban 2141: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Wa'il, dari Abdullah, dia berkata, “Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau memperlama shalatnya hingga dia (Abdullah) berkeinginan melakukan hal yang tidak bagus. Lalu dia ditanya, 'Apa yang kamu inginkan?' Dia menjawab, Aku ingin duduk lalu meninggalkannya'."588 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 2142: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim — maula Tsaqif— mengabarkan kepada kami, dia berkala: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Hazim menceritakan kepadaku, bahwa beberapa orang datang menemui Sahl bin Sa'd. Mereka ragu tentang mimbar, “Dari apa kayunya?" Mereka lalu bertanya kepadanya, dan dia menjawab, “Demi Allah, aku tahu bahan kayunya. Aku melihat sendiri pada hari pertama ketika Rasulullah duduk di atasnya. Beliau mengutus seseorang untuk menemui seorang perempuan —yang namanya disebutkan oleh Sahl— lalu dikatakan kepadanya, 'Suruhlah putramu yang berprofesi sebagai tukang kayu agar membuat mimbar dari kayu untuk tempat dudukku ketika aku berbicara kepada orang-orang’. Perempuan tersebut lalu menyuruh putranya untuk membuatnya. Lalu dibuatlah mimbar dari kayu hutan. Kemudian putranya membawa589 mimbar tersebut. Perempuan tersebut mengutus seseorang untuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau pun menyuruh agar mimbar tersebut dibawa kepadanya lalu diletakkan di sini. Kemudian aku melihat Rasulullah shalat di atasnya, takbir di atasnya, ruku di atasnya, bangun dari ruku di atasnya, lalu mundur ke belakang, kemudian sujud dan naik lagi ke atas mimbar, kemudian kembali lagi. Setelah selesai shalat, beliau menghadap kepada orang-orang dan bersabda, 'Wahai kalian semua, aku melakukan ini agar kalian mengikutiku dan mempelajarinya'. 590 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 2143: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ar-Rabi bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Asy- Syafi'i, dia berkata: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Al A’masy, dari Ibrahim, dari Hammam, dia berkata: Hudzaifah shalat mengimami kami di atas tempat duduk yang tinggi. Dia sujud di atasnya. Abu Mas'ud lalu menariknya dan Hudzaifah591 mengikutinya. Setelah selesai shalat, Abu Mas'ud berkata, "Bukankah hal ini dilarang?” Hudzaifah berkata kepadanya, "Bukankah engkau telah melihatku mengikutimu?” [5:8] Abu Hatim RA berkata, “Bila seseorang menjadi imam dan yang diimami orang-orang yang baru593 masuk Islam, lalu dia berdiri di tempat yang lebih tinggi dari tempat para makmum untuk mengajarkan hukum-hukum shalat kepada mereka secara langsung, maka hal ini diperbolehkan berdasarkan khabar riwayat Sahi bin Sa'd. Akan tetapi apabila alasan ini tidak ada, 594 maka dia tidak boleh shalat di tempat yang lebih tinggi dari tempat para makmum, berdasarkan khabar riwayat Abu Mas'ud, agar tidak ada yang bertentangan antara dua hadits tersebut." Shahih Ibnu Hibban 2144: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid, Ibnu Katsir, dan Al Haudhi menceritakan kepada kami, mereka berkata: Syuhah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Raja mengabarkan kepada kami dari Aus bin Dham'aj, dari Abu Mas'ud Al Badri, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Seseorang yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling pandai membaca Al Qur'an. Apabila bacaan mereka sama, maka yang menjadi imam adalah orang yang paling dahulu berhijrah. Apabila dalam berhijrah mereka sama, maka yang paling tua. Janganlah seseorang mengimami orang lain di rumahnya atau di tendanya, dan janganlah dia duduk di tempat kehormatannya, kecuali dengan seizinnya." Syu’bah berkata: Aku bertanya kepada Ismail bin Raja, “Apa yang dimaksud dengan tempat kehormatannya?” Dia menjawab, “Tempat tidurnya." Al Haudhi tidak menjelaskannya, sehingga aku bertanya kepada Ismail. [2:3] Shahih Ibnu Hibban 2145: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda, “Apabila kalian datang (ke masjid) untuk shalat, janganlah datang dengan berlari, tapi datanglah dengan tenang. Apa yang kalian dapati (bersama imam) shalatlah (kerjakanlah), dan apa yang tertinggal, qadhalah (sempurnakanlah)!”596 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 2146: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Utsman bin Umar mengabarkan kepada kami, Ibnu Abi Dzi'b menceritakan kepada kami dan Az-Zuhri, dari Sa'id bin Al Musayyab dan Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah S A W, beliau bersabda, “Apabila qamat telah dikumandangkan, datanglah dengan tenang. Laksanakanlah apa yang kalian dapatkan (bersama imam), dan sempurnakanlah yang tertinggal”597 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 2147: Abu Yala mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Husain bin Muhammad menceritakan kepada kami, Syaiban menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, dia berkata: Ketika kami shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau mendengar suara langkah kaki. Seusai shalat, beliau memanggil mereka lalu bertanya, "Apa yang kalian lakukan?”Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, kami terburu-buru ketika akan menunaikan shalat.” Beliau lalu bersabda, “Janganlah kalian terburu-buru! Apabila kalian datang (untuk menunaikan) shalat, bersikaplah tenang. Apa yang kalian dapatkan (bersama imam), kerjakanlah, dan apa yang tertinggal oleh kalian, sempurnakanlah”598 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 2148: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Qa’nabi menceritakan kepada kami dari Malik, dari Al Ala bin Abdurrahman, dari ayahnya dan Ishaq Abu Abdillah, keduanya mengabarkan kepadanya, bahwa keduanya mendengar Abu Hurairah berkata: Rasulullah bersabda, “Apabila qamat telah dikumandangkan, janganlah kalian mendatanginya dengan berlari, akan tetapi datangilah dengan tenang. Apa yang kalian dapatkan (bersama imam), kerjakanlah, dan apa yang tertinggal, sempurnakanlah, karena seseorang dari kalian berada dalam shalat (dianggap shalat) selama dia menuju (masjid) untuk shalat.” 599 [2:94] Abu Hatim RA berkata, “Allah berfirman, ‘Hai orang-orang beriman, apabila telah diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu mengingat Allah’. (Qs. Al Jumu'ah [62]: 9) Rasulullah bersabda, ‘Janganlah kalian mendatanginya dengan berlari’ Kata as-sa'yu yang diperintahkan Allah adalah berjalan dengan tenang untuk menunaikan shalat yang biasa dilakukan manusia. Sedangkan as-sa'yu yang dilarang oleh Rasulullah adalah berjalan dengan tergesa-gesa (berlari), 600 karena apabila seseorang berjalan untuk menunaikan shalat, maka setiap langkahnya akan dicatat sebagai kebaikan. Inilah yang telah saya uraikan —yakni tentang arti hadits ini— bahwa orang-orang Arab biasa menggunakan satu kata untuk dua hal yang berbeda, yang pertama diperintahkan dan yang satunya lagi dilarang.” Ishaq Abu Abdillah —maula Zaidah— termasuk golongan tabiin. Demikianlah, sebagaimana dikatakan oleh Abu Hatim RA. Shahih Ibnu Hibban 2149: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Hasyim menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dia berkata: Sa'id menceritakan kepada kami dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Kab bin Ujrah, “Apabila kamu telah berwudhu lalu masuk masjid, janganlah kamu menjalin jari-jemarimu.”602 [2:7] Shahih Ibnu Hibban 2150: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ma'dan Al Harrani menceritakan kepada kami, dia berkata: Sulaiman bin Ubaidillah menceritakan kepada kami dari Ubaidillah bin Amr, dari Zaid bin Unaisah, dari Al Hakam, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Ka*b bin Ujrah, bahwa Nabi bersabda kepadanya, “Wahai Ka'b bin Ujrah, apabila kamu telah berwudhu dengan baik lalu keluar menuju masjid, janganlah kamu menjalin jari-jemarimu, karena kamu sedang berada dalam shalat."603 [2:37] Shahih Ibnu Hibban 2151: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Ubaidillah bin Abdullah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Aku datang dengan mengendarai keledai. Saat itu aku hampir baligh. Ketika itu Rasulullah sedang shalat mengimami orang-orang di Mina604. Aku lalu lewat di depan sebagian shaf lalu turun. Kemudian kulepas keledaiku untuk mencari rumput sendiri. Lalu aku masuk ke dalam shaf. Ternyata Rasulullah tidak mengingkari perbuatanku itu.”605 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 2152: Umar bin Muhammad Al Hamdani dan Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Ahmad bin Abdat menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Mughirah bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Abi Ubaid menceritakan kepadaku, bahwa dia bersama Salamah bin Al Akwa hendak menunaikan shalat Dhuha. Lalu Salamah menuju sebuah tiang (di masjid), kemudian shalat di dekatnya. Lalu kukatakan kepadanya, ‘Jangan shalat di sini’. Aku lalu menunjuk ke sebagian sudut masjid. Dia (Salamah bin Al Akwa) lalu berkata, ‘Aku melihat Rasulullah sering shalat di tempat ini’.” 606 [3:61] Shahih Ibnu Hibban 2153: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Sumay, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Andai orang-orang mengetahui apa yang terdapat dalam adzan dan shaf pertama, kemudian mereka tidak bisa mendapatkannya kecuali dengan mengadakan undian, pasti mereka akan melakukannya. Andai saja mereka mengetahui apa yang terdapat dalam menyegerakan berangkat untuk menunaikan shalat, pasti mereka akan berlomba- lomba di dalamnya. Andai saja mereka mengetahui apa yang terdapat dalam shalat Isya dan shalat Subuh, pasti mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak.”601 [1:83] Shahih Ibnu Hibban 2154: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Marwazi menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami dari Al Amasy, dari Al Musayyab bin Rafi, dari Tamim bin Tharafah, dari Jabir bin Samurah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki masjid, lalu bersabda, ‘Tidakkah kalian membuat shaf seperti para malaikat membuat shaf di hadapan Tuhan mereka?” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana para malaikat membuat shaf?” Beliau menjawab, “Mereka menyempurnakan shaf pertama dan merapatkannya.”608 [1:84] Shahih Ibnu Hibban 2155: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Al Mutsanna* menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Adi menceritakan kepada kami dari Sa'id, ** dari Qatadah, dari Anas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sempurnakan pada shaf terdepan. Apabila kurang, *** sempurnakanlah pada shaf terakhir!'’**** [1:78] Shahih Ibnu Hibban 2156: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Husain bin Mahdi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ikrimah bin Ammar menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abu Salamah, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Orang-orang senantiasa terlambat dalam menempati shaf pertama, sampai Allah memasukkan mereka ke dalam neraka.” 613 [2:62] Shahih Ibnu Hibban 2157: Ahmad bin Muhammad bin Al Husain mengabarkan kepada kami, Syaiban bin Farukh menceritakan kepada kami, Jarir bin Hazim menceritakan kepada kami, aku mendengar Zaid Al Iyami menceritakan dari Thalhah bin Musharrif, dari Abdurrahman bin 'Ausajah, dari Al Barra, dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kami, lalu mengusap bahu dan dada kami, seraya bersabda, "Janganlah kalian menjadikan shaf-shaf kalian itu berbeda, karena akan menyebabkan hati kalian menjadi berbeda. Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya memberikan shalawat pada shaf yang terdepan." 614 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2158: Hajib bin Ar-Rakin Al Hafizh Al Farghani mengabarkan kepada kami di Damaskus, Ahmad bin Abdurrahman bin Bakkar menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami dari Syaiban, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Khalid bin Ma'dan, dari Jubair bin Nufair, dari Al Irbadh bin Sariyah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau mendoakan shaf pertama sebanyak tiga kali dan shaf kedua sebanyak satu kali. 615 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2159: An-Nadhr bin Muhammad bin Al Mubarak Al Abid mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Utsman Al Ajli menceritakan kepada kami, Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami dari Syaiban, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Muhammad bin Ibrahim bin Al Harits: Khalid bin Ma’dan menceritakan kepadanya: Jubair bin Nufair menceritakan kepadanya, bahwa Al Irbadh bin Sariyah menceritakan kepadanya —Al Irbadh termasuk Ahlush- Shuffah— dia berkata, “Rasulullah mendoakan shaf terdepan sebanyak tiga kali dan shaf kedua sebanyak satu kali.” 617 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2160: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Muawiyah bin Hisyam menceritakan kepada kami, Sufyan Ats-Tsauri menceritakan kepada kami dari Usamah bin Zaid, dari Utsman bin Urwah bin Az- Zubair, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya mendoakan shaf-shaf yang sebelah kanan.” 618 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2161: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid menceritakan kepada kami secara imla’, Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Thalhah Al Iyami, dari Abdurrahman bin Ausajah, dari Al Barra, dia berkata, “Rasulullah mengusap bahu dan dada kami, lalu bersabda, “Janganlah kalian menjadikan shaf-shaf kalian itu berbeda, karena akan menyebabkan hati kalian menjadi berbeda. Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya memberikan shalawat pada shaf terdepan’.”619 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2162: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma’syar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Amr Al Bajali menceritakan kepada kami, dia berkata: Zuhair bin Muawiyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku bertanya kepada Al A'masy tentang hadits riwayat Jabir bin Samurah tentang shaf terdepan, maka dia menceritakan kepada kami dari Al Musayyab bin Rafi, dari Tamim bin Tharafah, dari Jabir bin Samurah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Tidakkah kalian membuat shaf seperti para malaikat yang membuat shaf di sisi Tuhan mereka ?”. Kami lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah para malaikat membuat shaf di sisi Tuhan mereka?” Beliau menjawab, “Mereka menyempurnakan shaf terdepan, lalu merapatkannya.”620 [3:53] Shahih Ibnu Hibban 2163: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami di Asqalan, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Usamah bin Zaid mengabarkan kepadaku dari Utsman bin Urwah bin Az-Zubair, dari ayahnya, dari Aisyah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya memberikan shalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf (shalawat dari Allah adalah memberi rahmat [ampunan], sedangkan shalawat dari malaikat adalah memintakan ampunan).621 [1:2] Abu Hatim RA berkata, “Usamah bin Zaid adalah Al-Laits, maula mereka. Dia termasuk penduduk Madinah. Dia orang yang istiqamah, dan shahih kitabnya. Sedangkan Usamah bin Zaid bin Aslam adalah orang Madinah yang lemah. Keduanya hidup sezaman, hanya saja Al-Laitsi lebih dahulu.” Shahih Ibnu Hibban 2164: Al Abbas bin Al Fadhl bin Syadzan Al Muqri Abu Al Qasim menceritakan kepada kami di Rey, Abdurrahman bin Umar Rustah menceritakan kepada kami, Husain bin Hafsh menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya memberikan shalawat kepada orang-orang yang menyambung shaf.” 622 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2165: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, Muhammad menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami dari Simak bin Harb, bahwa dia mendengar An-Nu'man bin Basyir berkata: Rasulullah meluruskan shaf, hingga menjadikannya seperti anak panah atau tombak. Lalu beliau melihat dada seorang laki-laki yang tidak lurus, maka beliau bersabda, “Wahai hamba-hamba Allah, luruskan shaf kalian, atau Allah akan merubah wajah kalian.”623 [1:73] Shahih Ibnu Hibban 2166: Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Al Azhar As-Sajzi menceritakan kepada kami, Muslim bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Aban dan Syu’bah menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Qatadah menceritakan kepada kami dari Anas, bahwa Rasulullah bersabda, “,i>Rapatkan shaf kalian kalian, dekatkan jaraknya, dan luruskanlah dengan bahu. Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, sungguh aku melihat syetan masuk melalui celah-celah shaf seperti kambing kecil hitam.”624 [1:73] Shahih Ibnu Hibban 2167: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, Yahya menceritakan kepada kami, Hisyam menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Yunus bin Jubair, dari Hiththan bin Abdullah Ar-Raqasyi, bahwa Al Asy’ari shalat mengimami para sahabatnya. Ketika dia duduk dalam shalatnya, seorang laki-laki yang hadir berkata, “Shalat ditetapkan dengan kebaikan dan zakat.” Seusai shalat, Al Asy’ari menghadap kepada orang-orang, lalu berkata, “Siapakah yang tadi mengucapkan kata-kata tersebut?” Orang-orang pun terdiam. Dia berkata, “Wahai Hiththan, kamukah yang mengatakannya” Hiththan berkata, “Demi Allah, aku tidak mengatakannya. Aku takut kamu akan mengejekku.” Seorang laki-laki lalu berkata, “Akulah yang mengatakannya, dan aku tidak menginginkan sesuatu kecuali kebaikan.” Al Asy’ari berkata, ‘Tahukah kalian apa yang harus kalian ucapkan saat shalat? Sesungguhnya Rasulullah pernah berkhutbah di hadapan kami untuk mengajarkan Sunnah dan menjelaskan shalat. Beliau bersabda, ‘apabila iqamah telah dikumandangkan, luruskanlah shaf-shaf kalian dan hendaklah ada yang menjadi imam. Apabila dia takbir, takbirlah kalian. Apabila dia membaca, “Waladh-dhaalliin,” bacalah, “Amin”, dan Allah akan mencintai kalian. Apabila dia takbir dan kemudian ruku, maka takbir dan rukulah, karena imam ruku sebelum kalian dan bangun sebelum kalian'. Nabi bersabda, ‘Pada saat itulah kalian melakukannya (apabila imam ruku barulah makmum ruku...). Apabila imam membaca, “Sami'allaahu liman bacalah, "Allaahumma rabbanaa wa lakal hamdu”, karena Allah berfirman melalui lidah Nabi-Nya, “Sami'allaahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memuji-Nya). Apabila dia takbir lalu sujud, maka takbir dan sujudlah, karena imam sujud sebelum kalian dan bangun sebelum kalian ’. Nabi bersabda, ‘ Pada saat itulah kalian melakukannya (yakni ketika imam sujud, barulah makmum sujud...). Apabila imam duduk, hendaklah yang dibaca seseorang dari kalian adalah, ‘At-tahiyyaatush shalawaatu lillaah, assalaamu alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh, assalaamu alaina wa ala ibaadillaahish shaalihiin, asyhadu an laa ilaaha illallaahu wa anna muhammadan abduhu wa rasuuluh’” 625 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 2168: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad dan Ali bin Al Madini menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Humaid bin Al Aswad menceritakan kepada kami, dia berkata: Mush'ab bin Tsabit bin Abdullah bin Az- Zubair menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku datang lalu duduk di suatu tempat, kemudian Muhammad bin Muslim bin Khabbab berkata: Anas bin Malik pernah datang lalu duduk di tempat kamu duduk sekarang. Lalu dia bertanya, ‘Tahukah kamu kayu apa ini?” Kami menjawab, ‘Tidak.” Dia berkata, “Rasulullah apabila berdiri hendak menunaikan shalat, memegang kayu ini dengan tangan kanannya, lalu menoleh dan bersabda, “Luruskan dan ratakan shaf-shaf kalian”.Kemudian beliau memegang dengan tangan kirinya, lalu menoleh dan bersabda, “Luruskan dan ratakan shaf-shaf kalian”.626 Ketika masjid dibongkar, kayu ini hilang. Lalu Umar mencarinya dan menemukannya pada orang-orang bani Amr bin Auf. Mereka mengambilnya dan meletakkannya di masjid mereka, maka dia mengambil kembali kayu tersebut lalu mengembalikannya di tempatnya semula’.” 627 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 2169: Ali bin Al Husain bin Sulaiman mengabarkan kepada kami di Al Fusthath, dia berkata: Muhammad bin Hisyam bin Abi Khiyarah menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, dia berkata: Mis'ar bin Kidam mengabarkan kepada kami dari Simak, dari An-Nu'man bin Basyir, dia berkata, “Rasulullah meluruskan shaf seperti (meluruskan) anak panah.” 628 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 2170: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Mahmud bin Ghailan menceritakan kepada kami, Bisyr bin As-Sari menceritakan kepada kami, Mush'ab bin Tsabit bin Abdullah bin Az- Zubair menceritakan kepada kami, Muhammad bin Muslim bin Habbab menceritakan kepada kami dari Anas bin Malik, bahwa ketika Umar melebarkan masjid, orang-orang lupa dengan kayu yang berada di arah kiblat, maka Anas bertanya, ‘Tahukah kalian untuk apa kayu ini dibuat?’ Mereka menjawab, ‘Tidak.’ Anas berkata, “Sesungguhnya Nabi memegang kayu ini dengan tangan kanannya ketika qamat telah dikumandangkan. Kemudian beliau menoleh dan bersabda, “Ratakan shaf-shaf kalian dan luruskanlah”’. Beliau lalu memegang dengan tangan kirinya, lalu menoleh dan bersabda, “Ratakan shaf-shaf kalian”629 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 2171: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, Khalid bin Al Harits menceritakan kepada kami, Syu’bah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Sempumanakanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf merupakan bagian dari kesempurnaan shalat.”630 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 2172: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami dari Al A’masy, dari Umarah bin Umair Al-Laitsi, dari Abu Ma’mar, dari Abu Mas’ud, dia berkata, “Rasulullah mengusap bahu-bahu kami ketika akan shalat, lalu bersabda, “Luruslah dan jangan berselisih, karena akan menyebabkan hati kalian berselisih. Hendaklah yang berada di dekatku orang-orang yang dewasa dan pandai, kemudian orang- orang yang sesudah mereka, lalu orang-orang yang sesudah mereka’.” Abu Mas’ud berkata, “Sekarang kalian sangat berselisih.” 631 [1:102] Shahih Ibnu Hibban 2173: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami, dia berkata: Humaid Ath-Thawil menceritakan kepadaku dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah menghadapkan wajahnya kepada kami ketika berdiri hendak menunaikan shalat sebelum takbir, lalu bersabda, “Luruskan shaf kalian dan rapatkanlah, karena aku melihat kalian dari belakang punggungku” 632 [5:24] Shahih Ibnu Hibban 2174: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, dia berkata: Syubah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas, dari Nabi , beliau bersabda, “Luruskan shaf kalian, karena lurusnya shaf merupakan bagian dari kesempurnaan shalat.” [1:95] Shahih Ibnu Hibban 2175: Sulaiman bin Al Hasan bin Al Minhal bin Akhi Al Hajjaj Al Aththar mengabarkan kepada kami di Bashrah, dia berkata: Ubaidillah bin Mu'adz bin Mu'adz menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami, dia berkata: Simak menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar An-Nu'man bin Basyir berkhutbah dan berkata, “Rasulullah meluruskan shaf hingga membiarkannya seperti anak panah atau tombak. Lalu beliau melihat dada seorang laki-laki keluar dari shaf (tidak lurus), maka beliau bersabda, “Wahai hamba-hamba Allah, luruskanlah shaf-shaf kalian, atau Allah akan merubah wajah-wajah kalian 634 [1:95] Shahih Ibnu Hibban 2176: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harun bin Ishaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Ghunayyah menceritakan kepada kami dari Zakariya bin Abi Zaidah, dari Abu Al Qasim Al Jadali, dia berkata: Aku mendengar An-Nu'man bin Basyir berkata: Rasulullah menghadapkan wajahnya kepada kami, lalu bersabda, “ Luruskan shaf-shaf kalian —tiga kali—. Demi Allah, kalian harus meluruskan shaf- shaf kalian, atau Allah merubah hati kalian.” An-Nu'man berkata, “Lalu kulihat seorang laki-laki menempelkan tumitnya pada tumit temannya dan bahunya pada bahu temannya.” 635 [1:95] Abu Al Qasim Al Jadali namanya adalah Husain bin Al Harits636. Dia berasal dari suku Qais dan termasuk perawi tsiqah dari Kufah. Shahih Ibnu Hibban 2177: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma’mar mengabarkan kepada kami dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Luruskan shaf kalian dalam shalat, karena lurusnya shaf merupakan bagian dari shalat yang baik."637 [1:95] Shahih Ibnu Hibban 2178: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Katsir Al Abdi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan Ats-Tsauri mengabarkan kepada kami dari Al A'masy, dari Umarah bin Umair, dari Abu Ma'mar, dari Abu Mas'ud, dia berkata: Rasulullah mengusap bahu-bahu kami ketika akan shalat, lalu bersabda, “Janganlah kalian berselisih, karena akan menyebabkan hati kalian berselisih. Hendaklah yang berada di dekatku orang-orang yang dewasa dan pandai, kemudian orang-orang sesudah mereka, lalu orang-orang sesudah mereka."638 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 2179: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Al Qa*nabi menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Al Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Luruskanlah shaf dengan baik saat shalat. Shaf terbaik laki-laki dalam shalat adalah shaf pertama, dan shaf terburuk adalah shaf terakhir. Sebaik-baik shaf perempuan dalam shalat adalah shaf terakhir, dan shaf terburuk adalah shaf pertama’ 639 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 2180: Muhammad bin Zuhair Abu Yala mengabarkan kepada kami di Ubullah, dia berkata: Nadhr bin Ali bin Nashr menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai mengabarkan kepada kami dari Khalid Al Hadzdza, dari Abu Ma'syar, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah, dari Nabi , beliau bersabda, “Hendaklah yang berada di dekatku di antara kalian adalah orang- orang yang dewasa dan pandai, kemudian orang-orang sesudah mereka, lalu orang-orang sesudah mereka. Janganlah kalian berselisih, karena akan menyebabkan hati kalian berselisih. Jauhilah suara bising seperti bisingnya pasar’ 640 [1:95] Abu Hatim RA berkata, “Abu Ma'syar adalah Ziyad bin Kulaib. Dia orang Kufah yang tsiqa. Dia bukan Abu Ma'syar As- Sindi, karena orang ini termasuk perawi dha ’if di Baghdad.” Shahih Ibnu Hibban 2181: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Umar bin Ali bin Atha bin Muqaddam menceritakan kepada kami, dia berkata: Yusuf bin Ya'qub As-Sadusi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sulaiman At-Taimi menceritakan kepada kami dari Abu Mijlaz, dari Qais642 bin Ubad, dia berkata: Ketika aku sedang berdiri shalat di masjid pada shaf pertama di Madinah, tiba-tiba seorang laki-laki menarikku dari belakang dan menggeserku, lalu duduk di tempatku berdiri. Aku pun jadi tidak fokus dalam shalatku. Setelah shalat selesai, kuketahui ternyata dia adalah Ubay bin Ka’b. Dia berkata, “Wahai putra saudaraku, jangan sampai Allah menimpakan keburukan kepadamu. Sesungguhnya ini adalah permohonan dari Nabi kepada kami agar kami berada di dekat beliau.” Dia lalu menghadap kiblat dan berkata, ‘Telah hancur orang-orang yang memiliki peijanjian. 643 Demi Tuhan Kabah —tiga kali—”. Dia lalu berkata, “Demi Allah, aku tidak merasa sedih terhadap mereka, akan tetapi aku sedih terhadap orang-orang yang mereka sesatkan.” Aku pun bertanya, “Siapakah yang engkau maksud?” Dia menjawab, “Para umara (orang-orang pemerintahan).” 644 [4:16] Shahih Ibnu Hibban 2182: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Bisyr bin Bakr menceritakan kepada kami, Al Auza'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al Walid Az-Zubaidi menceritakan kepadaku dari Sa'id Al Maqburi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda, “Apabila seseorang dari kalian shalat lalu melepas kedua sandalnya, janganlah dia mengganggu orang lain dengannya, maka letakkanlah di antara kedua kakinya, atau shalatlah dengan memakainya” 645 [1:26] Shahih Ibnu Hibban 2183: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Yunus bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Iyadh bin Abdullah Al Qurasyi dan yang lain mengabarkan kepadaku dari Sa'id bin Abu Sa'id, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Apabila seseorang dari kalian shalat, hendaklah memakai kedua sandalnya atau melepasnya (dan meletakkannya) di antara kedua kakinya, serta janganlah dia mengganggu orang lain.”646 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 2184: Muhammad bin Ali Ash-Shairafi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Thalut bin Abbad Al Jahdari menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Umar menceritakan kepada kami, dia berkata: Kahmas bin Al Hasan menceritakan kepada kami dari Abu Al Ala, dari ayahnya,bahwa dia pernah melihat Nabi shalat dengan memakai sandal yang disol. 647 [4:1] Shahih Ibnu Hibban 2185: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami dari Hammad bin Salamah, dari Abu Na'amah As-Sa'di, dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata, “Rasulullah shalat mengimami kami. Ketika sedang shalat beliau melepas kedua sandalnya lalu meletakkannya di sebelah kirinya, maka orang-orang pun ikut melepas sandal mereka. Seusai shalat beliau bertanya, “Mengapa kalian melepas sandal kalian?” Mereka menjawab, “Kami melihat engkau melepasnya, sehingga kami pun melepasnya.” Beliau lalu bersabda, “Aku melepasnya bukan karena apa-apa, akan tetapi tadi Jibril mengabarkan kepadaku bahwa padanya terdapat kotoran. Apabila seseorang dari kalian datang ke masjid, lihatlah kedua sandalnya, dan bila ada kotorannya, maka hilangkanlah kotoran tersebut. ”648 [1:78] Shahih Ibnu Hibban 2186: Ibnu Qahthabah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Aban Al Qurasyi menceritakan kepada kami, dia berkata: Marwan bin Muawiyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Hilal bin Maimirn menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Tsabit Yala bin Syaddad bin Aus menceritakan kepada kami dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Berbedalah kalian dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani, karena mereka tidak shalat dengan memakai khuf (kaos kaki kulit) dan tidak pula dengan sandal.”649 Shahih Ibnu Hibban 2187: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Iyadh bin Abdullah menceritakan kepada kami dari Sa'id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “Apabila seseorang dari kalian shalat dan melepas kedua sandalnya, hendaklah dia meletakkannya di antara kedua kakinya dan jangan mengganggu orang lain dengannya.”650 [1:95] Shahih Ibnu Hibban 2188: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada 1rami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsznan bin Umar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Amir Al Khazzaz menceritakan kepada kami dari Abdurrahman bin Qais, dari Yusuf bin Mahik, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda, “Apabila seseorang dari kalian shalat, janganlah meletakkan sandalnya di sebelah kanannya, dan tidak pula di sebelah kirinya, karena akan menyebabkan sandal tersebut berada di sebelah kanan orang lain, kecuali jika di sebelah kirinya ada orang lain, maka letakkanlah di antara kedua kakinya” 651 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 2189: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Haudzah bin Khalifah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abbad bin Ja'far menceritakan kepadaku suatu hadits yang di-marfu -kannya kepada Abu Salamah bin Sufyan dan Abdullah bin Amr, dari Abdullah bin As-Sa'ib, dia berkata, “Aku bersama Rasulullah pada hari penaklukkan Makkah. Beliau shalat di dalam Ka’bah dengan melepas kedua sandalnya, lalu meletakkannya di sebelah kirinya. Beliau membaca surah Al Mu'minuun. Ketika sampai pada cerita Nabi Isa atau Nabi Musa, beliau batuk lalu ruku”. 652 [5:8] Shahih Ibnu Hibban 2190: Ibnu Khuzaimah, Umar bin Muhammad653 Al Hamdani dan yang lain mengabarkan kepada kami, mereka berkata: Muhammad bin Abdullah bin Bazi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ziyad bin Abdullah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Juhadah, dari Amr bin Dinar, dari Atha bin Y asar, dari Abu Hurairah, dia beikata: Rasulullah bersabda, “Apabila muadzin telah mengumandangkan qamat, janganlah menunaikan shalat, kecuali shalat fardhu.”654 [2:89] Shahih Ibnu Hibban 2191: Bakr bin Muhammad bin Abdul Wabbab Al Qazzaz mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Muawiyah Al Jumahi menceritakan kepada kami, dia berkata: Tsabit bin Yazid menceritakan kepada kami dari Ashim Al Ahwal, dari Abdullah bin Sarjis, bahwa seorang laki-laki masuk masjid setelah qamat dikumandangkan, sementara Nabi sedang shalat. Orang tersebut sbalat dua rakaat (shalat sunah) lalu masuk ke dalam shaf. Setelah Nabi selesai shalat, beliau bersabda "Mana yang kamu perhitungkan atau mana yang kamu harapkan pahalanya, shalatmu bersama kami atau shalatmu yang sendirian?”655 [2:89] Shahih Ibnu Hibban 2192: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Daud bin Syabib menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Ashim Al Ahwal, dari Abdullah bin Saijis yang pernah hidup sezaman dengan Nabi , bahwa Rasulullah shalat fajar, lalu datanglah seorang laki-laki yang kemudian shalat sunah fajar di belakang beliau. Kemudian setelah itu dia bergabung bersama orang-orang (dalam shalat jamaah). Seusai shalat, Rasulullah bersabda kepada orang tersebut, “Mana shalat yang kamu anggap, shalatmu yang sendirian ataukah shalatmu bersama kami?”656 [2:89] Shahih Ibnu Hibban 2193: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Zakariya bin Ishaq mengabarkan kepada kami dari Amr bin Dinar, dari Atha bin Yasar, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, “Apabila qamat telah dikumandangkan, tidak boleh shalat kecuali fardhu” 657 [2:89] Shahih Ibnu Hibban 2194: Muhammad bin Ali bin Al Ahmar Ash-Shairafi mengabarkan kepada kami di Bashrah, dia berkata: Al Abbas bin Al Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, dia berkata: Wuhaib bin Khalid menceritakan kepada kami dari Unaisah Al A’war, dari Al Hasan, bahwa Abu Bakrah masuk masjid saat Nabi sedang ruku. Lalu dia ruku dan berjalan menuju shaf untuk bergabung dengannya, maka Nabi bersabda kepadanya, “Semoga Allah menambah semangatmu dan jangan kamu ulangi lagi.”658 [1:33] Shahih Ibnu Hibban 2195: Abdullah bin Qahthabah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Al Miqdam Al Ijli menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa'id bin Abi Arubah menceritakan kepada kami dari Ziyad Al A'lam, dari Al Hasan, dari Abu Bakrah, bahwa Dia masuk masjid saat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang ruku. Abu Bakrah berkata, “Lalu aku ruku di belakang shaf, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Semoga Allah menambah semangatmu dan jangan kamu ulangi lagi’.” [1:33] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini termasuk bagian dari apa yang telah kami uraikan dalam Fushul As-Sunan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terkadang melarang sesuatu dalam perbuatan yang telah diketahui, dan pelakunya berdosa bila melanggarnya, bila orang tersebut telah mengetahui larangan tersebut. Sementara perbuatan itu sendiri tetap diperbolehkan. Seperti larangan bagi seorang laki-laki untuk melamar perempuan yang telah dilamar saudaranya, atau menawar barang yang telah ditawar saudaranya. Bila seseorang melamar perempuan yang telah dilamar saudaranya setelah dia mengetahui larangan tersebut, maka dia berdosa, tapi nikahnya sah. Begitu pula sabda Nabi kepada Abu Bakrah, ‘Semoga Allah menambah semangatmu dan jangan kamu ulangi lagi’. Apabila dia mengulangi perbuatan tersebut, padahal dia telah mengetahui larangan tersebut, maka dia berdosa karena melanggar larangan, akan tetapi shalatnya tetap sah. Lagi pula, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membolehkan hal ini pada Abu Bakrah, yang merupakan pengecualian dari larangan beliau dalam khabar riwayat Wabishah, seperti muzabanah dan ariyyah. Seandainya shalat yang dilakukan Abu Bakrah tersebut tidak sah, tentu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam akan menyuruhnya mengulanginya. Adapun redaksi, ‘jangan kamu ulangi’, maksudnya adalah jangan mengulangi lagi perbuatan datang terlambat dalam menunaikan shalat, dan maksudnya bukan tidak boleh bergabung dengan shaf setelah takbir.” Shahih Ibnu Hibban 2196: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim —maula Tsaqif— mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Asy’ats menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ulayyah menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Abdullah bin Sa'id bin Jubair, dari ayahnya, dia berkata: Ibnu Abbas berkata, Aku menginap* di rumah bibiku, Maimunah. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bangun untuk shalat. Aku pun berdiri untuk shalat (menjadi makmum). Aku berdiri di sebelah kiri beliau, maka beliau memegang kepalaku dan menggeserku ke sebelah kanan beliau. ** [5:8] Shahih Ibnu Hibban 2197: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amr bin Zurarah menceritakan kepada kami, dia berkata: Hatim bin Ismail menceritakan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Mujahid Abu Hazrah menceritakan kepada kami dari Ubadah bin Al Walid bin Ubadah bin Ash-Shamit, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Kami berjalan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika hari telah sore* dan kami berada di dekat mata air Arab, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Adakah yang mau mendahului kami dengan pergi ke telaga (mata air) lalu minum dan memberi kami minum dengannya?” Aku pun berdiri, lalu kukatakan, “Wahai Rasulullah, ini baru satu orang.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Siapakah yang mau menemani Jabir?” Jabbar bin Shakhr berdiri. ** Lalu kami pergi ke mata air tersebut, kemudian mengambil dan menarik satu ember atau dua ember. Setelah itu kami menyumbat mata air tersebut (agar airnya tidak mengalir), kemudian mengisi ember dengan air sampai penuh. Ternyata yang pertama muncul adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau pun bertanya, “Apakah kalian berdua sudah adzan?” Kami menjawab, “Sudah, wahai Rasulullah.” Beliau mendekatkan kepala untanya pada air sehingga unta tersebut minum, kemudian beliau memegang tali kekangnya sehingga unta tersebut kencing. Lalu beliau menepikannya dan menderumkannya. Kemudian beliau menuju telaga, lalu berwudhu. Aku lalu berdiri dan berwudhu di tempat wudhu Rasulullah, sementara Jabbar bin Sakhr menyelesaikan keperluannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian berdiri untuk shalat. Saat itu aku memakai kain selimut (serban) yang kedua tepinya aku silangkan, tapi ternyata tidak cukup bagiku. Dia bergoyang-goyang sehingga aku membaliknya dan menyilangkan kedua tepinya. Lalu aku datang dan berdiri di sebelah kiri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau memegang tanganku dan menggeserku ke sebelah kanannya. Kemudian Jabbar bin Shakhr datang lalu berwudhu, kemudian dia berdiri di sebelah kiri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau memegang kami dengan kedua tangannya sekaligus dan menggeser kami ke belakangya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetap memandangku tanpa aku sadari. Kemudian aku sadar dan beliau memberi isyarat dengan tangannya “Ikatlah.” *** Seusai shalat beliau bersabda, "Wahai Jabir!" Aku berkata, "Aku, wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Apabila pakaianmu lebih besar, silangkanlah kedua tepinya. Tapi bila sempit****, ikatkanlah ke pinggangmu." ***** [5:8] Shahih Ibnu Hibban 2198: Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan mengabarkan kepada kami di Raqqah dan Ar-Rafiqah sekaligus, dia berkata: Hakim bin Saif669 Ar-Raqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Amr menceritakan kepada kami dari Zaid bin Abi Unaisah, dari Amr bin Murrah, dari Hilal bin Yisaf Al Asyja'i, dari Amr bin Rasyid, dari Wabishah bin Mabad bin Al Harits Al Asadi, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki yang shalat sendirian di belakang shaf, maka beliau menyuruhnya mengulangi shalatnya. * [1:33] Shahih Ibnu Hibban 2199: Muhammad bin Ahmad bin Abi Aun mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Qudaid Ubaidillah bin Fadhalah menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Hajjaj bin Muhammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu’bah menceritakan kepada kami dari Amr bin Murrah, dari Hilal bin Yisaf, dari Amr bin Rasyid, dari Wabishah bin Ma’bad, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki shalat sendirian di belakang shaf, maka beliau menyuruhnya mengulang shalatnya. * [1:33] Shahih Ibnu Hibban 2200: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Zakariya bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami dari Hushain, dari Hilal bin Yasaf, dia berkata: Ziyad bin Abi Al Ja'd memegang tanganku ketika kami berada di Raqqah, lalu dia menghadapkanku pada seorang tua dari bani Asad bernama Wabishah bin Ma'bad. Dia berkata, “Orang tua ini menceritakan kepadaku bahwa seorang laki-laki shalat sendirian di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tanpa bergabung dengan seorang pun (yang sama-sama makmum), maka beliau menyuruhnya mengulang shalatnya.” * [1:33] Abu Hatim RA berkata, “Hilal bin Yasaf mendengar Khabar ini dari Amr bin Rasyid, dari Wabishah bin Ma'bad. Dia mendengarnya dari Ziyad bin Abi Al Ja'd, dari Wabishah. Dua jalur ini sama-sama mahfuzh.” ** Shahih Ibnu Hibban 2201: Abdullah bin Muhammad mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin* Ziyad bin Abi Al Ja'd menceritakan kepada kami dari pamannya, Ubaid bin Abi Al Ja'd, dari ayahnya, Ziyad bin Abi Al Ja'd, dari Wabishah bin Ma'bad, bahwa Seorang laki-laki shalat sendirian di belakang shaf, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengulang shalatnya. ** [1:33] Shahih Ibnu Hibban 2202: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, dia berkata: Mulazim bin Amr menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Badr menceritakan kepada kami dari Abdurrahman bin Ali bin Syaiban, dari ayahnya, yang merupakan salah satu utusan. Dia berkata: Kami menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu shalat di belakang beliau. Seusai shalat, beliau melihat seorang laki-laki shalat sendirian, maka beliau mengamatinya sampai orang tersebut selesai shalatnya, lalu beliau bersabda kepadanya, “Lakukan kembali shalatmu, karena tidak sah shalatnya orang yang sendirian di belakang shaf.”676 [1:33] Shahih Ibnu Hibban 2203: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abi As-Sari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Mulazim bin Amr menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Badr menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ali bin Syaiban Al Hanafi menceritakan kepadaku, dia berkata: Ayahku, Ali bin Syaiban, menceritakan kepadaku. Dia merupakan anggota rombongan bani Hanifah yang datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Dia berkata, Aku shalat di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Seusai shalat, beliau mengamati seorang laki-laki shalat sendirian di belakang shaf, maka beliau bertanya kepadanya, "Beginikah kamu shalat?" Dia menjawab, "Ya." Lalu Beliau bersabda, "Ulangi shalatmu! karena tidak (sah) shalatnya orang yang shalat sendirian di belakang shaf." 677 [1:33] Shahih Ibnu Hibban 2204: Muhammad bin Abdurrahman Ad-Daghuli mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Hajjaj bin Muhammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Juraij berkata: Ziyad bin Sa'd mengabarkan kepadaku: Qaza’ah —maula Abdul Qais— mengabarkan kepadanya: Aku mendengar Ikrimah berkata: Ibnu Abbas berkata, Aku shalat di samping Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sementara 'Aisyah ikut shalat bersama kami di belakang kami. Aku berada di samping Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ikut shalat bersamanya. 678 [1:33] Shahih Ibnu Hibban 2205: Umar bin Sa’id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Ishaq bin Abdullah bin Abi Thalhah, dari Anas bin Malik, bahwa Neneknya, Mulaikah, mengundang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam makan di tempatnya, maka beliau datang dan makan. Beliau kemudian bersabda, “Bangunlah kalian, aku akan mengimami kalian.” Aku pun berdiri di atas tikar hitam usang yang telah lama dipakai. Aku memercikkan air di atasnya, lalu Rasulullah berdiri di atasnya. Aku dan si yatim membentuk shaf di belakang beliau, sementara nenek di belakang kami. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat mengimami kami dua rakaat. Setelah itu beliau pergi. 679 [1:33] Shahih Ibnu Hibban 2206: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, dia berkata: Syubah menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Abdullah bin Al Mukhtar menceritakan dari Musa bin Anas bin Malik, dari Anas bin Malik, bahwa Dia bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ibunya, dan bibinya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat mengimami mereka dengan menempatkan Anas di sebelah kanannya, sementara ibu dan bibinya di belakang keduanya. 680 [1:33] Abu Hatim RA berkata, “Sebagian Imam kami menganggap khabar riwayat Ishaq bin Abi Thalhah dari Anas sebagai khabar ringkas, sementara khabar riwayat Musa bin Anas ini sebagai khabar yang merincinya. Mereka mengklaim bahwa Ummu Sulaim shalat bersama bibinya Anas bin Malik. Padahal, menurut kami tidak demikian, karena keduanya shalat di dua tempat yang berbeda dan bukan pada satu shalat saja.” Shahih Ibnu Hibban 2207: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Umar bin Musa Al Hadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah dan Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Tsabit, dari Anas, dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat mengimami kami di atas karpet. Beliau memposisikanku di sebelah kanannya, sementara Ummu Sulaim dan Ummu Haram di belakang kami.” 681 [1:33] Abu Hatim RA berkata, “Khabar ini merupakan penjelasan terang bahwa shalat ini bukan shalat yang diriwayatkan oleh Ishaq bin Abi Thalhah dari Anas, karena pada shalat tersebut Anas dan si yatim berdiri di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sementara sang nenek berdiri sendirian di belakang mereka. Saat itu mereka shalat di atas karpet. Sedangkan dalam shalat ini Anas berdiri di sebelah kanan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sementara Ummu Sulaim dan Ummu Haram berdiri di belakang keduanya. Saat itu mereka shalat di atas tikar. Jadi, jelaslah bahwa shalat tersebut merupakan dua shalat dan bukan satu shalat." Shahih Ibnu Hibban 2208: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, dia berkata: ayahku mengabarkan kepada kami dari Syu'bah, dari Ayyub, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi , beliau bersabda,"Bila kaum perempuan minta izin kepada kalian untuk pergi ke masjid, berilah mereka izin"1 [1:62] Shahih Ibnu Hibban 2209: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Al Abbas bin Al Walid An-Nursi menceritakan kepada kami, Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Umar menceritakan kepada kami, Nafi' mengabarkan kepadaku dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah bersabda"Janganlah kalian larang hamba-hamba perempuan Allah pergi ke masjid"2 [1:62] Shahih Ibnu Hibban 2210: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Jarir dan Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami dari Al A'masy, dari Mujahid, dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah bersabda,"Berilah izin kepada kaum perempuan untuk pergi ke masjid pada malam hari" Sebagian putranya berkata,"Jangan engkau beri mereka izin, karena akan menimbulkan kerusakan." Ibnu Umar berkata,"Semoga Allah menghukummu atas apa yang kamu ucapkan. Aku mengatakan, 'Rasulullah bersabda, tapi kamu malah mengatakan 'Jangan engkau beri izin'." 4 [1:62] Shahih Ibnu Hibban 2211: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, Musaddad menceritakan kepada kami dari Bisyr bin Al Mufadhdhal, dari Abdurrahman bin Ishaq, dari Muhammad bin Abdullah bin Amr bin Utsman, dari Busr bin Sa'id, dari Zaid bin Khalid, bahwa Rasulullah bersabda,"Janganlah kalian larang hamba-hamba perempuan Allah pergi ke masjid, dan mereka hendaknya keluar dengan tanpa memakai minyak wangi."5 [1:62] Shahih Ibnu Hibban 2212: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Manshur bin Abi Muzahim menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Sa'd menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Muhammad bin Abdullah bin Amr bin Hisyam, dari Bukair bin Abdullah bin Al Asyaj, dari Busr bin Sa'id, dari Zainab Ats-Tsaqafiyyah, isteri Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah bersabda kepadanya, ''Bila kamu keluar (ke masjid) untuk shalat Isya, maka janganlah memakai minyak wangi."6 [1:62] Shahih Ibnu Hibban 2213: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami dari Ibnu Numair, dia berkata: aku mendengar Az-Zuhri berkata: Humaid bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku bahwa Ubaidillah bin Abdullah bin Umar mengabarkan kepadanya, bahwa dia mendengar ayahnya berkata: Rasulullah bersabda, ''Bila isteri salah seorang dari kalian minta izin pergi ke masjid, janganlah melarangnya" Bilal bin Abdullah bin Umar berkata,"Demi Allah, kami akan melarang mereka." Mendengar itu Ubaidillah berkata,"Maka Abdullah bin Umar mencacinya dengan cacian yang sangat pedas yang belum pernah kudengar sebelumnya. Lalu dia berkata, 'Kamu mendengarku mengatakan, Rasulullah bersabda,"Bila isteri salah seorang dari kalian minta izin pergi ke masjid, janganlah melarangnya", tapi kamu malah mengatakan,"Demi Allah, kami akan melarang mereka." 7 [2:5] Shahih Ibnu Hibban 2214: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amr bin Ali bin Bahr menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda,"Janganlah kalian larang hamba-hamba perempuan Allah pergi ke masjid, dan hendaklah mereka keluar dengan tanpa memakai minyak wangi"8 [2:5] Shahih Ibnu Hibban 2215: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Hakim menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Ajlan menceritakan kepada kami, dia berkata: Bukair bin Abdullah bin Al Asyaj menceritakan kepada kami dari Busr bin Sa'id, dari Zainab, isteri Abdullah bin Mas'ud, bahwa dia mendengar Nabi bersabda,"Bila salah seorang dari kalian (kaum perempuan) menunaikan shalat Isya, janganlah dia memakai minyak wangi"9 [2:5] Shahih Ibnu Hibban 2216: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Qawariri menceritakan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Al Mufadhdhal menceritakan kepada kami dari Abdurrahman bin Ishaq, dari Abu Hazim, dari Sahi bin Sa'd, dia berkata,"Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kaum perempuan yang shalat dilarang mengangkat kepala mereka sebelum kaum lelaki duduk di tanah, dikarenakan pakaian mereka yang sempit." 