5. Puasa

【1】

Sunan Tirmidzi 618: Telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib Muhammad bin 'Ala' bin Kuraib] telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin 'Ayasy] dari [A'masy] dari [Abu Shalih] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Pada malam pertama bulan Ramadlan syetan-syetan dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satupun pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satupun pintu yang tertutup, serta seorang penyeru menyeru, wahai yang mengharapkan kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang mengharapkan keburukan/maksiat berhentilah, Allah memiliki hamba-hamba yang selamat dari api neraka pada setiap malam di bulan Ramadlan". (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abdurrahman bin 'Auf dan Ibnu Ma'ud serta Salman.

【2】

Sunan Tirmidzi 619: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami ['Abdah] dan [Al Muharibi] dari [Muhammad bin Amru] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Barang siapa yang berpuasa Ramadlan dengan keimanan dan mengharap pahala dari Allah ta'ala niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu, dan barang siapa yang shalat pada malam lailatul qadar niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu (dosa kecil) ". Ini merupakan hadits shahih. Abu 'Isa berkata: hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Abu Bakar bin 'Ayyasy merupakan hadits gharib, kami tidak mengetahuhi seperti riwayat Abu Bakar bin 'Ayyasy dari A'masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah kecuali dari riwayatnya Abu Bakar. Dia (perawi) berkata: saya bertanya kepada Muhammad bin Isma'il tentang hadits ini, dia menjawab, telah menceritakan kepada kami Hasan bin Rabi' telah menceritakan kepada kami Al Ahwash dari A'masy dari Mujahid mengenai sabdanya: "Pada malam pertama di bulan Ramadlan..." lalu dia menuturkan hadits di atas. Muhammad berkata: riwayat ini menurutku lebih shahih dari riwayat Abu Bakr bin 'Ayyasy.

【3】

Sunan Tirmidzi 620: Telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib] telah menceritakan kepada kami ['Abdah bin Sulaiman] dari [Muhammad bin Amru] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Janganlah kalian mendahului berpuasa sehari atau dua hari (sebelum bulan Ramadlan) kecuali jika bertepatan dengan hari puasa yang biasa kalian lakukan, mulailah berpuasa setelah melihat hilal dan berbukalah dengan melihat hilal pula, jika cuaca mendung, maka genapkanlah puasa tiga puluh hari kemudian berbukalah." (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari sebagian shahabat Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam. Abu 'Isa berkata: hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan shahih dan diamalkan oleh para ulama, mereka membenci seseorang yang berpuasa sehari sebelum masuk bulan Ramadlan kecuali jika seseorang berpuasa bertepatan dengan hari puasa yang biasa dia lakukan, menurut mereka hal ini tidak menjadi masalah.

【4】

Sunan Tirmidzi 621: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Ali bin Mubarrak] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Janganlah mendahului untuk berpuasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadlan, kecuali jika seseorang terbiasa berpuasa, maka dia boleh berpuasa. Abu 'Isa berkata: ini ini adalah hadits hasan shahih.

【5】

Sunan Tirmidzi 622: Telah menceritakan kepada kami [Abu Sa'id Abdullah bin Sa'id Al Asyajj] telah menceritakan kepada kami [Abu Khalid Al Ahmar] dari [Amru bin Qais Al Mula'i] dari [Abu Ishaq] dari [Shilah bin Zufar] dia berkata: ketika kami bersama ['Ammar bin Yasir] lalu dihidangkan kambing yang telah dibakar, kemudian dia berkata: Makanlah. Lantas sebagian orang beranjak mundur sambil berkata: saya sedang berpuasa, dia berkata: barang siapa yang berpuasa pada hari syak (yang diragukan apakah tanggal tiga puluh sya'ban atau awal Ramadlan) maka dia telah durhaka terhadap Abul Qasim (Rasulullah). (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Hurairah dan Anas. Abu 'Isa berkata: hadits 'Ammar merupakan hadits hasan shahih dan diamalkan oleh kebanyakan ulama dari kalangan shahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam dan orang-orang sepeninggal mereka dari para tabi'in, ini juga pendapat Sufyan Ats Tsauri, Malik bin Anas, Abdullah bin Al Mubarak, Syafi', Ahmad dan Ishaq, mereka membenci orang yang berpuasa pada hari syak, jika ternyata hari itu adalah awal Ramadlan, maka dia wajib mengqadla' satu hari sebagai gantinya.

【6】

Sunan Tirmidzi 623: Telah menceritakan kepada kami [Muslim bin Hajjaj] telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Yahya] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Muhammad bin Amru] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Hitunglah hari-hari bulan Sya'ban untuk mengetahui awal bulan Ramadlan". Abu 'Isa berkata: hadits Abu Hurairah merupakan hadits gharib, kami tidak mengetahui kecuali dari hadits Abu Mu'awiyah, dan yang shahih adalah hadits yang diriwayatkan dari Muhammad bin Amru dari Abu Salamah dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Janganlah berpuasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadlan." Demikian juga diriwayatkan dari [Yahya bin Katsir] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam seperti hadits Muhammad bin Amru Al Laitsi.

【7】

Sunan Tirmidzi 624: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Abu Al Ahwash] dari [Simak bin Harb] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] dia berkata Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian berpuasa sehari sebelum Ramadlan dan mulailah berpuasa setelah melihat hilal serta berbukalah (yaitu akhir bulan Ramadlan) setelah melihat hilal, jika cuaca mendung genapkanlah hitungan tiga puluh hari". Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Hurairah, Abu Bakrah dan Ibnu Umar. Abu 'Isa berkata: hadits Ibnu Abbas merupakan hadits hasan shahih dan telah diriwayatkan melalui lebih dari satu jalur.

【8】

Sunan Tirmidzi 625: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Zakariya bin Abu Zaidah] telah mengabarkan kepadaku [Isa bin Dinar] dari [ayahnya] dari [Amru bin Harits bin Abu Dlirar] dari [Ibnu Mas'ud] dia berkata: tidaklah puasaku bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam dua puluh sembilan hari lebih banyak dari pada puasa kami bersama beliau sebanyak tiga puluh hari. Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Umar, Abu Hurairah, 'Aisyah, Sa'ad bin Abu Waqqash, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Anas, Jabir, Ummu Salamah, Abu Bakrah. Bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: "Satu bulan terdiri dari dua puluh sembilan hari."

【9】

Sunan Tirmidzi 626: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Ja'far] dari [Humaid] dari [Anas] bahwasanya dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam berjanji untuk tidak mendatangi istri-istrinya sebulan penuh, lalu beliau berdiam diri di sebuah ruangan selama dua puluh sembilan hari, para shahabat bertanya, Wahai Rasulullah, tuan telah berdiam diri selama satu bulan penuh, beliau bersabda: " Satu bulan itu (lebih banyak) terdiri dari dua puluh sembilan (hari)." Abu 'Isa berkata: ini merupakan hadits hasan shahih.

【10】

Sunan Tirmidzi 627: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Isma'il] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ash Shabah] telah menceritakan kepada kami [Al Walid bin Abu Tsaur] dari [Simak] dari ['Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] dia berkata: seorang baduwi datang menemui Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam sambil berkata: sesungguhnya saya telah melihat hilal (Ramadlan), beliau bertanya: " Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ilah selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah?" Dia menjawab, Iya, Nabi berkata kepada Bilal: "Wahai Bilal, umumkan agar manusia mulai berpuasa besok." Telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib] telah menceritakan kepada kami [Husain Al Ju'fi] dari [Zaidah] dari [Simak] seperti hadits diatas dengan sanad yang sama. Abu 'Isa berkata: didalam hadits Ibnu Abbas terdapat perselisihan, [Sufyan Ats Tsauri] dan yang lainnya meriwayatkan hadits ini dari [Simak] dari [Ikrimah] dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam secara mursal. Sebagian besar shahabat Simak meriwayatkannya dari Simak dari Ikrimah dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam secara mursal dan hadits ini diamalkan oleh kebanyakan ulama, mereka berkata: diterimanya persaksian seorang laki-laki dalam awal puasa ini juga merupakan pendapatnya Ibnu Al Mubarak, Syafi'i dan Ahmad dan Penduduk Kufah. Ishaq berkata: Tidak diterima kesaksian satu orang untuk awal puasa akan tetapi harus dua orang. Para Ulama tidak berselisih pendapat mengenai akhir Ramadlan, bahwa tidak diterima (persaksian ru'yah hilal) kecuali disaksikan oleh dua orang laki-laki.

【11】

Sunan Tirmidzi 628: Telah menceritakan kepada kami [Abu Salamah Yahya bin Khalaf Al Bashri] telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Al Mufadldlal] dari [Khalid Al Khadzdza'] dari [Abdurrahman bin Abu Bakrah] dari [ayahnya] dia berkata: Rosulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Dua bulan ied yang tidak kurang (dari tiga puluh) yaitu Ramadlan dan Dzul Hijjah." Abu 'Isa berkata: hadits Abu Bakrah merupakan hadits hasan, hadits ini telah diriwayatkan juga dari Abdurrahman bin Abu Bakrah dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam secara mursal. Ahmad berkata: makna hadits ini ialah, dua-duanya tidak akan kurang bersamaan dari tiga puluh hari dalam satu tahun jika salah satu berjumlah dua puluh sembilan maka yang satunya sempurna berjumlah tiga puluh hari. Ishaq berkata: artinya meskipun berjumlah dua puluh sembilan hari dia termasuk sempurna pahalanya dan tidak berkurang, Ishaq juga berpendapat bahwa kedua bulan tersebut dapat berkurang bersamaan dalam satu tahun.

【12】

Sunan Tirmidzi 629: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Ja'far] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Abu Harmalah] telah mengabarkan kepadaku [Kuraib], bahwasanya: Ummul Fadl mengutusnya untuk menemui Mu'awiyah di Syam guna suatu keperluan, dia berkata: sesampainya saya di Syam dan selesai dengan kebutuhannya, tiba-tiba terlihat olehku hilal bulan Ramadlan, sedangkan saya berada di Syam. kami melihatnya pada malam jum'at kemudian saya kembali ke Madinah pada akhir bulan Ramadlan lantas [Ibnu Abbas] menyebutkan mengenai hilal, kapan kalian melihat hilal? Saya menjawab, Kami melihatnya pada malam jumat, dia berkata: kamu melihatnya pada malam jumat?, saya menjawab, semua orang melihatnya, lalu mereka berpuasa, begitu juga dengan Mu'awiyah. Ibnu Abbas berkata lagi, akan tetapi kami melihatnya pada malam sabtu dan akan tetap berpusa sampai hitungannya genap tiga puluh hari atau kami melihat hilal, saya bertanya, tidakkah kamu ikut ru'yahnya Mu'awiyah dan shaumnya, dia menjawab, tidak, akan tetapi beginilah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam memerintahkan kepada kami. Abu 'Isa berkata: hadits Ibnu Abbas merupakan hadits hasan shahih gharib dan diamalkan oleh para ulama dengan suatu kesimpulan hukum bahwa setiap daerah memulai puasa berdasarkan ru'yahnya masing-masing.

【13】

Sunan Tirmidzi 630: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Umar bin Ali Al Muqaddami] telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin 'Amir] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari ['Abdul 'Aziz bin Shuhaib] dari [Anas bin Malik] dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang mendapatkan kurma, maka berbukalah dengannya, jika tidak mendapatinya maka berbukalah dengan air, karena sesungguhnya air itu suci." (Perawi) berkata: Dalam bab ini (ada juga riwayat) dari Salman bin 'Amir. Abu 'Isa berkata: Kami tidak mengetahui seorang pun yang meriwayatkan hadits Anas dari Syu'bah seperti hadits ini, kecuali Sa'id bin 'Amir. Namun hadits itu tidak mahfuzh dan tidak memiliki sumber utama dari hadits 'Abdul 'Aziz bin Shuhaib dari Anas. Para sahabat Syu'bah telah meriwayatkan hadits ini dari [Syu'bah] dari ['Ashim Al Ahwal] dari [Hafshah binti Sirin] dari [Ar Rabbab] dari [Salman bin 'Amir] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Riwayat ini lebih shahih dari riwayatnya Sa'id bin 'Amir. Demikianlah mereka meriwayatkannya dari [Syu'bah] dari ['Ashim] dari [Hafshah binti Sirin] dari [Salman], tetapi di dalamnya tidak disebut Syu'bah dari Rabbab. Yang shahih ialah hadits yang diriwayatkan [Sufyan Ats Tsauri] dan [Ibnu 'Uyainah] dan selain keduanya dari ['Ashim Al Ahwal] dari [Hafshah binti Sirin] dari [Ar Rabbab] dari [Salman bin 'Amir] dan [Ibnu 'Aun] berkata: dari ['Ummu Ar Ra'ih binti Shulai'] dari [Salman bin 'Amir]. Sedangkan Ar Rabbab adalah Ummu Ar Ra'ih.

【14】

Sunan Tirmidzi 631: Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] telah menceritakan kepada kami [Waki'] telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari ['Ashim Al Ahwal]. Dan telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari ['Ashim Al Ahwal]. Dan telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dia berkata: telah memberitakan kepada kami [Sufyan bin 'Uyainah] dari ['Ashim Al Ahwal] dari [Hafshah binti Sirin] dari [Ar Rabbab] dari [Salman bin 'Amir Ad Dlabbi] dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Jika salah seorang dari kalian berbuka, maka berbukalah dengan kurma." Ibnu 'Uyainah menambahkan: "Karena sesungguhnya ia berbarakah, jika tidak ada (kurma), maka berbukalah dengan minum air, karena sesungguhnya ia thahur (suci lagi mensucikan)." Abu 'Isa berkata: ini merupakan hadits hasan shahih.

【15】

Sunan Tirmidzi 632: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Rafi'] telah menceritakan kepada kami [Abdurrazaq] telah menceritakan kepada kami [Ja'far bin Sulaiman] dari [Tsabit] dari [Anas bin Malik] dia berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berbuka dengan kurma basah sebelum shalat, jika beliau tidak mendapatinya, maka (beliau berbuka) dengan kurma kering dan jika tidak mendapatkan kurma kering, beliau berbuka dengan meneguk air tiga kali." Abu 'Isa berkata: ini merupakan hadits hasan gharib. Abu 'Isa berkata lagi, diriwayatkan juga bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam berbuka pada musim dingin dengan kurma dan pada musim panas dengan air.

