19. Talak

【1】

Shahih Muslim 2675: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya At Tamimi] dia berkata: Saya membaca di hadapan [Malik bin Anas] dari [Nafi'] dari [Ibnu Umar] bahwa Di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia pernah menceraikan istrinya, padahal istrinya sedang haidl, lantas Umar bin Khaththab menanyakan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai hal itu, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: "Perintahkanlah dia (Ibnu Umar) untuk kembali (meruju') kepadanya, kemudian tunggulah sampai dia suci, lalu dia haidl kemudian suci kembali, setelah itu jika dia masih ingin bersamanya, (dia boleh bersamanya) atau jika dia berkehendak, dia boleh menceraikannya sebelum dia menggaulinya, itulah maksud iddah yang di perintahkan Allah Azza Wa Jalla dalam menceraikan wanita."

【2】

Shahih Muslim 2676: Dan telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] dan [Qutaibah] serta [Ibnu Rumh] sedangkan lafazhnya dari Yahya. Qutaibah mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Laits, sedangkan yang dua mengatakan: Telah mengabarkan kepada kami [Al Laits bin Sa'd] dari [Nafi'] dari [Abdullah] bahwa dia pernah menceraikan istrinya yang sedang haidl dengan talak satu, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkannya untuk merujuknya dan bersamanya sampai istrinya suci, kemudian haidl yang kedua kalinya, kemudian menanggukan sampai istrinya suci dari haidl yang kadua kali, sesudah itu barulah di boleh menceraikan istrinya sebelum menggaulinya, itulah maksud iddah yang di perintahkan Allah dalam menceraikan wanita. Dalam riwayatnya, Ibnu Rumh menambahkan: Jika Abdullah ditanya mengenai hal itu (menceraikan istri ketika haidl), dia akan menjawab kepada salah satu dari mereka, jika kamu menceraikan istrimu sekali atau dua kali, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan dengan ini (yaitu merujuknya), namun jika kamu menceraikannya dengan talak tiga, sungguh dia (istrimu) telah haram untukmu sehingga istrimu menikah dengan orang lain, dan kamu mendurhakai Allah mengenai perintah talak terhadap seorang wanita. Muslim mengatakan: Bahwa Laits sangat menghafal perkatannya: Mentalaknya dengan sekali talak.

【3】

Shahih Muslim 2677: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Abdullah bin Numair] telah menceritakan kepada kami [ayahku] telah menceritakan kepada kami ['Ubaidullah] dari [Nafi'] dari [Ibnu Umar] dia berkata: Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, saya pernah menceraikan istriku yang sedang haidl, kemudian Umar melaporkannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda: "Suruhlah dia untuk kembali (rujuk) kemudian suruhlah dia untuk menunggu sampai istrinya suci, kemudian haidl yang kedua kali, jika istrinya telah suci, baru dia boleh untuk menceraikannya sebelum menyetubihinya atau dia boleh tetap menjadi istrinya, sebab itulah maksud iddah yang diperintahkan Allah untuk menceraikan wanita." Ubaidullah berkata: Saya bertanya kepada Nafi': Talak apakah yang di maksudkan? Dia menjawab: Yaitu talak satu dengan masa iddahnya. Dan telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah] dan [Ibnu Al Mutsanna] keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Idris] dari ['Ubaidillah] dengan isnad seperti ini, namun dia tidak menyebutkan perkataan 'Ubaidillah dari Nafi'. Dalam riwayatnya Ibnu Al Mutsanna menyebutkan: Hendaklah dia rujuk kepadanya. Sedangkan Abu Bakar menyebutkan: Hendaknya dia merujuknya.

【4】

Shahih Muslim 2678: Dan telah menceritakan kepadaku [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Isma'il] dari [Ayyub] dari [Nafi'] bahwasannya [Ibnu Umar] pernah menceraikan istrinya yang sedang haidl, kemudian Umar menanyakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau menyuruh (Ibnu Umar) untuk merujuknya dan menangguhkan sampai istrinya mengalami haidl yang kedua, kemudian dia menangguhkannya sampai istrinya suci, setelah itu dia boleh menceraikannya sebelum menggaulinya, itulah maksud iddah yang diperintahkan Allah dalam menceraikan seorang wanita. Nafi' berkata: Apabila Ibnu Umar ditanya mengenai seorang laki-laki yang menceraikan istrinya yng sedang haidl, maka dia akan berkata: Jika kamu menceraikannya satu kali atau dua kali, maka sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk merujuknya kemudian menangguhkannya sampai dia (istri) mengalami haidl yang kedua, kemudian menunggunya sampai dia suci, baru dia boleh menceraikannya sebelum menggaulinya, namun jika kamu langsung menceraikannya dengan talak tiga, maka kamu tela bermaksiat terhadap Rabbmu dalam perintah talak, dan kamu telah putus hubungan dengannya.

【5】

Shahih Muslim 2679: Telah menceritakan kepadaku [Abd bin Humaid] telah mengabarkan kepadaku [Ya'qub bin Ibrahim] telah menceritakan kepada kami [Muhammad, yaitu anak saudaraku Az Zuhri] dari [pamannya] telah mengabarkan kepada kami [Salim bin Abdullah] bahwa [Abdullah bin Umar] berkata: Saya pernah menceraikan istriku yang sedang haidl, lantas Umar melaporkannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam marah sambil bersabda: "Suruhlah dia rujuk, hingga dia (istrinya) mengalami haidl yang kedua kali yaitu selain haidl yang dialami waktu dia ditalak, jika telah jelas dan dia ingin menceraikannya, hendaknya dia menceraikan sewaktu istrinya suci dari haidlnya, sebelum dia menggaulinya itulah maksud iddah dari talak yang Allah perintahkan." Dan telah menceritakan kepadaku [Ishaq bin Manshur] telah mengabarkan kepada kami [Yazid bin 'Abdi Rabbihi] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Harb] telah menceritakan kepadaku [Az Zubaidi] dari [Az Zuhri] dengan isnad seperti ini, namun dia juga mengatakan: [Ibnu Umar] berkata: Kemudian saya merujuknya, dan saya mengira bahwa itu adalah talakku yang pertama terhadapnya.

【6】

Shahih Muslim 2680: Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah], [Zuhair bin Harb] dan [Ibnu Numair] sedangkan lafazhnya dari Abu Bakar mereka berkata: Telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Sufyan] dari [Muhammad bin Abdurrahman] bekas budak keluarga Thalhah, dari [Salim] dari [Ibnu Umar] bahwa dia pernah menceraikan istrinya yang sedangkan haidl, lantas Umar melaporkan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Suruhlah dia merujuknya, sesudah itu suruhlah mentalaknya ketika suci atau hamil."

【7】

Shahih Muslim 2681: Telah menceritakan kepadaku [Ahmad bin Utsman bin Hakim Al Audi] telah menceritakan kepada kami [Khalid bin Makhlad] telah menceritakan kepadaku [Sulaiman, yaitu Ibnu Bilal] telah menceritakan kepadaku [Abdullah bin Dinar] dari [Ibnu Umar] bahwa dia pernah menceraikan istrinya yang sedang haidl, maka Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda: "Suruhlah dia merujuknya sampai istrinya suci, kemudian haidl yang kedua kali, kemudian suci, setelah itu dia boleh menceraikannya atau tetap bersamanya."

【8】

Shahih Muslim 2682: Telah menceritakan kepadaku [Ali bin Hujr As Sa'di] telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Ibrahim] dari [Ayyub] dari [Ibnu Sirin] dia berkata: Saya tinggal selama dua puluh tahun, dan telah menceritakan kepadaku seseorang yang tidak saya tuduh (berdusts) bahwa Ibnu Umar pernah menceraikan istrinya yang sedang haidl dengan talak tiga, maka dia diperintahkan untuk rujuk, saya tidak menuduh mereka (berdusta) namun saya juga tidak mengetahui sendiri peristiwa tersebut. Hingga saya bertemu dengan [Abu Ghullab Yunus bin Jubair Al Bahili] dia adalah orang yang tsabat (dalam hadits), lalu dia menceritakan kepadaku bahwa dia pernah bertanya kepada Ibnu Umar, lantas [Ibnu Umar] bercerita bahwa dia pernah menceraikan istrinya yang sedang haidl, kemudian dia diperintahkan untuk merujuknya. Yunus berkata: Saya bertanya: Apakah talak itu diperhitungkan atasnya? Dia (Ibnu Umar) menjawab: Apakah talak itu tidak berlaku meski dia tidak bisa rujuk dan melakukan tindakan bodoh? (pertanyan pengingkaran yang maksudnya adalah: Tentu talak itu diperhitungkan). Dan telah menceritakan kepada kami [Abu Rabi'] dan [Qutaibah] keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami [Hammad] dari [Ayyub] dengan isnad seperti ini, namun dia menyebutkan: Lantas Umar menanyakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau memerintahkan Ibnu Umar (untuk merujuk istrinya). Dan telah menceritakan hadits ini kepada kami [Abdul Warits bin Abdush Shamad] telah menceritakan kepadaku [ayahku] dari [kakekku] dari [Ayyub] dengan isnad ini, dia menyebutkan dalam hadits ini: "Lantas Umar menanyakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai hal itu, kemudian beliau memerintahkan Ibnu Umar untuk rujuk sampai dia mentalaknya dalam keadaan suci tanpa di setubuhi terlebih dahulu." Dan beliau bersabda: "Hendaknya dia menceraikan di awal iddahnya."

【9】

Shahih Muslim 2683: Telah menceritakan kepadaku [Ya'qub bin Ibrahim Ad Dauraqi] dari [Ibnu 'Ulayyah] dari [Yunus] dari [Muhammad bin Sirin] dari [Yunus bin Jubair] dia berkata: Saya pernah bertanya kepada [Ibnu Umar], ada seorang laki-laki yang menceraikan istrinya yang sedang haidl, dia menjawab: aAakah kamu tidak tahu Abdullah bin Umar, bahwa dia pernah menceraikan istrinya yang sedang haidl, lantas Umar mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan menanyakan hal itu kepadanya, lalu beliau menyuruhnya agar dia menrujuk istrinya, kemudian istrinya menunggu masa iddahnya. Dia (Yunus) berkata: Lalu saya bertanya kepadanya: Jika seorang laki-laki menceraikan istrinya yang sedang haidl, apakah istrinya menunggu masa iddah sebab talak tersebut? Maka dia menjawab: Tentu, meskipun dia tidak mampu merujuk atau melakukan suatu kebodohan!

【10】

Shahih Muslim 2684: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] dan [Ibnu Basyar]. Ibnu Mutsanna mengatakan: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja'far] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Qatadah] dia berkata: Saya mendengar [Yunus bin Jubair] berkata: Saya mendengar [Ibnu Umar] berkata: Saya pernah menceraikan istriku yang sedang haidl, lantas Umar mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan melaporkan hal itu kepadanya, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Suruhlah dia (Ibnu Umar) merujuknya, jika istrinya telah suci, maka dia boleh mentalaknya." Dia (Yunus) berkata: Maka saya bertanya kepada Ibnu Umar: Apakah seorang istri harus menjalani masa iddahnya seperti itu? Dia menjawab: Apa kiranya yang menghalangi jatuhnya talak! Meskipun dia tidak mampu rujuk dan melakukan kebodohan?!