10 Bisyr berkata,"Aku mendengarnya dari Abu Hazim" [2:7] Shahih Ibnu Hibban 2217: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Harun bin Ma'ruf menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Daud bin Qais11 menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Suwaid Al Anshari, dari bibinya, Ummu Humaid, isteri Abu Humaid As-Sa'idi, bahwa dia menemui Nabi dan berkata,"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku suka shalat bersamamu." Nabi bersabda,"Aku tahu bahwa kamu suka shalat bersamaku, padahal shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di kamarmu, shalatmu di kamarmu lebih baik daripada shalatmu di rumah besarmu, shalatmu di rumah besarmu lebih baik daripada shalatmu di masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik daripada shalatmu di masjidku ini." Abdullah berkata,"Maka dibangunlah sebuah masjid di tempat yang paling jauh dari rumahnya dan paling gelap. Dia pun shalat di masjid tersebut sampai menghadap Allah Jalla wa Ala (wafat)." 12 [1:2] Shahih Ibnu Hibban 2218: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bundar menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Yahya bin Hani', dari Abdul Hamid bin Mahmud, dia berkata: Aku shalat di samping Anas bin Malik di antara tiang-tiang. Maka dia berkata,"Kami menghindari hal ini pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam."13 [2:96] Shahih Ibnu Hibban 2219: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Hakim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Qutaibah dan Yahya bin Hammad menceritakan kepada kami dari Harun Abi Muslim, dari Qatadah, dari Mu'awiyah bin Qurrah, dari ayahnya, dia berkata,"Kami dilarang shalat di antara tiang-tiang dan dicegah dengan keras." 14 [2:96] Shahih Ibnu Hibban 2220: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Ayyub bin Nafi', dari Ibnu Umar, dia berkata,"Aku pernah bertanya kepada Bilal, Dimana Rasulullah shalat saat masuk ke dalam Ka'bah?' Dia menjawab, 'Di antara dua tiang lama'." Ibnu Umar berkata,"Aku lupa menanyakan kepadanya berapa rakaat beliau shalat?" 15 [1:96] Abu Hatim berkata,"Perbuatan ini, yakni shalat di antara tiang-tiang adalah bila shalatnya berjamaah. Sedangkan bila sendirian, maka diperbolehkan." Shahih Ibnu Hibban 2221: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami j dia berkata: Yunus bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub mengabarkan kepada kami dari Abdurrahman bin Harmalah, dari Abu Ali Al Hamdani, dia berkata: Aku mendengar Uqbah bin Amir berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda,"Barangsiapa mengimami orang-orang pada waktu yang tepat dan menyempurnakan shalatnya, maka dia dan mereka akan memperoleh (pahala). Dan barangsiapa yang kurang dalam menunaikannya, maka dia yang memperoleh (dosanya) sedang mereka tidak"16 [3:16] Shahih Ibnu Hibban 2222: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya menceritakan kepada kami dari Hajjaj Ash-Shawwaf dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, dari Nabi, beliau bersabda, "Bila qamat telah dikumandangkan, janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku"17 [2:9] Shahih Ibnu Hibban 2223: Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad Ad-Daghuli mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Musykan menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah bersabda,"Bila qamat telah dikumandangkan, maka janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku keluar mendatangi kalian."18 [2:9] Shahih Ibnu Hibban 2224: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Abbad bin Ziyad mengabarkan kepadaku bahwa Urwah bin Al Mughirah bin Syu'bah mengabarkan kepadanya, bahwa dia mendengar ayahnya berkata: Pada perang Tabuk aku dan Rasulullah berangkat sebelum fajar. Lalu beliau menderumkan ontanya dan pergi ke tanah lapang. Kemudian beliau mendatangiku, lalu kutuangkan air dalam ember ke tangannya. Maka beliau membasuh kedua telapak tangannya dan wajahnya, lalu membuka kedua lengannya dan mengencangkan saku jubahnya. Kemudian beliau memasukkan kedua tangannya dan mengeluarkannya dari bawah jubah lalu membasuhnya sampai ke siku, lalu mengusap kepalannya dan berwudhu di atas Khuf-nya. Kemudian beliau, naik ontanya dan kami berjalan hingga mendapati orang-orang sedang shalat. Mereka mengangkat Abdurrahman bin Auf sebagai imam dan dia shalat mengimami mereka. Kami dapati Abdurrahman telah ruku pada rakaat pertama shalat fajar. Maka Rasulullah bersama kaum muslimin berdiri di belakang Abdurrahman bin Auf untuk mengikuti rakaat kedua dari shalat fajar tersebut. Setelah Abdurrahman salam, Rasulullah berdiri untuk menyempurnakan shalatnya. Maka kaum muslimin kaget dan banyak membaca Tasbih karena telah mendahului Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah Rasulullah salam, beliau bersabda kepada mereka,"Kalian telah menunaikannya dengan baik dan benar." 19 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 2225: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Uqbah bin Mukram menceritakan kepada kami, Yunus bin Bukair mengabarkan kepada kami, Ja'far bin Burqan menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Hamzah dan Urwah, dua putra Al Mughirah bin Syu'bah, dari ayah keduanya, Al Mughirah, dia berkata,"Rasulullah keluar ke tanah lapang lalu kembali lagi. Maka kutuangkan air dari ember untuknya. Lalu beliau membasuh wajahnya kemudian membuka kedua lengannya, lalu mengencangkan saku jubahnya yang terbuat dari bulu Rumiyah. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam celah yang berada di tengahnya lalu membasuh kedua tangannya sampai siku. Kemudian beliau mengusap kepalanya dan mengusap bagian atas Khuf-nya. Setelah itu beliau berangkat dan aku ikut bersamanya. Ternyata beliau mendapati orang- orang sedang shalat. Maka beliau berdiri dalam shaf sementara Abdurrahman bin Auf mengimami mereka. Kami mendapatinya telah shalat satu rakaat sehingga kami shalat bersamanya satu rakaat. Setelah dia salam, Rasulullah bangun dan menyempurnakan shahitnya. Maka orang-orang pun kaget. Setelah selesai shalat, Rasulullah bersabda,"Kalian telah menunaikan dengan benar dan baik. Bila imam terlambat mendatangi kalian (karena suatu urusan) sementara waktu shalat telah tiba, angkatlah salah seorang laki-laki dari kalian untuk mengimami kalian."20 [1:78] Ja'far bin Burqan mengurangi sanad Khabar ini dan tidak menyebut Abbad bin Ziyad, karena Az-Zuhri mendengar Khabar ini dari Abbad bin Ziyad dari Urwah bin Al Mughirah bin Syu'bah, dan dia mendengarnya dari Hamzah bin Al Mughirah dari ayahnya. Demikian sebagaimana dikatakan oleh Abu Hatim. Shahih Ibnu Hibban 2226: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi dan Muhammad bin Katsir Al Abdi serta Hafsh bin Umar Al Haudhi menceritakan kepada kami mereka berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ishaq mengabarkan kepadaku, dia berkata: aku mendengar Abdullah bin Yazid berkata: Al Barra' —dia bukanlah pendusta— menceritakan kepada kami, bahwa orang-orang ketika shalat bersama Nabi , mereka berdiri sampai melihat beliau sujud, lalu mereka ikut sujud. 21 [4:50] Shahih Ibnu Hibban 2227: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata; Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami dan Kamil bin Thalhah Al Jahdari menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Abdullah bin Yazid, dia berkata: Al Barra' menceritakan kepada kami —dia bukanlah seorang pendusta—, dia berkata,"Bila kami shalat di belakang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kami tetap berdiri sampai kami melihatnya sujud lalu kami ikut sujud." 22 [4:50] Shahih Ibnu Hibban 2228: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Umar bin Aban menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrahim bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Abu Ayyub Al Ifriqi, dari Shafwan bin Sulaim, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Abu Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda,"Nanti akan ada sekelompok orang yang menunaikan shalat. Jika mereka menunaikannya dengan sempurna, maka kalian dan mereka akan mendapatkan (pahala). Tapi jika mereka kurang dalam menunaikannya, maka mereka akan mendapatkan (dosa) sedang kalian mendapatkan (pahala).'" 23 [3:66] Abu Hatim berkata,"Abu Ayyub Al Ifriqi, namanya adalah Abdullah bin Ali. Dia termasuk perawi Tsiqah dari Kufah." Shahih Ibnu Hibban 2229: Abu Ya'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya bin Sa'id Al Qaththan menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, dia berkata: Ibnu Ajian menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya bin Habban menceritakan kepadaku dari Ibnu Muhairiz, dari Muawiyah bin Abi Sufyan, dia berkata: Rasulullah bersabda,"Janganlah kalian mendahului aku dalam ruku dan sujud, karena meskipun aku mendahului kalian ketika ruku, kalian akan mendapatiku saat aku sujud; dan meskipun aku mendahului kalian saat sujud, kalian akan mendapatiku ketika aku bangun. Sesungguhnya aku telah berusia lanjut"24 [2:43] Shahih Ibnu Hibban 2230: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, dia berkata: Laits bin Sa'd menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dari Muhammad bin Yahya, dari Ibnu Muhairiz: Dia mendengar Muawiyah berpidato di atas podium: Rasulullah bersabda,"Janganlah kalian mendahului aku ketika ruku dan sujud, karena aku sudah tua. Meskipun aku mendahului kalian ketika ruku, kalian akan mendapatiku ketika aku bangun, dan meskipun aku mendahului kalian ketika sujud, kalian akan mendapatiku saat aku bangun."25 [2:3] Shahih Ibnu Hibban 2231: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Sa'd bin Ibrahim menceritakan kepada kami, pamanku menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishaq, Abdullah bin Abu Bakar menceritakan kepadaku dari Abu Az-Zinad, dari Al A'raj, dari Abu Hurairah, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda,"Wahai kalian semua, sesungguhnya aku telah tua atau kelebihan lemak, maka janganlah kalian mendahuluiku saat ruku dan sujud. Akulah yang akan mendahului kalian karena kalian akan mendapati apa yang tertinggal "26 Shahih Ibnu Hibban 2232: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabaikan kepada kami, dia berkata: Abdul Jabbar bin Al Ala' menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Dinar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ma'bad mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Abbas, dia berkata,"Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan bacaan Takbir."27 Shahih Ibnu Hibban 2233: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Hindun Binti Al Harits Al Firasiyyah mengabarkan kepadaku, bahwa Ummu Salamah, isteri Nabi mengabarkan kepadanya, bahwa kaum perempuan pada masa Rasulullah bila telah salam dari shalat (selesai shalat), mereka berdiri, sementara Rasulullah dan para Sahabatnya tetap duduk di tempatnya. Bila Rasulullah bangkit, maka kaum lelaki baru bangkit. 28 [5:94] Shahih Ibnu Hibban 2234: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Umar menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus bin Yazid mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Hindun binti Al Harits, dari Ummu Salamah, dia berkata,"Adalah kaum perempuan pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bila mereka telah salam dari shalat fardhu, mereka berdiri, sementara Rasulullah tetap duduk di tempatnya dan juga kaum lelaki yang shalat di belakangnya. Bila Rasulullah bangkit, maka kaum lelaki baru bangkit." 29 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 2235: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Ziyad Al A'lam, dari Al Hasan, dari30 Abu Bakrah, bahwa pada suatu hari Nabi bertakbir dalam shalat Subuh, kemudian beliau memberi isyarat kepada mereka31, kemudian beliau beranjak, lalu mandi, kemudian datang kembali, sementara air masih menetes di kepalanya, dan beliau mengimami mereka.32 Abu Hatim berkata, "Perkataan Abu Bakrah, 'Beliau shalat mengimami mereka33,' maksudnya adalah, beliau memulai dengan takbir baru dan bukan berarti beliau kembali untuk kemudian melanjutkan shalat yang tadi sudah dilakukan dalam keadaan berhadats, sebab merupakan hal yang*mustahil bila Rasulullah pergi mandi lalu meninggalkan orang-orang, sementara mereka tetap berdiri shalat tanpa imam sampai beliau kembali ke tempat shalatnya. Barangsiapa menjadikan khabar tersebut sebagai dalil dan hujjah tentang diperbolehkannya melaksanakan shalat yang sempat terputus, maka konsekuensinya dia tidak diperkenankan merusak diamnya makmum yang tanpa imam dalam kurun waktu seperti keluarnya Rasul dari jamaah, mandi, dan kembali34 lagi ke dalam jamaah, tanpa ada bacaan dari mereka. Jadi, ketika mereka mengatakan hal itu tidak boleh35, berarti kesimpulan kamilah yang benar, bahwa melanjutkan shalat yang tadinya sempat dibatalkan (bina' shalah) tidak diperbolehkan. Di sisi lain, mereka berpendapat bahwa membaca di belakang imam hukumnya wajib. Hanya ada dua perkara yang berkaitan dengan masalah ini, yaitu apakah membolehkan36 makmum berdiri dalam shalat tanpa membaca bacaan surah dan tanpa imam selama waktu yang telah kami sebutkan sebagaimana sebelumnya, atau37 membolehkan mereka membaca di belakang imam dalam waktu yang kami sebutkan tanpa ada imam di depan mereka." [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2236: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami dari Shalih, dari Ibnu Syihab, dia berkata: Abu Salamah menceritakan kepadaku, bahwa Abu Hurairah berkata: Rasulullah keluar setelah iqamah shalat dan shaf-shaf sudah diluruskan. Beliau berdiri di tempatnya dan kami menunggu beliau takbir. Tapi beliau justru beranjak pergi dan berkata, "Tetap di tempat kalian!" Beliau lalu masuk ke rumah beliau dan kami hanya menunggu dalam posisi kami sampai beliau keluar dalam keadaan air masih menetes di kepalanya karena beliau baru saja mandi." 38 Abu Hatim (Ibnu Hibban) berkata, "Kedua perbuatan ini dilaksanakan dalam waktu yang berbeda. Suatu ketika beliau keluar dan bertakbir, kemudian beliau ingat bahwa masih dalam keadaan junub sehingga langsung beranjak dan mandi. Sedangkan di lain waktu beliau ingat sedang junub sebelum takbir, sehingga beliau langsung beranjak mandi, kemudian kembali lagi dan mengimami shalat. Tidak ada kontradiksi dalam dua khabar ini."39 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2237: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Jarir bin Abdul Hamid menceritakan kepada kami dari Ashim Al Ahwal, dari Isa bin Haththan, dari Muslim bin Sallam, dari Ali bin Thalq Al Hanafi, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian mengeluarkan angin (kentut) tanpa bunyi, maka hendaklah dia beranjak, kemudian berwudhu, lalu mengulang shalatnya, dan jangan menyetubuhi wanita dari dubur".40 Tidak ada yang menyebutkan kalimat "hendaklah dia mengulang shalatnya" kecuali Jarir, sebagaimana dikatakan oleh Abu Hatim. Hadits tersebut menjadi dalil bahwa melanjutkan shalat yang tadinya sudah diawali dalam keadaan berhadats tidak dibolehkan. [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2238: Amr bin Umar bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami di Nashibain, Umar bin Syabbah menceritakan kepada kami Umar bin Ali Al Muqaddami menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang kalian berhadats ketika sedang shalat maka hendaklah memegang hidungnya, haru kemudian beranjak keluar":41 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2239: Al Hasan bin Sufyan mengabaikan kepada kami, Mahmud bin Ghailan menceritakan kepada kami, Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami, Hisyam bin Urwah menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Aisyah, dari Nabi , beliau bersabda,"Apabila salah seorang dari kalian berhadats dalam shalat, hendaklah memegang hidungnya, lalu beranjak' 42 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2240: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Humaidi menceritakan kepada kami, dia berkata: Marwan bin Muawiyah menceritakan kepada kami dari Yahya bin Katsir Al Kahili, dari Al Musawwar bin Yazid Al Asadi, dia berkata,"Aku melihat Rasulullah sedang membaca dalam shalat, lalu meninggalkan beberapa potongan ayat, maka —setelah selesai shalat— berkatalah seorang laki-laki,"Wahai Rasulullah, engkau telah meninggalkan ayat ini dan ini." Beliau berkata,"Mengapa tidak kalian ingatkan aku?" 44 Shahih Ibnu Hibban 2241: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabaikan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, dia berkata: Marwan bin Mu'awiyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Katsir Al Kufi —salah seorang guru mereka yang telah lama— menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Musawwar bin Yazid menceritakan kepadaku, dia berkata, "Aku melihat Rasulullah sedang membaca dalam shalat, lalu beliau canggung dalam menyebut satu ayat, maka —setelah selesai shalat— berkatalah seorang laki-laki, Wahai Rasulullah, engkau tidak membaca satu ayat'. Beliau lalu berkata, 'Mengapa kamu tidak mengingatkanku?' Orang ini menjawab, 'Aku pikir ayat ini sudah di- nasakh (dihapus)'. Beliau menjawab, 'Tidak, ayat ini tidak dihapus."45 [84:1] Shahih Ibnu Hibban 2242: Abdurrahman bin Bahr bin Mu'adz Al Bazzaz mengabarkan kepada kami di Nasa, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Syu'aib bin Syabur menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Al Ala bin Zabr menceritakan kepada kami dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya, bahwa Nabi melaksanakan satu shalat, lalu hafalan beliau menjadi kacau, maka setelah selesai shalat, beliau berkata kepada Ubai, "Bukankah kamu shalat bersama kami?" Ubai menjawab, "Ya." Beliau berkata lagi, "Lalu apa yang menghalangimu untuk membetulkan bacaanku?" [84:1] Shahih Ibnu Hibban 2243: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Uyainah menceritakan kepada kami dari Ashim, dari Abu Wa'il, dia berkata: Abdullah berkata,"Kami pernah mengucapkan salam kepada Nabi , dan beliau menjawab salam kami —yakni dalam shalat—. Namun ketika kami pulang dari Habsyah, aku memberi salam kepada beliau dan beliau tidak menjawabnya. Hal itu membuatku merasa takut dari kemungkinan yang jauh dan yang dekat, sehingga aku duduk sampai beliau selesai dari shalatnya. Setelah itu aku berkata kepadanya, Wahai Rasulullah, biasanya engkau menjawab salam kami?* Beliau menjawab, 'Sesungguhnya Allah membuat hukum baru sesuai dengan kehendak-Nya, dan kali ini Dia membuat aturan baru dalam shalat, bahwa tidak boleh berbicara dalam shalaf ."48 Shahih Ibnu Hibban 2244: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Basysyar Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Ashim bin Abu An-Nujud menceritakan kepada kami dari Abu Wa'il, dari Ibnu Mas'ud, dia berkata: Kami biasa mengucapkan salam kepada Nabi ketika beliau sedang shalat dan beliau menjawab salam kami. Itu sebelum kami berangkat ke negeri Habasyah. Setelah kami pulang dari Najasyi, aku mendatangi beliau dan memberi salam ketika beliau sedang shalat, tapi kali ini beliau tidak menjawab salamku. Aku pun merasa gelisah dan duduk menunggu49 beliau. Setelah beliau selesai shalat, aku berkata,"Wahai Rasulullah, tadi aku memberi salam kepada engkau ketika sedang shalat, tapi engkau tidak menjawab?" Beliau bersabda,"Sesungguhnya Allah membuat aturan baru apa saja yang Dia kehendaki,50 dan Dia telah membuat aturan baru bahwa kita tidak boleh bicara dalam shalat."51 [101:2] Shahih Ibnu Hibban 2245: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami dari Ismail biii Abu Khalid, dari Al Harits bin Syubail, dari Abu Amr Asy-Syaibani, dari Zaid bin Arqam, dia berkata,"Pada masa Nabi kami biasa saling berbicara untuk membicarakan keperluan masing-masing, sampai kemudian turun ayat, 'Peliharalah semua shalat(mu) dan shalat wustha. Berdirilah untuk Allah dalam shalatmu dengan khusyu'. (QS. Al Baqarah [2]: 238). Kami diperintahkan untuk diam dalam shalat." 52 Abu Hatim RA berkata, "Lafazh ini dari Zaid bin Arqam, 'Pada masa Nabi kami terbiasa berbicara satu sama lain dalam shalat...'. Mayoritas orang beranggapan bahwa dihapusnya hukum boleh bicara dalam shalat terjadi di Madinah, karena Zaid bin Arqam orang Anshar. Padahal, kenyataannya tidaklah demikian, sebab penghapusan hukum bicara dalam shalat terjadi di Makkah ketika Ibnu Mas'ud dan teman-temannya pulang dari Habasyah." 53 Khabar Zaid bin Arqam tersebut memiliki dua makna: Pertama, kemungkinan Zaid bin Arqam menceritakan keislaman kaum Anshar sebelum datangnya Rasulullah ke Madinah, yang Mush'ab bin Umair mengajarkan kepada kaum Anshar Al Qur'an serta hukum-hukum agama. Pada saat itu berbicara dalam shalat masih diperbolehkan, baik bagi yang berada di Makkah maupun di Madinah. Di Madinah ada sebagian kaum Anshar yang masuk Islam sebelum kedatangan Nabi , dan mereka terbiasa berbicara satu sama lain dalam shalat, sebelum hukumnya dihapus. Oleh karena itu, Zaid bin Arqam menceritakan shalat kaum Anshar pada saat itu, akan tetapi bukan berarti penghapusan hukum bolehnya berbicara dalam shalat terjadi di Madinah. Kedua, maksud kalimat ini yaitu, kaum Anshar dan kaum lain yang terbiasa berbicara dalam shalat sebelum hukum diperbolehkannya bicara dalam shalat, dihapus, sebagaimana diucapkan orang dalam pembicaraannya. Kami berkata, "begini" Maksudnya, sebagian orang yang melakukan hal itu tidak semuanya. [19:5] Shahih Ibnu Hibban 2246: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami dari Yahya Al Qaththan, dari Ismail bin Abu Khalid, dia berkata: Al Harits bin Syubail menceritakan kepadaku dari Abu Amr Asy-Syaibani, dari Zaid bin Arqam, dia berkata, "Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, biasanya seseorang berbincang-bincang dengan temannya dalam shalat untuk membicarakan keperluan mereka, sampai turunnya ayat,"Jagalah shalat-shalat..."54 [19:5] Shahih Ibnu Hibban 2247: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkaa kepada kami,dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami,dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Abi Katsir menceritakan kepadaku, dia berkata: Hilal bin Abu Maimunah menceritakan kepadaku, dia berkata: Atha bin Yasar55 menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu'awiyah bin Al Hakam As-Sulami menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, kami baru saja meninggalkan masa jahiliah, lalu Allah menganugerahkan Islam kepada kami, namun masih ada orang-orang di antara kami yang merasa pesimis. Beliau lalu bersabda, "Itu merupakan sesuatu yang mereka dapatkan dalam hati mereka dan tidak akan membahayakan mereka.'' Aku bertanya lagi, "Ada sebagian orang dari kami yang masih mendatang dukun." Beliau bersabda, "Jangan mendatangi dukun. " Aku bertanya lagi, "Ada pula sebagian dari kami yang mengaku mengetahui hal gaib dengan menggunakan kerikil". Beliau bersabda, "Seorang nabi di antara para nabi terkadang mengetahui hal gaib, maka siapa yang mengetahui hal gaib seperti nabi, berarti dia benar. " Ketika aku sedang shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba ada seseorang yang bersin, maka aku mengucapkan, "Yarhamukallaah" (semoga Allah merahmatimu). Orang-orang pun menatapku tajam, sehingga aku berkata, "Ada apa?! Kenapa kalian menatapku?" Mereka lalu memukulkan tangan mereka ke paha-paha mereka, dan ketika aku melihat mereka menyuruhku untuk diam, aku pun diam. Setelah Rasulullah selesai melaksanakan shalat, beliau memanggilku. Sungguh, demi ayah dan ibuku, aku tak pernah melihat seorang guru yang lebih baik cara mengajarnya dibanding beliau. Demi Allah, beliau tidak memukul atau membentakku atau mengecamku, akan tetapi beliau bersabda, "Sesungguhnya shalat kita ini tidak boleh dicampuri dengan pembicaraan manusia. Itu (shalat) hanyalah tasbih, takbir, dan membaca Al Qur'an." Mu'awiyah berkata: Aku memberikan kambing kepada seorang budak wanita untuk digembalakan di daerah Uhud dan Jawwaniyyah. Lalu aku melihat seekor srigala melarikan seekor kambingku, maka aku menampar wajah budak wanita itu. Aku lalu melaporkan peristiwa tersebut kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ternyata beliau menyalahkanku dalam hal itu. Aku berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, apabila aku mengetahui dia seorang budak wanita yang mukmin, maka akku akan memerdekakannya." Beliau berkata, "Bawa dia kepadaku." Aku pun membawanya, dan beliau bertanya, "Di mana Allah?" Budak wanita itu menjawab,"Di langit." Beliau bertanya lagi,"Siapakah aku?" Dia menjawab, "Engkau adalah utusan Allah." Beliau lalu bersabda,"Dia seorang mukmin, merdekakanlah dia"56 [19:5] Shahih Ibnu Hibban 2248: Ibnu Khuzaimah dan Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Hajjaj Ash-Shawwaf menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abu Katsir, dari Hilal bin Abu Maimunah, dari Atha bin Yasar, dari Mu'awiyah bin Al Hakam As-Sulami, dia berkata: Aku berkata, "Wahai Rasulullah, kami baru saja meninggalkan masa jahiliah, lalu Allah menganugerahkan Islam kepada kami, namun masih ada orang-orang di antara kami yang pesimis." Beliau lalu bersabda, "Itu adalah sesuatu yang mereka dapatkan dalam hati mereka, dan tidak akan membahayakan mereka." Aku bertanya lagi, "Ada sebagian orang dari kami yang masih mendatangi dukun." Beliau bersabda, "Jangan mendatangi dukun" Aku bertanya lagi, "Ada pula sebagian dari kami yang mengaku mengetahui hal gaib." Beliau bersabda, "Seorang nabi diantara para nabi mengetahui hal gaib, maka siapa yang mengetahui hal gaib sesuai dengan dengan nabi itu, maka dia benar." Ketika aku sedang shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba ada seseorang yang bersin, maka aku mengucapkan, "YARHAMUKALLAAH" (semoga Allah merahmatimu). Orang-orang pun menatapku tajam, sehingga aku berkata, "Ada apa! Kenapa kalian menatapku?!" Mereka lalu menepuk paha-paha mereka dengan tangan mereka. Ketika aku melihat mereka menyuruhku untuk diam,57 aku pun diam. Setelah Rasulullah selesai dari shalatnya, beliau memanggilku. Demi ayah dan ibuku, aku tak pernah melihat seorang guru sebelum dan sesudahnya yang lebih baik cara mengajarnya dibanding beliau. Demi Allah, beliau tidak memukul atau membentakku atau mengecamku, tetapi beliau bersabda, "Sesungguhnya shalat kita ini tidak boleh dicampuri dengan pembicaraan manusia, akan tetapi dalam shalat adalah takbir, tasbih, dan membaca Al Qur'an. "58 [101:2] Shahih Ibnu Hibban 2249: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakr mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Ayyub bin Abu Tamimah, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi salam pada dua rakaat pertama shalat Isya, maka Dzul Yadain berdiri dan berkata, "Apakah shalat telah dipendekkan? Atau engkau lupa?" Beliau menjawab, "Tidak dua-duanya." Beliau lalu menghadap kepada jamaah, lalu bertanya, "Apakah benar perkataan Dzul Yadain?" Mereka menjawab, "Benar." Beliau lalu menyempurnakan shalat yang tertinggal, kemudian salam, lalu sujud dua kali sebagai sujud sahwi. 59 [101:2] Abu Hatim berkata: Itu merupakan khabar yang kadang membuat kebanyakan orang salah paham, yang mengira bahwa peristiwa itu terjadi saat berbicara dalam shalat masih diperbolehkan, kemudian khabar ini dihapus oleh larangan berbicara dalam shalat. Padahal tidak demikian, karena penghapusan hukum bolehnya bicara dalam shalat terjadi di Makkah, ketika kepulangan Ibnu Mas'ud dari negeri Habasyah, yaitu tiga tahun sebelum hijrah. Sedangkan perawi khabar tersebut adalah Abu Hurairah, yang masuk Islam pada tahun Khaibar, yaitu 7 H. Berarti, kisah Dzul Yadain teijadi setelah sepuluh tahun penghapusan hukum bolehnya bicara dalam shalat. Jadi, bagaimana mungkin khabar terakhir dihapus oleh khabar terdahulu? Shahih Ibnu Hibban 2250: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami dari Ismail bin Abu Khalid, dari Al Harits bin Syubail, dari Abu Amr Asy-Syaibani, dari Zaid bin Arqam, dia berkata, "Kami biasa berbicara dalam shalat tentang keperluan masing-masing, sampai turunnya ayat: 'Peliharalah semua shalat itu, dan shalat wustha. Dan laksanakanlah karena Allah dengan khusyu'. " (Qs. Al Baqarah [2]: 238) Kami diperintahkan untuk diam."60 [101:2] Abu Hatim berkata, "Khabar ini dapat membuat keraguan bagi orang yang belum mendapatkan ilmu dari sumbernya, sehingga beranggapan bahwa di-naskh-nya hukum dibolehkan berbicara dalam shalat ini terjadi di Madinah, dan Abu Hurairah tidak menyaksikan kisah Dzul Yadain tersebut, dikarenakan Zaid bin Arqam adalah seorang Anshar, dia berkata, "Kami biasa berbicara dalam shalat, membicarakan keperluan kami masing-masing." Akan tetapi, tidak ada yang bisa membenarkan pemahaman seperti ini, karena Zaid bin Arqam orang Anshar yang masuk Islam di Madinah dan shalat di sana sebelum kedatangan Nabi ke Madinah, dan memang mereka sudah melaksanakan shalat di Madinah. Sebagaimana kaum muslim di Makkah, kebolehan bicara dalam shalat juga berlaku di Madinah. Ketika hukum itu dihapus di Makkah, penghapusan hukum itu pun berlaku di Madinah. Oleh karena itu, Zaid menceritakan apa yang dia lihat, bukan yang tidak dia lihat. Shahih Ibnu Hibban 2251: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abi Bakr mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Daud bin Al Hushain, dari Abu Sufyan —maula Ibnu Abi Ahmad— dari Abu Hurairah, dia berkata, "Rasulullah shalat bersama kami."61 [101:2] Shahih Ibnu Hibban 2252: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepadaku dari Az-Zuhri, dia berkata: Said bin Al Musayyib dan Ubaidullah62 bin Abdullah, serta Abu Salamah bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku, bahwa Abu Hurairah berkata, "Rasulullah shalat mengimami kami." 63 Shahih Ibnu Hibban 2253: Umar bin Muhammad Al Hamadzani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Al Mufadhdhal menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Aun menceritakan kepada kami dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Abu Al Qasim shalat bersama kami" 64 Shahih Ibnu Hibban 2254: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Al Mufadhdhal menceritakan kepada kami dari Salamah bin Alqamah, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah, dia berkata,"Rasulullah shalat bersama kami" 65 Shahih Ibnu Hibban 2255: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Uyainah menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Ibnu Sirin, dia berkata: Aku mendengar Abu Hurairah berkata,"Rasulullah shalat bersama kami." 66 Shahih Ibnu Hibban 2256: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: An-Nadhr bin Syumail mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibu Aun menceritakan kepada kami dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Rasulullah shalat mengimami kami pada salah satu shalat malam (Isya atau Maghrib) -—Ibnu Sirin berkata, 'Abu Hurairah mengabarkan shalat yang dimaksud, tetapi aku lupa' -, beliau shalat dua rakaat kemudian langsung salam. Lalu beliau berdiri menghadap sebatang kayu yang melintang di masjid, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri, lalu menyelang jari jemari. Beliau bersandar di atas kayu itu seolah-olah dalam keadaan marah. Kemudian orang-orang keluar -An-Nadhr berkata, 'Yang dimaksud adalah orang-orang yang pertama'- mereka bertanya, 'Apakah shalat tadi diringkas?', di antara mereka ada Abu Bakar dan Umar, tapi mereka berdua segan untuk menanyakannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antara mereka juga ada seorang laki-laki yang tangannya panjang, biasa dipanggil Dzul Yadain, dia bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Apakah shalat tadi di-qashar atau engkau lupa?' Rasulullah menjawab, 'Shalat tidak diqashar dan aku tidak lupa'. Maka beliau bertanya kepada orang-orang, 'Apakah benar apa yang dikatakan oleh Dzul Yadain?' Mereka menjawab, 'Ya'. Kemudian beliau menyempurnakan shalat yang ketinggalan tadi, lalu salam. Setelah itu beliau takbir dan sujud seperti sujudnya yang biasa atau mungkin lebih panjang. Kemudian beliau bangkit dari sujud, lalu takbir lagi dan sujud seperti yang pertama atau lebih panjang, kemudian beliau bangkit dan bertakbir." Perawi berkata, "Ada kemungkinan mereka bertanya kepada Muhammad, 'Kemudian beliau salam?'." Muhammad menjawab,"Aku diberitakan dari Imran bin Hushain bahwa dia berkata, 'Kemudian beliau salam.' Redaksi tersebut milik An-Nadhr bin Syumail dari Ibnu 67Aun68. Shahih Ibnu Hibban 2257: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Hasyim menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Mahdi menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Haritsah bin Mudharrib,69 dari Ali, dia berkata, "Kami tidak memiliki pasukan berkuda pada Perang Badar selain Miqdad. Aku juga melihat tidak ada yang shalat dari kami selain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yang berada di bawah sebuah pohon sambil menangis sampai pagi." [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2258: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Basysyar Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Zaid bin Aslam menceritakan kepada kami dari Ibnu Umar, dia berkata, "Nabi masuk masjid bani Amr bin Auf —yaitu Masjid Quba'—- lalu datanglah beberapa orang Anshar memberi salam kepada beliau. Aku lalu bertanya kepada Shuhaib yang pada waktu itu bersama beliau, 'Bagaimana Nabi menjawab salam mereka saat sedang shalat?' Dia menjawab, 'Beliau memberi isyarat dengan tangannya'." 71 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2259: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits menceritakan kepadaku dari Bukair bin Al Asyaj, dari Nabil shahib Al Aba', dari Ibnu Umar, dari Shuhaib, dia berkata, "Aku melewati Rasulullah yang sedang shalat, lalu aku mengucapkan salam kepada beliau, lantas beliau menjawabku dengan isyarat." Akan tetapi, aku tidak tahu bahwa dia (Ibnu Umar) berkata, "Dengan jari beliau."73 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2260: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami dari Malik, dari Abu Hazim bin Dinar, dari Sahi bin Sa'd, bahwa Rasulullah pergi ke bani Amr bin Auf untuk mendamaikan mereka. Lalu tibalah waktu shalat, kemudian Bilal datang kepada Abu Bakar dan berkata, "Apakah engkau akan mengimami orang-orang maka aku akan segera qamat?" Abu Bakar menjawab, "Ya." Abu Bakar lalu shalat. Ketika itulah datang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sehingga akhirnya beliau berdiri di barisan shaf. Orang-orang kemudian bertepuk tangan untuk mengingatkan Abu Bakar, tapi Abu Bakar tidak menoleh dalam shalatnya. Ketika tepukan orang-orang semakin kencang, Abu Bakar pun menoleh, dan melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tapi Rasulullah memberi isyarat dengan tangan agar dia tetap di tempatnya. Namun Abu Bakar mengangkat kedua tangan, kemudian mengucapkan hamdalah atas perintah Rasulullah kepadanya, lalu mundur dan sejajar dengan barisan, lalu majulah Rasulullah untuk meneruskan shalat. Selesai shalat, beliau berkata, "Wahai Abu Bakar, mengapa kamu menolak ketika aku persilakan kamu melanjutkan menjadi imam?"Abu Bakar menjawab, "Tidaklah pantas bagi Abu Quhafah untuk shalat mengimami Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Rasulullah lalu bersabda, "Mengapa aku mendengar kalian banyak bertepuk?! Siapa saja yang ingin memberi peringatan mengenai sesuatu dalam shalatnya maka hendaklah bertasbih, karena dengan bertasbih imam akan menoleh kepadanya. Bertepuk (tangan) hanya berlaku untuk wanita."74 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2261: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Khalaf bin Hisyam Al Bazzar menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Abu Hazim, dari Sahi bin Sa'd, dia berkata, "Ada peperangan antar suku bani Amr bin Auf, lalu Nabi mendatangi mereka untuk mendamaikan. Ketika shalat Zhuhur sudah dilaksanakan, Nabi berpesan kepada Bilal, "Apabila sudah tiba waktu shalat Ashar dan aku belum kembali, perintahkan Abu Bakar untuk menjadi imam." Tatkala masuk waktu Ashar, Bilal pun adzan dan iqamah, lalu berkata, "Wahai Abu Bakar, majulah." Lalu majulah Abu Bakar. Ketika itulah datang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau berdiri di barisan shaf. Ketika orang-orang melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka bertepuk. Tapi Abu Bakar tidak menoleh. Namun, ketika mendengar tepukan yang tidak berhenti, Abu Bakar pun menoleh, dan melihat Rasulullah di belakangnya. Rasulullah memberi isyarat kepada Abu Bakar untuk melanjutkan menjadi imam. Abu Bakar diam sejenak, lalu beberapa saat kemudian mengucapkan hamdalah, kemudian mundur secara perlahan. Nabi pun maju dan menjadi imam. Selesai shalat, beliau berkata, "Wahai Abu Bakar, apa yang menghalangimu untuk melanjutkan shalat ketika aku beri isyarat untuk melanjutkan?'' Abu Bakar menjawab, "Tidaklah pantas anak Abu Quhafah mengimami Rasulullah " Beliau lalu berkata kepada orang-orang, "Jika kalian hendak mengingatkan sesuatu dalam shalat kalian hendaklah bertasbih bagi laki-laki dan bertepuk bagi wanita."77 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2262: Al Qaththan mengabarkan kepada kami di Raqqah, dia berkata: Ayyub bin Muhammad Al Wazzan menceritakan kepada kami, dia berkata: Marwan bin Mu'awiyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Auf menceritakan kepada kami dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda, "Tasbih untuk pria dan bertepuk untuk wanita." 79 [2262] Shahih Ibnu Hibban 2263: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Tasbih untuk laki-laki dan bertepuk untuk perempuan."80 [10:4] Shahih Ibnu Hibban 2264: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ma'in menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Anas, bahwa Rasulullah pernah memberikan isyarat dalam shalat beliau. 81 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2265: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Amr bin Zurarah Al Kilabi menceritakan kepada kami, Hatim bin Ismail menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Mujahid Abu Hazrah mengabarkan kepada kami dari Ubadah bin Al Walid bin Ubadah bin Shamit, dia berkata, "Kami mendatangi Jabir bin Abdullah di masjidnya yang saat itu sedang shalat dengan menggunakan satu pakaian (panjang menyatu). Aku pun melangkahi orang-orang, sampai aku duduk antara dia dengan kiblat, lalu aku berkata, 'Allah merahmatimu. Engkau shalat82 dengan satu pakaian saja, padahal sarungmu ada di samping?' Dia lalu mengarahkan tangannya ke dadaku, 83 'Aku ingin ada seorang yang bodoh seperti dirimu datang kepadaku. Lalu dia melihat apa yang aku perbuat dan berbuat seperti itu pula. Rasulullah pernah datang ke masjid kami ini dan di tangannya ada sebuah urjun (kayu kecil) ibnu Thaab, lalu beliau melihat dahak di arah kiblat masjid, lalu beliau menghadap ke dahak itu, kemudian membersihkannya dengan urjun. Lantas beliau menghadap kepada kami dan berkata, 'Siapa diantara kalian yang ingin Allah berpaling darinya?' Kami terdiam hening. Beliau berkata lagi, 'Siapa diantara kalian yang ingin Allah berpaling darinya?' Kami menjawab, 'Tidak ada dari kami yang ingin seperti itu wahai Rasulullah.' Lalu beliau bersabda, 'Apabila salah seorang kalian berdiri melaksanakan shalat maka sesungguhnya Allah Azza wa Jalla ada di hadapannya, maka janganlah dia meludah ke arah depan dan jangan pula ke sebelah kanan, tapi hendaklah dia meludah ke arah kiri di bawah kaki kiri. Kalau dia kalah cepat (dengan ludah atau dahak yang mau keluar) maka hendaknya dia mengibaskan pakaiannya begini (beliau melipat bagian pakaian dengan bagian lain). Sekarang siapa yang mau mengambilkan aku abir84 ?' Lalu bangkitlah seorang pemuda warga kampung ini bergegas ke rumahnya mengambil khaluq85 diletakkan di kedua tangannya86 . Khaluq itu diambil oleh Rasulullah dan beliau meletakkannya di kepala urjun tadi, lalu melumurkannya di atas ludahan tersebut'." Jabir berkata, "Dari sanalah kalian jadikan adanya pewangi untuk masjid-masjid kalian." 87 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2266: Abdullah bin Musa mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya Al Qutha'i88 menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Bakar menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Az-Zubair89 menceritakan kepadaku dari Jabir, bahwa Nabi bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian shalat maka janganlah meludah ke depan atau kekanan, tapi hendaklah meludah ke kiri, atau di bawah kaki kirinya."90 [4:4] Shahih Ibnu Hibban 2267: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abbas bin Al Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zura'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi bersabda, "Apabila salah seorang kalian berada dalam shalatnya maka janganlah dia meludah ke kanan atau ke depan, karena dia sedang bermunajat kepada Tuhannya, tapi hendaklah meludah ke kiri atau di bawah kedua kakinya. "91 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 2268: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah Al-Lakhmi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Humaid bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Abu Hurairah dan Abu Sa'id Al Khudri berkata, "Sesungguhnya Rasulullah melihat ke arah kiblat ada bekas dahak, maka beliau mengambil sebuah kerikil dan menggosoknya dengan kerikil itu, kemudian bersabda, 'Jangan sekali-kali seorang dari kalian membuang dahak ke arah kiblat dan jangan pula ke arah kanan, tapi hendaklah membuangnya ke arah kiri atau di bawah kakinya yang sebelah kiriI"92 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 2269: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Hammam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda,"Apabila seseorang dari kalian hendak mendirikan shalat maka janganlah meludah ke depan, karena dia sedang bermunajat kepada Tuhannya selama dia masih berada di tempat shalatnya itu. Jangan pula ke kanan karena ada malaikat, namun meludahlah ke kiri atau di bawah kaki, lalu menguburnya. "93 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 2270: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajlan, dia berkata: Iyadh bin Abdullah menceritakan kepada kami dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah selalu menggunakan urjun (batang kayu kecil) yang biasa beliau pegang dengan tangan beliau. Suatu hari, beliau masuk masjid dan di tangannya ada satu urjun. Beliau lalu melihat ada dahak di arah kiblat di dalam masjid, maka beliau mengeriknya dengan urjun sampai bersih. Beliau lalu menghadap ke arah orang-orang dalam keadaan marah, dan bersabda, "Apakah seseorang di antara kalian suka apabila ada seseorang menghadap wajahnya lalu meludahi wajahnya? Jika seseorang dari kalian melaksanakan shalat, maka dia menghadap Tuhannya, dan malaikat berada di kanannya. Oleh karena itu, janganlah meludah ke depan atau ke kanan, melainkan meludahlah ke kiri bawah kaki kirinya. Jika memang tidak sempat maka lakukan dengan begini —beliau ,meludah kecil di beliau yang dilipatkan dan ditutupkan ke mulut—. "95 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 2271: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Basysyar Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Ajlan menceritakan kepada kami, dia mendengar Iyadh bin Abdullah bin Sa'd bin Abu Sarh mendengar Abu Sa'id Al Khudri berkata, "Rasulullah menyukai uijun-urjun ini, beliau memegangnya di tangan. Beliau masuk masjid dengan membawa urjun itu. Beliau menggosok-gosokkannya —ke bekas dahak atau ingus yang ada di arah kiblat masjid— dan beliau melarang siapa pun meludah ke depan atau ke kanan. Beliau bersabda, "Hendaklah dia membuangnya ke arah kiri atau ke bawah kakinya yang kiri. Jika dia memang tak tertahan untuk keluar, maka hendaklah diusapkan ke bajunya seperti ini —Sufyan menggosokkan ujung lengan bajunya dengan jari -“96 [6:4] Shahih Ibnu Hibban 2272: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ulayyah menceritakan kepada kami dari Al Jurairi, dari Abu Al Al bin Syikhkhir, dari ayahnya, bahwa dia pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau mengeluarkan dahak, kemudian menggosok-gosokkannya dengan sandal sebelah kiri.97 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2273: Muhammad bin Thahir bin Abu Dumaik98 mengabarkan kepada kami di Baghdad, dia berkata: Ibrahim bin Ziyad menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Az- Zuhri, dari Abu Al Ahwash, dari Abu Dzar, dari Nabi , beliau bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian berdiri shalat maka janganlah dia mengusap kerikil, karena rahmat sedang berada di depannya.99" [43:2] Shahih Ibnu Hibban 2274: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus menceritakan kepada kami dan Ibnu Syihab, bahwa Abu Al Ahwash —maula bani Laits— menceritakan kepadanya di majelis Sa'id bin Al Musayyib, sedangkan Ibnu Al Musayyib duduk di sana, bahwa dia (Abu Al Ahwash) mendengar Abu Dzar berkata, "Sesungguhnya Rasulullah bersabda, 'Apabila salah seorang dari kalian shalat maka sesungguhnya rahmat sedang ada di hadapannya, maka janganlah dia menggerakkan atau menyapu kerikil. 100 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 2275: Abu Hatim menceritakan kepada kami, Abdullah bin Muhammad bin Salam mengabarkan kepada kami, dia berkata : Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami dari Al Auza'i, dia berkata: Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Salamah bin Abdurrahman berkata: Mu'aqib menceritakan kepadaku, dia berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah tentang menyapu kerikil dalam shalat, lalu beliau menjawab,"Apabila memang harus dilakukan maka lakukan sekali saja'." 101 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 2276: Ja'far bin Ahmad bin Sinan Al Qaththan mengabarkan kepada kami di Wasith, Amr bin Ali Al Fallas menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami dari Sa'id bin Al Harits, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, "Kami pernah shalat bersama Nabi pada hari yang sangat panas, dan ternyata salah seorang dari kami menggenggam beberapa kerikil di tangannya yang ini dan ini, lalu apabila kerikil itu sudah dingin barulah dia sujud di atasnya."102 [50:3] Shahih Ibnu Hibban 2277: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Hamid bin Ja'far menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Tamim bin Mahmud, dari Abdurrahman bin Syibl Al Anshari, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah melarang tiga perkara dalam shalat, yaitu: mematuk seperti burung gagak, membentangkan tangan (ifitrasy) seperti binatang buas, serta menetapkan tempat khusus di masjid untuk dirinya shalat, layaknya seekor unta biasa menetapkan tempat khusus untuknya (menderum).103 [39:2] Shahih Ibnu Hibban 2278: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Umar mengabarkan kepada kami, Ibnu Abi Dzi'b menceritakan kepada kami dari Sa'id bin Abu Sa'id, dari Sa'id bin Yasar104, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Tidak ada orang yang menetapkan tempat khusus di masjid untuk shalat dan dzikir melainkan Allah akan menyambutnya bagaikan keluarga yang telah lama ditinggalkan menyambut gembira keluarganya yang baru datang dari perjalanan."105 [39:2] Shahih Ibnu Hibban 2279: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam106 menceritakan kepada kami, dia berkata: Hajjaj menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, dia berkata: Imran bin Musa mengabarkan kepadaku, dia berkata: Sa'id bin Abu Sa'id Al Maqburi mengabarkan kepadaku dari ayahnya, bahwa dia pernah melihat Abu Rafi — maula Nabi — dan107 Hasan bin Ali sedang shalat, sementara kuncir rambutnya disanggul ke tengkuk, maka Abu Rafi melepas kuncirnya108. Hasan pun menoleh dan marah, lantas Abu Rafi berkata kepadanya, ."Teruskan shalatmu dan jangan marah, karena aku pernah mendengar Rasulullah mengatakan bahwa kuncir seperti itu merupakan tanggungan109 syetan. Artinya, tempat duduk syetan —kepangan rambut—."110 Abu Hatim berkata, "Imran bin Musa adalah Imran bin Musa bin Amr bin Sa'id bin Al Ash, saudara Ayyub bin Musa." [43:2] Shahih Ibnu Hibban 2280: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, Harmalah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku, bahwa Bukair mengabarkan kepadanya: Kuraib —maula Ibnu Abbas— mengabarkan kepadanya bahwa Abdullah bin Abbas melihat Abdullah bin Al Harits rambutnya terikat ke belakang, maka Ibnu Abbas berdiri dan melepas ikatan itu, serta membiarkan yang lain. Ketika dia telah selesai shalat, dia menghadap Ibnu Abbas dan berkata, 'Ada urusan apa engkau dengan rambutku?" Ibnu Abbas menjawab, "Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Perumpamaan rambut seperti ini (rambut terjalin ke belakang) adalah orang yang shalat dengan memegang tangannya'," 111 Shahih Ibnu Hibban 2281: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Abu Uwais menceritakan kepada kami, dia berkata: Sulaiman bin Bilal menceritakan kepadaku dari Yunus bin Yazid Al Aili, dari Az-Zuhri, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya - yaitu Abdullah bin Umar - bahwa Rasulullah bersabda, "Janganlah kalian menengadahkan pandangan ke atas, karena dikhawatirkan kalian tersambar." Maksudnya adalah dalam shalat. 112 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 2282: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Muhammad bin Al Abbas Asy-Syafi'i, Ubaidullah bin Umar Al Qawariri, Muhammad bin Ubaid bin Hisab, dan Syaiban bin Farukh berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ziyad, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut kalau nanti kepalanya dirubah menjadi kepala keledai?!"113 [91:2] Shahih Ibnu Hibban 2283: Al Haitsam bin Khalaf Ad-Dauri mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ar-Rabi bin Tsa'lab menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ismail Al Muaddib menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Maisarah, dari Muhammad bin Ziyad, dari Abu Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda,"Tidakkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam takut kalau nanti kepalanya dirubah menjadi kepala anjing?!' 114 [91:2] Shahih Ibnu Hibban 2284: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abbas bin Al Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zura'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa'id menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas, bahwa Nabi bersabda, "Ada apa dengan orang-orang yang menengadahkan pandangan ke atas ketika shalat?!" Suara beliau sedikit tinggi ketika mengucapkan hal itu, sampai beliau bersabda, "Hendaklah mereka berhenti115 melakukan itu, atau pandangan mereka akan tersambar. " 116 [62:2] Shahih Ibnu Hibban 2285: Al Hasan bin Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami dari Hisyam, dari Muhammad, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Rasulullah melarang seseorang shalat meletakkan kedua tangannya di atas pinggang (bertolak pinggang)." 117 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 2286: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ali bin Abdurrahman bin Al Mughirah berkata: Abu Shalih Al Harrani berkata: Isa bin Yunus dari Hisyam, dari Muhammad, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Meletakkan kedua tangan di atas pinggang dalam shalat adalah istirahatnya penghuni neraka." 