【16】

Sunan Tirmidzi 633: Telah mengabarkan kepadaku [Muhammad bin Isma'il] telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Al Mundzir] telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Ja'far bin Muhammad] telah menceritakan kepadaku [Abdullah bin Ja'far] dari ['Utsman bin Muhammad Al Akhnasi] dari [Sa'id Al Maqburi] dari [Abu Hurairah] bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Berpuasa itu pada hari kalian berpuasa dan berbuka itu pada hari dimana kalian semua berbuka, demikian juga dengan Iedul Adlha, yaitu pada hari kalian semuanya berkurban." Abu 'Isa berkata: ini merupakan hadits hasan gharib, sebagian ulama menafsirkan hadits ini yaitu, Sesungguhnya shaum dan berbuka itu bersama jama'ah dan kebanyakan manusia.

【17】

Sunan Tirmidzi 634: Telah menceritakan kepada kami [Harun bin Ishaq Al Hamdani] telah menceritakan kepada kami ['Abdah bin Sulaiman] dari [Hisyam bin 'Urwah] dari [ayahnya] dari ['Ashim bin Umar] dari [Umar bin Al Khaththab] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika malam telah menjelang dan siang mulai pergi serta matahari telah terbenam maka kamu boleh berbuka." (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat) dari Ibnu Abu 'Aufa dan Abu Sa'id. Abu 'Isa berkata: hadits Umar adalah hadits hasan shahih.

【18】

Sunan Tirmidzi 635: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi] dari [Sufyan] dari [Abu Hazim]. (perawi) berkata: dan telah mengabarkan kepada kami [Abu Mush'ab] dengan bacaannya dari [Malik] dari [Abu Hazim] dari [Sahl bin Sa'ad] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: "Manusia tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka." (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Hurairah, Ibnu Abbas, 'Aisyah dan Anas bin Malik. Abu 'Isa berkata: hadits Sahl bin Sa'ad adalah hadits hasan shahih serta diamalkan oleh para ulama baik dari kalangan shahabat dan orang-orang setelahnya seperti Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Mereka semua lebih menyukai untuk menyegerakan berbuka.

【19】

Sunan Tirmidzi 636: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Musa Al Anshari] telah menceritakan kepada kami [Al Walid bin Muslim] dari [Al Auza'i] dari [Qurrah bin Abdurrahman] dari [Az Zuhri] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah 'azza wa Jalla berfirman: 'Hambaku yang paling Aku sukai adalah dia yang selalu menyegerakan berbuka.'" Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Abdurrahman] telah mengabarkan kepada kami [Abu 'Ashim] dan [Abu Al Mughirah] dari [Al Auza'i] melalui sanad ini dengan hadits yang sama. Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits hasan gharib.

【20】

Sunan Tirmidzi 637: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [A'masy] dari [Umarah bin 'Umair] dari [Abu 'Athiyah] dia berkata: Saya dan Masruq menemui ['Aisyah] lalu kami bertanya: "Ada dua orang shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, salah satunya menyegerakan berbuka dan shalat sedangkan yang kedua mengakhirkan berbuka dan shalat." 'Aisyah bertanya: "Siapakah diantara keduanya yang menyegerakan berbuka dan shalat?" Kami menjawab: "Abdullah bin Mas'ud." Dia ('Aisyah) berkata: "Demikianlah yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Dan yang kedua ialah Abu Musa. Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits hasan shahih, Abu 'Athiyah namanya adalah Malik bin Abu 'Amir Al Hamdani, dia biasa dipanggil dengan Ibnu 'Amir sedangkan dia lebih benar dipanggil dengan Ibnu 'Amir.

【21】

Sunan Tirmidzi 638: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Musa] telah menceritakan kepada kami [Abu Daud At Thayalisi] telah menceritakan kepada kami [Hisyam Ad Dastuwa'i] dari [Qatadah] dari [Anas bin Malik] dari [Zaid bin Tsabit] dia berkata: kami pernah sahur bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam, kemudian kami shalat berjama'ah. Anas berkata: saya bertanya, berapa lama jarak antara sahur dan shalat? Dia menjawab, kira-kira lima puluh ayat. Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Hisyam] seperti hadits di atas, namun didalamnya dia berkata: kira-kira selama membaca lima puluh ayat. (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari dari Hudzaifah. Abu 'Isa berkata: hadits Zaid bin Tsabit adalah hadits hasan shahih dan juga merupakan pendapatnya Syafi'i, Ahmad dan Ishaq, semuanya lebih menyukai untuk mengakhirkan sahur.

【22】

Sunan Tirmidzi 639: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Mulazim bin Amru] telah menceritakan kepadaku [Abdullah bin An Nu'man] dari [Qais bin Thalq] telah menceritakan kepadaku ayahku [Thalq bin Ali] bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Lanjutkanlah makan dan minum dan janganlah kalian tertipu oleh fajar yang berbentuk garis vertikal (fajar kadzib), akan tetapi lanjutkanlah makan dan minum sampai muncul fajar yang terbentang berwarna merah (fajar shadik)." Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari 'Adi bin Hatim, Abu Dzar dan Samrah. Abu 'Isa berkata: hadits Ali bin Thalq adalah hadits hasan gharib melalui jalur ini dan diamalkan oleh para Ulama. Mereka berkata: bolehnya seseorang melanjutkan makan dan minum sampai munculnya fajar yang terbentang berwarna merah.

【23】

Sunan Tirmidzi 640: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] dan [Yusuf bin 'Isa] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Abu Hilal] dari [Sawadah bin Handlalah dia adalah Al Qusyairi] dari [Samrah bin Jundub] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Jangan kalian berhenti makan dan minum pada saat mendengar adzannya Bilal dan munculnya fajar yang bergaris vertikal akan tetapi berhentilah ketika telah muncul fajar yang terbentang di ufuk." Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits hasan.

【24】

Sunan Tirmidzi 641: Telah menceritakan kepada kami [Abu Musa Muhammad bin Mutsanna] telah meceritakan kepada kami ['Utsman bin Umar] dia berkata: dan telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Abu Dzi'b] dari [Al Maqburi] dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Barang siapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan Zur (dusta) dan perbuatan Zur (maksiat) maka Allah tidak membutuhkannya walaupun telah meninggalkan makan dan minumnya (tidak akan menerima puasanya-pent) ". (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Anas. Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits hasan shahih.

【25】

Sunan Tirmidzi 642: Telah meceritakan kepada kami [Qutaibah] telah meceritakan kepada kami [Abu 'Awanah] dari [Qatadah] dan ['Abdul 'Aziz bin Shuhaib] dari [Anas] bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Makanlah sahur, sesungguhnya makan sahur itu berbarakah." (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat) dari Abu Hurairah, Abdullah bin Mas'ud, Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas, Amru bin Ash, 'Irbadl bin Sariyah, 'Utbah bin 'Abd serta Abu Darda'. Abu 'Isa berkata: hadits Anas adalah hadits hasan shahih.

【26】

Sunan Tirmidzi 643: Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Perbedaan antara puasa kita dengan puasanya ahlul kitab ialah makan sahur." Telah meceritakan kepada kami [Qutaibah] seperti itu, telah meceritakan kepada kami [Al Laits] dari [Musa bin Ali] dari [ayahnya] dari [Abu Qais] budaknya Amru bin Ash dari [Amru bin 'Ash] dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam. (perawi) berkata: ini merupakan hadits hasan shahih. Penduduk Mesir memanggilnya Musa bin Ali sedangkan penduduk Iraq memanggilnya dengan sebutan Musa bin 'Ulay dan dia tidak lain adalah Musa bin 'Ulay bin Rabah Al lakhmy.

【27】

Sunan Tirmidzi 644: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami ['Abdul 'Aziz bin Muhammad] dari [Ja'far bin Muhammad] dari [ayahnya] dari [Jabir bin Abdullah] bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam keluar menuju Makkah pada tahun penaklukan kota Makkah sambil berpuasa bersama para shahabatnya, ketika sampai di Kuraa'ul ghamim dikatakan kepada beliau, Sesungguhnya orang-orang keberatan karena berpuasa dan mereka melihat apa yang akan tuan perbuat, lantas beliau meminta sekantong air setelah ashar kemudian meminumnya dengan disaksikan oleh seluruh shahabat, maka sebagian mereka ikut berbuka dan sebagian yang lain memilih tetap berpuasa, ternyata berita orang-orang yang tetap berpuasa sampai kepada beliau, lantas beliau berkata: "Mereka adalah orang-orang yang durhaka." Dan dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ka'ab bin 'Ashim, Ibnu Abbas dan Abu Hurairah. Hadits Jabir merupakan hadits hasan shahih. Dan telah diriwayatkan dari nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: "Berpuasa ketika bepergian tidak termasuk dari kebaikan." Oleh karena itu para ulama berselisih pendapat mengenai berpuasa diwaktu safar, sebagian ulama dari kalangan shahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam berpendapat bahwa berbuka di waktu safar lebih baik, bahkan meraka berpendapat wajibnya mengqadla' jika dia berpuasa diwaktu safar, diantara yang memilih pendapat ini ialah Ahmad dan Ishaq. Sedangkan sebagian ulama dari kalangan shahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam dan yang lainnya berpendapat jika dia merasa kuat lalu berpuasa maka hal itu lebih baik, namun jika dia memilih berbuka maka hukumnya tidak mengapa. Pendapat ini juga dipilih oleh Sufyan Ats tsauri, Malik bin Anas dan Abdullah Ibnul Mubarak. Syafi'i berkata: makna hadits Nabi di atas ialah jika hatinya tidak menerima keringanan dari Allah ta'ala, adapun orang yang berpendapat mubahnya berbuka di waktu safar namun dia merasa kuat lalu berpuasa maka hal itu lebih saya sukai.

【28】

Sunan Tirmidzi 645: Telah menceritakan kepada kami [Harun bin Ishaq Al Hamdani] dari ['Abdah bin Sulaiman] dari [Hisyam bin 'Urwah] dari [ayahnya] dari ['Aisyah] bahwasanya Hamzah bin Amru Al Aslami bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam tentang shaum di waktu safar -dan dia termasuk yang banyak berpuasa-, lalu Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Jika kamu hendak berpuasa maka berpuasalah, tapi jika dirimu menghendaki berbuka maka berbukalah." (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Anas bin Malik, Abu Sa'id, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Amru, Abu Darda' dan Hamzah bin Amru Al Aslami. Abu 'Isa berkata: hadits 'Aisyah adalah hadits hasan shahih.

【29】

Sunan Tirmidzi 646: Telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali Al Jahdlami] telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Al Mufadldlal] dari [Sa'id bin Yazid Abu Salamah] dari [Abu Nadlrah] dari [Abu Sa'id Al khudri] dia beliau berkata: kami bepergian bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam pada bulan Ramadlan, beliau tidak mencela orang yang berpuasa dan tidak juga mencela orang yang berbuka. Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits hasan shahih.

【30】

Sunan Tirmidzi 647: Telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali] telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Zurai'] telah menceritakan kepada kami [Al Jurairi]. (perawi) berkata: dan telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Waki'] telah menceritakan kepada kami ['Abdul A'la] dari [Al Jurairi] dari [Abu Nadlrah] dari [Abu Sa'id] dia berkata: kami bepergian bersama Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam, maka sebagian dari kami ada yang berpuasa dan sebagian yang lain ada yang berbuka, orang-orang yang berpuasa tidak mencela orang-orang yang berbuka begitu juga sebaliknya. Mereka semuanya berpendapat, siapa yang memiliki kekuatan lalu dia berpuasa, maka hal itu baik dan siapa yang merasa lemah lalu berbuka, maka hal itu juga baik. Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits hasan shahih.

【31】

Sunan Tirmidzi 648: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Lahi'ah] dari [Yazid bin Abu Habib] dari [Ma'mar bin Abu Huyaiyah] bahwasanya dia bertanya kepada [Ibnu Al Musayyib] tentang shaum di waktu safar, lalu dia menceritakan dari [Umar bin Al Khaththab], dia berkata: kami berperang bersama Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam pada bulan Ramadlan sebanyak dua kali, yaitu perang Badar dan Fathu Makkah, kami juga berbuka (tidak berpuasa) pada keduanya. (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Sa'id. Abu 'Isa berkata: hadits Umar tidak kami ketahui kecuali melalui jalur ini. Dan telah diriwayatkan dari Abu Sa'id dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau memerintahkan untuk berbuka pada suatu peperangan. Dan diriwayatkan pula dari Umar bin Al Khaththab seperti hadits di atas, namun didalamnya beliau memberikan rukhshah untuk berbuka ketika berhadapan dengan musuh, hal ini juga merupakan pendapat sebagian ulama.

【32】

Sunan Tirmidzi 649: Telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib] dan [Yusuf bin 'Isa] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] telah menceritakan kepada kami [Abu Hilal] dari [Abdullah bin Sawadah] dari [Anas bin Malik] seorang lelaki dari bani Abdullah bin Ka'ab berkata: Pasukan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam menyerbu kaum kami secara diam-diam, lalu saya mendatangi beliau dan ternyata beliau sedang makan siang, lantas beliau bersabda: " Mendekat dan makanlah." saya menjawab, saya sedang berpuasa, beliau bersabda lagi: "Mendekatlah niscaya akan saya jelaskan kepadamu tentang puasa, sesungguhnya Allah Ta'ala tidak mewajibkan puasa atas musafir dan memberi keringanan separoh shalat untuknya juga memberi keringan bagi wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa". Sungguh Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam telah menyebut keduanya (yaitu wanita hamil dan menyusui), sangat disayangkan jika diriku tidak memakan makanannya Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam. (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu 'Umayyah. Abu 'Isa berkata: hadits Anas bin Malik Al Ka'bi merupakan hadits hasan, ini adalah satu-satunya hadits yang diriwayatkan oleh Anas dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam. Sebagian Ahli ilmu berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui yang berbuka wajib mengqadla' puasa dan memberi makan (fakir miskin), hal ini sebagaimana perkataan Sufyan, Malik, Syafi'i dan Ahmad. Dan sebagian mereka berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui yang berbuka wajib memberi makan namun tidak wajib mengqadla' puasanya, hal ini sebagaimana perkataan Ishaq.