【11】

Shahih Muslim 2685: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] telah mengabarkan kepada kami [Khalid bin Abdullah] dari [Abdul Malik] dari [Anas bin Sirin] dia berkata: Saya bertanya kepada [Ibnu Umar] mengenai istrinya yang pernah diceraikannya, dia menjawab: Saya pernah menceraikannya padahal dia sedang haidl, lantas hal itu di laporkan kepada Umar, dan Umar melaporkannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda: "Suruhlah dia merujuknya, jika istrinya telah suci, maka dia boleh mentalaknya karena istrinya telah suci." Dia (Ibnu Umar) melanjutkan: Kemudian saya merujuknya dan meceraikannya ketika telah suci. Saya bertanya: Apakah kamu menunggu masa iddahnya dengan talak tersebut yaitu ketika kamu menjatuhkan talak sewaktu dia haidl? Kemudian dia berkata kepadaku: Kenapa saya tidak ber'iddah denganya, meskipun saya tidak mampu rujuk dan melakukan suatu kebodohan.

【12】

Shahih Muslim 2686: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] dan [Ibnu Basyar]. Ibnu Al Mutsanna mengatakan: Telah menceritakan kepada kami [Muhamamd bin Ja'far] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Anas bin Sirin] bahwa dia pernah mendengar [Ibnu Umar] berkata: Saya pernah menceraikan istriku yang sedang haidl, lantas Umar mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan melaporkan kepada beliau, maka beliau bersabda: "Suruhlah dia rujuk, jika istrinya telah kembali suci, maka ia boleh menceraikannya." Maka saya bertanya kepada Ibnu Umar: Apakah engkau memperhitungkan talak tersebut? Dia menjawab: Memangnya kenapa? Dan telah menceritakan kepadaku [Yahya bin Habib] telah menceritakan kepada kami [Khalid bin Al Harits]. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku [Abdurrahman bin Bisyr] telah menceritakan kepada kami [Bahz] dia berkata: Telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dengan isnad seperti ini, namun dalam hadits mereka berdua disebutkan: "Supaya dia (Ibnu Umar) merujuknya." Dan dalam hadits mereka berdua juga disebutkan bahwa Yunus berkata: Saya bertanya kepada Ibnu Umar: Apakah engkau memperhitungkan talak tersebut? Dia menjawab: Memangnya kenapa?

【13】

Shahih Muslim 2687: Dan telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim] telah mengabarkan kepada kami [Abdur Razaq] telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Juraij] telah mengabarkan kepadaku [Ibnu Thawus] dari [ayahnya] bahwa dia mendengar [Ibnu Umar] pernah di tanya mengenai seseorang yang menceraikan istrinya yang sedang haidl, dia menjawab: Apakah kamu tahu tentang Abdullah bin Umar? Dia menjawab: Ya. Dia berkata bahwa dia pernah menceraikan istrinya yang sedang haidl, lantas Umar pergi kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan melaporkan hal itu kepadannya, kemudian beliau memerintahkan Ibnu Umar untuk merujuk istrinya kembali. (Perawi) berkata: Yazid belum pernah mendengarkan hal itu dari ayahnya.

【14】

Shahih Muslim 2688: Telah menceritakan kepadaku [Harun bin Abdullah] telah menceritakan kepada kami [Hajjaj bin Muhammad] dia berkata: [Ibnu Juraij] berkata: Telah mengabarkan kepadaku [Abu Az Zubair] bahwa dirinya mendengar Abdurrahman bin Aiman bekas budak Azzah, dia bertanya kepada [Ibnu Umar] sedangkan Abu Zubairberkata mendengarkan hal itu: Bagaimana pendapatmu jika ada seorang laki-laki yang menceraikan istrinya yang sedang haidl? Dia (Ibnu Umar) menjawab: Di masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Ibnu Umar pernah menceraikan istrinya yang sedang haidl, lantas Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berkata: Sesungguhnya Abdullah bin Umar menceraikan istrinya yang sedang haidl, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: "Suruhlah dia merujuknya dan kembali kepadanya." Beliau melanjutkan: "Jika istrinya telah suci, maka dia boleh menceraikannya atau tetap bersamanya." Ibnu Umar berkata: Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membaca Firman Allah: "Wahai Nabi, jika kamu menceraikan istri-istrimu, maka ceraikanlah mereka di waktu masa iddahnya." Dan telah menceritakan kepadaku [Harun bin Abdullah] telah menceritakan kepada kami [Abu 'Ashim] dari [Ibnu Juraij] dari [Abu Az Zubair] dari [Ibnu Umar] seperti cerita di atas. Dan telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Rafi'] telah menceritakan kepada kami [Abdur Razaq] telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Juraij] telah mengabarkan kepadaku [Abu Az Zubair] bahwa dia mendengar Abdurrahman bin Aiman bekas budak Urwah, bertanya kepada Ibnu Umar, sedangkan Abu Az Zubair mendengarkan hadits seperti hadits Hajjaj, namun di dalamnya ada beberapa tambahan, Muslim mengatakan: Salah jika dia mengatakan Urwah, sebab dia adalah bekas budak Azzah (bukan 'Urwah).

【15】

Shahih Muslim 2689: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim] dan [Muhammad bin Rafi'] sedangkan lafazhnya dari Ibnu Rafi', Ishaq mengatakan: Telah mengabarkan kepada kami, sedangkan Ibnu Rafi' mengatakan: Telah menceritakan kepada kami [Abdur Razaq] telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] dari [Ibnu Thawus] dari [ayahnya] dari [Ibnu Abbas], dia berkata: Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan dua tahun dari kekhilafahan Umar, talak tiga (dengan sekali ucap) masih dihukumi talak satu. Setelah itu Umar bin Al Khaththab berkata: Nampaknya orang-orang tergesa-gesa dalam urusan yang sebenarnya telah diberikan keleluasaan bagi mereka. Bagaimana seandainya kami memberlakukan suatu hukum atas mereka?! Niscaya mereka akan memberlakukannya (menjatuhkan talak tiga bagi yang menceraikan isterinya tiga kali dengan sekali ucap-pent).

【16】

Shahih Muslim 2690: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim] telah mengabarkan kepada kami [Rauh bin 'Ubadah]. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami [Ibnu Rafi'] sedangkan lafazhnya dari dia, telah menceritakan kepada kami [Abdur Razaq] telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Juraij] telah mengabarkan kepadaku [Ibnu Thawus] dari [ayahnya] bahwa Abu Ash Shahba` dia berkata kepada [Ibnu Abbas]: Tahukah kamu bahwa talak tiga (dengan sekai ucap) dihukumi satu talak pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Abu Bakar, dan dihukumi tiga talak pada masa kekhilafahan Umar? Ibnu Abbas menjawab: Ya.

【17】

Shahih Muslim 2691: Dan telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim] telah mengabarkan kepada kami [Sulaiman bin Harb] dari [Hammad bin Zaid] dari [Ayyub As Sakhtiyani] dari [Ibrahim bin Maisarah] dari [Thawus] bahwa Abu As Shahba` berkata kepada [Ibnu Abbas]: Beritahukanlah kepadamu apa yang engkau ketahui! Bukankah talak tiga (yang di ucapkan sekaligus) pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Abu Bakar dinyatakan hanya jatuh talak sekali? Jawab Ibnu Abbas: Hal itu telah berlaku, dan pada masa pemerintahan Umar, orang-orang terlalu mudah untuk menjatuhkan talak, lantas dia memberlakukan hukum atas mereka (yaitu jatuh talak tiga dengan sekali ucap).

【18】

Shahih Muslim 2692: Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Ibrahim] dari [Hisyam yaitu Ad Dastawa`i] dia berkata: [Yahya bin Abu Katsir] menulis sesuatu kepdaku, bahwa dia bercerita dari [Ya'la bin Hakim] dari [Sa'id bin Jubair] dari [Ibnu Abbas] dia berkata: Di tanah haram (suci) itu terdapat satu janji yang telah ditunaikan kaffarahnya. Lalu Ibnu Abbas membaca Firman Allah Ta'ala: "Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu."

【19】

Shahih Muslim 2693: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Bisyr Al Hariri] telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah, yaitu Ibnu Salam] dari [Yahya bin Abu Katsir] bahwa [Ya'la bin Hakim] telah mengabarkan kepadanya, bahwa [Sa'id bin Jubair] telah mengabarkan kepadanya, bahwa dia pernah mendengar [Ibnu Abbas] berkata: Apabila seorang suami mengharamkan dirinya (bersetubuh) dengan istrinya, maka hal itu merupakan sumpah yang kafaratnya (dendanya) harus di bayar. Dia melanjutkan: "Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu."

【20】

Shahih Muslim 2694: Telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Hatim] telah menceritakan kepada kami [Hajjaj bin Muhammad] telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Juraij] telah mengabarkan kepadaku ['Atha`] bahwa dia mendengar ['Ubaid bin 'Umair] mengabarkan bahwa dia mendengar ['Aisyah] mengabarkan bahwa ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tinggal di rumahnya Zainab binti Jahsyi, beliau minum madu, (Aisyah) melanjutkan: Kemudian saya dan Hafshah saling berpesan, yaitu kepada siapa di antara kami yang didatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lebih dulu, maka ia harus mengatakan: Sesungguhnya saya mencium darimu bau maghafir (yaitu jenis buah yang manis dan berbau tidak sedap), apakah anda memakan buah Maghafir? Lalu beliau menemui salah satu dari mereka, maka salah satu dari mereka mengatakan (pesan yang telah disepakati), jawab beliau: "Tidak, akan tetapi saya meminum madu di sisi Zainab binti Jahsy, dan saya tidak akan mengulanginya lagi." Maka turunlah ayat: "Mengapa kamu mengharamkan apa yang d halalkan Allah untukmu-sampai Firman-Nya- jika kamu berdua bertaubat -yaitu Aisyah dan Hafshah- dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dari istri-istrinya suatu peristiwa." (At Tahrim: 1-3). Yaitu berkenaan dengan sabda beliau: "Tetapi saya meminum madu."

【21】

Shahih Muslim 2695: Telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib Muhammad bin Al 'Ala`] dan [Harun bin Abdullah] keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami [Abu Usamah] dari [Hisyam] dari [ayahnya] dari [Aisyah] dia berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai manisan dan madu, jika beliau selesai Shalat Ashar, beliau biasa berkeliling ke rumah para istrinya lalu mampir sebentar, suatu ketika beliau mampir di rumah Hafshah, dan berhenti di situ lebih lama dari biasanya, lantas saya bertanya mengenai apa yang terjadi, dikatakan kepadaku, ternyata seorang wanita dari kaumnya telah memberikan semangkuk madu, lalu dia (Hafshah) menuangkan seteguk kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, saya pun berkata: Demi Allah, saya akan menggodanya. Kemudian saya memberi tahu Saudah, saya berkata: Jika beliau masuk menemuimu, sebab sebentar lagi beliau akan mampir (di rumahmu), maka katakanlah kepadanya: Wahai Rasulullah, apakah anda habis makan buah maghafir? Pasti beliau nanti akan bilang tidak. Lalu katakan lagi kepadanya: Lalu bau apakah ini? Biasanya beliau sangat tidak suka jika mendapati bau, nanti beliau akan mengatakan kepadamu: Hafshah telah menuangkan untukku seteguk madu, lalu katakanlah kepada beliau: Lebahnya makan buah 'urfuth (sejenis pohon dengan buah yang berbau tidak sedap). Maka saya akan mengatakan seperti itu kepada beliau, dan kamu juga wahai Shafiyah. Ketika beliau masuk ke rumah Suadah, Saudah berkata: Demi Dzat yang tidak ada ilah yang berhak disembah selain Dia, hampir saja saya mengungkapkan apa yang kamu (Aisyah) katakan kepadaku karena saya takut kepadamu, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam baru sampai di depan pintu, tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mendekat, dia mengatakan: Wahai Rasulullah, apakah anda habis makan buah Maghair? Beliau menjawab: "Tidak." Dia melanjutkan: Lantas, bau apakah ini? Beliau menjawab: "Hafshah telah menuangkan untukku seteguk madu." Dia melajutkan: Lebahnya makan urfuth. Tatkala beliau menemuiku, saya pun mengatakan seperti itu, kemudian beliau masuk ke rumah Shafiyah, maka Shafiyah pun mengatakan dengan hal yang sama. Tatkala beliau masuk ke rumah Hafshah, dia berkata: Wahai Rasulullah, apakah saya perlu menuangkan madu lagi? Beliau menjawab: "Tidak, saya tidak membutuhkan lagi." Dia (Aisyah) berkata: Kemudian Saudah berkata: Subhanallah, demi Allah, sungguh kita telah mengharamkannya. Dia (Aisyah) berkata: Saya berkata kepadanya: Diamlah kamu! Abu Ishaq Ibrahim berkata: Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Bisyr bin Al Qasim telah menceritakan kepada kami Abu Usamah dengan hadits seperti ini, dan telah menceritakan kepadaku [Suwaid bin Sa'id] telah menceritakan kepada kami [Ali bin Mushir] dari [Hisyam bin 'Urwah] dengan isnad seperti ini.