118 Shahih Ibnu Hibban 2287: Zakariya bin Yahya As-Saji mengabarkan kepada kami di Bashrah, dia berkata: Muhammad bin Khallad Al Bahili menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami dari Mis'ar bin Kidam, dari Asy'ats bin Abu Asy Sya'tsa, dari ayahnya, dari Masruq, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah ditanya tentang menoleh dalam shalat, lalu beliau menjawab, 'Itu adalah curian yang dicuri119 oleh syetan dari shalat seorang hamba'." 120 [65:3] Hadits ini didengar di Bashrah dan Mis'ar. 121 Shahih Ibnu Hibban 2288: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Husain bin Al Huraits menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Sa'id bin Abu Hind, dari Tsaur bin Zaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata,"Rasulullah pernah menoleh ke kanan dan ke kiri dalam shalat beliau, tapi tidak sampai memalingkan leher beliau sampai ke belakang punggungnya." 123 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2289: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Isl124 bin Sufyan, dari Atha, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah melarang sadl dalam shalat. 125 [108:2] Shahih Ibnu Hibban 2290: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abdullah bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah bin Umar menceritakan kepada kami dari Khubaib bin Abdurrahman, dari Hafsh bin Ashim, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi menyelimuti badan dengan pakaian sempit." 126 [108:2] Shahih Ibnu Hibban 2291: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Nashr bin Ali menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul A'la bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Hassan menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Umar bin Salamah, dia berkata, "Aku melihat Nabi shalat dengan satu pakaian menyelimuti dengan pakaian itu"127 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2292: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Humaid menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Hazim dan Waki menceritakan kepada irami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Umar bin Abu Salamah, bahwa dia melihat Nabi shalat menggunakan satu pakaian di rumah Ummu Salamah dengan meletakkan kedua sisi pakaian itu di atas pundaknya. 128 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2293: Muhammad bin Abdurrahman mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhali menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa'id bin Amir menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Umar bin Abu Salamah, bahwa dia pernah masuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan dia melihat beliau sedang shalat dengan menggunakan satu pakaian, dengan cara menyilangkan kedua ujungnya. 129 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2294: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Umar Al Adani menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Musa bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Abu Rabi'ah, dari Salamah bin Al Akwa, dia berkata: Aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku sedang berburu (memancing di laut) dan aku hanya punya satu gamis (kemeja) untuk shalat." Beliau menjawab, "Kancingi gamis itu walau hanya dengan satu duri."130 [3:4] Shahih Ibnu Hibban 2295: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Sa'id bin Al Musayyib, dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah tentang shalat dengan satu pakaian, lalu Rasulullah menjawab, "Bukankah semua kalian mempunyai dua pakaian?"131 [33:4] Shahih Ibnu Hibban 2296: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Sa'id bin Al Musayyib, dari Abu Hurairah, bahwa ada seorang laki-laki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kami boleh shalat dengan satu pakaian saja?" Beliau menjawab, "Bukankah semua kalian punya dua pakaian?" Lalu Abu Hurairah berkata kepada orang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Apakah kamu tahu Abu Hurairah? Dia shalat dengan satu pakaian, sedangkan pakaiannya yang lain tergantung di gantungan." 132 [33:4] Shahih Ibnu Hibban 2297: Bakr bin Ahmad bin Sa'id Ath-Thahi Al Abid mengabarkan kepada kami di Bashrah, dia berkata: Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, dia berkata: Mulazim bin Amr menceritakan kepada kami, Abdullah bin Badr menceritakan kepada kami dari Qais bin Thalq, dari ayahnya, "Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi dan bertanya, 'Apa pendapat engkau tentang shalat dengan satu pakaian?' Beliau menjawab, 'Bukankah semua kalian bisa mendapatkan dua pakaian'?"133 [33:4] Shahih Ibnu Hibban 2298: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Daud bin Syabib menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ashim Al Ahwal, Ayyub, Habib bin Syahid, dan Hisyam menceritakan kepada kami dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang shalat dengan satu pakaian, maka beliau balik bertanya, "Bukankah setiap kalian punya dua pakaian ?" Ketika Umar bin Al Khaththab berkata, "Apabila Allah memberi kelapangan maka gunakanlah kelapangan itu, hendaknya yang dilapangkan itu memakai pakaian lengkap di kala shalat, misalnya memakai sarung dan mantel, sarung dan kemeja, sarung dan jubah, celana dan mantel, celana dan kemeja, atau celana dan jubah." 134 [33:4] Hisyam berkata, "Menurutku dia berkata, 'dan celana pendek dalaman'." Shahih Ibnu Hibban 2299: Abdullah bin Ahmad bin Musa mengabarkan kepada kami di Muaskar Mukram, dia berkata: Muhammad bin Yahya Al Qutha'i135 menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Bakr menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Az-Zubair mengabarkan kepada kami dari Jabir, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Siapa yang shalat dengan satu pakaian hendaknya berkemul dengannya."136 Shahih Ibnu Hibban 2300: Imran bin Fadhalah Asy Sya'iri137 mengabarkan kepada kami di Maushil, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ashim menceritakan kepada kami, dia berkata: Azrah bin Tsabit menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Az-Zubair menceritakan kepada kami, dia berkata, "Jabir bin Abdullah pernah shalat bersama kami dengan menggunakan satu pakaian, dan dia menyilangkan kedua sisi pakaian itu, lalu berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah pernah shalat seperti ini'." 138 [33:4] Shahih Ibnu Hibban 2301: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Qudamah Ubaidullah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami dari Sufyan, dia berkata: Abu Hazim menceritakan kepadaku dari Sahl bin Sa'd, dia berkata, "Biasanya, para lelaki apabila shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka mereka mengikat sarung ke tengkuk seperti halnya anak-anak. Oleh karena itu, diperintahkan kepada para wanita untuk tidak mengangkat kepala (dari sujud) sampai para lelaki sempurna berdiri." 139 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 2302: Hamid bin Muhammad bin Syu'aib mengabarkan kepada kami, dia berkata: Suraij bin Yunus menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Umar bin Abu Salamah, dia berkata, "Aku melihat Rasulullah shalat dengan satu pakaian berkemul (berselimut) di dalamnya." 140 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2303: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, Al Auza'i menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Sa'id bin Al Musayyib, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Wahai Rasulullah, bolehkah shalat hanya dengan satu pakaian (kain)?' Beliau menjawab, 'Hendaklah dia menutup dan menyelimuti badannya dengan kain itu, lalu melaksanakan shalat141. " 142 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2304: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq mengabarkan kepada kami, Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Abu Katsir, dari Ikrimah, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,"Apabila salah seorang dari kalian shalat dengan satu kain saja, maka hendaknya menyelempangkannya kedua sisi kain tersebut secara berlawanan di pundaknya. " 143 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2305: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Rafi menceritakan kepada kami, Suraij bin Nu'man menceritakan kepada kami, Fulaih menceritakan kepada kami dari Sa'id bin Al Harits, bahwa dia datang kepada Jabir bin Abdullah, dan Jabir berkata: Aku pernah keluar bersama Rasulullah dalam salah satu perjalanan beliau. Pada Suatu malam, aku ingin melaksanakan satu keperluanku dan aku dapati beliau sedang shalat. Saat itu aku hanya memakai satu pakaian, maka aku menyelimuti badanku dengan pakaian itu dan shalat di samping beliau. Ketika beliau selesai, beliau berkata kepadaku,"Ada apa kamu berjalan pada malam begini, ya Jabir?" Aku pun memberitahukan beliau. Beliau lalu berkata kepadaku, "Wahai Jabir, mengapa kamu menyelimuti badan kamu seperti ini?" Aku menjawab, "Ini satu kain yang sempit." Beliau lalu berkata, "Jika kamu shalat dengan satu kain saja, maka bila dia lebar hendaklah berselimut dengannya, tapi bila dia sempit maka hendaklah bersarung dengannya. " 144 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2306: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Daud bin Syabib menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ashim bin Sulaiman Al Ahwal, Ayyub, Habib bin Syahid, dan Hisyam menceritakan kepada kami dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ditanya tentang shalat menggunakan satu kain, lalu beliau balik bertanya, "Bukankah kalian punya dua pakaian ?". Kemudian Umar bin Al Khaththab berkata, "Apabila Allah memberi kelapangan maka pergunakanlah kelapangan itu, maka hendaknya yang dilapangkan itu memakai pakaian lengkap saat shalat, misalnya memakai sarung dan mantel, sarung dan kemeja, sarung dan jubah, celana dan mantel, celana dan kemeja, atau celana dan jubah." [65:3] Hisyam berkata, "Menurutku dia berkata, 'Dan celana pendek dalaman'."145 Shahih Ibnu Hibban 2307: Bakr bin Ahmad bin Sa'id Al Abid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Nashr bin Ali menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dia berkata, "Abu Sa'id Al Khudri menceritakan kepadaku bahwa dia masuk menemui Nabi dan dia melihat beliau shalat di atas karpet kecil dan sujud di atasnya." 146 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2308: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Abu At- Tayyah, dia berkata: Aku mendengar Anas bin Malik berkata, "Pernah Rasulullah berkumpul dengan kami, dan beliau biasanya menggoda adikku, 'Hai Umair, apa yang diperbuat oleh Nughair —nama burung—?" Kami pun membentangkan karpet milik kami, dan beliau shalat di atasnya." 147 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2309: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim —maula Tsaqif— mengabarkan kepada kami, dia berkata: Sawwar bin Abdullah Al Anbari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahhab Ats- Tsaqafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid Al Hadzdza menceritakan kepada kami dari Anas bin Sirin, dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah berkunjung ke rumah salah satu penduduk kaum Anshar, kemudian memakan makanan di rumah mereka. Ketika beliau akan keluar, beliau minta disediakan sebuah tempat di sudut rumah, lalu dibentangkanlah karpet untuk beliau, lalu beliau shalat di atasnya dan mendoakan mereka." 148 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2310: Hamid bin Muhammad bin Syu'aib mengabarkan kepada kami, Manshur bin Abu Muzahim menceritakan kepada kami, Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami dari Simak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi pernah shalat di atas Khumrah"149 [10:5] Shahih Ibnu Hibban 2311: Muhammad bin Abdullah bin Ai Junaid di Bust mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami dari Simak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Rasulullah pernah shalat di atas khumrah"150 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2312: Ahmad bin Isa bin As-Sakan Al Baladi mengabarkan kepada kami di Wasith, dia berkata: Zakariya bin Al Hakam Ar- Ras'ani menceritakan kepada kami, dia berkata: Wahb bin Jarir menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Abu Hashin, dari Yahya bin Watstsab, dari Abu Abdurrahman As-Sulami, dari Ummu Habibah, bahwa Nabi pernah shalat di atas khumrah.151 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2313: Al Fadhl bin Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami dari Al Alaa, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda,"Aku diberi kelebihan dibanding para nabi yang lain dengan enam perkara, (yaitu): (1) diberi kalimat sempurna, (2) diberi pertolongan dengan ketakutan dalam dada musuh, (3) dihalalkannya ghanimah untukku, (4) tanah dijadikan suci dan menyucikan untukku, (5) aku diutus untuk semua makhluk, dan (6) aku penutup para nabi." 152 [39:4] Shahih Ibnu Hibban 2314: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Muqaddami153 menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zura'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyam menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad menceritakan kepada kami dari Abu Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda, "Jika kalian tidak mendapatkan tempat selain tempat peristirahatan kambing atau tempat menderumnya unta, maka kalian boleh shalat di peristirahatan kambing, tapi jangan shalat di tempat menderumnya unta." 154 [39:4] Shahih Ibnu Hibban 2315: Abdullah bin Ahmad bin Musa Abdan mengabarkan kepada kami, Sahl bin Utsman Al Askari dan Abu Musa Az-Zamin menceritakan kepada kami, dia berkata: Hafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami dari Asy'ats, dari Al Hasan, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi melarang shalat di antara kuburan. 155 [29:3] Shahih Ibnu Hibban 2316: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Bisyr bin Mu'adz Al Aqadi menceritakan kepada kami, Abdul Wahid bin Ziyad menceritakan kepada kami, Amr bin Yahya Al Anshari menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Tanah itu semuanya adalah masjid (tempat bersujud), kecuali kamar mandi dan kuburan.“156 [29:3] Shahih Ibnu Hibban 2317: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Bakr Al Muqaddami menceritakan kepada kami, Yazid bin Zura'i menceritakan kepada kami, Hisyam menceritakan kepada kami, Muhammad menceritakan kepada kami dari Abu Hurairah dari Nabi , beliau bersabda, "Apabila kalian tidak mendapatkan selain kandang kambing dan penderuman unta, maka kalian boleh shalat di kandang kambing, tapi jangan shalat di tempat penderuman unta."157 [29:3] Shahih Ibnu Hibban 2318: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun Ar-Rayyam mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hannad bin As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Hafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami dari Asy'ats, dari Al Hasan, dari Anas bin Malik, dia berkata, "Rasulullah melarang shalat di antara kuburan." 158 [39:4] Shahih Ibnu Hibban 2319: Al Mufadhdhal bin Muhammad bin Ibrahim Al Janadi Abu Sa'id, seorang syaikh yang shalih di Makkah, mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Ziyad Al-Lahji menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Qurrah menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Al A'masy, dari Khaitsamah bin Abdurrahman, dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah melarang shalat di kuburan. 159 [39;4] Shahih Ibnu Hibban 2320: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami, dari160 Abdurrahman bin Yazid bin Jabir, dia berkata: Busr bin Ubaidullah menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Abu Idris Al Khaulani berkata: Aku mendengar Watsilah bin Al Asqa berkata: Aku mendengar Abu Martsad Al Ghanawi berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan pula shalat menghadapnya."161 [39:4] Shahih Ibnu Hibban 2321: Imran bin Musa As-Sikhtiyani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Kamil Al Jahdari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahid bin Ziyad menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Yahya menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Bumi itu semuanya adalah masjid (tempat bersujud), kecuali kuburan dan kamar mandi "162 [39:4] Shahih Ibnu Hibban 2322: Abdullah bin Ahmad bin Musa mengabarkan kepada kami, dia berkata: Sahi bin Utsman Al Askari dan Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan, kepada kami, keduanya berkata: Hafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami dari Asy'ats, dari Al Hasan, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi melarang shalat di antara kuburan. 163 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 2323: Al Hasan bin Ali bin Hudzail Al Qashbi mengabarkan kepada kami di Wasith, dia berkata: Ja'far bin Muhammad bin binti (puteri) Ishaq Al Azraq, Hafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami dari Asy'ats dan Imran bin Hudair, dari Al Hasan, dari Anas, bahwa Nabi melarang shalat menghadap kuburan. 164 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 2324: Imran bin Musa As-Sakhtiyani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Abbas bin Al Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Yazid bin Jabir mengabarkan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Busr bin Ubaidullah menceritakan dari Abu Idris Al Khaulani, dari Watsilah bin Al Asqa, dari Abu Martsad Al Ghanawi, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan jangan pula shalat menghadapnya."165 [3:2] Shahih Ibnu Hibban 2325: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Umar menceritakan kepada kami, Za'idah menceritakan kepada kami dari Ashim, dari Syaqiq, dari Abdullah, bahwa Rasulullah bersabda,"Di antara manusia yang paling buruk adalah yang mengalami peristiwa Hari Kiamat, dan yang menjadikan kuburan sebagai masjid."166 [76:2] Shahih Ibnu Hibban 2326: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Bakr mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Sa'id bin Al Musayyib, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Semoga Allah membunuh kaum Yahudi, karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid",167 [76:2] Shahih Ibnu Hibban 2327: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Asbath bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Arubah, dari Qatadah, dari Sa'id bin Al Musayyib, dari Aisyah, bahwa Rasulullah bersabda, "Allah melaknat kaum yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid."168 [6:1] Shahih Ibnu Hibban 2328: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Ja'far bin Mihran As-Sabbak menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Warits bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Abu At-Tayyah, dia berkata: Anas bin Malik menceritakan kepada kami, dia berkata, "Tatkala Rasulullah datang ke Madinah, beliau singgah di sebuah perkampungan di Madinah yang bernama bani Amr bin Auf. Di sana Rasulullah tinggal selama empat belas malam. (Suatu saat) Beliau menyuruh untuk memanggil tokoh bani Najar. Lalu mereka datang sambil menyandang pedangnya masing-masing. Nampaknya aku melihat Rasulullah berada di atas hewan tunggangannya, sedangkan Abu Bakar dibonceng di belakangnya, dan tokoh-tokoh bani Najar mengelilingi beliau sampai tiba di halaman rumah Abu Ayyub. Rasulullah melaksanakan shalat di mana saja waktu shalat itu tiba, sehingga beliau shalat di kandang kambing. Kemudian beliau memerintahkan untuk membangun sebuah mesjid. Selanjutnya beliau memangil tokoh-tokoh bani Najar, dan mereka pun datang. Beliau lalu bersabda, "Wahai bani Najar, tentukan padaku harga kebun kalian ini. Mereka menjawab, "Tidak, demi Allah, kami tidak akan menuntut harganya kecuali kepada Allah." Di kebun itu ada pohon kurma, kuburan orang-orang musyrik, dan puing-puing reruntuhan. Rasulullah lantas memerintahkan untuk menggali kuburan orang-orang musyrik dan meratakan puingnya, sedangkan pohon kurmanya ditebang, dan meletakkan pohon kurma sebagai kiblat masjid, serta membuat pintu gerbang dari sebuah batu besar. Mereka melakukan semua itu sambil menyanyikan lagu-lagu yang dapat membangkitkan semangat, dan Rasulullah ikut bersama mereka. Mereka berkata, "Ya Allah, sesungguhnya tidak ada kebaikan selain di akhirat. Tolonglah orang-orang Anshar dan orang-orang Muhajirin." 169 [39:4] Shahih Ibnu Hibban 2329: Hamid bin Muhammad bin Syu'aib Al Balkhi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Suraij bin Yunus menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq Asy-Syaibani, dari Abdullah bin Syaddad bin Al Had, dari Maimunah, bahwa Nabi shalat dengan memakai mirth (kain perempuan) milik salah seorang istri beliau, sedangkan istrinya memakai mirth yang lain lagi. 170 Sufyan berkata, "Kalau tidak salah, dia berkata, 'Dan istrinya itu sedang haid'." [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2330: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Mu'adz menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Mu'adz bin Mu'adz menceritakan kepada kami171, dia berkata: Asy'ats bin Sawwar menceritakan kepada kami dari Ibnu Sirin, dari Abdullah bin Syaqiq, dari Aisyah , dia berkata, "Nabi pernah shalat memakai selimut kami." 172 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2331: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Laits menceritakan kepada kami dari Yazid bin Abu Habib, dari Suwaid bin Qais, dari Mu'awiyah bin Hudaij, dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan, dari saudarinya —yaitu Ummu Habibah, istri Nabi - bahwa Mu'awiyah pernah bertanya kepadanya,"Apakah Nabi pernah shalat dengan pakaian yang digunakan untuk bersetubuh?" Dia menjawab, "Ya, apabila beliau melihat tidak ada kotoran padanya." 173 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2332: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Muhammad bin Asma berkata: Mahdi bin Maimun menceritakan kepada kami, dia berkata: Washil Al Ahdab menceritakan kepada kami dari Ibrahim An-Nakha'i, dari Al Aswad bin Yazid, dia berkata, "Aisyah melihatku sedang mencuci pakaianku, kemudian dia bertanya, 'Apa itu?' Aku menjawab, 'Bekas janabah (Air mani)'. Dia lalu berkata, 'Aku juga pernah melihat itu di kain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tapi cara kami membersihkannya tak lebih dari mengeriknya begini'." 174 Shahih Ibnu Hibban 2333: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Makhlad bin Abu Zumail dan Abdul Jabbar bin Ashim menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Ubaidullah bin Amr menceritakan kepada kami dari Abdul Malik bin Umair, dari Jabir bin Samurah, dia berkata, "Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Nabi , 'Bolehkah aku shalat dengan pakaian yang digunakan untuk menggauli istriku?' Beliau menjawab, 'Boleh saja, kecuali jika kamu melihat ada kotoran, barulah kamu cuci'. " 175 [3:4] Shahih Ibnu Hibban 2334: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman menceritakan kepada kami dari Aun bin Abu Juhaifah, dari ayahnya, bahwa Rasulullah keluar menggunakan jubah berwarna merah, lalu beliau menancapkan sebatang tombak dan shalat menghadap tombak itu. Kemudian ada anjing, wanita, dan keledai yang lewat di hadapan beliau, di depan tombak itu."176 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2335: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Daud bin Syabib menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Humaid, dari Al Hasan, Anas bin Malik177dan Habib bin Syahid dari Al Hasan, dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah pernah keluar dengan bersandar pada Usamah bin Zaid178. Beliau memakai burd qithri, dan beliau berselempang dengannya, lalu shalat menggunakan itu saat mengimami mereka. 179 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2336: Hamid bin Muhammad bin Syu'aib Al Balkhi mengabarkan kepada kami di Baghdad, Ubaidullah bin Umar Al Qawariri menceritakan kepada kami, Mu'adz bin Mu'adz menceritakan kepada kami, Asy'ats180 menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Sirin, dari Abdullah bin Syaqiq, dari Aisyah, dia berkata, "Biasanya Nabi tidak shalat menggunakan kain atau selimut kami."181 [30:5] Shahih Ibnu Hibban 2337: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Urwah mengabarkan kepadaku dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah berdiri hendak shalat dengan memakai gamis (kemeja) yang ada gambarnya, dan aku dapat melihat gambar itu jelas. Ketika beliau selesai shalat, beliau bersabda, "Pergi dan bawalah kemeja ini kepada Abu Jahm bin Hudzaifah, lalu bawakan aku baju anbijaniyyah, karena baju ini membuatku lalai dalam shalat."182 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2338: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakr mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Alqamah bin Abu Alqamah, dari ibunya183, dari Aisyah, dia berkata, "Abu Jahm menghadiahkan sebuah kemeja Syam yang bergambar kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Rasulullah melihat kepada gambar tersebut saat shalat, maka ketika beliau selesai shalat, beliau berkata, "Kembalikan ini kepada Abu Jahm, karena aku melihat gambarnya dalam shalat, dan itu hampir saja menggangguku."184 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2339: Khalid bin Hanzhalah Ash-Shaifi mengabarkan kepada kami di Sarkhas, dia berkata: Muhammad bin Musykan menceritakan kepada kami, dia berkata: Ja'far bin Aun menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Umais menceritakan kepada kami dari Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, dari Amr bin Sulaim185 Az-Zuraqi, dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah pernah keluar menuju shalat dengan menggendong Umamah bin Abu Al Ash di pundaknya. Jika beliau ruku, beliau meletakkannya, kemudian beliau bersujud, dan apabila beliau berdiri, beliau menggendong kembali ke pundaknya. Jika beliau hendak ruku, beliau meletakkannya kembali." 186 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2340: Muhammad bin Al Mu'afa Al Abid mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Shadaqah Al Jublani menceritakan kepada kami, Muhammad bin Harb menceritakan kepada kami dari Az-Zubaidi, dari Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, dari Amr bin Sulaim, dari Abu Qatadah, bahwa Rasulullah keluar menuju shalat, dan beliau membawa Umamah binti Abu Al Ash di pundaknya. Jika beliau ruku maka beliau meletakkan dulu Umamah dari pundaknya, dan jika selesai dari sujudnya maka beliau kembali menggendong Umamah di pundak. Hal itu beliau lakukan sampai selesai shalat. 187 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2341: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Hafsh bin Amr Ar-Rabali menceritakan kepada kami, dia berkata: Umar bin Ali menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah pernah shalat pada malam hari, sementara itu aku tidur melintang di antara beliau dengan kiblat, di atas kasur yang biasa beliau gunakan untuk tidur bersamaku (istri beliau). 188 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2342: Al Husain bin Idris mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakr menceritakan kepada kami dari Malik, dari Abu An-Nadhr — maula Umar bin Ubaidullah— dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Aisyah, dia berkata, "Aku pernah tidur di depan Rasulullah dan kakiku ada di arah kiblat beliau. Jika beliau ingin sujud maka beliau mencolek kakiku, lalu aku pun menarik kaki. Jika beliau sudah berdiri lagi maka aku menjulurkan kakiku kembali." Waktu itu di rumah tidak ada lampu." 189 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2343: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bundar menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Ubaidullah bin Umar, dia berkata: Aku mendengar Al Qasim bin Muhammad dari Aisyah, dia berkata, "Betapa buruknya kalian, menyamakan kami (kaum wanita) dengan anjing dan keledai! Sungguh, Rasulullah pernah shalat padahal aku melintang di hadapan beliau. Jika beliau ingin berwitir maka beliau mencolek kakiku." 190 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2344: Ali bin Ahmad Al Jurjani mengabarkan kepada kami di Halab, dia berkata: Ahmad bin Abdah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, "Rasulullah pernah shalat pada malam hari, dan saat itu aku sedang tidur di antara beliau dengan kiblat. Jika beliau hendak berwitir maka beliau membangunkanku." 191 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2345: Ali bin Ahmad Al Jurjani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abdah menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayyub berkata dari Hisyam bin Urwah, (bahwa Aisyah) melintang seperti melintangnya jenazah. 192 Shahih Ibnu Hibban 2346: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abbas bin Al Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, Yazid bin Zura'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Salamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Aisyah menceritakan kepadaku, "Rasulullah pernah shalat, sedangkan aku melintang di kiblat di hadapan beliau. Jika beliau hendak witir maka beliau mencolekku dengan kakinya." 193 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2347: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Kuraib menceritakan kepada kami; dia berkata: Muhammad bin Bisyr menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Urwah menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata, "Nabi pernah shalat pada malam hari saat aku berada di antara beliau dan kiblat. Jika beliau ingin melaksanakan witir maka beliau membangunkanku, sehigga aku pun melaksanakan witir." 194 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2348: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Qa'nabi menceritakan kepada kami dari Malik, dari Abu Nadhr, dan Abu Salamah, dari Aisyah, dia berkata, "Aku menjulurkan kedua kakiku di kiblat Rasulullah ketika beliau sedang shalat. Bila beliau hendak sujud maka beliau mencolekku dan aku pun menarik kedua kakiku, sedangkan jika beliau berdiri maka aku menjulurkannya lagi." 195 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2349: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Fadhl bin Musa mengabarkan kepada kami, dia berkata: 'Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Salamah menceritakan kepada kami dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda,"Syetan datang menghadap di tempat shalatku, maka aku mencengkeram lehernya dan mencekiknya sampai bisa kurasakan dingin lidahnya terjulur mengenai tanganku. Kalau saja bukan karena doa saudaraku, Sulaiman, tentu dia sudah terikat dan kalian bisa melihatnya."196 [10:5] Shahih Ibnu Hibban 2350: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Aban menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Ayyasy menceritakan kepada kami dari Hushain197, dari Ubaidullah bin Abdullah Al A'ma198, dari Aisyah, bahwa ketika beliau sedang shalat, beliau melihat sesosok syetan, maka beliau menarik dan mencekik syetan itu sampai merasakan dingin lidahnya teijulur ke tangan beliau, kemudian beliau bersabda, "Kalau saja bukan karena doa saudaraku, Sulaiman, niscaya dia (syetan ini) sudah akan diikat, sehingga orang-orang dapat melihatnya."199 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2351: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma'mar menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abu Katsir, dari Dhamdham bin Jaus Al Hiffani, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Rasulullah memerintahkan untuk membunuh dua binatang berwarna hitam dalam shalat, yaitu ular dan kalajengking." 200 [70:1] Shahih Ibnu Hibban 2352: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Muslim bin Ibrahim Al Farahidi menceritakan kepada kami, Ali bin Al Mubarak Al Huna'i menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abu Katsir, dari Dhamdham bin Jaus, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Bunuhlah dua hewan yang berwarna hitam di dalam shalat, yaitu ular dan kalajengking."201 [70.1] Shahih Ibnu Hibban 2353: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah menceritakan kepada kami dari Al Hasan bin Dzakwan, dari Sulaiman Al Ahwal, dari Atha', dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah melarang sadl -memanjangkan pakaian hingga menyeret tanah - dalam shalat, dan juga melarang laki-laki menutup mulut (ketika shalat)." 202 [108:2] Shahih Ibnu Hibban 2354: Al Fadhl bin Al Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Al Mufadhdhal menceritakan kepada kami, dia berkata: Ghalib Al Qaththan menceritakan kepada kami dari Bakr bin Abdullah Al Muzani, dari Anas bin Malik, dia berkata, "Kami biasanya apabila shalat bersama Rasulullah dan salah satu dari kami tidak sanggup meletakkan keningnya ke tanah, maka dia membentangkan pakaiannya dan sujud di atas pakaian itu (sebagai pelapis)." 203 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 2355: Abu Ya'la menceritakan kepada kami, dia berkata Ghassan bin Rabi menceritakan kepada kami dari Tsabit bin Yazid204 dari Burd bin Sinan, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, dia berkata, "Aku minta dibukakan pintu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan saat itu beliau sedang melaksanakan shalat sunah. Kebetulan pintu itu berada di arah kiblat, maka Nabi berjalan sedikit ke kanan atau ke kiri205, lalu membuka pintu, kemudian kembali melanjutkan shalat."206 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2356: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Al Hakam, dari Yahya Al Jazzar, dari Abu Ash-Shahba, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Suatu ketika Rasulullah shalat mengimami orang-orang, lalu datanglah dua orang jariyah (wanita remaja) dari bani Abdul Muththalib yang berkelahi dengan sengit, lalu Rasulullah mengambil keduanya dan memisahkan salah satunya207 dari yang lain. Dan beliau tidak peduli dengan hal itu (melanjutkan shalatnya)." 208 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2357: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, dia berkata Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami dari Al Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda "Menguap itu dari syaitan maka bila salah seorang kalian hendak menguap, tahanlah sebisa mungkin."209 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 2358: Al Fadhl bin Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Basysyar Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajlan, dari Sa'id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap. Oleh karena itu, bila seseorang dari kalian menguap, tahanlah sebisa mungkin, atau meletakkan tangan di mulutnya. Sesungguhnya jika dia menguap lalu mengucapkan, aaaaahhhh, maka itu sebenarnya syetan yang sedang tertawa di dalam perutnya. "210 [29:1] Shahih Ibnu Hibban 2359: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Wahb bin Abu Karimah menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Abu Abdurrahim, dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Al Ala bin Abdurrahman, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Aku mendengar Nabi bersabda, "Sesungguhnya menguap dalam shalat itu dari syetan, maka bila salah seorang dari kalian mendapati hal itu, tahanlah."211 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 2360: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya dan dari putra Abu Sa'id Al Khudri, dari Abu Sa'id, ia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian menguap, tutuplah mulutnya dengan tangan, karena syetan akan masuk "212 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 2361: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Ismail bin Umayyah, dari Abu Muhammad bin Amr bin Huraits, dari kakeknya, yang mendengar Abu Hurairah berkata: Abu Al Qasim bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian shalat maka jadikanlah di depannya sesuatu. Apabila tidak mendapatinya maka lemparkanlah sebuah tongkat. Apabila tidak menemukan tongkat maka garislah dengan tangan. Setelah itu tidak apa-apa jika ada orang yang lewat di depannya."213 [37:1] Abu Hatim berkata: Amr bin Huraits ini termasuk syaikh dan merupakan penduduk Madinah. Mereka yang meriwayatkan hadits darinya adalah Sa'id Al Maqburi dan putranya Muhammad, dan dia meriwayatkan dari kakeknya. Dia bukan Amr bin Huraits Al Makhzumi yang sempat menjadi sahabat Nabi , karena ini adalah Amr bin Huraits bin Umarah dari bani Udzrah. Abu Muhammad bin Amr bin Huraits mendengar dari kakeknya Huraits bin Umarah, dari Abu Hurairah. 214 Shahih Ibnu Hibban 2362: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Bakr Al Hanafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Adh-Dhahhak bin Utsman berkata: Shadaqah bin Yasar menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda, "Janganlah kamu shalat kecuali menghadap ke penghalang, dan jangan biarkan ada orang yang melintas di depanmu. Jika dia enggan maka perangi dia, karena sesungguhnya dia syetan."215 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2363: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata; Ya'qub bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Katsir bin Katsir, dari ayahnya, dari Al Muththalib bin Wada'ah, dia berkata, "Aku melihat Nabi ketika selesai thawaf mendatangi ujung tempat thawaf, kemudian shalat dua rakaat di pinggir, dan tidak ada seorang pun yang menghalangi beliau dengan orang-orang yang sedang thawaf" 216 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2364: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Amr bin Utsman menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, Zuhair bin Muhammad Al Anbari menceritakan kepada kami, Katsir bin Katsir menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari217 Al Muththalib bin Abu Wada'ah, dia berkata, "Aku melihat Nabi sejajar dengan rukun hajar aswad, sedangkan para pria dan wanita berlalu lalang di hadapan beliau, dan tidak ada penghalang antara beliau dengan mereka." 218 [1:4] Abu Hatim berkata, "Pada hadits ini terdapat dalil yang membolehkan melewati orang yang sedang shalat jika dia shalat tidak dengan penghalang yang membatasinya dengan orang lain." Dan ini adalah Katsir bin Katsir bin Al Muththalib bin Abu Wada'ah bin Shubairah bin Sa'id bin Sa'd bin Sahm bin Amr bin Hushaish bin Ka'b bin Luay As-Sahmi. Shahih Ibnu Hibban 2365: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Abbas bin Abdul Azhim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Kabir Al Hanafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah bin Abdurrahman bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar pamanku Ubaidullah bin Mawhab mendengar dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Jika saja salah seorang dari kalian tahu apa yang akan dia terima bila melintas di depan orang yang sedang shalat dan bermunajat pada Tuhannya, niscaya berdiam tempat itu selama seratus tahun lebih dia sukai."219 [46:2] Shahih Ibnu Hibban 2366: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami dari Malik, dari Abu Nadhr —maula Umar bin Ubaidullah— dari Busr bin Sa'id, bahwa Zaid bin Khalid mengutusnya untuk menemui Abu Juhaim guna bertanya tentang apa saja yang telah dia dengar dari Rasulullah mengenai orang yang melintasi orang yang sedang shalat. Abu Juhaim lalu berkata, "Rasulullah bersabda, 'Jika saja orang yang ingin melintas di depan orang shalat itu tahu dosa apa yang akan dia terima, niscaya berdiam diri selama empat puluh lebih baik daripada harus melintas di depan orang yang sedang shalat'. Aku tidak tahu apakah empat puluh tahun, bulan, hari, atau jam." 220 [62:2] Shahih Ibnu Hibban 2367: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakr menceritakan kepada kami dari Malik, dari Zaid bin Aslam, dari Abdurrahman bin Abu Sa'id Al Khudri, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian shalat maka janganlah membiarkan orang melintas di depannya, hendaklah dia cegah sebisa mungkin, dan jika orang itu tetap bersikeras ingin lewat maka perangilah dia, karena sebenarnya dia adalah syetan."221 [83:2] Shahih Ibnu Hibban 2368: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakr mengabarkan kepada kami dan Malik, dari Zaid bin Aslam, dan Abdurrahman, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Rasulullah bersabda, "Jika salah seorang dari kalian melaksanakan shalat maka jangan biarkan ada yang melintas di hadapannya, dan cegahlah sebisa mungkin. Jika dia enggan maka perangilah, karena sesungguhnya dia adalah syetan."222 [102:1] Shahih Ibnu Hibban 2369: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar Al Hanafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Adh-Dhahhak bin Utsman menceritakan kepada kami, dia berkata: Shadaqah bin Yasar menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda, "Jangan kalian shalat melainkan menghadap ke sutrah (pembatas) dan jangan biarkan ada orang yang melintas di depan kalian. Jika dia enggan maka perangilah, karena sesunggahnya dia bersama seorang teman —yaitu syetan—."223 [102:1] Shahih Ibnu Hibban 2370: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harun bin Abdullah Al Hammal menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Fudaik menceritakan kepada kami dari Adh-Dhahhak bin Utsman, dari Shadaqah bin Yasar224, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian sedang shalat maka jangan biarkan ada seorang pun yang lewat di depannya. Jika dia enggan, maka lawanlah, karena dia bersama temannya (syetan)."225 [6:4] Shahih Ibnu Hibban 2371: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Fadhl bin Ya'qub Ar-Rukhami menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Haitsam bin Jamil menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir bin Hazim menceritakan kepada kami dari Ya'la bin Hakim dan226 Az-Zubair bin Khirrit, dari Ikrimah, dari. Ibnu Abbas, bahwa Nabi pernah shalat, dan ada seekor kambing hendak melintas di depan beliau, maka beliau segera ke kiblat dan menempelkan perut beliau (ke dinding). 227 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2372: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dari Zaid bin Aslam, dari Abdurrahman bin Abu Sa'id Al Khudri, dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap ke sutrah maka hendaklah mendekat padanya, karena syetan akan lalang antara dia dengan sutrah itu, dan janganlah dia membiarkan ada orang yang melintas di hadapannya."228 Shahih Ibnu Hibban 2373: Al Fadhl bin Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, Shafwan bin Sulaim menceritakan kepada kami dari Nafi bin Jubair bin Muth'im, dari Sahi bin Abu Khaitsamah, bahwa Nabi bersabda, "Jika seorang dari kalian shalat menghadap ke pembatas, hendaknya dia mendekat ke pembatas itu, supaya shalatnya tidak diputus oleh syetan."229 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 2374: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun Ar-Rayyani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Hazim menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Sahi bin Sa'd, dia berkata, "Biasanya jarak antara tempat Rasulullah berdiri shalat dengan dinding adalah sekadar jalan untuk bisa lewatnya seekor kambing." 230 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2375: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dari Zaid bin Aslam, dari Abdurrahman bin Abu Sa'id Al Khudri, dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian shalat menghadap pembatas, hendaknya dia mendekat ke pembatas itu, karena' syetan melintas antara dia dengan pembatas itu, dan j angan biarkan ada orang yang melintas di depannya. " [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2376: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ash-Shabbah Ad-Dulabi menceritakan kepada kami, dia berkala: Muslim bin Khalid menceritakan kepada kami dari Ismail bin Umayyah, dari Abu Muhammad bin Amr bin Huraits, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian shalat hendaklah dia meletakkan sesuatu di depannya, bisa dengan kayu, jika tidak ada maka buatlah sebuah garis Setelah itu. tidak mengapa bila ada orang yang ingin lewat di depannya."232 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2377: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Abbas bin Al Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah bin Amr menceritakan kepada kami, dia berkata: Nafi mengabarkan kepadaku dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah pernah menancapkan sebuah tongkat dari besi, lalu shalat menghadap ke tongkat itu.233 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2378: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Numair menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami dari Ubaidullah bin Umar, dari Nafi, dari Ibnu Umar, dia berkata, "Aku melihat Rasulullah shalat menghadap ke kendaraannya." Nafi berkata, "Aku juga pernah melihat Ibnu Umar shalat menghadap ke kendaraannya." 234 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2379: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami dari Simak bin Harb, dari Musa bin Thalhah, dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila seorang dari kalian telah meletakkan (pembatas), meski hanya sebesar tonggak pelana, maka hendaknya shalat dan tidak perlu mempedulikan apa pun yang lewat di belakang tonggak itu."235 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2380: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim bin Habib bin Asy Syahid menceritakan kepada kami, dia berkata: Umar bin Ubaid Ath- Thanafisi menceritakan kepada kami dari Simak bin Harb, dari Musa bin Thalhah, dari ayahnya, dia berkata, "Kami pernah shalat, dan hewan-hewan berlalu-lalang di depan kami, maka kami menanyakan hal itu kepada Nabi , kemudian beliau menjawab, 'Hendaknya ada pembatas sebesar tonggak pelana di depan kalian, maka tidak ada masalah apa pun yang melintas236 di depannya'. " 237 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 2381: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Al Hakam, dari Yahya Al Jazzar, dari Abu Ash-Shahba, dia berkata: Kami pernah bersama dengan Ibnu Abbas, lalu kami menyebutkan hal-hal yang dapat memutuskan shalat, dan mereka berkata, "Keledai dan wanita." Kemudian Ibnu Abbas berkata, "Dulu aku bersama seorang pemuda dari bani Abdul Muthallib datang berboncengan menunggangi seekor keledai ketika Rasulullah mengimami shalat orang-orang di tanah yang luas, lalu kami meninggalkan keledai itu dihadapan mereka, kemudian kami mendatangi jamaah sehingga kami pun masuk diantara mereka, dan hal itu tidak mempengaruhi apa-apa." 238 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 2382: Husain bin Muhammad bin Mush'ab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Isykab menceritakan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Al Azraq menceritakan kepada kami dari Aun bin Abu Juhaifah, dari ayahnya, dia berkata, "Aku melihat Nabi di Bathha' dan beliau berada di kubah merah, sedangkan bersama beliau beberapa orang. Lalu datanglah Bilal untuk mengumandangkan adzan, dia mengarahkan mulutnya ke sini dan sana —Sufyan menjelaskan itu ketika mengucapkan "Hayya 'ash shalaah dan hayya 'alaal falaah"— percikan air sisa wudhu Nabi pun menetes, lalu orang-orang berlomba-lomba untuk mendapatkan tetesan itu, sampai-sampai anak kecil masuk ke ketiak orang-orang dewasa dan mendapatkan percikan sisa air whudu beliau. Kemudian Bilal menancapkan tombak di depannya, kemudian keledai, wanita dan anjing berlalu lalang dihadapannya dan Bilal tidak mencegahnya. Beliau shalat Zhuhur dua rakaat, kemudian shalat dua rakaat-dua rakaat sampai datang ke Madinah."239 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 2383: Abdullah bin Shalih Al Bukhari mengabarkan kepada kami di Baghdad, dia berkata: Abdullah bin Ishaq Al Adzrami menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahhab bin Atha menceritakan kepada kami dari Sa'id bin Abu Arubah, dari Qatadah, dari Humaid bin Hilal, dari Abdullah bin Ash-Shamit, dia berkata: Aku pernah bertanya kepada Abu Dzar tentang hal-hal yang dapat memutus shalat seseorang, dia lalu berkata, "Jika di depanmu tidak ada tonggak sebesar pelana, maka yang bisa memutus shalatmu adalah wanita, keledai, dan anjing hitam." Aku lalu berkata, "Apa beda anjing hitam dengan anjing putih dan kuning?" Dia menjawab, "Wahai keponakanku, aku juga menanyakan hal yang sama kepada Rasulullah sebagaimana pertanyaanmu itu, dan beliau menjawab, 'Anjing hitam itu adalah syetan,"240 [61:3] Abu Hatim berkata, "Adzrimah adalah sebuah kampung di Nashibain." Shahih Ibnu Hibban 2384: Ahmad bin Muhammad bin Al Husain mengabarkan kepada kami, dia berkata: Syaiban bin Farrukh menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Mughirah menceritakan kepada kami, Humaid bin Hilal menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Ash-Shamit, dari Abu Dzar, dia berkata, "Shalat seorang laki-laki bisa terputus oleh wanita, keledai, dan anjing hitam bila di depannya tidak ada pembatas sebesar tonggak pelana." Abdullah bin Ash-Shamith berkata: Aku berkata, "Wahai Abu Dzar, apa bedanya anjing hitam dengan anjing putih atau merah?" Abu Dzar menjawab, "Wahai keponakanku, aku juga bertanya kepada Rasulullah seperti pertanyaanmu itu, dan beliau menjawab, 'Anjing hitam adalah syetan'. " 241 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2385: Al Fadhl bin Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Humaid bin Hilal mengabarkan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Abdullah bin Ash-Shamit menceritakan dari Abu Dzar, dari Nabi , beliau bersabda, "Shalat seorang laki-laki akan terputus242 bila di depannya tidak ada pembatas sebesar tonggak pelana, yaitu oleh keledai, anjing hitam, dan wanita. Abdullah bin Ash-Shamith berkata: Aku bertanya, "Apa bedanya anjing hitam dengan anjing merah atau kuning?" Abu Dzar menjawab, "Aku bertanya kepada Rasulullah seperti pertanyaanmu itu, dan beliau menjawab, 'Anjing hitam adalah syetan243 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2386: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul A'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Sa'id menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Al Hasan, dari Abdullah bin Mughaffal, dari Nabi , beliau bersabda, "Anjing, keledai, dan wanita dapat memutus shalat."244 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2387: Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Haysim Ath-Thusi menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Qatadah, dari Jabir bin Zaid, dari Ibnu Abbas, dari Nabi , beliau bersabda, "Anjing dan wanita haid dapat memutuskan shalat."245 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2388: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami dengan khabar yang gharib dia berkata: Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu'tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Salm246 bin Abu Adz-Dzayyal menceritakan kepada kami dari Humaid bin Hilal Al Adawi, dari Abdullah bin Ash-Shamit, dari Abu Dzar, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Wanita, keledai, dan anjing hitam dapat memutuskan shalat." Aku (Abdullah bin Shamit) bertanya, "Wahai Abu Dzar, apa bedanya anjing hitam dengan anjing merah dan kuning?" Dia berkata, "Aku juga bertanya kepada Rasulullah sebagaimana kamu bertanya kepadaku, dan beliau menjawab, 'Anjing hitam itu adalah syetan'." 