【33】

Sunan Tirmidzi 650: Telah menceritakan kepada kami [Abu Sa'id Al Asyajj] telah menceritakan kepada kami [Abu Khalid Al Ahmar] dari [Al A'masy] dari [Salamah bin Kuhail] dan [Muslim Al Bathin] dari [Sa'id bin Jubair] dan [Atha'] dan [Mujahid] dari [Ibnu Abbas] dia berkata: seorang perempuan datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam, seraya berkata: sesungguhnya saudariku meninggal dan masih memiliki tanggungan puasa dua bulan berturut-turut, beliau bersabda: " Bagaimana menurutmu, Jika saudarimu memiliki hutang lalu kamu melunasinya tidakkah menjadi lunas?" Dia menjawab, Iya, beliau melanjutkan: "Maka hak-hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi." Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Buraidah, Ibnu Umar, 'Aisyah. Telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib] telah menceritakan kepada kami [Abu Khalid Al Ahmar] dari [Al A'masy] dengan sanad seperti ini. Abu 'Isa berkata: hadits Ibnu Abbas adalah hadits hasan shahih. Dia berkata: saya telah mendengar Muhammad berkata: [Abu Khalid Al Ahmar] telah meriwayatkan hadits ini dari [Al A'masy], Muhammad berkata: selain Abu Khalid juga telah meriwayatkan hadits ini dari Al A'masy seperti riwayatnya Abu Khalid. Abu 'Isa berkata: [Abu Mu'awiyah] dan selainnya juga telah meriwayatkan hadits ini dari [Al A'masy] dari [Muslim Al Bathin] dari [Sa'id bin Jubair] dari [Ibnu Abbas] dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam namun mereka tidak menyebutkan Salamah bin Kuhail tidak pula dari 'Atha' dan dari Muajhid, Abu Khalid namanya ialah Sulaiman bin Hibban.

【34】

Sunan Tirmidzi 651: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami ['Abtsar bin Al Qasim] dari [Asy'ats] dari [Muhammad] dari [Nafi'] dari [Ibnu Umar] dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: " Barang siapa yang meninggal dan masih memiliki tanggungan puasa hendaknya ia memberi makan seorang miskin untuk setiap harinya sebagai gantinya". Abu 'Isa berkata: kami tidak mengetahui hadits Ibnu Umar ini diriwayatkan secara marfu' kecuali melalui sanad ini dan yang benar adalah hadits ini mauquf sampai kepada Ibnu Umar. para ahli ilmu berbeda pendapat, sebagian mereka yaitu Ahmad dan Ishaq berpendapat jika si mayyit bernadzar puasa, maka boleh diwakilkan. Namun jika dia memiliki kewajiban mengqadla' puasa Ramadlan, maka sebagai gantinya hendaknya ia memberi makan orang miskin. Malik, Sufyan dan Syafi'i berpendapat, seseorang tidak boleh mewakili puasanya orang lain. Asy'ats ialah Ibnu Sawwar dan menurutku Muhammad disebut juga dengan Ibnu 'Abdir Rahman bin Abu Laila.

【35】

Sunan Tirmidzi 652: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin 'Ubaid Al Muharibi] telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Zaid bin Aslam] dari [ayahnya] dari [Atha' bin Yasar] dari [Abu Sa'id Al Khudri] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Ada tiga hal yang tidak membatalkan puasa yaitu: Hijamah, muntah dan ihtilam." Abu 'Isa berkata: hadits Abu Sa'id Al Khudri tidaklah mahfuzh, [Abdullah bin Zaid bin Aslam] dan [Abdul Aziz bin Muhammad] serta yang lainnya telah meriwayatkan hadits ini dari [Zaid bin Aslam] secara mursal, tanpa menyebutkan dari Abu Sa'id. Abdurrahman bin zaid bin Aslam adalah seorang yang dlaif (lemah) dalam hadits.) perawi) berkata: saya mendengar Abu Dawud Al Sajzi berkata: saya bertanya kepada Ahmad bin Hambal tentang Abdurrahman bin zaid bin Aslam, dia menjawab, Saudaranya yang bernama Abdullah bin Zaid haditsnya dapat diterima. Abu 'Isa berkata: saya mendengar Muhammad menuturkan dari Ali Al Madiny yaitu Abdullah bin Zaid bin Aslam seorang yang tsiqah, adapun Abdurrahman bin zaid bin Aslam seorang yang dla'if (lemah), Muhammad berkata: saya tidak meriwayatkan satu haditspun darinya.

【36】

Sunan Tirmidzi 653: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] telah menceritakan kepada kami [Isa bin Yunus] dari [Hisyam bin Hasan] dari [Muhammad bin Sirin] dari [Abu Hurairah] bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Barang siapa yang muntah, maka tidak wajib baginya untuk mengqadla' puasanya, namun bagi siapa yang muntah dengan sengaja, maka wajib baginya untuk mengqhadla' puasanya." (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Darda', Tsauban dan Fadlalah bin 'Ubaid. Abu 'Isa berkata: hadits Abu Hurairah adalah hadits hasan gharib, kami tidak mengetahui hadits dari riwayat Hisyam dari Ibnu Sirin dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam kecuali dari riwayat 'Isa bin Yunus. Muhammad berkata: menurut saya hadits ini tidak mahfuzh. Abu 'Isa be rkata, hadits ini telah diriwayatkan melalui banyak jalur, namun tidak ada satupun yang shahih. Telah diriwayatkan juga dari Abu Darda', Tsauban dan Fadlalah bin 'Ubaid bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam pernah muntah lalu berbuka, adapun makna hadits ini ialah Nabi muntah ketika sedang puasa tathawwu' (sunnah) beliau merasa lemah kemudian berbuka, makna hadits ini sebagaimana disebutkan didalam riwayat lain beserta tafsirnya. Para ulama juga mengamalkan hadits ini dengan mengambil kesimpulan hukum, bahwa orang yang berpuasa kemudian muntah, maka dirinya tidak wajib berqhadla', namun jika muntah dengan sengaja, maka dirinya wajib mengqhadla' puasanya. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini ialah Sufyan Ats Tsauri, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq.

【37】

Sunan Tirmidzi 654: Telah menceritakan kepada kami [Abu Sa'id Al Asyajj] telah menceritakan kepada kami [Abu Khalid Al Ahmar] dari [Hajjaj bin Arthah] dari [Qatadah] dari [Ibnu Sirin] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Barang siapa yang lupa, lalu makan atau minum ketika berpuasa, maka janganlah membatalkan puasanya, karena hal itu adalah rizqi yang Allah rizqikan kepadanya." Telah menceritakan kepada kami [Abu Sa'id Al Asyajj] telah menceritakan kepada kami [Abu Usamah] dari ['Auf] dari [Ibnu Sirin] dan [Khallas] dari [Abu Hurairah] dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam seperti hadits diatas. (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Sa'id dan Ummu Ishaq Al Ghanawiyyah. Abu 'Isa berkata: hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan shahih dan diamalkan oleh kebanyakan para ulama seperti Sufyan Ats Tsauri, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Sedangkan Imam Malik bin Anas berkata: jika seseorang lupa, lalu makan dan minum pada bulan Ramadlan, maka dia wajib mengqadla' puasanya. Namun pendapat yang pertama lebih shahih.

【38】

Sunan Tirmidzi 655: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dan [Abdurrahman bin Mahdi] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Habib bin Abu Tsabit] telah menceritakan kepada kami [Abu Al Muthawwas] dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Barang siapa yang berbuka walau satu hari pada bulan Ramadlan bukan karena sakit atau ada rukhshah (keringanan), maka puasanya tidak dapat diqadla' meskipun dia berpuasa setahun penuh". Abu 'Isa berkata: kami mengetahui hadits Abu Hurairah kecuali melalui riwayat di atas. Saya mendengar Muhammad berkata: Abul Muthawwis bernama Yazid bin Muthawwis dan saya tidak mengetahui dia meriwayatkan hadits kecuali hadits ini.

【39】

Sunan Tirmidzi 656: Telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali Al Jahdlami] dan [Abu 'Ammar] -makna haditsnya sama sedangkan lafalz haditsnya dari Abu 'Ammar- keduanya berkata: telah mengabarkan kepada kami [Sufyan bin 'Uyainah] dari [Az Zuhri] dari [Humaid bin Abdurrahman] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Seorang lelaki datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa sallam seraya berkata: wahai Rasulullah, celaka saya. Beliau bertanya: "Apa yang membuat kamu celaka?" Dia menjawab: Saya telah menyetubuhi istri saya pada siang hari bulan Ramadlan, beliau bersabda: "Sanggupkah kamu memerdekakan budak?" Dia menjawab: Tidak. Beliau bersabda: "Apakah kamu sanggup berpuasa dua bulan berturut-turut?" Dia menjawab: Tidak. Beliau melanjutkan: "Apakah kamu sanggup memberi makan enam puluh orang miskin?" Dia menjawab: Tidak. Beliau bersabda: "Duduklah." Lalu dia duduk, kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam dibawakan sekarung kurma, lantas beliau bersabda: "Bersedekahlah dengannya." Dia berkata: Tidak ada satu orangpun di Madinah yang lebih faqir dari kami. Lantas Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam tertawa sampai kelihatan gigi gerahamnya. Beliau bersabda: "Ambilah dan berikan pada keluargamu." (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ibnu Umar, 'Aisyah dan Abdullah bin Amru. Abu 'Isa berkata: hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan shahih. Para ulama berpegang dengan hukum yang terdapat dalam hadits ini, yaitu orang yang sengaja berbuka dengan menyetubuhi istrinya pada siang hari bulan Ramadlan. Namun para ulama berbeda pendapat mengenai orang yang sengaja berbuka dengan makan dan minum. Sebagian mereka seperti Sufyan Ats Tsauri, Abdullah bin Al Mubarak dan Ishaq berpendapat bahwa orang yang sengaja berbuka dengan makan dan minum, maka wajib mengqadla' dan membayar kaffarah (denda) -mereka menyamakan makan dan minum dengan jima'- Sedangkan sebagian ulama seperti Syafi'i dan Ahmad berpendapat (orang yang sengaja berbuka dengan makan dan minum) dia hanya wajib menqadla' dan tidak wajib membayar kaffarah, karena yang disebutkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam adalah membatasi kaffarah hanya untuk jima' dan tidak menyebut makan dan minum. Sedangkan makan dan minum tidak sama dengan jima'. Imam Syafi'i berkata: perintah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam untuk bersedekah tidak menutup kemungkinan bahwa kaffarah hanya wajib bagi orang yang mampu, karena lelaki tersebut tidak mampu untuk membayar kaffarah. Lalu Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam memberinya sekantung kurma dan menyuruhnya untuk bersedekah. Namun setelah dia menyatakan tidak ada orang yang lebih faqir darinya, maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam menyuruhnya untuk memberi makan keluarganya, karena kaffarah dibayar dari sisa makanan pokok yang dibutuhkan. Imam Syafi'I lebih memilih bahwa orang yang keadaannya sama dengan lelaki tersebut, hendaknya dia memakan kurmanya, namun dia tetap memiliki hutang membayar kaffarah (denda), jika dirinya tidak sanggup, maka dia tidak wajib membayar kaffarah (denda).

【40】

Sunan Tirmidzi 657: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi] telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari ['Ashim bin 'Ubaidullah] dari [Abdullah bin 'Amir bin Rabi'ah] dari [ayahnya] dia berkata: saya sering melihat Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam bersiwak ketika sedang berpuasa. Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari 'Aisyah. Abu 'Isa berkata: hadits 'Amir bin Rabi'ah merupakan hadits hasan. Para ulama melihat bahwa siwak tidak membatalkan puasa, hanya saja sebagian ulama tidak menyukai orang yang sedang berpuasa melakukan siwak dengan siwak basah, begitu juga malakukan siwak di sore hari. Imam Syafi'I berpendapat, bolehnya bersiwak baik di pagi hari atau di siang hari. sedangkan Imam Ahmad dan Ishaq tidak menyukai bersiwak pada sore hari.

【41】

Sunan Tirmidzi 658: Telah menceritakan kepada kami [Abdul A'la bin Washil Al Kufi] telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin 'Athiyyah] telah menceritakan kepada kami [Abu 'Atikah] dari [Anas bin Malik] radliallahu 'anhu berkata: seorang lelaki datang kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam dan berkata: mataku sedang sakit, bolehkah saya bercelak ketika sedang berpuasa? Beliau menjawab: "Iya." Hadits semakna diriwayatkan dari Abu Rafi'. Abu 'Isa berkata: hadits Anas sanadnya tidak kuat dan tidak ada hadits yang shahih tentang hal ini, Abu 'Atikah adalah dla'if. Para ulama berbeda pendapat mengena masalah ini, sebagian mereka yaitu Sufyan, Ibnu Mubarak, Ahmad dan Ishaq membenci orang yang bercelak ketika berpuasa, sedangkan Syafi'I membolehkan orang berpuasa untuk bercelak.

【42】

Sunan Tirmidzi 659: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] dan [Qutaibah] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Al Ahwash] dari [Ziyad bin 'Ilaqah] dari [Amru bin Maimun] dari ['Aisyah] bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam menciumnya pada bulan puasa. (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Umar bin Al Khaththab, Hafshah, Abu Sa'id, Ummu Salamah, Ibnu Abbas, Anas, Abu Hurairah. Abu 'Isa berkata: hadits 'Aisyah merupakan hadits hasan shahih. Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, sebagian dari para shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam dan yang lainnya membolehkan orang yang sudah lanjut (tua) untuk mencium ketika berpuasa, tapi tidak ada keringanan untuk seorang pemuda, dikhawatirkan puasanya akan rusak, lebih-lebih bersetubuh. Sebagian ulama mengatakan, mencium itu mengurangi pahala namun tidak membatalkan puasanya, mereka juga berpendapat, jika seseorang bisa menahan diri, maka boleh baginya untuk mencium. Namun jika tidak bias, maka hendaknya dia tidak melakukannya, pendapat ini adalah pendapatnya Sufyan Ats Tsauri dan Syafi'i.

【43】

Sunan Tirmidzi 660: Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] telah menceritakan kepada kami [Waki'] telah menceritakan kepada kami [Isra'il] dari [Abu Ishaq] dari [Abu Maisarah] dari ['Aisyah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam mencumbuku ketika sedang berpuasa dan beliau orang adalah yang paling kuat dalam menahan dirinya.