【22】

Shahih Muslim 2696: Dan telah menceritakan kepadaku [Abu Thahir] telah menceritakan kepada kami [Ibnu wahb]. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku [Harmalah bin Yahya At Tujibi] sedangkan lafazhnya dari dia, telah mengabarkan kepada kami [Abdullah bin Wahb] telah mengabarkan kepadaku [Yunus bin Yazid] dari [Ibnu Syihab] telah mengabarkan kepadaku [Abu Salamah bin Abdurrahman bin Auf] bahwa [Aisyah] berata: Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diperintahkan untuk memilih (cerai atau tetap bersama) para istrinya, beliau memulai denganku. Beliau bersabda: "Saya hendak memberitahukan kepadamu hal yang sangat penting, karena itu, janganlah kamu terburu-buru menjawabnya sebelum kamu bermusyawarah dengan kedua orang tuamu." Dia (Aisyah) berkata: Beliau tahu benar, kedua orang tuaku tidaka akan mengizinkanku bercerai dengan beliau. Dia (Aisyah) melanjutkan: Kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah berfirman: 'Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia beserta perhiasannya, marilah kuberikan kepadamu suatu pemberian, kemudian kuceraikan kamu dengan cara yang baik, dan jika kalian menghendaki Allah dan Rasul-Nya serta kampung akhirat, sesungguhnya Allah menyediakan pahala yang besar bagi yang berbuat kebajikan di antara kamu'." (Aisyah) berkata: Apa pula yang harus saya musyawarahkan dengan kedua orang tuaku, sudah tentu saya menghendaki Allah dan Rasul-Nya serta kampung akhirat. (Aisyah) melanjutkan: Ternyata semua istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga berbuat seperti yang saya lakukan.

【23】

Shahih Muslim 2697: Telah menceritakan kepada kami [Suraij bin Yunus] telah menceritakan kepada kami ['Abbad bin 'Abbad] dari ['Ashim] dari [Mu'adzah Al 'Adawiyyah] dari ['Aisyah] dia berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa meminta izin jika berada di salah satu istrinya setelah turunnya ayat: "Kamu boleh menangguhkan menggauli siapa saja yang kamu kehendaki di antara mereka dan boleh pula menggauli siapa saja yang kamu kehendaki." Maka Mu'adzah bertanya kepadanya: Apa yang kamu katakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau meminta izin kepadamu? Dia menjawab: Jika hari itu hari giliranku, maka saya tidak akan memberikannya untuk yang lain. Dan telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin Isa] telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Al Mubarrak] telah mengabarkan kepada kami ['Ashim] dengan isnad seperti ini.

【24】

Shahih Muslim 2698: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya At Tamimi] telah mengabarkan kepada kami ['Abtsar] dari [Isma'il bin Abu Khalid] dari [As Sya'bi] dari [Masruq] dia berkata: ['Aisyah] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memberikan pilihan kepada kami, namun kami tidak menganggapnya sebagai talak.

【25】

Shahih Muslim 2699: Dan telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Ali bin Mushir] dari [Isma'il bin Abu Khalid] dari [As Sya'bi] dari [Masruq] dia berkata: Saya tidak menganggap sebagai talak, yaitu tawaran saya terhadap istriku, apakah satu kali atau seratus kali bahkan sampai seribu kali setelah istri saya tetap memilih untuk menjadi istriku, sebab saya pernah bertanya kepada ['Aisyah], lantas dia menjawab: Sungguh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memberikan pilihan kepada kami, maka apakah hal itu dianggap sebagai talak?

【26】

Shahih Muslim 2700: Telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja'far] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari ['Ashim] dari [As Sya'bi] dari [Masruq] dari ['Aisyah] bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memberikan pilihan kepada istrinya, namun hal itu tidak dianggap sebagai talak.

【27】

Shahih Muslim 2701: Telah menceritakan kepadaku [Ishaq bin Manshur] telah mengabarkan kepada kami [Abdurrahman] dari [Sufyan] dari [Ashim Al Ahwal] dan [Isma'il bin Abu Khalid] dari [As Sya'bi] dari [Masruq] dari ['Aisyah] dia berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memberi pilihan (cerai atau tetap bersama), namun kami tetap memilih (menjadi istrinya), dan hal itu tidak dihitung sebagai talak.

【28】

Shahih Muslim 2702: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] dan [Abu Bakar bin Abi Syaibah] dan [Abu Kuraib]. Yahya mengatakan: Telah mengabarkan kepada kami, sedangkan keduanya mengatakan: Telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Muslim] dari [Masruq] dari ['Aisyah] dia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memberikan pilihan kepada kami, namun kami tetap meimlih (bersama beliau) dan beliau tidak menghitungnya sebagai talak atas kami." Dan telah menceritakan kepadaku [Abu Ar Rabi' Az Zahrani] telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Zakariya`] telah menceritakan kepada kami [Al A'masy] dari [Ibrahim] dari [Al Aswad] dari ['Aisyah] dan dari [Al A'masy] dari [Muslim] dari [Masruq] dari [Aisyah] seperti itu.

【29】

Shahih Muslim 2703: Dan telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Rauh bin Ubadah] telah menceritakan kepada kami [Zakariya` bin Ishaq] telah menceritakan kepada kami [Abu Az Zubair] dari [Jabir bin Abdillah], dia berkata: Suatu ketika Abu Bakar pernah meminta izin kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memasuki rumah beliau dan dia mendapati beberapa orang sedang duduk di depan pintu rumah beliau dan tidak satu pun dari mereka yang diizinkan masuk. Dia berkata: Lalu Abu Bakar pun diizinkan masuk, maka dia pun masuk ke rumah beliau. Setelah itu Umar datang dan meminta izin, dan dia pun diizinkan masuk. Di dalam rumah Umar mendapati Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk, dan di sekeliling beliau nampak isteri-isteri beliau sedang terdiam dan bersedih. Ia berkata: Lalu Umar berkata: Sungguh saya akan mengucapkan satu perkataan yang dapat membuat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa. Dia berkata: Wahai Rasulullah, jika engkau melihat anak perempuan Khorijah meminta nafkah (berlebihan) kepadaku niscaya akan saya hadapi dia dan saya pukul tengkuknya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun tertawa seraya berkata: Mereka semua ada di sekelilingku, seperti yang kau lihat mereka semua sedang meminta nafkah (lebih) dariku. Maka Abu Bakar pun segera berdiri menghampiri 'Aisyah dan memukulnya. Demikian juga dengan Umar, dia berdiri menghampiri Hafshah dan memukulnya. Lantas keduanya berkata: Mengapa kalian meminta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sesuatu yang tidak dimilikinya? Lalu keduanya menjawab: Demi Allah, kami tidak akan meminta kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sesuatu yang tidak dimilikinya. Lalu beliau ber'uzlah dari mereka selama sebulan atau selama dua puluh sembilan hari. Kemudian turunlah ayat: "Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, -sampai Firman-Nya- Bagi orang-orang yang baik di antara kalian pahala yang besar". Dia berkata: Beliau memulainya dari 'Aisyah, beliau berkata kepadanya: "Wahai 'Aisyah, sesungguhnya saya hendak menawarkan suatu perkara kepadamu, dan saya harap kamu tidak tergesa-gesa dalam memutuskannya hingga kamu meminta persetujuan dari kedua orang tuamu." Aisyah berkata: Apa itu wahai Rasulullah? Maka beliau pun membacakan ayat tersebut di atas kepadanya. Aisyah berkata: Apakah terhadap anda, saya mesti meminta persetujuan kepada orang tuaku?! Tidak, bahkan saya lebih memilih Allah, Rasul-Nya dan Hari Akhir, dan saya mohon kepada anda untuk tidak memberitahukan pernyataanku ini kepada isteri-isterimu yang lain. Beliau menjawab: "Tidaklah salah seorang di antara mereka meminta hal itu kepadaku kecuali saya pasti memberitahukan hal ini kepadanya. Sesungguhnya Allah Ta'ala tidak mengutusku untuk memaksa orang atau menjerumuskannya, akan tetapi Dia mengutusku sebagai seorang pengajar dan orang memudahkan urusan".