247 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2389: Abu Ya'la menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Ayyub, Habib bin Asy-Syahid dan Yunus bin Ubaid, dari Humaid bin Hilal, dari Abdullah bin Ash-Shamit, dari Abu Dzar, bahwa Rasulullah bersabda, ''Wanita, keledai, dan anjing hitam dapat memutus shalat." Aku (Abdullah bin Shamit) bertanya, "Apa bedanya anjing hitam dengan anjing merah, kuning, dan putih?" Abu Dzar berkata, "Wahai anak saudaraku, aku juga bertanya kepada Rasulullah sebagaimana kamu bertanya kepadaku, dan beliau menjawab, 'Sesungguhnya anjing hitam itu adalah syetan'." 248 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2390: Al Fadhl bin Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Bakr bin Hafsh menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Urwah bin Az-Zubair berkata: Aisyah berkata, "Aku pemah berada di depan Rasulullah berbaring melintang seperti melintangnya jenazah, saat beliau sedang shalat."249 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2391: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Walid Al Busri menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul A'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Hassan menceritakan kepada kami dari Humaid bin Hilal, dari Abdullah bin Ash-Shamit, dari Abu Dzar, dari Nabi , beliau bersabda, "Shalat harus diulang bila dilintasi250 oleh keledai, wanita, dan anjing hitam." Abdullah bin Ash-Shamit lalu berkata, "Apa beda anjing hitam dengan anjing kuning atau merah?" Abu Dzar berkata, "Aku juga bertanya kepada Rasulullah sebagaimana kamu bertanya kepadaku, dan beliau menjawab, Anjing hitam itu syetan'. "251 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2392: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Ismail bin Ulayyah menceritakan kepada kami dari Yunus bin Ubaid, dari Humaid bin Hilal, dari Abdullah bin Ash-Shamit, dari Abu Dzar, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila di depan mushalli tidak ada tonggak sebesar pelana, maka wanita, keledai, dan anjing hitam dapat memutuskan shalatnya." Abdullah bin Ash-Shamit berkata, "Wahai Abu Dzar, apa bedanya anjing hitam dengan anjing merah atau anjing kuning?" Abu Dzar menjawab, "Wahai252 keponakanku, aku juga bertanya kepada Rasulullah seperti pertanyaanmu ini, dan beliau menjawab, 'Anjing hitam adalah syetan'. " 253 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2393: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakr menceritakan kepada kami dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Ubaidullah bin Abdullah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Aku datang dengan mengendarai seekor keledai betina —waktu itu aku baru saja bermimpi dewasa— sedangkan Rasulullah tengah mengimami orang-orang di Mina. Aku melintasi sebagian shaf, lalu turun dari keledaiku dan membiarkannya merumput. Lantas aku masuk ke dalam dan tidak seorang pun yang mengingkari perbuatanku."254 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2394: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Aun bin Abu Juhaifah menceritakan kepada kami dari ayahnya, dia berkata, "Aku mendatangi Nabi di Abthuh, di sebuah kubah (tenda) milik beliau yang berwarna merah yang terbuat dari kulit binatang. Lalu keluarlah Bilal memberikan air wudhu kepada beliau. Di antara orang- orang yang berebutan air whudu beliau ada yang tepercik dan ada pula yang tersiram. Lalu Rasulullah keluar dengan memakai jubah berwarna merah, seakan-akan aku melihat putih kaki beliau. Kemudian Bilal adzan, mulutnya bergerak ke kanan dan ke kiri saat mengucapkan hayya 'ala ash-shalaah dan hayya 'alal falaah. Kemudian dia menancapkan sebatang tombak, lalu beliau berdiri dan shalat Ashar dua rakaat. Saat shalat, ada keledai, anjing, dan wanita yang lewat di depan beliau, namun tidak dicegah. Beliau shalat dengan jumlah dua rakaat sampai beliau kembali ke Madinah." 255 [61:3] Shahih Ibnu Hibban 2395: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ash-Shabbah Ad-Dulabi menceritakan kepada kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami, dia berkata: Ya'la bin Atha mengabarkan kepada kami dari Jabir bin Yazid bin Al Aswad Al Amiri, dari ayahnya, dia berkata: Aku bersama Rasulullah saat beliau haji. Aku shalat Subuh bersama beliau di masjid Al Khaif di Mina. Ketika beliau selesai melaksanakan shalat, ternyata ada dua orang laki-laki256 di akhir shaf yang tidak melaksanakan shalat. Mereka pun dibawa ke hadapan Rasulullah dan mereka sudah gemetaran. Beliau lalu bertanya kepada mereka, "Apa yang melarang kalian untuk shalat bersama kami?" Keduanya menjawab, "Wahai Rasulullah, kami sudah shalat di tempat kami." Beliau bersabda, "Jangan lakukan, bila kalian sudah shalat di rumah kalian, kemudian datang ke masjid yang sedang berjamaah, maka shalatlah lagi bersama mereka, karena itu akan jadi nafilah (shalat sunah) bagi kalian."257 [49:4] Shahih Ibnu Hibban 2396: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hudbah bin Khalid Al Qaisi. menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammam bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Husain Al Muallim menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib, dari Sulaiman bin Yasar, bahwa dia melihat Ibnu Umar sedang duduk di lantai ketika orang-orang sedang shalat. Lalu aku katakan padanya, "Mengapa engkau duduk, padahal orang-orang sedang shalat?'* Dia menjawab, "Aku sudah shalat, dan Rasulullah melarang kami untuk melakukan shalat dua kali dalam satu hari." 258 Abu Hatim berkata, "Amr bin Syuaib adalah seorang yang tsiqah dan khabarnya bisa dijadikan hujjah bila dia meriwayatkan dan selain ayahnya259. Tapi bila dia meriwayatkan dan ayahnya, dan kakeknya maka akan terjadi inqitha' (terputus) sanad atau irsal di dalamnya, maka kami tidak menjadikannya sebagai hujjah. 260 [97:2] Shahih Ibnu Hibban 2397: Al Husain bin Ahmad bin Bistham mengabarkan kepada kami di Ubullah, dia berkata: Abdullah bin Mu'awiyah Al Jumahi menceritakan kepada kami, dia berkata: Wuhaib261 bin Khalid menceritakan kepada kami dari Sulaiman An-Naji, dari Abu Al Mutawakkil, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata, "Seorang laki-laki masuk masjid, dan Rasulullah telah selesai melaksanakan shalat, maka berkatalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Siapa yang mau bersedekah untuk orang ini, hendaknya shalat berjamaah dengannya'."262 [97:2] Shahih Ibnu Hibban 2398: Abdullah bin Muhammad bin Murrah mengabarkan kepada kami di Bashrah, dia berkata: Abdullah bin Mu'awiyah263 Al Jumahi menceritakan kepada kami, dia berkata: Wuhaib bin Khalid menceritakan kepada kami dari Sulaiman An-Naji, dari Abu Al Mutawakkil, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata, "Seorang laki-laki masuk masjid, dan Rasulullah telah selesai melaksanakan shalat, maka Rasulullah berkata, 'Tidakkah ada yang mau bersedekah kepada orang ini? Hendaknya shalat bersamanya'"264 [5:4]. Shahih Ibnu Hibban 2399: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abu Bakar Al Muqaddami menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Adi menceritakan kepada kami dari Sa'id bin Abu Arubah, dari Sulaiman An-Naji, dari Abu Al Mutawakkil, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Nabi shalat bersama para sahabat beliau, lalu ada seorang laki-laki datang, maka berkatalah Nabi "Siapa yang mau bersedekah kepada orang ini, maka shalatlah bersamanya!"265 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 2400: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Basysyar Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Dinar menceritakan kepada kami, bahwa dia mendengar Jabir bin Abdullah berkata: Mu'adz bin Jabal shalat bersama Nabi , kemudian dia kembali ke kaumnya dan menjadi imam bagi mereka. Suatu malam Nabi mengakhirkan pelaksanaan shalat Isya, dan Mu'adz ikut shalat bersama beliau. Dia lalu kembali kepada kami dan maju sebagai imam. Dia membuka shalat dengan surah Al Baqarah. Ketika seseorang dari kaumnya mengetahui hal itu, dia mundur ke belakang dan menyelesaikan shalatnya sendiri, lalu dia pergi, maka kami berkata kepadanya, "Ada apa denganmu, wahai fulan? Apakah kamu sudah jadi orang munafik?" Dia menjawab, "Aku tidak munafik, aku akan mendatangi dan mengadukan hal ini kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Dia pun mendatangi Nabi dan melapor, "Wahai Rasulullah, Mu'adz shalat bersama engkau, lalu dia pulang dan shalat mengimami kami. Sesungguhnya engkau tadi malam mengakhirkan pelaksanaan shalat Isya, dan Mu'adz shalat bersamamu. Dia lalu kembali kepada kami, kemudian maju untuk' mengimami kami. Dia membaca surah Al Baqarah. Ketika aku sadari hal itu, aku pun mundur dan shalat sendiri. Wahai Rasulullah, kami adalah pemilik unta penyiram kebun dan kami hanya bekeija dengan tangan kami." Nabi kemudian berkata kepada Muadz, "Wahai Muadz, apakah kamu mau menjadi pemberi beban kepada orang? 256 Apakah kamu mau jadi pemberi beban kepada orang? Bacalah surah ini dan ini saja. " Amr berkata, "Beliau memerintahkan untuk membaca beberapa surah pendek yang aku tidak ingat." Sufyan berkata: Kami berkata kepada Amr bin Dinar, Abu Az- Zubair menyampaikan kepada mereka, bahwa Nabi berkata kepadanya, "Bacalah as-samaa'i wath-thaariq, was-samaa'i dzatil buruuj, wasy-syamsi wa dhuhaha dan wallaili idza yaghsyaa. " Amr berkata, "Ya, kira-kira seperti itu."267 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 2401: Ismail bin Daud bin Wardan mengabarkan kepada kami di Mesir, dia berkata: Isa bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits bin Sa'd mengabarkan kepada kami dari lbnu Ajian, dari Ubaidullah bin Miqsam, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, "Mu'adz bin Jabal melaksanakan shalat Isya bersama Nabi , kemudian dia pulang ke kaumnya dan shalat bersama mereka sebagai imam."268 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 2402: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Dinar menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Jabir berkata, "Mu'adz bin Jabal melaksanakan shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian dia kembali ke kaumnya, lalu mengimami mereka."269 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2403: Hajib bin Arkin- di Damaskus mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami dari Manshur bin Zadzaan, dari Amr bin Dinar, dari Jabir bin Abdillah, bahwa Mu'adz pernah Isya bersama Rasulullah di penghujung waktu, kemudian dia kembali ke kaumnya, lalu mengimami kaumnya dengan shalat tersebut. 270 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2404: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amr bin Ali menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dari Ubaidullah bin Miqsam, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, "Mu'adz melaksanakan shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian dia kembali, lalu mengimami kaumnya dengan shalat yang telah dia kerjakan bersama Rasulullah sebelumnya." 271 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2405: Umar bin Sa'id bin Sinan menceritakan kepada kami, Ahmad bin Abi Bakr menceritakan kepada kami dari Malik, dari Zaid bin Aslam, dari seorang laki-laki dari Bani Du'il272 yang biasa dipanggil Busr273 bin Mihjan, dari ayahnya, bahwa dia pernah berada di majelis bersama Nabi yang waktu itu sedang shalat. Beliau lalu kembali, dan Mihjan tetap di majelisnya. Rasulullah pun berkata kepadanya, "Apa yang menghalangimu untuk shalat bersama orang-orang? Bukankah kamu seorang muslim?" Dia menjawab, "Benar, wahai Rasulullah, tapi aku sudah shalat di rumahku." Rasulullah lalu bersabda, "Jika kamu datang (ke masjid) maka shalatlah lagi bersama orang-orang, meskipun kamu sudah shalat sebelumnya."274 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2406: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Imran bin Musa Al Qazzaz menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Warits menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayyub menceritakan kepada kami dari Abu Al Aliyah Al Barra, dia berkata: Ibnu Ziyad mengakhirkan pelaksanaan shalat, lalu datanglah Abdullah bin Shamit kepadaku, maka aku menyediakan kursi untuknya. Aku lalu menceritakan perbuatan Ibnu Ziyad tersebut. Abdullah bin Shamit lalu menggigit bibirnya, kemudian memukul pahaku sambil berkata, "Aku pernah bertanya kepada Abu Dzar, dan dia memukul pahaku, sebagaimana aku memukul pahamu sekarang ini, dan dia berkata, 'Aku pernah bertanya kepada Rasulullah sebagaimana kamu bertanya padaku, dan beliau memukul pahaku sebagaimana aku memukul pahamu ini, dan beliau bersabda, "Shalatlah di awal waktu. Jika kamu mendapati shalat bersama mereka maka shalatlah sekali lagi, dan jangan katakan, 'Aku sudah shalat,."275 [95 Shahih Ibnu Hibban 2407: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Yunus mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab, dia berkata: Atha bin Yazid Al-Laitsi mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Abu Ayyub Al Anshari dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Witir itu adalah hak. Barangsiapa suka berwitir dengan lima rakaat maka berwitirlah. Barangsiapa suka berwitir dengan tiga rakaat maka berwitirlah. Barangsiapa suka berwitir dengan satu rakaat maka berwitirlah. Barangsiapa tidak sanggup maka hendaknya berwitir dengan isyarat." 277 [42:1] Shahih Ibnu Hibban 2408: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Abdah bin Abdillah278 menceritakan kepada kami, Abu Daud Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, Hisyam Ad-Dastuwa'i menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Rasulullah bersabda, "Siapa yang mendapati Subuh padahal dia belum shalat witir, maka tidak ada lagi witir baginya."279 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 2409: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ar-Rabi Az-Zahrani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ya'qub Al Qummi menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Jariyah menceritakan kepada kami dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Rasulullah shalat mengimami kami pada bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat, dan witir. Pada malam berikutnya, kami berkumpul di masjid dan kami berharap beliau keluar, tapi beliau tidak keluar sampai Subuh. Kami lalu masuk (menemui beliau) dan kami tanyakan, "Wahai Rasulullah, kami sudah berkumpul di masjid, dan kami harap engkau bersedia shalat bersama kami." Beliau lalu berkata, "Aku khawatir shalat witir ini akan diwajibkan kepada kalian."280 [29:5] Abu Hatim berkata, "Kedua hadits tersebut berlainan redaksi dan maknanya, terjadi di dua keadaan pada bulan Ramadhan yang berbeda, tidak dalam satu kejadian yang sama pada bulan yang sama." 281 Shahih Ibnu Hibban 2410: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami dari Al Awza'i, dari Az-Zuhri, dari Atha bin Yazid Al-Laitsi, dari Abu Ayyub, bahwa Nabi bersabda, "Witir adalah sesuatu hak, siapa yang berkehendak maka berwitirlah lima rakaat, siapa yang berkehendak maka laksanakanlah witir tiga rakaat, dan siapa yang berkehendak maka witirlah satu rakaat. " 282 [24:5] Shahih Ibnu Hibban 2411: Muhammad bin Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Atha bin Yazid Al-Laitsi mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Abu Ayyub Al Anshari dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Witir adalah sebuah hak, siapa yang menyukai lima rakaat maka berwitirlah, siapa yang menyukai berwitir tiga rakaat maka berwitirlah, siapa yang suka berwitir satu rakaat maka berwitirlah dan siapa yang tidak sanggup hendaknya mengerjakannya dengan isyarat."283 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2412: Al Hasan bin Muhammad bin Abu Ma'syar mengabarkan kepada kami di Hairan, dia berkata: Abdurrahman bin Amr Al Bajali menceritakan kepada kami, dia berkata: Zuhair bin Mu'awiyah menceritakan kepada kami dari Al Hasan bin Al Hurr, dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa dia pernah berwitir di atas unta dan mengatakan bahwa Rasulullah pernah melakukan hal itu.284 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2413: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Abu Bakar bin Umar bin Abdurrahman, dari Sa'id bin Yasar, dia berkata: Aku pernah melakukan perjalanan bersama Abdullah bin Umar di salah satu jalan daerah Makkah. Ketika aku khawatir dengan datangnya Subuh, aku turun untuk melaksanakan shalat witir. Abdullah bin Umar lalu berkata kepadaku, "Dari mana kamu?" Aku menjawab, "Aku khawatir akan masuk waktu fajar, maka aku turun untuk shalat witir." Abdullah bin Umar lalu, "Bukankah bagimu suriteladan dari Rasulullah ?" Aku menjawab, 'Tentu." Dia berkata lagi, "Sesungguhnya Rasulullah pernah shalat witir di atas unta." 285 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2414: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdah bin Abdullah Al Khuza'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Daud Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, dia berkata: menceritakan kepada kami Hisyam Ad-Dastuwa'i dari Qatadah, dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa didahului oleh waktu Subuh dan dia belum sempat berwitir, maka tak ada lagi witir baginya."286 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2415: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ar-Rabi Az-Zahrani menceritakan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Abdullah Al Qummi, dia berkata: Isa bin Jariyah menceritakan kepada kami dari Jabir bin Abdillah, dia berkata, "Rasulullah shalat bersama kami pada bulan Ramadhan sebanyak delapan rakaat, dan dia shalat witir. Pada malam berikutnya kami kembali berkumpul di masjid, dan kami harap beliau keluar untuk shalat bersama kami. Kami berdiam di masjid sampai Subuh, maka kami bertanya kepada beliau,' "Wahai Rasulullah, kami berharap engkau keluar untuk shalat bersama kami." Beliau lalu menjawab, "Aku khawatir shalat witir ini nanti akan diwajibkan kepada kalian."287 [24:5] Shahih Ibnu Hibban 2416: Ali bin Ahmad Al Juijani mengabarkan kepada kami di Halab, dia berkata: Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, Nuh bin Qais menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid bin Qais menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas, bahwa ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah shalat yang diwajibkan Allah kepada hamba-Nya?" Beliau menjawab, "Lima shalat." Dia berkata, "Apakah ada sebelum dan sesudahnya sesuatu?" Beliau menjawab, "Allah hanya mewajibkan lima shalat kepada hamba-hamba-Nya." Orang itu pun bersumpah untuk tidak akan menambah dan mengurangi kelima shalat itu." Nabi kemudian berkata, "Jika dia jujur maka dia akan masuk surga. "288 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2417: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Adi menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Abdu Rabbih bin Sa'id, dari Muhammad bin Yahya bin Habban, dari Ibnu Muhairiz, dari Al Mukhdaji, dia berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Abu Muhammad —orang Anshar— tentang witir, lalu dia menjawab, "Witir itu wajib sebagaimana wajibnya shalat." Lalu datanglah Ubadah bin Shamit, dan dilaporkan kepadanya tentang hal itu, maka dia berkata, "Abu Muhammad telah berbohong, karena aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Hanya ada lima shalat yang diwajibkan Allah kepada para hamba-Nya. Barangsiapa tidak mengurangi sedikit pun dari itu karena menganggap remeh, maka Allah Jalla wa Ala akan membuat perjanjian untuknya pada Hari Kiamat bahwa dia akan dimasukkan ke dalam surga. Barangsiapa melaksanakan shalatnya dengan menguranginya lantaran meremehkan urusan shalat, maka dia tidak punya perjanjian dengan Allah, sehingga jika Allah berhendak, Dia akan menyiksanya, dan jika Allah berkehendak, Dia akan mengampuninya'." 289 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2418: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musa bin Ismail menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami dari Al Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi bersabda, "Shalat lima waktu dan shalat Jum 'at ke Jum 'at lainnya adalah penghapus dosa yang terjadi antara keduanya, selama tidak digelimangi oleh dosa-dosa besar"290 Shahih Ibnu Hibban 2419: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Umayyah bin Bistham menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zura'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Rauh bin Al Qasim menceritakan kepada kami dari Ismail bin Umayyah, dari Yahya bin Abdullah bin Shaifi, dari Abu Ma'bad, dari Ibnu Abbas, bahwa ketika Rasulullah mengutus Mu'adz ke Yaman, beliau berpesan, "Kamu akan mendatangi kaum dari Ahli Kitab, maka hal pertama yang kamu sampaikan ke mereka adalah ibadah kepada Allah. Jika mereka sudah mengenal Allah, kabarkan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka sudah melaksanakannya, kabarkan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk mengeluarkan zakat yang akan diambil dari harta mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin di antara mereka. Jika mereka patuh dalam hal ini, ambillah (zakat) itu dari mereka, dan jagalah harta terbaik yang mereka miliki."291 [34:5] Abu Hatim berkata, "Mencari dalil seperti khabar-khabar yang mengatakan bahwa witir bukan shalat fardhu sangat mudah, karena dalil yang menyatakan hal tersebut amatlah banyak. Apa yang kami sebutkan sebagian dari khabar-khabar tersebut sudah mencukupi untuk menegaskan bahwa shalat witir bukanlah wajib. Diantara dalil tersebut adalah ketika Nabi mengutus Mu'adz ke Yaman beberapa, hari sebelum beliau meninggal dunia, beliau menyuruh Mu'adz menyampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam kepada mereka. Seandainya shalat witir itu wajib atau sebuah kewajiban tambahan dari Allah selain shalat lima waktu tersebut sebagaimana yang dipahami oleh orang yang kurang pengetahuan terhadap hadits dan tidak bisa membedakan mana yang shahih dan dha'if, niscaya Nabi memerintahkan Mu'adz bin Jabal untuk mengabarkan penduduk Yaman bahwa Allah telah mewajibkan shalat enam waktu, bukan lima waktu. Maka apa yang kami sebutkan adalah keterangan yang paling jelas, bahwa shalat witir bukanlah shalat wajib. Hanya kepada Allah kami memohon taufiq. 292 Shahih Ibnu Hibban 2420: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami, Zaid bin Akhram menceritakan kepada kami, Abu Qutaibah menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Sa'd bin Hisyam, dari Aisyah, dia berkata, "Nabi apabila sakit dan belum shalat malam, maka beliau shalat pada siang hari sebanyak dua belas rakaat." 293 [47:5] Shahih Ibnu Hibban 2421: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, dia berkata, "Rasulullah pernah shalat sunah di atas kendaraan menghadap ke mana saja kendaraan itu menghadap, dan beliau shalat witir di atasnya. Hanya saja, beliau tidak pernah shalat fardhu di atas kendaraan." Salim berkata, "Ibnu Umar juga pernah shalat di atas kendaraannya pada malam hari ketika hewan itu berjalan, dan dia tidak peduli294 kemanapun hewan itu menghadap."295 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2422: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Daud menceritakan kepada kami dari Ibnu Abu Dzi'b, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, bahwa Nabi pernah shalat witir dengan jumlah satu rakaat.296 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2423: Abdullah bin Muhammad bin Salm297 mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Az-Zuhri menceritakan kepada kami dari Urwah, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah melaksanakan shalat witir dengan satu rakaat" 298 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2424: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim maula Tsaqif mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Musa Khat menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Khalid Al Khayyath menceritakan kepada kami dari Malik bin Anas, dari Makhramah bin Sulaiman, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi melaksanakan shalat witir sebanyak satu rakaat.299 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 2425: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dia' berkata: Al Asy'ats bin Sulaim300 menceritakan kepadaku dari Al Aswad bin Hilal, dari Tsa'labah bin Zahdam, dia berkata: Kami bersama Sa'id bin Al Ash di Thabaristan, dia berkata, "Siapa di antara kalian yang pernah melasakanakan shalat khauf bersama Rasulullah ?" Hudzaifah lalu berkata, "Aku." Hudzaifah lalu berdiri dan membariskan orang-orang di belakangnya sebanyak dua barisan, satu baris di belakangnya dan satu baris lagi berhadapan dengan musuh. Dia mengimami yang di belakangnya satu rakaat, kemudian mereka beranjak dan menempati tempat yang lain, dan datanglah mereka, lalu shalat satu rakaat, dan semuanya tidak ada yang meng-qadha. 301 [23:4] Shahih Ibnu Hibban 2426: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Dinar mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Ibnu Umar berkata, "Rasulullah ditanya tentang shalat malam, lalu beliau bersabda, 'Hendaklah kalian shalat dua rakaat-dua rakaat. Jika kalian khawatir akan masuk waktu Subuh, maka shalatlah satu rakaat sebagai witir (pengganjil) dari semua shalat yang telah dilakukan'. " 302 [23:4] Shahih Ibnu Hibban 2427: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami dia berkata: Ahmad bin Abu Bakr menceritakan kepada kami dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari Aisyah, bahwa Nabi melaksanakan shalat witir dengan satu rakaat. 303 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2428: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim —maula Tsaqif— mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Musa Khat menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Khalid Al Khayyath menceritakan kepada kami, Malik menceritakan kepada kami dari Makhramah bin Sulaiman, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi shalat witir dengan satu rakaat. 304 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2429: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami305, dia berkata: Sulaiman bin Bilal menceritakan kepadaku dari Shalih bin Kaisan, dari Abdullah bin Al Fadhl, dari Abu Salamah bin Abdurrahman dan Abdurrahman Al A'raj, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Janganlah kalian shalat witir tiga rakaat, tapi dengan lima rakaat, atau tujuh rakaat, dan jangan jadikan witir menyerupai shalat Maghrib."306 [43:2] Shahih Ibnu Hibban 2430: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abi Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Sa'id bin Abi Sa'id, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dia mengabarkan kepadanya bahwa dia bertanya kepada Aisyah, "Bagaimana shalat Rasulullah pada bulan Ramadhan?" Aisyah menjawab, "Rasulullah tidak pernah shalat malam, baik pada bulan Ramadhan maupun di luar bulan Ramadhan, melebihi sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat, jangan kamu tanya bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan pula kamu tanya bagus dan panjangnya, kemudian beliau shalat tiga rakaat." Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Wahai Rasulullah, apakah engkau tidur sebelum shalat witir?' Beliau menjawab, 'Wahai Aisyah, kedua mataku tertidur, tapi hatiku tidak'. " 307 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2431: Abdullah bin Muhammad mengabarkan kepada kami dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami dari Al Auza'i, dia berkata: Az-Zuhri menceritakan kepada kami, dia berkata: Urwah menceritakan kepadaku, dia berkata: Aisyah menceritakan kepadaku, dia berkata, "Rasulullah biasanya shalat malam di antara setelah shalat Isya dan sebelum shalat Subuh sebanyak sebelas rakaat. Beliau salam pada tiap dua rakaat dan berwitir dengan satu rakaat. Beliau berdiam dalam sujudnya kira-kira seperti orang yang membaca lima puluh ayat, sebelum akhirnya beliau mengangkat kepalanya dari sujud. Apabila sudah selesai dikumandangkan adzan shalat fajar maka beliau shalat lagi dua rakaat, kemudian berbaring sebentar di atas sisinya yang kanan sampai muadzin mendatangi beliau." 308 [10:5] Shahih Ibnu Hibban 2432: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Abdullah Muhammad309 bin Amr Al Ghazzi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Ufair menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub menceritakan kepadaku dari Yahya bin Sa'id, dari Amrah, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah biasa membaca pada dua rakaat pertama dalam shalat witimya, "Sabbihisma rabbikal 'ala (surah Al A'la)" dan "Qul yaa ayyuhal kaafiruun (surah Al Kaafiruun)." Kemudian pada rakaat ketiga yang dijadikan witir membaca Qul huwallahu ahad (surah Al Ikhlaash)", "Qul a'udzu birabbil falaq (surah Al Falaq)", dan "Qul a'udzu birabbin-naas (surah An-Naas)" 310 Shahih Ibnu Hibban 2433: Muhammad bin Ahmad bin Nadhr Al Khulqani mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Ali bin Al Hasan bin Syaqiq311 menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar ayahku berkata: Abu Hamzah mengabarkan kepada kami dari Ibrahim Ash-Sha'igh, dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah biasa memisahkan antara shalat yang genap dengan shalat yang ganjil.312 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2434: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami dari Al Wadhin bin Atha, dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya, dia berkata, "Nabi memisahkan rakaat genap dengan ganjil (witir) dengan salam yang beliau perdengarkan kepada kami." 312 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2435: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Attab bin Ziyad menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Hamzah menceritakan kepada kami dari Ibrahim Ash-Sha'igh, dari Nafi, dari Ibnu Umar, dia berkata, "Rasulullah memisahkan rakaat genap dengan witir dengan salam yang beliau perdengarkan kepada kami."314 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 2436: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar Ash-Shufi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ma'in menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Hafsh Al Abbar menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Zubaid Al Iyami dan Thalhah, dari Dzar, dari Sa'id bin Abdurrahman bin Abza, dari ayahnya, dari Ubay bin Ka'b, bahwa Nabi pemah shalat witir dengan membaca, "Sabbihisma rabbikal 'ala (surah Al A'laa)", "Qul yaa ayyuhal kaafiruun(surah Al-Kafiruun)", dan "Qul huwallahu ahad (surah Al Ikhlaash)". 315 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2437: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdah bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Urwah menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah biasa shalat malam dengan tiga belas rakaat, diantaranya beliau shalat witir lima rakaat, dan beliau tidak duduk (tasyahhud) di dalamnya melainkan pada rakaat terakhir, kemudian beliau salam." 316 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2438: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Wahb bin Jarir mengabarkan kepada kami, dia berkata: Syu'bah317 menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa Rasulullah melaksanakan shalat witir sebanyak lima rakaat, dan pernah pula sebanyak tujuh rakaat 318 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2439: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Umar bin Musa Al Hadi menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah dan Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa Rasulullah pernah shalat witir lima rakaat, dan tidak duduk (tasyahhud) kecuali pada rakaat terakhir.319 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2440: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdah bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah melaksanakan witir lima rakaat dan beliau tidak duduk melainkan pada rakaat terakhir beliau duduk (tasyahhud), kemudian salam."320 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2441: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, Sa'id menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Sa'd bin Hisyam, bahwa Aisyah ditanya tentang shalat witir Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu Aisyah menjawab, "Kami biasa menyiapkan siwak dan air buat beliau bersuci, lalu Allah membangkitkannya untuk apa saja yang Dia inginkan pada malam hari, lalu beliau bersiwak dan berwudhu, kemudian shalat tujuh rakaat, dan beliau tidak duduk kecuali pada rakaat keenam. Pada rakaat keenam itu beliau duduk dan berdzikir kepada Allah, serta berdoa." 321 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2442: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu'adz bin Hisyam menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Sa'd bin Hisyam, dari Aisyah, dia berkata, "Apabila Rasulullah melaksanakan shalat witir sebanyak sembilan rakaat, maka beliau tidak duduk kecuali pada rakaat kedelapan, kemudian beliau memuji Allah, berdzikir, dan berdoa. Beliau lalu bangun dan tidak salam. Lalu beliau shalat pada rakaat kesembilan, kemudian salam dengan memperdengarkannya kepada kami. Selanjutnya beliau shalat dua rakaat dalam keadaan duduk." 322 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2443: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada dia berkata: Abu Bakar bin Ayyasy menceritakan kepada kami dari Abu Hashin, dari Yahya bin Watstsab, dari Masruq, dia berkata, "Aku bertanya kepada Aisyah tentang shalat witir Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu dia menjawab, 'Setiap malam Rasulullah shalat witir, baik pada awal malam maupun tengah malam. Shalat witir yang beliau laksanakan sebelum meninggal berakhir ketika waktu sahur.' 323 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2444: Al Fadhl bin Hubab mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Raja menceritakan kepada kami dari Isra'il, dari Asy'ats bin Abu Sya'tsa, dari ayahnya, dari Masruq, dia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah, "Kapan waktunya Nabi shalat witir?" Aisyah menjawab, "Ketika beliau mendengar suara kokok ayam. Amalan yang paling beliau sukai adalah amalan yang terus-menerus meski sedikit.' 324 [47:5] Shahih Ibnu Hibban 2445: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Za'idah menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Umar menceritakan kepadaku dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda, "Dahuluilah Subuh dengan witir."325 [78:1] Syaikh berkata, "Hanya Ibnu Abu Za'idah yang meriwayatkan hadits ini (hadits gharib)" Shahih Ibnu Hibban 2446: Al Hasan bin Sufyan dan Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Muhammad bin Abbad Al Makki menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sulaim menceritakan kepada kami dari Ubaidullah bin Umar, dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa Nabi berkata kepada Abu Bakar, "Kapan kamu shalat witir?"Abu Bakar menjawab, "Aku witir dulu, baru tidur." Beliau lalu berkata, "Kalau begitu kamu berhati-hati." Beliau lalu bertanya kepada Umar, "Kapan kamu shalat witir?" Umar menjawab, "Aku tidur dulu, baru shalat witir." Beliau lalu berkata, "Kalau begitu kamu mengambil perbuatan orang kuat."326 [38:4] Shahih Ibnu Hibban 2447: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul A'la bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Wuhaib menceritakan kepada kami dari Burd bin Al Ala, dari Ubadah bin Nusay, dari Ghushaif bin Al Harits, dia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah, "Wahai Ummul Mukminin, Rasulullah shalat witir pada awal malam atau akhir malam?" Aisyah menjawab, "Kadang beliau witir pada awal malam, dan kadang pada akhir malam." Aku berkata, "Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah yang telah memberikan keluasan pada kita." Aku lalu bertanya lagi, "Wahai Ummul Mukminin, Rasulullah mandi janabat pada awal malam atau akhir malam?" Aisyah menjawab, "Kadang beliau mandi pada awal malam, kadang pula pada akhir malam." Aku berkata, "Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah yang telah memberikan keluasan bagi kita." Aku bertanya lagi, "Wahai Ummul Mukminin, Rasulullah membaca dengan keras atau pelan dalam shalat malam?" Aisyah menjawab, "Kadang beliau membaca dengan keras (jahr) dan kadang dengan pelan ( sirr)." Aku berkata, "Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah yang telah memberikan keluasan pada kita." 327 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2448: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Maimun bin Al Ashbagh menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Maryam menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari Amrah, dari Aisyah, dia berkata, "Nabi membaca dalam shalat witir pada rakaat pertàma membaca 'sabbihisma rabbikal A'la (surah Al A'laa)', pada rakaat kedua membaca 'qul yaa ayyuhal kaaflruun (surah Al Kaafiniun)', pada rakaat ketiga membaca 'qul huwallahu ahad (surah Al Ikhlaash)', 'qul a'udzu birabbil falaq (surah Al Falaq) dan 'qul a'udzu birabbin-naas (surah An-Naas) '." 328 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2449: Ibrahim bin Ishaq Al Anmathi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Nashr bin Ali menceritakan kepada kami, dia berkata: Mulazim bin Amr menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Badr menceritakan kepada kami dari Qais bin Thalq, dia berkata: Suatu hari ayahku mengunjungiku pada bulan Ramadhan. Ayahku itu bermalam di rumah kami dan berbuka puasa bersama. Dia melaksanakan shalat malam dan witir bersama kami329, kemudian berangkat ke masjidnya dan shalat bersama para sahabatnya. Dia lalu menyuruh seorang laki-laki, dan berkata, "Pimpinlah shalat witir untuk teman-temanmu, karena aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, 'Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam'. " 330 [81:2] Shahih Ibnu Hibban 2450: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abu Ubaidah menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Al A'masy, dari Thalhah bin Musharrif, dari Dzar, dari Sa'id bin Abdurrahman bin Abza dari ayahnya, dari Ubay bin Ka'b, ia berkata: Nabi dalam shalat witir biasa membaca "sabbihisma rabbikal 'ala", "qul yaa ayyuhal kaafiruun" dan "qul huwallahu ahad". Ketika salam, beliau membaca "subhaanal malikil qudduus (Maha Suci Allah Yang Maha Suci) sebanyak tiga kali. 331 [5:34] Shahih Ibnu Hibban 2451: Al Fadhl bin Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Katsir Al Abdi menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari An-Nu'man bin Salim, dari Amr bin Uwais, dari Anbasah bin Abu Sufyan, dari Ummu Habibah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Tidaklah setiap orang yang mengerjakan shalat dua belas rakaat di luar fardhu, kecuali Allah bangunkan sebuah rumah di surga untuknya.322 Shahih Ibnu Hibban 2452: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ar-Rabi bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Syu'aib bin Al- Laits bin Sa'd menceritakan kepada kami, Al-Laits bin Sa'd menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajlan, dari Abu Ishaq Al Hamdani, dari Amr bin Aus Ats-Tsaqafi, dari Anbasah bin Abu Sufyan, dari saudarinya —yaitu Ummu Habibah— dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Barangsiapa shalat dua belas rakaat sehari, maka Allah bangunkan sebuah rumah untuknya di surga: empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelah Zhuhur, dua rakaat sebelum Ashar, dua rakaat setelah Maghrib, dan dua rakaat sebelum Subuh."333 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2453: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, Muhammad bin Mihran menceritakan kepada kami, kakeknya Abu Al Mutsanna menceritakan kepadaku dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Semoga Allah merahmati orang yang shalat empat rakaat sebelum Ashar."334 [2:1] Abu Hatim berkata, "Abu Al Mutsanna namanya adalah Muslim bin Mutsanna. Dia termasuk penduduk Kufah yang tsiqah. Redaksi 'empat' dalam hadits ini maksudnya dengan dua kali salam pada tiap dua rakaat, karena dalam khabar riwayat Ya'la bin Atha dari Ali bin Abdullah Al Azdi, dari Ibnu Umar, dikatakan bahwa Nabi bersabda, 'Shalat malam dan siang adalah dua rakaat-dua rakaat'." 335 Shahih Ibnu Hibban 2454: Abu Khalifah Al Fadhl bin Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami dari Yazid bin Zurai, dia berkata: Ayyub menceritakan kepada kami dari Nafi, dari Ibnu Umar, dia berkata, "Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau shalat dua rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelah Zhuhur, dua rakaat setelah Maghrib, dan dua rakaat setelah Isya terakhir. Hafshah juga menyampaikan kepadaku bahwa beliau shalat dua rakaat yang ringan ketika sudah dikumandangkan adzan Subuh, dan pada waktu itu tidak ada yang masuk menemui beliau." 336 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 2455: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Amr Al Ghazzi menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Sa'id Al Qurasyi menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Muhajir menceritakan kepada kami dari Tsabit bin Ajian, dari Sulaim bin Amir, dari Abdullah bin Az-Zubair, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Tidak ada shalat lima fardhu kecuali di depannya (sebelumnya) terdapat shalat dua rakaat."337 [92:1] Shahih Ibnu Hibban 2456: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Ya'qub Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, Atha mengabarkan kepadaku dari Ubaid bin Umair, dari Aisyah, bahwa Nabi Allah tidak pernah menjaga shalat sunah melebihi penjagaannya terhadap dua rakaat sebelum Subuh. 338 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2457: Imran bin Musa As-Sikhtiyani menceritakan kepada kami, Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Hafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Atha, dari Ubaid bin Umair, dari Aisyah, dia berkata, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah lebih menyegerakan pelaksanaan sesuatu daripada dua rakaat sebelum Subuh, bahkan bila dibanding dengan harta rampasan perang yang beliau dapatkan sekalipun." 339 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2458: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Bahlul menceritakan kepada kami, Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami, Sulaiman At-Taimi dan Sa'id bin Abi Arubah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Sa'd bin Hisyam, dari Aisyah, bahwa Rasulullah bersabda, "Dua rakaat340 shalat sebelum fajar lebih aku sukai daripada dunia dan segala isinya."341 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2459: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Amr bin Muhammad An-Naqid menceritakan kepada kami, Abu Ahmad Az- Zubairi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Mujahid, dari Ibnu Umar, dia berkata, Aku mengamati Nabi selama sebulan, dan beliau biasa membaca "qul yaa ayyuhal kaafiruun" serta "qul huwallahu ahad" 342 [2:1] Abu Hatim berkata, "Abu Ahmad Az-Zubairi Muhammad bin Abdullah Al Asadi mendengar khabar ini dari Ats-Tsauri, Israil, dan Syarik, semuanya dari Abu Ishaq. Kadang dia meriwayatkan dari yang ini, dan kadang pula dari yang itu." 343 Shahih Ibnu Hibban 2460: Ahmad bin Al Hasan bin Abdul Jabbar Ash-Shufi di Baghdad mengabarkan kepada kami, Yahya bin Ma'in menceritakan kepada kami, Yahya bin Abdullah bin Yazid bin Abdullah bin Unais Al Anshari berkata: Aku mendengar Thalhah bin Khirasy menceritakan dari Jabir bin Abdullah, bahwa ada seorang laki-laki berdiri, lalu shalat dua rakaat sunah fajar; pada rakaat pertama dia membaca "qul yaa ayyuhal kaafiruun" sampai selesai. Nabi lalu berkata, "Orang ini mengenal Tuhannya." Lalu pada rakaat kedua membaca "qul huwallahu ahad" hingga selesai. Rasulullah lalu berkata, "Orang ini merupakan hamba yang beriman kepada Tuhannya." Thalhah berkata, "Aku pun suka membaca kedua surah tersebut pada dua rakaat tersebut." 344 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2461: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami dari Sa'id Al Jurairi, dari Abdullah bin Syaqiq, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Sebaik- baik surah adalah surah yang dibaca dalam dua rakaat sunah sebelum fajar, yaitu 'qul yaa ayyuhal kaafiruun' dan 'qul huwallahu ahad'." 345 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2462: Abdullah bin Mahmud bin Sulaiman346 As-Sa'di mengabarkan kepada kami di Marwa, dia berkata: Ibnu Abi Umar Al Adani menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Amr bin Dinar, dari Ibnu Syihab, dari Salim, dari ayahnya, dari Hafshah, bahwa Nabi shalat dua rakaat fajar ketika fajar mulai bersinar. 347 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 2463: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Al Madini menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, dia berkata: Atha mengabarkan kepadaku dari Ubaid bin Umair, dari Aisyah, bahwa Rasulullah tidak pernah sangat menjaga shalat nafilah melebihi penjagaannya terhadap dua rakaat shalat sunah sebelum Subuh. 348 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2464: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim mengabarkan kepada kami, dia berkata: Waki mengabarkan kepada kami dari Sufyan, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa Nabi meringankan dua rakaat fajar. 349 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2465: Imran bin Musa mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Khalid Al Ahmar dan Yazid bin Harun menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari Muhammad bin Abdurrahman, dari Amrah, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah shalat dua rakaat fajar dan beliau meringankannya, sampai-sampai aku berpikir di dalam hati bahwa beliau tidak membaca Al Faatihah. 350 [27:5] Shahih Ibnu Hibban 2466: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Hakim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahhab berkata: Aku mendengar Yahya bin Sa'id berkata: Muhammad bin Abdurrahman menceritakan kepadaku, bahwa dia mendengar Amrah menceritakan dari Aisyah, dia berkata, "Nabi biasa shalat dua rakaat fajar dan meringankannya, sampai-sampai aku berkata (dalam hati), 'Beliau membaca Al Faatihah atau tidak'?" 351 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 2467: Muhammad bin Ubaidullah bin Al Fadhl Al Kala'i di Himsh berkata. Amr bin Utsman menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'aib bin Abi Hamzah menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad berkata: Urwah bin Az-Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa Aisyah berkata, "Rasulullah biasanya apabila muadzin sudah selesai mengumandangkan adzan (pertama352) pertanda masuk waktu Subuh, maka beliau shalat dua rakaat yang ringan sebelum shalat Subuh dan setelah telah nampak fajar baginya. Kemudian beliau berbaring di atas lambung kanan, sampai muadzin datang kepada beliau untuk mengumandangkan iqamah." 353 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 2468: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Mu'adz Al Aqdi menceritakan kepada kami, Abdul Wahid bin Ziyad menceritakan kepada kami, Al A'masy menceritakan kepada kami dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Rasulullah bersabda, 'Apabila salah seorang dari kalian shalat dua rakaat fajar, maka hendaklah berbaring di atas sisi kanannya'." Marwan bin Al Hakam lalu berkata kepadanya (Abu Hurairah), "Apakah tidak cukup kalau kami berjalan ke masjid, sehingga kami harus berbaring terlebih dahulu?" Abu Hurairah menjawab, "Tidak." Hal itu lalu sampai kepada Ibnu Umar, dan Ibnu Umar pun berkata, "Abu Hurairah memang berani." Ibnu Umar lalu ditanya, "Apakah engkau mengingkari perkataan Abu Hurairah? Dia menjawab, 'Tidak, hanya saja dia berani354 sedangkan kami takut." Pernyataan Ibnu Umar tersebut lalu sampai kepada Abu Hurairah, dan dia pun berkata, "Apa salahku jika aku hafal sedangkan mereka lupa?" 355 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2469: Ali bin Hamdun bin Hisyam mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Sa'id Ad-Darimi menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Umar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Amir Al Jazzar menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Mulaikah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Shalat Subuh telah diiqamahkan, maka aku berdiri untuk melaksanakan shalat sunah dua rakaat, namun Nabi menarik tanganku dan berkata, 'Apakah kamu akan shalat Subuh empat rakaat'! " [69:2] Shahih Ibnu Hibban 2470: Muhammad bin Sufyan Ash-Shaffar mengabarkan kepada kami di Mashishah, dia berkata: Ibnu Ulayyah menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Amr bin Dinar, dari Atha bin Yasar, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Jika shalat sudah diiqamahkan, maka tak ada lagi shalat selain shalat maktubah (lima waktu)."357 [69:2] Shahih Ibnu Hibban 2471: Al Hasan bin Ishaq bin Ibrahim Al Khaulani A1 Mishri mengabarkan kepada kami di Tharasus. Dikabarkan oleh Muhammad bin Al Mundzir, Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah, mereka semua berkata: Ar-Rabi bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, dia berkata: Asad bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Al- Laits bin Sa'd menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari ayahnya, dari kakeknya, yaitu Qais bin Qahd, bahwa dia pernah shalat Subuh bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tapi dia belum sempat melaksanakan shalat dua rakaat fajar. Setelah Rasulullah salam, dia ikut salam bersama beliau. Dia lalu berdiri untuk melaksanakan shalat dua rakaat, dan Rasulullah hanya melihatnya, tidak mengingkari perbuatannya.358 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 2472: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami di Tustar, Abdul Quddus bin Muhammad Al Habhabi menceritakan kepada kami, Amr bin Ashim menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami, Qatadah menceritakan kepada kami dari An-Nadhr bin Anas, dari Basyir bin Nahik, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Siapa yang belum sempat melaksanakan dua rakaat shalat sunah fajar, maka hendaklah melaksanakannya ketika matahari telah terbit."359 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2473: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma'mar menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya, dia berkata, "Aku hafal dari Rasulullah dua rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelah Zhuhur, dua rakaat setelah Maghrib, dan dua rakaat setelah Isya." Ibnu Umar berkata, "Hafshah kemudian mengabarkan kepadaku bahwa Rasulullah biasanya shalat dua rakaat sebelum Subuh setelah terbit fajar." 