【44】

Sunan Tirmidzi 661: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Ibrahim] dari ['Alqamah] dan [Al Aswad] dari ['Aisyah] berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam pernah menciumku dan mencumbuku ketika sedang berpuasa dan beliau adalah orang yang paling kuat menahan dirinya. Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits hasan shahih. Abu Maisarah namanya adalah Amru bin Syurahbil. Makna li irbihi yaitu menahan dirinya.

【45】

Sunan Tirmidzi 662: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Manshur] telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Abu Maryam] telah mengabarkan kepada kami [Yahya bin Ayyub] dari [Abdullah bin Abu Bakar] dari [Ibnu Syihab] dari [Salim bin Abdullah] dari [ayahnya] dari [Hafshah] dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: " Barangsiapa yang belum niat sebelum fajar maka puasanya tidak sah". Abu 'Isa berkata: kami tidak mengetahui hadits Hafshah diriwayatkan secara marfu' kecuali melalui jalur ini. Telah diriwayatkan dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwa ini adalah perkataannya Ibnu Umar dan pernyataan ini lebih shahih. Demikian juga hadits ini diriwayatkan dari Az Zuhri secara mauquf dan tidak kami ketahui ada yang memarfu'kan hadits ini kecuali Yahya bin Ayyub. Maksud dari hadits ini menurut para ulama ialah "Barang siapa yang tidak niat sebelum terbitnya fajar di bulan Ramadlan atau ketika mengqadla' puasa Ramadlan atau ketika puasa nadzar, maka shaumnya tidak sah. Adapun puasa sunnah, maka boleh berniat sesudah terbitnya fajar. ini adalah pendapat Syafi'i, Ahmad dan Ishaq.

【46】

Sunan Tirmidzi 663: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Abu Al Ahwash] dari [Simak bin Harb] dari [Ibnu Ummi Hani'] dari [Ummu Hani'] dia berkata: saya duduk didekat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam, kemudian disodorkan air kepada beliau lalu beliau meminumnya dan memberikan sisanya kepadaku, lantas saya meminumnya, lalu saya berkata: mohonkanlah ampun untukku karena saya telah berbuat dosa, beliau bertanya: " Apa yang telah kamu perbuat?" saya menjawab, saya pernah berpuasa lalu saya membatalkan puasaku, beliau kembali bertanya: "Apakah itu puasa qadla'? Saya menjawab, tidak. Beliau bersabda: "Hal itu tidak akan membahayakanmu." Abu 'Isa berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Sa'id dan 'Aisyah.

【47】

Sunan Tirmidzi 664: Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] telah menceritakan kepada kami [Abu Daud] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dia berkata: saya pernah mendengar [Simak bin Harb] berkata: salah seorang cucu Ummu Hani' yang bernama [Ja'dah] telah menceritakan kepadaku dan [Ummu Hani'] adalah neneknya, maka dia telah menceritakan kepadaku dari Neneknya, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke rumahnya dan meminta air lalu meminumnya, kemudian beliau menyodorkan kepadanya lalu dia meminumnya, dia (Ummu Hani') berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya sedang berpuasa." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Orang yang berpuasa sunnah lebih berhak atas dirinya, jika ingin maka boleh membatalkan atau menyempurnakan puasanya." [Syu'bah] berkata: Saya bertanya kepadanya: "Apakah kamu mendengarnya langsung dari Ummu Hani'?" Dia menjawab: "Tidak, akan tetapi [Abu Shalih] dan keluargaku meriwayatkannya dari [Ummu Hani']." [Hammad bin Salamah] meriwayatkan hadits ini dari [Simak bin Harb], dia berkata: Dari [Harun binti Ummu Hani'] dari [Ummu Hani'], sedangkan riwayatnya Syu'bah lebih baik. Demikian Mahmud bin Ghailan menceritakan kepada kami dari Abu Daud, maka dia berkata: "Lebih berhak atas dirinya." Dan telah menceritakan kepada kami selain Mahmud dari Abu Daud dengan lafadz, lebih menguasai atas dirinya (amir) atau lebih berhak atas dirinya (Amin) -karena ada keraguan- demikian juga hadits ini diriwayatkan melalui banyak jalur dari Syu'bah dengan lafadz: "Lebih berhak (Amin) atas dirinya atau lebih menguasai (amir) atas dirinya, dengan adanya keraguan. Dia berkata: Dan hadits Ummu Hani' terdapat komentar pada sanadnya. Dan hadits ini diamalkan oleh sebagian ahli ilmu dari kalangan shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam maupun selain mereka, bahwa orang yang melakukan puasa sunnah apabila membatalkan puasanya, maka dia tidak wajib mengqadla' puasanya kecuali jika dia ingin melakukannya. Dan itu merupakan perkataan Sufyan Ats Tsauri, Ahmad, Ishaq dan Asy Syafi'i.

【48】

Sunan Tirmidzi 665: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Thalhah bin Yahnya] dari bibinya ['Aisyah binti Thalhah] dari [Ummul Mukminin 'Aisyah] dia berkata: suatu hari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam ke rumahku, lalu bertanya: " Apakah kalian punya sesuatu (yang bisa dimakan)?. Dia ('Aisyah radliallahu 'anhu) berkata: saya menjawab, tidak. lantas beliau bersabda: "Kalau begitu saya akan berpuasa."

【49】

Sunan Tirmidzi 666: Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin As Sarri] dari [Sufyan] dari [Thalhah bin Yahya] dari ['Aisyah binti Thalhah] dari [Ummul Mukminin 'Aisyah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam ke rumahku seraya bertanya: " Apa kamu memiliki makan siang?" Saya menjawab, tidak. Beliau berkata: "Kalau begitu saya berpuasa." Dia ('Aisyah radliallahu 'anha) berkata: suatu hari beliau datang lagi kepadaku, lalu saya katakan kepadanya, kita diberi hadiah berupa makanan, beliau bertanya: "Apakah itu?" Saya menjawab, Hais (yaitu kurma yang dicampur dengan samin dan 'Aqith), beliau bersabda: "Sebenarnya tadi pagi saya berniat untuk puasa." Lalu beliau memakannya. Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits hasan.

【50】

Sunan Tirmidzi 667: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] telah menceritakan kepada kami [Katsir bin Hisyam] telah menceritakan kepada kami [Ja'far bin Burqan] dari [Az Zuhri] dari ['Urwah] dari ['Aisyah] dia berkata: Suatu hari saya dan Hafshah berpuasa, lalu dihadiahkan kepada kami makanan yang kami sukai, lantas kami memakannya, tiba-tiba Nabi datang lalu Hafshah mendahuluiku untuk menghampirinya -sebagaimana sifat ayahnya- seraya berkata: wahai Rasulullah, tadinya kami berpuasa, lalu dihadiahkan kepada kami makanan yang kami sukai, lantas kami memakannya, beliau pun bersabda: "Berpuasalah pada hari yang lain sebagai gantinya." Abu 'Isa berkata: [Shalih bin Abu Akhdlar] dan [Muhammad bin Abu Hafshah] telah meriwayatkan hadits ini dari [Az Zuhri] dari ['Urwah] dari ['Aisyah] secara mursal seperti hadits di atas. Sedangkan [Malik bin Anas] dan [Ma'mar] dan ['Ubaidullah bin Umar] dan [Ziyad bin Sa'ad] serta lebih dari satu huffazh hadits telah meriwayatkan hadits ini dari [Az Zuhri] dari ['Aisyah] secara mursal, namun tidak disebutkan di dalamnya dari 'Urwah. Riwayat ini lebih shahih karena diriwayatkan dari [Ibnu Juraij], dia berkata: saya bertanya kepada [Az Zuhri], apakah 'Urwah meriwayatkan hadits ini kepadamu dari 'Aisyah? Dia menjawab, saya tidak pernah mendengar satu haditspun dalam hal ini dari 'Urwah, namun saya mendengar pada masa kekhilafahan Sulaiman bin 'Abdul Malik dari [beberapa orang] yang bertanya kepada ['Aisyah] tentang hadits ini. Telah menceritakan kepada kami seperti itu [Ali bin 'Isa bin Yazid Al Baghdadi], telah menceritakan kepada kami [Rauh bin 'Ubadah] dari [Ibnu Juraij] lalu dia menuturkan hadits di atas. Sebagian ulama dari kalangan shahabat Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam berpegang kepada hadits ini, mereka berpendapat, orang yang membatalkan puasanya harus mengqadla', ini juga merupakan pendapatnya Anas bin Malik.

【51】

Sunan Tirmidzi 668: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi] dari [Sufyan] dari [Manshur] dari [Salim bin Abu Al Ja'd] dari [Abu Salamah] dari [Ummu Salamah] dia berkata: "Saya tidak pernah melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa salam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali pada bulan Sya'ban dan Ramadlan." Dalam bab ini (ada juga riwayat) dari 'Aisyah. Abu 'Isa berkata: hadits Ummu Salamah merupakan hadits hasan. Hadits ini telah diriwayatkan dari Abu Salamah dari 'Aisyah bahwa dia berkata: "Saya tidak pernah melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih banyak berpuasa kecuali pada bulan Sya'ban, beliau dulu sering berpuasa pada bulan Sya'ban kecuali beberapa hari saja bahkan beliau sering berpuasa sebulan penuh." Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami ['Abdah] dari [Muhammad bin Amru] telah menceritakan kepada kami [Abu Salamah] dari ['Aisyah] dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti diatas. Dan diriwayatkan dari Ibnu Mubara bahwasanya dia berkata: menurut kaedah bahasa arab, hukumnya boleh mengungkapkan puasa sebulan kurang dengan ungkapan puasa sebulan penuh, sebagaimana dikatakan fulan terjaga sepanjang malam (beraktifitas terus) padahal dia hanya makan malam dan melakukan beberapa urusan. Berdasarkan pernyataan tadi, sepertinya Ibnu Mubarak melihat dua hadits diatas memiliki korelasi arti yang sama, dia berkata: sesungguhnya makna hadits diatas ialah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih banyak berpuasa pada bulan Sya'ban. Abu 'Isa berkata: [Salim Abu Nadlr] dan yang lainnya telah meriwayatkan hadits ini dari [Abu Salamah] dari ['Aisyah] seperti riwayatnya Muhammad bin Amru.

【52】

Sunan Tirmidzi 669: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami ['Abdul 'Aziz bin Muhammad] dari [Al 'Ala' bin Abdurrahman] dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Jika telah masuk pada pertengahan bulan Sya'ban, maka janganlah kalian berpuasa." Abu 'Isa berkata: hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan shahih, kami tidak mengetahui kecuali melalui jalur ini dengan lafadz seperti di atas. Arti dari hadits diatas menurut sebagian ulama ialah jika seseorang tidak terbiasa berpuasa kemudian ketika masuk pada pertengahan bulan Sya'ban baru ia mulai berpuasa karena (menyambut) bulan Ramadlan. Telah diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam seperti makna yang diterangkan oleh mereka, yaitu beliau Shalallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Janganlah kalian berpuasa beberapa hari menjelang bulan Ramadlan kecuali jika bertepatan hari puasa yang biasa kalian lakukan." Hadits ini menunjukan larangan bagi orang yang sengaja berpuasa menjelang datangnya puasa Ramadlan.

【53】

Sunan Tirmidzi 670: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun] telah mengabarkan kepada kami [Al Hajjaj bin Arthah] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari ['Urwah] dari ['Aisyah] dia berkata: Pada suatu malam saya kehilangan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam, lalu saya keluar, ternyata saya dapati beliau sedang berada di Baqi', beliau bersabda: " Apakah kamu takut akan didzalimi oleh Allah dan Rasul-Nya?" saya berkata: wahai Rasulullah, saya mengira tuan mendatangi sebagian istri-istrimu, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah ta'ala turun ke langit dunia pada malam pertengahan bulan Sya'ban, lalu mengampuni manusia sejumlah rambut (bulu) kambing." Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Bakar Ash shiddiq. Abu 'Isa berkata: hadits 'Aisyah tidak kami ketahui kecuali dari jalur ini dari hadits Al Hajjaj. Saya mendengar Muhammad melemahkan hadits ini. Dia berkata: Yahya bin Abu Katsir belum pernah mendengar dari 'Urwah, sedangkan Al Hajjaj juga belum pernah mendengar hadits dari Yahya bin Abu Katsir.

【54】

Sunan Tirmidzi 671: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Abu 'Awanah] dari [Abu Bisyr] dari [Humaid bin Abdurrahman Al Himyari] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Sebaik-baik pausa setelah bulan Ramadlan adalah bulan Muharram." Abu 'Isa berkata: hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan.

【55】

Sunan Tirmidzi 672: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] dia berkata: telah mengabarkan kepada kami [Ali bin Mushir] dari [Abdurrahman bin Ishaq] dari [An Nu'man bin Sa'ad] dari [Ali] dia berkata: seorang laki-laki bertanya kepadanya, pada bulan apakah kamu menyuruhku untuk berpuasa setelah bulan Ramadlan? Dia (Ali radliallahu 'anhu) berkata kepadanya, saya tidak pernah mendengar orang yang bertanya demikian kecuali seorang lelaki yang bertanya demikian kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam, sadangkan saya duduk disampingnya, maka Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam menjawab: " Jika kamu ingin berpuasa selain bulan Ramadlan, maka berpuasalah pada bulan Muharram, karena sesungguhnya ia bulan dimana Allah telah memberi taubat kepada kaumnya Musa dan memberikan taubat kepada kaum yang lain." Abu 'Isa berkata: ini merupakan hadits hasan gharib.

【56】

Sunan Tirmidzi 673: Telah menceritakan kepada kami [Al Qasim bin Dinar] telah menceritakan kepada kami ['Ubaidullah bin Musa] dan [Thalq bin Ghannam] dari [Syaiban] dari ['Ashim] dari [Zirr] dari [Abdullah] dia berkata: adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam berpuasa pada hari-hari pertama selama tiga hari dari tiap bulan, dan beliau jarang didapati tidak berpuasa pada hari Jumat. (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah. Abu 'Isa berkata: hadits Abdullah merupakan hadits hasan gharib, sebagian ulama mensunnahkan berpuasa pada hari Jumat, adapun yang memakruhkannya, jika tidak disertai dengan puasa sehari sebelum dan sesudah harinya. (perawi) juga berkata: Syu'bah juga telah meriwayatkan hadits ini dari 'Ashim, namun dia tidak memarfu'kannya.