【30】

Shahih Muslim 2704: Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami ['Umar bin Yunus Al Hanafi] telah menceritakan kepada kami [Ikrimah bin 'Ammar] dari [Simak Abu Zumail] telah menceritakan kepadaku ['Abdullah bin Abbas] telah menceritakan kepadaku [Umar bin Al Khaththab] dia berkata: Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengasingkan diri dari para istrinya. Dia (umar) melanjutkan: Lalu saya memasuki masjid dan saya lihat orang-orang sedang memain-mainkan kerikil. Mereka semua berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menceraikan para istrinya, kejadian itu terjadi sebelum ada perintah hijab, maka Umar berkata: Kemudian saya berkata: Saya ingin tahu kepastiannya sekarang juga. Dia melanjutkan: Lalu saya menemui Aisyah sambil bertanya: Wahai putri Abu Bakar, belum puas jugakah kamu menyakiti hati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Dia menjawab: Apa urusanku denganmu wahai Ibnul Khaththab! Sebaiknya kamu mengurusi tempatmu sendiri (maksudnya disuruh untuk menasehati Hafshah putrinya), dia (Umar) melanjutkan: Kemudian saya menemui Hafshah binti Umar, lantas saya berkata kepadanya: Wahai Hafshah, sudah puaskah kamu menyakiti hati Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sungguh kamu telah mengerahui bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mencintaimu, kalau bukan karenaku, niscaya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menceraikanmu, karena itu dia (Hafshah) menangis sejadi-jadinya. Lalu saya bertanya kepadanya: Di manakah sekarang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Dia menjawab: Beliau ada di ruangan pribadinya. Kemudian saya pergi untuk menemui beliau, tiba-tiba saya bertemu dengan Rabah, seorang pelayan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sedang duduk dengan menjulurkan kakinya di atas kayu yang berada di depan pintu ruangan, yaitu kayu yang dibuat tangga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk naik, lantas saya memanggilnya: wahai Rabah, mintakanlah saya izin untuk bertemu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam! Kemudian Rabah menengok ke ruangan lalu memandangku tanpa mengatakan suatu apa pun, lalu saya memanggilnya dengan agak keras: Wahai rabah, mintakanlah saya izin untuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebab saya mengira, bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tahu jika kedatanganku karena Hafshah, demi Allah seandainya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkanku untuk memenggal lehernya, sungguh saya akan memenggal lehernya! Perkataanku itu saya katakan dengan nada yang keras. Kemudian dia memberi isyarat supaya saya naik. Saya langsung menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau sedang berbaring di atas tikar, lantas saya duduk di dekat beliau, sewaktu beliau membetulkan sarungnya, terlihat olehku bekas tikar di tulang rusuk beliau, kuperhatikan di tempat penyimpanan barang, ternyata saya tidak mendapati apa-apa, kecuali sekantong gandum kira-kira satu sha' dan seukuran qarazh berada di sudut ruangan dan sehelai kulit yang menggantung, (Umar) melanjutkan: (Melihat keadaan seperti itu) air mataku menetes, lalu beliau bertanya: "Kenapa kamu menangis wahai Ibnul Khaththab?" Saya menjawab: Wahai Nabiyullah, bagaimana saya tidak menangis, sebab saya melihat tikar ini membekas di rusuk anda, dan saya tidak melihat sesuatu pun di tempat penyimpanan barang anda ini selain apa yang telah saya lihat, padahal istana Persia dan kekaisaran Romawi berlimpah-limpah dengan buah-buahan dan sungai-sungai, sedangkan anda adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang pilihan-Nya, hanya beginilah tempat penyimpanan barang anda! Beliau bersabda: "Hai Ibnul Khaththab, tidak sukakah kamu jika akhirat untuk kita sedangkan dunia untuk mereka?" Saya menjawab: Tentu. Ketika saya masuk menemui beliau, seakan-akan wajah beliau sedang marah, lantas saya bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang menyusahkan anda perihal istri-istri anda? Jika anda menceraikan mereka, maka Allah dan sekalian Malaikat-Nya, Jibril, Mika`il, saya sendiri dan Abu Bakar serta orang-orang yang beriman akan tetap bersama anda. Dan saya belum pernah mengucapkan kata-kata seperti itu kepada beliau sambil memuji Allah, kecuali saya berharap semoga Allah membenarkan ucapanku kepada beliau, kemudian turunlah ayat pilhan berikut ini: "Jika Nabi menceraikanmu sekalian, mungkin Rabbnya akan mengganti baginya dengan istri-istri yang lebih baik dari kalian." "Dan jika kamu berdua saling membantu untuk menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya, begitu pula Jibril dan orang-orang Mukmin yang shalih serta seluruh Malaikat adalah penolongnya pula." Sedangkan Aisyah dan Hafshahlah yang bekerja sama berdemo dan mempengaruhi istri-istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang lain, lalu saya berkata: Wahai Rasulullah, apakah anda menceraikan mereka? Beliau menjawab: "Tidak." Saya melanjutkan: Wahai Rasulullah, ketika saya memasuki masjid, saya melihat kaum Muslimin sedang mempermainkan kerikil sambil berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menceraikan para istrinya. Apakah saya harus turun dan menjelaskan kepada mereka bahwa anda tida menceraikan mereka? Beliau menjawab: "Ya, jika kamu mau." Saya senantiasa berbicara dengan beliau, hingga hilang kesan marah dari wajah beliau dan berganti dengan senyuman. Dan beliau adalah manusia yang mimiliki deretan gigi paling baik. Kemudian Nabiyullah shallallahu 'alaihi wa sallam turun, saya pun turun dengan berpegangan batang pohon kurma, sedangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam turun layaknya berjalan di atas bumi, tidak berpegangan dengan apapun, lalu saya berkata: Wahai Rasulullah, padahal anda di ruangan itu baru dua puluh sembilan hari! beliau bersabda: "Sesungguhnya hari itu hanya dua puluh sembilan hari." Lantas saya berdiri di depan pintu masjid sambil menyeru dengan suara yang lantang bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menceraikan para istri beliau. Kemudian turunlah ayat: "Dan apabila datang kepada mereka suatu berita yang menyenangkan dan menakutkan, mereka langsung menyiarkannya. Padahal, apabila mereka menyerahkannya kepada Allah dan pemimpin (ulil Amri) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin suatu kepastian tentang kebenarannya akan mengetahuinya dari mereka." Dan sayalah yang memastikan kebenaran berita tersebut, kemudian Allah Azza Wa Jalla menurunkan ayat pilihan (yaitu Al Ahzab: 28-29).

【31】

Shahih Muslim 2705: Telah menceritakan kepada kami [Harun bin Sa'id Al Aili] telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Wahb] telah mengabarkan kepadaku [Sulaiman yaitu Ibnu Bilal] telah mengabarkan kepadaku [Yahya] telah mengabarkan kepadaku ['Ubaid bin Hunain] bahwa dia mendengar [Abdullah bin Abbas] bercerita, Dia berkata: Telah setahun lamanya saya hendak bertanya kepada [Umar bin Al Khaththab] tentang makna suatu ayat, tetapi saya tidak berani menanyakannya karena wibawanya. Setelah musim haji tiba, dia pergi haji dan saya juga ikut bersamanya. Ketika kami dalam perjalanan pulang, beliau mengambil jalan lain karena ingin buang hajat, sedangkan saya menunggunya sampai dia selesai. Kemudian saya kembali berjalan bersamanya. Kemudian saya bertanya kepadanya: Wahai Amirul Mukminin, siapakah dua wanita dari istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang bekerja sama menentang kebijaksanaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Dia menjawab: Mereka adalah Aisyah dan Hafshah. (Ibnu Abbas) berkata: Saya berkata kepadanya: Demi Allah, sungguh saya hendak menanyakan kepadamu semenjak setahun yang lalu, namun saya tidak berani menanyakannya karena wibawamu. Dia berkata: Jangan seperti itu, jika kamu menduga bahwa saya mengetahuinya, maka tanyakan langsung saja kepadaku, jika ternyata saya mengetahuinya, akan saya jelaskan kepadamu. (Ibnu Abbas) berkata: Lanjut Umar: Di masa Jahiliyah, kami tidak pernah mengikut sertakan wanita dalam suatu urusan, sehingga telah tiba waktunya Allah menentukan kedudukan dan peranan mereka, dia (Umar) melanjutkan: Tatkala saya sedang memikirkan suatu urusan, tiba-tiba istriku berkata: Bagaimana kalau kamu buat seperti ini dan seperti itu? Lalu kukatakan padanya: Mana mungkin kamu tahu? Kamu tidak usah ikut campur dan susah-susah memikirkan urusanku. Maka dia berkata kepadaku: Sungguh aneh kamu wahai Ibnul Khaththab, kamu tidak mau bertukar pikiran denganku! Padahal putrimu selalu bertukar pikiran dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sampai pernah semalam dia bermarahan. Umar berkata: Kemudian saya mengenakan pakaianku, kemudian saya pergi ke rumah Hafshah. Lantas saya bertanya kepadanya: Wahai putriku, betulkah kamu suka membantah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sehingga semalam kamu pernah bermarah-marahan hingga semalan? Lalu Hafshah menjawab: Demi Allah, sesungguhnya kami hanya bertukar pikiran, kemudian saya menimpalinya: Wahai putriku, saya peringatkan kepadamu siksa Allah dan kemurkaan Rasul-Nya, janganlah sekali-kali kamu cemburu dengan kebanggaan seseorang karena kecantikannya dan cinta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terhadapnya. Kemudian saya keluar hingga menemui Ummu Salamah, sebab dia masih dari kerabatku, lantas saya ceritakan (kasus tersebut) kepadanya: Maka dia berkata kepadaku: Sungguh aneh kamu wahai Ibnul Khaththab, kamu telah mencampuri segala urusan sampai kepada urusan rumah tangga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para istrinya. (Umar) berkata: Perkataan (Ummu Salamah) sangat menyinggung perasaanku hingga sangat terkesan di hatiku. Kemudian saya meninggalkannya. Dan saya memiliki seorang sahabat dari Anshar yang saling memberi kabar jika salah satu dari kami tidak hadir. Ketika itu kami sedang berjaga-jaga terhadap seorang raja dari raja-raja Ghassan yang kabarnya hendak menyerang kami. Hati kami waktu itu terpusat (pada serangan tersebut), tiba-tiba sahabat Ansharku datang mengetuk pintu sambil berkata: buka pintu…buka pintu…! Saya bertanya: Apakah pasukan Ghassan telah datang? Dia menjawab: Bahkan lebih dari itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjauhkan diri dari para istri beliau. Maka saya berkata: Celakalah Hafshah dan Aisyah! Kemudian saya mengenakan pakaianku, lalu saya pergi menemui beliau, ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berada di suatu ruangan yang dapat dinaiki dengan tangga, sedangkan pelayan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang berkulit hitam berada di ujung tangga, saya berkata: Saya adalah Umar, maka saya diizinkan masuk, lalu saya ceritakan pertemuanku dengan Ummu Salamah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun tersenyum. Ternyata beliau habis tidur di atas tikar tanpa alas, dengan berbantalkan kulit yang terbuat dari sabut. Dekat kaki beliau terdapat sekantong biji qarazh dan di dekat kepalanya tergantung kulit yang baru di samak. Saya melihat bekas tikar membekas di rusuk Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, tiba-tiba mataku meneteskan air mata, beliau bersabda: "Apa yang membuatmu menangis?" Saya menjawab: Wahai Rasulullah, sesungguhnya Kisra (Persia) dan Kaisar (Romawi) sedang bermewah-mewah dengan apa yang mereka miliki, sedangkan anda adalah Rasulullah. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apakah kamu tidak rela, jika mereka memiliki dunia sedangkan kamu memiliki akhirat?" Dan telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] telah menceritakan kepada kami ['Affan] telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Salamah] telah mengabarkan kepadaku [Yahya bin Sa'id] dari ['Ubaid bin Hunain] dari [Ibnu Abbas] dia berkata: Saya kembali bersama [Umar] hingga ketika kami sampai Marru Dzahran, kemudian dia melajutkan hadits yang panjang sebagaimana haditsnya Sulaiman bin Bilal namun dia mengatakan: (Ibnu Abbas) berkata: Saya bertanya mengenai dua wanita (dari istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) yang menentang beliau, dia (Umar) menjawab: Mereka adalah Hafshah dan Ummu Salamah." Dan di tambahkan pula: Kemudian saya mendatangi setiap rumah istri-istri beliau, ternyata setiap rumah terdengar suara tangisan. Dan tambahannya lagi: Bahwa beliau bersumpah untuk tidak menemui istri-istrinya selama sebulan, namun ketika hari ke dua puluh sembilan, beliau turun untuk menemui mereka.

【32】

Shahih Muslim 2706: Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah] dan [Zuhair bin Harb] sedangkan laflaznya dari Abu Bakar keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Yahya bin Sa'id] bahwa dia mendengar [Ubaid bin Hunain] dia adalah mantan sahaya Abbas, dia berkata: Saya mendengar [Ibnu Abbas] berkata: Saya hendak bertanya kepada [Umar] mengenai dua orang wanita (istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) yang pernah membuat makar kepada beliau pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan telah setahun lamanya saya belum mendapatkan jawaban hingga akhirnya saya menemani Umar ke Makkah, tatkala sampai Marru Dzahran, dia pergi ke suatu tempat untuk buang hajat, dia berkata: Siapkanlah untukku bejana yang berisi air, lantas saya memberinya, setelah dia selesai menunaikan hajatnya, dia pun kembali dan saya pergi untuk menyusulnya, kemudian saya bertanya kepadanya: Wahai amirul mukminin, siapakah dua istri (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) yang … belum sempat saya meneruskan pembicaraanku, hingga dia berkata: 'Aisyah dan Hafshah.