360 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2474: Syabab bin Shalih mengabarkan kepada kami, dia berkata: Wahb bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid menceritakan kepada kami dari Khalid, dari Abdullah bin Syaqiq, dia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah tentang shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu Aisyah menjawab, "Beliau biasanya shalat empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah Isya, dan sembilan rakaat pada malam hari." Aku bertanya lagi, "Beliau melaksanakannya dengan duduk atau berdiri?" Aisyah menjawab, "Beliau shalat pada malam hari yang panjang dengan duduk, Namun pernah pula shalat pada malam yang panjang dengan berdiri." Aku bertanya lagi, "Apa yang beliau lakukan jika berdiri? Apa yang beliau lakukan jika duduk?" Aisyah menjawab, "Jika beliau membaca dalam berdiri maka beliau ruku juga dengan berdiri, tapi jika membaca (surah) dengan duduk maka beliau juga ruku dalam keadaan duduk." 361 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2475: Muhammad bin Ali Ash-Shairafi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Kamil Al Jahdari menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai menceritakan kepada kami, dia beikata: Khalid Al Hadzdza menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Syaqiq, dia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah tentang shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu dia menjawab, "Beliau shalat empat rakaat sebelum Zhuhur, kemudian keluar dan shalat Zhuhur berjamaah. Lalu beliau pulang ke rumah dan shalat dua rakaat. Kemudian beliau keluar untuk shalat Maghrib, lalu pulang ke rumah dan shalat sunah dua rakaat. Selanjutnya beliau keluar untuk shalat Isya dan pulang ke rumah, lantas shalat dua rakaat. Kemudian beliau shalat sembilan rakaat pada malam hari." Aku bertanya lagi, "Dengan duduk atau dengan berdiri?" Aisyah menjawab, "Beliau shalat pada malam hari dalam waktu yang lama dengan berdiri." Aku bertanya lagi, "Kalau beliau membaca dengan berdiri?" Zurai menjawab, "Jika beliau membaca dengan berdiri maka beliau ruku dengan berdiri, namun jika membaca dengan duduk maka beliau juga ruku dengan duduk. Beliau lalu shalat sebelum Subuh Sebanyak dua rakaat." 362 [34:5] Shahih Ibnu Hibban 2476: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Musaddad bin Musarhad mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ismail menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayyub menceritakan kepada kami dari Nafi, dia berkata, "Ibnu Umar memperpanjang shalat sebelum Jum'at dan shalat dua rakaat setelahnya di rumah, lalu dia menceritakan bahwa Rasulullah biasa melakukan hal itu." 363 [25:5] Shahih Ibnu Hibban 2477: Abdullah bin Qahthabah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu'tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku dari Sahi bin Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian melaksanakan shalat maka hendaknya melaksanakan shalat364 empat rakaat setelahnya" 365 [25:5] Shahih Ibnu Hibban 2478: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Musaddad menceritakan kepada kami, Abu Awanah menceritakan kepada kami dari Suhail bin Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian melaksanakan shalat Jum'at, maka henclaklah shalat empat rakaat setelaknya."366 [67:3] Shahih Ibnu Hibban 2479: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul A'la bin Hammad An-Narsi menceritakan kepada kami, Wuhaib bin Khalid menceritakan kepada kami, dia berkata: Suhail bin Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda, "Apabila kamu shalat setelah Jum'at maka shalatlah367 empat rakaat."368 Wuhaib berkata, "Ubaidullah bin Umar menjawab perkataan Suhail, 'Nafi menceritakan kepadaku dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah melaksanakan shalat dua rakaat setelah shalat Jum'at.'." 369 [25:5] Shahih Ibnu Hibban 2480: Al Mufadhdhal Muhammad bin Ibrahim Al Janadi di Makkah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Ziyad Al-Lahji menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Qurrah menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Suhail bin Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Barangsiapa di antara kalian melaksanakan shalat sunah setelah shalat Jum'at, maka shalatlah empat rakaat."370 [25:5] Shahih Ibnu Hibban 2481: Sa'id bin Abdul Aziz Al Halabi mengabarkan kepada kami di Damaskus, Abu Nu'aim Ubaid bin Hisyam menceritakan kepada kami, Mu'tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Siapa di antara kalian hendak melaksanakan shalat setelah shalat Jum'at maka hendaknya shalat dengan empat rakaat."371 [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2482: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Ubaidullah bin Mu'adz bin Mu'adz menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Ya'la bin Atha, dia mendengar Ali Al Bariqi, dari Ibnu Umar, dari Nabi , beliau bersabda, "Shalat malam dan siang itu dua rakaat-dua rakaat."373 [67:1] Abu Hatim berkata, "Bariq adalah sebuah gunung di daerah Azd." 374 Shahih Ibnu Hibban 2483: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami di Tustar, dia berkata: Muhammad bin Al Walid Al Busri menceritakan kepada kami, dia berkata: Ghundar menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Ya'la bin Atha, dari Ali Al Azdi, dari Ibnu Umar, dari Nabi , beliau bersabda, "shalat malam dan siang itu dua rakaat-dua rakaat."375 [25:5] Shahih Ibnu Hibban 2484: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Hujr As-Sa'di menceritakan kepada kami, dia berkata, Ashim bin Suwaid menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Musa bin Al Harits, dari ayahnya, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, "Rasulullah mendatangi bani Amr bin Auf pada hari Rabu, beliau bersabda, 'Jika kalian datang pada hari raya kalian ini maka hendaklah kalian diam di tempat sehingga kalian bisa mendengar perkataanku'. Mereka lalu berkata, 'Iya, Ayah376 dan ibuku tebusan untuk engkau, wahai Rasulullah, kami akan lakukan'. Ketika mereka menghadiri shalat Jum'at, Rasulullah shalat bersama mereka. Kemudian beliau shalat dua rakaat setelah Jum'at di dalam masjid, lalu beliau pulang ke rumah sebelum malam." 377 [25:5] Shahih Ibnu Hibban 2485: Al Husain bin Ishaq Al Ashfahani mengabarkan kepada kami di Karaj, Abdullah bin Sa'id Al Kindi menceritakan kepada kami, Ibnu Idris menceritakan kepada kami dari378 Suhail bin Abi Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa di antara kalian akan melaksanakan shalat setelah Jum'at, hendaknya shalat empat rakaat. Jika ia memiliki kesibukan maka boleh melaksanakannya dua rakaat di masjid dan dua rakaat di rumah."379 [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2486: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Rasulullah memerintahkan kami untuk shalat empat rakaat setelah shalat Jum'at." Suhail berkata, "Ayahku berkata kepadaku, 'Jika kamu tidak melaksanakan shalat di masjid Al Haram empat rakaat, maka shalatlah di masjid dua rakaat dan di rumahmu dua rakaat'." 380 [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2487: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya Az-Zimmani menceritakan kepada kami, dia berkata: Sahn bin Qutaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Dzi'b menceritakan kepada kami dari Nafi, dari Ibnu Umar, dia berkata, "Nabi tidak pernah shalat dua rakaat setelah Maghrib dan dua rakaat setelah Jum'at kecuali di rumah."381 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2488: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Amr Al Ghazzi berkata: Utsman bin Sa'id Al Qurasyi menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Muhajir menceritakan kepada kami dari Tsabit bin Ajian, dari Sulaim bin Amir, dari Abdullah bin Az-Zubair, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Tidak ada shalat fardhu (lima waktu) kecuali di depannya (sebelumnya) ada shalat (sunah) dua rakaat."382 Shahih Ibnu Hibban 2489: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Amr bin Amir dari Anas bin Malik, dia berkata, "Ketika muadzin mengumandangkan adzan, para sahabat Rasulullah mencari tiang-tiang masjid untuk shalat (di belakangnya), dan sampai Rasulullah keluar mereka masih shalat dua rakaat sebelum Maghrib. Tidak ada apa-apa antara adzan dan iqamah."383 [5:4] Shahih Ibnu Hibban 2490: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Hazim menceritakan kepada kami, Al A'masy menceritakan kepada kami dari Abu Sufyan, dari Jabir, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian shalat di masjidnya, hendaklah memberikan bagian dari shalatnya untuk rumahnya, karena Allah akan membuat kebaikan untuk rumahnya dari shalat tersebut."384 [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2491: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami di Maushil, Abdul A'la bin Hammad menceritakan kepada kami, Wuhaib bin Khalid menceritakan kepada kami, Musa bin Uqbah menceritakan kepada kami dari Salim Abu An-Nadhr, dari Busr bin Sa'id, dari Zaid bin Tsabit, bahwa Rasulullah membuat sebuah kamar dari tikar pada bulan Ramadhan. Beliau shalat di sana pada malam hari, dan orang-orang pun mengikuti shalat beliau tersebut. Ketika beliau menyadari perbuatan mereka, beliau menghentikan kegiatan shalat malam tersebut. Beliau keluar mendatangi mereka, kemudian bersabda, 'Aku tahu apa yang telah kalian lakukan. Shalatlah di rumah kalian, wahai manusia, karena sesungguhnya shalat seseorang yang paling utama adalah di rumahnya, kecuali shalat lima waktu'."385 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2492: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Ya'qub Ad-Dauraqi menceritakan ;kepada kami, Ismail bin Ulayyah menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Shuhaib menceritakan kepada kami dari Anas bin Malik, dia berkata: Rasulullah masuk masjid, dan ada sebuah tali terikat antara dua tiang, maka beliau bertanya, "Apa ini?" Orang-orang menjawab, "Itu milik Zainab386, yang digunakan untuk shalat, jika dia merasa malas atau lemah maka dia memegang tali itu (sambil shalat sunah)." Beliau lalu bersabda, "Lepaskan tali ini. Hendaklah kalian shalat ketika bersemangat, dan jika merasa malas atau cape maka duduklah."387 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2493: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, dia berkata: Humaid mengabarkan kepada kami dari Anas, bahwa Rasulullah masuk ke masjid dan melihat tali388 yang terbentang di antara dua tiang, maka beliau bertanya, "Apa ini?" Mereka menjawab, "Si fulan menggunakannya untuk shalat, jika dia sudah mulai lemah389 maka dia bergantung dengan tali itu." Rasulullah pun bersabda, "Hendaknya dia shalat jika dia segar (berakal) saja, dan jika dia takut dikalahkan oleh rasa kantuk maka hendaknya dia tidur."390 [10:3] Shahih Ibnu Hibban 2494: Ahmad bin Yahya bin Zuhair mengabarkan kepada kami di Tustar, Muhammad bin Al Walid As-Sari menceritakan kepada kami, Ghundar menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Ya'la bin Atha, dari Ali Al Azdi, dari Ibnu Umar, dari Nabi , beliau bersabda, "Shalat malam dan siang itu dua rakaat-dua rakaat."391 [10:3] Shahih Ibnu Hibban 2495: Al Hasan bin Ahmad bin Ibrahim bin Fil Al Balisi Abu Thahir mengabarkan kepada kami, seorang Imam masjid Jami di Anthakiah berkata: Muhammad bin Amr bin Al Abbas Al Bahili menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu'tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Umarah bin Ghaziyyah dari Yahya bin Sa'id Al Anshari, dari Amir bin Abdullah Az-Zubair, dari Amr bin Sulaim Al Anshari, dari Abu Qatadah, dari Nabi , beliau bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid maka janganlah duduk sebelum shalat dua rakaat."392 [49:2] Shahih Ibnu Hibban 2496: Muhammad bin Shalih bin Dzuraih di Ukbar mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Jawwas Al Hanafi mengabarkan kepada kami, Al Asyja'i menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Muharib bin Ditsar, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, "Aku pernah punya piutang atas , lalu beliau membayar kepadaku dan memberi lebihnya untukku. Aku masuk ke masjid, dan beliau berkata kepadaku, 'Shalatlah dua rakaat'." 393 [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2497: Al Fadhl mengabarkan kepada kami, Al Qa'nabi menceritakan kepada kami dari Malik, dari Amir bin Ubdillah bin Az-Zubair, dari Amr bin Sulaim Az-Zuraqi, dari Abu Qatadah As-Sulami, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, hendaklah shalat dua rakaat sebelum duduk"394 [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2498: Al Husain bin Muhammad bin Abi Ma'syar mengabarkan kepada kami di Harran, dia berkata: Muhammad bin Al Harits Al Harrani menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Abu Abdirrahim, dari Zaid bin Abi Unaisah, dari Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, dari Amr bin Sulaim Al Anshari, dari Abu Qatadah, dia berkata: Aku mendengar Nabi bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, maka hendaklah shalat dua rakaat sebelum dia duduk"395[67:1] Shahih Ibnu Hibban 2499: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Hudbah bin Khalid menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Amir bin Abdillah bin Az-Zubair, dari Amr bin Sulaim, dari Abu Qatadah, dari Nabi , beliau bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian masuk masjid, hendaklah shalat dua rakaat sebelum duduk atau bertanya kepada orang lain."396 [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2500: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Daud bin Rasyid menceritakan kepada kami, Hafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dan Abu Sufyan, dari Jabir. Keduanya (Abu Hurairah dan Jabir) berkata, "Sulaik Al Ghathafani masuk masjid ketika Nabi sedang berkhutbah, lalu beliau menyuruhnya untuk shalat dua rakaat." 397 Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Hafsh bin Ghiyats, yang merupakan hakim di Kufah. Demikian dikatakan oleh syaikh. [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2501: Ahmad bin Umair bin Jausha mengabarkan kepada kami di Damaskus, Ahmad bin Yahya Ash-Shufi menceritakan kepada kami, Ishaq bin Manshur menceritakan kepada kami, Daud Ath- Tha'iy menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dia berkata, "Seorang laki-laki masuk masjid ketika Nabi sedang khutbah Jum'at, maka beliau berkata kepada orang itu, 'Shalatlah dua rakaat yang ringkas sebelum kamu duduk'."398 [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2502: Muhammad bin Ishaq bin Sa'id As-Sa'idi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Khasyram menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa mengabarkan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Sufyan, dari Jabir, dia berkata, "Sulaik Al Ghathfani datang ke masjid pada hari Jum'at ketika Rasulullah sedang berkhutbah, dan dia langsung duduk, maka Rasulullah bersabda kepadanya, ' Wahai Sulaik, berdirilah dan shalat dua rakaat, kerjakan dengan ringan'. Beliau lalu bersabda, 'Apabila salah seorang dari kalian datang pada hari Jum'at saat imam sedang berkhutbah, hendaknya melaksanakan shalat dua rakaat dengan ringan'." 399 [107:1] Shahih Ibnu Hibban 2503: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abu Bakar Al Muqaddami menceritakan kepada kami, Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajlan, Iyadh menceritakan kepadaku dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa seorang laki-laki masuk masjid pada hari Jum'at ketika Nabi sedang berkhutbah di atas mimbar. Nabi lalu memanggilnya dan menyuruhnya shalat dua rakaat. Kemudian pada Jum'at kedua dia masuk lagi ketika beliau sedang di mimbar, maka beliau memanggilnya dan menyuruhnya shalat dua rakaat. Kemudian pada Jum'at ketiga dia masuk lagi ketika beliau sedang di mimbar, maka beliau memanggilnya dan menyuruhnya shalat dua rakaat. 400 [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2504: Ahmad bin Muhammad bin Ai Hasan bin Asy-Syarqi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Al Azhar menceritakan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dari Ibnu Ishaq, dia berkata: Aban bin Shalih menceritakan kepadaku dari Mujahid, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, "Sulaik Al Ghathafani masuk masjid pada hari Jum'at ketika Rasulullah sedang berkhutbah di depan orang banyak, maka Rasulullah berkata kepadanya, 'Shalatlah dua rakaat dan jangan lagi mengulang perbuatan ini'. Dia pun shalat dua rakaat, kemudian duduk'."401[107:1] Abu Hatim berkata, "Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Jangan mengulang lagi perbuatan ini!' maksudnya adalah larangan terlambat datang menuju masjid untuk shalat Jum'at, bukan larangan melakukan shalat dua rakaat yang telah diperintahkan. Dalil yang menunjukkan kebenaran hal ini adalah khabar Ibnu Ajian yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa Nabi memerintahkan seseorang yang datang pada Jum'at kedua untuk melaksanakan shalat sunah dua rakaat." Shahih Ibnu Hibban 2505: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dia berkata: Iyadh bin Abdullah, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa seorang laki-laki masuk masjid pada hari Jum'at ketika Rasulullah sedang berkhutbah, maka beliau memanggilnya dan menyuruhnya shalat dua rakaat, kemudian bersabda, "Bersedekahlah.". Orang-orang pun bersedekah dan memberi orang ini dua buah pakaian. Nabi lalu berkata, "Bersedekahlah kalian." Orang tadi lalu melemparkan salah satu pakaiannya. Hal itu tidak disukai oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, "Lihatlah orang ini, dia masuk masjid dalam keadaan lusuh, maka aku berharap ada simpati dengan keadaannya sehingga mau bersedekah, tapi ternyata kalian tidak melakukan hal itu, maka aku katakan, 'Bersedekahlah kalian', dan mereka pun memberinya dua buah pakaian. Kemudian aku katakan lagi, 'Bersedekahlah kalian', lalu dia melepaskan salah satu pakaiannya?! Ambil kembali pakaianmu!" Rasulullah kemudian membentaknya.402 [66:2] Abu Hatim berkata, "Sabda beliau, 'Ambil merupakan kalimat perintah yang menunjukkan larangan melakukan hal sebaliknya, yaitu mendermakan pakaiannya. Hadits ini megandung pelajaran bahwa seseorang bila menyedekahkan sesuatu dan kebetulan belum ada yang menerima, maka dia boleh mengambil kembali apa yang ia sedekahkan itu. Selain itu, ada pula dalil bahwa tidak disunnahkan seseorang menyedekahkan semua miliknya, melainkan harta lebih darinya dan orang-orang yang menjadi tanggungannya." Shahih Ibnu Hibban 2506: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Abu At-Tayyah, dari Anas bin Malik, dia berkata, "Rasulullah biasa bercampur dengan kami dalam banyak403 kesempatan, bahkan beliau biasa menggoda adikku, 'Hai Abu Umair, bagaimana dengan si Nughair?' Hingga ketika tiba waktu shalat, kami menghamparkan sebuah karpet milik kami dan beliau shalat di sana dengan membariskan kami di belakangnya."404 [1:4] Abu Hatim berkata, "Perkataan Anas 'ketika tiba waktu shalat' maksudnya adalah shalat sunah, karena Al Musthafa tidak pernah shalat lima waktu melainkan di masjid bila berada di perkampungan kaum Anshar." Shahih Ibnu Hibban 2507: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dia berkata: Aku mendengar Abu Salamah, dari Ummu Salamah, dia berkata, "Rasulullah tidak meninggal hingga kebanyakan shalat yang beliau laksanakan adalah dengan keadaan duduk. Amal yang paling beliau sukai adalah yang terus-menerus meskipun ringan." 405 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2508: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abi Bakar mengabarkan kepada kami dan Malik, dan Az-Zuhri, dari As-Sa'ib bin Yazid, dari Al Muththalib bin Abi Wada'ah, dari Hafshah, dia berkata, "Aku tidak pernah melihat Nabi shalat sunah dalam keadaan duduk hingga setahun sebelum beliau wafat. Beliau membaca surah secara tartil sehingga menjadi lebih panjang dari biasanya." 406 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2509: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Hjur As-Sa'di menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir bin Abdul Hamid menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata, "Nabi shalat dalam keadaan duduk setelah beliau masuk usia tua. Apabila sudah tersisa dari bacaannya 30 ayat, beliau kembali berdiri menyelesaikan bacaan surah tersebut, baru kemudian ruku."407 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2510: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul A'la bin Hammad An-Narsi menceritakan kepada kami, dia berkata: Wuhaib bin Khalid menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid Al Hadzdza menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Syaqiq, dari Aisyah, dia berkata: Aku (Abdullah) bertanya kepadanya (Aisyah) tentang shalat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu ia menjawab, "Rasulullah shalat pada malam hari dengan panjang dalam keadaan duduk. Pernah pula dalam keadaan berdiri dalam waktu yang lama. Jika beliau shalat dengan duduk maka beliau pun ruku dengan duduk, tapi jika shalat dengan berdiri maka ruku dengan berdiri."408 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2511: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Salm bin Junadah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami dari Yazid bin Ibrahim At-Tustari, dari Ibnu Sirin, dari Abdullah bin Syaqiq Al Uqaili, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah melaksanakan shalat dengan posisi berdiri dan duduk. Jika beliau memulai shalat dengan berdiri maka beliau ruku dalam keadaan berdiri, dan jika beliau shalat dalam keadaan duduk maka beliau juga ruku dalam keadaan duduk." 409 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2512: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah Al Mukharrami menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Daud Al Hafari menceritakan kepada kami dari Hafsh bin Ghiyats, dari Humaid Ath- Thawil, dari Abdullah bin Syaqiq, dari Aisyah, bahwa Nabi shalat dalam keadaan bersila.410 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2513: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Al Hasan bin Hammad Sajjadah menceritakan kepada kami, Abu Usamah menceritakan kepada kami dari Husain Al Mu'allim, dari Abdullah bin Buraidah, dari Imran bin Hushain, bahwa dia bertanya kepada Rasulullah tentang shalat dalam keadaan duduk, lalu Nabi menjawab, "Shalatlah dengan posisi berdiri, karena itu lebih utama. Siapa yang shalat dengan posisi duduk maka dia akan mendapatkan setengah pahala orang yang shalat dengan berdiri. Siapa yang shalat dengan berbaring maka dia akan mendapatkan pahala setengah dari orang yang shalat dengan duduk"411 [2:1] Abu Hatim berkata, "Orang yang kurang ahli dan kurang memahami ilmu hadits akan beranggapan bahwa sanad ini terputus dan tidak bersambung, padahal tidak, karena Abdullah bin Buraidah dilahirkan pada tahun ketiga masa pemerintahan Umar bin Al Khaththab —tahun 15 H— bersama dengan Sulaiman bin Buraidah, karena mereka saudara kembar. Tatkala terjadi fitnah yang melanda Utsman, Buraidah keluar meninggalkan Madinah dengan membawa kedua anaknya (Abdullah serta Sulaiman) menuju Bashrah, dan ketika itu ada Imran bin Hushain serta Samurah bin Jundub di Bashrah, maka dia mendengar hadits dari kedua sahabat Nabi ini. Imran meninggal dunia pada tahun 52 H, pada masa pemerintahan Mu'awiyah. Selanjutnya Buraidah keluar membawa kedua anaknya ini menuju Sijistan, dan di sana dia menetap sebagai pasukan tempur beberapa waktu, kemudian keluar ke Marw melalui jalan Harah, dan dia lalu memutuskan untuk menetap selamanya di sana. Sulaiman sendiri meninggal di Marw sebagai hakim pada tahun 105 H. Ini menunjukkan bahwa Abdullah bin Buraidah mendengar dari Imran bin Hushain. Shahih Ibnu Hibban 2514: Muhammad bin Al Hasan bin Makram mengabarkan kepada kami di Bashrah, Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Syarik menceritakan kepada kami dari Al Miqdam bin Syuraih, dari ayahnya dari Aisyah, Aku berkata kepadanya (Aisyah) "Dengan apa Rasulullah biasa memasuki untuk menemui engkau dan keluar meninggalkan engkau?" Aisyah menjawab, 'Ketika beliau masuk, beliau memulai dengan siwak, dan bila beliau keluar beliau shalat dua rakaat." [47:5] Shahih Ibnu Hibban 2515: Umar bin Sa id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abi Bakr mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Amr bin Yahya Al Mazini, dari Abu Al Hubab Sa'id bin Yasar, dari Ibnu Umar, dia berkata, "Aku melihat Nabi melaksanakan shalat di atas keledai, dan saat itu beliau menghadap ke arah Khaibar."413 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2516: Al Fadhl bin Hubab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Laits bin Sa'd menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Az-Zubair menceritakan kepada kami dari Jabir, dia berkata, "Rasulullah mengutusku untuk suatu keperluan, maka aku menemui beliau. Aku memberi salam kepada beliau, namun saat itu beliau sedang shalat, maka beliau memberi isyarat kepadaku. Setelah selesai, beliau memanggilku dan berkata, 'Kamu memberi salam kepadaku ketika aku sedang shalat'. Saat itu beliau shalat menghadap ke arah Timur."414 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2517: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Dinar mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Ibnu Umar berkata, "Rasulullah shalat di atas kendaraan dalam safar kemanapun arah kendaraan itu menghadap."415 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2518: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku dari Abu Az-Zubair — maula Hakim bin Hizam— dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, "Kami pernah bersama Rasulullah dalam sebuah perjalanan. Lalu beliau mengutusku untuk suatu pekerjaan, maka aku kembali kepada beliau ketika beliau sedang berjalan. Aku mengucapkan salam kepada beliau, kemudian beliau memberi isyarat dengan tangan. Aku kembali memberi salam, dan beliau tetap memberi isyarat, tidak bicara padaku. Tidak lama kemudian beliau memanggilku dan berkata, 'Sesungguhnya tadi aku sedang melaksanakan shalat sunah'.416 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2519: Al Husain bin Abdullah Al Qaththan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Syu'aib menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Al Harits, dari Ibnu Az-Zubair, dari Jabir, dia berkata: Rasululiah mengutusku mengerjakan sesuatu. Kemudian aku mendapati beliau sedang berjalan ke arah Timur dan Barat. Aku mengucapkan salam kepada beliau, tapi beliau hanya memberi isyarat dengan tangan. Aku kembali memberi salam, dan beliau tetap hanya memberi isyarat. Akhirnya aku pun pergi. Namun beliau lalu memanggilku, 'Wahai Jabir!" Orang-orang kemudian memanggilku, "Jabir!" Aku pun mendatangi beliau dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku sudah memberi salam, tapi engkau tidak menjawab." Beliau lalu menjawab, "Tadi aku sedang shalat."417 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2520: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Dzi'b menceritakan kepada kami dari Utsman bin Abdullah bin Suraqah, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, "Aku melihat Rasulullah shalat di atas kendaraannya dengan menghadap ke Timur pada Perang Anmar."418 [46:4] Shahih Ibnu Hibban 2521: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auza'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Abi Katsir menceritakan kepadaku, dia berkata: Muhammad bin Abdurrahman bin Tsauban menceritakan kepadaku, dia berkata: Jabir bin Abdullah menceritakan kepadaku, dia berkata, "Kami bersama Rasulullah dalam sebuah peperangan, dan beliau melaksanakan shalat sunah di atas kendaraan dengan menghadap ke arah Timur. Tapi ketika beliau hendak melaksanakan shalat fardhu (lima waktu), beliau turun dan menghadap kiblat."419 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2522: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami dari Ibnu Numair, dari Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya, dia berkata, "Aku melihat Nabi melaksanakan shalat sunah di atas kendaraan beliau di dalam perjalanan dengan cara membungkukkan kepala (ketika ruku dan sujud—penj)."420 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2523: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Al Miqdam menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Bakr menceritakan kepada kami, dia berkata Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Az-Zubair mengabarkan kepada kami, bahwa dia mendengar Jabir berkata, "Aku melihat Nabi yang sedang shalat sunah di atas kendaraan menghadap ke mana saja arah kendaraannya menghadap, tapi beliau sujud dua kali dengan cara membungkukkan badan lebih rendah daripada ruku."421 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2524: Muhammad bin Ahmad bin Abu Aun mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Hajjaj menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dia berkata: Abu Az-Zubair mengabarkan kepadaku dari Jabir, dia berkata, "Aku melihat Nabi shalat sunah di atas kendaraan dengan menghadap ke berbagai arah, akan tetapi beliau merendahkan dua sujud dibanding ruku dengan membungkukkan badan."422 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2525: Abdullah bin Ahmad bin Musa Abdan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Amr bin As-Sarh menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Juraij menceritakan kepada kami dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, dia berkata, "Aku melihat Nabi shalat sunah di atas kendaraan dengan cara merendahkan sujud dibanding ruku."423 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2526: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami dari Kahmas bin Al Hasan, dari Abdullah bin Syaqiq, dia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah, "Apakah Rasulullah shalat Dhuha?" Dia menjawab, 'Tidak, kecuali beliau baru tiba dari suatu perjalanan."424 [15:5] Shahih Ibnu Hibban 2527: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Nashr bin Ali Al Jahdhami menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Zurai menceritakan kepada kami dari Al Jurairi, dari Abdullah bin Syaqiq, dia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah, "Apakah Rasulullah pernah shalat Dhuha?" Aisyah menjawab, "Tidak, kecuali beliau pulang dari perjalanan jauh." Aku bertanya lagi, "Apakah Rasulullah shalat dalam keadaan duduk?" Aisyah menjawab, "Ya, ketika beliau sudah masuk usia lanjut." Aku bertanya lagi, "Apakah Rasulullah membaca dengan menggabungkan beberapa surah sekaligus?" Aisyah menjawab, "Ya, yaitu surah-surah pendek." Aku bertanya lagi, "Apakah Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain bulan Ramadhan?" Aisyah menjawab, "Demi Allah, jika beliau berpuasa pada bulan tertentu selain Ramadhan maka akan terlihat di wajah beliau seolah-olah beliau tidak pernah berbuka dan apabila beliau tidak berpuasa, maka akan terlihat di wajah beliau seolah-olah beliau tidak berpuasa (di bulan itu)."425 [25:5] Shahih Ibnu Hibban 2528: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Ash-Shawwaf menceritakan kepada kami, dia berkata: Salim bin Nuh Al Aththar menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah bin Umar menceritakan kepada kami dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa Nabi tidak pernah shalat Dhuha kecuali beliau baru tiba dari perjalanan jauh.426 [15:5] Abu Hatim berkata, "Maksud dari tidak dilaksanakannya Dhuha oleh Nabi , sebagaimana dikatakan oleh Aisyah dan Ibnu Umar, adalah shalat Dhuha yang dilaksanakan di masjid dengan dihadiri oleh orang-orang, dan itu merupakan bagian dari akhlak Nabi yang apabila tiba dari sebuah perjalanan maka beliau akan segera singgah di masjid, lalu shalat di dalamnya. Kebanyakan dari setiap kedatangan Nabi ke Madinah, baik dari perjalanan maupun peperangan, beliau melaksanakan shalat Dhuha pada awal siang' hari, dan beliau melarang seseorang mengetuk pintu keluarganya pada malam hari. Shahih Ibnu Hibban 2529: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid dan Ibnu Katsir menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Risyk mengabarkan kepadaku dari Mu'adzah, dia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah, "Apakah Rasulullah melaksanakan shalat Dhuha?" Aisyah berkata, "Ya, empat rakaat, dan beliau menambah berapa saja yang dikehendaki Allah."427 [15:5] Abu Hatim berkata: Penetapan dari Aisyah tentang shalat Dhuha yang dilakukan Rasulullah adalah ketika beliau sedang di rumah, bukan di masjid jami, karena beliau bersabda, "Sebaik-baik shalat kalian adalah di rumah kalian, kecuali shalat lima waktu"428 Shahih Ibnu Hibban 2530: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: As-Sa'ib bin Yazid mengabarkan kepadaku dari Al Muththalib bin Abi Wada'ah, bahwa Hafshah -istri Nabi - berkata, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah melakukan shalat sunah dalam keadaan duduk, hingga ketika satu tahun sebelum wafat aku melihat beliau shalat sunah dalam keadaan duduk. Beliau membaca Al Qur'an secara tartil, bahkan lebih panjang dari biasanya."429 [15:5] Shahih Ibnu Hibban 2531: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Fadhl bin Dukain menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Abdurrahman bin Ya'la Ath-Tha'ifi menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Muththalib bin Abdullah bin Hanthab menceritakan kepadaku dari Aisyah, dia berkata, "Nabi masuk ke rumahku, dan beliau shalat Dhuha delapan rakaat."430 [15:5] Shahih Ibnu Hibban 2532: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Yazid bin Mauhib menceritakan kepada kami, Al-Laits bin Sa'd menceritakan kepada kami dari Uqail, dari Az-Zuhri, dia berkata: Urwah menceritakan kepadaku, bahwa Aisyah -istri Nabi -berkata, "Rasulullah tidak431 (sering) shalat Dhuha, tapi Aisyah sendiri melakukannya, dan dia berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah meninggalkan banyak amal (sunah) karena takut jika orang-orang terbiasa mengerjakannya maka hal itu akan menjadi kewajiban bagi mereka'." 432 [15:5] Shahih Ibnu Hibban 2533: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, Mu'tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Burd berkata: Sulaiman bin Musa menceritakan kepadaku dari Makhul, dari Katsir bin Murrah Al Hadhrami, dari Qais Al Judzami, dari Nu'aim bin Hammar Al Ghathafani, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dari Allah , Dia berfirman, "Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat pada awal siang, nispaya Aku cukupkan (kebutuhan) kalian di akhirnya."433 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2534: Muhammad bin Al Mundzir bin Sa'id mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Manshur Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, Duhaim menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, Al Walid bin Sulaiman bin Abi As-Sa'ib menceritakan kepada kami dari Busr bin Ubadillah, dari Abu Idris Al Khaulani, dari Nu'aim bin Hammar Al Ghathfani, dari Nabi , dari Allah , Dia berfirman, "Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat pada awal siang (pagi hari), niscaya akan Aku cukupkan bagimu di akhirnya (sore hari)." 434 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2535: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Hatim bin Ismail menceritakan kepada kami dari Humaid bin Shakhr, dari Al Maqburi, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah mengutus pasukan pada suatu ekspedisi, dan mereka memperoleh ghanimah (harta rampasan perang) yang banyak dan dengan cepat melakukan penyerbuan. Lalu ada seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, kami tidak pernah melihat pasukan suatu kaum yang lebih cepat penyerbuannya dan lebih banyak membawa harta rampasan perang melainkan pasukan ini." Rasulullah lalu berkata, "Maukah kamu aku tunjukkan kelompok yang lebih cepat menyerang dan lebih banyak membawa rampasan perang daripada pasukan ini? Yaitu seseorang berwudhu di rumahnya dengan wudhu yang sempurna, kemudian pergi435 ke masjid dan shalat Subuh di sana, dan setelah shalat Subuh dia melanjutkannya dengan shalat Dhuha. Dialah yang lebih cepat dalam menyerang dan lebih banyak membawa rampasan perang."436 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2536: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Abdush-Shamad mengabarkan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami, Abbas Al Jurairi menceritakan kepada kami dari Abu Utsman An- Nahdi, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Kekasihku, Abu Al Qasim , mewasiatkan kepadaku agar selalu menjaga tiga hal, yaitu witir sebelum tidur, shalat Dhuha dua rakaat, dan puasa tiga hari setiap bulan."437 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2537: Ja'far bin Ahmad438 bin Sinan Al Qaththan mengabarkan kepada kami di Wasith, ayahku menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami dari Ibrahim bin Abdillah bin Hunain, dari Abu Murrah, maula Ummu Hani, - Muhammad bin Amr berkata: Aku melihat Abu Murrah yang telah tua, dan dia memang sempat bertemu dengan Ummu Hani- dari Ummu Hani, ia berkata: Aku melihat Rasulullah pada tahun penaklukan Makkah (Fathu Makkah), lalu aku berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, aku menjamin keselamatan iparku, tapi anak ibuku (maksudnya adalah Ali bin Abu Thalib) ingin membunuhnya." Rasulullah lalu berkata, "Kami akan menjamin keselamatan orang yang sudah kamu jamin, wahai Ummu Hani." Rasulullah lalu menuangkan air, kemudian mandi, kemudian berselimut dengan pakaiannya, kemudian menyelempangkan dua ujung pakaiannya ke dua sisi beliau. Lantas beliau melaksanakan shalat Dhuha delapan rakaat.439 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2538: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Yunus mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab, Ubaidullah bin Abdullah bin Al Harits bin Naufal menceritakan kepadaku, bahwa ayahnya berkata, "Aku selalu bertanya dan aku bersemangat untuk mendapatkan orang yang bisa memberiku informasi bahwa Rasulullah melaksanakan shalat Dhuha. Aku tak menemukan siapa pun kecuali Ummu Hani -putri Abu Thalib- yang mengabarkan kepadaku bahwa Rasulullah datang setelah matahari meninggi saat penaklukan kota Makkah. Beliau minta diambilkan pakaian dan menutup dirinya dengan pakaian itu, lalu mandi. Beliau lalu berdiri dan shalat delapan rakaat. Aku tidak tahu apakah berdirinya yang lebih panjang, ataukah rukunya, ataukah sujudnya, karena semuanya kurang lebih sama. Ummu Hani berkata, 'Aku tidak pernah melihat beliau shalat Dhuha sebelum dan sesudah itu'."440 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2539: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Ismail bin Ibrahim menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Al Qasim Asy-Syaibani, dari Zaid bin Arqam, bahwa dia pernah melihat suatu kaum yang sedang melaksanakan shalat Dhuha di masjid Quba, lalu dia berkata, "Mereka tahu bahwa shalat selain di waktu ini sebenarnya lebih afdhal. sesungguhnya Rasulullah bersabda, 'Shalat awwabin adalah ketika anak-anak unta merasa kepanasan (akibat panasnya pasir)'." 441 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2540: Muhammad bin Hasan bin Al Khalil mengabarkan kepada kami, Abu Kuraib menceritakan kepada, kami, Zaid bin Al Hubab menceritakan kepada kami, Husain bin Waqid menceritakan kepada kami, Abdullah bin Buraidah dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Dalam diri manusia ada 360 persendian, yang setiap persendian harus bersedekah" Mereka lalu berkata, "Wahai Rasulullah, siapa yang sanggup melakukan itu?" Beliau menjawab, "Menyingkirkan rintangan, atau dengan dua rakaat shalat Dhuha" [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2541: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ar-Rabi bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Muslim bin Khalid mengabarkan kepada kami dari Al Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah keluar, dan ternyata orang-orang banyak shalat di pojok masjid pada bulan Ramadhan, maka beliau berkata, "Ada apa dengan mereka ?" Dijawab, "Mereka adalah orang-orang yang shalat tapi tidak ada yang hafal Al Qur'an. Ubay bin Ka'b shalat mengimami mereka dan mereka mengikuti shalatnya Ubay." Rasulullah lalu berkata, "Mereka benar, dan betapa baiknya apa yang telah mereka lakukan."443 [38:4] Shahih Ibnu Hibban 2542: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abi Bakr menceritakan kepada kami dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari Aisyah, bahwa Rasulullah shalat di masjid pada suatu malam. Kemudian orang-orang mengikuti shalat beliau. Pada malam berikutnya beliau keluar lagi dan orang-orang kembali mengikuti shalat beliau. Pada malam ketiga atau keempat, mereka kembali berkumpul, tapi beliau tidak keluar menemui mereka. Ketika Subuh, beliau bersabda, "Aku telah melihat apa yang kalian lakukan, dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar kecuali aku khawatir hal ini akan diwajibkan atas kalian." Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan.444 [29:5] Shahih Ibnu Hibban 2543: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Al Harits Al Makhzumi menceritakan kepada kami dari Yunus bin Yazid Al Aili, dari Az- Zuhri, dia berkata: Urwah bin Az-Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa Aisyah mengabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah keluar pada tengah malam, lalu melaksanakan shalat di masjid. Kemudian orang-orang mengikuti shalat beliau. Pada pagi harinya, orang-orang ramai menceritakan hal itu, sehingga semakin banyak orang. Nabi keluar kembali menuju mereka pada malam kedua, kemudian beliau shalat, dan orang-orang mengikuti shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Keesokan harinya mereka kembali menceritakan hal itu, sehingga semakin banyak orang yang tahu. Pada malam ketiga beliau kembali keluar, dan orang-orang ikut shalat bersama beliau, sehingga masjid tidak mampu menampung jamaah. Namun pada malam berikutnya beliau tidak keluar, sehingga orang-orang berkata, "Mari shalat." Beliau tidak keluar menghampiri mereka hingga keluar untuk shalat fajar. Setelah selesai melaksanakan shalat Subuh, beliau menghadap ke jamaah lalu mengucapkan syahadat dan berkata, "Amma ba'd, aku tahu apa yang kalian perbuat tadi malam, hanya saja aku khawatir shalat malam akan diwajibkan atas kalian, lalu kalian tidak sanggup mengerjakannya" Akan tetapi, beliau tetap menganjurkan mereka untuk shalat malam pada bulan Ramadhan, tanpa membebankan hal itu kepada mereka,"Barangsiapa mendirikan shalat malam pada malam lailatul qadr dengan iman dan mengharap pahala, niscaya Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu." Ketika Rasulullah wafat, hal itu tetap berlanjut. Demikian pula pada masa Kekhalifahan Abu Bakar dan awal Kekhalifahan Umar, sampai kemudian Umar bin Al Khatthab mengumpulkan mereka dengan satu imam, yaitu Ubay bin Ka'b. Ubay memimpin shalat mereka pada bulan Ramadhan. Itulah awal berkumpulnya orang-orang bersama satu imam pada bulan Ramadhan.445 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2544: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami di Asqalan, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Urwah bin Az-Zubair berkata: Aisyah mengabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah pernah keluar pada pertengahan malam, dan beliau shalat di masjid, dan beberapa orang ikut shalat bersama beliau. Pada pagi harinya orang-orang ramai memperbicangkan hal itu, sehingga jumlah mereka bertambah banyak. Beliau juga keluar pada malam kedua, lalu melaksanakan shalat, dan mereka juga shalat bersama beliau. Pagi harinya orang-orang kembali memperbincangkan hal itu, maka jumlah jamaah masjid pada malam ketiga semakin bertambah, beliau keluar, kemudian shalat bersama mereka. Pada malam keempat, masjid tidak mampu menampung jumlah jamaah. Rasulullah pun tidak keluar. Orang-orang lalu berkata, "Shalat." Akan tetapi Rasulullah tidak keluar untuk menemui mereka, hingga akhirnya keluar ketika hendak melaksanakan shalat Subuh. Setelah selesai shalat Subuh beliau menghadap kepada jamaah, mengucapkan syahadat, lalu berkata, "Amma ba 'd, aku tahu apa yang kalian lakukan tadi malam, tapi aku khawatir jika shalat malam diwajibkan atas kalian, kalian tidak sanggup melaksanakannya."446 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2545: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Urwah bin Az-Zubair berkata: Aisyah mengabarkan kepadanya, bahwa Rasulullah pernah keluar pada pertengahan malam menuju masjid, dan beberapa orang ikut shalat bersama beliau. Pada pagi harinya orang-orang ramai memperbicangkan hal itu, sehingga bertambah banyak. Beliau juga keluar pada malam kedua, dan mereka juga shalat bersama beliau. Pagi harinya orang-orang kembali memperbincangkan hal itu, maka jumlah jamaah masjid pada malam ketiga semakin bertambah, beliau keluar, kemudian shalat bersama mereka. Pada malam keempat, masjid tidak mampu menampung jumlah jamaah. Rasulullah tidak keluar untuk menemui mereka, hingga akhirnya keluar ketika hendak melaksanakan shalat Subuh. Setelah selesai shalat Subuh beliau menghadap kepada jamaah, mengucapkan syahadat, lalu berkata, "Amma ba'd, aku tahu apa yang kalian lakukan tadi malam, tapi aku khawatir jika shalat malam diwajibkan atas kalian, kalian tidak sanggup melaksanakannya."446 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2546: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Yunus mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab, Abu Salamah bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku, bahwa Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda tentang bulan Ramadhan, "Barangsiapa shalat malam pada bulan Ramadhan dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa- dosanya yang telah lalu."447 [2:1] Abu Hatim berkata, "Ihtisab artinya adalah, seorang hamba menunjukkan ketaatannya hanya kepada Tuhan, dengan harapan diterima." Shahih Ibnu Hibban 2547: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Abu Qudamah Ubaidullah bin Sa'id menceritakan kepada kami, Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami dari Daud bin Abi Hind, dari Al Walid bin Abdirrahman, dari Jubair bin Nufair, dari Abu Dzar, dia berkata, "Kami pernah berpuasa bersama Rasulullah pada bulan Ramadhan. Tapi beliau tidak shalat (tarawih) bersama kami pada malam keenam, padahal pada malam kelima beliau shalat bersama kami, sehingga kami menunggu sampai selesai malam. Kami berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana jika engkau shalat bersama kami, melewatkan sisa malam ini?' Beliau bersabda, 'Sesungguhnya siapa saja yang shalat bersama imam sampai imam selesai, maka ditulislah baginya pahala shalat sepanjang malam!". Beliau lalu tidak shalat bersama kami sampai tersisa sepertiga dari bulan Ramadhan. Beliau shalat bersama kami pada malam ketiga, dan beliau mengumpulkan semua keluarganya dan istrinya. Beliau shalat bersama kami sampai-sampai kami khawatir akan kehilangan kesuksesan." Aku (Jubair) lalu berkata, 'Apa itu kesuksesan?' Dia (Abu Dzar) menjawab, 'Sahur"448 [2:1] Abu Hatim berkata, "Perkataan Abu Dzar, 'beliau tidak shalat bersama kami pada malam keenam, dan shalat bersama kami pada malam kelima' maksudnya adalah malam yang tersisa dari sepuluh hari terakhir, bukan yang telah lewat449. Pada waktu Nabi berbicara kepada umat, usia bulan kebetulan berjumlah 29 hari, dan malam keenam dari sisa dua puluh sembilan hari menjadi malam kedua puluh empat, dan malam kelima yang tersisa dari dua puluh sembilan hari adalah malam kedua puluh lima." Shahih Ibnu Hibban 2548: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Jarir bin Abdul Hamid mengabarkan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Sali, dari Abu Hurairah, dia berkata: Kami berbincang tentaing lailatul qadr di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau bersabda, "Sudah berapa hari yang kita lalui pada bulan ini?" Kami menjawab, "Sudah dua puluh dua hari, tersisa delapan hari lagi." Beliau bersabda, "Tidak, sudah berlalu dua puluh dua hari, dan tersisa tujuh hari lagi, karena bulan ini ada dua puluh sembilan. Oleh karena itu, carilah lailatul qadar pada malam ini."450 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2549: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul A'la bin Hammad An-Narsi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ya'qub Al Qummi menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Jariyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jabir bin Abdullah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubay bin Ka'b datang kepada Nabi dan berkata, "Wahai Rasulullah, pada malam ini aku memiliki sesuatu tentang Ramadhan." Beliau lalu bertanya, "Apa itu, wahai Ubay?" Dia menjawab; "Kaum wanita di rumahku berkata, 'Kami tidak hafal Al Qur'an, maka kami ingin shalat dengan shalatmu'. Aku pun shalat mengimami mereka sebanyak delapan rakaat, kemudian saya shalat witir." Sepertinya Rasulullah meridhai hal itu, dan beliau tidak berkata apa-apa.451 Shahih Ibnu Hibban 2550: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata; Abdul A'la bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Ya'qub Al Qummi menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Jariyah452 menceritakan kepada kami, Jabir bin Abdullah menceritakan kepada kami: Ubay bin Ka'b datang kepada Nabi dan berkata, "Wahai Rasulullah, pada malam ini aku punya sesuatu tentang Ramadhan." Beliau lalu bertanya, "Apa wahai Ubay?" Dia menjawab, "Para wanita di rumahku berkata, 'Kami tidak hafal Al Qur'an, maka kami ingin shalat dengan shalatmu'. Aku pun mengimami mereka sebanyak delapan rakaat, kemudian aku shalat witir." Sepertinya Rasulullah meridhai hal itu, dan beliau tidak berkata apa-apa.453 [50:4] Shahih Ibnu Hibban 2551: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali berkata: Abdurrazak mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dia berkata: Sa'd bin Hisyam bin Amir mengabarkan kami, yang merupakan tetangganya, bahwa dia berkata kepada Aisyah, "Beritahukanlah kepadaku perihal akhlak Rasulullah ?" Aisyah berkata, "Bukankah engkau membaca Al Qur'an?" Aku berkata, 'Tentu." Aisyah berkata, "Akhlak Nabi Allah itu adalah Al Qur'an." Dia lalu ingin berdiri dan tidak bertanya apa pun. Dia lalu berkata, "Wahai Ummul Mukminin, kabarkanlah kepadaku mengenai shalat malamnya Rasululllah?" Aisyah bertanya, "Tidakkah engkau pernah membaca surah ini, Hai orang yang berselimut (Muhammad)'?" Dia menjawab, "Tentu." Aisyah melanjutkan, "Sesungguhnya Allah Azza waJalla mewajibkan shalat malam di awal surah ini, sehingga Nabi Allah dan para sahabat beliau mendirikan (shalat malam) selama setahun penuh, sehingga kaki-kaki mereka menjadi bengkak. Allah lalu menahan penutup (ayat)nya selama dua belas bulan di langit. Setelah itu Allah Azza wa Jalla memberikan keringanan di akhir surah ini, sehingga shalat malam pun beralih menjadi sunah setelah sebelumnya wajib'."454 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2552: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu'adz bin Hisyam berkata: Ayahku menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Sa'id bin Hisyam, dari Aisyah, dia berkata, "Apabila Rasulullah melakukan suatu shalat455, maka beliau senang melakukannya secara terus-menerus. Jika beliau disibukkan oleh tidur, sakit, atau sakit keras (yang dapat mengantarkan pada kematian) sehingga tidak sempat (shalat malam), maka beliau shalat pada siang hari sebanyak dua belas rakaat."456 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2553: Umar bin Sa'id bin Sinan Al Abid mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abi Bakar Az-Zuhri mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Abi Zinad, dari Al A'raj, dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Syetan mengikat leher seorang muslim sewaktu tidur dengan tiga ikatan, dan dia akan mengencangkan seluruh tempat ikatan tersebut dengan berkata, 'Engkau memiliki malam yang panjang maka tidurlah'. Jika seorang terbangun lalu berdzikir kepada Allah, maka terlepaslah satu ikatan. Jika dia berwudhu maka terlepaslah satu ikatan. Jika dia shalat maka terlepaslah satu ikatan, sehingga di pagi harinya dia akan bersemangat lagi giat. Jika tidak, maka dia akan tidak bersemangat lagi malas."457 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2554: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Yahya Ad-Dzuhli menceritakan kepada kami, Umar bin Jftafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Al A'masy menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Abu Suyfan berkata: Aku pernah mendengar Jabir berkata: Rasulullah pernah berkata kepadaku, "Tidaklah laki-laki dan wanita kecuali ada ikatan tatkala dia tidur. Jika dia terbangun, kemudian berdzikir (mengingat) Allah, maka terlepaslah satu ikatan. Jika dia bangkit, lalu berwudhu maka terlepaslah ikatan tersebut." 