【57】

Sunan Tirmidzi 674: Telah menceritakan kepada kami [Hanand] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Abu Shalih] dari [Abu Hurairah] dia berkata Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Janganlah kalian berpuasa pada hari Jum'at kecuali jika ia berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya." Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ali, Jabir, Junadah Al Azdi, Juwairiyah, Anas dan Abdullah bin Amr. Abu 'Isa berkata: hadits Abu Hurairah adalah hadits hasan shahih dan diamalkan oleh para ulama, mereka membenci orang yang berpuasa pada hari Jum'at dengan tidak berpuasa sehari sebelum dan sesudahnya, hal ini merupakan pendapat Ahmad dan Ishaq.

【58】

Sunan Tirmidzi 675: Telah menceritakan kepada kami [Humaid bin Mas'adah] telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Habib] dari [Tsaur bin Yazid] dari [Khalid bin Ma'dan] dari [Abdullah bin Busr] dari [saudarinya] bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Janganlah kalian berpuasa hanya pada hari sabtu kecuali jika Allah mewajibkan berpuasa pada hari tersebut, jika pada hari itu kalian tidak mendapati kecuali sebutir anggur atau sebatang pohon maka kunyahlah ia". Abu 'Isa berkata: ini merupakan hadits hasan. Maksud dimakruhkannya puasa pada hari sabtu adalah jika dia mengkhushushkan puasa pada hari sabtu, karena orang-orang Yahudi mengagungkan hari sabtu.

【59】

Sunan Tirmidzi 676: Telah menceritakan kepada kami [Abu Hafsh Amru bin Ali Al Fallas] telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Daud] dari [Tsaur bin Yazid] dari [Khalid bin Ma'dan] dari [Rabi'ah Al Jurasyi] dari ['Aisyah] adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam sering berpuasa pada hari senin dan kamis. (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Hafshah, Abu Qatadah, Abu Hurairah dan Usamah bin Zaid. Abu 'Isa berkata: dari jalur ini hadits 'Aisyah merupakan hadits hasan gharib.

【60】

Sunan Tirmidzi 677: Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] telah menceritakan kepada kami [Abu Ahmad] dan [Mu'awiyah bin Hisyam] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Manshur] dari [Khaitsamah] dari ['Aisyah] dia berkata: adalah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam pernah berpuasa dari satu bulan pada hari sabtu, ahad dan senin, dibulan yang lain (beliau berpuasa) pada hari selasa, rabu dan kamis. Abu 'Isa berkata: ini merupakan hadits hasan gharib. Abdurrahman bin Mahdi meriwayatkan hadits ini dari Sufyan namun tidak memarfu'kannya.

【61】

Sunan Tirmidzi 678: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Yahya] telah menceritakan kepada kami [Abu 'Ashim] dari [Muhammad bin Rifa'ah] dari [Suhail bin Abu Shalih] dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda: " Pada hari senin dan kamis semua amalan dinaikkan kepada Allah ta'ala, maka saya lebih suka amalanku dinaikkan kepada-Nya ketika saya sedang berpuasa". Abu 'Isa berkata: dalam hal ini hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan gharib.

【62】

Sunan Tirmidzi 679: Telah menceritakan kepada kami [Al Husain bin Muhammad Al Jurairi] dan [Muhammad bin Muddawaih] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami ['Ubaidillah bin Musa] telah mengabarkan kepada kami [Harun bin Salman] dari ['Ubaidullah bin Muslim Al Qurasyi] dari [ayahnya] dia berkata: saya telah bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam mengenai puasa dahr (setahun penuh)? Beliau bersabda: " Sesungguhnya keluargamu memiliki hak atas kamu, berpuasalah pada bulan Ramadlan dan enam hari setelahnya serta setiap hari rabu dan kamis, jika kamu lakukan, maka hal itu sama dengan berpuasa dahr." Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari 'Aisyah. Abu 'Isa berkata: hadits Muslim Al Qurasyi merupakan hadits gharib. Sebagian ahlul hadits meriwayatkan dari Harun bin Salman dari Muslim bin 'Ubaidullah dari ayahnya.

【63】

Sunan Tirmidzi 680: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Ahmad bin 'Abdah Adl Dlabi] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Ziyad] dari [Ghailan bin Jarir] dari [Abdullah bin Ma'bad Az Zamani] dari [Abu Qatadah] bahwasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Puasa hari 'Arafah -saya berharap dari Allah- dapat menghapuskan dosa-dosa setahun sebelumnya dan juga tahun sesudahnya." (perawi) berkata: dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Sa'id. Abu 'Isa berkata: hadits Abu Qatadah merupakan hadits hasan. Para ulama mensunnahkan puasa 'Arafah kecuali jika berada di 'Arafah.

【64】

Sunan Tirmidzi 681: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin 'Ulaiyah] telah menceritakan kepada kami [Ayyub] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] bahwasanya Nabi Shalallahu 'alaihi wa salam buka puasa di 'Arafah dan Ummul Fadll mengirim susu kepadanya, lalu beliau meminumnya. Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Hurairah, Ibnu Umar dan Ummul Fadl. Abu 'Isa berkata: hadits Ibnu Abbas merupakan hadits hasan shahih. Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau berkata: saya telah melaksanakan haji bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam sedangkan beliau tidak puasa di 'Arafah, saya juga pernah berhaji bersama Abu Bakar dia juga tidak puasa 'Arafah, pernah juga bersama Umar dan dia tidak berpuasa, demikian juga halnya bersama 'Utsman dia juga tidak berpuasa, (hadits ini) juga diamlakan oleh kebanyakan para ulama, mereka mensunnahkan untuk tidak berpuasa di 'Arafah supaya kuat untuk berdo'a. dan sebagian ulama juga ada yang berpuasa Arafah ketika berada di Arafah.

【65】

Sunan Tirmidzi 682: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] dan [Ali bin Hujr] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin 'Uyainah] dan [Isma'il bin Ibrahim] dari [Ibnu Abu Najih] dari [ayahnya] dia berkata: [Ibnu Umar] ditanya tentang puasa Arafah di 'Arafah, dia menjawab, saya pernah melaksanakan haji bersama Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam dan dia tidak puasa di Arafah, saya juga pernah haji bersama Abu Bakar beliau juga tidak puasa 'Arafah, pernah juga bersama Umar dan dia tidak berpuasa, demikian halnya bersama 'Utsman, beliau juga tidak berpuasa dan saya tidak berpuasa juga tidak menyuruh orang lain untuk berpuasa dan tidak juga melarangnya. Abu 'Isa berkata: Ini merupakan hadits hasan. Hadits ini juga diriwayatkan dari Ibnu Abu Najih dari bapaknya dari seorang lelaki dari Ibnu Umar. nama Ibnu Abu Nujaih ialah Yasar, dia telah mendengar hadits dari Ibnu Umar.

【66】

Sunan Tirmidzi 683: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Ahmad bin 'Abdah Adl Dlabi] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Ghailan bin Jarir] dari [Abdullah bin Ma'bad] dari [Abu Qatadah] bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shaum hari 'Asyura' -saya berharap dari Allah- dapat menghapuskan dosa-dosa pada tahun sebelumnya." Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ali, Muhammad bin Shaifi, Salamah bin Akwa', Hindun binti Asma', Ibnu Abbas, Rubayy'i binti Mu'wwidz bin 'Afra', Abdurrahman bin Salamah Al Khuza'i, dari pamannya dan Abdullah bin Zubair, semuanya menyebutkan dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau menganjurkan untuk berpuasa hari 'Asyura'. Abu 'Isa berkata: tidak kami dapati dari semua riwayat yang ada menyebutkan puasa hari 'Asyura' dapat menghapus dosa-dosa setahun kecuali dalam haditsnya Abu Qatadah. Ahmad dan Ishaq juga memilih pendapat berdasarkan hadits Abu Qatadah.

【67】

Sunan Tirmidzi 684: Telah menceritakan kepada kami [Harun bin Ishaq Al Hamdani] telah menceritakan kepada kami ['Abdah bin Sulaiman] dari [Hisyam bin 'Urwah] dari [ayahnya] dari ['Aisyah] dia berkata: pada asalnya 'Asyura' adalah hari di mana orang-orang Quraisy sering berpuasa pada masa jahiliyah, dan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam pun melakukannya. Ketika beliau tiba di Madinah, beliau berpuasa 'Asyura' dan menyuruh para shahabat untuk berpuasa, tatkala puasa Ramadlan diwajibkan meninggalkan meninggalkan 'Asyura', maka siapa yang ingin berpuasa dia boleh berpuasa dan siapa yang tidak ingin berpuasa maka dia boleh meninggalkannya. Dalam bab ini (ada riwayat -pent) dari Ibnu Mas'ud, Qais bin Sa'ad, Jabir bin Samrah, Ibnu Umar dan Mu'awiyah. Abu 'Isa berkata: para ulama berpegang kepada hadits 'Aisyah, ini merupakan hadits shahih, mereka berpendapat shaum 'Asyura' hukumnya tidak wajib, namun siapa yang ingin dia boleh melakukannya untuk meraih keutamaan yang ada padanya.

【68】

Sunan Tirmidzi 685: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] dan [Abu Kuraib] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Hajib bin Umar] dari [Al Hakam bin Al A'raj] dia berkata: saya menemui [Ibnu Abbas] ketika beliau tiduran di atas selendangnya di dekat zamzam, saya bertanya, beritahukanlah kepadaku mengenai puasa hari 'Asyura', hari apakah saya mulai berpuasa? beliau menjawab, jika kamu melihat hilal bulan Muharram maka mulailah untuk menghitungnya, lalu berpuasalah pada hari ke sembilan, dia (Hakam) berkata: saya berkata kepadanya, beginilah puasa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam?, beliau menjawab, iya.

【69】

Sunan Tirmidzi 686: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami ['Abdul Waris] dari [Yunus] dari [Al Hasan] dari [Ibnu Abbas] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam memerintahkan untuk berpuasa 'Asyura' pada hari kesepuluh. Abu 'Isa berkata: hadits Ibnu Abbas merupakan hadits hasan shahih. Para ulama berselisih pendapat mengenai shaum 'Asyuro', sebagian mereka mengatakan, ('asyuro') tanggal sembilan, sebagian lagi mengatakan, hari kesepuluh. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya beliau berkata: berpuasalah pada hari kesembilan dan kesepuluh dan selisihilah orang-orang Yahudi. Perkataan ini juga merupakan pendapatnya syafi'I, Ahmad dan Ishaq.

【70】

Sunan Tirmidzi 687: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Ibrahim] dari [Al Aswad] dari ['Aisyah] dia berkata: saya tidak pernah melihat Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam berpuasa pada sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Abu 'Isa berkata: demikian hadits ini diriwayatkan oleh banyak orang dari Al 'masy dari Ibrahim dari Al Aswad dari 'Aisyah, sedangkan [Ats Tsauri] dan yang lainnya meriwayatkan hadits ini dari [Manshur] dari [Ibrahim] bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam tidak pernah terlihat puasa pada sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. Dan [Abu Al Ahwash] meriwayatkan dari [Manshur] dari [Ibrahim] dari ['Aisyah] namun di dalamnya tidak disebutkan dari Al Aswad. Ahlul hadits berselisih pendapat mengenai Manshur dalam meriwayatkan hadits ini, sedangkan riwayatnya Al A'masy lebih shahih dan sanadnya lebih tersambung. (perawi) berkata: saya mendengar Muhammad bin Aban bekata, saya mendengar Waki' berkata: Al A'masy lebih hafal sanad Ibrshim dari Manshur.

【71】

Sunan Tirmidzi 688: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'wiyah] dari [Al A'masy] dari [Muslim] dia adalah Al Bathin yaitu Ibnu Abu Imran dari [Sa'id bin Jubair] dari [Ibnu Abbas] berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Tidak ada hari-hari untuk berbuat amal shalih yang lebih Allah cintai kecuali sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah, " para shahabat bertanya, wahai Rasulullah, sekalipun Jihad fi sabilillah?, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam menjawab: "Sekalipun jihad fi sabilillah, kecuali seorang lelaki yang pergi berjihad dengan harta dan jiwanya lalu tidak kembali sedikitpun dari keduanya." Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Ibnu Umar, Abu Hurairah, Abdullah bin Amru dan Jabir. Hadits Ibnu Abbas merupakan hadits hasan shahih gharib.

【72】

Sunan Tirmidzi 689: Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar bin Nafi' Al Bashri] telah menceritakan kepada kami [Mas'ud bin Washil] dari [Nahhas bin Qahm] dari [Qatadah] dari [Sa'id bin Al Musayyib] dari [Abu Hurairah] dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: " Tidak ada hari-hari yang lebih Allah sukai untuk beribadah selain sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah, satu hari berpuasa didalamnya setara dengan setahun berpuasa dan satu malam mendirikan shalat malam setara dengan shalat pada malam lailatul qadar." Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits gharib yang tidak kami ketahui kecuali dari hadits Mas'ud bin Washil dari Nahhas. Dia berkata: saya bertanya kepada Muhammad tentang hadits ini, namun dia tidak mengetahuinya selain dari jalur ini, dia juga berkata: Qotadah telah meriwayatkan hadits ini dari Sa'id bin Al Musayyib dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam secara mursal dan Yahya bin Sa'id telah mencela Nahhas bin Qahm dari segi hapalannya.

【73】

Sunan Tirmidzi 690: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] telah menceritakan kepada kami [Sa'd bin Sa'id] dari [Umar bin Tsabit] dari [Abu Ayyub] dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang berpuasa Ramadlan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka hal itu sama dengan puasa setahun penuh." Dalam bab ini (ada juga riwayat) dari Jabir, Abu Hurairah dan Tsauban. Abu 'Isa berkata: hadits Abu Ayyub adalah hadits hasan shahih. Sebagian ulama menyukai untuk berpuasa enam hari di bulan Syawwal berdasarkan hadits ini. Ibnu Al Mubarak berkata: pendapat itu baik seperti halnya berpuasa tiga hari di pertengahan tiap bulan, Ibnu Al Mubarak melanjutkan, telah diriwayatkan di sebagian hadits, bahwa puasa ini lanjutan dari puasa Ramadlan, Ibnu Mubarak memilih dan lebih menyukai berpuasa enam hari di awal bulan berturut-turut namun tidak mengapa jika ingin berpuasa enam hari tidak berurutan. (perawi) berkata: ['Abdul Aziz bin Muhammad] telah meriwayatkan hadits ini dari [Shafwan bin Sulaim], sedangkan [Sa'ad bin Sa'id] meriwayatkannya dari [Umar bin Tsabit] dari [Abu 'Ayyub] dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Begitu juga [Syu'bah] meriwayatkan hadits ini dari [Warqa' bin Umar] dari [Sa'ad bin Sa'id] dan Sa'ad bin Sa'id ialah saudaranya Yahya bin Sa'id Al Anshari, para ahlul hadits mencela Sa'ad bin Sa'id dari segi hafalannya. Telah menceritakan kepada kami Hannad telah menceritakan kepada kami Hasan bin Ali Al Ju'fi dari Isra'il Abu Musa dari Hasan Al Bashri beliau berkata: jika disebutkan padanya puasa enam hari di bulan Syawwal dia berkata: demi Allah, sungguh Allah telah ridla kepada puasa enam hari di bulan Syawwal sebanding dengan puasa setahun penuh.