【33】

Shahih Muslim 2707: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim Al Handlali] dan [Muhammad bin Abi Umar] sedangkan lafazh haditsnya hampir sama, dia berkata: Ibnu Abi Umar berkata: Telah menceritakan kepada kami. Sedangkan Ishaq mengatakan: Telah mengabarkan kepada kami [Abdur Razzaq] telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dari ['Ubaidillah bin Abdillah bin Abu Tsaur] dari [Ibnu Abbas] dia berkata: Saya selalu menunggu kesempatan untuk bertanya kepada [Umar bin Al Khaththab] tentang dua orang istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam disebutkan oleh Allah Ta'ala yaitu: "Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hatimu berdua telah condong untuk menerima kebaikan." Tatkala Umar melaksanakan ibadah haji, saya ikut bersama dengannya. Dalam perjalanan, tiba-tiba Umar menyimpang (untuk buang hajat) dan saya menyimpang pula mengikutinya dengan membawa bejana. Setelah selesai, saya tuangkan air ke tangannya, lalu dia berwudhu'. Sesudah itu saya bertanya: Wahai Amirul Mukminin, siapakah dua orang istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang disebut Allah dalam FirmanNya: "Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hatimu berdua telah condong untuk menerima kebaikan." Jawab Umar: Kamu ini aneh, wahai Ibnu Abbas, keduanya itu adalah Hafshah dan 'Aisyah. Kemudian Umar melanjutkan: Dahulu kami suku Quraisy adalah suku yang berkuasa atas wanita. Setelah kami datang ke Madinah, justru kami dapati para wanitalah yang berkuasa di sana, sudah tentu wanita-wanita kami belajar dari mereka. Ketika itu, rumahku berada di perbukitan dalam perkampungan Bani 'Umayyah Ibnu Zaid. Pada suatu hari, saya memerahi istriku, akan tetapi dia tidak mau di marahi lagi, lalu melawan kemarahanku. Namun saya tidak mau dibantah, dia berkata: Kenapa kamu tidak mau untuk dibantah? Sedangkan para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah membantah beliau, bahkan salah seorang dari mereka ada yang sampai menjauhkan diri sehari hingga malam. Kemudian saya pergi ke rumah Hafshah dan bertanya kepadanya: Betulkah kamu suka membantah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Dia menjawab: Ya, pernah. Betulkah salah seorang di antara kalian sampai menjauhkan diri dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sampai semalaman? Dia menjawab: Ya. Saya berkata: Sungguh sia-sia dan merugilah orang-orang yang berbuat demikian. Adakah kamu merasa aman dari murka Allah karena kemarahan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Sebab dia pasti akan binasa. Oleh karena itu, janganlah kamu membantah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan jangan pula kamu meminta dari sesuatu yang tidak beliau miliki. Mintalah kepadaku apa yang kamu perlukan, dan janganlah kamu cemburu karena tetanggamu (Aisyah) lebih cantik dan lebih dicintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam daripada dirimu sendiri. Umar melanjutkan: Saya mempunyai tetangga Anshar, di mana kami selalu bergantian menunggu berita dekat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kalau ada wahyu turun, sehari dia menunggu dan mengabarkan kepadaku jika ada wahyu turun, besok hari saya ganti yang menunggu dan mengabarkannya jika ada wahyu turun. Kami pernah bercakap-cakap bahwa raja Ghassan telah bersiap-siap hendak menyerang kami. Lalu sahabatku menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seperti biasa, dan baru kembali setelah isya'. Tiba-tiba dia mengetuk pintu sambil memanggilku, saya segera keluar untuk menemuinya. Dia berkata: Telah terjadi suatu peristiwa yang sangat besar. Saya bertanya: Apakah raja Ghassan telah menyerang? Jawabnya: Bahkan lebih besar daripada itu. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menceraikan para istrinya. Saya berkata: Sungguh malang dan merugilah Hafshah, saya telah menduga bahwa kasus ini akan terjadi. Setelah Shalat Shubuh, kukenakan pakaianku lalu saya pergi ke rumah Hafshah, saya dapati dia sedang menangis. Kemudian saya bertanya: Betulkah kamu semua telah di ceraikan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Dia menjawab: Saya tidak tahu, tetapi yang pasti beliau mengasingkan diri di ruangan tempat khusus beliau. Lantas saya menemui pelayan beliau, seorang yang berkulit hitam. Saya berkata: Mintakanlah izin kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Umar ingin bertemu dengan beliau. Pelayan itu masuk, lalu keluar lagi menemuiku. Katanya: Saya telah menyampaikannya kepada beliau, namun beliau tetap diam saja. Karena itu saya pergi, setelah saya sampai di dekat mimbar, saya duduk. Di sana saya dapati banyak orang yang telah duduk, bahkan sebagian mereka ada yang menangis. Setelah duduk sebentar, perasaanku (untuk bertemu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) sangat mempengaruhiku. Maka saya mendatangi lagi pelayan tersebut, seraya berkata: Mintakan izin bagi Umar. Pelayan itu pun masuk, lalu keluar lagi menemuiku, dia berkata: Pesan anda sudah saya sampaikan, tetapi beliau tetap diam saja. Ketika saya hendak berajak pergi, tiba-tiba pelayan tersebut memnaggilku: Katanya: Silahkan anda masuk! Beliau telah mengizinkan. Saya segera masuk dan memberi salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika itu saya melihat beliau sedang berbaring di atas tikar anyaman, dan tikarnya membekas di rusuk beliau. Saya bertanya: Betulkah anda telah menceraikan para istri anda wahai Rasulullah? Beliau lalu menegakkan kepalanya seraya bersabda: "Tidak." Saya berkata: Allahu akbar … Allahu akbar. Tentunya anda telah memaklumi wahai Rasulullah, bahwa kita kaum Quraisy adalah suatu kaum yang berkuasa atas wanita. Maka tatkala kita berhijrah ke Madinah, kita dapati kaum wanitanya yang menguasai kaum laki-laki. Sudah tentu wanita-wanita kita belajar dari mereka. Pada suatu hari saya memarahi istriku, tetapi dia membantahku. Kemudian saya menyalahkannya karena dia telah membantahku. Lalu dia menjawab: Kamu tidak bisa menyalahkanku, demi Allah, sesungguhnya para istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah membantah beliau, bahkan salah seorang di antaranya ada yang menjauhi beliau sampai larut malam. Maka saya menjawabnya: Sungguh malang dan merugilah siapa yang berbuat demikian. Apakah dia merasa aman dengan murka Allah karena kemarahan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam! Mendengar ucapanku itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersenyum. Saya melanjutkan: Wahai Rasulullah, saya baru saja datang dari rumah Hafshah, lalu saya berkata kepadanya: Janganlah kamu terpengaruh jika ada tetanggamu (madumu) yang lebih cantik dan lebih dicintai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam daripadamu. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tersenyum pula mendengarnya. Saya berkata: Saya mohon izin wahai Rasulullah (untuk tinggal lebih lama di sini). Beliau menjawab: "Ya, boleh." Lalu saya duduk sambil mendongakkan kepalaku melihat keadaan di sekitarku. Demi Allah, tidak ada sesuatu pun yang kelihatan selain tiga kantong. Lalu saya berkata: Berdo'alah kepada Allah wahai Rasulullah, semoga Dia melapangkan kehidupan untuk ummat anda. Sebab Allah Ta'la telah melapangkan penghidupan bangsa Persia dan Romawi, sedangkan mereka bangsa yang tidak menyembah Allah Azza wa Jalla. Mendengar penuturanku itu, beliau duduk, kemudian beliau bersabda: "Apakah kamu masih ragu wahai Ibnul Khaththab! Mereka memang disegerakan untuk menerima segala kebaikan dalam hidup di dunia (tapi mereka tidak akan memperoleh kehidupan akhirat -pent)." Saya berkata: "Mohonkanlah ampun untukku wahai Rasulullah!" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersumpah untuk tidak pulang ke rumah para istrinya selama sebulan, karena sangat tersinggung oleh tingkah laku mereka, sehingga beliau mendapatkan teguran dari Allah Azza Wa Jalla."

【34】

Shahih Muslim 2708: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim Al Handlali] dan [Muhammad bin Abi Umar] sedangkan lafazh haditsnya hampir sama, dia berkata: Ibnu Abi Umar berkata: Telah menceritakan kepada kami. Sedangkan Ishaq mengatakan: Telah mengabarkan kepada kami [Abdur Razzaq] telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] dari [Az Zuhri] berkata: Telah mengabarkan kepadaku [Urwah] dari ['Aisyah] dia berkata: Ketika telah berlalu dua puluh sembilan malam, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pertama kalinya menemuiku, maka saya bertanya: Wahai Rasulullah, anda telah bersumpah untuk tidak menemui kami selama sebulan, akan tetapi baru dua puluh sembilan hari saya menghitungnya, anda sudah menemuiku. Beliau bersabda: "Sesungguhnya sebulan itu dua puluh sembilan hari." Kemudian beliau melanjutkan: "Wahai 'Aisyah, sesungguhnya saya akan mengemukakan suatu perkara, maka janganlah kamu tergesa-gesa memutuskannya sebelum kamu bermusyawarah dengan kedua orang tuamu." Kemudian beliau membacakan ayat kepadaku, yaitu: "Wahai Nabi, katakanlah kepada para istrimu -sampai pada ayat- pahala yang besar". Aisyah berkata: Sungguh beliau telah mengetahui, demi Allah sesungguhnya kedua orang tuaku tidak akan mengizinkanku untuk berpisah dengannya. Dia (Aisyah) melanjutkan: Saya berkata: Apakah dengan urusan ini anda menyuruhku meminta pendapat dengan kedua orang tuaku! Sesungguhnya saya memilih Allah, Rasul-Nya dan kampung akhirat. [Ma'mar] berkata: Telah mengabarkan kepadaku [Ayyub] bahwasannya ['Aisyah] berkata: Janganlah anda mengabarkan kepada istri-istrimu yang lain kalau saya memilih anda. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepadanya: "Sesungguhnya Allah mengutusku sebagai orang yang menyampaikan dan tidak mengutusku sebagai orang yang menyusahkan." Qatadah mengatakan: Maksud dari kalimat "in shaghat qulubukuma", yakni: Hatimu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan)."

【35】

Shahih Muslim 2709: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] dia berkata: Saya membaca di hadapan [Malik] dari [Abdullah bin Yazid] mantan sahaya Al Aswad bin Sufyan, dari [Abu Salamah bin Abdurrahman] dari [Fathimah binti Qais] bahwa Abu Amru bin Hafsh telah menceraikannya dengan talak tiga, sedangkan dia jauh darinya, lantas dia mengutus seorang wakil kepadanya (Fathimah) dengan membawa gandum, (Fathimah) pun menolaknya. Maka (Wakil 'Amru) berkata: Demi Allah, kami tidak punya kewajiban apa-apa lagi terhadapmu. Karena itu, Fathimah menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menanyakan hal itu kepada beliau, beliau bersabda: "Memang, dia tidak wajib lagi memberikan nafkah." Sesudah itu, beliau menyuruhnya untuk menghabiskan masa iddahnya di rumah Ummu Syarik. Tetapi kemudian beliau bersabda: "Dia adalah wanita yang sering dikunjungi oleh para sahabatku, oleh karena itu, tunggulah masa iddahmu di rumah Ibnu Ummi Maktum, sebab dia adalah laki-laki yang buta, kamu bebas menaruh pakaianmu di sana, jika kamu telah halal (selesai masa iddah), beritahukanlah kepadaku." Dia (Fathimah) berkata: Setelah masa iddahku selesai, kuberitahukan hal itu kepada beliau bahwa Mu'awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Al Jahm telah melamarku, lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meninggalkan tongkatnya dari lehernya (suka memukul -pent), sedangkan Mu'awiyah adalah orang yang miskin, tidak memiliki harta, karena itu nikahlah dengan Usamah bin Zaid." Namun saya tidak menyukainya, beliau tetap bersabda: "Nikahlah dengan Usamah." Lalu saya menikah dengan Usamah, Allah telah memberikan limpahan kebaikan padanya hingga bahagia.