458 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2555: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku: Abu Usysyanah menceritakan kepadaku bahwa dia mendengar Uqbah bin Amir berkata, "Mulai hari ini aku tidak akan mengatakan apa yang tidak beliau katakan. Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Barangsiapa telah berdusta atas namaku dengan sengaja, maka bersiaplah menempati sebuah rumah dari api Neraka Jahanam." Aku juga mendengar Nabi bersabda, "Seorang laki-laki dari umatku berdiri pada malam hari membersihkan dirinya untuk mendapat kesucian, sementara masih ada ikatan pada dirinya Jika dia mewudhukan kedua tangannya maka terlepaslah satu ikatan. Jika dia mewudhukan wajahnya maka terlepaslah satu ikatan. Jika dia menyeka kepalanya maka terlepaslah satu ikatan. Jika dia mewudhukan kedua kakinya maka terlepaslah satu ikatan. Allah lalu berfirman dari balik tabir, 'Lihatlah, hamba-Ku ini mengobati dirinya untuk meminta kepada-Ku. Tidaklah hamba-Ku ini meminta maka itu baginya, dan tidaklah hamba-Ku ini meminta maka itu baginya'."459 [2:11] Shahih Ibnu Hibban 2556: Abdullah bin Muhammad Al Azdiy mengabarkan kepada kami, Ishak bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami, Al A'masy menceritakan kepada kami dari Abu Sufyan, dari Jabir, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, 'Tidaklah seorang muslim laki-laki dan perempuan tidur melainkan ada tali terikat pada dirinya. Jika dia terbangun, kemudian berdzikir kepada Allah, maka terlepasnya satu ikatan. Jika dia berwudhu, kemudian bangkit shalat, maka dia menjadi giat pada pagi hari untuk meraih kebaikan, dan terlepaslah seluruh ikatan tersebut. Jika dia tidak berdzikir kepada Allah sampai pagi hari, maka pagi hari ikatan itu ada padanya, sehingga dia merasa berat serta malas, dan tidak meraih kebaikan."460 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2557: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahid bin Ghiyats menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Atha bin Sa'ib, dari Murrah bin Al Hamdani, dari Ibnu Mas'ud, bahwa Rasulullah bersabda, "Tuhan kita mengagumi dua orang laki-laki, yaitu seorang laki-laki yang meninggalkan tempat tidur dan selimutnya di antara orang-orang tercinta serta keluarganya untuk melakukan shalat, kemudian Allah Jalla wa Ala berfirman, 'Lihatlah kalian kepada hamba-Ku yang meninggalkan tempat tidur dan tikarnya di antara orang-orang tercinta serta keluarganya untuk melakukan shalatnya461 dengan mengharapkan apa yang ada dan rindu akan apa-apa yang ada di sisi-Ku'. Juga laki-laki yang berperang fi sabilillah, kemudian orang-orang tercerai-berai karena kekalahan, dan dia pun tahu akibat dari kekalahan itu, akan tetapi dia tidak berpaling untuk pulang, bahkan justru kembali462 (menyerang) hingga darahnya berhamburan, maka Allah berfirman kepada para malaikat-Nya, 'Lihatlah hamba-Ku yang kembali dengan berharap apa-apa yang ada di sisi-Ku serta rindu dengan apa-apa yang ada di sisi-Ku sehingga darahnya terhamburkan'."463 [67:3] Shahih Ibnu Hibban 2558: Muhammad bin Mahmud bin Adi Bansa mengabarkan kepada kami, Humaid bin Zanjawaih menceritakan kepada kami, Rauh bin Aslam menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Atha bin Sa'ib, dari Murrah Al Hamdani, dari Ibnu Mas'ud, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Tuhan kami kagum terhadap dua orang laki-laki, yaitu seorang laki- laki yang meninggalkan kasur dan selimutnya di antara orang-orang tercinta serta keluarganya untuk melakukan shalat, kemudian Allah Jalla wa Ala berfirman, ' Lihatlah kalian hamba-Ku yang meninggalkan kasur dan tikarnya dari orang-orang tercinta serta keluarganya untuk melakukan shalatnya, dengan mengharapkan apa yang ada di sisi-Ku lagi rindu akan apa-apa yang ada di sisi-Ku. Juga laki-laki yang berperang di jalan Allah, kemudian kawan- kawannya tercerai-berai karena kekalahan, dan dia pun tahu akibat dari kekalahan itu, akan tetapi dia justru berpaling untuk kembali, bahkan dia kembali (menyerang) hingga darahnya berhamburan, maka Allah berjirman kepada para malaikat-Nya, 'Lihatlah hamba-Ku yang kembali dengan berharap apa-apa yang ada di sisi-Ku dan rindu dengan apa-apa yang ada di sisi-Ku sehingga darahnya pun berhamburan'."464 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2559: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishak bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Abu Amir Al Aqadi mengabarkan kepada kami, Hammam bin Yahya menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Abu Maimunah465, dari Abi Hurairah, dia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya jika aku melihat dirimu, jiwaku menjadi tenteram dan mataku menjadi sejuk. Beritahukanlah aku segala perkara." Beliau pun bersabda, "Segala sesuatu tercipta dari air." Abu Hurairah berkata lagi, "Beritahukanlah kepadaku sesuatu yang seandainya aku lakukan maka aku pasti masuk surga." Beliau bersabda, "Berikanlah makanan, tebarkan salam, eratkan silaturrahim, dan dirikanlah shalat pada malam hari sewaktu orang-orang tengah tertidur, maka kamu akan masuk surga dengan selamat." 466 [2:1] Abu Hatim berkata: Perkataan Abu Hurairah, "Beritahukanlah aku segala sesuatu" maksudnya adalah segala sesuatu yang tercipta dari air. Bukti kebenaran hadits ini adalah jawaban dari Al Musthafa Rasulullah kepada Abu Hurairah ketika beliau bersabda, "Segala sesuatu tercipta dari air." Jawaban ini timbul sesuai pertanyaannya, bukan karena segala sesuatu tercipta dari air, meskipun itu bukanlah makhluk. Shahih Ibnu Hibban 2560: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Amr bin Muhammad An-Naqid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al Qasim Suhaim Harani Tsabat menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abi Shalih, dari Abi Hurairah, dia berkata: Ada yang berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya si fulan shalat sepanjang malam, namun ketika pagi tiba dia mencuri." Beliau menjawab, "Apa yang kau katakan mencegah dirinya dari perbuatan itu."467 [2:1] Abu Hatim berkata: Sabda beliau "apa yang kau katakan akan mencegah dirinya" adalah apa yang kami sebutkan dalam buku-buku kami, yaitu sesungguhnya bangsa Arab menyandingkan sualu perbuatan terhadap perbuatan itu sendiri, sebagaimana menyandarkan kepada si pelaku. Maksudkan beliau adalah, jika shalat itu dilakukan dengan benar dari permulaan shalat hingga akhir, maka akan membuat orang yang shalat itu menjauhi perkara-perkara terlarang, sebagaimana firman Allah Ta'ala, "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar." (Qs. Al 'Ankabuut [29]: 45) Shahih Ibnu Hibban 2561: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah Zuhair bin Harb menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abi Sufyan, dari Jabir, dia berkata: Aku mendengar Nabi bersabda, "Pada malam hari ada waktu yang tidak didapati oleh seorang laki-laki muslim yang tengah meminta kepada Allah kebaikan dunia dan akhirat, melainkan Allah akan memberikan kepadanya."468 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2562: Muhammad bin Abdurrahman mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Harb menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Qasim bin Yazid Al Jarmi mengabarkan kepada kami dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Salamah bin Kuhail, dari Abi Al Ahwash, dari Abdullah, dia berkata: Rasulullah pernah ditanya mengenai seorang laki-laki yang tidur hingga menjelang pagi, lalu beliau bersabda, "Syetan kencing di telinganya atau469 di kedua telinganya." 470 Sufyan berkata, "Itu seperti orang yang tertidur dari sebuah kewajiban." [65:3] Shahih Ibnu Hibban 2563: Muhammad bin Al Hasan bin Khalil mengabarkan kepada kami, Musa bin Abdurrahman Al Masruqi menceritakan kepada kami, Husain bin Ali menceritakan kepada kami, Za'idah menceritakan kepada kami dari Abdul Malik bin Umair, dari Ibnu Al Muntasyir, dari Humaid Al Himyari, dari Abu Hurairah, dia berkata: Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Shalat apakah yang paling utama setelah shalat wajib?" Beliau menjawab, "Shalat pada pertengahan malam." Orang itu bertanya lagi, "Puasa apakah yang paling utama setelah puasa bulan Ramadhan?" Beliau menjawab, "Bulan Allah yang mereka namai Al Muharram'471 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2564: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, Abdullah menceritakan kepada kami, Auf mengabarkan kepada kami dari Al Muhajir Abi Makhlad, dari Abi Al-Aliyah, dia berkata: Abu Muslim menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku pernah bertanya Abu Dzar, "Shalat malam apakah yang paling utama (dilakukan)?" Abu Dzar menjawab, "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah tentang hal itu, lalu beliau bersabda, 'Seperdua malam atau pertengahan malam'." Auf ragu.472 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2565: Abdullah bin Muhammad mengabarkan kepada kami, Ishak bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami dari Al A'masy, dari Abi Sufyan, dari Jabir, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Barangsiapa di antara kalian khawatir tidak mampu berdiri (shalat) pada akhir malam, maka hendaknya melakukan witir pada awal malam. Barangsiapa bertekad melakukan shalat pada akhir malam, maka hendaknya melakukan witir pada akhir malam. Sesungguhnya membaca (Al Qur'an) pada akhir malam dihadiri oleh malaikat, dan itu lebih utama"473 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2566: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Abdu bin Humaid menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Shalih bin Kaisan, dari Ibnu Syihab, dia berkata: Ali bin Al Husain mengabarkan kepadaku bahwa ayahnya mengabarkan kepadanya, bahwa Ali bin Abi Thalib mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah menjumpainya di tengah jalan, maka beliau bertanya, "Tidakkah kalian shalat?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya jiwa-jiwa kami berada di Tangan Allah, maka jika Dia berkehendak untuk mengutus kami, Dia pasti akan mengutus kami." Rasulullah kemudian berpaling sewaktu aku mengatakan hal tersebut, hanya saja beliau tidak mengatakan sesuatu padaku. Kemudian aku mendengar beliau memukulkan tangannya dan bersabda, "Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah." (Qs. Al Kahfi [18]: 54). 474 [84:1] Shahih Ibnu Hibban 2567: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Abu Qudamah menceritakan kepada kami, Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajlan, dari Al Qa'qa', dari Abi Shalih, dari Abi Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Allah merahmati seorang laki-laki yang berdiri di malam hari untuk shalat, lalu membangunkan istrinya. Jika istrinya enggan maka hendaknya memercikan air di wajahnya. Allah juga, merahmati seorang wanita yang bangun pada malam hari, kemudian membangunkan suaminya, dan jika suaminya enggan, dia memercikan air di wajahnya."475 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2568: Ahmad bin Yahya bin Zuhair di Tustar mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Utsman Al Ijli menceritakan kepada kami, Ubaidillah bin Musa menceritakan kepada kami dari Syaiban, dari Al A'masy, dari Ali bin Al Aqmar, dari Al Agharr, dari Abi Sa'id Al Khudri dan Abu Hurairah, keduanya berkata: Rasulullah bersabda, "Barangsiapa terbangun pada malam hari, lalu membangunkan keluarganya, kemudian keduanya berdiri untuk shalat dua rakaat, maka keduanya tertulis termasuk orang-orang yang mengingat Allah dengan banyak dari kaum laki-laki dan perempuan."476 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2569: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Shafwan bin Shalih menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, Syaiban bin Abdurrahman menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Ali bin Al Aqmar, dari Al Agharr, dari Abi Sa'id Al Khudri dan Abi Hurairah, dari Nabi , beliau bersabda, "Jika seseorang terbangun pada malam hari, kemudian membangunkan istrinya, lalu keduanya shalat dua rakaat, maka keduanya akan dicatat sebagai orang-orang yang banyak mengingat Allah dari kaum laki-laki dan wanita."477 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2570: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishak, dari Salamah bin Kuhail dan Muhammad bin Al Walid bin Nuwaifi maula Ali Az-Zubair, keduanya menceritakan kepadaku dari Kuraib maula Ibnu Abbas, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Aku melihat Rasulullah shalat pada malam hari mengenakan kain burdah Hadhrami yang tidak menyelempangkan sesuatu pun." 478 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2571: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Mu'tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Ubaidullah bin Umar, dari Sa'id bin Abi Sa'id, dari Abi Salamah bin Abdurrahman, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah membentangkan sebuah tikar pada malam hari, lalu beliau shalat mengarah padanya. Beliau juga membentangkannya pada siang hari, lalu duduk di atasnya. Mulailah orang-orang mengikuti Nabi , dan mereka shalat dengan shalat beliau hingga mereka pun berjumlah banyak." Beliau kemudian menghadap kepada mereka, seraya berkata, 'Wahai orang-orang, lakukanlah oleh kalian amalan-amalan yang kalian sanggupi. Sesungguhnya Allah tidak bosan hingga kalian bosan, dan amalan yang paling dicintai Allah adalah (amalan) yang terus-menerus, meskipun sedikit'." 479 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2572: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, Harmalah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku: Abu Suwaid menceritakan kepadanya, bahwa dia mendengar Ibnu Hujairah mengabarkan dari Abdullah bin Amr, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Orang yang shalat dengan membaca sepuluh ayat tidak dicatat sebagai orang yang lalai. Orang yang shalat dengan seratus ayat, dicatat sebagai orang yang patuh. Orang yang shalat dengan seribu ayat dicatat sebagai muqantirin (orang yang sangat taat)."480 [2:1] Abu Hatim berkata, "Nama dari Abu Suwaid adalah Humaid481 bin Suwaid. Dia penduduk Mesir. Sebuah kekeliruan bagi orang yang mengatakan bahwa namanya adalah Abu Sawiyyah. 482 Shahih Ibnu Hibban 2573: Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Ali bin Muslim Ath-Thusiy menceritakan kepada kami, Abdusshamad bin Abdul Warits menceritakan kepada kami, Hammaad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Ashim, dari Abi Shalih, dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Satu Qinthar(kuintal) adalah dua belas ribu ons, dan setiap onsnya483 lebih baik daripada apa-apa yang ada di antara langit dan bumi."484 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2574: Muhammad bin Ishak bin Ibrahim maula Tsaqif mengabarkan kepada kami, Al Walid bin Syuja bin Al Walid As-Sukuni menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Ziyad bin Khaitsam menceritakan kepada kami, Muhammad bin Juhadah menceritakan kepada kami dari Al Hasan, dari Jundub, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Orang yang membaca surah Yasin pada suatu malam dengan mengharapkan ridha Allah, akan diampuni."485 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2575: Al Fadhl bin Al Huba Al Jumhiy mengabarkan kepada kami, Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Manshur dan Sulaiman, dari Ibrahim, dari Abdurrahman bin Yazid, dari Abi Mas'ud, dari Nabi , beliau bersabda, "Barangsiapa membaca dua ayat akhir surah Al Baqarah pada suatu malam, maka keduanya cukup baginya."486 [2:1] Abu Hatim berkata: "Abdurrahman bin Yazid mendengar khabar ini dari Alqamah, dari Abi Mas'ud. Kemudian dia (Abdurrahman bin Yazid) berjumpa dengan Abu Mas'ud ketika thawaf dan bertanya tentang khabar ini, lalu Abu Mas'ud pun menceritakan hadits tersebut." 487 Shahih Ibnu Hibban 2576: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Ubaidullah bin Mu'adz Al Anbari menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Ali bin Mudrik, Ibrahim An-Nakhai menceritakan kepada kami dari Ar-Rabi bin Khutsaim, dari Ibnu Mas'ud, dari Nabi , beliau bersabda, "Apakah ada di antara kalian yang tidak mampu membaca sepertiga Al Qur'an setiap malamnya?" Mereka menjawab, "Siapakah yang mampu melakukan itu, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "- Sepertiga Al Qur'an itu adalah:- Qul huwallaahu ahad (surah Al Ikhlaash)." 488 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2577: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, Harmalah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Mu'awiyah bin Shalih menceritakan kepadaku dari Syuraih, dari Abdurrahman bin Jubair bin Nufair, dari Tsauban, dia berkata: Kami pernah bersama Rasulullah pada suatu perjalanan, lalu beliau bersabda, "Sesungguhnya perjalanan ini menyulitkan dan memberatkan, maka jika salah seorang dari kalian melakukan witir, hendaklah shalat dua rakaat, dan jika terbangun (untuk shalat) maka dua rakaat itu baginya."489 [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2578: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Abu Ammar menceritakan kepada kami, Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami dari Abdul Hamid bin Ja'far, dari Sa'id Al Maqburi, dari Atha maula Abi Ahmad, dari Abi Hurairah, dia berkata: Rasulullah mengutus delegasi yang berjumlah beberapa orang, Rasulullah memanggil mereka seraya berkata, "Apa yang kalian miliki dari Al Qur'an?" Beliau meminta mereka untuk membaca, hingga sampai kepada seorang laki-laki dari mereka yang usianya paling muda, lalu beliau berkata, "Apa yang kau miliki, wahai fulan?" Dia menjawab, "Aku memiliki ini dan itu serta surah Al Baqarah." Beliau bersabda, "Kau hapal surah Al Baqarah?" Dia menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Pergilah, dan engkau pemimpin mereka." Kemudian ada seorang laki-laki -dia yang paling mulia dari mereka- berkata, "Demi ini dan ini, wahai Rasulullah490, tidaklah ada yang menghalangiku untuk mempelajari Al Qur'an melainkan aku takut tidak mampu mempraktekkannya." Rasulullah bersabda, "Pelajari Al Qur'an, baca, dan tidurlah. Sesungguhnya permisalan Al Qur'an bagi orang yang mempelajarinya, lalu membacanya, dan berdiri (shalat) dengannya, bagaikan satu kantong yang berisi minyak misk yang wanginya semerbak di seluruh tempat. Sedangkan bagi orang yang mempelajari Al Qur'an, kemudian tidur, dan (Al Qur'an) berada di perutnya bagaikan satu kantong yang diikat dengan minyak misk"491 [28:3] Shahih Ibnu Hibban 2579: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abi Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Makhramah bin Sulaiman, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Rasulullah tidur hingga seperdua malam, sebelum atau setelahnya, kemudian Rasulullah terbangun, lalu membersihkan bekas-bekas tidur dari wajahnya dengan kedua tangan beliau, kemudian beliau membaca sepuluh ayat terakhir dari surah Ali Imran, lalu beliau bangkit menuju geriba 493 yang tertutup, lalu beliau pun wudhu darinya." 494 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2580: Al I luaaln bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abi Bakar, dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Sa'ib bin Yazid, dari Al Muthallib bin Abi Wada'ah As-Sahmi, dari Hafshah, bahwa dia berkata, "Apabila Rasulullah shalat untuk bertasbih sambil duduk, beliau membaca suatu surah, kemudian membaca dengan tartil hingga membaca surah yang terpanjang dari yang paling panjang." 496 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2581: Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Sa'd bin Abdullah bin Abdul Hakam menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits bin Sa'd menceritakan kepada kami dari Khajid bin Yazid, dari Sa'id bin Abi Hilal, dari Makhramah bin Sulaiman, bahwa Kuraib mengabarkan kepadanya, dia berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, "Bagaimana497 shalat Rasulullah pada malam hari?" Dia menjawab, "Rasulullah membaca di sebagian kamarnya, sehingga orang yang berada di luar mendengarkannya."498 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2582: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul A'la bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Wuhaib menceritakan kepada kami dari Burd Abi Al Ala, dari Ubadah bin Nusai, dari Ghudhaif bin Al Harits, dia berkata: Aku berkata kepada Aisyah, "Apakah kau melihat Nabi mengeraskan suaranya ketika shalat? Atau beliau membacanya dengan pelan?" Aisyah menjawab, "Adakalanya beliau mengeraskan suaranya ketika shalat dan adakalanya beliau membacanya dengan pelan." Dia berkata, "Segala puji bagi Allah yang menjadikan setiap perkara kemudahan."499 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2583: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abi Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian tertidur dalam shalatnya, maka tidurlah hingga kantuknya hilang. Sesungguhnya salah seorang dari kalian, jika berdiri shalat dalam keadaan mengantuk, sehingga barangkali dia memohon ampun, maka dia pun mencela dirinya sendiri."500 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 2584: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Hilal Ash-Shawwaf menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Warits menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila seorang laki-laki mengantuk sewaktu shalat, maka pergilah (tidur), karena barangkali dia berdoa dalam shalat, namun ternyata dia justru mendoakan keburukan bagi dirinya lantaran dia tidak menyadarinya." [95:1] Shahih Ibnu Hibban 2585: Abdullah bin Muhammad Al Azdiy mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishak bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazak mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Hammam bin Munabbih, dari Abi Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian berdiri (shalat) pada malam hari, lalu dia tidak fasih membaca Al Qur 'an dan tidak mengetahui apa yang dia katakan, hendaklah dia tidur"502 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 2586: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Urwah bin Az-Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa Aisyah mengabarkan kepadanya, bahwa Al Haula binti Tuwait bin503 Hubaib bin Abdul Uzza melewati Aisyah yang tengah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Aisyah berkata: Aku pun berkata, "Ini adalah Al Haula' binti Tuwait, mereka mengira dia tidak tidur di malam hari." Aisyah berkata: Kemudian Rasulullah bersabda, "Tidak tidur malam! Lakukanlah oleh kalian amalan yang kalian mampu. Demi Allah, tidaklah Allah bosan hingga kalian bosan."504 [3:4] Shahih Ibnu Hibban 2587: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami, dia berkata: Humaid mengabarkan kepadaku dari Anas bin Malik, bahwa Nabi mendapati tali yang terikat di antara dua tiang masjid, maka beliau bertanya, 'Tali apa ini?" Para sahabat menjawab, "Si fulanah menggunakannya untuk shalat, jika dia khawatir mengantuk maka dia berpegang padanya." Nabi lalu bersabda, "Hendaklah dia shalat505 dalam keadaan sadar. Jika dia mengantuk maka hendaknya dia tidur"506 [3:4] Shahih Ibnu Hibban 2588: Al Husain bin Muhammad bin Abi Ma'syar di Harran mengabarkan kepada kami, Abu Ishak Muhammad bin Sa'id Al Anshari menceritakan kepada kami, Miskin bin Hukair menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Abdah bin Abi Lubabah, dari Suwaid bin Ohafalah, bahwa dia menjenguk Zirra bin Hubaisy sewaktu sakitnya, kemudian dia berkata; Abu Zirra —atau Abu Darda (Syu'bah ragu)— berkata: Rasulullah bersabda, "Tidaklah seorang hamba yang mengatakan pada dirinya (berniat) melaksanakan shalat pada malam namun kemudian dia tertidur, melainkan tidurnya itu menjadi sedekah yang Allah berikan untuknya, dan dituliskan baginya pahala apa yang dia niatkan." [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2589: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah508 bin Musa menceritakan kepada kami, dari Israil, dari Abi Ishak, dari Al Aswad, dia berkata: Kami bertanya kepada Aisyah perihal shalat509 Rasulullah pada malam hari, lalu dia menjawab, "Beliau tidur pada awal malam dan melaksanakan shalat pada akhir malam."510 Shahih Ibnu Hibban 2590: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, Abdul Jabbar bin Al Ala menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar dari Amr bin Dinar yang berumur tujuh puluh tahun: Amr bin Aus mengabarkan kepadaku, bahwa dia mendengar Abdullah bin Amr bin Al Ash mengabarkan dari Nabi , beliau bersabda, "Shalat paling dicintai Allah ialah shalatnya Daud, dia tidur setengah dari malam, berdiri (shalat) di sepertiga malam, dan tidur seperdelapan malamnya. Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasanya Daud, dia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari."511 [4:3] Shahih Ibnu Hibban 2591: Ishak bin Ibrahim bin Ismail di Busta mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Abi Wa'il, dari Hudzaifah, bahwa jika Nabi melaksanakan shalat malam, maka beliau membersihkan mulutnya512. [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2592: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abi Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Makhramah bin Sulaiman, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas, bahwa dia menginap di rumah Maimunah —istri Nabi , yang merupakan bibinya—. Dia berkata, "Aku berbaring di tepi bantal, sedangkan Rasulullah dan istrinya tidur di tengahnya. Rasulullah tertidur hingga seperdua malam, sebelum atau setelahnya, Rasulullah terbangun sambil membasuh bekas-bekas tidur di wajah beliau dengan kedua tangannya, lalu membaca sepuluh ayat terakhir dari surah Ali 'Imran, kemudian berdiri menuju geriba yang tergantung, berwudhu darinya dengan sebaik- baiknya wudhu, kemudian berdiri untuk melaksanakan shalat Aku pun berdiri, melakukan513 apa yang beliau lakukan. Lalu aku beranjak, berdiri di sisi beliau. Rasulullah meletakkan tangan kanan beliau di atas kepalaku, kemudian menarik telingaku untuk memalingkanku. Setelah itu beliau shalat dua rakaat, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, lalu dua rakaat lagi, kemudian witir. Beliau kemudian tidur hingga muadzin mengumandangkan adzan. Beliau pun bangkit, shalat dua rakaat yang ringan, kemudian keluar dan shalat Subuh."514 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2593: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Abu Al Walid menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami, Abu Ishak menceritakan kepada kami dari Al Aswad, dia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah perihal shalat malam Nabi , lalu dia menjawab, "Beliau tidur pada awal malam, kemudian bangkit, lalu shalat. Apabila masih dalam waktu sahur, beliau shalat witir, dan jika beliau memiliki kebutuhan terhadap istrinya maka beliau akan menunaikannya, dan jika tidak maka beliau akan tidur. Apabila beliau mendengar adzan, beliau bergegas —dia tidak berkata: beliau berdiri— dan jika beliau junub maka beliau akan mengucurkan air — dia tidak berkata: beliau, mandi— dan jika tidak, maka beliau berwudhu, lalu keluar untuk shalat."515 [57:5] Shahih Ibnu Hibban 2594: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Auzai' menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Abi Katsir menceritakan kepadaku, dia berkata: Abu Salamah menceritakan kepadaku, dia berkata: Rabi'ah bin Ka'ab Al Aslami menceritakan kepadaku, dia berkata, "Aku pernah menginap bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu aku memberikan beliau tempat berwudhu dan kebutuhannya. Beliau lalu berdiri (shalat) pada malam hari seraya mengucapkan, "Subhaana rabbii wa bihamdihi, subbahana rabbi wa bihamdihi" Al Hawiy516 (Maha suci Tuhanku dan segala puji bagi-Nya, segala puji Tuhanku dan segala puji bagi-Nya), kemudian beliau bersabda, "Subhana Rabbil Alamin, subhana Rabbil Alamin" Al Hawiyy (Maha suci Tuhan semesta alam, Maha suci Tuhan semesta Alam)"511 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 2595: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ma'mar dan Al Auzai' mengabarkan kepada kamu, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abi Salamah bin Abdurrahman, dari Rabi'ah bin Ka'ab Al Aslaihi, dia berkata, "Aku pernah menginap di kamar Nabi , dan aku mendengar beliau tatkala terbangun pada malam hari mengucapkan, 'Subhana rabbil a'lamin.' Al Hawiy. Beliau lalu mengucapkan lagi, 'Subhanallahi wa bihamdi'." Al Hawiy. 518 Shahih Ibnu Hibban 2596: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Walid menceritakan kepada kami, Al Auza'i menceritakan kepada kami, dia berkata: Umair519 bin Hani menceritakan kepadaku, dia berkata: Junadah bin Abi Umayah menceritakan kepadaku dari Ubadah bin Shamit, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Barangsiapa terbangun pada malam hari lalu mengucapkan, 'laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lahu, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa 'ala kulli syai'in qadir, subhanallah wal hamdulillahi wa laa ilaha illallah wallahu akbar, wa laa haula wa laa quwwata illa billahi, rabbighfirli' (tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, bagi-Nyalah kerajaan dan bagi-Nyalah pujian, serta Dia berkuasa atas segala sesuatu. Maha Suci Allah dan segala puji bagi Allah, tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, Allah Maha Besar, tidak ada daya dan upaya kecuali milik Allah. Ya Tuhanku, ampunilah aku) maka dia diampuni. Apabila dia berdiri, berwudhu, dan shalat, niscaya shalatnya diterima." Al Walid berkata, "Diterima atau dikabulkan baginya."520 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2597: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdul Jabbar bin Al Ala menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Sulaiman Al Ahwal menceritakan kepada kami dari Thawus, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Jika Nabi bangun pada malam hari, beliau bertahajjud, kemudian mengucapkan, 'Ya Allah, hanyalah bagi-Mu pujian, Engkau adalah cahaya langit dan bumi serta apa-apa yang berada di antara keduanya. Hanyalah bagi-Mu pujian, Engkau adalah penegak langit dan bumi serta apa-apa yang ada di dalamnya. Hanyalah bagi-Mu pujian, Engkau adalah Raja dari langit dan bumi serta yang ada di dalamnya. Hanyalah bagi-Mu pujian, Engkau adalah benar, perjumpaan dengan-Mu adalah benar, janji-Mu adalah benar, surga adalah benar, neraka adalah benar, Hari Kiamat adalah benar, nabi-nabi adalah benar, Muhammad adalah benar. Ya Allah, hanyalah kepada-Mu aku beriman, kepada-Mulah aku menyerahkan diri, kepada-Mulah aku bertawakal, kepada-Mulah aku kembali, dengan-Mulah aku mengeluhkan, kepada-Mulah aku meminta keputusan, maka ampuni aku terhadap apa-apa yang terdahulu dan yang akan datang, apa yang aku aku sembunyikan dan yang aku perlihatkan. Engkau adalah Yang Maha Terdahulu dan Engkau adalah Yang terakhir, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau dan tidak ada tuhan selain Engkau."521 Sufyan berkata, "Abdul Karim memberikan tambahan 'laa ilaha illa anta walaa haula walaa quwwata illa billah (tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Engkau, tidak ada daya dan upaya kecuali milik Allah)'." Sufyan berkata lagi, "Aku pun menceritakan perihal Abdul Karim kepada Abu Umayah, maka dia berujar, 'Katakanlah: anta ilaahi laa ilaha illa anta walaa ilaha ghairuka (Engkau adalah Tuhanku, tidak ada tuhan melainkan Engkau dan tidak ada tuhan selain Engkau)'." [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2598: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkala: Ahmad bin Abi Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Abi Az-Zubair Al Makki, dari Thawus, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah tatkala berdiri untuk shalat di tengah malam, beliau bersabda, "Ya Allah, hanyalah bagi-Mu pujian, Engkau adalah cahaya langit dan bumi serta apa-apa yang berada di antara keduanya Hanyalah bagi-Mu pujian, Engkau adalah penegak langit dan bumi serta apa-apa yang ada di dalamnya Hanyalah bagi-Mu pujian, Engkau adalah penguasa langit dan bumi serta yang ada di dalamnya Engkau adalah benar, janji-Mu adalah benar, perjumpaan dengan-Mu adalah benar, surga adalah benar, neraka adalah benar, dan Hari Kiamat adalah benar. Ya Allah, kepada-Mulah aku menyerahkan diri, kepada-Mulah aku beriman, kepada-Mulah aku bertawakal, kepada-Mulah aku kembali, dengan-Mulah aku mengeluhkan, dan kepada-Mulah aku meminta keputusan, maka ampuni aku atas apa-apa yang terdahulu dan yang akan datang, apa yang aku sembunyikan dan yang aku perlihatkan. Engkau adalah Tuhanku, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau."522 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2599: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Syaiban bin Farukh menceritakan kepada kami, dia berkata: Mahdi bin Maimun menceritakan kepada kami, dia berkata: Imran bin Muslim menceritakan kepada kami dari Qais bin Sa'cT, dari Thawus, dari Ibnu Abbas, dari Nabi , bahwa apabila beliau hendak melaksanakan shalat malam, beliau bertakbir, lalu mengucapkan, "Ya Allah, hanyalah bagi-Mu pujian, Engkau adalah cahaya langit dan bumi serta apa-apa yang berada di antara keduanya. Hanyalah bagi-Mu pujian, Engkau adalah penegak langit dan bumi serta apa-apa yang ada di dalamnya. Hanyalah bagi-Mu pujian, Engkau adalah penguasa langit dan bumi serta yang ada di dalamnya. Engkau adalah benar, ftrman-Mu adalah benar, janji-Mu adalah benar, perjumpaan dengan-Mu adalah benar, surga adalah benar, neraka adalah benar, dan Hari Kiamat adalah benar. Ya Allah, Mulah aku menyerahkan diri, kepada-Mulah aku beriman, kepada-Mulah aku bertawakal, kepada-Mulah aku kembali, dengan-Mulah aku mengeluhkan, kepada-Mulah aku meminta keputusan, dan kepada-Mulah tempat kembali. Ya Allah, ampunilah aku terhadap apa-apa yang terdahulu dan yang akan datang, apa yang aku sembunyikan dan yang aku perlihatkan. Engkau adalah Tuhanku, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau."523 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2600: Muhammad bin Ishak bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, dia berkata: Umar524 bin Yunus525 menceritakan kepada kami, dia berkata: Ikirimah bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Abi Katsir526 menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf menceritakan kepadaku, dia berkata: Aku berkata kepada Aisyah Ummul Mukminin, "Dengan apakah Rasulullah memulai shalat malam?" Aisyah menjawab, "Jika beliau hendak melaksanakan shalat malam, beliau memulainya dengan membaca, 'Allahumma rabba jibrila wa miikailla wa israfiila, fathiras samaawaati wal ardhi, 'aalimal gaib wasy syahadah, anta tahkumu baina ibadika fimaa kaanu fiihi yakhtalifuuna.Ihdini fihi limakhtulifa fihi minal haqqi, fainnaka tahdi man tasya' ilaa shirathim mustaqim (Ya Allah, Tuhan Jibril, Mikail, dan Israfil, pencipta langit dan bumi, Yang mengetahui perkara gaib dan yang tampak. Tunjukilah kepadaku apa yang diperselisihkan, sesungguhnya Engkaulah yang memberikan petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki menuju jalan yang lurus)527[1:5] Shahih Ibnu Hibban 2601: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Amr bin Murrah, dari Ashim Al Anaziyyi, dari Ibnu Jubair bin Muth'im, dari ayahnya, dia berkata: Aku melihat Rasulullah sewaktu memulai shalat, mengucapkan, "Allahuakbar kabiiraan, allahu akbar allahu akbar kabiiraan. Alhamdulillah katsiiraan alhamdulillah katsiiraan, alhamdulillah katsiiraan. Subhanallahi bukratan wa ashilah, subhanallahi bukratan wa ashilah subahanallahi bukratan wa ashilah. Allahumma inni a'udzu bika minasy syaithani min hamzihi wa nafsihi wa nafkhihi (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji yang banyak bagi Allah, segala puji yang banyak bagi Allah, segala puji yang banyak bagi Allah. Maha Besar Allah pagi dan sore, Maha Besar Allah pagi dan sore, Maha Besar Allah pagi dan sore. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan-Mu terhadap syetan dari hembusan, semburan, dan tiupannya)." Amr berkata, "Hembusan ialah penyakit ayan, tiupan ialah kesombongan, dan semburan ialah syair."528 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2602: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami dari Mu'awiyah bin Shalih, dari Azhar bin Sa'id, dari Ashim bin Humaid, bahwa dia bertanya kepada Aisyah , "Bagaimana Rasulullah memulai shalatnya tatkala shalat malam?" Aisyah berujar, "Sesunggahnya kau bertanya kepadaku tentang sesuatu hal yang tidak pernah ditanyakan orang lain sebelummu. Rasulullah memulai shalat malam dengan takbir sebanyak sepuluh kali, kemudian bertasbih sebanyak sepuluh kali, kemudian bertahlil sebanyak sepuluh kali, dan beristighfar sebanyak sepuluh kali. Beliau kemudian mengucapkan, 'Allahummaghfirli wah dinii war zuqni' (ya Allah, ampunilah aku, tunjukilah aku, dan berikan rezeki kepadaku) sebanyak sepuluh kali, dan beliau memohon perlindungan kepada Allah dari kesempitan Hari Kiamat sebanyak sepuluh kali."529 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2603: Muhammad bin Ishak bin Sa'id As-Sa'di mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ali bin Khasyram menceritakan kepada kami, dia berkata: Isa bin Yunus menceritakan kepada kami dari Imran bin Za'idah bin Nasyith530, dari ayahnya, dari Abi Khalid Al Walibi, dari Abi Hurairah, bahwa apabila dia melaksanakan shalat malam, maka dia mengangkat suara lebih tinggi dan menyebutkan bahwa Nabi melakukan hal tersebut. 531 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2604: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Khalid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami dari Syu'bfh, dari Al A'masy, dari Sa'd bin Ubaidah, dari Al Mustaurid bin Al Ahnaf532, dari Silah bin Zufar, dari Hudzaifah, dia berkata, "Suatu malam aku shalat bersama Nabi , sehingga tidaklah beliau melewati ayat rahmat kecuali beliau berhenti dan meminta, dan tidaklah beliau melewati ayat siksa kecuali berhenti dan memohon perlindungan." 533 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2605: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Khalid Al Askari menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Al A'masy, dari Sa'd bin Ubaidah, dari Al Mustaurid bin Al Ahnaf, dari Silah bin Zufar, dari Hudzaifah, dia berkata, "Suatu malam aku shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tidaklah beliau melewati ayat rahmat kecuali beliau berhenti dan memintanya, dan tidaklah beliau melewati ayat siksa melainkan beliau berhenti lalu memohon perlindungan." 534 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2606: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah Asqalani mengabarkan kepada kami, Yazid bin Mauhab menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salamah Al Harrani menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Hassan, dari Ibnu Sirin, dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Apabila salah seorang dari kalian akan melaksanakan shalat malam, hendaknya memulai shalatnya dengan dua rakaat yang ringan."535 [67:1] Shahih Ibnu Hibban 2607: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Syaiban bin Farukh menceritakan kepada kami, Mahdi bin Maimun menceritakan kepada kami, Washil bin Al Ahdab menceritakan kepada kami dari Abu Wail, dia berkata, "Pada suatu pagi kami pergi menemui Abdullah bin Mas'ud setelah melaksanakan shalat Subuh. Kemudian kami mengucapkan salam di depan pintu dan diizinkan masuk. Kami berdiam diri sejenak, dan tidak lama kemudian muncullah seorang pembantu, dia berkata, 'Kenapa kalian tidak masuk?' Kami pun masuk. Ternyata dia sedang duduk bertasbih. Dia bertanya, 'Apa yang menghalangi kalian untuk masuk, padahal telah diizinkan?' Mereka menjawab, 'Tidak ada yang menghalangi, hanya saja kami menyangka sebagian keluargamu masih tidur'. Dia berkata, 'Kalian menyangka keluarga Ummu Abdin ini adalah orang-orang yang lalai'. Dia lalu melanjutkan tasbihnya sampai matahari telah terbit. Dia lalu bertanya, 'Wahai Jariyyah (budak perempuan), apakah matahari telah terbit?' Perempuan itu melihat matahari, dan ternyata telah terbit. Dia (Abdullah bin Mas'ud) lalu berkata, 'Segala puji bagi Allah yang telah membebaskan kita dari hari ini —Mahdi berkata: Aku mengira dia berkata, 'Dan tidak menghancurkan kita dengan dosa-dosa kita.'—. Seseorang berkata, 'Tadi malam aku membaca seluruh surah Al Mufashshal (surah-surah pendek)'. Abdullah berkata, 'Membaca cepat seperti syair ini?!! Saya mengetahui surah-surah yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu delapan belas surah dari surah-surah Mufashshal dan dua surah dari Aali Haamiim'." 536 [5:47] Shahih Ibnu Hibban 2608: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Abdullah bin Abu Bakar, dari bapaknya, dari Abdullah bin Qais bin Makhramah, dari Zaid bin Khalid Al Juhani, dia berkata, "Aku akan menyaksikan shalat Rasulullah pada malam ini." Dia pun tidur di pintu rumahnya atau tendanya. Kemudian Rasulullah bangkit dan mengerjakan shalat dua rakaat yang ringan, lalu mengerjakan shalat dua rakaat yang panjang, panjang, dan panjang, kemudian mengerjakan shalat dua rakaat tidak seperti dua rakaat sebelumnya, kemudian shalat dua rakaat tidak seperti dua rakaat sebelumnya, kemudian shalat dua rakaat tidak seperti dua rakaat sebelumnya, kemudian shalat dua rakaat tidak seperti dua rakaat sebelumnya537, kemudian mengerjakan shalat witir. Semuanya berjumlah tiga belas rakaat538." [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2609: Muhammad bin Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Jarir mengabarkan kepada kami dari Al A'masy, dari Sa'ad bin Ubaidah, dari Al Mustaurid bin Al Ahnaf, dari Shilah bin Zufar. Dari Hudzaifah, dia berkata, "Pada suatu malam aku shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau membuka shaiat dengan surah Al Baqarah. Beliau membaca seratus ayat, kemudian ruku, lalu melanjutkan bacaannya, beliau akan menamatkannya dalam dua rakaat Beliau terus melanjutkan bacaannya, menamatkannya, kemudian ruku, lalu terus melanjutkan bacaannya sampai surah An-Nisaa', kemudian Aali 'Imraan, kemudian ruku yang lamanya kira-kira sama dengan lama berdirinya, dan membaca, 'Maha Suci Tuhanku Yang Maha Besar', kemudian mengangkat kepalanya dan membaca, 'Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Ya Allah, Tuhanku, bagimu segala pujian'. Kemudian beliau memperperpanjang berdirinya. Kemudian sujud dan memperpanjang sujudnya, lalu mengucapkan dalam sujudnya, 'Maha Suci Tuhanku Yang Maha Tinggi'. Tidaklah beliau melewati ayat takhwif (menakut-nakuti) atau ta'zhim (mengagungkan) kecuali beliau berdzikir kepada-Nya." 539 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2610: Ali bin Abdul Hamid Al Ghadairi di Halb mengabarkan kepada kami, Al Walid bin Syuja menceritakan kepada kami, Mubassyir bin Ismail menceritakan kepada kami dari Al Auza'i, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, bahwa Rasulullah berdiam dalam sujudnya setara dengan seorang laki-laki yang membaca lima puluh ayat. Maksudnya adalah ketika shalat malam540. [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2611: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Syu'bah mengabarkan kepada kami dari Abu Jamrah, dari Ibnu Abbas, dia berkata,"Rasulullah mengerjakan shalat malam sebanyak tiga belas rakaat."541 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2612: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, Harmalah menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah mengerjakan shalat di antara rentang waktu setelah Isya (yang dikenal orang-orang dengan sebutan Al 'Atamah) sampai fajar sebanyak sebelas rakaat dengan salam setiap dua rakaatnya dan witir satu rakaat. Apabila muadzin telah bersiap-siap untuk shalat Subuh dan fajar benar-benar telah tampak, serta muadzin mengumandangkan adzan, maka beliau mengerjakan shalat dua rakaat yang ringan dan berbaring dengan bertumpu di sisi kanan badannya sampai muadzin mengumandangkan iqamah." 542 [47:5] Shahih Ibnu Hibban 2613: Al Fadhl bin Hubbab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Qa'nabi menceritakan kepada kami, dari Malik, dari Sa'id bin Abi Sa'id, dari Abi Salamah bin Abdirrahman, bahwa dia bertanya kepada Aisyah, "Bagaimana shalat Rasullullah pada bulan Ramadhan?" Aisyah berkata, "Rasul tidak menambahi rakaat, baik bulan Ramadhan maupun selainnya, lebih dari sebelas rakaat." 543 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2614: Muhammad bin Ubaidillah bin Al Fadhl Al-Kalaai' di Hims mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amr bin Utsman bin Sa'id berkata: Ayahku menceritakan kepada kami dari Syuaib bin Abi Hamzah, dia berkata: Az-Zuhri menyebutkan dari Urwah, dari Aisyah, bahwa Rasulullah shalat sebelas rakaat setiap malam. Begitulah shalatnya, dia sujud kira-kira sama dengan yang kalian baca dari Al Qur'an sebanyak lima puluh ayat sebelum mengangkat kepalanya, dan melakukan shalat dua rakaat sebelum shalat Subuh, kemudian berbaring dengan bertumpu di sisi kanan badannya sampai muadzin mendatanginya untuk iqamah. 544 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2615: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Hannad bin As-Sari menceritakan kepada kami, Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Ibrahim An-Nakh'i, dari Al Aswad, dari Aisyah, dia berkata, "Nabi mengerjakan shalat sebanyak sembilan rakaat pada malam hari." 545 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2616: Abdullah bin Muhammad Salm mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim mengabarkan kepada kami, Al Walid mengabarkan kepada kami dari Al Auza'i, dari Yahya, dari Abu Salamah, dia berkata, "Aisyah memberitahuku bahwa Rasullah mengerjakan shalat malam sebanyak delapan rakaat dan satu rakaat witir, kemudian mengeijakan dua rakaat shalat dalam keadaan duduk."546 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2617: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Humadi mengabarkan kepada kami dari Anas bin Malik, dia berkata, "Tidaklah kami ingin menyaksikan Rasulullah mengerjakan shalat pada malam hari kecuali kami menyaksikan beliau mengerjakan shalat. Dan tidaklah kami ingin menyaksikan beliau tertidur pada malam hari kecuali kami menyaksikan beliau tertidur." 547 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2618: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, Yahya bin Ayyub Al Maqabiri menceritakan kepada kami, Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami, Humaid Ath-Thawil mengabarkan kepada kami: Anas bin Malik ditanya tentang puasa Nabi , lalu dia menjawab, "Beliau berpuasa dalam sebulan, seolah-seolah kami melihatnya tidak ingin berbuka sedikit pun. Juga tidak berpuasa selama sebulan, seolah-olah kami melihatnya tidak ingin berpuasa sedikit pun. Tidaklah engkau ingin menyaksikannya mengeijakan shalat pada malam hari kecuali engkau akan melihatnya mengeijakan shalat. Juga tidak pula tertidur kecuali engkau melihatnya tertidur." 548 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2619: Muhammad bin Ishaq bin Huzaimah mengabarkan kepada kami, Muammal bin Hisyam menceritakan kepada kami, Ismail bin Ulayyah menceritakan kepada kami, Manshur bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, Abu Ishaq Al Hamdani menceritakan kepada kami dari Masruq, bahwa dia menemui Aisyah dan bertanya tentang shalat Rasulullah pada malam hari, lalu dia menjawab, "Beliau melaksanakan shalat malam sebanyak tiga belas rakaat, kemudian melaksanakan shalat sebanyak sebelas rakaat dan meninggalkan yang dua rakaat, kemudian melakukan shalat sembilan rakaat dan witir sebagai shalat malam yang terakhir sebelum beliau meninggal. Kemudian beliau menghampiri kasurku ini, lalu Bilal mendatanginya, dan memberitahu tentang masuknya waktu shalat." 549 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2620: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Bisyr bin Al Hakam menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dan Az-Zuhri, dari Salim, dari Abdullah bin Dinar dan Amr bin Dinar, dari Thawus, dari Ibnu Abi Lubaid, dari550 Abu Salamah, dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah ditanya, "Seperti apakah shalat yang engkau perintahkan kepada kami pada malam hari?" Beliau menjawab, "Salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat dua rakaat-dua rakaat. Jika khawatir dengan masuknya waktu Subuh, maka kerjakanlah witir sebanyak satu rakaat.'." 551 [65:3] Shahih Ibnu Hibban 2621: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim maula Tsaqif mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Musa Khat552 menceritakan kepada kami, Hammad bin Khalid Al Khayyath menceritakan kepada kami dari Malik bin Anas, dari Makhramah bin Sulaiman, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi mengerjakan witir sebanyak satu rakaat. 