【74】

Sunan Tirmidzi 691: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Abu 'Awanah] dari [Simak bin Harb] dari [Abu Ar Rabi'] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam berwasiat kepadaku dengan tiga hal: Hendaknya saya tidak tidur kecuali setelah shalat witir, berpuasa tiga hari di pertengahan tiap bulan serta untuk selalu mengerjakan shalat dluha.

【75】

Sunan Tirmidzi 692: Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] telah menceritakan kepada kami [Abu Daud] dia berkata: telah memberitakan kepada kami [Syu'bah] dari [Al A'masy] dia berkata: saya mendengar [Yahya bin Saam] telah menceritakan dari [Musa bin Thalhah] dia berkata: saya mendengar [Abu Dzar] berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "Wahai Abu Dzar, jika kamu ingin berpuasa tiga hari pada tiap bulan, maka berpuasalah pada tanggal ke tiga belas, empat belas dan lima belas". Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abu Qatadah, Abdullah bin Amru, Qurrah bin Iyas Al Muzani, Abdullah bin Mas'ud, Abu 'Aqrab, Ibnu Abbas, 'Aisyah, Qatadah bin Milhan, 'Utsman bin Abil 'Ash, Serta Jarir. Abu 'Isa berkata: hadits Abu Dzar merupakan hadits hasan. Telah diriwayatkan di sebagian hadits: "Barang siapa yang berpuasa tiga hari dari tiap bulan sama dengan berpuasa setahun penuh."

【76】

Sunan Tirmidzi 693: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari ['Ashim Al Ahwal] dari [Abu 'Utsman An Nahdi] dari [Abu Dzar] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Barang siapa yang berpuasa tiga hari pada setiap bulan, maka sama halnya dengan puasa sebulan penuh". Lalu Allah 'azza wajalla menurunkan ayat yang membenarkan akan perkara tersebut yaitu (firman-Nya): Barang siapa yang melakukan satu kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala sepuluh kali lipat, satu hari berpuasa sama dengan sepuluh hari." Abu 'Isa berkata: ini merupakan hadits hasan shahih. [Syu'bah] meriwayatkan hadits ini dari [Abu Syimr] dan [Abu Tayyah] dari [Abu 'Utsman] dari [Abu Hurairah] dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam.

【77】

Sunan Tirmidzi 694: Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] telah menceritakan kepada kami [Abu Daud] telah mengabarkan kepada kami [Syu'bah] dari [Yazid Ar Risyk] dia berkata: saya mendengar [Mu'adzah] berkata: saya bertanya kepada ['Aisyah], apakah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam suka berpuasa tiga hari pada setiap bulan?. 'dia (Aisyah radliallahu 'anha) berkata: Iya. Saya bertanya, di bagian bulan yang mana beliau berpuasa? Dia menjawab, Beliau tidak peduli pada bagian mana beliau berpuasa. Abu 'Isa berkata: Ini merupakan hadits hasan shahih. Dia (perawi) berkata: Yazid Al Risyk ialah Yazid Al Dhuba'I yaitu Yazid bin Qasim, dia adalah Al Qassam, dan Risyk dalam bahasa penduduk Bashrah adalah Qassam.

【78】

Sunan Tirmidzi 695: Telah menceritakan kepada kami ['Imran bin Musa Al Qazzaz] telah menceritakan kepada kami ['Abdul Waris bin Sa'id] telah menceritakan kepada kami [Ali bin Zaid] dari [Sa'id bin Al Musayyib] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya Rabb kalian berfirman: Setiap kebaikan diberi pahala sebanyak sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, sedangkan puasa diperuntukkan untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan memberi pahala puasanya (tanpa batasan jumlah pahala), puasa merupakan tameng dari api neraka, dan bau mulut orang yang berpuasa, lebih wangi di sisi Allah daripada wangi misk (minyak wangi) dan jika salah seorang diantara kalian mengajakmu bertengkar padahal dia sedang berpuasa, maka katakanlah sesungguhnya saya sedang berpusa." Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Mu'adz bin Jabal, Sahl bin Sa'ad, Ka'ab bin Ujrah Salamah bin Qaisar serta Basyir bin Khashashiyah. Dan Basyir bernama Zahm bin Ma'bad sedangkan Khashashiyah ialah ibunya Basyir. Abu 'Isa berkata: hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan gharib dari jalur ini.

【79】

Sunan Tirmidzi 696: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] telah menceritakan kepada kami [Abu 'Amir Al 'Aqadi] dari [Hisyam bin Sa'ad] dari [Abu Hazim] dari [Sahl bin Sa'ad] dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: " Sesungguhnya di dalam surga terdapat pintu yang bernama Ar Rayyan, kelak orang-orang yang senantiasa berpuasa akan dipanggil untuk memasukinya dan barang siapa yang memasukinya, maka ia tidak akan merasa haus selamanya." Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits hasan shahih gharib.

【80】

Sunan Tirmidzi 697: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami ['Abdul 'Aziz bin Muhammad] dari [Suhail bin Abu Shalih] dari [Ayahnya] dari [Abu Hurairah] dia berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan yaitu, kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya kelak." Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits hasan shahih.

【81】

Sunan Tirmidzi 698: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Ahmad bin 'Abdah] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Ghailan bin Jarir] dari [Abdullah bin Ma'bad] dari [Abu Qatadah] dia berkata: ditanyakan (kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa salam), wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan orang yang berpuasa dahr (sepanjang tahun)? Beliau menjawab: " Dia sama saja dengan tidak berpuasa dan tidak juga berbuka. Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) dari Abdullah bin Amr, Abdullah bin Syikhkhir dan 'Imran bin Husain serta Abu Musa. Abu 'Isa berkata: hadits Abu Qatadah adalah hadits hasan. Sebagian ulama membenci puasa dahr sedangkan sebagian yang lain membolehkannya, mereka berkata: dilarangnya seseorang untuk puasa dahr hanya apabila dia tidak berbuka pada hari iedul fithri, iedul adlha dan hari-hari tasyriq, maka barang siapa yang tidak berpuasa pada hari-hari tersebut, dia tidak dilarang untuk puasa dahr demikian pendapat yang diriwayatkan dari Malik bin Anas dan Syafi'i. Ahmad dan Ishaq juga berpendapat seperti pendapat tersebut, mereka berkata: hukumnya tidak wajib untuk berbuka pada selain lima hari yang telah disebutkan di atas.

【82】

Sunan Tirmidzi 699: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Ayyub] dari [Abdullah bin Syaqiq] dia berkata: saya bertanya kepada ['Aisyah] tentang puasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam, dia menjawab, beliau sering terlihat berpuasa sampai kami mengatakan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam tidak pernah berbuka, dan beliau juga sering berbuka sampai kami mengatakan beliau tidak pernah berpuasa, dia ('Aisyah RA berkata: namun Rasulullah tidak pernah puasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadlan. Dalam bab ini (ada juga riwayat -pent) Hadits dari Anas dan Ibnu Abbas. Abu 'Isa berkata: hadits 'Aisyah adalah hadits shahih.

【83】

Sunan Tirmidzi 700: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Ja'far] dari [Humaid] dari [Anas bin Malik] bahwasanya dia ditanya tentang puasanya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam, Anas menjawab, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wasallam selalu berpuasa disetiap bulan, sehingga kami mengira beliau tidak ingin berhenti, beliau juga sering terlihat berbuka sehingga mengira beliau tidak ingin berpuasa, jika kamu ingin melihat beliau shalat malam, pasti akan kamu dapati sedang shalat, demikian pula jika kamu ingin melihatnya tidur, maka akan kamu dapati beliau sedang tidur malam. Abu 'Isa berkata: ini adalah hadits hasan shahih.

【84】

Sunan Tirmidzi 701: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Mis'ar] dan [Sufyan] dari [Habib bin Abu Tsabit] dari [Abu Al Abbas] dari [Abdullah bin Amru] berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik puasa ialah puasa Daud. Dia berpuasa sehari dan berbuka sehari. Tidak lari ketika bertemu musuh." Abu 'Isa berkata: "Ini adalah hadits hasan shahih. Abu Al Abbas ialah penyair Makkah yang buta, namanya As Sa`ib bin Farrukh." Sebagian ulama mengatakan: "Sebaik-baik puasa ialah kamu berpuasa sehari dan berbuka sehari. Ada yang berpendapat bahwa itu adalah puasa yang paling berat."

【85】

Sunan Tirmidzi 702: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Abdul Malik bin Abu Syawarib] telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Zurai'] telah menceritakan kepada kami [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dari [Abu 'Ubaid] mantan budak Abdurrahman bin 'Auf, berkata: "Saya menyaksikan [Umar bin Al Khaththab] pada hari Raya Idul Adlha melaksanakan shalat sebelum berkhotbah. Lalu dia berkata: 'Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang berpuasa pada dua hari raya ini. Hari Raya Idul Fitri karena waktu berbuka dari puasa kalian juga merupakan Hari Raya kaum muslim. Hari Raya Idul Adlha, makanlah daging hewan sembelihan kalian'." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih, Abu Ubaid mantan budak Abdurrahman bin Auf namanya Sa'ad. Terkadang dipanggil mantan budak Abdurrahman bin Azhar. Dia adalah anak paman Abdurrahman bin Auf.

【86】

Sunan Tirmidzi 703: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Abdul Aziz bin Muhammad] dari [Amru bin Yahya] dari [ayahnya] dari [Abu Sa'id Al Khudri] berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dua puasa. Yaitu pada dua hari, pada hari raya Idul Adlha dan Idul Fitri." (Abu Isa At Tirmidzi) berkata: "Hadits semakna diriwayatkan dari Umar, Ali, 'Aisyah, Abu Hurairah, Uqbah bin Amir dan Anas." Abu 'Isa berkata: "Hadits Abu Sa'id merupakan hadits hasan shahih dan diamalkan oleh ahlul ilmu." Dia menambahkan: "Amr bin Yahya ialah Ibnu 'Umarah bin Abu Al Hasan Al Mazini Al Madani, dan dia seorang yang tsiqah serta meriwayatkan darinya: Sufyan Ats Tsauri, Syu'bah dan Malik bin Anas."

【87】

Sunan Tirmidzi 704: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Musa bin Ali] dari [Ayahnya] dari ['Uqbah bin Amir] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Hari Arafah, Idul Adlha dan Hari-Hari Tasyriq merupakan hari raya kami sebagai kaum muslimin yaitu hari makan dan minum". Hadits semakna diriwayatkan dari 'Ali, Sa'ad, Abu Hurairah, Jabir, Nubaisyah, Bisyr bin Suhaim, Abdullah bin Hudzafah, Anas, Hamzah bin Amr As Sulami, Ka'ab bin Malik, 'A`isyah, Amr bin Al Ash dan Abdullah bin Amr. Abu Isa berkata: "Hadits Uqbah bin Amir merupakan hadits hasan shahih dan diamalkan oleh para ulama, mereka sangat membenci puasa pada Hari-Hari Tasyriq. Ada sekelompok sahabat dan yang lain, memberi keringanan bagi yang berhaji tamattu', jika tidak mendapatkan hewan sembelihan dan tidak sempat untuk berpuasa pada hari tasyrik pertama bulan Dzul Hijjah. Demikian juga Anas bin Malik, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq membolehkan puasa pada hari tasyriq bagi yang berhaji tamattu' jika tidak mendapatkan hewan sembelihan dan tidak sempat berpuasa pada sepuluh Abu 'Isa berkata: "Penduduk Irak menyebutnya Musa bin Ali bin Robah sedangkan penduduk Mesir memanggilnya Musa bin aliy." (Abu Musa) berkata: "Saya telah mendengar Qutaibah berkata: 'Aku mendengar Al Laits bin Sa'ad berkata: 'Musa bin Ali berkata: saya tidak akan membiarkan orang yang mentashgir (mengecilkan) nama ayahku'."

【88】

Sunan Tirmidzi 705: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Yahya] dan [Muhammad bin Rafi' An Naisaburi] dan [Mahmud bin Ghailan] dan [Yahya bin Musa] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdurrazzaq] dari [Ma'mar] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Ibrahim bin Abdullah bin Qarizh] dari [As Sa`ib bin Yazid] dari [Rafi' bin Khadij] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Orang yang membekam dan yang dibekam puasanya telah batal". Abu 'Isa berkata: "Hadits yang semakna diriwayatkan dari 'Ali, Sa'ad, Syaddad bin Aus, Tsauban, Usamah bin Zaid, 'Aisyah, Ma'qil bin Sinan atau yang bernama Ibnu Yasar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Abu Musa, Bilal dan Sa'ad." Abu 'Isa berkata: "Hadits Rafi' bin Khadij merupakan hadits hasan shahih. Disebutkan bahwa Ahmad bin Hambal berkata: 'Hadits yang paling shahih dalam hal ini ialah haditsnya Rafi' bin Khudaij.' Ali bin Abdullah berkata: 'Hadits yang paling shahih dalam hal ini ialah haditsnya Tsauban dan Syaddad bin Aus karena Yahya bin Abu Katsir meriwayatkan dari Abu Qilabah kedua hadits tersebut. Sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam membenci berbekam untuk orang yang sedang berpuasa hingga sebagian sahabat Nabi berbekam pada malam hari. Di antaranya adalah: Abu Musa dan Ibnu Umar. Hal ini juga merupakan pendapatnya Ibnul Mubarak." Abu 'Isa berkata: "Saya mendengar Ishaq bin Manshur berkata: 'Abdurrahman bin Mahdi berkata: "Barang siapa yang berbekam ketika berpuasa maka wajib mengqadlanya." Ishaq bin Manshur berkata: "Demikian itu pendapatnya Ahmad dan Ishaq, telah menceritakan kepada kami Az Za'farani berkata: Syafi'i berkata: 'telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya beliau berbekam ketika berpuasa. Diriwayatkan juga dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Orang yang membekam dan yang dibekam puasanya telah batal". Namun saya tidak tahu hadits mana yang tsabit (dapat dijadikan pedoman) dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Jika orang yang berpuasa berhati-hati dan tidak berbekam itu lebih aku sukai, akan tetapi jika dia berbekam menurutku hal itu tidak membatalkan puasa. Abu 'Isa berkata: "Perkataan tadi merupakan pendapatnya Syafi'i di Bagdad. Adapun pendapatnya di Mesir, beliau berpendapat bolehnya orang yang berpuasa untuk berbekam dan tidak membatalkan puasa, beliau berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan dari Nabi bahwa beliau berbekam pada waktu Haji Wada' dalam keadaan sedang ihramdan berpuasa."