【36】

Shahih Muslim 2710: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] telah menceritakan kepada kami [Abdul Aziz yaitu Ibnu Abi Hazim]. Dan Qutaibah juga berkata: Telah menceritakan kepada kami [Ya'qub, yaitu Ibnu Abdirrahman Al Qari], sedangkan keduanya dari [Abu Hazim] dari [Abu Salamah] dari [Fathimah binti Qais] bahwa dia telah diceraikan oleh suaminya pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian (suaminya) memberi nafkah untuk dirinya kurang dari biasanya. setelah mengetahui hal itu, dia berkata: Demi Allah, sungguh saya akan meberitahukan hal ini kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, jika sekiranya saya masih berhak mendapatkannya dari mantas suamiku, maka saya akan mengambilnya untuk memperbaiki kehidupanku, namun jika saya tidak berhak mendapatkan nafkahnya lagi, maka saya tidak akan mengambilnya sedikit pun. Dia berkata: Lantas saya beritahukan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda: "Kamu tidak berhak lagi mendapatkan nafkah dan tempat tinggal darinya."

【37】

Shahih Muslim 2711: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] telah menceritakan kepada kami [Laits] dari ['Imran bin Abi Anas] dari [Abu Salamah] bahwa dia berkata: Saya pernah bertanya kepada [Fathimah binti Qais] lantas dia mengabarkan kepadaku bahwa suaminya yaitu Al Mahzumi telah menceraikannya dan dia enggan untuk memberikan nafkah kepadanya mantan istrinya, maka (mantan istrinya) datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan hal itu kepada beliau, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Memang, kamu sudah tidak berhak lagi menerima nafkah darinya, oleh karena itu pergilah dan tinggalah di rumah Ibnu Ummi Maktum, karena dia adalah laki-laki yang buta, hingga kamu bebas menaruh pakaianmu."

【38】

Shahih Muslim 2712: Dan telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Rafi'] telah menceritakan kepada kami [Husain bin Muhammad] telah menceritakan kepada kami [Syaiban] dari [Yahya], dia adalah Ibnu Abi Katsir, telah menceritakan kepadaku [Abu Salamah] bahwa [Fathimah binti Qais] saudara perempuan Ad Dhahak bin Qais, telah mengabarkan kepadanya: Bahwa Abu Hafsh bin Mughirah Al Mahzumi telah menceraikannya dengan talak tiga, kemudian dia pergi ke Yaman, lantas keluarga (Al Mahzumi) berkata kepada istrinya: Kamu tidak berhak lagi menerima nafkah darinya. Kemudian Khalid bin Walid bersama suatu rombongan mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka berkata: Sesungguhnya Abu Hafsh telah menceraikan istrinya dengan talak tiga, apakah istrinya masih berhak menerima nafkah darinya? Jawab Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Dia tidak berhak lagi menerima nafkah (dari mantan suaminya), suruhlah dia menunggu masa iddahnya." Lantas beliau mengutus seseorang untuk menemuinya yaitu agar tidak tergesa-gesa (sebelum beliau memutuskan perkaranya) dan menyuruhnya untuk tinggal di rumah Ummu Syarik, tidak lama setelah itu, beliau mengutus seseorang untuk menemuinya lagi bahwa Ummu Syarik sering kedatangan tamu dari orang-orang Muhajirin yang pertama, maka pindahlah ke rumah Ibnu Ummi Maktum yang telah buta matanya, sebab jika kamu menanggalkan kerudungmu, dia tidak akan melihatmu. Kemudian dia pindah ke rumah (Ibnu Ummi Maktum), setelah masa iddahnya habis, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menikahkannya dengan Usamah bin Zaid bin Haritsah. Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Ayyub], [Qutaibah bin Sa'id] dan [Ibnu Hujr] mereka berkata: Telah menceritakan kepada kami [Isma'il yaitu Ibnu Ja'far] dari [Muhammad bin Amru] dari [Abu Salamah] dari [Fathimah bnti Qais]. Dan diriwayatkan dari jalur lain: Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Bisyr] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin 'Amru] telah menceritakan kepada kami [Abu Salamah] dari [Fathimah binti Qais] dia berkata: Saya menulis hal itu dalam sebuah kitab, (Fathimah) berkata: Saya berada dalam tanggungan seorang laki-laki dari Bani Mahzum, lalu dia menceraikanku dengan talak tiga, kemudian saya mengutus seseorang untuk pergi kepada keluarganya untuk meminta nafkah bagiku. Kemudian mereka menceritakan hadits tersebut dengan makna hadits Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah, namun dalam hadits Muhammad bin 'Amru disebutkan: "Janganlah kamu mendahului kami (dalam memutuskan urusanmu)."

【39】

Shahih Muslim 2713: Telah menceritakan kepada kami [Hasan bin Ali Al Hulwani] dan [Abd bin Humaid] semuanya dari [Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'ad] telah menceritakan kepada kami [Ayahku] dari [Shalih] dari [Ibnu Syihab] bahwasannya [Abu Salamah bin Abdurrahman bin 'Auf] telah mengabarkan kepadanya, bahwa [Fathimah binti Qais] telah mengabarkan kepadanya, bahwa dirinya pernah menjadi istri Abu 'Amru bin Hafsh bin Mughirah, kemudian dia menceraikan istrinya yang terakhir kali dengan talak tiga, lalu dia (istrinya) berniat akan mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk meminta fatwa tentang apakah dia boleh keluar dari rumahnya (karena merasa tidak aman). Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhnya untuk tinggal di rumah Ibnu Ummi Maktum yang buta. Akan tetapi Marwan menolak membenarkan berita tentang wanita yang ditalak tiga diperbolehkan keluar meninggalkan rumahnya. 'Urwah berkata: Sesungguhnya 'Aisyah mengingkari hal itu terjadi pada Fathimah binti Qais. Dan telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Rafi'] telah menceritakan kepada kami [Hujain] telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] dengan isnad yang seperti ini, dengan perkataannya 'Urwah: "Bahwa 'Aisyah mengingkari hal itu terjadi pada diri Fathimah."

【40】

Shahih Muslim 2714: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim] dan [Abd bin Humaid] sedangkan lafazhnya dari 'Abd keduanya berkata: Telah mengabarkan kepada kami [Abdur Razzaq] telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dari ['Ubaidillah bin Abdullah bin 'Utbah] bahwa Abu 'Amru bin Hafsh bin Al Mughirah pernah pergi bersama Ali bin Abi Thalib menuju Yaman, kemudian dia mengutus seseorang untuk menceraikan istrinya yaitu [Fathimah binti Qais] dengan talak yang tersisa (yaitu talak tiga), lalu mantan suaminya menyuruh Al Harits bin Hisyam dan 'Ayyasy bin Abi Rabi'ah untuk memberi nafkah, maka keduanya berkata kepada mantan istri Abu 'Amru: "Demi Allah, kamu tidak berhak lagi untuk mendapatkan nafkah kecuali jika dirimu hamil." Kemudian mantan istrinya mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan perkataan dua orang saudara Amru kepadanya, beliau pun bersabda: "Memang, kamu sudah tidak berhak lagi mendapatkan nafkah." Dia pun meminta izin kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk pindah rumah, beliau pun mengizinkannya. Dia berkata: "Di mana saya harus tinggal wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Di rumah Ibnu Ummi Maktum, karena dia adalah laki-laki yang buta." Di rumah Ibnu Ummi Maktum dia bisa menanggalkan pakaiannya dan Ibnu Ummi Maktum tidak melihat. Ketika masa iddahnya habis, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menikahkannya dengan Usamah bin Zaid. Kemudian Marwan menyuruh Qabishah bin Dzu`aib untuk menanyakan tentang hadits ini, lalu Fathimah menyampaikan hadits ini, Marwan pun berkata: "Saya belum pernah mendengar hadits ini melainkan dari seorang wanita yang akan kami minta untuk menguatkan beritanya sebagaimana yang dikabarkan orang-orang kepadaku." Ketika berita Marwan sampai kepada Fathimah yang mengatakan bahwa antara saya dan kamu ada Al Qur`an, di mana Allah 'azza wajalla telah berfirman: "Janganlah kamu perbolehkan mereka keluar dari rumah-rumah mereka". Maka Fathimah menjawab: Ini bagi seorang wanita yang di talak raj'i (yaitu talak yang boleh diruju'), lalu apa yang terjadi setelah talak tiga, bagaimana kamu mengatakan tidak berhak mendapatkan nafkah melainkan jika hamil. Maka atas dasar apa kamu mencegahnya (keluar rumah untuk mencari penghidupan -pent)?.

【41】

Shahih Muslim 2715: Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Husyaim] telah mengabarkan kepada kami [Sayyar], [Hushain], [Mughirah], [Asy'ats], [Mujalid], [Isma'il bin Abi Khalid], dan [Daud], semuanya dari [Asy Sya'bi] dia berkata: Saya pernah menemui [Fathimah binti Qais] untuk menanyakan tentang keputusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atas dirinya. Dia menjawab: Dulu suamiku pernah menceraikanku dengan talak tiga. Dia melanjutkan: Kemudian saya mengadukannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai tempat tinggal dan nafkah. Dia melanjutkan: Namun beliau tidak menjadikan tempat tinggal untukku dan tidak juga nafkah, bahkan beliau menyuruhku menunggu masa iddah di rumah Abdullah bin Ummi Maktum." Dan telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] telah mengabarkan kepada kami [Husyaim] dari [Hushain], [Daud], [Mughirah], [Isma'il], dan [Asy'ats] dari [Asy Sya'bi] bahwa dia berkata: Saya pernah menemui [Fathimah binti Qais]. Seperti hadits Zuhair dari 'Ashim.

【42】

Shahih Muslim 2716: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Habib] telah menceritakan kepada kami [Khalid bin Al Harits Al Hujaimi] telah menceritakan kepada kami [Qurrah] telah memberitakan kepada kami [Sayyar Abu Al Hakam] telah memberitakan kepada kami [Asy Sya'bi] dia berkata: Kami pernah menemui, [Fathimah binti Qais], kemudian dia menghidangkan kepada kami kurma basah dan adonan sawiq, lalu kami bertanya kepadanya tentang seorang wanita ditalak tiga oleh suaminya, di manakah seharusnya dia menunggu masa iddahnya? Dia menjawab: "Saya pernah ditalak mantan suamiku dengan talak tiga, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengizinkanku untuk menunggu masa iddahku di rumah keluargaku."

【43】

Shahih Muslim 2717: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] dan [Ibnu Basyar] keduanya telah berkata: Telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi] telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Salamah bin Kuhail] dari [Asy Sya'bi] dari [Fathimah binti Qais] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, mengenai seorang wanita yang ditalak suaminya dengan talak tiga, beliau bersabda: "Dia tidak berhak mendapatkan tempat tinggal dan nafkah."

【44】

Shahih Muslim 2718: Telah memberitakan kepadaku [Ishaq bin Ibrahim Al Handlali] telah mengabarkan kepada kami [Yahya bin Adam] telah menceritakan kepada kami [Ammar bin Ruzaiq] dari [Abu Ishaq] dari [As Sya'bi] dari [Fathimah binti Qais] dia berkata: "Suamiku telah menceraikanku dengan talak tiga, oleh karena itu saya hendak pindah rumah, lalu saya menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lantas beliau bersabda: "Pindahlah ke rumah anak saudaramu, yaitu Amru bin Ummi Maktum dan tunggulah masa iddahmu di sana."