553 [4:5] Shahih Ibnu Hibban 2622: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Musaddad menceritakan kepada kami dari Ismail bin Ulayyah, dari Ayyub, dari Nafi, dari Ibnu Umar, dia berkata: Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, "Seperti apakah shalat malam yang engkau perintahkan kepada kami?" Beliau menjawab, "Hendalah salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat dua rakaat-dua rakaat. Jika khawatir dengan tibanya waktu Subuh, maka kerjakan witir sebanyak satu rakaat sebagai penutup shalat yang dikerjakan pada malam hari."554 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2623: Syabab bin Shalib di Wasith mengabarkan kepada kami, Wahab bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, Khalid mengabarkan kepada kami dari555 Khalid, dari Abdullah556 bin Syaqiq, dari Ibnu Umar, dia berkata, "Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah -aku saat itu berada di antara keduanya-, "Bagaimana caranya shalat malam?" Beliau menjawab, "Dua rakaat-dua rakaat. Jika engkau khawatir masuknya Subuh maka shalatllah satu rakaat dengan dua kali sujud sebelum Subuh"557 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2624: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits mengabarkan kepada kami, bahwa Abdurrahman Al Qasim menceritakan kepadanya dari bapaknya, dari Ibnu Umar, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat. Jika engkau hendak selesai dari shalat malam maka shalatlah satu rakaat sebagai penutup shalat yang telah engkau kerjakan."558 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2625: Umar bin Ismail bin Abu Ghailan Ats-Tsaqafi di Baghdad mengabarkan kepada kami, Ali bin Al Ja'd menceritakan kepada kami, Syu'bah mengabarkan kepada kami dari Abu At-Tayyah berkata: Aku mendengar Abu Mijlaz menceritakan dari Ibnu Umar, dari Nabi , beliau bersabda, "Witir satu rakaat pada akhir malam."559 [92:1] Abu Hatim berkata, "Abu At-Tayyah namanya adalah Yazid bin Humaid Adh-Dhub'i. Abu Mijlaz namanya adalah Lahiq bin Humaid." Shahih Ibnu Hibban 2626: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits mengabarkan kepada kami dari Abdu Rabbihi bin Sa'id, dari Makhramah bin Sulaiman, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Aku bermalam di rumah bibiku, Maimunah, dan Rasulullah bersamanya pada malam itu. Rasulullah berwudhu, kemudian shalat. Aku lalu berdiri di sebelah kiri, kemudian beliau memegangku dan menempatkanku di sebelah kanannya. Pada malam itu beliau mengerjakan shalat sebanyak tiga belas rakaat, kemudian tidur sampai mendengkur. Jika tidur, beliau mendengkur. Muadzin lalu mengumandangkan adzan. Setelah itu beliau keluar dan shalat, dengan tidak berwudhu kembali. 560 [1:5] Amr berkata: Aku menceritakan kepada Bukair bin Al Asyaj dengan hadits ini. Lalu Bukair berkata, "Kuraib menceritakan kepadaku dengan hadits itu." Shahih Ibnu Hibban 2627: Abu Ya'la menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, Wuhaib561 menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Thawus, dari Ikrimah bin Khalid, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Aku bermalam di rumah bibiku (Maimunah). Nabi bangun pada malam hari, maka aku bangun dan berwudhu, lalu berdiri di sebelah kiri beliau. Beliau menarikku dan memosisikanku di sebelah kanan beliau. Beliau mengerjakan shalat sebanyak tiga belas rakaat, dan lama berdiri setiap rakaat sama.562 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2628: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun mengabarkan kepada kami, Yahya bin Sa'id mengabarkan kepada kami dari Syurahbiil bin Sa'ad, bahwa dia mendengar Jabir bin Abdullah berkata, "Kami bertemu Rasulullah pada zaman Hudaibiyah, maka kami singgah untuk minum. Mu'adz bin Jabal lalu berkata, 'Siapa yang akan memberi kami minum?' Aku pun pergi bersama sekelompok golongan Anshar, dan berhasil mendapatkan air di Atsayah563. Jarak antara keduanya kurang lebih dua puluh tiga mil. Kami lalu minum dan mengambil air. Setelah malam hari, datanglah seorang laki-laki mengendarai untanya, dan untanya itu mengamuk hingga menuju telaga564. Beliau lalu berkata kepadanya, "Datanglah." Unta itu pun mendatangi beliau. Aku kemudian memegang kendalinya dan mendudukkannya. Rasulullah kemudian bangkit dan mengerjakan shalat malam. Aku lalu bergegas mendekat ke samping Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian mengerjakan shalat sebanyak tiga belas rakaat"565 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2629: Al Husain bin Muhammad bin Mush'ab di Sinj mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Miskin Al Yamami566 menceritakan kepada kami, Yahya bin Hisan menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami dari Syurahbil bin Sa'ad, dia berkata: Aku mendengar Jabir bin Abdullah berkata: Aku melihat Rasulullah mendudukkan untanya, kemudian beliau turun dan mengerjakan shalat sebanyak sepuluh rakaat; dua rakaat-dua rakaat567. Setelah itu shalat melaksanakan witir sebanyak satu rakaat dan mengerjakan dua rakaat shalat fajar, kemudian shalat Subuh."568 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2630: Abu Arubah mengabarkan kepada kami, Amr bin Hisyam dan Ahmad bin Bikar569 menceritakan kepada kami, Makhlad bin Yazid menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Hisyam bin Urwah, dari bapaknya, dari Aisyah, dia berkata: "Rasulullah tidak membaca apa pun ketika shalat malam dengan keadaan duduk, hingga beliau masuk usia tua. Ketika itu beliau membaca sambil duduk. Tatkala tersisa tiga puluh atau empat puluh ayat, beliau berdiri lalu melanjutkan bacaannya, kemudian sujud." 570 [47:5] Shahih Ibnu Hibban 2631: Hamid bin Muhammad bin Syu'aib Al Balkhi mengabarkan kepada kami, Ubaidullah bin Umar Al Qawariri menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, Ayyub dan Budail menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Syaqiq, dari Aisyah, dia berkata: "Rasulullah mengerjakan shalat sambil berdiri pada malam yang panjang, dan mengerjakannya sambil duduk pada malam yang panjang. Jika shalat sambil berdiri maka beliau akan ruku sambil berdiri, sedangkan jika shalat sambil duduk maka beliau akan ruku sambil duduk."571 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2632: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Abdul A'la bin Hammad An-Narsi menceritakan kepada kami, Wuhaib bin Khalid menceritakan kepada kami, Hisyam bin Urwah menceritakan kepada kami dari bapaknya, dari Aisyah, dia berkata, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah mengerjakan shalat malam sambil duduk, kecuali ketika beliau memasuk usia tua. Saat beliau membaca surah, dan tersisa tiga puluh ayat atau empat puluh ayat, beliau berdiri dan melanjutkan bacaannya,kemudian ruku."572 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2633: Abdullah bin Muhammad Al Azdi memberitahu kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Jarir mengabarkan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari bapaknya, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah tidak pernah membaca surah sambil duduk dalam shalatnya, sampai beliau masuk usia tua. Ketika itu beliau membaca sambil duduk. Jika surah itu tersisa sebanyak tiga puluh ayat atau empat puluh ayat, beliau berdiri dan membacanya, kemudian ruku."573 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2634: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Mu'azd bin Hisyam mengabarkan kepada kami, bapakku menceritakan kepadaku dari Yahya bin Abu Katsir, Abu Salamah menceritakan kepada kami, dia bertanya kepada Aisyah tentang shalat Rasulullah pada malam hari, kemudian Aisyah menjawab, "Beliau mengerjakan shalat sebanyak delapan rakaat, kemudian witir, lalu shalat dua rakaat sambil duduk, kemudian berdiri dan membaca -bacaannya yang tersisa-, kemudian ruku dan mengerjakan shalat dua rakaat di antara adzan dan iqamah untuk shalat Subuh."574 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2635: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, Abu Hurrah menceritakan kepada kami dari Al Hasan, dari575 Sa'ad bin Hisyam, dia bertanya kepada Aisyah tentang shalat Nabi pada malam hari, lalu Aisyah menjawab, "Jika Rasulullah mengerjakan shalat Isya, beliau mengejakan dua rakaat setelahnya. Kemudian tidur, dan di dekat kepalanya ada air bersuci dan siwaknya. Kemudian beliau bangun, bersiwak, berwudhu, dan mengejakan shalat sebanyak dua rakaat. Kemudian bangkit dan melaksanakan shalat sebanyak delapan rakaat dengan menyamakan lama bacaannya. Lalu shalat witir untuk kesembilan rakaatnya. Beliau mengejakan shalat dua rakaat sambil duduk. Tatkala beliau tua dan kurus, delapan rakaat dikejakan enam rakaat, dan witir untuk ketujuh rakaaatnya. Beliau juga mengejakan shalat dua rakaat sambil duduk, yang bacaannya, 'Qul ya ayyuhal kaafiruun (surah Al Kaafiruun)".' Serta 'Idzaa zulzilatil ardhu zilzaalahaa (surah Az-Zalzalah)'."576 [34:5] Abu Hurrah namanya adalah Washil bin Abdurrahman. Shahih Ibnu Hibban 2636: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, Abu Khaisamah menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Salamah bin Kuhail, dari Kuraib, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Aku bermalam di rumah bibiku (Maimunah). Rasulullah bangun pada malam hari dan menunaikan hajatnya. Kemudian membasuh wajahnya dan kedua tangannya, kemudian tidur. Kemudian bangun dan mendatangi tempat air. Beliau membuka tutupnya, kemudian berwudhu di antara dua wudhu, tidak banyak menggunakan air dan melebihi (batas wudhu yang ditentukan). Lalu beliau bangkit dan shalat. Aku pun berdiri dan berjalan, karena tidak ingin beliau melihatku mengawasinya. Aku bangkit dan berwudhu, kemudian shalat dan berdiri di samping kiri beliau. Beliau lalu memegang telingaku dan memutarku ke arah kanannya. Akhirnya, sempurnalah shalat Rasulullah -sebanyak tiga belas rakaat. Setelah itu beliau berbaring dan tidur sampai mendengkur. Jika tidur, beliau mendengkur. Bilal lalu mengumandangkan adzan sebagai tanda waktu shalat. Beliau pun bangun dan mengerjakan shalat, dengan tidak berwudhu. Beliau berdoa, "Allahummaj'al fii galbi nuran, wa fii bashari nuuran, wa fii sam'i nuuran, wa an yamiini nuuran, wa an yasaari nuuran, wa fauqi nuuran, wa tahti nuuran, wa amaami nuuran, wa khalfi nuuran, wa a'zhim lii nuuran (ya Allah, jadikanlah cahaya di hatiku, cahaya di pandanganku, cahaya di pendengaranku, cahaya di bagian kananku, cahaya di bagian kiriku, cahaya di atasku, cahaya di bawahku, cahaya di hadapanku, serta cahaya di belakangku, dan besarkanlah cahaya itu untukku)" Kuraib berkata, "Aku bertemu dengan beberapa anak Abbas, dan mereka menceritakan kepadaku tentang hal itu, dan menyebutkan: Syarafku, dagingku, darahku, rambutku, wajahku. Dan juga menyebutkan: Dua karakter577." [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2637: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Khalid bin Abdullah Al Wasithi dan Jum'ah bin Abdullah Al Balkhi menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Ibrahim bin Sa'ad menceritakan kepada kami dari bapaknya, dari pamannya, Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Aisyah, dia berkata, "Tidaklah aku mendapati beliau di sisiku pada waktu sahur kecuali dalam kondisi tidur."578 [5:1] Shahih Ibnu Hibban 2638: Umar bin Muhammad Al Hamadani mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Bassyar menceritakan kepada kami, Muhammad menceritakan kepada kami, Syubah menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Al Aswad, dia berkata: Aku bertanya kepada Aisyah tentang shalat Rasulullah pada malam hari, lalu dia menjawab, "Beliau tidur pada awal malam, kemudian bangun (shalat). Jika masuk waktu sahur, beliau mengerjakan witir, kemudian menghampiri kasurnya, dan jika memiliki hasrat kepada istrinya, beliau akan melakukannya. Lalu jika mendengar adzan beliau akan beranjak bangun. Bila dalam keadaan junub maka beliau akan menyiramkan air kepada dirinya, namun jika tidak maka beliau akan berwudhu, kemudian pergi untuk mengerjakan shalat579." [1:5] Abu Hatim berkata, "Khabar-khabar tersebut tidak saling bertentangan, walaupun lafazh dan makna berbeda secara zhahir, karena Nabi mengerjakan shalat pada malam hari sesuai dengan sifat-sifat yang telah disebutkan, suatu malam dengan sifat tertentu, dan malam lain dengan sifat lainnya, sehingga setiap orang berpendapat sesuai dengan yang dilihatnya. Allah menjadikan Nabi sebagai guru bagi umatnya, baik perkataan maupun perbuatan. Perbedaan perbuatan-perbuatannya ketika melaksanakan shalat malam menunjukkan bahwa kita memiliki pilihan untuk melakukan salah satu dari perbuatan Rasulullah ketika mengerjakan shalat malam, tanpa mengklaim kesunahan hanya pada satu jenis shalat malam yang pernah dilakukan oleh Rasulullah." Shahih Ibnu Hibban 2639: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Bakr mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami dari Ibnu Malikah, dia berkata: Ya'la bin Mamlak mengabarkan kepada kami, bahwa dia bertanya kepada Ummu Salamah (istri Nabi tentang shalat Nabi pada malam hari, kemudian dia menjawab, "Nabi mengakhirkan pelaksanaan shalat Isya, kemudian bertasbih, lalu melaksanakan shalat malam sesuai kehendak Allah . Beliau lalu bergegas tidur, dan lama tidurnya sama seperti lama beliau shalat. Kemudian beliau bangun dari tidurnya, dan lama shalatnya sama seperti lama tidurnya, dan shalatnya yang akhir hingga waktu Subuh tiba580." [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2640: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Bassyar menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, Abu Hurrah menceritakan kepada kami dari Al Hasan, dia bertanya kepada Aisyah tentang shalat Nabi pada malam hari, kemudian dia menjawab, "Jika Rasulullah mengerjakan shalat Isya, beliau mengerjakan dua rakaat setelahnya. Kemudian tidur, dan di dekat kepalanya ada air bersuci dan siwaknya. Lalu beliau bangun, bersiwak, berwudhu, dan mengerjakan shalat sebanyak dua rakaat. Kemudian bangkit dan mengerjakan shalat sebanyak delapan rakaat dengan menyamakan lama bacaannya. Kemudian witir untuk kesembilan rakaatnya. Beliau mengerjakan shalat dua rakaat sambil duduk. Tatkala beliau tua dan kurus, yang semula delapan rakaat menjadi 'enam rakaat, dan witir untuk ketujuh rakaatnya. Beliau juga mengerjakan shalat dua rakaat sambil duduk, dengan membaca, 'Qul yaa ayyuhal kaafiruun (surah Al Kaafiruun) dan 'Idzaa zulzilatil ardhu zilzaalahaa (surah Az- Zalzalah)'."581 Abu Hurrah adalah Washil bin Abdurrahman. [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2641: Abdullah bin Muhammad bin Sahn mengabarkan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Umar bin Abdul Wahid menceritakan kepada kami dari Al Auza'i, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Abu Salamah, dari Abdullah bin Amr, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Wahai Abdullah bin Amr, janganlah seperti fulan yang dahulu mengerjakan shalat malam, kemudian meninggalkannya." [49:2] Abu Hatim berkata, "Khabar tersebut menunjukkan bolehnya membicarakan seseorang tanpa sepengetahuannya kepada orang lain yang apabila didengarnya maka dia akan merasa resah, jika orang yang mengucapkannya ingin memperingatkan orang lain, bukan mencela orang yang dibicarakannya." Shahih Ibnu Hibban 2642: Muhammad bin Ishaq bin Sa'id As-Sa'idi mengabarkan kepada kami, Ali bin Khasyram menceritakan kepada kami, Isa mengabarkan kepada kami dari Syu'bah, dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Sa'ad bin Hisyam, dari Aisyah, dia berkata, "Jika Rasulullah mengerjakan suatu amalan, beliau akan konsisten. Apabila beliau tertidur pada malam hari, atau sakit, maka beliau akan mengerjakan shalat pada siang hari sebanyak dua belas rakaat. Aku tidak pernah melihat Rasulullah menghidupkan malam sampai pagi dan tidak pula berpuasa selama sebulan berturut-turut kecuali Ramadhan."583 [2:1] Abu Hatim berkata, "Khabar tersebut menunjukkan bahwa witir hukumnya tidak wajib, karena jika hukumnya wajib maka beliau akan mengerjakan shalat sebanyak tiga belas rakaat pada siang hari karena tidak sempat mengerjakannya pada malam hari." Shahih Ibnu Hibban 2643: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah di Asqalan mengabarkan kepada kami, Harmalah Ibnu Yahya menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Yunus mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab, bahwa As-Saib bin Yazid dan Ubaidullah bin Abdillah mengabarkan kepadanya, bahwa Abdurrahman bin Abdu585 Al Qari, dari Bani Qarah berkata: "Aku mendengar Ibnu Al Khattab berkata, Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa tertidur dan tidak sempat mengerjakan atau hizb-nya atau bagiannya, kemudian dia membacanya di antara shalat Subuh dan shalat Zhuhur, maka dicatat baginya seakan-akan membaca hizb pada malam hari'"586 [2: ] Shahih Ibnu Hibban 2644: Abu Firas Muhammad bin Jum'ah Al Asham mengabarkan kepada kami, Ibrahim bin Ahmad bin Ya'is menceritakan kepada kami, Sa'id bin Amir menceritakan kepada kami, Syubah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dia berkata: Aku mendengar Zurarah bin Aufa, dari Sa'ad bin Hiysam, dari Aisyah, dia berkata, "Jika Rasulullah mengerjakan suatu amalan, beliau akan konsisten. Jika beliau tertidur pada malam hari, atau sakit, maka beliau akan mengerjakan shalat pada siang hari sebanyak dua belas rakaat. Aku tidak pernah melihat Rasulullah menghidupkan malam sampai pagi dan tidak pula berpuasa sebulan berturut-turut, kecuali Ramadhan."587 [47:5] Shahih Ibnu Hibban 2645: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, Qutaibah bin Muslim menceritakan kepada kami, Abu Awanah menceritakan kami dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Sa'ad bin Hisyam, dari Aisyah, dia berkata, "Jika Rasulullah tidak mengerjakan shalat pada malam hari lantaran terhalang oleh tidur atau dikalahkan oleh kedua matanya, maka beliau mengerjakan shalat pada siang hari sebanyak dua belas rakaat ."88 [1:5] Shahih Ibnu Hibban 2646: Ahmad bin Muhammad bin Fadhl As-Sajastani di Damaskus mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al bin Khasyram menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus mengabarkan kepada kami dari Syu'bah, dari Qatadah, dari Zurarah bin Aufa, dari Sa'ad bin Hisyam Al Anshari, dari Aisyah, dia berkata, "Jika Rasulullah mengerjakan suatu amalan maka beliau akan konsisten. Jika beliau tertidur pada malam hari, atau sakit, maka beliau akan mengerjakan shalat pada siang hari sebanyak dua belas rakaat. Aku tidak pernah melihat Rasulullah menghidupkan malam sampai pagi dan tidak pula berpuasa selama sebulan berturut-turut, kecuali Ramadhan589." [5:1] Shahih Ibnu Hibban 2647: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada Abdul Wahid bin Ghayyats menceritakan kepada kami, Abu Awanah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Barangsiapa lupa mengerjakan suatu shalat hendaknya mengerjakannya ketika mengingatnya."590 [43:3] Shahih Ibnu Hibban 2648: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Hudbah bin591 Khalid Al Qaisi menceritakan kepada kami, Hammam bin Yahya menceritakan kepada kami, Qatadah menceritakan kepada kami dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah bersabda, "Barangsiapa lupa suatu shalat, hendaknya mengerjakannya ketika mengingatnya. Tidak ada kafarahnya -penggantinya-; kecuali itu."592 [43:3] Abu Hatim berkata tentang sabda Rasulullah "barangsiapa lupa suatu shalat, hendaknya mengerjakannya ketika mengingatnya. Tidak ada kafarahnya -penggantinya- kecuali itu." tersebut, "Ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa apabila seseorang mengerjakan shalat untuknya, maka hukumnya tidak boleh, karena Nabi bersabda, 'Tidak ada kafarahnya, kecuali itu'. Maksudnya, kecuali mengerjakannya ketika ingat. Hadits ini juga menunjukkan bahwa ketika seseorang meninggal dan memiliki utang shalat yang tidak mampu dikerjakannya karena alasan tertentu, maka tidak boleh memberikan gandum dan makanan-makanan lainnya kepada orang-orang fakir sebagai kafarah atau pengganti shalat tersebut. Shahih Ibnu Hibban 2649: Muhammad bin Ishaq bn Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Ishaq bin Mashur menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Tsabit, dari Abdullah bin Rabah, dari Abu Qatadah, bahwa tatkala Rasulullah dan para sahabatnya tertidur dan tidak sempat mengerjakan shalat, beliau bersabda, "Shalatlah esok hari pada waktunya."594 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2650: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah bin Umar Al Qawariri menceritakan kepada kami, Abdul A'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyam menceritakan kepada kami dari Al Hasan, dari Imran bin Hushain, dia berkata: Kami melakukan perjalanan pada malam hari bersama Rasululah untuk suatu peperangan. Pada akhir malam, beliau istirahat, dan tidak ada yang terbangun sampai kami dibangunkan oleh panasnya matahari. Seorang laki-laki bangun dengan terkejut dan kaget. Rasulullah lalu bersabda, "Berkendaraanlah." Beliau kemudian berkendaraan, maka kami pun berkendaraan. Beliau lalu berjalan sampai matahari naik. Beliau lalu turun dan memerintahkan Bilal untuk adzan. Setelah orang-orang selesai menuntaskan kebutuhan mereka, mereka berwudhu dan shalat dua rakaat, kemudian iqamah. Beliau shalat bersama kami. Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita tidak meng-qadha-nya pada waktunya di esok hari?" Beliau menjawab, "Tuhan kalian melarang kalian dari riba, dan menerimanya dari kalian'!" 595 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2651: Ibnu khuzaimah mengabarkan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, Yazid bin Kaisan menceritakan kapada kami, Abu Hazim menceritakan kepada kami dari Abu Hurairah, dia berkata: Kami beristirahat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ternyata kami tidak terbangun sampai matahari terbit. Rasulullah lalu bersabda, "Hendaklah masing-masing memegang kendali untanya, karena syetan menghampiri kita di tempat ini" Kami pun melakukannya. Beliau lalu meminta air dan berwudhu, kemudian shalat sebanyak dua rakaat. Setelah itu didirikanlah shalat ."596 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2652: Imran bin Musa bin Mujasyi mengabarkan kepada kami, Mahfuzh bin Abu Taubah menceritakan kepada kami, Marwan bin Mu'awiyah menceritakan kepada kami, Yazid bin Kaisan menceritakan kepada kami dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah, bahwa Nabi tertidur dan tidak sempat mengerjakan dua rakaat fajar, maka beliau mengerjakannya setelah matahari terbit.597 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2653: Ahmad bin Ali Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah mengabarkan kepada kami dari Al Azraq bin Qais, dari Zakwan, dari Ummu Salamah, dia berkata: Rasulullah melaksanakan shalat Ashar, kemudian memasuki rumahku. Setelah itu, beliau mengerjakan shalat dua rakaat, maka saya bertanya, "Wahai Rasulullah, engkau mengerjakan shalat yang sebelumnya tidak engkau kerjakan?" Beliau menjawab, "Aku mendapatkan uang, sehingga hal itu menyibukkanku dan membuatku tidak sempat mengerjakan dua rakaat yang biasanya aku lakukan sebelum Ashar, maka aku mengerjakannya sekarang." Aku lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kami harus meng- qadha-nya jika tidak sempat melakukannya?" Beliau menjawab, "Tidak." [8:2] Shahih Ibnu Hibban 2654: Syabab bin Shalih dan Abdullah bin Qahthabah menceritakan kepada kami, Wahab bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, Khalid mengabarkan kepada kami dari Khalid, dari Abu Qilabah, dari Abu Al Muhallab, dari Imran bin Husain, bahwa Rasulullah mengucapkan salam (dalam shalat) ketika baru mengerjakan tiga rakaat Ashar, maka Al Khirbaq berkata kepadanya, "Wahai Rasulullah, apakah engkau lupa? Atau sedang meng-qashar shalat?" Beliiau berkata, "Apakah Al Khirbaq benar?" Mereka menjawab, "Ya." Beliau pun bangkit, lalu mengerjakan shalat satu rakaat, lalu sujud sebanyak dua kali, lalu salam.599 Shahih Ibnu Hibban 2655: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdul Aziz bin Abu Rizmah menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Kaisan, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi menamakan dua sujud Sahwi dengan Al Murghimatain601." [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2656: Ahmad bin Yahya bin Zuhair bin di Tustar mengabarkan kepada kami, Ahmad bin Al Miqdam menceritakan kepada kami, Yazid bin Zura'i menceritakan kepada kami, Rauh bin Al Qasim menceritakan kepada kami dari Manshur bin Al Mu'tamir, dari Ibrahim An-Nakh'i, dari Alqamah bin Qais, dari Ibnu Mas'ud, dia berkata: Rasulullah shalat bersama kami dengan menambah (rakaatnya), atau menguranginya, maka ketika telah selesai shalat kami berkata, "Wahai Rasulullah, apakah shalat mengalami sesuatu?" Beliau lalu bersimpuh dan bersujud sebanyak dua kali, kemudian berkata, "Jika shalat mengalami sesuatu maka saya akan memberitaku kalian. Akan tetapi saya manusia, lupa sebagaimana kalian lupa. Jika saya lupa maka ingatkanlah diriku Jika salah seorang di antara kalian mengalami keraguan dalam shalatnya, carilah kebenaran dan tetapilah kebenaran itu, kemudian sujudlah sebanyak dua kali."602 [34:1] Shahih Ibnu Hibban 2657: Abdullah bin Mahmud As-Sa'di mengabarkan kepada kami, dia berkata: Amr bin Shalih menceritakan kepada kami dia berkata: Ibrahim bin Al Mughirah menceritakan kepada kami, dia berkata: Mis'ar bin Kidam menceritakan kepada kami dari Manshur bin Al Mu'tamir, dari Ibrahim, dari Alqamah, bahwa Ibnu Mas'ud berkata, "Nabi mengerjakan shalat, kemudian beliau menambahnya atau menguranginya, maka dikatakan kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, apakah shalat mengalami sesuatu'? Beliau menjawab, 'Jika terjadi sesuatu maka aku akan menceritakannya kepada kalian. Aku hanyalah manusia, lupa sebagaimana kalian lupa. Siapa saja di antara kalian mengalami keraguan dalam shalatnya, perhatikanlah mana yang lebih mendekati kebenaran, kemudian sempurnakanlah'. Beliau lalu bangkit dan sujud sebanyak dua kali,"603 [34:1] Abu Hatim berkata, "Ibrahim bin Al Mughirah adalah menantu Ibnu Al Mubarak (Ibnu Al Mubarak menikahi anak perempuannya). Ia tsiqah604." Shahih Ibnu Hibban 2658: Zakariya bin Yahya As-Saji di Basrah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar bin Muhammad bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, mereka berkata: Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Al Hakam, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah, dari Nabi , bahwa beliau mengerjakan shalar Zhuhur sebanyak lima rakaat, kemudian dikatakan kepada beliau, "Sesuatu ditambahkan di dalam shalat?" Nabi lalu bertanya, "Apakah itu?" Mereka menjawab, "Engkau mengerjakan shalat sebanyak lima rakaat." Beliau pun sujud dua kali setelah salam605." [3] Shahih Ibnu Hibban 2659: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami: Ubaid bin Sa'id Al Umawi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian mengalami keraguan dalam shalatnya, maka carilah yang benar, kemudian salam, lalu sujudlah dua kali"606 [34:1] Shahih Ibnu Hibban 2660: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Hibban bin Musa menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Al Mubarak menceritakan kepada kami dari Mis'ar, dari Manshur, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Ibnu Mas'ud, dia berkata: Rasulullah shalat bersama kami, kemudian menambahnya atau menguranginya, maka dikatakan kepadanya, "Wahai Rasulullah, apakah terjadi sesuatu dalam shalat?" Beliau menjawab, "Jika terjadi sesuatu maka aku akan memberitahukan kalian, akan tetapi aku hanyalah manusia yang lupa, sebagaimana kalian lupa. Siapa saja di antara kalian ragu dalam shalatnya, perhatikanlah mana yang lebih mendekati kebenaran dan sempurnakanlah, kemudian salam dan sujudlah dua kali."607 [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2661: Zakariya bin Yahya As-Saji mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, dia berkata: Syuhah608 menceritakan kepada kami dari Salamah bin Kuhail, dari Ibrahim bin Suwaid609, dia berkata: Alqamah shalat Zhuhur bersama kami sebanyak lima rakaat, maka Ibrahim menegurnya. Dia lalu berkata, "Engkaukah wahai A'war (orang yang matanya buta sebelah)?" A'war menjawab, "Ya." Ibrahim berkata, "Dia lalu sujud dua kali." Setelah itu Alqamah menceritakan hadits dari Abdullah, dari Nabi , dengan redaksi yang sama.610 [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2662: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir menceritakan kepada kami dari Manshur, dari Ibrahim, dari Alqamah, dia berkata: Abdullah berkata: Rasulullah mengerjakan shalat —Ibrahim berkata, "Aku tidak tahu, lebih atau kurang?"— Tatkala salam, dikatakan kepada beliau, "Wahai Rasulullah, terjadi sesuatu dalam shalat?" Beliau menjawab, "Tidak, apakah itu?" Mereka menjawab, "Engkau mengerjakan begini dan begini." Beliau pun bersimpuh, menghadap kiblat, dan sujud dua kali, kemudian salam. Ketika menghadapkan wajahnya kepada kami, beliau berkata, "Jika terjadi sesuatu dalam shalat, aku akan menceritakannya kepada kalian, akan tetapi aku hanyalah manusia seperti kalian, yang lupa sebagaimana kalian lupa. Jika aku lupa, ingatkanlah diriku. Jika salah seorang di antara kalian ragu dalam shalatnya, carilah kebenaran dan sempurnakanlah, kemudian salam. Setelah itu sujudlah dua kali"611 [34:1] Shahih Ibnu Hibban 2663: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Shafwan bin Shalih menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami dari Malik bin Anas, dari Zaid bin Aslam, dari Atha bin Yasar, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa Rasulullah bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat dan tidak tahu jumlah rakaat yang telah dikerjakannya, tiga atau empat, maka shalatlah satu rakaat dan sujudlah dua kali sebelum salam. Jika shalat yang dikerjakannya tiga rakaat, maka dua kali sujud itu akan Jika empat rakaat, maka dua kali sujud itu akan menghinakan syetan."6l2 {34:1] Abu Hatim berkata, "Khabar ini diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dari Shafwan bin Shalih." Shahih Ibnu Hibban 2664: Al Husain bin Muhammad bin Mush'ab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Sa'id Al Asyaj menceritakan kami, dia berkata: Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dari Zaid bin Aslam, dari Atha bin Yasar, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian ragu dalam shalatnya, maka campakkanlah keraguan itu dan tetaplah dengan keyakinan. Jika dia yakin telah sempurna, sujudlah sebanyak dua kali. Jika shalatnya sempurna maka rakaat yang dikerjakannya menjadi ibadah sunah, dan kedua sujud itu menjadi ibadah sunah. Apabila shalatnya kurang, rakaat yang dikerjakannya itu akan menyempurnakan shalatnya, dan kedua sujud itu akan menghinakan syetan."613 [34:1] Abu Hatim berkata, "Orang yang tidak menguasai ilmu khabar dan memahami atsar yang benar akan menyangka bahwa mencari kebenaran dalam shalat dan menetapkan keyakinan adalah satu, padahal tidak seperti itu: Mencari kebenaran (taharri)adalah jika seseorang ragu dalam shalatnya dan tidak tahu apa yang dia lakukan dalam shalat, maka dia harus mencari kebenaran dan menetapkan apa yang paling kuat menurutnya, kemudian sujud sahwi sebanyak dua kali setelah salam berdasarkan khabar Ibnu Mas'ud. Sedangkan menetapkan keyakinan (al binaa 'ala al yaqiin) adalah Jika seseorang ragu apakah dua rakaat atau tiga rakaat, tiga rakaat atau empat rakaat, maka dia harus menetapkan keyakinan, yaitu jumlah rakaat paling sedikit. Kemudian menyempurnakan shalatnya dan sujud sahwi sebanyak dua kali sebelum salam berdasarkan Khabar Abdurrahman bin Auf dan Abu Sa'id Al Khudri. Dan Kedua hadits ini tidak saling kontradiksi." Shahih Ibnu Hibban 2665: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, Muhammad bin Al Minhal Adh-Dharir menceritakan kepada kami, Yazid bin Zura'i menceritakan kepada kami, Hisyam menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abu Katsir, dari Iyadh, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat, kemudian tidak tahu jumlah rakaat yang telah dikerjakannya, tiga atau empat, maka sujudlah dua kali sambil duduk Jika syetan mendatangi salah seorang di antara kalian dan berkata, 'Engkau telah berhadats', maka katakanlah, 'Engkau berdusta', kecuali dia mendengar suara dengan telinganya atau mencium bau dengan hidungnya."614 [66:1] Shahih Ibnu Hibban 2666: Ishaq bin Ibrahim bin Ismail di Bust mengabarkan kepada kami, Al Hasan bin Ali Al Hulwani menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Abi Katsir, dari Iyadh bin Hilal, dari Abu Sa'id Al Khudri, dari Nabi , beliau bersabda, "Jika syetan mendatangi salah seorang di antara kalian dan berkata, telah berhadats', maka hendaknya berkata dalam dirinya, 'Engkau telah berdusta' sampai dia mendengar suara dengan telinganya, atau mencium bau dengan hidungnya."615 [66:1] Shahih Ibnu Hibban 2667: Al Husain bin Muhammad bin Mush'ab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Sa'id Al Kindi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dari Zaid bin Aslam, dari Atha bin Yasar, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian ragu dalam shalatnya, campakkanlah keraguan itu dan tetaplah dengan keyakinan Jika dia yakin telah sempurna, sujudlah sebanyak dua kali. Jika shalatnya sempurna, maka rakaat yang dikerjakannya menjadi ibadah sunah, dan kedua sujud itu pun menjadi ibadah sunah. Jika shalatnya kurang, maka rakaat yang dikerjakannya itu akan menyempurnakan shalatnya, dan kedua sujud itu akan menghinakan syetan."616 [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2668: Abdullah bin Muhammad mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Aziz bin Muhammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Zaid bin Aslam menceritakan kepadaku dari Atha bin Y asar, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian mengerjakan shalat dan tidak tahu jumlah rakaat yang telah dikerjakannya, tiga atau empat rakaat, maka shalatlah satu rakaat dan sujudlah dua kali sebelum salam. Jika rakaat itu adalah rakaat keempat, maka kedua sujud itu adalah penghinaan terhadap syetan, dan jika rakaat kelima, maka kedua sujud itu akan menggenapkannya."617 [18:5] Abu Hatim berkata, "Ad-Darawardi keliru dalam sanad ini dengan mengatakan dari Ibnu Abbas, padahal dia dari Abu Sa'id Al Khudri. Ishaq banyak menceritakan hadits dari hafalannya, mungkin ini juga merupakan salah satu kesalahannya." Shahih Ibnu Hibban 2669: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Utsman Al Ijli menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid bin Makhlad menceritakan kepadaku, dia berkata: Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami, dia berkata: Zaid bin Aslam menceritakan kepadaku dari Atha bin Yasar, dari Abu Sa'id Al Khudri, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Apabila salah seorang di antara kalian tidak mengetahui jumlah rakaat shalatnya, tiga atau empat rakaat, maka hendaknya dia berdiri dan shalat satu rakaat lagi untuk menyempurnakan ruku dan sujudnya, kemudian sujud ketika duduk Apabila dia telah shalat lima rakaat, maka dua sujudnya itu bisa menggenapkannya, tapi apabila mengerjakan empat rakaat, maka kedua sujud itu menjadi penghinaan terhadap syetan."618 [18:5] Abu Hatim berkata, "Khabar Ibnu Mas'ud dan Abu Sa'id tersebut kadang membuat orang salah paham bahwa mencari kebenaran dalam shalat dan menetapkan keyakinan adalah satu pengertian. Padahal, keduanya berbeda, karena dalam khabar Ibnu Mas'ud perintah sujud dilakukan setelah salam ketika seseorang sudah berusaha mencari tahu jumlah rakaatnya (taharri). Sedangkan dalam khabar Abu Sa'id ketika seseorang menetapkan yang diyakini yaitu jumlah yang paling sedikit (kalau ragu antara tiga dan empat maka yang diambil tiga —penj) maka sujudnya dilakukan sebelum salam.'' Perbedaan antara taharri dengan bina ala al yaqin adalah, bina ala al yaqin (mengambil jumlah yang lebih sedikit) adalah ketika seseorang ragu dalam shalatnya dan tidak tahu jumlah rakaat yang telah dilaksanakannya, tiga atau empat rakaat, maka hendaknya ia menetapkan mana yang sudah pasti, yaitu tiga, lalu menyempurnakan shalatnya dan sujud dua kali sebelum salam. Sedangkan taharri adalah ketika seseorang akan melaksanakan shalat, lalu hatinya dilalaikan oleh beberapa hal, baik hal agama maupun hal dunia, sehingga dia tidak tahu jumlah rakaat yang telah dia laksanakan. Bila demikian keadaannya, dia harus berusaha mencari tahu mana yang lebih kuat untuk menetapkan rakaat yang telah dia lakukan menurut dirinya sendiri, kemudian menyempurnakannya, sujud sahwi dua kali setelah salam, sehingga dapat mengamalkan kedua khabar ini sekaligus. Shahih Ibnu Hibban 2670: Abdul Kabir bin Umar Al Khaththabi Abu Sa'id di Bashrah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Sa'id bin Muhammad bin Tsawab menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah Al Anshari menceritakan kepada kami dari Asy'ats, dari Ibnu Sirin, dari Khalid Al Hadzdza, dari Abu Qilabah, dari Abu Al Muhallab, dari Imran bin Hushain, bahwa Nabi shalat bersama mereka, kemudian beliau sujud dua kali sujud sahwi, kemudian tasyahud dan salam .619 [101:2] Hadits tersebut hanya diriwayatkan oleh Al Anshari atas apa yang diriwiyatkan Ibnu Sirin dari Khalid selain hadits ini, dan Khalid adalah muridnya. Shahih Ibnu Hibban 2671: Syabab bin Shalih dan Abdullah bin Qahthabah mengabarkan kepada kami, keduanya berkata: Wahb bin Baqiyyah menceritakan kepada kami, dia berkata: Khalid mengabarkan kepada kami dari Khalid, dari Abu Qilabah, dari Abu Al Muhallab, dari Imran bin Hushain, bahwa Rasulullah salam pada rakaat ketiga saat shalat Ashar, maka Al Khirbaq berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, apakah engkau lupa? Atau telah meng-qashar shalat?" Beliau lalu berkata, "Apakah benar yang dikatakan oleh Khirbaq?" Mereka menjawab, "Benar." Beliau pun berdiri dan shalat satu rakaat, sujud dua kali, kemudian salam620. Ketentuan bagi Orang yang Sujud Sahwi Dua Kali setelah Salam Shahih Ibnu Hibban 2672: Abdul Kabir bin Umar Al Khaththabi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Sa'id bin Muhammad bin Tsawab Al Hushri menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Anshari menceritakan kepada kami dari Asy'ats, dari Ibnu Sirin, dari Khalid Al Hadzdza, dari Abu Qilabah, dari Abu Al Muhallab, dari Imran bin Hushain, bahwa Nabi shalat bersama mereka, kemudian beliau sujud sahwi dua kali, lalu tasyahud dan salam621. [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2673: Muhammad bin Ahmad bin Aun mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bisyr Bakr bin Khalaf —-mertua Al Muqri— menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Mu'tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Khalid Al Hadzdza, dari Abu Qilabab, dari Abu Al Muhallab, dari Imran bin Hushain, bahwa Nabi pernah shalat Zhuhur atau Ashar sebanyak tiga rakaat. Beliau lalu diberitahu hal itu, maka beliau berkata, "Apakah benar?" Mereka berkata, "Benar." Beliau lalu shalat satu rakaat, tasyahud, dan salam, setelah itu sujud sahwi dua kali, kemudian salam kembali622. [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2674: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Wahb bin Jarir menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Yahya bin Ayyub menceritakan dari Yazid bin Abi Hubaib, dari Suwaid bin Qais, dari Mu'awiyah bin Hudaij623, dia berkata, "Aku shalat Maghrib bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau lupa sehingga salam di rakaat kedua, lalu pergi. Seseorang lalu berkata kepada beliau, 'Wahai Rasulullah, engkau telah lupa sehingga salam pada rakaat kedua'. Beliau lalu menyuruh Bilal untuk iqamah, lalu mendirikan shalat, guna menyempurnakan rakaat tersebut. Kemudian aku bertanya kepada orang-orang, siapa lelaki yang berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah lupa'. Kemudian dikatakan kepadaku, 'Apakah engkau mengenalnya?' Aku menjawab, Tidak, kecualli aku melihatnya'. Seorang lelaki melewatiku, lalu berkata, Inikah dia?' Mereka menjawab, Ini Thalhah bin Ubaidillah'."624 [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2675: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ayub menceritakan kepada kami dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shalat bersama kami di salah satu shalat siang hari (Zhuhur atau Ashar) —aku rasa waktu itu adalah Zhuhur— sebanyak dua rakaat. Beliau lalu berpegangan pada kayu di kiblat masjid dengan meletakkan tangan yang satu di atas tangan yang lain di atas kayu itu. Orang-orang lalu keluar dengan cepat dan berkata, "Apakah shalat ini di-qashar?" Di antara mereka juga ada Abu Bakar dan Umar, tapi mereka berdua segan untuk berbicara dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Hurairah berkata, Di antara jamaah ini ada seseorang yang entah tangannya pendek atau panjang, yang biasa dipanggil Dzul Yadain, dia berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, apakah shalat di-qasar? Atau engkau lupa?" Beliau menjawab, "Shalat tidak di-qasar dan aku tidak lupa." Dia berkata, "Tapi engkau lupa, wahai Rasulullah." Beliau lalu bertanya kepada jamaah, "Apakah yang dikatakan Dzul Yadain ini benar?" Mereka menjawab, "Benar." Beliau kemudian shalat bersama kami dua rakaat lagi, kemudian beliau salam, lalu bertakbir, lalu sujud seperti sujudnya yang biasa, atau lebih lama, kemudian bangkit dari sujud, bertakbir, dan sujud lagi seperti sujud beliau yang biasa, atau lebih panjang, kemudian bangkit lagi dengan bertakbir. Abu Hurairah berkata: Aku diberitahu oleh Imran bin Hushain, dia berkata, "Rasulullah lalu salam setelah dua kali sujud625." Abu Hatim berkata, "Ketiga khabar ini kadang memberi kesalahpahaman bagi orang yang kurang mendalami ilmu hadits dan mengira ketiga khabar ini saling bertentangan, karena dalam hadits Abu Hurairah yang memberi tahu adalah Dzu Yadain, dalam hadits Imran bin Hushain yang memberi tahu adalah Al Khirbaq, dan dalam hadits Mu'awiyah bin Hudaij yang memberitahu adalah Thalhah bin Ubaidillah. Sebenarnya tidak ada kontradiksi, karena hadits Dzul Yadain menerangkan bahwa Nabi salam pada rakaat kedua saat shalat Zhuhur atau Ashar, dalam hadits Imran bin Hushain menerangkan bahwa Nabi salam pada rakaat ketiga saat shalat Zhuhur atau Ashar, dan dalam hadits Mu'wiyah beliau salam pada rakaat kedua saat shalat Maghrib. Dengan demikian, itu adalah tiga kejadian yang berbeda, dalam tiga shalat yang berbeda dan bukan dalam shalat yang sama." Shahih Ibnu Hibban 2676: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Bakr bin Mudhar menceritakan kepada kami dari Ja'far bin Rabi'ah, dari Al A'raj, dari Abdullah bin Malik bin Buhainah dia berkata: Rasulullah shalai Zhuhur bersema kami, beliau langsung berdiri padahal seharusnya duduk (tasyabud awal). Kemudian pada akhir shalat beliau sujud dua kali saat dalam posisi duduk."626 [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2677: Abdullah bin Muhammad bin Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab, dari Abdurrahman Al A'raj, dari Ibnu Buhainah, bahwa Rasulullah berdiri pada rakaat kedua, dan orang-orang pun berdin bersama beliau. Ketika beliau duduk pada rakaat keempat, orang-orang menunggu salam beliau, tapi beliau bertakbir kemudian sujud, kemudian takbir, kemudian sujud lagi sebelum salam ."627 [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2678: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yazid bin Mauhib menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits bin Sa'd mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab, dari Abdurrahman bin Hurmuz Al A'raj,' dari Abdullah bin Buhainah Al Asadi —sekutu bani Abdul Muththalib— bahwa Rasulullah berdiri pada rakaat kedua shalat Zhuhur, padahal seharusnya beliau duduk. Ketika beliau sudah selesai shalat, beliau sujud dua kali dalam keadaan duduk sebelum salam. Para jamaah juga ikut sujud bersama beliau sebagai pengganti duduk tasayhhud awal yang beliau lupa kerjakan.628 [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2679: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul WahHab Ats-Tsaqafi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Yahya bin Sa'id Al Anshari berkata: Abdurrahman Al A'raj mengabarkan kepadaku, bahwa Abdullah bin Buhainah mengabarkan kepadanya: Rasulullah berdiri pada dua rakaat pertama shalat Zhuhur dan tidak duduk (untuk tasyahud). Setelah beliau menyelesaikan shalat, beliau sujud dua kali, kemudian salam.629 [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2680: Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad Ad Daghuli mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Yahya Adz Dzuhali mengabarkan kepada kami, dia berkata: Wahb bin Jarir menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Yahya bin Sa'id, dari Abdurrahman Al A'raj dan Ibnu Habban, dari Ibnu Buhainah, bahwa Nabi pernah shalat, lalu beliau berdiri pada rakaat genap yang seharusnya adalah duduk, maka kami bertasbih, tapi beliau berlalu saja, dan ketika selesai shalat beliau sujud dua kali saat posisi duduk (tasyahud akhir)630." [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2681: Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan mengabarkan kepada kami di Raqqah, dia berkata: Hakim bin Saif Ar-Raqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah bin Amru menceritakan kepada kami dari Zaid bin Abu Unaisah, dari Al Hakam bin Utaibah, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah, bahwa Rasulullah shalat lima rakaat bersama mereka, dan ketika beliau salam, hal itu disampaikan kepada beliau. Beliau lalu langsung menghadap kiblat dan sujud dua kali dalam keadaan duduk631.