【89】

Sunan Tirmidzi 706: Telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Hilal Al Basri] telah menceritakan kepada kami [Abdul Warits bin Sa'id] telah menceritakan kepada kami [Ayyub] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan ihram dan berpuasa." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits shahih. Demikian Wuhaib meriwayatkan seperti riwayatnya Abdul Harits. Ismail bin Ibrahim meriwayatkan hadits ini, dari Ikrimah secara mursal dengan tidak disebutkan di dalamnya dari Ibnu Abbas.

【90】

Sunan Tirmidzi 707: Telah menceritakan kepada kami [Abu Musa] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Abdullah Al Anshari] dari [Habib bin Asy Syahid] dari [Maimun bin Mihran] dari [Ibnu Abbas] berkata: "Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berbekam dalam keadaan berpuasa." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan gharib melalui jalur ini."

【91】

Sunan Tirmidzi 708: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Idris] dari [Yazid bin Abu Ziyad] dari [Miqsam] dari [Ibnu Abbas] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berbekam di suatu tempat antara Makkah dan Madinah dalam keadaan ihram dan berpuasa." Abu 'Isa berkata: "Hadits serupa diriwayatkan dari Abu Sa'id, Jabir dan Anas." Abu 'Isa berkata: "Hadits Ibnu Abbas merupakan hadits hasan shahih. Sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang lainnya berpegang dengan hadits di atas, mereka berpendapat bahwa berbekam tidak membatalkan puasa, perkataan ini juga merupakan pendapatnya Sufyan Ats Tsauri, Malik bin Anas dan Syafi'i."

【92】

Sunan Tirmidzi 709: Telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali Al Jahdlami] telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Al Mufadldlal] dan [Khalid bin Al Harits] dari [Sa'id] dari [Qatadah] dari [Anas] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian berpuasa wishal." Mereka berkata: "Engkau juga berpuasa wishal wahai Rasulullah?" beliau menjawab: "Aku berbeda dengan kalian, karena Allah memberiku makan dan minum." (Abu Isa At Tirmidzi) berkata: "Hadits yang semakna diriwayatkan dari 'Ali, Abu Hurairah, 'Aisyah, Ibnu Umar, Jabir, Abu Sa'id dan Basyir bin Al Khashashiyyah." Abu 'Isa berkata: "Hadits Anas merupakan hadits hasan shahih dan diamalkan oleh para ulama, mereka semuanya membenci berpuasa wishal. Diriwayatkan dari Abdullah bin Zubair bahwa beliau pernah berpuasa wishal beberapa hari dan tidak berbuka."

【93】

Sunan Tirmidzi 710: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Al Laitsi] dari [Ibnu Syihab] dari [Abu Bakr bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam] berkata: telah mengabarkan kepadaku ['Aisyah] dan [Ummu Salamah] keduanya istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Telah terbit fajar sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masih dalam keadaan junub karena bersenggama kemudian beliau mandi dan berpuasa." Abu 'Isa berkata: "Hadits 'Aisyah dan Ummu Salamah merupakan hadits hasan shahih dan diamalkan oleh para ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan setelah mereka, juga merupakan pendapat Sufyan, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Ada beberapa orang Tabi'in berpendapat: 'Barangsiapa yang junub pada pagi hari, maka dia wajib mengqadla hari tersebut.' Namun pendapat yang pertama lebih shahih."

【94】

Sunan Tirmidzi 711: Telah menceritakan kepada kami [Azhar bin Marwan Al Basri] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Sawa`] telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin Abu 'Arubah] dari [Ayyub] dari [Muhammad bin Sirin] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Jika salah seorang di antara kalian diundang makan maka datangilah. Jika kalian berpuasa maka berdoalah."

【95】

Sunan Tirmidzi 712: Telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali] telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin 'Uyainah] dari [Abu Az Zinad] dari [Al A'raj] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Jika salah seorang di antara kalian diundang makan dan dia sedang berpuasa hendaknya dia mengatakan bahwa saya sedang berpuasa." Abu 'Isa berkata: "Kedua hadits dalam masalah ini dari Abu Hurairah merupakan hadits hasan shahih."

【96】

Sunan Tirmidzi 713: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Nashr bin Ali] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin 'Uyainah] dari [Abu Az Zinad] dari [Al A'raj] [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda: "Janganlah seorang wanita berpuasa sunnah disaksikan oleh suaminya kecuali atas seizin suaminya". (Abu Isa At Tirmidzi) berkata: "Hadits semakna diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abu Sa'id." Abu 'Isa berkata: "Hadits Abu Hurairah merupakan hadits hasan shahih. Hadits ini telah diriwayatkan juga dari [Abu Az Zinad] dari [Musa bin Abu Utsman] dari [ayahnya] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam."

【97】

Sunan Tirmidzi 714: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Abu Awanah] dari [Isma'il As Sudi] dari [Abdullah Al Bahi] dari ['Aisyah] berkata: "Saya tidak pernah mengqadla ramadlan kecuali pada bulan Sya'ban sampai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam wafat." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih." (Abu Isa At Tirmidzi) berkata: "[Yahya bin Sa'id Al Anshari] telah meriwayatkan hadits ini dari [Abu Salamah] dari ['Aisyah] seperti hadits di atas."

【98】

Sunan Tirmidzi 715: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] telah mengabarkan kepada kami [Syarik] dari [Habib bin Zaid] dari [Laila] dari [Mantan Budaknya] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bersabda: "Orang yang berpuasa, jika orang-orang lain memakan miliknya, niscaya para Malaikat berdoa untuknya." Abu Isa berkata: "[Syu'bah] meriwayatkan hadits ini dari [Habib bin Zaid] dari [Laila] dari neneknya [Ummu Umarah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti di atas."

【99】

Sunan Tirmidzi 716: Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] telah menceritakan kepada kami [Abu Daud] telah mengabarkan kepada kami [Syu'bah] dari [Habib bin Zaid] berkata: saya telah mendengar salah seorang mantan budak kami yaitu [Laila], menceritakan dari neneknya, [Ummu 'Umarah binti Ka'ab Al Anshariyah], bahwa: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemuinya, lalu dia menghidangkan makanan kepada beliau. Lantas Nabi menyuruh: "Makanlah!" Ummu 'Umarah menjawab: "Saya sedang berpuasa." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Malaikat akan mendoakan orang yang berpuasa apabila makanannya dimakan oleh orang lain hingga mereka selesai." Atau barangkali beliau berkata: "Hingga mereka kenyang." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih, dan lebih shahih dari hadits Syarik." Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja'far] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Habib bin Zaid] dari mantan budak mereka yang bernama [Laila] dari neneknya, [Ummu Umarah binti Ka'ab] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seperti hadits di atas, namun tidak disebutkan di dalamnya "hingga mereka selesai" atau "hingga mereka kenyang." Abu 'Isa berkata: "Ummu 'Umarah ialah nenek Habib bin Zaid Al Anshari."

【100】

Sunan Tirmidzi 717: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] telah mengabarkan kepada kami [Ali bin Mushir] dari ['Ubaidah] dari [Ibrahim] dari [Al Aswad] dari ['Aisyah] berkata: "Dahulu kami haidl pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah kami bersuci, beliau menyuruh kami mengqadla puasa dan tidak mengqadla shalat." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan. Hadits ini juga diriwayatkan dari [Mu'adzah] dari ['Aisyah] dan diamalkan oleh para ulama, tidak ada perselisihan di antara mereka, bahwa: 'wanita yang haid wajib mengqadla puasa.'" Abu 'Isa berkata: "'Ubaidah ialah Ibnu Mu'attib Adl Dlabbi Al Kufi, yang diberi kunyah Abu Abdul Karim."

【101】

Sunan Tirmidzi 718: Telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahab bin Abdul Hakim Al Bhagdadi Al Waraq] dan [Abu 'Ammar Al Husain bin Huraits] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Sulaim] telah menceritakan kepadaku [Isma'il bin Katsir] berkata: saya telah mendengar ['Ashim bin Laqhith bin Shabirah] dari [ayahnya] berkata: Aku bertanya: "Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku tentang wudlu?" Beliau menjawab: "Sempurnakanlah wudlu, basuhlah sela-sela jarimu dan beristinsyaqlah lebih dalam kecuali jika kamu sedang berpuasa" Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih. Sebagian ulama membenci istinsyaq bagi yang berpuasa dan mereka berpendapat hal itu membatalkan puasa. Dan hadits dalam hal ini yang menguatkan pendapat mereka."

【102】

Sunan Tirmidzi 719: Telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Mu'adz Al 'Aqadi Al Bashri] telah menceritakan kepada kami [Ayyub bin Waqid Al Kufi] dari [Hisyam bin 'Urwah] dari [Ayahnya] dari ['Aisyah] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang singgah pada suatu kaum, hendaknya jangan berpuasa kecuali atas seizin mereka." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits munkar, tidak kami ketahui seorangpun yang tsiqah meriwayatkan hadits ini dari Hisyam bin Urwah." [Musa bin Daud] meriwayatkan seperti hadits di atas dari [Abu Bakr Al Madani] dari [Hisyam bin 'Urwah] dari [ayahnya] dari ['Aisyah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seperti di atas. Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits dla'if, Abu Bakr adalah dla'if menurut ahli hadits. Abu Bakr Al Madani yang meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah bernama Al Fadl bin Mubasysyir, dia lebih tsiqah dan lebih dulu."

【103】

Sunan Tirmidzi 720: Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] telah menceritakan kepada kami [Abdurrazzaq] telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dari [Sa'id bin Al Musayyib] dari [Abu Hurairah] dan ['Urwah] dari ['Aisyah], bahwa: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam beri'itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan hingga beliau wafat." (Abu Isa At Tirmidzi) berkata: Hadits semakna diriwayatkan dari Ubai bin Ka'ab, Abu Laila, Abu Sa'id, Anas dan Ibnu Umar." Abu 'Isa berkata: "Hadits Abu Hurairah dan 'Aisyah merupakan hadits hasan shahih."

【104】

Sunan Tirmidzi 721: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Yahya bin Sa'id] dari [Amrah] dari ['Aisyah] berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam jika hendak beri'itikaf, beliau shalat shubuh terlebih dahulu kemudian memasuki tempat 'itikaf." Abu 'Isa berkata: "Hadits ini telah diriwayatkan dari [Yahya bin Sa'id] dari [Amrah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, secara mursal. [Malik] dan yang lainnya meriwayatkan dari [Yahya bin Sa'id] dari [Amrah] secara mursal, juga [Al Auza'i] dan [Sufyan Ats Tsauri] serta yang lainnya juga dari [Yahya bin Sa'id] dari [Amrah] dari [Aisyah] dan diamalkan oleh sebagian ulama." Mereka berkata: "Jika seorang laki-laki hendak ber'itikaf, hendaknya shalat subuh terlebih dahulu lalu memasuki tempat 'itikafnya." Ini merupakan pendapat Ahmad dan Ishaq bin Ibrahim. Sedangkan sebagian ulama berpendapat jika seseorang ingin ber'itikaf hendaknya dimulai dari terbenamnya matahari lalu dia duduk di tempat 'itikaf, ini juga merupakan pendapat Sufyan Ats Tsauri dan Malik bin Anas."

【105】

Sunan Tirmidzi 722: Telah menceritakan kepada kami [Harun bin Ishaq Al Hamdani] telah menceritakan kepada kami ['Abdah bin Sulaiman] dari [Hisyam bin 'Urwah] dari [Ayahnya] dari ['Aisyah] berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa ber'itikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadlan dan beliau bersabda: 'Raihlah malam lailatul Qodar pada sepuluh hari terakhir.'" Hadits semakna diriwayatkan dari Umar, Ubay bin Ka'ab, Jabir bin Samurah, Jabir bin Abdullah, Ibnu Umar, Al Falatan bin 'Ashim, Anas, Abu Sa'id, Abdullah bin Unais, Abu Bakrah, Ibnu Abbas, Bilal, dan Ubadah bin Shamit. Abu 'Isa berkata: "Hadits 'Aisyah merupakan hadits hasan shahih, dan arti dari perkataan berliau "yujawiru" yaitu ber'itikaf. Kebanyakan riwayat dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hal memakai lafazh: "Raihlah Lailatul Qodar pada sepuluh malam terakhir di malam yang ganjil". Diriwayatkan juga dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa lailatul qodar diraih pada malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh dan dua puluh sembilan serta malam terakhir bulan Ramadlan. Abu 'Isa berkata: "Syafi'i berkata: 'Itu hanya pendapatku. Allah lebih tahu. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab pertanyaan kami seperti yang sebelumnya. Beliau akan menjawab sebagaimana yang pertama. Ditanyakan kepada beliau, yang bisa mencarinya pada malam yang demikian". Lalu beliau kabarkan: "Carilah pada malam yang sekian…". Syafi'i berkata: riwayat yang paling kuat menurutku ialah riwayat malam ke dua puluh satu." Abu 'Isa berkata: "Diriwayatkan juga dari Ubay bin Ka'ab. Dia bersumpah bahwa lailatul Qodar diraih pada malam ke dua puluh tujuh. Dia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengabari kami tanda-tandanya lalu kami hapalkan." Diriwayatkan dari Abu Qilabah bahwa beliau berkata: "Malam lailatul qodar itu berpindah-pindah pada sepuluh hari terakhir." Telah menceritakan kepadaku Abdu bin Humaid telah mengabarkan kepada kami Abdurrazzaq dari Ma'mar dari Ayyub dari Abu Qilabah.