【45】

Shahih Muslim 2719: Dan telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Amru bin Jabalah] telah menceritakan kepada kami [Abu Ahmad] telah menceritakan kepada kami [Ammar bin Ruzaiq] dari [Abu Ishaq] dia berkata: Saya pernah duduk di Masjid Jami' bersama Al Aswad bin Yazid dan juga Asy Sya'bi, lalu [Asy Sya'bi] menceritakan hadits [Fathimah binti Qais], bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menjadikan hak tempat tinggal dan nafkah untuknya. Kemudian Al Aswad mengambil segenggam kerikil dan melemparnya sambil berkata: Celaka kamu, kenapa kamu menceritakan seperti ini? Umar telah berkata: Saya tidak akan meninggalkan Kitabullah dan Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam karena perkataan seorang wanita, kita tidak tahu, bisa saja dia benar-benar hafal atau memang dia itu lupa, sebenarnya dia masih berhak mendapatkan nafkah dan tempat tinggal, kerena Allah Azza Wa Jalla telah berfirman: "Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang." Dan telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Abdah Ad Dlabi] telah menceritakan kepada kami [Abu Daud] telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Ma'adz] dari [Abu Ishaq] dengan isnad ini sebagaimana hadits Abu Ahmad dari 'Ammar bin Zuraiq dengan alur ceritanya.

【46】

Shahih Muslim 2720: Dan telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Waki'] telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Abu Bakar bin Abi Jahm bin Shuhair Al Adawi] dia berkata: Saya mendengar [Fathimah binti Qais] -Bahwa suaminya telah menceraikannya dengan talak tiga, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun tidak menjadikan untuknya nafkah dan tempat tinggal- dia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadaku: "Jika kamu telah halal (selesai masa iddah), maka beritahukanlah kepadaku." Setelah masa iddahku selesai, saya memberitahukan kepada beliau. Tidak lama kemudian Mu'awiyah, Abu Jahm, dan Usamah bin Zaid datang melamarnya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Mu'awiyah adalah orang yang miskin harta, sedangkan Abu Jahm suka memukul wanita, sebaiknya kamu memilih Usamah." Maka Fathimah mengelak dan berisyarat dengan tangannya tanda tidak setuju, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: "Ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya adalah lebih baik bagimu." Fathimah berkata: Kemudian saya menikah dengan Usamah, ternyata saya bahagia.

【47】

Shahih Muslim 2721: Dan telah menceritakan kepadaku [Ishaq bin Manshur] telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman] dari [Sufyan] dari [Abu Bakar bin Abu Al Jahm] dia berkata: Saya mendengar [Fathimah binti Qais] berkata: Suatu hari suamiku, yaitu Abu Amru bin Hafsh bin Al Mughirah mengutus Ayyasy bin Abi Rabi'ah untuk menceraikanku dengan membawa lima sha' kurma dan lima sha' gandum. Maka saya berkata: "Saya hanya diberi nafkah segini, tidakkah kamu mengizinkanku menunggu masa iddah di rumah kalian?" Ayyash menjawab: "Tidak." Fathimah melanjutnya ceritanya: Kemudian saya mengenakan bajuku dan bergegas menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bertanya: "Sudah berapa kali dia menceraikanmu?" Saya menjawab: "Tiga kali." Beliau bersabda: "Dia benar, memang kamu tidak berhak lagi mendapatkan nafkah darinya, oleh karena itu, tunggulah masa iddahmu di tempat anak pamanmu yaitu Ibnu Ummi Maktum, sebab dia telah buta sehingga kamu bebas apabila hendak menanggalkan pakaianmu, jika telah berakhir masa iddahmu, maka beritahukanlah kepadaku." Fathimah berkata: Tidak lama kemudian, beberapa orang melamarku, di antaranya adalah Mu'awiyah dan Abu Jahm. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Mu'awiyah adalah orang yang susah sedangkan Abu Jahm adalah orang yang keras terhadap wanita atau suka mukul wanita atau berkata seperti itu, akan tetapi menikahlah dengan Usamah bin Zaid." Dan telah menceritakan kepadaku [Ishaq bin Manshur] telah mengabarkan kepada kami [Abu 'Ashim] telah menceritakan kepada kami [Sufyan Ats Tsauri] telah menceritakan kepadaku [Abu Bakar bin Abi Jahm] dia berkata: Saya dan Abu Salamah bin Abdirrahman menemui [Fathimah binti Qais] dan bertanya kepadanya. Dia menceritakan: Mulanya saya adalah istri Abu 'Amru bin Hafsh bin Mughirah, kemudian dia pergi berperang pada perang Najran…, kemudian dia meneruskan hadits tersebut seperti hadits Ibnu Mahdi, namun dia menambahkan: Fathimah berkata: Kemudian saya menikah dengannya, maka Allah memuliakanku dengan Abu Zaid." Dan telah menceritakan kepada kami [Ubaidillah bin Mu'adz Al 'Anbari] telah menceritakan kepada kami [ayahku] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] telah menceritakan kepadaku [Abu Bakar] dia berkata: Saya dan Abu Salamah menemui [Fathimah binti Qais] ketika pemerintahan Ibnu Zubair, kemudian dia menceritakan kepada kami bahwa suaminya pernah menceraikannya dengan talak tiga…, seperti hadits Sufyan.

【48】

Shahih Muslim 2722: Dan telah menceritakan kepada kami [Hasan bin Ali Al Hulwani] telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Adam] telah menceritakan kepada kami [Hasan bin Shalih] dari [As Suddi] dari [Al Bahi] dari [Fathimah binti Qais] dia berkata: Mantan suamiku pernah menceraikanku dengan talak tiga, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memutuskan bhawa saya tidak berhak mendapatkan tempat tinggal dan nafkah.

【49】

Shahih Muslim 2723: Telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib] telah menceritakan kepada kami [Abu Usamah] dari [Hisyam] telah menceritakan kepadaku [ayahku] dia berkata: Yahya bin Sa'id bin Al 'Ash menikahi anak perempuan Abdurrahman bin Al Hakam, lalu ia menceraikannya dan mengeluarkannya dari rumahnya. Urwah pun mencela perbuatan mereka, akhirnya mereka berkata: Sesungguhnya Fathimah juga pernah dikeluarkan dari rumahnya. Urwah berkata: Akhirnya saya mendatangi ['Aisyah] dan memberitahukan hal itu kepadanya. Lantas dia mengatakan: Mestinya perkara Fatimah bin Qais lebih layak disebut daripada kejadian ini.

【50】

Shahih Muslim 2724: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] telah menceritakan kepada kami [Hafsh bin Ghiyats] telah menceritakan kepada kami [Hisyam] dari [ayahnya] dari [Fathimah binti Qais] dia berkata: Saya pernah mengadu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Wahai Rasulullah, suamiku telah menceraikanku dengan talak tiga, saya khawatir jika dia akan berbuat jahat kepadaku." Dia (perawi) melanjutkan: Akhirnya beliau menyuruhnya (untuk pindah rumah-pent), kemudian dia pun keluar dari rumahnya.

【51】

Shahih Muslim 2725: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja'far] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Abdurrahman bin Qasim] dari [ayahnya] dari ['Aisyah] bahwa dia berkata: "Mestinya masalah Fathimah lebih layak untuk disebutkan." Dia berkata: Yaitu perkataannya: "Tidak berhak mendapatkan tempat tinggal dan nafkah."

【52】

Shahih Muslim 2726: Dan telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Manshur] telah mengabarkan kepada kami [Abdurrahman] dari [Sufyan] dari [Abdurrahman bin Qasim] dari [Ayahnya] dia berkata: Urwah bin Az Zubair pernah bertanya kepada 'Aisyah: "Tidakkah kamu melihat Fulanah binti Hakam yang telah diceraikan oleh suaminya dengan talak tiga, lalu dia keluar rumah?" Maka [Aisyah] berkata: "Sungguh buruk apa yang telah ia lakukan!" Maka 'Urwah berkata: "Tidakkah kamu pernah mendengar perkataan Fathimah?" Dia menjawab: "Tidak baik baginya jika disebutkan hal itu."

【53】

Shahih Muslim 2727: Dan telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Hatim bin Maimun] telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari [Ibnu Juraij] dan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Rafi'] telah menceritakan kepada kami [Abdur Razzaq] telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Juraij] dan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku [Harun bin Abdullah] sedangkan lafazhnya dari dia, telah menceritakan kepada kami [Hajjaj bin Muhammad] dia berkata: [Ibnu Juraij] berkata: Telah mengabarkan kepadaku [Abu Az Zubair] bahwa dia pernah mendengar [Jabir bin Abdullah] berkata: "Bibiku dicerai oleh suaminya, lalu dia ingin memetik buah kurma, namun dia dilarang oleh seorang laki-laki untuk keluar rumah." Setelah itu istriku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menanyakan hal itu, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Ya, boleh! Petiklah buah kurmamu, semoga kamu dapat bersedekah atau berbuat kebajikan."

【54】

Shahih Muslim 2728: Telah menceritakan kepada kami [Abu Ath Thahir] dan [Harmalah bin Yahya] sedangkan lafazh haditsnya hampir sama, Harmalah mengatakan: Telah menceritakan kepada kami, sedangkan Abu Thahir mengatakan: Telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Wahb] telah menceritakan kepadaku [Yunus bin Yazid] dari [Ibnu Syihab] telah menceritakan kepadaku [Ubaidullah bin Abdillah bin 'Utbah bin Mas'ud] bahwa [ayahnya] pernah menulis kepada [Umar bin Abdullah bin Arqam Az Zuhri] dan memerintahkannya untuk menemui [Subai'ah binti Al Harits Al Aslamiyah] untuk menanyakan tentang riwayat haditsnya dan mengenai permasalahan apa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepadanya ketika dia meminta fatwa. Umar bin Abdillah menulis surat kepada Abdullah bin 'Utbah dan mengabarkan kepadanya bahwa Suba'iah pernah mengabarkan kepadanya: Bahwa dia adalah istri Sa'ad bin Khaulah dari suku 'Amir bin Lu'ai. Sedangkan Sa'ad adalah salah seorang sahabat yang ikut berperang dalam peperangan Badar, dia meninggal dunia ketika Haji Wada' di saat istrinya hamil tua. Beberapa hari setelah dia wafat, istrinya pun melahirkan. Setelah istrinya suci dari nifas, dia pun berhias diri karena mengharap supaya dia dilamar orang. Tidak lama kemudian datanglah Abu Sanabil bin Ba'kak -seorang laki-laki dari Bani Abdid Dar- dia berkata kepadanya: "Saya melihatmu berhias diri, barang kali kamu berharap untuk menikah lagi. Demi Allah, kamu belum boleh menikah lagi sebelum lewat empat bulan sepuluh hari." Kata Subai'ah: Setelah dia berkata demikian kepadaku, lalu saya langsung mengenakan pakaianku dan pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kutanyakan masalah tersebut kepada beliau. Kemudian beliau berfatwa kepadaku bahwa sebenarnya saya sudah halal untuk menikah setelah melahirkan anakku, bahkan beliau menyuruhku menikah lagi jika saya berkenan. Ibnu Syihab mengatakan: "Maka saya berpendapat bolehnya seorang wanita menikah setelah melahirkan, meskipun ia masih mengeluarkan darah, asal suaminya tidak menyetubuhinya hingga ia suci."