[18:5] Shahih Ibnu Hibban 2682: Zakariya bin Yahya As Saji mengabarkan kepada kami di Bashrah, Muhammad bin Basysyar dan Muhammad bin Mutsanna menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Al Hakam, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah, dari Nabi , bahwa beliau pernah shalat Zhuhur lima rakaat, lalu dikatakan kepadanya, "Apakah ada tambahan dalam shalat?" Nabi berkata, "Memangnya ada apa?" Dia menjawab, "Engkau shalat lima rakaat" Beliau pun sujud dua kali setelah salam632. [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2683: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Muhammad bin Asma menceritakan kepada kami, dia berkata: Pamanku Juwairiyah bin Asma menceritakan kepada kami dari Malik bin Anas, dari Az-Zuhri, bahwa Abu Salamah bin Abdurrahman menceritakan kepadanya, bahwa Abu Hurairah berkata: Aku mendengar Nabi bersabda, "Syetan akan datang ketika kalian berada dalam shalat untuk mengacaukan633, sehingga kalian tidak tahu jumlah rakaat shalat kalian. Apabila salah seorang dari kalian mengalami hal itu, maka hendaknya sujud dua kali saat posisi duduk."634 [18:5] Shahih Ibnu Hibban 2684: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Sa'id bin Al Musayyib dan Abu Salamah bin Abdurrahman, Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, dan Ubaidullah bin Abdullah mengabarkan kepadaku, bahwa Abu Hurairah berkata: Rasulullah shalat Zhuhur atau Ashar bersama kami, dan beliau salam pada dua rakaat pada salah satu shalat tersebut. Dzu Syimalain bin Abdi Amru bin Nadhlah Al Khura'i —yang merupakan sekutu bani Zahrah— berkata kepada beliau, "Apakah shalat di-qashar? Atau engkau lupa, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Aku tidak lupa dan shalat pun tidak di-qashar" Dzu Syimalian berkata lagi, "Salah satunya adalah pasti, wahai Rasulullah." Rasulullah kemudian menghadap kepada jamaah dan bertanya, " Apakah Dzu Al Yadain ini benar?" Mereka menjawab, "Benar, wahai Rasulullah." Rasulullah pun langsung berdiri dan menyempurnakan shalat635." [17:5] Shahih Ibnu Hibban 2685: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah dan Abu Bakr bin Sulaiman bin Abu Hatsmah, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah shalat Zhuhur atau Ashar, dan beliau salam pada rakaat kedua, maka berkatalah Dzu Syimalain bin Abdu Amru yang merupakan sekutu bani Zahrah, "Apakah shalat ini diringankan? Atau engkau lupa, wahai Rasulullah?" Beliau berkata, "Apakah yang dikatakan Dzu Al Yadain itu benar?" Mereka menjawab, "Dia benar, wahai Nabi Allah." Nabi pun menyempurnakan dua rakaat lagi bersama mereka, kemudian salam. [17:5] Az-Zuhri berkata, "Kejadian tersebut sebelum Perang Badar, kemudian hal ini dijadikan hukum setelahnya636." Shahih Ibnu Hibban 2686: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Ayyub bin Abu Tamimah As-Sikhtiyani, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah pergi setelah mengerjakan dua rakaat, maka berkatalah Dzul Yadain kepada beliau, "Apakah shalat diringkas? Atau engkau lupa, wahai Rasulullah?" Beliau berkata, "Apakah benar apa yang dikatakan Dzul Yadain?" Mereka menjawab, "Benar." Beliau pun berdiri lalu shalat dua rakaat, kemudian salam, kemudian takbir, kemudian sujud sebagaimana sujudnya atau lebih panjang, lalu bangkit, kemudian takbir lagi dan sujud sebagaimana sujudnya atau lebih panjang, kemudian bangkit638 [17:5] Shahih Ibnu Hibban 2687: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ikrimah bin Ammar menceritakan kepada kami, dia berkata: Dhamdham bin Jaus Al Hiffani menceritakan kepada kami: Abu Hurairah berkata kepadaku, "Rasulullah pernah shalat bersama kami pada salah satu shalat siang, dan beliau tidak shalat bersama kami melainkan dua rakaat, maka seorang laki-laki yang biasa dipanggil Dzu Al Yadain dari Khuza'ah berkata kepada beliau, "Wahai Rasulullah, apakah shalat ini diringkas? Atau engkau lupa?" Beliau menjawab, "Semua itu tidak terjadi." Dia berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau shalat bersama kami hanya dua rakaat" Rasulullah lalu menemui jamaah dan berkata, "Benarkah apa yang dikatakan oleh Dzul Yadain?" Mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, engkau shalat bersama kami hanya dua rakaat." Beliau pun berdiri menghadap kiblat, lalu shalat dua rakaat sisanya, kemudian salam, kemudian sujud dua kali dalam keadaan duduk.639 [17:5] Shahih Ibnu Hibban 2688: Abu Ya la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ar-Rabi Az-Zahrani menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Muhammad, dari Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah shalat bersama kami di salah satu shalat siang —aku lupa apakah dia menyebut shalat Ashar ataukah Zhuhur, dan besar dugaanku adalah shalat Ashar— kemudian beliau shalat bersama kami dua rakaat saja dan langsung salam. Beliau lalu menghadap ke arah kayu di depan mesjid dan meletakkan tangan di atasnya, sedangkan tangan yang satu di atas tangan yang lain. Orang-orang keluar dengan cepat, dan berkata, 'Shalat telah diringkas?' Di antara mereka juga ada Abu Bakar dan Umar RA, tapi mereka berdua segan untuk bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Seseorang dengan sebutan Dzul Yadain lalu bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Wahai Rasulullah, apakah shalat telah diringkas? Atau engkau lupa?" Beliau menjawab, "Shalat tidak diringkas dan aku tidak lupa." Dia berkata, "Berarti engkau lupa, wahai Rasulullah?" Beliau lalu bertanya kepada jamaah, "Apakah yang dikatakan Dzul Yadain ini benar?" Mereka menjawab, "Benar." Beliau lalu kembali dan shalat bersama kami dua rakaat lagi, lalu beliau salam, dan sujud dua kali seperti sujudnya yang biasa atau lebih lama, kemudian mengangkat kepalanya, dan sujud lagi seperti sujud beliau yang biasa atau lebih panjang, kemudian bangkit lagi. Dikatakan kepada Muhammad, "Apakah kemudian beliau salam?" Dia menjawab, "Aku tidak hafal hal itu dari Abu Hurairah. Dikabarkan kepadaku bahwa Imran bin Hushain berkata, 'Rasulullah lalu salam'.640 [17:5] Abu Hatim berkata: Hadits Dzul Yadain ini maknanya adalah, Rasulullah berbicara dalam shalat beliau dengan anggapan shalat sudah sempurna dan beliau sudah melaksanakan kewajiban. Sedangkan Dzul Yadain mengira shalat dikembalikan kepada kewajiban pertama (yang hanya dua rakat-dua rakaat -penj), sehingga dia berbicara seakan itu di luar shalat, karena ketika para sahabat beliau yang lain tidak berkomentar, maka itu semakin meyakinkannya bahwa shalat telah sempurna. Sementara itu, jawaban para sahabat karena memang adalah kewajiban mereka untuk menjawab pertanyaan Nabi , sebagaimana firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu." (Qs. Al Anfaal [8]: 24) Adapun sekarang, ketika wahyu sudah tidak turun lagi dan semua kewajiban sudah baku, maka ketika imam berbicara dengan anggapan shalat sudah selesai, itu tidak membatalkan shalatnya, tapi kalau dia bertanya kepada makmum dan makmum ini menjawab, shalat makmum menjadi batal. Sedangkan kalau ada sebagian yang menjawab, maka yang menjawab itu batal shalatnya, karena fardhu sudah ditetapkan dan wahyu sudah terputus. Alasan lupanya Nabi dalam hal ini yaitu, beliau diutus sebagai pengajar, baik dalam hal perkataan maupun perbuatan, sehingga dalam beberapa kondisi beliau akan mengalami sesuatu yang bertujuan memberi contoh kepada umat apa yang harus dilakukan ketika menghadapi hal yang sama setelah kepergian beliau. Rasulullah Menamakan Dua Sujud Sahwi sebagai Murghimatain Shahih Ibnu Hibban 2689: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdul Aziz bin Abu Rizmah menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Kaisan, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi menamakan dua sujud sahwi itu sebagai murghimatain —pembuat kecewa syetan—. Shahih Ibnu Hibban 2690: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Abdullah bin Khalid Al Qurasyi menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Al Ala bin Zabr menceritakan kepada kami, bahwa dia mendengar Muslim bin Misykam Abu Ubaidillah berkata: Abu Tsa'labah Al Khusyani menceritakan kepada kami, dia berkata: Biasanya orang-orang jika singgah di sebuah rumah maka mereka berpencar di bebukitan dan lembah-lembah, maka berkatalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Sesungguhnya berpencarnya kalian di jalan-jalan bukit dan lembah-lembah itu adalah perbuatan syetan'. Setelah itu mereka tidak pernah singgah di tempat peristirahatan kecuali berkumpul bersama, sehingga apabila dihamparkan sebuah pakaian untuk mereka niscaya mencukupi"641[56:2] Shahih Ibnu Hibban 2691: Muhammad bin Umar bin Yusuf mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdillah bin Al Mubarak menceritakan kepada kami, dia berkata: Syababah menceritakan kepada kami, dia berkata: Warqa menceritakan kepadaku dari Amru bin Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, ia berkata,"Dahulu mereka menunaikan ibadah haji dan tidak membawa perbekalan, kemudian Allah menurunkan firman-Nya,"Dan berbekallah, karena sebaik-baik perbekalan itu adalah takwa." (Qs. Al Baqarah: 191)642. [27:4] Shahih Ibnu Hibban 2692: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahhab643 menceritakan kepada kami, Usamah bin Zaid mengabarkan kepadaku, bahwa Said Al Maqburi menceritakan kepadanya dari Abu Hurairah, bahwa seorang lelaki mendatanginya644 dan hendak melakukan perjalanan, dia mengucapkan salam, kemudian Rasululah berkata, "Aku berwasiat kepadamu untuk bertakwa kepada Allah dan bertakbir ketika melewati tempat yang tinggi." Ketika lelaki itu beranjak pergi, beliau berkata,"Ya Allah, dekatkan jarak perjalanannya dan mudahkan perjalanannya",645 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 2693: Muhammad bin Abdurrahman bin Muhammad Ad-Daguli mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Zur'ah Ar-Razi menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin 'Aidz menceritakan kepada kami, dia berkata: Al Haitsam bin Humaid menceritakan kepada kami, dia berkata, Al Mith'im bin Al Miqdam menceritakan kepada kami dari Mujahid, ia berkata, "Aku pergi ke Irak, dan seorang lelaki bersamaku. Abdullah bin Umar lalu mengikuti kami —untuk mengucapkan kata perisahan— ketika hendak berpisah dengan kami, dia berkata, "Sesungguhnya tidak ada .yang bisa aku berikan kepada kalian berdua, tetapi aku mendengar Rasulullah berkata, 'Jika sesuatu dititipkan kepada Allah maka Dia pasti menjaganya', maka aku titipkan kepada Allah agama kalian berdua, amanah, dan akhir perbuatan kalian berdua'."646 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2694: Ibnu Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Usamah bin Zaid menceritakan kepada kami bahwa Muhammad bin Hamzah bin Amru Al Aslami menceritakan kapadanya, bahwa bapaknya647 —yaitu Hamzah— berkata: Rasulullah bersabda,"Di setiap punggung unta ada syetan, maka ketika kalian hendak menungganginya sebutlah nama Allah dan jangan mengurungkan keperluan-keperluan kalian."648 [95:1] Shahih Ibnu Hibban 2695: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Abu Zubair, dari Ali bin Abdullah Al Bariqi649, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah apabila melakukan perjalanan dan hendak menunggangi kendaraannya beliau bertakbir tiga kali, lalu membaca, "Subhaanalladzi sakhkhara lana hadzaa warna kunnaa lahuu muqriniin" (Az-Zukhruf ayat 14) (Maha Suci Allah yang menundukkan kendaraan ini kepada kami, padahal sebelumnya kami tidak mampu). Beliau membaca dua ayat, kemudian membaca, "Allahumma inni as'aluka fii safarii hadzal birra wattaqwa, wa minal amali maa tardha, allahumma hawwin alainassafara, watwi lanal ardha, allahumma antasshahibu fiisafari, wal khalifatu fil ahli, allahummashabna fii safarina fakhlufna fii ahlina." (Ya Allah aku memohon kepada-Mu dari perjalananku ini kebaikan dan ketakwaan serta dari amal yang Engkau ridhai. Ya Allah mudahkan perjalanan kami ini dan dekatkan jaraknya Ya Allah Engkaulah teman dalam perjalanan dan yang mengurusi keluarga kami Ya Allah sertailah kami dalam perjalanan dan jadilah pemimpin kami dalam keluarga kami). Jika beliau telah kembali maka beliau berkata"Aayibuna taa'ibuna lirabbinaa haamiduun (kami kembali dengan bertobat dan selalu memuji Tuhan kami"650 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 2696: Umar bin Muhammad Al Hamadani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Sulaiman bin Daud Abu651 Rabi mengabarkan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, bahwa Abu Zubair mengabarkan kepadanya, sesungguhnya Ali Al Asadi mengabarkan kepadanya bahwa Abdullah bin Umar memberitahukan kepadanya, bahwa Rasulullah jika telah berada di atas kendaraannya untuk melakukan perjalanan, beliau bertakbir tiga kali dan berkata, "Subhaanalladzi sakhkhara lana hadzaa wama kunnaa lahuu muqriniin' (Az-Zukhruf ayat 14) (Maha Suci Allah yang menundukkan kendaraan ini kepada kami, padahal sebelumnya kami tidak mampu). "Allahumma inna nas'aluka fi safarinaa hadzal birra wattaqwa, wa minal amali maa tardha, allahumma hawwin alaina safarana hadza, wathwi annaa bu'dahu, allahumma antasshaahibu fissafari, wal khalifatu fil ahli, allahumma inni a'udzu bika min wa'tsaa'issafari wa ka'aabatil manzhar, wa suu'il munqalabi fil ahli wal maali wal waladi" (Ya Allah, aku memohon ke pada-Mu dari perjalananku ini kebaikan dan ketakwaan, serta dari amal yang Engkau ridhai. Ya Allah, mudahkan perjalanan kami ini dan dekatkan jaraknya. Ya Allah, Engkaulah teman dalam perjalanan dan yang mengurusi keluarga kami. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian pemandangan yang menyedihkan652 dan perbuatan yang jelek dalam harta dan keluarga). Jika beliau kembali, beliau membaca ulang doa tersebut dan menambahkan, "Aayibuuna taa'ibuun aabiduuna lirabbinaa haamiduun (kami kembali dengan bertobat dan beribadah serta selalu memuji Tuhan kami)."653 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 2697: Umar bin Muhammad Al Hamadani mengabarkan kepada kami, Amar bin Utsman bin Sa'id menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, Abu Naufal Ali bin Sulaiman654 menceritakan kepada kami dari Abu Ishak As-Siba'i, dari Ali bin Rabi'ah Al Asadi, dia berkata: Ali menunggangi seekor hewan, kemudian berkata, "Bismillah." Setelah berada di atas tunggangannya, dia membaca, "Alhamdulillahilladzi akramanaa, wa hamalana fil barri wal bahri, wa razaqanaa minath-thayyibaat wa fadhdhalana ala kastiirin mimman khalaqahu tafdhiilaa. Subhanalladzi sakhkhara lana hadza wamaa kunnaa lahu muqriniin, wa inna ilaa rabbinaa lamunqalibuun." (Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan kami, membawa kami di daratan dan di lautan, memberi kami rezeki yang baik, serta mengutamakan kami dari ciptaan-Nya dengan keutamaan yang banyak. Maha Suci Allah, Tuhan yang telah menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedangkan sebelumnya kami tidak mampu. Sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami). Dia lalu bertakbir tiga kali, kemudian membaca, "Allahummagfirli, innahu laa yagfirudz-dzunuba gairuka." (Ya Allah, ampunilah aku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa selain Engkau). Rasulullah melakukan seperti itu, dan aku berada di belakangnya." 655 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 2698: Muhammad bin Abduliah Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami dari Abi656 Ishak, dari Ali bin Rabi'ah, dia berkata: Aku melihat Ali diberikan seekor hewan untuk ditungganginya, dan ketika dia meletakkan kakinya di tempat naiknya, dia berkata, "Bismillah." Ketika posisinya sudah berada di atas punggung tunggangannya, dia mengucapkan, "Alhamdulillah," sebanyak tiga kali. Kemudian membaca, "Subhanalladzi sakhkhara lanaa hadza wa maa kunnaa lahu muqriniin." (Maha Suci Tuhan yang telah menundukkan kendaraan ini kepada kami, padahal sebelumnya kami tidak mampu), sampai perkataan, "Wa innaa ila rabbinaa lamunqalibuun (Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami). Dia lalu mengucapkan, "Alhamdulillah," sebanyak tiga kali. "Allahu Akbar," sebanyak tiga kali. "Subhaanaka innii zhalamtu nafsii, faghfirlii, innahu la yaghfirudz-dzunuba illa anta." (Maha Suci engkau, sesungguhnya aku telah menzhalimi diriku, maka ampunilah aku, karena sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa selain Engkau). Dia lalu tertawa, maka aku bertanya, "Apa yang menyebabkan engkau tertawa, wahai Amirul Mukminin?" Dia berkata, "Aku melihat Nabi melakukan seperti yang aku lakukan, lalu beliau tertawa, maka aku bertanya, 'Apa yang membuatmu tertawa, ya Rasulullah'? Beliau menjawab, 'Sesungguhnya Tuhanmu kagum terhadap hamba-Nya yang berkata, "Ya Tuhanku, ampunilah dosa-dosaku". Dia berkata, "Hamba-Ku mengetahui bahwa sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa- dosa kecuali Aku.".657 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 2699: Muhammad bin Sulaiman bin Faris mengabarkan kepada kami, Al Husain bin Isa Al Busthami menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdush-Shamad menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyam Ad-Dustuwa'i menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abu Ja'far, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Ada tiga doa yang mustajab tanpa ada keraguan di dalamnya, yaitu doa orang yang terzhalim, doa orang yang berada dalam perjalanan, dan doa orang tua untuk anaknya.".658 [2:1] Abu Hatim berkata, "Nama Abu Ja'far adalah Muhammad bin Ali bin Al Husain bin Ali bin Abi Thalib659." Shahih Ibnu Hibban 2700: Ibnu Salmi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Amru bin Al Harits mengabarkan kepadaku: Yazid bin Abi Hubaib dan Al Harits bin Ya'kub menceritakan kepadanya dari Ya'kub bin Abdullah bin Al Asyaj, dari Busr bin Sa'id, dari Sa'ad bin Abi Waqqash, dari Khaulah bintu Hakim As-Sulaimiyah, bahwa sesungguhnya dia mendengar Nabi berkata, "Jika salah seorang di antara kalian singgah pada sebuah rumah maka hendaknya mengucapkan, 'Aku berlindung kepada Allah dengan kalimat-kalimatnya yang sempurna dari segala keburukan makhluk, maka sesungguhnya tidak akan ada mudharat yang menimpanya sampai dia meninggalkan tempat itu'"660 [2:1] Abu Hatim berkata, "Ya'kub bin Abdillah adalah saudara dari Bukair bin Abdillah Al Asyaj, dan Al Harits bin Ya'kub bin Abdullah bin Al Asyaj. Al Harits bin Ya'kub adalah bapak dari Amru bin Al Harits Misri." Shahih Ibnu Hibban 2701: Umar bin Muhammad Al Hamadani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Ath-Thahir bin As-Sarh menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, dia berkata: Sulaiman bin Bilal mengabarkan kepadaku dari Suhail, dari bapaknya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa dahulu jika beliau melakukan perjalanan dan mendekati waktu Subuh661, maka beliau berkata, 'Sami'a sami'un bihamdillah wa husni balaaihi, rabbana shahihna, fa afdil alaina aaidzin billah minan-naar'. (Ada yang mendengar pujian kami kepada Allah atas nikmat dan cobaannya yang baik bagi kami. Wahai Tuhan kami, peliharalah kami dan berilah karunia kepada kami dengan berlindung662 kepada Allah dari api neraka)."663 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2702: Sulaiman bin Al Hasan Al Aththar ketika di Bashrah mengabarkan berkata: Al Fudhail bin Al Husain Al Jahdari menceritakan kepada kami, dia berkata: Usamah bin Zaid menceritakan kepada kami dari Sa'id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, dia berkata: Telah datang seorang laki-laki yang akan melakukan perjalanan, dia berkata, "Ya Rasulullah, berwasiatlah kepadaku." Rasulullah lalu berkata kepadanya, "Aku wasiatkan kepadamu untuk bertakwa kepada Allah dan bertakbir di setiap tempat yang tinggi." Ketika laki-laki itu pergi, Nabi berkata, "Ya Allah, dekatkan jarak perjalanannya dan mudahkan perjalanannya.".664 [104:1] Shahih Ibnu Hibban 2703: Al Fadhl bin Al Hubbab mengabarkan kepada kami, Musaddad bin Musarhad menceritakan kepada kami, Khalid bin Abdullah menceritakan kepada kami dari Suhail bin Abi Shalih, dari bapaknya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Jika kalian melakukan perjalanan di daerah yang subur maka berikanlah hak-hak unta,dan jika kalian melewati daerah yang tandus maka percepatlah jalan melewatinya. Jika kalian hendak singgah menginap maka hindarilah jalan yang tandus665, karena daerah yang tandus adalah tempat bersarangnya penyakit yang menyerang hewan."666 [78:1] Shahih Ibnu Hibban 2704: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishak bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Waqi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ashim bin Muhammad menceritakan kepada kami dari bapaknya, dari Ibnu Umar, dari Nabi , beliau bersabda, "Jika saja manusia mengetahui apa yang akan terjadi ketika bersafar sendirian, niscaya tidak ada seorang pun melakukan safar pada malam hari sendirian, selamanya.".667 [62:2] Shahih Ibnu Hibban 2705: Abdullah bin Muhammad Al Azdi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ishak bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Jarir dari Suhail bin Abi Shalih mengabarkan kepada kami dari bapaknya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Jika kalian melakukan perjalanan di daerah yang subur maka berikanlah kepada unta hak-haknya, dan jika kalian melewati daerah yang tandus maka percepatlah jalan melewatinya. Jika kalian hendak singgah menginap maka hindarilah jalan, karena sesungguhnya jalan daerah yang tandus itu adalah tempat bersarangnya penyakit yang menyerang hewan."669 [43: 2] Shahih Ibnu Hibban 2706: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Umar bin Abban menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, dari Ja'far bin Muhammad, dari Ayahnya, dari Jabir, bahwa Rasulullah melakukan perjalanan pada tahun Fathu Makkah di bulan Ramadhan menuju Makkah, dan sesampainya beliau di Kura' Al Ghamim, —Jabir— berkata, "Orang-orang saat itu berpuasa, sementara di antara mereka ada yang berjalan dan ada yang mengendarai tunggangan, maka dikatakan kepada beliau, 'Sesungguhnya berpuasa telah membuat orang-orang kesulitan. Sesungguhnya mereka melihat apa yang engkau lakukan'. Maka beliau meminta bejana dan meletakkan di mulutnya sampai orang-orang menyaksikannya, kemudian beliau minum, maka sebagian orang pun berbuka dan sebagiannya lagi tetap berpuasa. Kemudian dikatakan kepada Nabi , 'sesungguhnya sebagian orang tetap berpuasa'. Beliau berkata, 'Mereka adalah orang yang berbuat maksiat'. Maka berkumpullah orang-orang yang berjalan kaki dari sahabatnya, mereka berkata, 'Kami datang menghadap untuk memenuhi panggilan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sungguh semakin jauh perjalanan dan semakin berat kesulitannya'. Maka Rasulullah bersabda, 'Percepatlah dengan menggunakan tapak hewan tungganganmu, sesungguhnya hal itu segera menyelesaikan jarak perjalanan dan mempermudah kalian'. Dia -Jabir- berkata, 'kami pun melakukannya dan perjalanan kami menjadi mudah'."670 [9:5] Shahih Ibnu Hibban 2707: Umar bin Sa'id bin Sinan Mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abi Bakr dari Malik Mengabarkan kepada kami dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa jika Rasulullah kembali dari perjalanan peperangan, atau haji, atau umrah, beliau bertakbir tiga kali di setiap tempat yang tinggi, kemudian berkata, "Laa ilaaha illallaah wahdahuulaa syariika lah, lakui mulku lahul hamdu wa huwa alaa kulli sya'in qadiir. Aayibuuna taa'ibuuna aabiduuna saajiduuna li rabbinaa haamiduun. Shadaqallaahu wa'dahu, wa nashara abdah wa hazamal ahzaaba wahdah (tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah, tiada sekutu bagi-Nya. Miliknya kerajaan dan milik-Nya segala pujian. Dia Maha mampu atas segala sesuatu. Kami kembali dengan bertobat dan beribadah, serta senantiasa memuji Tuhan kami. Allah telah menepati janji-Nya dan menolong hamba-Nya. Dia sendiri yang menghancurkan kelompok musuh)."672 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 2708: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abi Bakr mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Sumayyi, dari Abi Shalih, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Perjalanan itu adalah bagian dari adzab, dia menghalangi seseorang di antara kalian dari tidur, makan, dan minum. Oleh karena itu, jika salah seorang di antara kalian telah menyelesaikan urusannya dalam perjalanan, bersegeralah kembali kepada keluarganya"672 [66:3] Shahih Ibnu Hibban 2709: Muhammad hin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi As-Sari menceritakan kepada kami, dia berkata: Telah dibacakan kepada Hafsh bin Maisarah, dan saya mendengarnya, dia berkata: Musa bin Uqbah menceritakan kepadaku dari Atha bin Abi Marwan, dari bapaknya, bahwa Ka'ab bersumpah kepadanya demi yang telah membelah lautan untuk Musa. Sesungguhnya Shuhaib menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah tidak melihat desa yang akan didatanginya kecuali beliau berkata pada saat itu, "Allahumma rabbas-samawaatis-sab'i wa maa azhlalnaa, wa rabbal ardinas-sab'i wa maa aqlalna, wa rabbarriyaahi wa dzarainaa, wa rabbasy-syaathiini wa adhlalna, nas'aluka khaira hadzihil qaryati wa khaira ahlihaa, wa na'udzu bika min syaarrihaa wa syarri ahlihaa wa syarri maa fiiha." (Ya Tuhan pemilik tujuh lapis langit dan segala yang ada di bawahnya, Tuhan pemilik tujuh lapis bumi dan segala yang ada di atasnya, Tuhan pemilik angin dan segala yang diterbangkannya, Tuhan syetan dan segala yang disesatkannya, kami meminta kebaikan yang ada di kampung ini dan kebaikan penghuninya Kami berlindung dari keburukannya dan keburukan penduduknya serta segala keburukan yang ada di dalamnya).673 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 2710: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Ayyub Al Muqabiri menceritakan kepada kami, dia berkata: Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami, dia berkata: Humaid mengabarkan kepadaku dari Anas bin Malik, bahwa Nabi jika telah melihat tembok-tembok kota Madinah, saat tiba dari sebuah perjalanan, maka beliau akan mempercepat jalannya, dan jika beliau mengendarai hewan maka beliau memacunya karena kecintaannya kepada Madinah.674 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2711: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid Ath-Thayalisi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ishak mengabarkan kepada kami dari Ar-Rabi, dari Al Barra, bahwa Rasulullah jika kembali dari bepergian maka beliau mengucapkan: "Aayyibuuna taa'ibuuna aabiduuna, llirabbinaa haamiduuna" (kami kembali dengan bertobat dan beribadah serta senantiasa memuji Tuhan kami).675 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 2712: An-Nadhar bin Muhammad bin Al Mubarak mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Utsman Al Ijali menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah bin Musa mengabarkan kepada kami dari Fithrin, dari Abu Ishak, dia berkata: Aku mendengar Al Barra berkata: Dahulu Nabi jika kembali dari bepergian, akan berkata, "Ayyibuuna taa'ibuuna aabiduuna, llirabbina haamiduuna."(Kami kembali dengan bertobat dan senantiasa memuji Tuhan kami.676 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 2713: Al Fadhl bin Al Hubbab mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah mengabarkan kepada kami dari Al Aswad bin Qais, dari Nubaih Al-Anazi, dari Jabir bin Abdullah, dari Nabi , beliau berkata, "Jika salah seorang dari kalian tiba pada waktu malam, maka janganlah mengetuk pintu untuk membangunkan keluarganya."677 [9:1] Shahih Ibnu Hibban 2714: Hamid bin Muhammad bin Syu'aib mengabarkan kepada kami, dia berkata: Suraij678 bin Yunus menceritakan kepada kami, dia berkata: Husyaim menceritakan kepada kami dari Sayyar, dari Asy-Sya'bi, dari Jabir bin Abdillah, dia berkata: Dahulu kami bersama Nabi dalam sebuah peperangan, dan ketika kami kembali679 beliau berkata, 'Perlambatlah jalan kalian agar orang yang kusut rambutnya dapat menyisir rambutnya dan mencukur rambut di sekitar aurat (yang tidak terlihat oleh pasangannya). "680 [8:2] Shahih Ibnu Hibban 2715: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, Abu Al Walid menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami, Muharib bin Ditsar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Jabir bin Abdullah berkata: Dahulu kami bersama Rasulullah dalam sebuah perjalanan, dan ketika sampai di Madinah, Rasulullah memerintahkannya untuk mendatangi masjid dan melakukan shalat dua rakaat di dalamnya.681 [27:1] Shahih Ibnu Hibban 2716: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Khalaf bin Hisyam Al Bazzar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami dari Simak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah jika hendak bepergian, mengucapkan, "Allaahumma antash-shaahibu fis-safari, wal khaliifatu fil ahli, allaahumma innii a'uudzu bika fis-safari, wal ka'aabati fil munqalabi, allaahummaqbidh lanal ardha, wa hawwin alainas-safara." (Ya Tuhan kami, Engkau adalah teman dalam perjalanan kami dan pemimpin atas kaluarga kami. Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesukaran dalam perjalanan kami dan tempat kembali yang menyedihkan. Ya Tuhan kami, dekatkan jarak perjalanan kami dan mudahkan perjalanan kami ini)." Jika beliau ingin kembali, beliau berkata, "Aayibuna taa'ibuuna aabiduuna lirabbinaa saajiduuna." (kami kembali dengan bertobat dan beribadah, serta senantiasa memuji Tuhan kami). Jika beliau memasuki rumahnya, beliau mengucapkan, "Tauban tauban, lirabbinaa auban, laa yughaadiru alainaa hauban." (Kami bertobat dan kembali kepada Tuhan kami, semoga tidak ada lagi dosa yang tersisai).682[12:5] Shahih Ibnu Hibban 2717: Al Husain bin Muhammad bin Abi Mi'syar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah bin Umar menceritakan kepada kami dari Wahab bin Kaisan, dari Jabir, dia berkata: Aku pernah keluar bersama Rasulullah dalam sebuah peperangan. Beliau bertanya kepadaku, "Apakah engkau telah menikah?" Aku menjawab, "Ya." Beliau bertanya lagi, "Dengan gadis atau janda? " Aku menjawab, "Dengan janda." Beliau berkata, " Mengapa tidak dengan gadis, supaya engkau bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu?" Aku menjawab, "Sesungguhnya aku memiliki banyak saudara perempuan, maka aku menikah dengan wanita yang bisa mengurus mereka." Beliau berkata, "Sekarang engkau akan kembali, dan jika engkau telah tiba maka berjimaklah."683 [81:1] Abu Hatim berkata, "Al kaisu artinya ingin berjimak." Shahih Ibnu Hibban 2718: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata- Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan bin Ats-Tsauri mengabarkan kepada kami dari Al A'masy, dari Dzakwan, dari Abu Sa'id, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan lebih dari tiga hari, kecuali bersama mahramnya."684 [71:2] Shahih Ibnu Hibban 2719: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Waki menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Shalih, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan selama tiga hari atau lebih, kecuali bersama ayahnya, atau anak laki-lakinya, atau saudara laki-lakinya,atau suaminya, atau mahramnya."685 [71:2] Shahih Ibnu Hibban 2720: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Bazi menceritakan kepada kami, dia berkata: Hassan bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibrahim Ash-Shaigh menceritakan kepada kami, dia berkata: Nafi maula Ibnu Umar berkata: dari Abdullah, bahwa Rasulullah bersabda, "Tidak halal bagi seorang wanita untuk melakukan perjalanan selama tiga hari, kecuali ditemani oleh mahramnya, (yaitu laki-laki) yang haram menikahi dirinya."686 [71:2] Shahih Ibnu Hibban 2721: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdil A'la menceritakan kepada kami, dia berkata: Bisyr bin Al Mufadhal mengabarkan kepada kami, dia berkata: Suhail bin Abi Shalih menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda,"Tidak halal bagi seorang wanita melakukan perjalanan, kecuali ditemani oleh mahramnya."687 [71;2] Shahih Ibnu Hibban 2722: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harun bin Abdullah Al Hammal menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abi Fudaik menceritakan kepada kami dari Adh- Dhahhak bin Utsman, dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah bersabda, ''Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama tiga hari, kecuali ditemani oleh mahramnya."688 [71:2] Shahih Ibnu Hibban 2723: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Muqaddami menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya menceritakan kepada kami dari Syu'bah, dari Abdul Malik bin Umair, dari Qaz'ah —budak Ziyad—dari Abu Sa'id Al Khudri, dari Nabi , beliau bersabda, "Seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan selama sehari atau dua hari kecuali ditemani oleh suami atau mahramnya.'689 [71:2] Shahih Ibnu Hibban 2724: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata:. Jarir menceritakan kepada kami dari Abdul Malik bin Umair, dari Qaza'ah, dari Abu Sa'id, dari Nabi , beliau bersabda, "Seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan (meskipun) selama dua hari dalam setahun melainkan bersama suami atau mahramnya."690 [71:2] Shahih Ibnu Hibban 2725: Umar bin Sa'id bin Sinan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Sa'id bin Abu Sa'id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali bersama mahramnya."691 [71:2] Shahih Ibnu Hibban 2726: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata! Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Utsman bin Umar mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abu Dzi'b menceritakan kepada kami dari Sa'id bin Abu Sa'id, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda, "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari tanpa disertai mahramnya."692 [71:2] Abu Hatim berkata, "Sa'id Al Maqburi mendengar riwayat ini dari Abu Hurairah. Selain itu, Sa'id Al Maqburi juga mendengar riwayat ini dari ayahnya, sementara ayahnya mendengar dari Abu Hurairah. Jadi, status kedua sanad ini mahfuzh " Shahih Ibnu Hibban 2727: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Al Hajjaj As-Sami menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Suhail bin Abi Shalih, dari Sa'id bin Abi Sa'id, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan kecuali bersama mahramnya."693 [71:2] Abu Hatim berkata, "Suhail bin Abu Shalih mendengar riwayat ini dari ayahnya, dari Abu Hurairah. Di sisi lain, dia mendengarnya dari Sa'id Al Maqburi, dari Abu Hurairah. Jadi, status kedua sanad ini mahfuzh. " Shahih Ibnu Hibban 2728: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Isa bin Hammad menceritakan kepada kami, dia berkata: Al-Laits mengabarkan kepada kami dari Sa'id Al Maqburi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, "Tidak halal bagi seorang wanita melakukan perjalanan selama semalam, kecuali ditemani oleh mahramnya."694 [71:2] Shahih Ibnu Hibban 2729: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, dia berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, dia berkata: Ubaidillah bin Umar menceritakan kepada kami dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah bersabda, "Seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan, kecuali bersama mahramnya"695 [71:2] Shahih Ibnu Hibban 2730: Al Hasan bin Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Hisyam bin Ammar menceritakan kepada kami dari Anas bin Iyadh, dia berkata: Ubaidullah bin Umar menceritakan kepadaku dari Nafi, dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah bersabda, "Wanita tidak boleh melakukan perjalanan selama tiga hari, kecuali ditemani mahramnya."696 [12:4] Shahih Ibnu Hibban 2731: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Dinar menceritakan kepada kami bahwa dia mendengar Abu Ma'bad, dia mendengar dari Ibnu Abbas, dia mendengar Nabi bersabda, "Janganlah sekali- sekali seorang laki-laki berdua-duaan dengan seorang wanita, kecuali wanita itu ditemani oleh mahramnya."697 [71:2] Shahih Ibnu Hibban 2732: Muhammad bin Ishaq mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdurrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Ashim menceritakan kepada kami dari Ibnu Ajian, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda, "Tidak halal bagi seorang wanita melakukan perjalanan, kecuali didampingi oleh mahramnya."698 [12:4] Shahih Ibnu Hibban 2733: Muhammad bin Al Hasan bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami,dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Yunus mengabarkan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata: Amrah binti Abdurrahman menceritakan kepadaku bahwa Aisyah pernah dikabari bahwa Abu Sa'id berkata, "Rasulullah melarang seorang wanita bepergian kecuali ditemani mahram." Amrah berkata, "Aisyah lalu melirik kepada sebagian wanita (yang hadir ketika itu) dan berkata, 'Tidak setiap kalian mempunyai mahram'."699 [12:4] Abu Hatim berkata, "Aisyah tidak menuding Abu Sa'id berdusta dalam riwayat ini, sebab seluruh sahabat Nabi memiliki sifat adalah (lurus dalam menjalankan agama) dan dapat dipercaya. Maksud perkataan Aisyah, Tidak setiap kalian mempunyai mahram' adalah, Tidak setiap kalian mempunyai mahram yang dapat menemani perjalanan kalian, maka kalian harus bertakwa kepada Allah. Janganlah salah seorang kalian melakukan perjalanan kecuali ditemani oleh marham."700 Shahih Ibnu Hibban 2734: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid di Bust mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Bakar bin Mudhar menceritakan kepada kami dari Amr bin Al Harits, dari Ibnu Syihab bahwa Amrah binti Abdurrahman menceritakan kepadanya, suatu ketika dia pernah berkata kepada Aisyah, bahwa Abu Sa'id Al Khudri mengabarkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda, "Tidak halal bagi seorang wanita melakukan perjalanan lebih dari tiga hari, kecuali bersama mahramnya " Amrah berkata, "Aisyah lalu menoleh kepada kami, kemudian berkata, 'Tidak semua wanita memiliki mahram'."701 [12:4] Shahih Ibnu Hibban 2735: Muhammad bin Al Hasan Bin Qutaibah mengabarkan kepada kami, Yazid bin Khalid bin Abdullah bin Mauhab menceritakan kepada kami, Al-Laits bin Sa'ad menceritakan kepadaku dari Ibnu Syihab, dari Abdullah bin Abu Bakar bin Abdurrahman, dari Umayyah bin Abdullah bin Khalid, dia berkata kepada Abdullah bin Umar, "Kami mendapati penjelasan tentang shalat ketika sedang mukim dan dalam keadaan takut (saat peperangan), namun kami tidak mendapati di dalam Al Qur'an penjelasan tentang cara shalat ketika sedang melakukan perjalanan." Abdullah bin Umar lalu berkata kepadanya, "Wahai keponakanku,702 sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad kepada kita saat kita tidak mengetahui apa pun. Oleh karena itu, kita lakukan apa yang pernah kita lihat beliau melakukannya."703 [4:4] Ibnu Abi Hatim berkata, "Allah membolehkan meng- qashar shalat ketika seseorang dalam keadaan takut (saat peperangan), sebagaimana firman-Nya, 'Maka tidaklah berdosa kamu meng-qashar shalat, jika kamu takut diserang orang-orang kafir'." (Qs. An- Nisaa'[4]: 101) juga memperbolehkan meng-qashar shalat ketika di perjalanan tanpa memberlakukan persyaratan pada shalat qashar karena takut akan musuh. Artinya, kedua perbuatan tersebut dibolehkan oleh Allah. Salah satunya dibolehkan di dalam Kitab-Nya, dan yang lainnya dibolehkan melalui lisan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Shahih Ibnu Hibban 2736: Al Husain bin Idris Al Anshari mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Shalih bin Kaisan, dari Urwah bin Az-Zubair, dari Aisyah, dia berkata, "Mulanya rakaat shalat yang diwajibkan adalah dua rakaat-dua rakaat, baik dalam keadaan mukim maupun bepergian. Setelah itu, dua rakaat itu ditetapkan untuk shalat ketika berada dalam perjalanan. Sedangkan ketika mukim, jumlahnya ditambah."704 [21:1] Shahih Ibnu Hibban 2737: Ahmad bin Abdullah di Harran mengabarkan kepada kami, dia berkata: An-Nufaili mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ubaidillah bin Amr menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari Urwah, dari Aisyah, dia berkata, "Pada awalnya, shalat diwajibkan sebanyak dua rakaat ketika dalam keadaan mukim dan safar. Setelah itu, jumlah rakaat ketika mukim ditambah, sedangkan ketika sedang safar dikukuhkan seperti sedia kala."705 [21:1] Shahih Ibnu Hibban 2738: Al Husain bin Muhammad bin Abu Ma'syar di Harran mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Ash-Shabah Al Aththar menceritakan kepada kami, dia berkata: Mahbub bin Al Hasan menceritakan kepada kami dari Abu Daud bin Abu Hind, dari Asy Sya'bi, dari Masruq, dari Aisyah, dia berkata, "Mulanya, shalat diwajibkan sebanyak dua rakaat, baik ketika mukim maupun bepergian. Setelah Rasulullah menetap di Madinah, kewajiban shalat ketika sedang mukim ditambah menjadi dua rakaat-dua rakaat, sedangkan jumlah rakaat shalat Subuh dibiarkan tetap (dua rakaat) karena bacaan shalat yang panjang. Begitu pula jumlah rakaat shalat Maghrib, karena ia merupakan penutup waktu siang."706 [21:1] Shahih Ibnu Hibban 2739: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Idris mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami dari Ibnu Abi Ammar, dari Abdullah bin Babaih, dari Yala bin Umayyah, dia berkata: "Kukatakan kepada Umar bin Al Khathtab, 'Maka tidaklah berdosa kamu meng-qashar shalat, jika kamu takut diserang orang-orang kafir'. (Qs: An-Nisaa' [4]: 101) Akan tetapi, sekarang orang-orang telah merasa aman." Umar lalu berkata, "Dulu aku pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau bersabda, 'Itu merupakan sedekah yang Allah berikan kepada kalian. Oleh karena itu, terimalah sedekah dari Allah tersebut"707 [21:1] Abu Hatim berkata, "Ibnu Abi Ammar yang dimaksud adalah Abdurrahman bin Abdullah bin Abi Ammar, salah seorang perawi yang tsiqah, yang berasal dari Makkah."708 Shahih Ibnu Hibban 2740: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Bundar menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dia berkata: Ibmi Abu Ammar mengabarkan kepadaku dari Abdullah bin Babaih, dari Yala bin Umayyah, dia berkata, "Aku pernah berkata kepada Umar, 'Aku merasa heran melihat orang yang meng-qashar shalat mereka, padahal Allah berfirman, 'Maka tidaklah berdosa kamu meng- qashar shalat, jika kamu takut diserang orang-orang kafir', dan sekarang rasa takut itu telah tidak ada." Umar lalu menjawab, "Dulu aku juga merasa heran seperti itu, maka kutanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau menjawab, 'Itu adalah sedekah yang Allah berikan kepada kalian. Oleh karena itu, terimalah rukhsah dari-Nya itu'"709 [21:1] Shahih Ibnu Hibban 2741: Al Fadhl bin Al Hubab Al Jumahi mengabarkan kepada kami, Musaddad menceritakan kepada kami dari Yahya, dari Ibnu Juraij, Abdurrahman bin Abdullah bin Abi Ammar menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Babaih, dari Ya'la bin Umayyah, dia berkata: Aku berkata kepada Umar, ''Orang-orang meng-qashar shalat mereka, padahal Allah berfirman, 'Maka tidaklah berdosa kamu meng-qashar shalat, jika kamu takut diserang orang-orang kafir'. Sekarang, rasa takut itu telah tiada." Umar lalu menjawab, "Dulu aku juga pernah merasa heran dengan hal itu, maka kutanyakan kepada kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau bersabda, 'Itu merupakan sedekah yang Allah berikan kepada kalian. Oleh karena itu, terimalah sedekah tersebut."7I0 [71:1] Shahih Ibnu Hibban 2742: Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim —budak Tsaqif— mengabarkan kepada kami, Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, Ad-Darawardi menceritakan kepada kami dari Umarah bin Ghaziyyah, dari Harb bin Qais, dari Nafi, dari Ibnu Umar, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah senang jika rukhshah-Nya dilaksanakan sebagaimana Allah tidak suka jika maksiat kepada-Nya dilakukan "711 [17:1] Shahih Ibnu Hibban 2743: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma'mar menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Anas bin Malik, dia berkata: Aku Shalat Zhuhur bersama Rasulullah di Madinah sebanyak empat rakaat Kemudian aku shalat Ashar bersama beliau di Dzul Hulaifah sebanyak dua rakaat, dan ketika itu beliau terhitung sedang melakukan perjalanan."712 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2744: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Anas bin Malik, bahwa Rasulullah pernah mengerjakan shalat Zhuhur di Madinah sebanyak empat rakaat, lalu beliau melaksanakan shalat Ashar di Dzul Hulaifah sebanyak dua rakaat. Abu Qilabah berkata, "Anas mengabarkan kepada kami bahwa dia mendengar mereka meneriakkan pada kedua waktu tersebut, 'Haji dan umrah'."713 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2745: Ahmad bin Ali bin Al Mutsanna mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ghundar menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Yahya bin Yazid Al Hunai, dia berkata: Aku pernah bertanya kepada Anas bin Malik tentang meng-qashar shalat, lalu dia menjelaskan bahwa dahulu, jika Rasulullah keluar untuk melakukan perjalanan sejauh tiga mil atau tiga farsakh —Syu'bah ragu— maka beliau mengerjakan shalatnya sebanyak dua rakaat."714 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2746: Abu Al Hasan Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Bakr bin Mudhar menceritakan kepada kami dari Amr bin Al Harits, dari Muhammad bin Al Munkadir, dari Anas bin Malik, dia berkata, "Aku pernah shalat Zhuhur bersama Rasulullah di Madinah sebanyak empat rakaat. Kemudian, beliau keluar (dari Madinah) untuk melakukan suatu perjalanan, dan beliau mengimami shalat kami di dekat Syajarah sebanyak dua rakaat."715 Shahih Ibnu Hibban 2747: Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ayyub bin Muhammad Al Wazzan menceritakan kepada kami, dia berkata: Isma'il bin Ulayyah menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Anas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Zhuhur di Madinah sebanyak empat rakaat, sedangkan beliau shalat Ashar di Dzul Hulaifeh sebanyak dua rakaat. 716 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2748: Amr bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrahman menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Al Munkadir dan Ibrahim bin Maisarah, dari Anas bin Malik, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Zhuhur di Madinah sebanyak empat rakaat, dan beliau shalat Ashar di Dzul Hulaifah sebanyak dua rakaat. 717 [4:4] Shahih Ibnu Hibban 2749: Muhammad bin Abdurrahman As-Sami mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Hanbal menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Abi Katsir, dari Muhammad bin Abdirrahman, bin Tsauban, dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah singgah di Tabuk selama dua puluh hari, dan beliau meng-qashar shalatnya. 719 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2750: Umar bin Muhammad Al Hamdani mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ibrahim bin Yusuf Ash-Shairafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Hafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami dari Ashim Al Ahwal, dari Ikrimah, dari Ibnu 'Abbas, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Makkah dan beliau singgah di sana selama tujuh belas hari dengan meng-qashar shalatnya. Ibnu 'Abbas berkata: "Barangsiapa singgah selama tujuh belas hari, maka dia boleh meng-qashar shalatnya. Namun, barangsiapa singgah lebih dari itu, maka dia harus menyempurnakan jumlah rakaat shalatnya." 720 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2751: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, dia berkata: Isma'il bin Ulayyah menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abi Ishaq, dia berkata: Aku pernah bertanya kepada Anas bin Malik tentang meng- qashar shalat, lalu Anas menjawab: "Kami pernah melakukan perjalanan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari Madinah ke Makkah. Beliau shalat bersama kami sebanyak dua rakaat, sampai kami kembali." Lalu aku bertanya: "Apakah beliau menetap di Makkah?" Anas menjawab: "Ya, kami tinggal di Makkah selama sepuluh hari." 722 [1:4] Shahih Ibnu Hibban 2752: Abdullah bin Muhammad Al Azdi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, dia berkata: 'Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Yahya bin Abi Katsir, dari Muhammad bin 'Abdurrahman bin Tsauban, dari Jabir bin 'Abdullah, dia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menetap di Tabuk selama dua puluh hari dan meng-qashar shalatnya." 723 [4:4] Shahih Ibnu Hibban 2753: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Abbas bin Al Walid An-Narsi menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya Al Qaththan menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Dzi'b, dari 'Utsman bin 'Abdullah bin Suraqah, dari Ibnu 'Umar, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengerjakan shalat sunah sebelum atau sesudahnya. Maksudnya, sebelum dan setelah shalat wajib. 724 [19:4] Shahih Ibnu Hibban 2754: Muhammad bin Abdullah bin Al Junaid mengabarkan kepada kami, dia berkata: Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, dia berkata: Abu Awanah menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abu Ishaq, dari Anas bin Malik, dia berkata: Aku pernah keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari Madinah menuju Makkah. Selama itu, beliau meng-qashar shalatnya hingga kembali (ke Madinah). Beliau juga tinggal di sana (Makkah) selama sepuluh hari. 725 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2755: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Musa bin Salamah, dia berkata: Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas: "Aku berada di Makkah, lalu bagaimana cara aku mengerjakan shalat (wajib)?" Ibnu Abbas menjawab: "Shalatlah sebanyak dua rakaat Itulah yang diajarkan oleh Abu Al Qasim shallallahu 'alaihi wa sallam." 726 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2756: Abu Ya'la mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Amir bin Zurarah menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Zakariya bin Abu Zaidah 727 menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Ishaq, dari Haritsah bin Wahb Al Khuza'i, dia berkata: Aku pernah melaksanakan lebih dari satu kali shalat bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam di Makkah sebanyak dua rakaat pada saat Haji Wada'. Ketika itu jumlah kami banyak 728 dan kami merasa sangat aman. 729 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2757: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, dia berkata: Syu'bah mengabarkan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Haritsah bin Wahb, dia berkata: "Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, atau beliau mengimami shalat kami di Mina, dan yang kami lakukan ketika itu adalah shalat dua raka'at." 730 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2758: Abdullah bin Muhammad bin Salmi mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Al Harits mengabaikan kepadaku dari Ibnu Syihab, dari Salim bin Abdullah, dari ayahnya, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan shalat musafir di Mina sebanyak dua rakaat, begitu pula yang dilakukan oleh Abu Bakar, 'Umar, dan 'Utsman pada awal-awal masa kekhilafahannya. Setelah itu, 'Ustman menyempurnakan bilangan rakaat salatnya sebanyak empat rakaat. 731 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2759: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, Abu As-Saib Salm bin Junadah menceritakan kepada kami, Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika anak Adam membaca ayat Sajadah, lalu dia bersujud, maka syetan akan menjauh menangis. itu berkata: 'Oh, celakanya (aku), anak Adam diperintahkan untuk bersujud maka dia pun bersujud, dan karenanya dia akan masuk surga Sementara aku diperintahkan untuk bersujud, namun aku enggan sehingga aku masuk neraka'." 732 [2:1] Shahih Ibnu Hibban 2760: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abdah menceritakan kepada kami, dia berkata: Fudhail bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Ubaidullah bin Umar menceritakan kepada kami dari Nafi, dari Ibnu 'Umar, dia berkata: Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca Al Qur'an. Ketika beliau membaca ayat sajadah, beliau sujud, dan kami ikut sujud bersama beliau, karena sujudnya itu. 733 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2761: Umar bin Sa'id bin Sinan At-Thai mengabarkan kepada kami, dia berkata: Ahmad bin Abu Bakar mengabarkan kepada kami dari Malik, dari Abdullah bin Yazid —maula Al Aswad bin Sufyan— dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, bahwa Dia pernah membaca ayat: {Idzas samaa-un syaqqat} (apabila langit terbelah), lalu dia bersujud pada ayat tersebut. Setelah selesai bersujud, Abu Hurairah mengabarkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersujud pada ayat tersebut. 734 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2762: Ash-Shufi mengabarkan kepada kami, Ali bin Ja'd menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Dzi'b menceritakan kepada kami dari Yazid bin Qusaith, dari Atha' bin Yasar, dari Zaid bin Tsabit, dia berkata: Aku pernah membaca surah An-Najm di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau tidak bersujud. 735 Shahih Ibnu Hibban 2763: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata. Al Hasan bin Umar bin Syaqiq dan Umar bin Yazid As-Sayyari menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abdul Warits bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersujud ketika membaca surah An-Najm. Kaum muslim, orang-orang musyrik, jin, dan manusia ikut bersujud bersama beliau. 736 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2764: Abu Khalifah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Katsir mengabarkan kepada kami dari Syu'bah, dari Abu Ishaq, dari Al Aswad, dari Abdullah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surah An-Najm, lalu beliau bersujud. Ketika itu, tidak ada seorang pun melainkan ikut bersujud, kecuali seorang laki-laki, dia mengambil segenggam kerikil lalu menempelkannya di dahinya, lantas berkata: "Cara ini cukup bagiku." Abdullah berkata: "Setelah itu, aku melihat laki-laki itu terbunuh dalam keadaan kafir." 737 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2765: Ibnu Salm mengabarkan kepada kami, dia berkata: Harmalah bin Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, dia berkata: Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku, Sa'id bin Abi Hilal 738 menceritakan kepada kami dari Iyadh bin Abdullah bin Sa'd, dari Abu Sa'id Al Khudri, dia berkata: Suatu saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surah Shaad ketika beliau berada di atas mimbar. Begitu sampai pada ayat sajadah, beliau turun dari mimbar dan langsung bersujud. Seketika itu juga orang-orang ikut bersujud bersama beliau. Pada hari yang lain, Rasulullah membaca surah tersebut. Ketika sampai pada ayat sajadah orang-orang bersiap-siap untuk bersujud. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu bersabda: "Sesungguhnya, itu merupakan tobatnya seorang Nabi. Namun, aku melihat kalian telah bersiap-siap untuk bersujud." Setelah itu beliau turun, lalu bersujud, dan orang-orang pun ikut bersujud. 739 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2766: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Kuraib dan Al Asyaj menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abu Khalid Al Ahmar menceritakan kepada dari Al Awwam bin Hausyab, dari Mujahid, dia berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apa alasan engkau melakukan sujud tilawah ketika membaca surah Shaad?" Ibnu Abbas lalu membacakan firman Allah, {Dan kepada sebagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub} hingga sampai pada firman-Nya {Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka}. (Qs. Al An'aam [6]: 84-90) Ibnu Abbas berkata, "Nabi Daud bersujud setelah membaca firman Allah tersebut. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersujud." 740 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2767: Al Hasan bin Sufyan mengabarkan kepada kami, dia berkata: Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Uyainah menceritakan kepada kami dari Ayyub bin Musa, dan Atha bin Mina, dari Abu Hurairah, dia berkata: Kami bersujud bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika membaca surah {idzas-samaa-un syaqqath} (QS. Al Insyiqaaq) dan {Iqra' bismi rabbikal-ladzii khalaqa} (QS. Al Alaq). 741 [8:5] Shahih Ibnu Hibban 2768: Ibnu Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabah menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin 742 Yazid bin Khunais menceritakan kepada kami, dia berkata: Hasan bin Muhammad bin Ubaidillah bin Abu Yazid menceritakan kepadaku, dia berkata: Ibnu Juraij berkata kepadaku: Wahai Hasan, kakekmu, Ubaidullah bin Abi Yazid, menceritakan kepadaku dari Ibnu Abbas, 743 dia berkata: Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu berkata: ''Wahai Rasulullah, malam ini aku bermimpi mengerjakan shalat di belakang sebuah pohon dengan membaca surah As-Sajadah. Lalu kulihat pohon itu bersujud karena sujudku. Ketika pohon itu sedang bersujud, aku mendengarnya berdoa: 'Ya Allah, catatlah pahala untukku dengan sujud ini, dan jadikanlah ia sebagai simpanan di sisi-Mu, hapuslah dosaku karenanya, dan terimalah sujudku ini sebagaimana Engkau menerima sujud hamba-Mu Daud'." (Perawi) berkata: Ibnu Abbas berkata: Lalu aku lihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surah As-Sajadah, dan ketika bersujud, aku mendengar beliau membaca seperti bacaan yang dikatakan oleh laki-laki tadi ketika menceritakan ihwal pohon tersebut. 744 [12:5] Shahih Ibnu Hibban 2769: Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Basysyar menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya dan Utsman bin Umar menceritakan kepada kami dari Ibnu Abi Dzi'b, dari Ibnu Qusaith, dari Atha bin Yasar, dari Zaid bin Tsabit, dia berkata: "Aku pernah membacakan surah An-Najm di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, namun beliau tidak bersujud." 745 [30:5]