【106】

Sunan Tirmidzi 723: Telah menceritakan kepada kami [Washil bin Abdul A'la Al Kufi] telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin 'Ayyasy] dari ['Ashim] dari [Zirr] berkata: Aku bertanya kepada [Ubay bin Ka'ab]: "Wahai Abu Mundzir, dari mana engkau tahu bahwa lailatul Qodar pada malam dua puluh tujuh?" dia menjawab: "Memang demikian, telah mengabarkan kepada kami Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa itu adalah malam, yang mana pagi harinya matahari terbit tanpa bersinar lalu tanda tersebut kami hapalkan. Demi Allah sebenarnya Ibnu Mas'ud mengetahui tanda tersebut pada bulan Ramadlan. Dan itu pada malam ke dua puluh tujuh, namun dia tidak ingin mengabari kalian karena takut kalian hanya akan menunggu tanpa beramal." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih."

【107】

Sunan Tirmidzi 724: Telah menceritakan kepada kami [Humaid bin Mas'adah] telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Zurai'] telah menceritakan kepada kami ['Uyainah bin Abdurrahman] berkata: telah menceritakan kepadaku [ayahku] berkata: "Suatu saat lailatul qodar disebut-sebut di hadapan [Abu Bakrah], lalu dia berkata: 'Saya tidak pernah mencarinya, karena saya telah mendengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kecuali di sepuluh hari terakhir. Sesungguhnya aku telah mendengar beliau bersabda: 'Carilah pada sembilan hari terakhir atau tujuh hari terakhir atau lima hari terakhir atau tiga hari terakhir.'" berkata: "Abu Bakrah shalat pada dua puluh hari Ramadlan sebagaimana dia shalat sepanjang tahun, jika telah masuk ke sepuluh hari terakhir dia bersungguh-sungguh. Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih."

【108】

Sunan Tirmidzi 725: Telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] telah menceritakan kepadaku [Waki'] telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Abu Ishaq] dari [Hubairah bin Yarim] dari ['Ali], bahwa: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa membangunkan keluarganya pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadlan." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih."

【109】

Sunan Tirmidzi 726: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahid bin Ziyad] dari [Al Hasan bin 'Ubaidullah] dari [Ibrahim] dari [Al Aswad] dari ['Aisyah] berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh dalam beribadah pada sepuluh hari terakhir tidak seperti hari-hari biasa." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih gharib."

【110】

Sunan Tirmidzi 727: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Abu Ishaq] dari [Numair bin 'Uraib] dari ['Amir bin Mas'ud] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Al Ghanimah Al Baridah yang paling mudah ialah berpuasa di musim dingin." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits mursal. 'Amir bin Mas'ud tidak bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dia adalah bapak Ibrahim bin 'Amir Al Qurasyi yang mana Syu'bah dan Ats Tsauri meriwayatkan hadits darinya."

【111】

Sunan Tirmidzi 728: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Bakr bin Mudlar] dari [Amru bin Al Harts] dari [Bukair bin Abdullah bin Al Asyaj] dari [Yazid] mantan budak Salamah bin Al Akwa', dari [Salamah bin Al Akwa'] berkata: "Ketika turun ayat: 'Dan barangsiapa yang tidak mampu untuk berpuasa maka hendaknya dia membayar fidyah dengan memberi makan orang miskin', Siapapun di antara kami boleh memilih untuk tidak berpuasa dan membayar fidyah hingga turun ayat yang sesudahnya menghapus hukumnya." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih gharib dan Yazid bernama: Ibnu Abu 'Ubaid mantan budak Salamah bin Al Akwa'.

【112】

Sunan Tirmidzi 729: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Ja'far] dari [Zaid bin Aslam] dari [Muhammad bin Al Munkadir] dari [Muhammad bin Ka'ab] berkata: "Saya menemui [Anas bin Malik] pada bulan Ramadlan, ketika itu hendak melakukan perjalanan, dia telah mempersiapkan kendaraannya. Dia mengenakan pakaian khusus kemudian meminta dihidangkan makanan lalu beliau memakannya. Aku bertanya: 'Apakah ini sunnah?' dia menjawab: 'Sunnah.' kemudian dia menaiki kendaraannya." Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Isma'il] telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin Abu Maryam] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ja'far] berkata: telah menceritakan kepadaku [Zaid bin Aslam] berkata: telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Al Munkadir] dari [Muhammad bin Ka'ab] berkata: "Saya menemui [Anas bin Malik] pada bulan Ramadlan..." lalu menuturkan hadits di atas. Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan, Muhammad bin Ja'far ialah Ibnu Abu Katsir, dari Madinah dan seorang yang tsiqah, saudara Isma'il bin Ja'far. Abdullah bin Ja'far ialah Ibnu Najih bapak 'Ali bin Abdullah Al Madini, tapi Yahya bin Ma'in mendla'ifkannya. Sebagian ulama berpegang kepada hadits ini, mereka mengatakan: 'Seorang musafir boleh membatalkan puasanya di rumahnya sesaat sebelum berangkat. Namun dia tidak boleh mengqoshor shalat hingga keluar dari benteng kota atau daerah.' Ini merupakan pendapat Ishaq bin Ibrahim Al Hanzhali.

【113】

Sunan Tirmidzi 730: Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Sa'ad bin Tharif] dari ['Umair bin Ma`mun] dari [Al Hasan bin Ali] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Yang dapat meringankan beratnya berpuasa ialah lemak dan Mijmar." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits gharib, sanadnya tidak kuat dan tidak kami ketahui kecuali dari hadits Sa'ad bin Tharif. Sa'ad bin Tharif seorang yang didla'ifkan, juga Umair bin Ma'mum menurut suatu pendapat."

【114】

Sunan Tirmidzi 731: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Musa] telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Al Yaman] dari [Ma'mar] dari [Muhammad bin Al Munkadir] dari ['Aisyah] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Idul Fitri ialah hari di mana orang-orang berbuka dan Idul Adlha ialah hari di mana orang-orang berkurban." Abu 'Isa berkata: "Saya telah bertanya kepada Muhammad: 'Apakah Muhammad bin Al Munkadir mendengar hadits ini dari 'Aisyah? ' Dia menjawab: 'Ya, dia mengatakan dalam haditsnya, Saya telah mendengar 'Aisyah'. Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih gharib melalui riwayat ini."

【115】

Sunan Tirmidzi 732: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu 'Adi] berkata: telah memberitakan kepada kami [Humaid Ath Thawil] dari [Anas bin Malik] berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam senantiasa 'itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadlan. Pernah pada satu tahun beliau tidak 'itikaf, kemudian pada tahun berikutnya beliau 'itikaf dua puluh hari." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih gharib, dari hadits Anas bin Malik. Para ulama berselisih pendapat jika seorang mu'takif memutus 'itikafnya sebelum selesai, Sebagian ulama berpendapat, jika menghentikan 'itikafnya sebelum selesai, dia wajib mengqadlanya. Mereka beralasan dengan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "(Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) pernah berhenti dari 'itikafnya, lalu mengqadlanya dengan ber'itikaf sepuluh hari di bulan Syawal."ini adalah pendapat Malik.Sebagian berpendapat: "Jika ia ber'itikaf yang bukan nadzar atau yang dia wajibkan atas dirinya, atau dia beri'tikaf sunnah lalu dia keluar, maka tidak wajib untuk mengqadlanya. Kecuali jika dia ingin melakukannya. Namun hal itu hukumnya adalah tidak wajib. Ini adalah pendapat Asy Syafi'i." Asy Syafi'i berkata: "Setiap amal perbuatan tergantung perbuatan kamu sendiri, jika kamu mengerjakan amal itu kemudian memutuskan amal itu, maka tidak wajib mengqadlanya kecuali haji dan umrah." Hadits semakna diriwayatkan dari Abu Hurairah.

【116】

Sunan Tirmidzi 733: Telah menceritakan kepada kami [Abu Mush'ab Al Madani] secara qira`ah, dari [Malik bin Anas] dari [Ibnu Syihab] dari ['Urwah] dan [Amrah] dari ['Aisyah] berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila 'itikaf sering memasukkan kepalanya ke kamarku, lalu aku menyisir rambutnya. Beliau tidak pernah masuk rumah kecuali jika membuang hajat." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih. Demikian banyak yang meriwayatkan hadits ini dari [Malik] dari [Ibnu Syihab] dari ['Urwah] dan [Amrah] dari ['Aisyah]. Sebagiannya meriwayatkannya dari [Malik] dari [Ibnu Syihab] dari ['Urwah] dari [Amrah] dari ['Aisyah], namun yang paling shahih ialah dari 'Urwah dan Amrah dari 'Aisyah. Telah menceritakan kepada kami, dengan hadits tersebut [Qutaibah] telah menceritakan kepada kami [Al Laits bin Sa'ad] dari [Ibnu Syihab] dari ['Urwah] dan [Amrah] dari ['Aisyah]. Para ulama mengamalkan hadits ini, yaitu seseorang yang 'itikaf hendaknya tidak keluar dari tempat 'itikaf kecuali untuk buang hajat. Mereka bersepakat dalam hal ini, yaitu keluar untuk menyelesaikan buang hajatnya dan kencingnya. Kemudian mereka berselisih pendapat: bolehkah menengok orang sakit, menghadiri shalat jumat, dan mengantarkan jenazah bagi seorang mu'takif? Sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang lainnya berpendapat: membolehkan menengok orang sakit, menghadiri jenazah, mendatangi shalat jum'at, jika dia mensyaratkannya. Ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri dan Ibnu Al Mubarak. Sebagian ulama lain berpendapat, seorang mu'takif tidak boleh melakukan itu semua. Jika dia tinggal di suatu kota, hendaknya dia ber'itikaf di masjid jami'. Mereka membenci jika harus keluar dari tempat i'tikafnya untuk shalat jum'at. Padahal mereka berpendapat bahwa dia tidak boleh meninggalkan shalat jum'at. Mereka berkata: "Tidak boleh beri'tikaf kecuali di masjid jami', sehingga dia tidak perlu keluar dari tempat i'tikafnya selain untuk buang hajat. Karena keluarnya dia dari tempat 'itikaf untuk keperluan selain itu, menurut mereka membatalkan 'itikaf. Ini adalah pendapat Malik dan Syafi'i." Imam Ahmad berkata: "(Seorang mu'takif) tidak boleh menjenguk orang sakit juga mengantarkan jenazah berdasarkan hadits 'Aisyah." Ishaq berkata: "Jika dia mensyaratkan sebelumnya, maka dia boleh menjenguk orang sakit juga mengantarkan jenazah."

【117】

Sunan Tirmidzi 734: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Fudlail] dari [Daud bin Abu Hind] dari [Al Walid bin Abdurrahman Al Jurasyi] dari [Jubair bin Nufair] dari [Abu Dzar] berkata: "Kami berpuasa Ramadlan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, namun beliau tidak shalat malam bersama kami sampai tersisa tujuh hari dari Ramadlan. Lalu beliau shalat bersama kami hingga sepertiga malam. Kemudian beliau tidak shalat bersama kami pada malam ke dua puluh enam. Beliau shalat bersama kami pada malam ke dua puluh lima, hingga lewat tengah malam. Kami berkata kepada beliau: 'Seandainya anda jadikan sisa malam ini untuk kami melakukan shalat nafilah.' Beliau bersabda: 'Barangsiapa yang shalat fardlu bersama imam, hingga selesai diberikan baginya pahala shalat satu malam.' Kemudian Nabi tidak shalat lagi bersama kami hingga tersisa tiga malam dari bulan Ramadlan. Beliau shalat bersama kami untuk ketiga kalinya, dengan mengajak keluarga dan istri-istri beliau. Lalu beliau shalat hingga kami takut akan ketinggalan al falah. (Jubair) bertanya: 'Apakah artinya al falah? ' Dia menjawab: 'Sahur'." Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah rakaat shalat malam bulan Ramadlan. Sebagian dan mereka lebih memilih empat puluh satu rakaat dengan witir. Ini adalah pendapat penduduk Madinah, mereka mempraktekkannya di Madinah. Sebagian besar ulama berpendapat dengan berdasarkan riwayat dari 'Umar, Ali dan lainnya dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memilih dua puluh rakaat. Ini adalah pendapat Ats Tsauri, Ibnu Al Mubarak dan Syafi'i. Syafi'i berkata: "Demikian juga kami dapati penduduk kota Makkah, mereka shalat sebanyak dua puluh rakaat." Ahmad berkata: "Ada banyak riwayat dalam masalah ini." Ahmad tidak menentukan mana yang dia pilih. Ishaq berkata: "Kami lebih memilih empat puluh satu rakaat. Berdasarkan riwayat dari Ubay bin Ka'ab. Ibnul Mubarak, Ahmad dan Ishaq lebih memilih shalat malam bulan Ramadlan berjamaah bersama imam, sedangkan Syafi'i memilih seorang laki-laki sendirian jika dia bisa membaca Al Qur'an. Hadits semakna diriwayatkan dari 'Aisyah, Nu'man bin Basyir dan Ibnu Abbas.

【118】

Sunan Tirmidzi 735: Telah menceritakan kepada kami [Hannad] telah menceritakan kepada kami [Abdurrahim] dari [Abdul Malik bin Abu Sulaiman] dari ['Atha`] dari [Zaid bin Khalid Al Juhani] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang memberi makan orang yang berbuka, dia mendapatkan seperti pahala orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikitpun" Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih."

【119】

Sunan Tirmidzi 736: Telah menceritakan kepada kami [Abd bin Humaid] telah menceritakan kepada kami [Abdurrazzaq] telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat menganjurkan untuk shalat malam Ramadlan, tanpa mewajibkan dan bersabda: "Barangsiapa yang melakukan shalat malam Ramadlan karena keimanan dan mengharap pahala dari Allah, niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat dan hal ini terus berlangsung hingga khilafah Abu Bakr dan pertengahan khilafah Umar. Hadits semakna diriwayatkan dari 'Aisyah, hadits ini juga diriwayatkan dari [Az Zuhri] dari ['Urwah] dari ['Aisyah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu 'Isa berkata: "Ini merupakan hadits hasan shahih."