【55】

Shahih Muslim 2729: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna Al 'Anazi] telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahab] dia berkata: Saya telah mendengar [Yahya bin Sa'id] telah mengabarkan kepadaku [Sulaiman bin Yasar] bahwa Abu Salamah bin Abdurrahman dan Ibnu Abbas berkumpul bersama Abu Hurairah, sedangkan keduanya menyebutkan mengenai seorang wanita yang melahirkan, setelah kematian suaminya beberapa malam, maka Ibnu Abbas mengatakan: "Iddahnya adalah akhir dari dua masa (yaitu masa iddah dan kelahiran)." Sedangkan Abu Salamah mengatakan: "Iddahnya telah selesai karena kelahiran." Maka keduanya saling bersengketa mengenai masalah tersebut. Maka Abu Hurairah berkata: "Saya dan anak saudaraku yaitu Abu Salamah akhirnya mengutus [Kuraib] mantan sahaya Ibnu Abbas untuk menemui [Ummu Salamah] dan menanyakan permasalahan tersebut, tidak lama kemudian Kuraib kembali kepada mereka dan memberitahukan bahwa Ummu Salamah berkata: "Sesungguhnya Subai'ah Al Aslamiyah pernah melahirkan setelah kematian suaminya beberapa hari, kemudian dia memberitahukan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau menyuruhnya menikah." Dan telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Rumh] telah menceritakan kepada kami [Al Laits]. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah] dan [Amru An Naqid] keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun] keduanya dari [Yahya bin Sa'id] dengan isnad ini namun dalam haditsnya Al Laits mengatakan: "Kemudian mereka mengutusnya untuk menemui Ummu Salamah." Tidak [menyebutkan nama] Kuraib.

【56】

Shahih Muslim 2730: Dan telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] dia berkata: Saya membaca di depan [Malik] dari [Abdullah bin Abu Bakar] dari [Humaid bin Nafi'] dari [Zaenab binti Abi Salamah] bahwa dirinya telah mengabarkan kepadanya tentang ketiga hadits ini, Humaid berkata: Zaenab mengatakan: Saya pernah menemui [Ummu Habibah] istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sesaat setelah ayahnya yaitu Abu Sufyan meninggal dunia, kemudian Ummu Habibah meminta untuk diambilkan khuluq (yaitu sejenis wewangian yang berwarna kuning), atau yang sejenis itu, kemudian dia meminyaki budak perempuannya dan mengolesi kedua pelipisnya sendiri, lalu dia berkata: "Demi Allah, sebenarnya saya tidak membutuhkan wewangian ini, kalaulah bukan karena saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di atas mimbar: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan ihdad (berkabung dengan meninggalkan berhias) terhadap mayyit melebihi tiga hari, kecuali kematian suaminya yaitu empat bulan sepuluh hari."

【57】

Shahih Muslim 2731: Dan telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] dia berkata: Saya membaca di depan [Malik] dari [Abdullah bin Abu Bakar] dari [Humaid bin Nafi'] dari [Zaenab] berkata: Kemudian saya menemui [Zaenab binti Jahsy] ketika dia ditinggal wafat oleh saudaranya, lantas dia meminta diambilkan wewangian dan meminyai dirinya, kemudian dia berkata: "Demi Allah, sebenarnya saya tidak membutuhkan wewangian seperti ini, hanya saja saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di atas mimbar: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan ihdad atas mayyit melebih tiga hari, kecuali karena kematian suaminya yaitu empat bulan sepuluh hari."

【58】

Shahih Muslim 2732: Dan telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] dia berkata: Saya membaca di depan [Malik] dari [Abdullah bin Abu Bakar] dari [Humaid bin Nafi'] dari [Zaenab] berkata: Saya mendengar [Ibuku yaitu Ummu Salamah] berkata: Seorang wanita datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sambil berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya anak perempuanku telah ditinggal wafat oleh suaminya, hingga matanya menjadi bengkak, bolehkan saya mencelakinya?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Tidak boleh, " beliau mengucapkan sampai dua kali atau tiga kali. Dengan mengatakan: "Tidak boleh, hal itu hanya di perbolehkan setelah empat bulan sepuluh hari, sungguh di masa Jahiliyah salah seorang dari kalian ada yang melemparkan kotoran di penghujung tahun." Humaid mengatakan: Saya bertanya kepada Zainab: Kenapa dia melemparkan kotoran di penghujung tahun?." Maka Zainab menjawab: "Dulu seorang perempuan apabila suaminya meninggal, dia tidak keluar rumah dan mengenakan pakaian yang jelek-jelek serta tidak memakai wewangian ataupun perhiasan apapun sampai setahun lamanya. Setelah itu, perempuan tersebut diberi seekor hewan-keledai, kambing atau burung- lalu dia menjatuhkan sesuatu pada hewan tersebut sampai hewan tersebut kebanyakan mati, setelah itu perempuan tersebut diberi kotoran hewan, kemudian dia melemparkannya. Setelah itu dia diperkenankan memakai wewangian yang ia suka atau selainnya.

【59】

Shahih Muslim 2733: Dan telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja'far] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Humaid bin Nafi'] dia berkata: Saya mendengar [Zaenab binti Ummu Salamah] berkata: [Saudara Ummu Habibah] telah meninggal dunia, kemudian dia meminta diambilkan shufrah (sejenis tumbuhan), dan mengolesi kedua hastanya, lalu dia berkata: "Saya melakukan hal ini karena saya penah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan ihdad melebihi tiga hari kecuali karena kematian suaminya, yaitu empat bulan sepuluh hari." Dan [Zainab] telah bercerita dari [ibunya] dan dari [Zainab] istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau dari salah seorang istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

【60】

Shahih Muslim 2734: Dan telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja'far] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Humaid bin Nafi'] dia berkata: Saya mendengar [Zaenab binti Ummu Salamah] telah menceritakan dari [ibunya] bahwa seorang wanita telah ditinggal mati oleh suaminya, sehingga keluarganya khawatir matanya bengkak (karena banyak menangis), lalu mereka mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan meminta izin untuk mencelakinya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh dahulu salah seorang dari kalian pernah ditaruh di rumah yang paling jelek selama satu tahun, jika ada seekor anjing yang lewat, maka dia akan melemparnya dengan kotoran, barulah dia diperbolehkan keluar, tidakkah ia menunggu empat bulan sepuluh hari?." Dan telah menceritakan kepada kami ['Ubaidullah bin Mu'adz] telah menceritakan kepada kami [bapakku] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Humaid bin Nafi'] dengan dua hadits.

【61】

Shahih Muslim 2735: Dan telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abi Syaibah] dan [Amru An Naqid] keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun] telah mengabarkan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari [Humaid bin Nafi'] bahwasannya dia mendengar [Zaenab binti Abi Salamah] menceritakan dari [Ummu Salamah] dan [Ummu Habibah], keduanya menyebutkan bahwa seorang wanita menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan kepada beliau bahwa putrinya telah ditinggal mati oleh suaminya, hingga matanya bengkak dan dia hendak mencelakinya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh dahulu wanita dari kalian (yang ditinggal mati suaminya) salalu melemparkan kotoran di penghujung tahun, sedangkan sekarang ini bagi dia hanyalah empat bulan sepuluh hari."

【62】

Shahih Muslim 2736: Dan telah menceritakan kepada kami [Amru An Naqid] dan [Ibnu Abi Umar] sedangkan lafazhnya dari Amru, telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Ayyub bin Musa] dari [Humaid bin Nafi'] dari [Zaenab binti Abi Salamah] dia berkata: Tatkala [Ummu Habibah] didatangi seseorang dengan berita wafatnya Abu Sufyan, setelah berlalu tiga hari dia meminta diambilkan shufrah (sejenis tumbuhan yang harum baunya), kemudian dia mengolesi kedua hastanya dan kedua pelipisnya sambil berkata: "Sebenarnya saya tidak membutuhkan ini semua, hanya saja saya pernah mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan ihdad melebihi tiga hari, kecuali karena kematian suaminya, yaitu berkabung selama empat bulan sepuluh hari."

【63】

Shahih Muslim 2737: Dan telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] dan [Qutaibah] dan [Ibnu Rumh] dari [Al Laits bin Sa'ad] dari [Nafi'] bahwa [Shafiyyah binti Abi Ubaid] telah menceritakan kepadanya dari [Hafshah] atau dari ['Aisyah] atau dari keduanya bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir atau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya melakukan ihdad karena kematian saudaranya melebihi tiga hari kecuali karena kematian suaminya." Dan telah menceritakan kepada kami pula [Syaiban bin Farrukh] telah menceritakan kepada kami [Abdul Aziz] yaitu Ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Dinar] dari [Nafi'] dengan isnad haditsnya Al Laits seperti riwayatnya. Dan telah menceritakan kepada kami [Abu Ghazzan Al Misma'i] dan [Muhammad bin Al Mutsanna] keduanya berkata: Telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahhab] dia berkata: Saya mendengar [Yahya bin Sa'id] berkata: Saya mendengar [Nafi'] telah menceritakan dari [Shafiyyah binti Ab Ubaid] bahwa dia telah mendengar [Hafshah binti Umar] istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah menceritakan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seperti hadits Al Laits dan Ibnu Dinar dengan menambahan: Bahwa wanita melakukan ihdad (berkabung) karena kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. Dan telah menceritakan kepada kami [Abu Ar Rabi'] telah menceritakan kepada kami [Hammad] dari [Ayyub]. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami [Ibnu Numair] telah menceritakan kepada kami [ayahku] telah menceritakan kepada kami ['Ubaidullah] semuanya dari [Nafi'] dari [Shafiyyah binti Abi Ubaid] dari [sebagian istri Nabi] shallallahu 'alaihi wa sallam dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan hadits mereka.

【64】

Shahih Muslim 2738: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] dan [Abu Bakar bin Abu Syaibah], [Amru An Naqid] dan [Zuhair bin Harb] sedangkan lafazhnya dari Yahya, dia mengatakan: Telah mengabarkan kepada kami. Sedangkan yang dua mengatakan: Telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Az Zuhri] dari [Urwah] dari ['Aisyah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk melakukan ihdad karena kematian seseorang melebihi tiga hari, kecuali karena kematian suaminya."

【65】

Shahih Muslim 2739: Dan telah menceritakan kepada kami [Hasan bin Rabi'] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Idris] dari [Hisyam] dari [Hafshah] dari [Ummu 'Athiyah] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Tidak boleh bagi seorang wanita melakukan ihdad karena kematian seseorang melebihi tiga hari, kecuali karena kematian suaminya yaitu empat bulan sepuluh hari, dan tidak boleh menggunakan pakaian yang berwarna warni, melainkan hanya memakai pakaian yang kasar (kain beludru), dan tidak boleh menggunakan celak mata, dan tidak boleh memakai wewangian kecuali jika masa iddahnya telah habis, maka diperbolehkan baginya memakai qusth dan adzfar (sejenis pohon yang harum baunya)." Dan telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Abu Syaibah] telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Numair] dan diganti dengan jalur periwayatan yang lain, dari [Amru] telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun] keduanya dari [Hisyam] dengan sanad ini.

【66】

Shahih Muslim 2740: Telah menceritakan kepada kami [Abu Rabi' Az Zahrani] telah menceritakan kepada kami [Hammad] telah menceritakan kepada kami [Ayyub] dari [Hafshah] dari [Ummu 'Athiyah] dia berkata: Kami melarang wanita yang melakukan ihdad karena kematian seseorang lebih dari tiga hari kecuali karena kematian suaminya yaitu empat bulan sepuluh hari, dan kami melarangnya untuk bercelak, memakai minyak wangi, memakai pakaian berwarna warni, dan diperbolehkan bagi seorang wanita memakai qusth dan adzfar jika telah bersuci dari masa haidlnya.